2 Teori Kimia merupakan cabang sains yang mempelajari objek berupa material, molekul, atom, dan lain-lain dengan pendekatan struktur, energi dan dinamika. Seperti sains pada umumnya, kimia berfungsi untuk memahami fenomena alam dengan bantuan suatu model. 2.1 Kimia Komputasi Kimia komputasi merupakan sains kimia yang digunakan untuk memahami dan memprediksi fenomena objek kimia dengan bantuan komputer menggunakan suatu model. Sangat jelas bahwa kimiawan komputasi menggunakan komputer sebagai instrumen eksperimen. Gambar 2.1 merupakan perbandingan metode dalam eksperimen kimia komputasi dengan eksperimen kimia konvensional5. Karakteristik dan aspek-aspek dari kimia komputasi adalah sebagai berikut : a. Mendapatkan informasi kimia (struktur, sifat dan relasinya) dengan perhitungan dari eksperimen konvensional. b. Formalisasi dari teori-teori di kimia yang terdiri dari mekanika klasik, mekanika kuantum dan mekanika statistik serta segala aspek dari fisika molekul, kimia fisika dan fisika kimia. c. Terdapat banyak cabang dari kimia komputasi yang bergantung pada formalisasi teoretik yang digunakan. Contohnya, kimia komputasi kuantum menggunakan lebih banyak mekanika kuantum. Gambar 2.1 Diagram alir pada kimia komputasi kuantum dan pengukuran kimia konvensional. 2.2 Metode Struktur Elektron Metode Struktur Elektron merupakan metode yang menggunakan mekanika kuantum untuk memahami, menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dalam kimia. Energi dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan suatu molekul dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan Schrödinger : H Ψ = EΨ Kimia komputasi kuantum menggunakan teori dalam mekanika kuantum dalam pekerjaannya. Mekanika kuantum mengalami perkembangan yang sangat pesat di awal abad XX dan hukum ini banyak menyumbang pada perkembangan kimia. Terdapat tiga percobaan fisika terkenal yang telah mengantarkan munculnya mekanika kuantum yaitu radiasi benda hitam, efek fotolistrik, dan efek Compton. Akibat dari percobaan tersebut, cahaya tidak hanya diperlakukan sebagai gelombang tetapi juga dikaitkan dengan partikel. Energinya tidak disebar pada muka gelombang, tapi dilepas dalam bentuk buntelan seperti partikel, sebuah buntelan diskret (kuantum) energi elektromagnetik yang dikenal sebagai foton. Schrödinger pertama kali memperkenalkan penyelesaian kuantum sederhana berupa partikel dalam kotak 1-dimensi tak-bergantung waktu menggunakan persamaan diferensial. Dari model sederhana ini banyak diperkenalkan sejumlah simbol dan istilah matematik yang sampai sekarang masih terpakai dengan berbagai perkembangan. Contoh dari simbol matematik yang digunakan adalah Ψ(q,t) yang merupakan fungsi gelombang sebagai fungsi 6 posisi kartesian, sudut dan/atau waktu. Sejumlah sifat-sifat yang teramati dapat diperoleh dari operator-operator baik pada sistem stasioner maupun tak stasioner. Untuk sistem yang lebih rumit digunakan matriks gelombang (wave matrix) Heisenberg sebagai ganti penyelesaian aljabar dengan Schrödinger. 2.2.1 Postulat dalam Mekanika Kuantum6 Berikut ini adalah sejumlah postulat mekanika kuantum yang dipakai sebagai dasar teori dari kimia komputasi kuantum. a. Postulat I Keadaan suatu sistem pada posisi x dan waktu t diberikan oleh suatu fungsi gelombang, Ψ = Ψ(x,t), sedemikian rupa sehingga rapat kebolehjadian pada posisi x dan waktu t diberikan oleh : p ( x, t ) = Ψ.Ψ * dimana, Ψ* adalah kompeks konjugat dari Ψ. Agar memiliki arti fisik, Ψ(x,t) harus berhingga (|Ψ|2< ∝) dan fungsi harus kontinu. b. Postulat II Tiap besaran dinamik digunakan dalam bentuk operator, yang diperoleh dengan mengganti semua koordinat umum, qi , dan momentum umum, pi , dalam ungkapan klasik dengan operator qˆi dan pˆ i . Bentuk operator adalah: qˆi = qi pˆ i = == = ∂ i ∂qi h 2π dengan, h = tetapan Planck = = tetapan Heisenberg c. Postulat III Fungsi gelombang Ψ(q,t) memenuhi persamaan Schrödinger yang bergantung waktu. 7 Ĥ Ψ = i h ∂Ψ ∂t dengan Ĥ adalah operator Hamilton. d. Postulat IV Bagi sistem-sistem tak-bergantung waktu, fungsi Ψ(q,t) dapat dilakukan pemisahan variabel bebas q dan t sehingga diperoleh fungsi gelombang Ψ dalam bentuk : Ψ ( q, t ) = Ψ ( q )e − i. E .t / = dengan E energi sistem, dan Ψ(q) adalah fungsi gelombang yang tak mengandung waktu. Akibat postulat ini, ρ(q,t) setara dengan ρ(q) tak mengandung waktu. ρ = Ψ ( q, t ) Ψ ∗ ( q, t ) = Ψ ( q ) Ψ ∗ ( q ) e−iEt / = eiEt / = ρ = Ψ ( q ) Ψ∗ ( q ) maka Ψ (q) mengikuti persamaan Schrödinger yang tak-bergantung waktu. Ĥ Ψ ( q ) = E Ψ ( q ) e. Postulat V Dalam suatu keadaan stasioner, harga rata-rata yang diamati dari suatu besaran dinamik O l , dengan persamaan : ditunjukkan oleh operator O lΨ ( q ) dq O = ∫ Ψ∗ ( q ) O Fungsi gelombang Ψ(q) merupakan fungsi yang telah dinormalisasi terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga : ∫ Ψ ( q ) Ψ ( q ) dq = 1 ∗ Sedangkan pada sistem dengan keadaan tak stasioner maka digunakan persamaan dibawah ini, ∫ Ψ ( q ) OlΨ ( q ) dq = ∫ Ψ ( q ) Ψ ( q ) dq ∗ O ∗ 8 Partikel-partikel ringan dan kecil seperti elektron harus memenuhi asas ketidakpastian Heisenberg. Prinsip ini muncul dari perilaku tidak komutatif dari operator x̂ dan p̂ sehingga tidak dapat secara simultan ditentukan sifat sistem. [ xˆ, pˆ x ] ≠ 0 akan menyebabkan prinsip ketidakpastian seperti pada persamaan berikut, Δx × Δp ≈ = Perilaku tidak komutatif operator tidak hanya berlaku pada kedua operator di atas saja tetapi pada beberapa operator lain. Berikut ini beberapa contoh pasangan variabel yang saling tidak komutatif seperti E dan t, E dan orbital pada molekul non-linear, Lx dan Ly, Lx dan Lz, dan Ly dan Lz. 2.2.2 2.2.2.1 Fungsi Gelombang7 Fungsi Gelombang Pada Atom Fungsi gelombang yang memenuhi persamaan Schrödinger untuk atom hidrogen biasanya disebut orbital. Suatu orbital atom dengan elektron tunggal hanyalah berupa fungsi matematika tiga dimensi, yang dapat digunakan untuk menghitung energi atau sifat-sifat lain sistem elektron tunggal. Pada atom dengan banyak elektron digunakan hampiran orbital. Hampiran ini memperlakukan setiap elektron secara terpisah, masing-masing dengan fungsi gelombang satu elektronnya atau orbitalnya. Hampiran matematika ini merupakan landasan prosedur umum untuk suatu atom dengan konfigurasi orbital. Jadi penulisan konfigurasi elektron atom seperti Li : 1s22s1 atau C : 1s22s22p2 menggambarkan hampiran matematika berupa fungsi setiap elektron secara terpisah. Sebagai contoh, litium dengan tiga elektron memiliki fungsi yang dikaitkan dengan bentuk 1s untuk 2 elektron pertama dan 2s untuk elektron yang lain sehingga orbital juga disebut sebagai fungsi gelombang satu elektron. Setiap orbital merupakan fungsi matematika tiga dimensi yang memberikan perilaku elektron. 9 Dengan beberapa notasi formal, dapat ditulis untuk sistem atom dengan banyak elektron, fungsi gelombang total untuk suatu atom, Ψ, merupakan perkalian masing-masing fungsi gelombang atom satu elektron (χi), yaitu : Ψ = χ1 χ 2 χ 3 ...χ n 2.2.2.2 Spin dan Antisimetri Struktur konfigurasi elektron berilium biasa ditulis sebagai 1s22s2 yang dipahami sebagai singkatan dari bentuk : 1sα1sβ2sα2sβ dimana α dan β mewakili dua arah yang berlawanan dari spin elektron. Jika spin disertakan dalam orbital atom dengan menulis Xα Xβ atau singkatan yang setara dengan X untuk orbital dengan spin α dan X untuk orbital dengan spin β, maka fungsi gelombang untuk suatu atom adalah perkalian dari orbital-spin. Sebagai contoh adalah He : 1s(1)1 s (2) dan Be : 1s(1)1 s (2)2s(3)2 s (4) Dalam bentuk tersebut, bilangan dalam kurung menunjukkan elektron yang terkait dengan setiap orbital spin. Bentuk notasi yang baik jika digunakan pada kasus atom helium yaitu, Ψ He = X 1αs (1) X 1βs ( 2 ) Atau dengan ungkapan alternatif yang setara, Ψ He = 1s(1)1 s (2) Fungsi gelombang ini masih belum mewakili sistem dengan sempurna. Prinsip larangan Pauli masih harus dimasukkan dalam fungsi gelombang. Larangan Pauli menyatakan bahwa fungsi gelombang sistem (Ψ) harus berubah tanda jika sepasang elektron saling dipertukarkan, karena elektron adalah partikel fermion yang identik. Penulisan fungsi gelombang sebagai suatu perkalian sederhana orbital-orbital ini tidaklah cukup, karena penukaran sepasang elektron akan mengubah fungsi gelombang dari : Ψ He = 1s(1)1 s (2) menjadi 10 Ψ ′He = 1s(2)1 s (1) dan Ψ bukanlah negatif dari Ψ’. Untuk mengatasi hal ini, dapat ditulis fungsi gelombang atom dengan hampiran orbital sebagai berikut: 1 [1s(1)1 s (2) – 1s(2) 1 s (1)] 2 Ψ= Setelah memasukkan efek pertukaran, asas Pauli akan terpenuhi. Nilai yang diberikan untuk memenuhi keadaan normal, 1 merupakan nilai 2 ∫ Ψ Ψdτ = 1 ). ∗ Tetapi, untuk atom yang memiliki jumlah elektron lebih banyak akan lebih sulit menentukan efek pertukaran dari elektron agar tetap memenuhi prinsip larangan Pauli. Maka untuk mempermudah digunakan metode determinan dalam mendapatkan fungsi gelombang atom berelektron banyak. Untuk He: Ψ= 1 1s (1) 1s (2) 2 1s (1) 1s (2) setara dengan Ψ = 1s(1)1s(2)-1s(2)1s(1) Dan fungsi gelombang untuk Be: Ψ = 1 4! 1s (1) 1s (1) 2 s (1) 2 s (1) 1s (2) 1s (2) 2 s (2) 2 s (2) 1s (3) 1s (3) 2 s (3) 2 s (3) 1s (4) 1s (4) 2 s (4) 2 s (4) Ψ = 1s(1)1s(2)2s(3)2s(4) - 1s(1)1s(2)2s(3)2s(4) + 2s(1)1s(2)1s(3)2s(4) – s(1)1s(2)1s(3)2s(4) + …dst. 2.2.2.3 Fungsi Gelombang Molekul Tujuan perhitungan molekul secara kuantum pada umumnya adalah untuk mendapatkan fungsi gelombang molekul, Ψ. Hasil ini dapat dicapai, jika semua orbital molekul 11 penyusunnya ( φi ) dapat diketahui. Setiap orbital molekul yang tak diketahui diperluas sebagai kombinasi linear fungsi orbital atom yang diketahui. Jadi, φi = ∑ Cik X k k dimana i adalah indeks yang menandai orbital molekul tertentu dan k adalah indeks (1, 2, 3, …,n) yang rentangnya bergantung pada seberapa besar perluasan dilakukan. Permasalahan dalam menemukan orbital molekul φ , sekarang direduksi menjadi penemuan koefisien ekspansi Cik. Pada sistem kecil seperti atom hidrogen, sangat mudah dan dapat diperoleh energi dan sifatsifat atom tersebut dengan ketelitian tinggi, keakuratan yang terbukti cocok dengan hasil eksperimen. Tapi untuk atom-atom logam transisi, molekul besar, makromolekul dan struktur besar lainnya tidak dapat diselesaikan secara akurat. Ini terjadi karena Persamaan Schrödinger secara komputasi tidak praktis. Metode struktur elektron dibedakan berdasarkan berbagai hampiran matematis dalam memecahkan persamaan Schrödinger. Hingga saat ini terdapat tiga jenis metode struktur elektron, yaitu : a. Metode semi-empirik, merupakan metode menyelesaikan persamaan Schrödinger dengan hampiran, yang bergantung pada parameter-parameter yang telah dibandingkan dengan hasil-hasil eksperimen. b. Metode ab-initio, adalah metode menyelesaikan persamaan Schrödinger tanpa menggunakan parameter-parameter eksperimen. Metode komputasi ini murni berdasarkan metode mekanika kuantum dan hanya menggunakan sejumlah tetapan seperti kecepatan cahaya, tetapan Planck, massa dan muatan elektron dan inti. c. Metode Teori Fungsional Kerapatan, metode ini mirip dengan metode ab-initio tetapi menggunakan fungsi kerapatan elektron. Berbeda dengan ab-initio yang memakai titik elektron sebagai model. 2.3 Metode ab-initio6 Metode ab-initio adalah metode penyelesaian persamaan Schrödinger dengan pendekatan titik dimana sistem atom atau molekul terdiri atas titik-titik elektron dan inti yang saling berinteraksi. 12 Gambar 2.2 Interaksi elektron – elektron dan elektron – inti pada atom Helium Sebagai contoh, atom Helium memiliki dua elektron, dua proton, dan dua netron. Elektron dianggap dua buah titik yang berinteraksi sesamanya juga berinteraksi dengan inti. Inti atom yang terdiri dari dua netron dan dua proton dianggap terikat oleh oleh gaya inti sehingga dapat diabaikan dalam perhitungan kuantum. Gaya-gaya yang terjadi pada sistem tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2 serta ditambahkan energi kinetik dari gerak elektron. Berikut ini adalah energi yang terbentuk oleh interaksi elektron di atas. Tabel 2.1 Operator dan penjelasannya dari interaksi elektron-elektron dan elektron-inti pada Gambar 2.2 Operator Penjelasan =2 2 Te = − ∑ ∇i i 2m Operator energi kenetik elektron. Vext = − ∑ i Ze 2 ri U ee = ∑∑ i≠ j j ei e j Operator energi potensial eksternal. Operator energi tolakan antar elektron rij 13 Operator tersebut hanyalah beberapa operator yang digunakan dalam menyatakan sistem. Karena kerumitan dan tingkat kesulitan yang tinggi dalam penyelesaian secara komputasi maka digunakan beberapa hampiran dan asumsi. 2.3.1 Hampiran Bohn-Oppenheimer Tidak mungkin kita berusaha mengukur kecepatan dua elektron atau lebih tanpa titik acuan yang bisa dianggap diam. Maka hampiran Bohn-Oppenheimer dapat digunakan sebagai asumsi yang menyatakan “gerakan elektron dan inti dapat dipisahkan karena perbedaan massa yang besar”. minti = 1836 melektron Karena asumsi ini energi kinetik inti tidak dimasukkan dalam perhitungan =2 2 Tint i = − ∑ ∇j j 2M j sedangkan energi tolakan inti juga tidak dimasukkan dalam perhitungan penyelesaian persamaan Schrödinger, melainkan diperhitungkan kemudian. U int i = ∑ j Z j e2 Rj Sehingga operator Hamilton berdasarkan interaksi elektron berdasarkan Gambar 2.2 adalah, H el = Te + Vext + U ee Dari persamaan di atas, hanya dua operator yang dapat diselesaikan dengan eksak menggunakan perhitungan himpunan dari n hidrogen yaitu Te dan Vext. Karena Te dan Vext adalah operator dari satu parameter sedang Uee merupakan operator dua parameter. Dengan demikian, ⎛ = 2 2 Ze 2 ⎞ Te + Vext = − ∑ ⎜ ∇i + ⎟ = ∑ hi ri ⎠ i i ⎝ 2m maka, H el = ∑ hi + U ee i dimana, 14 ∑h i = operator dengan 1 parameter i U ee = operator dengan 2 parameter 2.3.2 Hampiran Hartree Hampiran Hartree merupakan metode hampiran yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan tolakan-tolakan elektron dari banyak parameter menjadi satu parameter. Pada hampiran Hartree digunakan kerapatan elektron sebagai gantinya titik elektron. Persamaan yang digunakan bukan lagi interaksi elektron dengan elektron tetapi interaksi elektron dengan kerapatan elektron. Karena jumlah elektron pasti diketahui maka kerapatan elektron juga dapat ditentukan sehingga persamaan tolakan elektron dapat diselesaikan karena telah menjadi persamaan satu parameter. 2 Rapat elektron ρi = φi (r ) Rapat elektron total ρtotal = ∑ ρi = ∑ φi (r ) n n i i 2 Gambar 2.3 Interaksi elektron k dengan elektron bukan k dan interaksi elektron k dengan kerapatan elektron atom. Interaksi (tolakan) ek dengan selisih antara rapat elektron total dengan ek adalah, 15 ρ ( k ) = ρtot − ρ k n = ∑ ρi − φk (r ) 2 i n = ∑ φi (r ) 2 i =1 i≠k dimana ρ(k) merupakan rapat elektron tanpa elektron k. Sehingga, persamaan tolakan titik elektron dengan rapat elektron menjadi, g k (r ) = ∫ ρ ( k ) (r ') 1 dr ' r−r' n U ee ≈ ∑ gi (r ) i Karena persamaan ini telah memiliki satu parameter maka operator Hamilton menjadi, n H el = ∑ ( hi + gi ) i Persamaan Schrödinger banyak elektron dapat diselesaikan sebagai persamaan Schrödinger n × 1-elektron. n ∑ ( h + g )φ = ε φ i i i i i i 2.3.3 Kelemahan Hampiran Hartree Pada dasarnya hampiran Hartree bekerja baik hanya pada atom. Fungsi gelombang masih kurang baik dan metode tidak bekerja baik pula pada molekul. Satu sifat fungsi gelombang bahwa ada perubahan tanda ketika dua elektron saling bertukaran, diabaikan pada hampiran ini. Fock dan Slater menawarkan perbaikan model Hartree dengan memperkenalkan fungsi gelombang dengan sifat anti-simetri pada elektron yang bertukaran. Metode menghitung interaksi tiap pasangan elektron dua kali. Kita tidak dapat begitu saja menambah energi individu dari 1 elektron ε i untuk menghitung energi total E. Kita melakukan koreksi dengan Coulomb Integral antara tiap pasang elektron Jij, n n −1 E = ∑ εi + ∑ i =1 n ∑J i =1 j = i +1 ij 16 dengan interaksi Coulomb antara tiap pasang elektron adalah, J ij = ∫ ∫ ρi (r1 ) ρ j (r2 ) r2 − r1 dr1dr2 dan Exchange Integral juga menambahkan efek ini ke energi Hartree, n E = ∑ εi + i =1 1 n n ∑∑ ( J ij − Kij ) 2 i =1 i =1 dimana Exchange Integral, K = ∫∫ φi (r1 )φ j (r2 ) 2.3.4 1 φ j (r1 )φi (r2 ) dr1dr2 r2 − r1 Prinsip Variasi Persamaan-persamaan di atas diselesaikan dengan metode prinsip variasi yaitu untuk mendapatkan koefisien ekspansi, cαi, dari fungsi gelombang elektron melalui iterasi dari persamaan Schrödinger yang dikonversi menjadi persamaan sekular. Teori Hartree Fock banyak mengambil prinsip variasi untuk mendapatkan nilai minimum. Misalnya pada fungsi gelombang elektron keadaan dasar yang telah dinormalisasi (Ξ) maka nilai ekspektasi untuk energi dari Ξ selalu lebih besar dari energi untuk fungsi gelombang eksak. E (Ξ) > E (Ψ ) Ξ, fungsi gelombang elektron yang ternormalisasi. Ψ, fungsi gelombang eksak. dimana, Ξ ≠ Ψ Dengan kata lain, energi dari fungsi gelombang eksak selalu lebih rendah dari energi hasil perhitungan dari fungsi gelombang ternormalisasi. Sehingga dengan batasan ini dicari koefisien ekspansi yang meminimasi energi terendah dari fungsi gelombang elektron. Prinsip variasi digunakan dalam persamaan untuk mendapatkan koefisien ekspansi orbital molekul, cαi, yang diturunkan oleh Roothaan dan Hall : n ∑ ( Fα v v − ε i S μ v ) cvi μ = 1, 2, 3, …, n atau persamaan di atas disederhanakan menjadi, 17 FC = SCε dimana tiap elemen merupakan matriks. ε adalah matriks diagonal dari energi orbital dimana tiap elemen, εi, merupakan energi orbital satu elektron dari orbital molekul χi. S merupakan matriks dari orbital-orbital yang tumpang tindih dan F adalah matriks Fock dan merepresentasikan efek medan semua elektron dalam tiap orbital. Untuk sistem kulit tertutup : n n 1 ⎡ Fμ v = H μcore ( μλ | v ρ ) ⎤⎥ v + ∑∑ Pλρ ⎢( μ v | λρ ) − 2 ⎣ ⎦ λ =1 ρ =1 H μcore v adalah matriks dari fungsi Hartree dari satu elektron di sekitar inti (non valensi) dan P adalah matriks kerapatan yang merupakan hasil kali dari koefisien-koefisien ekspansi. Persamaan di atas merupakan persamaan non-linear sehingga harus diselesaikan secara iterasi. Prosedur ini disebut sebagai metode Self-Consistent Field (SCF). Pada saat konvergen, energi mencapai minimum dan orbital-orbital penyusun memproduksi orbitalorbital molekul yang sama tapi perbedaannya memiliki parameter (koefisien ekspansi) yang terbaik. Berdasarkan perkerjaan ini maka metode diberi nama Self-Consistent Field. 2.4 Teori Fungsional Kerapatan8,9 Teori Fungsional Kerapatan merupakan suatu metode penyelesaian Persamaan Schrödinger secara mekanika kuantum berdasarkan prinsip fungsional dari kerapatan elektron. Jadi, dalam metode ini elektron dipahami sebagai suatu kerapatan dan bukan titik elektron seperti halnya ab-initio dalam meyelesaikan persamaan Schrödinger. Pierre Hohenberg dan Walter Kohn membuktikan bahwa molekul dengan keadaan dasar yang tak terdegenerasi, energi molekul keadaan dasar, fungsi gelombang, dan semua sifat-sifat elektronik molekul adalah ditentukan dari kerapatan elektron keadaan dasar, ρ0(x,y,z). Energi elektron keadaan dasar, E0, adalah sebuah fungsional dari ρ0 atau E0 = E0 [ ρ 0 ] dimana dalam kurung menunjukkan suatu hubungan fungsional. Teori Fungsional Kerapatan (Density Functional Theory) digunakan untuk menghitung E0 dan sifat-sifat dari keadaan dasar molekul dari kerapatan elektron keadaan dasar, ρ0. Metode ini telah banyak dan terus berkembang karena menawarkan kecepatan yang baik untuk mendapatkan hampiran dengan kualitas baik. 18 2.4.1 Model Thomas-Fermi Fungsional kerapatan dalam penyelesaian mekanika kuantum pertama kali diperkenalkan oleh Thomas-Fermi. Kedua orang ini menggunakan perilaku statistik untuk mendapatkan hampiran dari distribusi elektron dalam suatu atom. Dari asumsi Thomas (1927) bahwa elektron terdistribusi secara seragam dan terdapat medan potensisal efektif yang ditentukan dari muatan inti serta distribusi elektron. ETF ⎡⎣ ρ ( r ) ⎤⎦ = CF ∫ ρ 5 3 ( r ) dr − Z ∫ ρ (r ) r dr + 1 ρ ( r1 ) ρ ( r2 ) dr1dr2 2 ∫∫ r1 − r2 Dengan asumsi bahwa pada keadaan dasar dari atom, kerapatan elektron meminimasi fungsional energi, ETF[ρ(r)], dimana N = N ⎡⎣ ρ ( r ) ⎤⎦ = ∫ ρ ( r )dr Walaupun ini adalah tahap awal yang penting, ketelitian persamaan Thomas-Fermi’s terbatas, karena persamaan tersebut tidak dapat memperlihatkan energi pertukaran elektron yang diramalkan dengan teori Hartree-Fock. Fungsi energi pertukaran ditambahkan oleh Dirac pada tahun 1928. 2.4.2 Teorema Hohenberg-Kohn Teorema ini melegitimasi penggunaan ρ(r) sebagai variabel dasar. Teorema ini menyatakan bahwa potensial eksternal v(r) ditentukan oleh kerapatan elektron ρ(r). Sehingga persamaan energi Hohenberg-Kohn : E0 = Ev [ ρ0 ] = T [ ρ 0 ] + V Ne [ ρ0 ] + V ee [ ρ 0 ] atau V Ne = ψ 0 n ∑ v (r ) ψ i =1 i 0 = ∫ ρ 0 ( r )v ( r ) dr E0 = Ev [ ρ0 ] = ∫ ρ0 ( r )v ( r ) dr + T [ ρ0 ] + V ee [ ρ0 ] = ∫ ρ0 ( r ) v ( r )dr + F [ ρ0 ] 19 2.4.3 Metode Kohn-Sham Jika kita mengetahui kerapatan elektron keadaan dasar ρ0, teorema Hohenberg-Kohn menyatakan bahwa pada prinsipnya semua sifat-sifat molekul keadaan dasar dari ρ0 dapat dihitung tanpa harus mempunyai fungsi gelombang molekul. Ini sangat berbeda dengan mekanika kuantum konvensional, dengan terlebih dahulu mengetahui fungsi gelombang kemudian memperoleh ρ dengan integral fungsi gelombang. Hohenberg-Kohn tidak menjawab cara penyelesaian fungsi F[ρ0] tanpa menentukan fungsi gelombang. Kohn-Sham menawarkan suatu metode menentukan ρ0 dan mendapatkan E0 dari ρ0. Mereka memulai dengan mengasumsikan bahwa terdapat suatu sistem rujukan fiktif dimana pada sistem ini terdapat n elektron tanpa interaksi (noninteracting system). Sistem ini ditandai dengan s sehingga kerapatan elektron dapat diketahui : ρs ( r ) Menurut Hohenberg dan Kohn, dengan mengetahui kerapatan maka kita bisa mendapatkan υs(ri), sehingga Hamilton untuk sistem rujukan : n n l s = ⎡ − 1 ∇ 2 + v ( r ) ⎤ ≡ h iKS H ∑ ∑ i s i ⎢ ⎥⎦ i =1 ⎣ 2 i =1 dimana KS 1 h i ≡ − ∇i2 + vs ( ri ) 2 Pada sistem molekul nyata ditambahkan satu parameter yaitu kuat kopling (λ). Kuat kopling akan bernilai 0 untuk sistem rujukan dan 1 untuk sistem nyata. l λ ≡ Tl + v ( r ) + λVl ee H ∑λ i i dimana λ bernilai 0 hingga 1. Dari sistem rujukan dengan penyelesaian persamaan pada partikel tanpa interaksi dan pemisahan variabel serta prinsip Pauli dapat diperoleh fungsi gelombang ψs,0 dari sistem rujukan adalah antisimetri dari energi spin-orbital Kohn-Sham terendah dimana θsKS(ri) adalah fungsi eigen elektron tunggal dari hiKS, ψ s ,0 = u1u2 ... un , ui = θ iKS ( ri ) σ i KS h i θ iKS = ε iKSθ iKS 20 dimana σ adalah fungsi spin (α atau β) dan εiKS adalah energi orbital Kohn-Sham. Kohn-Sham menuliskan kembali persamaan Hohenberg-Kohn, ΔT [ ρ ] ≡ T [ ρ ] − T s [ ρ ] dan, ΔV ee [ ρ ] ≡ V ee [ ρ ] − 1 ρ ( r1 ) ρ ( r2 ) dr1dr2 2 ∫∫ r12 sehingga, E XC [ ρ ] ≡ ΔT [ ρ ] + ΔV ee [ ρ ] maka, E0 = Ev [ ρ ] = ∫ ρ ( r ) v ( r ) dr + T s [ ρ ] + 1 ρ ( r1 ) ρ ( r2 ) dr1dr2 + E XC 2 ∫∫ r12 Nilai EXC adalah tidak diketahui. EXC mengandung komponen energi pertukaran, energi korelasi kinetik, energi korelasi coulomb dan koreksi interaksi diri dimana 3 pertama terjadi karena antisimetri, tanpa-interaksi dan tolakan antar-elektron. Pekembangan Teori Fungsional Kerapatan banyak ditekankan pada penemuan rumusan EXC, karena nilai inilah yang banyak berkontribusi pada akurasi dari perhitungan terhadap datadata eksperimen. 2.4.3.1 Metode LDA (Local Density Approximation)6 Hohenberg dan Kohn menunjukkan jika ρ berubah terhadap posisi dengan lambat, maka LDA EXC diperoleh seperti di bawah, LDA E XC [ ρ ] = ∫ ρ ( r ) ε XC ( ρ )dr dimana integral dilakukan terhadap seluruh ruang. Variabel εXC merupakan energi korelasi dan pertukaran tiap elektron pada gas elektron homogen pada kerapatan elektron ρ. Jellium adalah istilah yang digunakan untuk mewakili keadaan ini. ε XC ( ρ ) = ε X ( ρ ) + ε C ( ρ ) 1/ 3 3⎛ 3 ⎞ εX (ρ)=− ⎜ ⎟ 4⎝π ⎠ ( ρ ( r )) 1/ 3 , ε C ( ρ ) = ε CVWN ( ρ ) 21 2.4.3.2 Metode Xα Metode Xα merupakan kependekan dari kata Exchange. Pada metode ini, fungsional yang digunakan hanya fungsional pertukaran (exchange) karena dianggap bahwa nilai dari energi pertukaran yang memiliki kontribusi besar pada energi sistem. 1/ 3 4/3 9⎛ 3 ⎞ E XC ≈ E XXα = − ⎜ ⎟ α ∫ ⎡⎣ ρ ( r ) ⎤⎦ dr 8⎝π ⎠ 2.4.3.3 Metode LSDA (Local Spin Density Approximation) LSDA adalah pengembangan dari LDA. Pada fungsional LSDA dilakukan pemisahan orbital spin dan kerapatan spin yang menjadi variabel fungsional. E XC = E XC ⎡⎣ ρ α , ρ β ⎤⎦ 2.4.3.4 Metode GGA (Generalized Gradient Approximation) LDA dan LSDA dibangun berdasarkan model gas elektron homogen dengan kerapatan sistem berubah sangat lambat tehadap posisi. Fungsional di bawah ini, merupakan fungsi terhadap kerapatan spin dan gradien kerapatan spin. Maka, fungsional GGA ini tidak lagi menggunakan Jellium sebagai model sistem. Metode ini juga kadang disebut sebagai Fungsional Koreksi Gradien (Gradient Corrected Functional). GGA ⎡⎣ ρ α , ρ β ⎤⎦ = ∫ f ( ρ α ( r ) , ρ β ( r ) , ∇ρ α ( r ) , ∇ρ β ( r ) )dr E XC GGA E XC = E XGGA + ECGGA Berikut ini merupakan fungsional pertukaran koreksi gradien : a. Perdew dan Wang 1986 (PW86/PWx86) tanpa parameter empiris b. Becke 1988 (B88/Bx88/Becke88/B) c. Perdew dan Wang 1991 (PWx91) (ρ ) σ 4/3 E B 88 X =E LSDA X −b χC2 ∑ ∫ 1+ 6bχ sinh σ σ =α , β −1 χσ dr dimana, 22 1/ 3 E LSDA X 3⎛ 6 ⎞ =− ⎜ ⎟ 4⎝π ⎠ α 4/3 β 4/3 ∫ ⎡⎣⎢( ρ ) + ( ρ ) ⎤⎦⎥ dr , χσ = ∇ρ σ (ρ ) σ 4/3 Berikut ini adalah fungsional korelasi koreksi gradien : a. Lee-Yang-Parr (LYP) b. Perdew 1986 (P86/Pc86) c. Perdew-Wang 1991 (PW91/PWc91) d. Becke (Bc95/B96) 2.4.3.5 Metode Hibrid Pertukaran dan Korelasi Fungsional hibrid adalah penggabungan persamaan Ex Hartree-Fock, Ex koreksi gradien dan Ec. Fungsional ini telah banyak memberikan hasil dengan keakuratan yang baik. Pada fungsional hibrid umumnya juga digunakan parameter empiris. Contoh dari metode hibrid adalah : a. B3LYP atau Becke3LYP, B 3 LYP E XC = (1 − a0 − ax ) E XLSDA + a0 E Xexact + a X E XB 88 + (1 − ac ) ECVWN + ac ECLYP dengan a0, ax, dan ac merupakan parameter empiris yang dibandingkan dengan data energi atomisasi molekul. Secara berurutan nilai parameter empiris tersebut adalah 0,20, 0,72, dan 0,81. b. B3PW91, B 3 PW 91 E XC = (1 − a0 − ax ) E XLSDA + a0 E Xexact + a X E XB 88 + (1 − ac ) ECVWN + ac ECPW 91 dengan nilai a0, ax, dan ac yang sama B3LYP. c. B1B96 atau B1B95 B1B 96 E XC = E XB 88 + ECB 96 + a0 ( E Xexact − E XB88 ) dengan a0 merupakan parameter empiris yang dibandingkan dengan data energi atomisasi molekul. Parameter ini memiliki nilai 0,28. Sehingga fungsional hibrid bisa disederhanakan menjadi, E XC = E XGGA + cX E Xexact + ECGGA 23 GGA GGA yang mana E X dan EC merupakan fungsional GGA yang mengandung banyak parameter yaitu 3, 6 atau hingga 10. Parameter ini ditentukan dengan mencocokkan menggunakan data eksperimen pada himpunan G2. Penelitian Becke menunjukkan bahwa fungsional hibrid memiliki rata-rata error sebesar 1,8 kkal/mol dibandingkan B3PW91 yang memiliki rata-rata error sebesar 2,4 kkal/mol. 2.5 2.5.1 Fungsi Basis dan Himpunan Basis10 Fungsi Basis Perhitungan berdasar pada Teori Struktur Elektron menggunakan fungsi satu elektron yang disebut orbital. Orbital satu elektron, χα, disebut sebagai fungsi basis. Kombinasi linear dari fungsi basis ini membentuk suatu orbital molekul, φi . Orbital molekul didefinisikan secara matematik : M φi = ∑ Cα i χα α dengan Cα sebagai koefisien ekspansi orbital molekul. Himpunan basis merupakan himpunan fungsi basis dari tiap atom dalam molekul untuk menggambarkan orbital. Fungsi basis dibentuk dari kombinasi fungsi Gaussian atau fungsi Slater. Fungsi Slater berbentuk uα ,n,l .m ( r ,θ , ϕ ) = ⎡⎣( 2n ) !⎤⎦ − 1 2 ( 2α ) n+ 1 2 r n −1e−α rYl , m (θ , ϕ ) dengan n dan α adalah parameter variasi, l dan m adalah bilangan kuantum. Parameter n merupakan bilangan kuatum utama. Fungsi Gaussian berbentuk g (α , n, l , m ) = Nr n −1e−α r Yl ,m (θ , ϕ ) 2 dengan tetapan normalisasi 1 3 2n+ ⎡ ⎤ 2 ( 2 n +1) 2 2 ⎢ ⎥ a 4 N= ⎢ ( 2n − 1) ! π ⎥ ⎥⎦ ⎣⎢ Fungsi Gaussian di atas dapat disederhanakan menjadi, 2 G g (α , r ) = cx n y m z l e −α r 24 dengan n, l, dan m adalah orde fungsi Gaussian. Gambar 2.4 Perbandingan antara orbital 1s tipe Slater dan tipe Gaussian. Ketergantungan r2 dalam eksponensial membuat fungsi Gaussian memiliki kekurangan dibandingkan dengan fungsi Slater. Pertama, pada penggambaran inti atom, fungsi Gaussian memiliki turunan bernilai nol, sedangkan pada fungsi Slater memiliki turunan tidak kontinu. Hal ini menjadikan fungsi Gaussian tidak menggambarkan realita perilaku elektron yang berada dekat inti. Kedua, kurva fungsi Gaussian turun terlalu cepat atau daerah yang memiliki harga mutlak turunan pertama bernilai besar sangat luas sehingga daerah yang jauh dari inti tidak cocok dengan gambaran perilaku elektron yang jauh dari inti. Untuk mengatasi kekurangan ini digunakan kombinasi linear antara fungsi Gaussian dan fungsi Slater. 25 Gambar 2.5 Kombinasi linear dari tiga fungsi basis Gaussian membentuk satu fungsi basis Slater. Kombinasi linear dari fungsi Gaussian membentuk fungsi basis, χα = ∑ dα , p g p p yang selanjutnya dapat membentuk orbital molekul. M φi = ∑ cα i χα α =1 M ⎛ ⎞ = ∑ cα i ⎜ ∑ dα p g p ⎟ α ⎝ p ⎠ 2.5.2 Himpunan Basis Semua perhitungan menggunakan himpunan basis untuk menggambarkan orbital-orbital sistem baik atom maupun molekul. Himpunan basis ini kemudian dioptimasi untuk mendapatkan nilai orbital melalui Perhitungan Satu Titik ataupun Optimasi Geometri. Himpunan basis adalah deskripsi matematik dari sekumpulan orbital sistem yang telah diketahui, yang dikombinasi untuk mendekati fungsi gelombang total dari sistem yang dikaji. Jadi, himpunan basis ini merupakan pendekatan untuk fungsi gelombang elektron. Himpunan basis yang besar meningkatkan keakuratan pendekatan orbital dengan batas ruang menemukan elektron. Berikut ini sejumlah standar dalam himpunan basis : 26 2.5.2.1 Himpunan Basis Valensi Terpisah Himpunan basis ini digunakan untuk meningkatkan jumlah fungsi basis tiap atom. Himpunan basis valensi terpisah, 3-21G dan 6-31G, memiliki dua (atau lebih) ukuran fungsi basis untuk tiap orbital valensi. Sebagai contoh untuk atom hidrogen dan karbon : H : 1s, 1s’ C : 1s, 2s, 2s’, 2px, 2py, 2pz, 2px’, 2py’, 2pz’ Orbital yang diberi tanda kutip berbeda ukurannya dengan orbital tanpa tanda kutip. Notasi 3-21G menandakan di dalam himpunan basis ini terdapat tiga fungsi Gaussian yang mewakili orbital inti, 2 fungsi Gaussian untuk orbital elektron valensi bagian yang terkontraksi, dan satu fungsi Gaussian untuk elektron valensi yang berdifusi. 2.5.2.2 Himpunan Basis Yang Terpolarisasi Himpunan basis valensi terpisah memperbolehkan ukuran orbital diubah tetapi memiliki bentuk tetap. Himpunan basis terpolarisasi mengatasi kesulitan ini dengan menambahkan orbital-orbital yang momentum sudutnya lebih tinggi dari yang dibutuhkan. Sebagai contoh himpunan basis terpolarisasi menambahkan fungsi p pada atom hidrogen, dan fungsi d pada atom bukan hidrogen. Penggunaan himpunan basis terpolarisasi ditandai oleh asterik (*). Jadi, 6-31G* mengacu pada himpunan basis 6-31G dengan fungsi polarisasi pada atom bukan hidrogen. Sedangkan 6-31G** menandakan penggunaan fungsi polarisasi pada hidrogen dan helium. Himpunan basis 6-31G** berguna bila atom hidrogen bertindak sebagai atom jembatan. 2.5.2.3 Himpunan Basis Difusi Himpunan basis terpolarisasi memiliki kekurangan yaitu ketidakmampuan untuk menggambarkan molekul yang memiliki kerapatan elektron yang jauh dari inti seperti anion atau molekul yang memiliki pasangan elektron bebas. Hal ini disebabkan amplitudo fungsi basis Gaussian agak rendah pada daerah jauh dari inti. Untuk mengatasi masalah ini digunakan fungsi difusi. Himpunan basis difusi ditandai oleh “+”. Himpunan basis 631+G(d) adalah himpunan basis 6-31G(d) dengan menambahkan fungsi difusi pada atom non-hidrogen. Sedangkan, 6-31++G(d) menambahkan fungsi difusi pada atom hidrogen. 27 Implementasi9 2.6 Model-model matematik di atas diimplementasikan untuk mendapatkan struktur serta sifat kimia. Berikut ini merupakan beberapa contoh penggunaan yang sangat umum dalam sistem kimia. 2.6.1 Optimasi Struktur Bentuk geometri suatu molekul menentukan sifat-sifat molekul, oleh karena itu penentuan geometri sangat diperlukan dalam mempelajari sifat molekul. Perubahan kecil yang terjadi pada geometri akan menyebabkan perubahan yang besar terhadap energi molekul. Optimasi geometri adalah suatu metode untuk memperoleh bentuk yang paling stabil dari suatu molekul. Optimasi geometri terdiri dari beberapa iterasi (pengulangan) perhitungan terhadap parameter struktur dan fungsi gelombang hingga dicapai energi minimum. Optimasi geometri pada molekul terutama dilakukan terhadap parameter struktur berikut ini : a. Sudut ikatan, yaitu sudut yang dibentuk antara sepasang atom yang terikat dengan satu atom lain. b. Panjang ikatan, yaitu jarak antara dua buah inti atom yang saling terikat. c. Sudut dihedral, yaitu sudut antara suatu atom dengan bidang yang dibentuk oleh tiga atom lain. Jika besaran qi mewakili parameter struktur dan E menyatakan energi struktur, maka syarat tercapainya struktur yang paling stabil adalah, ∂E =0 ∂qi 2.6.2 dan ∂2 E >0 ∂qi2 Perhitungan Energi Satu Titik (Single Point Calculation) Perhitungan energi satu titik adalah perhitungan energi molekul untuk satu struktur tertentu (dengan berbagai parameter struktur). Pada perhitungan ini, parameter struktur tidak dioptimasi, tetapi yang dioptimasi hanya parameter fungsi gelombang yang digunakan hingga menghasilkan energi minimum. Perhitungan ini juga melakukan iterasi yaitu hanya pada parameter fungsi gelombang. Pada perhitungan ini, dapat diubah nilai salah satu parameter struktur, misalnya sudut, sehingga dapat mengetahui pengaruh perubahan sudut terhadap energi molekul. 28 2.6.3 Perhitungan Frekuensi Optimasi geometri dan perhitungan energi satu titik mengabai efek vibrasi yang terjadi pada molekul pada suhu 0 K. Kedua perhitungan diatas tidak sesuai dengan kenyataan dimana molekul akan selalu bervibrasi bahkan pada suhu 0 K. Perhitungan frekuensi memasukkan efek vibrasi tersebut yang dihasilkan dari gerak antar atom dalam molekul. Dari perhitungan frekuensi juga dihasilkan besaran energi frekuensi vibrasi struktur pada 0 K (zero point energy, ZPE). zpe = 1 3 N −6 ∑ hvi 2 i dengan, h adalah tetapan plank vi adalah frekuensi vibrasi N adalah jumlah atom Dengan menambahkan zpe pada energi hasil perhitungan energi satu titik diperoleh energi struktur pada suhu 0 K. Perhitungan frekuensi dapat memprediksi hasil spectrum IR dan Raman dari suatu molekul. 2.6.4 Pemodelan Struktur Keadaan Transisi Suatu keadaan transisi adalah spesi molekul yang ditunjukkan oleh puncak pada permukaan energi potensial dalam diagram koordinat reaksi satu dimensi. Geometri dari struktur keadaan transisi penting untuk diketahui dalam penentuan mekanisme reaksi. Energi tiap spesi molekul diperlukan untuk menentukan energi aktivasi (Ea), entalpi reaksi (ΔH) dan tetapan laju reaksi. Struktur keadaan transisi secara definisi matematik adalah geometri yang mempunyai turunan pertama berharga nol untuk energi terhadap setiap parameter struktur (qi) dan mempunyai turunan kedua berharga positif untuk semua parameter kecuali satu nilai parameter struktur ada yang bernilai negatif. ∂E ∂2 E = 0 dan >0 ∂qi ∂qi2 Tetapi pada salah satu qi : ∂2 E <0 ∂qi2 29 Untuk membuktikan struktur keadaan transisi adalah dengan melakukan perhitungan frekuensi. Struktur keadaan transisi harus memiliki satu frekuensi negatif atau imajiner. Gerakan frekuensi dengan frekuensi negatif ini adalah gerakan ke arah pereaksi dalam satu arah dan produk dalam arah lain. Oleh karena itu sangat penting untuk melihat geometri struktur keadaan transisi untuk meyakinkan bahwa struktur tersebut adalah transisi reaksi dan bukan minimum lokal lain (misalnya konformasi). 30