Tinjauan Pustaka ETIOPATOGENESIS KARSINOMA SEL BASAL Sukmawati Tansil Tan*, Syarifuddin Wahid**, Gabriela Reginata **Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Tarumanagara Jakarta **Departemen Patologi Anatomi FK Universitas Hasanuddin Makassar ABSTRAK Karsinoma sel basal (KSB) adalah keganasan kulit yang berasal dari sel nonkeratinisasi basal epidermis. KSB merupakan kanker kulit yang terbanyak dijumpai dan kasusnya semakin meningkat pada beberapa dekade terakhir. Ada lima subtipe KSB, yaitu nodular, berpigmen, morfea, superfisial, dan fibroepitelioma. Etiopatogenesis yang berkaitan dengan KSB adalah genetik, lingkungan, dan yang paling sering adalah pajanan sinar ultraviolet B (UVB) dengan panjang gelombang 290-320 nm. Faktor genetik yang berperan pada KSB terdapat pada kromosom 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian tersebut tidak diketahui memiliki keterkaitan dengan warna rambut, mata, dan warna kulit, tetapi diketahui berhubungan dengan penurunan genetik heterozigot dan risiko ketidakmampuan proteksi terhadap pajanan sinar matahari. Kelainan genetik yang bersifat homozigot berhubungan dengan aktivasi pengaturan sonic hedgehog pathway signaling (SHH). Pada penelitian terkini, ternyata proses biomolekuler yang terjadi pada KSB cukup rumit. Terdapat mutasi pada sel punca epidermal pada jalur proliferasi sel holoklon secara vertikal tanpa gangguan proliferasi horisontal dalam pembentukan lapisan basal epidermis dan sebelum terjadi diferensiasi sel menjadi lapisan spinosum. Kata kunci : Etiopatogenesis, karsinoma sel basal, kanker kulit ABSTRACT Basal cell carcinoma (BCC) is a malignant neoplasm derived from nonkeratinizing cells that originate in the basal layer of the epidermis. BCC is the most common skin cancer dan the case has increased during the last few decades. There are five types of BCC, namely nodular, pigmented, morpheaform, superficial, and fibroepithelioma. The etiopathogenesis of BCC is associated with genetic factors, environmental, and most often triggered by exposure to sunlight, especially ultraviolet B (UVB) are surging 290-320 nm. Genetic factors associated with BCC found on chromosome 1 and one variant of each chromosome 5, 7, 9, and 12. A variant is not known to be associated with hair color, eye, and skin color, which may be associated with genetic heterozygous in heritance and additional risk factors for exposure to the sun. The homozygous genetic disorder that is primarily related to the setting of sonic hedgehog signaling pathway. Recents study shows the details biomollecular changing in etiopathogensis of the BCC. There is epidermal stem cell mutation in proliferation pathways of holoclone cells vertically without horizontal proliferation interruption in epidermis basal layer formation and before differentiation of cells into spinosum layer. Korespondensi: Jl. Letjen S.Parman No.1, Grogol, Jakarta Barat 11440Telp: 021-5670815, Fax.0215663126Email: [email protected] Key words : Etiopathogenesis, basal cell carcinoma, skin cancer Sukmawati, dkk. Etiopatogenesis karsinoma sel basal 4UVB PENDAHULUAN Karsinoma sel basal (KSB) adalah keganasan kulit yang berasal dari sel nonkeratinisasi basal epidermis,1 disebut juga basalioma, epitelioma sel basal, ulkus Rodent, dan ulkus Jacob.2 KSB merupakan kanker kulit yang paling banyak dijumpai, berkisar 75-80% dari seluruh kanker kulit. Angka kejadiannya semakin meningkat dua kali lipat setiap dua puluh lima tahun tahun sejak tahun 1980.3,4 Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 900.000-1 juta orang terdiagnosis KSB di Amerika.1 Prevalensi terjadinya KSB pada laki-laki dan perempuan adalah 2,1-3 : 1-2%.3 Kasus terbanyak dijumpai di Australia yang mencapai 2% dari populasi penduduknya atau sekitar 650-1560 kasus per 100.000 populasi.5 Hingga saat ini data akurat insidens KSB di Indonesia belum diketahui dengan jelas. Penelitian di Palembang menunjukkan peningkatan signifikan 10 tahun terakhir. Penelitian Toruan TL (2000) menyebutkan insidens KSB 0,042%, penelitian Yahya (2008) didapatkan 0,11%, dan 0,30% (2010).6 Usia pasien KSB berkisar antara 50-80 tahun dengan rerata usia 55 tahun. Beberapa studi epidemiologi menyebutkan bahwa kejadian KSB di bawah 35 tahun adalah 1-3%.5 Pasien yang menderita sindroma KSB nevoid berpotensi menderita KSB pada usia muda.7 Fabio dkk. menemukan hubungan antara kejadian KSB pada usia muda dengan limfoma non-Hodgkins.5 Terdapat lima subtipe KSB, yaitu: 1.) tipe nodulo-ulseratif, termasuk ulkus rodent, 2). tipe berpigmen, 3). tipe morfea atau fibrosing atau sklerosing, 4). tipe superfisial, 5). tipe fibroepitelioma.1 Lokasi lesi KSB paling sering ditemukan di sepertiga tubuh bagian atas (75-80% di wajah), selanjutnya 25% di badan, dan 5% di penis, vulva, serta perianal. Pada wajah paling sering ditemukan di nasal tip dan alae nasi.5 KSB yang terjadi pada daerah genital diduga berhubungan dengan gangguan pada proses fusi lempeng embrionik.7 KSB bersifat sangat destruktif karena dapat merusak jaringan kulit, tulang rawan, bahkan tulang di sekitarnya sehingga menimbulkan cacat pada wajah.3 Walaupun jarang menimbulkan metastasis (0,028-0,55%), namun pada beberapa kasus dilaporkan bahwa KSB bermetastasis ke kelenjar getah bening, paru, dan tulang.3,5,8 Mekanisme metastasis KSB itu sendiri masih belum diketahui.9 Terapi KSB sampai saat ini adalah medikamentosa, eksisi, kuretase, krioterapi, dan radiasi.3 ETIOPATOGENESISEtiologi KSB yang selama ini diketahui berhubungan dengan faktor genetik dan dipicu oleh lingkungan, terutama pajanan sinar matahari UVB dengan panjang gelombang 290 – 320 nm.10-13 Faktor Genetik Faktor genetik yang berperan pada KSB adalah kromosom 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian tersebut bersifat heterozigot. Walaupun hubungan varian tersebut dengan warna rambut, mata, dan warna kulit tidak diketahui, namun terdapat hubungan dengan ketidakmampuan kulit dalam memproteksi diri terhadap pajanan sinar matahari.14 Kelainan genetik yang bersifat homozigot seperti pada sindroma nevus sel basal berhubungan dengan aktivasi pengaturan sonic hedgehog pathway signaling (SHH).8 Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh aktifnya kembali SHH yang hanya aktif pada fetus,15,16 atau mutasi pada SHH dengan mengaktivasi patched tumor-supressor homologue 1 (PTCH1) dan protein forkhead box (FOX) yang mencetuskan ekspresi gen dalam pertumbuhan sel dengan memicu messenger ribonucleoprotein (mRNA) untuk berproliferasi, diferensiasi, longevity, dan transformasi.4,16 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang sudah diketahui dapat memicu terjadinya KSB adalah rangsangan onkogen, luka kronis, trauma akut, hidrokarbon, arsenik, tar batubara, obat topikal metoksipsoralen, dan yang terpenting adalah pajanan sinar ultraviolet (UV).10-12 Luka kronis, trauma akut, dan rangsangan onkogen diduga dapat mengakibatkan pertumbuhan keratinosit bulbus folikel rambut yang tumbuh ke arah epidermis, walaupun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.17 Efek radiasi sinar UV terhadap kulit dapat bersifat akut dan kronik.18,19 Secara klinis, efek akut radiasi UV adalah sunburn inflammation, eritema, nyeri, panas, tanning karena sintesis melanin, gangguan modulasi sistem imun atau imunosupresif lokal dan sistemik.18-20 Oksigen dalam jaringan berpengaruh terhadap kerusakan oksidatif oleh sinar UV, yaitu saat hipoksia jaringan dengan menginduksi pembentukan sunburn cell dan edema kulit,21 sedangkan pada pajanan sinar UV kronik terjadi inflamasi akibat stres oksidatif.22 Kerusakan DNA yang disebabkan oleh pembentukan 6,4-photoproducts, misalnya cyclobutane pyrimidine dimers dapat menyebabkan akumulasi perubahan delesi genetik.23 Kerusakan DNA tersebut akan direparasi dengan perbaikan eksisi nukleotida atau nucleotide excision repair (NER) pada sel punca yang terletak pada folikel rambut untuk berproliferasi menggantikan sel yang rusak (homesostasis) yang dijelaskan pada gambar 1A.20,21 Sel yang rusak karena radiasi atau radikal bebas akibat stres oksidatif (sunburn cell) juga dapat menyebabkan timbulnya klon mutan (contohnya klon mutan p53) dari sel sekitarnya tanpa mutasi sel.24,25 MDVI Pajanan kronis UVB selama 3-5 minggu atau selama lebih dari 12 jam secara terus-menerus di keratinosit sel basal dapat merusak gen p53 dan p63 yang bersifat supresor tumor sehingga tidak terjadi apoptosis.26 Fungsi normal gen supresor tumor adalah sebagai barier fisiologis terhadap ekspansi klonal dan mutasi gen, juga menghalangi proliferasi sel yang berlebihan maupun metastasis sel yang dikendalikan oleh onkogen.26,27 Pajanan kronis UVB juga dapat menginduksi mutasi ekspresi gen p53 yang spesifik terhadap kerusakan sinar matahari atau disebut “mutasi signature”.19,22,28 Bila efek protoonkogen atau fotokarsinogen sinar UV tersebut mengenai sel punca yang sedang mengalami mitosis atau proliferasi, maka dapat menyebabkan gangguan pengaturan pada penggantian sel baru,19,22,23,29 terjadi akumulasi mutasi protoonkogen,23 selanjutnya akan memicu sel punca/progenitor, mengubah sel transformasi menjadi sel ganas.26,29 Kerusakan DNA kronis menyebabkan kerusakan Vol. 43 No. 1 Tahun 2016; 40 - 44 DNA permanen sehingga tidak terjadi proses reparasi DNA yang menyebabkan mutasi pada SHH, p53, dan aktifnya telomerase.26-28 Telomerase adalah enzim yang mengontrol panjang DNA pada ujung kromosom (telomer). Pada sel normal, telomer memendek setiap kali membelah. Telomerase yang aktif menyebabkan telomer tidak memendek saat pembelahan sehingga sel bersifat abadi. Ekspresi gen p53 yang aktif (mutasi signature) dan mutasi gen p53 mengakibatkan terhambatnya apoptosis sel.27 Mutasi gen p53 ini akan merangsang Src (protoonkogen tirosin kinase) untuk memulai siklus cyclic adenosine monophosphate response element binding (CREB) yang meningkatkan proliferasi sel punca. Terdapat dua gen utama pada jalur Hedgehog, yaitu PTCH1 dan smoothed G-protein-coupled receptor (SMO). Mutasi pada gen PTCH1 mencegah PTCH1 berikatan dengan SMO dan menstimulasi SHH. Kehadiran SHH akan mengikat PTCH1, lalu melepaskan dan mengaktifkan SMO Sukmawati, dkk. Etiopatogenesis karsinoma sel basal 4UVB Selanjutnya, akan terjadi aktivasi supresor protein fused (SuFu) dan glioma (GLI) dengan mentranskrip gen di nukleus sehingga terjadi proliferasi sel punca dengan tujuan homeostasis epidermis, juga proliferasi sel punca yang terus-menerus. Penghantaran sinyal tanpa hambatan ini menyebabkan pertumbuhan tumor tidak terkendali, memicu timbulnya KSB seperti yang dijelaskan pada gambar 1B.27,28,30 Untuk mempertahankan homeostasis kulit, sel punca epidermis pada lapisan basal epidermis kulit mengalami pembelahan sel secara asimetris dan simetris.32-34 Pembentukan asimetris bersifat dua arah, yaitu pembentukan ke arah horisontal dalam mempertahankan lapisan basal epidermis, sedangkan yang vertikal dimulai dengan pembentukan sel holoklon, meroklon, dan paraklon, kemudian berdiferensiasi menjadi lapisan spinosum, granulosum, dan korneum.33 Hanya holoklon yang memiliki kemampuan proliferasi luas dan pembaharuan diri. Proliferasi pada meroklon terbatas, tanpa kemampuan pembaharuan diri, sedangkan paraklon tidak mampu berproliferasi lebih lanjut.35 Tujuan pembelahan asimetris ini adalah mempertahankan rantai DNA sel basal tetap sama seumur hidup dan mencegah penumpukan DNA yang telah bermutasi (immortal strand hypothesis).25,36,37 Selain faktor sel punca epidermis, proses homeostasis kulit juga dipengaruhi oleh autokrin dan parakrin yang hanya terdapat di lapisan dermis. Autokrin dan parakrin mempengaruhi hormon pertumbuhan (growth factor) dan memicu terjadinya proliferasi sel punca. Epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor-alpha (TGF-α) berikatan dengan reseptor tirosin kinase pada sel basal yang memicu proliferasi sel. Proses tersebut dibantu oleh keratinocytes growth factors (KGF) yang hanya ditemukan pada lapisan dermis dan berperan sebagai mitogen pemicu mitosis sel basal yang mengawali proliferasi sel. Di lain pihak, TGFβ1 dan β2 menekan sintesis DNA dan menurunkan kadar β1 integrin sehingga memulai suatu proses diferensiasi sel ke arah stratum korneum.1 Integrin β1 berfungsi untuk mempertahankan sel punca, migrasi sel, dan memicu proliferasi atau menghambat diferensiasi sel.38 Siklus sel ini dapat meningkat atau dipercepat saat terjadinya luka atau proses karsinogenesis.1 Sel holoklon pada lapisan basal epidermis adalah sel yang mempunyai sifat proliferasi tinggi dan sangat terpengaruh oleh gen p53 dan p63. Gen p63 juga digunakan sebagai penanda sel punca keratinosit dalam kultur epitel, aplikasi klinis, dan dalam studi tumorgenitas epitel.39 Lesi KSB dengan sel-sel palisade yang tersusun pada tepi lesi dinyatakan sebagai ciri khas gambaran patologi anatomi KSB dan selama ini dianggap sebagai bagian dari lesi KSB. Namun, Tan ST menemukan hal baru yang sangat menarik dalam penelitiannya dengan pewarnaan imunohistokimia (IHK) leucine-rich repeats and immunoglobuline-like domains 1 (LRIG1) dan leucine-rich repeat containing G protein-coupled receptor 6 (LGR6) pada lesi KSB. Sel-sel palisade dari lesi KSB bukanlah bagian dari lesi KSB, tetapi merupakan sel-sel basal normal yang terdorong oleh sekelompok sel KSB yang sebenarnya adalah sel-sel muda yang disebut dengan sel-sel holoklon. Sel-sel holoklon merupakan kumpulan dari sel KSB yang tumbuh akibat dari mutasi sel punca basal dari lapisan basal epidermis yang tidak terkendali proliferasinya. Sel-sel holoklon ini tidak pernah tumbuh menjadi sel basal lapisan epidermis, tetapi berproliferasi terus-menerus menjadi sekelompok sel yang dikelilingi oleh sel-sel normal lapisan basal epidermis (palisade). Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2, pembentukan sel holoklon tanpa gangguan pembentukan sel basal jelas terlihat pada lesi KSB dengan sel monomorf di tengah lesi yang dikelilingi sel basal palisade. Pembentukan sel holoklon juga dapat diakibatkan oleh gangguan pada diferensiasi ke arah transit amplifying cell (sel TA) epidermis, sehingga tidak terbentuk sel spinosum, granulosum, maupun stratum korneum dan terjadi penipisan lapisan epidermis di atas lesi KSB.31 Gambar 2 : Tampak sel-sel basal tersusun palisade pada pinggir lesi KSB dengan bagian tengah terdiri dari sel-sel monomorf poligonal yang tersusun tidak beraturan. (Pewarnaan IHK LGR6 pada sitoplasma sel, pembesaran 1000x) 31 PENUTUP Etiopatogenesis terbaru karsinoma sel basal diduga terjadi akibat mutasi pada sel punca epidermis yang sedang mengalami proliferasi ke arah vertikal sehingga membentuk sel holoklon dengan terhambatnya diferensiasi sel menjadi lapisan spinosum. Hal tersebut terjadi tanpa gangguan pada proliferasi horisontal menjadi lapisan sel basal epidermis, terlihat dengan susunan sel basal pada tepi lesi yang berbentuk palisade. Mutasi ini dapat disebabkan oleh MDVI faktor onkogen, fotoonkogen, trauma akut maupun kronis, dan bahan-bahan kimia. Mutasi diawali oleh pembentukan sunburn cell, kerusakan DNA akibat photoproduct misalnya cyclobutane pyrimidine dimers, mutasi gen p53 dan p63, imunosupresi, ekspresi survivin yang berlebihan, dan pembentukan klon mutan. Selain itu, reparasi dengan perbaikan eksisi nukleotida (NER) menyebabkan akumulasi perubahan delesi genetik, hambatan apoptosis, proliferasi holoklon terus-menerus, kemudian menjadi KSB. DAFTAR PUSTAKA 1. Carucci JA, Leffel DJ. Basal cell carcinoma. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Glicherst BA, Paller AS, Leffel LJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke7. New York: Mc Graw-Hill Companies; 2008.h.1036-42. 2. Soomro FR, Bajaj DR, Patham GM, Abbasi P, Hussain J, Abbasi SA. Cutaneous malignant tumors: a profile of ten years at Linar, LarkanaPakistan. J Pak Assoc Dermatol. 2010;20:133-6. 3. Ramsey ML, Sewell LD. Basal cell carcinoma. Medscape [Serial dalam internet]. 2009. [Disitasi 30 Nov 2012]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1100003-overview. 4. Panda S. Nonmelanoma skin cancer in India: current scenario. Indian J Dermatol. 2010;55(4): 373-8. 5. Fransen M, Karahalios A, Sharma N, English DR, Giles GG, Sinclain RD. Med J Aust. 2012; 197(10):565-8. 6. Yahya YF. Ekspresi β catenin dan β4 integrin pada karsinoma sel basal agresif dan non agresif Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2010. 7. Barankin B, Goldenberg G, Searles G. Nevoid basal cell carcinoma syndrome. Medscape [Serial dalam internet]. 2009. [Disitasi 30 Nov 2012]. Tersedia di: http://www.emedicine.com/ped/topic1592.htm. 8. Bader RS, Santacroce L, Diomede L, Kennedy AS. Surgical treatment of basal cell carcinoma. Medscape [Serial dalam internet]. 2012. [Disitasi 30 Nov 2012]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/27778-overview. 9. Robinson JK, Dahiya M. Basal cell carcinoma with pulmonary and lymph node metastasis causing death. Arch Dermatol. 2003;139(5):643-8. 10. Tilli CM, Steensel MA, Krekels GA, Neumann HA, Ramaekers FC. Molecular aetiology and pathogenesis of basal cell carcinoma. Br J Dermatol. 2005;152(6):1108-24. 11. Cohen P, Schulze K, Nelson B. Basal cell carcinoma with mixed histology : a possible pathogenesis for recurrent skin cancer. Dermatol Surg. 2006;32(4):542-51. 12. Arbiser JL. Translating cyclooxygenase signaling in patch heterozygote mice into a randomized clinical trial in basal cell carcinoma. Cancer Prev Res. 2010; 3:4-7. 13. Sajjiadian A, Barakat M, Negar SM, Rana RM. Skin cancer-basal cell carcinoma. Medscape. [Serial dalam internet]. 2010. [Disitasi 1 Des 2012]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/871502overview. 14. Santacroce L, Diomede L, Andrew SM. Epitheliomas, basal cell carcinoma. Medscape. [Serial dalam internet]. 2009. [Disitasi 1 Des 2012]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/871502overview. 15. Donovan J. Review of the hair follicle origin hypothesis for basal cell carcinoma. Dermatol Surg. 2009;35(9):1311-23.16 23. 16. Teh MT, Wong ST, Neill GW, Ghali L, Philpott MP, Quinn AG. FOXM1 is a downstream target of Gli1 in basal cell carcinomas. Cancer Res. 2002; 62(16): 4773-80. 17. Kasper M, Jaks V, Are A, Bergstrom A, Schwager A, Svard J, dkk. Wounding enhances epidermal tumorigenesis by recruiting hair follicle keratinocytes. Proc Natl Acad Sci. 2011; 108(10): 4099-104. 18. Situm M, Buljan M, Bulat V, Lugovic ML, Bolanca Z, Simic D. The role of UV radiation in the development of basal cell carcinoma. Coll Antropol. 2008; 32(2):167-70. 19. Matsumura Y, Ananthaswamy HN. Molecular mechanisms of photocarcinogenesis. Front Biosci. 2002;7:765-83.2 20. Rass K, Reichrath J. UV damage and DNA repair in malignant melanoma and nonmelanoma Skin Cancer. 2008; 624: 162-78. 21. D’Orazio J, Jarret S, Ortiz AA, Scott T. UV radiation and the skin. Int J Mol Sci. 2013; 14(6):12222-48. 22. Lacour JP. Carcinogenesis of basal cell carcinomas: genetics and molecular mechanisms. Br J Dermatol. 2002; 146(61):17-9. 23. de Gruijl FR, Kranen HJ, Mullenders LH. UV-induced DNA damage, repair, mutations and oncogenic pathways in skin cancer. J Photobiol B. 2001; 63(1-3):19-27. 24. Chao DL, Eck JT, Brash DE, Maley CC, Luebeck G. Preneoplastic lesion growth driven by the death of adjacent normal stem cells. Proc Natl Acad Sci. 2008; 105(39): 15034-9. Vol. 43 No. 1 Tahun 2016; 40 - 44 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. Aberdam, D. Epidermal stem cell fate: what can we learn from embryonic stem cells? Cell Tissue Res. 2008; 331 (1):103-7. Mimeault M, Batra SK. Recent advances on skin-resident stem/progenitor cell functions in skin regeneration, aging and cancers and novel anti-aging and cancer therapies. J Cell Mol Med. 2010;14(1-2):116-34. Qin JZ, Chaturvedi V, Denning MF, Bacon P, Panella J, Choubey D, dkk. Regulation of apoptosis by p53 in UV-irradiated human epidermis, psoriatic plaques and senescent keratinocytes. Oncogene. 2002; 21(19):2991-3002. Dallaglio K, Marconi A, Pincelli C. Survivin: a dual player in healthy and diseased skin. J Invest Dermatol. 2012;132:18-27. Youssef KK, Van Keymeulen A, Lapouge G, Beck B, Michaux C, Achouri Y, dkk. Identification of the cell lineage at the origin of basal cell carcinoma. Nature Cell Biol. 2010;12(3):299-305. Zhang W, Remenyik E, Zelterman D, Brash DE, Wikonkal NM. Escaping the stem cell compartment: sustained UVB exposure allows p53-mutant keratinocytes to colonize adjacent epidermal proliferating units without incurring additional mutations. Proc Natl Acad Sci. 2001; 98(24):13948-53. Tan ST. Identifikasi lokasi dan stem cell origin serta faktor yang mempengaruhi lemahnya kemampuan metastasis karsinoma sel basal (Disertasi). Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2012. Fuchs E. Finding one’s niche in the skin. Stem Cell. 2009; 4(6): 499502. Gambardella L, Barrandon Y. The multifaceted adult epidermal stem cell. Cur Opin Cell Biol. 2003;15:771-7. Czuchra AP, Koegel H, Meyer H, Bauer M, Werner S, Brakebusch C, dkk. ß1 integrin-mediated adhesion signalling is essential for epidermal progenitor cell expansion. PLoS ONE. 2009;4(5):1-12. Beaver CM, Ahmed A, Masters JR. Clonogenicity: holoclones and meroclones contain stem cells. PLoS ONE. 2014;9(2):1-8. Sotiropoulou PA, Candi A, Blanpain C. The majority of multipotent epidermal stem cells do not protect their genome by asymmetrical chromosome segregation. Stem Cells. 2008;26(11):2964-73. Blanpain C, Lowry W E, Geoghegan A, Polak L, Fuchs E. Selfrenewal, multipotency, and the existence of two cell populations within an epithelial stem cell niche. Cell. 2004; 118(5):635-48. Pincelli C, Marconi A. Keratinocyte stem cells: friends and foes. J Cell Physiol. 2010;225(2):310-5. Pellegrini G, Dellambra E, Golisano O, Martinelli E, Fantozzi I, Bondanza S, dkk. p63 identifies keratinocyte stem cells. Proc Natl Acad Sci. 2001; 98(6): 3156-61.