TEKNIK PRODUKSI TOMAT RAMAH LINGKUNGAN

advertisement
TEKNIK PRODUKSI
TOMAT RAMAH
LINGKUNGAN
Buku saku untuk Kesuburan Tanah
dan Pengelolaan Hama
Alih Bahasa: Dr. Ahsol Hasyim, MS
Ir. Wiwin Setiawati, MS
Abdi Hudayya, SP
Dr. Rahmat Sutarya
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Jl. Tangkuban Perahu No 517.
Lembang, Bandung 40391.
Telp. 022-2786245, Fax. 022-2786416
R. SRINIVASAN
(EDITOR)
AVRDC –Pusat sayuran dunia merupakan Lembaga Penelitian
Internasional yang bergerak dibidang sayuran tropis (non Profit) dan
bertujuan
untuk mengurangi kemiskinan dan kekurangan gizi
melalui peningkatan produksi dan konsumsi sayuran sehat agar
kebutuhan gizi masyarakat terpenuhi.
AVRDC – The World Vegetable Center
P.O. Box 42
Shanhua, Tainan 74199
TAIWAN
Tel:
Fax:
+886 6 583 7801
+886 6 583 0009
Email:
Web:
[email protected]
www.avrdc.org
AVRDC Publication: 10-740
ISBN 92-9058-182-4
Editor: Maureen Mecozzi
Disain Kulit luar: Chen Ming-che
Tim penyusun: Kathy Chen, Chen Ming-che, Vanna Liu, Lu Shiu-luan
© 2010 AVRDC – The World Vegetable Center
Printed in Taiwan
This work is licensed under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 Unported License. To
view a copy of this license, visit http://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0/tw/ or send a letter to
Creative Commons, 171 Second Street, Suite 300, San Francisco, CA, 94105, USA.
Suggested citation
Srinivasan R (Ed.). 2010. Safer tomato production methods: A field
guide for soil fertility and pest management. AVRDC – The World
Vegetable Center, Shanhua, Taiwan. AVRDC Publication No. 10740. 97 p.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
ii
Ucapan terima kasih
iv
Pendahuluan
v
Produksi benih tamat sehat
1
Su Fu-cheng, Ma Chin-Hua, R. Srinivasan,
Wang Tien-chen
Pengelolaan kesuburan tanah untuk
memproduksi tomat sehat
6
Ma Chin-Hua and Yueh-Huei Lin
Serangga hama dan tungau pada
tomat
25
R. Srinivasan, Su Fu-cheng, Mei-ying Lin, Hsu
Yun-che
Pengelolaan penyakit bakteri pada
tomat
66
Chih-Hung Lin and Jaw-Fen Wang
Pengelolaan penyakit yang
disebabkan oleh jamur pada tomat
76
Chen Chien-hua, Zong-Ming Sheu, Chen
Wen-yu,
Wang Tien-chen
Indek
94
KATA PENGANTAR
Tomat merupakan salah satu sayuran penting di Asia dan
Afrika. Kedua benua ini menurut laporan dapat memproduksi
lebih dari 65% tomat di dunia. Buah tomat kaya akan nutrisi
seperti vitamin, mineral dan anti oksidan, serta penting juga
untuk menjaga keseimbangan gizi manusia. Buah tomat
penting sebagai komponen makanan karena mengandung
Lycopene yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan
penyakit kanker dan penyakit degenerasi syaraf.
Tanaman tomat sangat rentan terhadap serangan beberapa
jenis serangga dan tungau serta penyakit tanaman.
Penggunaan pestisida kimia saat ini telah digunakan secara
sembarangan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada
tanaman tomat di Asia Tenggara dan Afrika. Disamping itu
pupuk kimia dan pestisida kimia kadang-kadang digunakan
secara berlebihan sehingga mengakibatkan pencemaran air
tanah. Penggunaan bahan kimia di lahan pertanian tomat
akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi, sehingga
merugikan terhadap produser, konsumer dan gangguan
terhadap kesehatan dan pencemaran lingkungan.
AVRDC – Pusat sayuran dunia ini telah berhasil
mengembangkan teknologi produksi tomat yang aman
(ramah lingkungan)
di Taiwan sejak tahun 2005-2007.
Strategi ini berhasil mengurangi ketergantungan masyarakat
tani terhadap bahan kimia seperti pestisida dengan
memaksimalkan penggunaan pupuk organik dan pestisida
organik. Strategi ini telah dikembangkan di Asia Selatan dan
telah siap juga untuk dipromosikan secara luas di daerah
pertanaman tomat yang beriklim tropis.
Buku saku ini berisi informasi tentang cara memproduksi
bibit sehat, penggunaan bahan organik dan an organik secara
optimum, informasi tentang strategi pengelolaan hama dan
penyakit di daerah tropik dan informasi secara rinci tentang
serangga penting, tungau dan penyakit tomat yang
dilengkapi dengan gambarnya.
ii
Buku ini diperuntukkan bagi petani tomat dan penyuluh
pertanian spesialis sehingga diharapkan bermanfaat untuk
memproduksi tomat yang aman dimasa mendatang.
J.D.H. Keatinge
Director General
AVRDC - The World Vegetable Center
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada M.L. Chadha
(pengelolaan kesuburan tanah), Ravindra C. Joshi (ahli
serangga dan tungau), Mathew M. Abang (ahli penyakit
bakteri) dan Drissa Silué (ahli penyakit jamur) atas usaha
dan kerja kerasnya menyusun buku saku ini. Saya ingin
juga mengucapkan terima kasih kepada Asia-Pacific Forum
for Environment and Development (APFED) melalui
Ryutaro Hashimoto APFED Awards for Good Practices to
AVRDC – The World Vegetable Center pada tahun 2008.
Ucapakan terima kasih juga disampaikan kepada Maureen
Mecozzi yang membantu meng edit Chen Ming-che yang
membantu pengambilan foto.
R. Srinivasan
AVRDC – The World Vegetable Center
iv
PENDAHULUAN
Tomat (Solonum lycopersicum L) merupakan salah satu
tanaman sayuran yang dapat tumbuh di seluruh dunia. Luas
tanaman tomat di China lebih dari 5.000.000 ha dengan
produksi mendekati 129.000.000 ton atau lebih dari ¼ luas
tanaman tomat di dunia.
Menurut laporan luas tanaman tomat di Egypt bersama India
lebih dari 1/5 dari luas tanaman tomat di dunia. Negara lain
yang menghasilkan tomat adalah Turki dan Nigeria. Luas
areal tanaman tomat di Asia dan Afrika kira-kira 79 % dari
luas areal tomat di dunia dan menghasilkan 65 persen
kebutuhan tomat di dunia (FAO 2008)
Jenis tomat liar aslinya berasal dari bagian barat daya
Amerika. Ada dua hipotesis yang menyatakan bahwa tomat
berasal dari negara Peru dan Meksiko (Peralta dan Spooner
2007). Walaupun tomat membutuhkan iklim yang dingin dan
kering agar kualitas dan produksinya tinggi (Nicola et al.
2009), namun dapat beradaptasi kondisi iklim yang luas
mulai dari daerah temperate sampai daerah panas dan tropik
basah.
Tomat mengandung nutrisi seperti vitamin A, vitamin C,
patasium, Posphor, magnesium dan Calsium (USA 2009),
diamping itu tomat juga mengandung antioksidan yang dapat
mengurangi serangan penyakit kanker (Miller et al. 2002)
Di daerah tropik, kendala utama dalam memproduksi tomat
adalah serangan hama dan penyakit. Hama utama tanaman
tomat adalah penggerek buah, ulat grayak (beet
armyworm), kutu kebul, penggorok daun dan tungau.
Penyakit geminivirus ditularkan oleh kutu kebul. Penyakit
tomat lainnya adalah bintik bakteri pada daun, layu bakteri,
rebah kecambah, haward daun, dan bercak kering, layu
fusarium, dan penyakit jamur hitam pada daun tomat.
Banyak petani menggunakan pestisida untuk memelihara
tanaman tomat. Sebagai contoh petani di India selama satu
v
musim menyemprot tanaman tomat lebih dari 50 kali
(Nagaraju et al. 2002). Penyalahgunaan pestisida dapat
menyebabkan efek buruk terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia dan juga menyebabkan naiknya ongkos produksi.
Sekitar 31 % dari total ongkos produksi tomat di Philippina
harus dikeluarkan untuk biaya pestisida (Orden et al.1994).
Kelebihan penggunaan pupuk kimia dapat menyebabkan
berkurangnya pendapatan petani tomat. Tambahan lagi
penggunaan pupuk nitrogen untuk produksi tomat secara
terus menerus akan menyebabkan kontaminasi nitrat
sehingga air permukaan dan air tanah akan tercemar bahan
kimia. (Krusekopf et al. 2002).
Buku saku ini berisi informasi penting bagi petani tomat
dan staf penyuluh pertanian untuk memproduksi benih
sehat, penggunaan pupuk organik dan anorganik yang
seimbang, pengelolaan hama, tungau dan penyakit tomat.
Secara garis besar buku panduan ini menyampaikan cara
pengelolaan hama secara terpadu (IPM), pengelolaan
kesuburan tanah, pengelolaan pertanian berkelanjutan,
yang dapat membantu para petani tomat dengan biaya
rendah. Pusat penelituan sayuran (AVRDC) telah berhasil
memfalidasi dan mempromosikan strategi mmproduksi
tomat yang aman sejak tahun 2005-2007.
vi
Pustaka
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. FAOSTAT.
http:/faostat.fao.org [accessed 31 December 2009].
Krusekopf HH, Mitchell JP, Hartz TK, May DM, Miyao EM,
Cahn MD. 2002. Pre-side dress soil nitrate testing
identifies processing tomato fields not requiring side
dress N fertilizer. HortScience 37(3): 520-524.
Miller EC, Hadley CW, Schwartz SJ, Erdman JW, Boileau
TMW, Clinton SK. 2002. Lycopene, tomato products, and
prostate cancer prevention. Have we established
causality? Pure Appl. Chem. 74(8):1435-1441.
Nagaraju N, Venkatesh HM, Warburton H, Muniyappa V,
Chancellor TCB, Colvin J. 2002. Farmers’ perceptions and
practices for managing tomato leaf curl virus disease in
southern India. International Journal Pest Management
48: 333-338
Naika S, Van Lidt de Jeude J, de Goffau M, Hilmi M, Van Dam
B. 2005. Cultivation of tomato. Production, processing
and marketing. In: Van Dam B (ed.), Digigrafi,
Wageningen, The Netherlands.
Nicola S, Tibaldi G, Fontana E. 2009. Tomato production
systems and their application to the tropics. Acta
Horticulturae 821: 27-33.
Orden MEM, Patricio MG, Canoy VV. 1994. Extent of pesticide
use in vegetable production in Nueva Ecija: Empirical
evidence and policy implications. Research and
Development Highlights 1994, Central Luzon State
University, Republic of the Philippines. p.196-213.
Peralta IE, Spooner DM. 2007. History, origin and early
cultivation of tomato (solanaceae). In: Razdan MK,
Mattoo AK (eds.), Genetic Improvement of Solanaceous
Crops, Vol. 2. Enfield, USA: Science Publishers. p. 1-27.
vii
[USDA] United States Department of Agriculture. 2009.
Tomatoes (red, ripe, raw, year round average) – Nutrient
values and weights for edible portion (NDB No: 11529).
USDA National Nutrient Database for Standard Reference,
Release 22. http:/www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/cgibin/list_nut_edit.pl [accessed 31 December 2009].
viii
Produksi benih tomat sehat
Su Fu-cheng , Ma Chin-Hua ,
R. Srinivasan , and Wang Tien-chen
1
1
1
2
3
Entomology; 2Crop and Ecosystem Management; 3Mycology
AVRDC – The World Vegetable Center
Meningkatnya penggunaan benih hibrida komersial yang
berproduksi tinggi dan tahan terhadap penyakit akan
menyebabkan biaya produksi benih menjadi mahal. Biaya
penyediaan benih akan meningkat secara nyata bila
penanam tomat benihnya banyak yang tidak tumbuh karena
tempat pembibitan tidak bersih. Hal ini biasanya tidak akan
terjadi bila penanam tomat mengikuti metoda pembibitan
dalam kotak kecambah secara tradisonal untuk memproduksi
bibit tomat. Ada beberapa langkah efektif yang dapat
dilakukan untuk memproduksi benih tomat sehat,
diantaranya adalah:
• Gunakan kotak semai (tray) lokal yang berukuran
diameter 4,5 cm dan dalamnya 4 cm
• Isi lobang-lobang kotak semai dengan media tumbuh
seperti tanah bekas pembakaran, campuran pasir,
kompos, dan sekam bakar.
Sebelum digunakan,
pastikan bahwa campuran kompos yang digunakan
benar-benar telah matang dan tidak mengandung
bibit penyakit.
• Kotak semai diletakkan pada tempat yang ditinggikan
seperti bangku/meja dan beri naungan. Jika bangku
tidak tersedia, buatlah bedengan persemaian dengan
ukuran lebar 1.5 meter dan panjang 2-3 meter yang
nantinya akan
digunakan sebagai tempat
menyemaikan tomat.
• Tomat yang disemaikan pada kotak semai,
dilettakkan di dalam rumah kassa dengan ukuran
kassa 60-mesh. Jika rumah kasa tidak tersedia
buatlah net tunnels yang terbuat dari kain kassa atau
plastik yang berguna untuk menyungkup benih tomat.
Sungkup tersebut berbentuk seperti U terbalik
dengan ukuran lebar 2 meter dan tinggi 1 meter yang
diberi kerangka besi atau aluminium. Setiap jarak 1
2
meter diberi dua penyangga di dalam satu baris.
Penyangga tersebut berukuran diameter 1 cm.
Tutuplah kerangka sungkup dengan kain kasa yang
berukuran 60-mesh. Tariklah kasa agar bisa menutup
keempat sisi persemaian dengan rapat dan benamkan
kain kassa tersebut kedalam tanah sedalam 10-15 cm.
Periksalah kembali bahwa tidak terdapat lobang
diantara tanah dan kain kassa agar serangga tidak
bisa masuk. (Talekar et al. 2003).
• Jika tidak tersedia kain kasa atau nylon yang
berukuran 60 mess maka kain kassa berukuran 32
mess masih dapat digunakan tetapi harus diawasi
agar kutu kebul tidak masuk melalui lobang kain kasa
(semprot bagian luas bagian luar kain kasa dengan
nimba atau insektisida kimia. Jika persemaian
terbuka maka lakukan pengendalian serangga yang
berperanan sebagai vektor penyakit seperti kutu
kebul, thrips, dan aphids. Pengendalian serangga
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
pestisida dengan bahan imidacloprid atau nimba, dan
jika diperlukan sekali gunakan insektisida sistemik
berbentuk butiran yang dapat diaplikasikan ke tanah.
• Bahan media yang diperjual belikan dipasaran
kadang-kadang tidak steril. Oleh karena itu lakukan
perlakuan benih (seed treatment) dengan perlakuan
kimia atau agensia hayati untuk mengendalikan
penyakit tular tanah.
Perlakuan benih dapat
dilakukan dengan fungisida yang berspektrum luas
seperti captan dan
thiram untuk mengurangi
serangan penyakit rebah kecambah (Hanson et al.
2000). Alternatif lain gunakan agensia hayati seperti
Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens.
• Taburkan 2 biji tomat kedalam masing-masing lobang
tanaman dengan dengan kedalaman 0.5 cm (Hanson
3
et al. 2000).
• Penyiraman pertama dilakukan pada setiap lobang
tanaman tomat dengan takaran kira-kira 15 ml.
Penyiraman selanjutnya dapat dilakukan setiap hari
terutama pagi hari dengan takaran rata-rata 7.5–10
ml (maximum) per lubang tanaman. Jika temperatur
tinggi terutama musim panas lakukan penyiraman dua
kali sehari yaitu pagi hari dan sore hari dengan
takaran air sebanyak 7.5–10 ml (maximum) per lubang
tanaman. Takaran air yang digunakan tergantung
pada media tanam, dan kelembaban media tanam.
• Biji tomat akan berkecambah setelah 8 hari kemudian
pada temperatur tanah optimum berkisar antara 20 –
30°C (Hanson et al. 2000).
• Jika perlakuan benih pada biji tomat
tidak
dilakukan, maka gunakan fungisida Etridiazole untuk
mengendalikan penyakit tular benih. Pemberian
fungisida dilakukan sesuai dengan dosis anjuran dan
setiap lobang diberi dengan 5 ml larutan fungisida
yang sudah diencerkan dengan air.
• Setelah tiga minggu, periksalah vigor dan warna daun
bibit tomat. Jika daun berwarna kuning dan kurus
maka benih tersebut harus diberi pupuk NPK dengan
dosis 15-10-15 + 2 MgO melalui tanah. Encerkan
pupuk tersebut dengan air dan beri setiap lobang
persemaian benih sebanyak 5 ml. Lakukan pemberian
pupuk yang telah diencerkan tersebut pada setiap
lubang persemaian satu sampai dua kali sebelum
dipindahkan. Lakukan pemantauan pertumbuhan
benih dan jika benih tomat tumbuh dengan cepat
sebelum dipindahkan, maka kurangi pemberian
pupuk.
• Bukalah sungkup kain kassa dan aplikasikan segera
4
pupuk dan fungisida sesegera mungkin. Tutup lagi
dengan kain kassa untuk mencegah masuknya
serangga. Jika tray perbenihan ada beberapa buah
buka hanya satu kotak saja pada saat yang sama.
• Gunakan bibit sehat yang mempunyai satu atau
empat helai daun (umur bibit kira-kira 4 minggu),
kokoh dan kekar untuk ditanam (Hanson et al. 2000).
Pustaka
Hanson P, Chen JT, Kuo CG, Morris R, Opeña RT. 2000.
Suggested cultural practices for tomato. International
Cooperators’ Guide, AVRDC Publication No. 00-508. p. 8.
http://www.avrdc.org/pdf/tomato.pdf.
Talekar NS, Su FC, Lin MY. 2003. How to produce safer leafy
vegetables in nethouses and net tunnels. Asian Vegetable
Research and Development Center, Shanhua, Tainan,
Taiwan. 18 p.
5
Pengelolaan kesuburan tanah
untuk produksi tomat ramah
lingkungan
Ma Chin-Hua and Yueh-Huei Lin
Crop and Ecosystem Management
AVRDC – The World Vegetable Center
Kelebihan atau tidak berimbangnya penggunaan pupuk
organik dan pupuk anorganik di dalam sistem produksi
sayuran dapat mengurangi hasil sayuran dan pulusi terhadap
lingkungan serta berbahaya terhadap kesehatan manusia.
Kurangnya pemberian pupuk, pengelolaan pupuk yang tidak
benar dan kurang tersedianya unsur hara di dalam tanah
akan menyebabkan berkurangnya hasil panen dan hal inilah
yang menyebakan kemerosotan lahan pertanian di beberapa
negara. Keseimbangan unsur hara dan efisiennya penggunaan
unsur hara tanaman akan meningkatnya produktivitas
tanaman sehingga keuntungan yang maksimal dapat dicapai
dan resiko terhadap lingkungan dapat dikurangi.
PENGGUNAAN PUPUK YANG BERLEBIHAN
Penggunaan bahan organik dan anorganik secara
berkelebihan di dalam sistem produksi sayuran umumnya
sering terjadi di banyak negara.
Namun demikian tidak
semua unsur hara yang di aplikasikan ke tanah dapat diserap
oleh tanaman. Unsur hara yang masih tertinggal di dalam
tanah akan berbahaya terhadap lingkungan melalui
pengikisan tanah oleh air atau melalui air permukaan atau
hilang menguap ke atmosfir.
Dalam kondisi normal, semua pupuk nitrogen akan mudah
larut dalam air dan setelah diaplikasi, segera dioksidasi
menjadi Nitrat. Nitrat yang tidak diabsorsi oleh partikel
tanah, sebagian besar elemen akan hanyut melalui air tanah
atau air permukaan atau hilang ke atmosfir melalui
dinitrifikasi. Nitrat yang berasal dari pelapukan bahan
organik pada tanah atau pupuk kandang juga mudah larut.
Larutnya NO3- melalui air permukaan akan menambah
kandungan NO3- pada air minum atau akumulasinya akan
meningkat pada jaringan tanaman. Jika air minum yang
mengandung NO3- diminum atau tertelan akan menyebabkan
methemoglobinemia; dan pada bayi yang berumur 6 bulan
7
akan berbahaya dan mengganggu kesehatannya (“blue-baby
syndrome”). Pengaruh
Nitrosomanis dari N bisa
menyebabkan gangguan kesehatan dan berpotensi untuk
terjadinya penyakit kanker. Penguapan amoniak terdapat
juga pada tumpukan pupuk kandang yang diaplikasikan di
tanah. Amoniak dapat juga menguap dari pupuk urea yang
diaplikasikan pada tanah yang mempunyai pH tinggi pada
saat cuaca kering dan panas. Tanaman menyerap Fosfor
dalam bentuk ion Fosfat. Ion fosfat didalam tanah relatif
tidak bergerak (immobile) dan sangat cepat diserap oleh
tanah partikel liat dan mudah terikat oleh unsur lain seperti
besi, aluminium dan oksidasi dan hidroksi magnesium.
Fosfat yang tersisa dan tidak terserap oleh tanaman akan
tercuci atau hilang dari tanah melalui erosi. Nitrogen dan
fosfat yang terdapat pada air permukaan akan menyebabkan
berkembangnya alga pada air permukaan. Jika tanaman air
dan alga mati, maka bakteri akan membantu proses
pelapukannya sehingga oksigen yang ada didalam air akan
berkurang dan hilang. Kebanyakan ikan dan serangga air
tidak akan bisa hidup bila kandungan oksigen di dalam air
berkurang. Massa alga akan menjadi masalah bagi ekosistem
dan kehidupan manusia.
Kalium (K) merupakan ion yang dapat dipertukarkan dan
mudah diserap dalam tanah. Namun demikian K yang tidak
dapat diambil oleh tanaman akan hilang dan tercuci melalui
air tanah. Unsur K banyak yang hilang disebabkan jika pupuk
cair hewan terbuang dari pekarangan rumah petani dan
kandang peternakan hewan. Kalium yang terdapat dalam air
tidak mengganggu dan berpengaruh terhadap kesehatan
manusia.
Ketidak seimbangan aplikasi pupuk.
Nitrogen biasanya setelah diaplikasikan segera berpengaruh
sangat nyata terhadap tanaman, dimana daun tanaman
7ii
8
berwarna hijau gelap dan tanaman tumbuh dengan cepat.
Namun demikian, Pemberian pupuk nitrogen yang
berkelebihan pada tanaman sayuran dapat menyebabkan
tanaman mudah rebah, kompetisi dengan gulma, mudah
terserang oleh hama, berkurangnya hasil dan kualitas benih
yang disimpan menjadi rendah. Nitrogen yang tidak terserap
oleh tanaman akan hilang dan dapat mencemari lingkungan.
Petani mengira bahwa pemberian pupuk Nitrogen saja dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, contoh pupuk Urea
yang mudah diperoleh dengan harga yang dapat terjangkau.
Namun demikian untuk memperoleh produksi sayuran yang
tinggi, tanaman juga memerlukan sejumlah unsur lain yaitu
fosfor dan Kalium. Oleh karena itu, meningkatkan hasil
tanaman dengan pemberian Nitrogen tunggal akan
menghabiskan nutrisi lain yang berada di dalam tanah.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi
Nitrogen akan menurun tanpa pemberian Fosfor dan Kalium.
Pemupukan seimbang antara Nitrogen, Fosfor dan Kalium
seharusnya diberikan berdasarkan kebutuhan tanaman
sehingga kerusakan tanah dan tanaman dapat dihindari.
Tidak cukupnya pemakaian unsur hara.
Penanaman tanaman yang terus menerus tanpa penambahan
unsur hara yang cukup akan menghabiskan unsur hara di
dalam tanah sehingga kesuburan tanah akan menurun.
Pemberian bahan organik yang dihasilkan tanaman pada
lahan tidak akan mencukupi kebutuhan tanaman. Oleh
karena itu pemberian pupuk perlu ditambahkan kedalam
tanah agar kesuburun tanah secara berkelanjutan tetap
terjaga.
9
Pengelolaan unsur hara untuk menghasilkan sayuran
yang aman dikonsumsi.
1. Penambahan unsur hara untuk mengganti unsur
hara dalam tanah.
Gunakan pupuk organik dan pupuk anorganik untuk
meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk anorganik dapat
menambah unsur hara yang cukup untuk meningkatkan
produksi tanaman dalam jangka pendek, sedangkan pupuk
organik akan meningkatkan bahan organik tanah, struktur
tanah dan kapasitas penyangga tanah agar kesuburan tanah
dalam jangka panjang dapat terjaga.
Pemberian pupuk berimbang dengan menggunakan sumber
pupuk organik dan anorganik akan meningkatkan produksi
tanaman
yang
menguntungkan
dan
berkelanjutan.
Pemberian pupuk organik dalam jangka panjang dan terus
menerus akan menyebabkan tanah menjadi asam, sedangkan
pemberian pupuk dari berbagai bahan organik dalam jangka
panjang akan meningkatkan pH menjadi basa. Pemberian
pupuk berimbang antara pupuk organik dan anorganik
penting untuk menjaga kondisi tanah menjadi lebih baik dan
dapat menyediakan sumber hara lebih efisien. Perbandingan
antara pupuk organik dan anorganik adalah 1;1 atau 1;3
berdasarkan
kebutuhan
Nitrogen,
umumnya
telah
direkomendasikan untuk petani.
Campuran pupuk untuk memenuhi unsur utama yang
dibutuhkan tanaman. Pemberian pupuk berimbang harus
mempertimbangkan perbandingan unsur N, P dan K.
Kebanyakan pupuk organik mengandung unsur N,P dan K
yang bervariasi dari rendah- tinggi. Pemberian pupuk organik
dengan Nitrogen saja dapat menyebabkan terjadinya
penumpukan P dan K. Namun demikian di berbagai negara
komposisi kandungan pupuk anorganik NPK adalah 15-15-15
atau 20-20-20. Kebanyakan tanaman mengambil P hanya
10
kirra-kira 1/5~1/10 dari N dan K yang tersedia. Sebagai
contoh dalam Gambar 1 terlihat bahwa unsur hara NPK yang
diambil tanaman tomat adalah 9.5-1.2-13.5 g/tanaman pada
saat tanaman berumur 120 hari setelah tanam.
Dengan konversi, rasio pengambilan unsur hara oleh tomat
adalah sama untuk N:P:K = 1:0.13:1.42. Data ini
memperlihatkan bahwa tanaman tomat memiliki kebutuhan
K yang lebih besar dibandingkan dengan sayuran yang
lainnya. Aplikasi yang terus menerus pupuk organik dan
anorganik dengan rasio NPK yang tidak seimbang atau sama
mungkin akan menghasilkan akumulasi hara tertentu di
dalam tanah. Untuk mengatasi hal tersebut disarankan
bahwa petani harus memperbaiki aplikasi pupuk dengan
mencampurkan beberapa jenis pupuk pupuk organik untuk
membentuk rasio yang diinginkan sehingga tanaman yang
dibudidayakan pertumbuhannya lebih baik. Petani juga harus
menggunakan kombinasi pupuk anorganik yang berbeda
selama periode pertumbuhan untuk memenuhi kebutuhan
tanaman dan mengurangi akumulasi unsur hara dan
pencucian di dalam tanah.
2. Memperbaiki efisiensi penggunaan unsure hara
Menambah pupuk harus disesuaikan dengan pola
pertumbuhan tanaman tomat: Setiap tanaman memiliki
pola akumulasi bahan kering maupun pengambilan unsur
hara yang unik. Waktu aplikasi pupuk dan jumlah pupuk yang
cocok dengan pola pertumbuhan tanaman adalah hal yang
sangat kritis untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
pupuk. Gambar 1 memperlihatkan pola penyerapan unsur
hara oleh tanaman tomat. Kebutuhan N berada dalam
tingkat sedang, selama pertumbuhan vegetative tanaman
sampai tanaman membentuk tangkai buah. P merupakan
unsur hara yang penting untuk keragaan pertumbuhan
tanaman dan produksi buah. K dibutuhkan untuk
pembentukan tangkai buah dan pembesaran buah. Fase
11
pertumbuhan yang penting untuk serapan unsur hara
meliputi pertumbuhan bibit, ketika serapan unsur hara yang
maksimum dan awal pembuahan, dan tingkat akumulasi K
terjadi. Pupuk organik dan anorganik yang diaplikasikan
sebagai pupuk dasar sebelum tanam, dan pupuk anorganik
Fig.1. Serapan N, P, and K ke dalam tanaman tomat pada lebih dari 120 hari.
(potensi hasil 60 t/ha)
Sebagai pupuk samping pada saat tanaman berumur 20, 40,
60, 85, 105 hari setelah tanam. Selama fase tangkai buah
dan fase pembesaran buah terbentuk, pemupukan samping
harus lebih sering diaplikasikan. Pencucian N sangat
tergantung pada pupuk yang diaplikasikan, waktu presipitasi,
pengairan, tipe tanah dan serapan N oleh tanaman. Membagi
aplikasi pupuk N selama satu fase tanam direkomendasikan
untuk pengendalian N, terutama pencucian NO3- ke dalam air
tanah.
Meningkatkan efisiensi pupuk melalui cara aplikasi baru:
Sebagian besar sayuran membutuhkan jumlah nutrisi yang
tinggi di masa pertumbuhan yang relatif singkat.
12
Mempertahankan konsentrasi NPK yang cukup dalam larutan
tanah selama periode pertumbuhan aktif sangat penting
untuk meningkatkan produktivitas tanaman. AVRDC - Pusat
Sayuran Dunia telah mengembangkan "Solusi Teknologi
Starter" untuk beberapa sayuran: Pupuk anorganik dalam
bentuk butiran disiapkan sebagai larutan cair yang dapat
digunakan segera setelah tanam dengan cara pemberian
larutan pupuk disamping tanaman tomat.
Larutan Starter dapat menyediakan nutrisi penting untuk
tanaman tomat muda sebelum sistem akar tanaman mapan
dan membantu tanaman untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
yang mendesak selama periode pertumbuhan aktif, sehingga
hasil buah yang lebih tinggi. Larutan starter dapat dibuat
dengan cara mengencerkan pupuk organik majemuk cair
(14% N-28% P2O5-K2O 14%) dan aplikasikan larutan tersebut
rata-rata 2,4 g (240N-210P-200K mg) dalam 50 ml air per
tanaman (setara untuk 7.2N-6.2P-6K kg / ha) setelah tanam,
untuk tanaman tomat pada jenis tanah lempung berpasir.
Larutan harus diaplikasikan dalam volume kurang dari 1%
dari kapasitas lapang sehingga larutan akan terserap oleh
permukaan tanah dekat akar tanaman. Meskipun konsentrasi
larutan sangat tinggi, namun konsentrasinya akan menurun
dekat akar setelah bereaksi dengan tanah, dan larutan ini
dapat dipertahankan dalam tanah dalam dalam jumlah
maksimum.
Aplikasi larutan Starter secara nyata dapat mendorong
pertumbuhan awal dan hasil dari semua sayuran yang diuji.
Hal ini juga akan meningkatkan pelepasan nutrisi dari
kompos organik. Efek booster aplikasi larutan
Starter
terhadap pertumbuhan tanaman awal yang jelas: aplikasi
7.2N-6.2P-6K kg/ha larutan pemula bisa menggantikan 30 ~
50% pupuk anorganik dan setengah jumlah pupuk organik.
Hal ini juga mengurangi N yang masih tersisa dalam tanah,
dan mungkin dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
pada tanaman yang dibudidayakan. Hasil penelitian
13
menunjukkan bahwa hasil maksimal dari tanaman kubis,
tomat, dan cabai diperoleh dengan cara menggunakan pupuk
dasar berupa kompos atau pupuk kandang, dan satu kali
aplikasi larutan Starter pada saat tanam, kemudian diikuti
pupuk tambahan yang diberikan disamping tanaman
tergantung pada jenis tanaman dan musim. Aplikasi pupuk
berimbang berbasis teknologi larutan
Starter dalam
kombinasi dengan sumber nutrisi organik dan anorganik yang
ditemukan dapat meningkatkan efisiensi pupuk, menambah
keuntungan petani, serta dapat mengurangi pencemaran
lingkungan.
3. Mengurangi kehilangan unsur hara dalam tanah
Mengurangi jumlah pupuk adalah salah satu cara yang
efektif untuk mengurangi pencucian hara. Pengaturan jadwal
tanam yang tepat adalah cara lain untuk menghindari
hilangnya nutrisi. Misalnya, pupuk hijau mudah terurai
dengan cepat di daerah tropis bila dibenamkan ke dalam
tanah. Oleh karena itu, perlu ada tanaman berturut-turut di
lapangan setelah beberapa minggu,
agar nutrisi yang
dihasilkan dari pupuk hijau dapat digunakan. Bedeng yang
bermulsa dan tanaman penutup tanah di lapangan selama
musim hujan juga efektif untuk menghindari kerugian yang
disebabkan oleh aliran permukaan dan terbuangnya nutrisi.
4. Pengelolaan sumber daya yang lebih baik.
Tambahkan bahan organik ke tanah: Pergantian bahan
organik sangat cepat di daerah tropis, sehingga untuk
mempertahankan tingkat bahan organik yang cukup dalam
tanah merupakan tantangan yang sulit. Berbagai cara untuk
menyediakan bahan organik tanah, antara lain sebagai
berikut:
tanaman pupuk hijau, menambahkan pupuk
kandang, kompos atau pupuk organik, serta menggabungkan
14
sisa tanaman, dll. Semua ini adalah metode yang cukup baik
untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah.
Dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya isue tentang
dampak lingkungan dan keberlanjutan penggunaan tanah
telah mendorong kompos sebagai salah satu cara untuk
mendaur ulang limbah kembali ke tanah. Penelitian yang
banyak telah dikembangkan berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi pengomposan ramah lingkungan. Pengomposan
dapat ditingkatkan dengan menyesuaikan rasio C / N untuk
20-30:1, menjaga kelembaban tanah pada 50-60%, dan
mempertahankan aerasi yang baik untuk mendorong
pertumbuhan mikroorganisme. Pembuatan kompos yang
tepat akan meningkatkan efisiensi hara di dalam kompos,
dan juga menurunkan kehilangan N selama proses
pengomposan.
Lakukan pergiliran tanaman: Pergiliran tanaman yang tepat
akan menyediakan
bahan organik tanah secara
berkelanjutan, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK),
dan meningkatkan sifat biologis tanah sehingga mungkin
dapat menekan beberapa patogen tular tanah. Disarankan
bahwa tanaman pupuk hijau dimasukkan dalam sistem,
terutama jenis pupuk hijau yang dapat mengikat N. Sayuran
solanaceous tidak boleh dibudidayakan pada lahan yang
sama tanpa pergiliran tanaman. Tanah perlu diberakan untuk
memulihkan kesuburan tanah setelah budidaya tanaman
secara intensif. Pergiliran tanaman padi dengan sayuran
dataran tinggi harus dikelola dengan hati-hati, karena
penanaman padi dapat merusak struktur tanah dan tidak
mendukung keberhasilan budidaya sayuran.
Rekomendasi pemupukan untuk memproduksi tomat
ramah lingkungan.
Hitung nutrisi yang diserap oleh tanaman tomat berdasarkan
target keuntungan: Rekomendasi pupuk bergantung pada
kondisi daerah setempat. Tabel 1 daftar serapan tomat pada
15
saat tanaman tomat berbuah, berdasarkan target produksi.
Rekomendasi pemupukan optimum untuk masing-masing
daerah harus ditentukan bekerjasama dengan Balai
penelitian setempat, ahli pengelolaan kesuburan, dan petani
andalan, atau hasil penelitian
pemupukan, untuk
menentukan tingkat optimal.
Table 1. Serapan hara oleh tanaman tomato berdasarkan target
produksi
Target potensi hasil panen tomat untuk lokasi tertentu
harus diidentifikasi dari data tahun-tahun sebelumnya.
Jumlah pupuk yang akan diaplikasikan tergantung pada
kesuburan tanah, tingkat pemulihan pupuk, bahan organik
tanah, mineralisasi, dan pencucian N. Analisis tanah
dianjurkan untuk menentukan ketersediaan N, P, dan K.
16
Jumlah kebutuhan pupuk yang akan diterapkan kemudian
dapat dihitung berdasarkan target keuntungan dan nutrisi
sisa tersedia. Ketika panen buah tomat, nutrisi yang diambil
oleh buah dikeluarkan dari lapangan. Perkiraan pupuk yang
aman dan rasional harus berdasarkan kehilangan hara yang
diambil oleh buah tomat. Sebagai bahan perbandingan hasil
penelitian dari IPNI misalnya: Serapan NPK setara dengan
3.3-0.4-4.2 kg/t buah tomat dipanen. Jika kita
mengasumsikan potensi hasil tomat sekitar 40 t/ha, maka
jumlah hara yang hilang diambil oleh tomat untuk mencapai
target keuntungan dapat diperkirakan dengan mengalikan
hara individu dengan 40, yaitu, NPK = 132-16-168 kg/ha
(Tabel 2, setara dengan N -P2O5-K2O = 132-37-202 kg / ha,
Tabel 1).
Mengubah kebutuhan nutrisi dengan faktor perbaikan
pupuk: Jumlah upuk yang dibutuhkan harus dikonversi dari
nutrisi yang hilang oleh faktor pemulihan pupuk. Namun,
serapan pupuk yang efisiensi oleh tanaman sangat bervariasi
dan tergantung pada banyak faktor, termasuk jenis pupuk,
waktu, dan penempatan, irigasi, curah hujan, jenis tanah,
dan praktik pengelolaan yang lainnya. Di daerah tropis,
tingkat pemulihan pupuk umumnya rendah. Jika kita
mengasumsikan tingkat pemulihan pupuk NPK = 40% -10% 50%, total kebutuhan unsur hara bagi untuk mendapatkan
keuntungan sebesar 40 t / ha (berat segar) tercantum dalam
Tabel 2.
Taksiran pupuk yang dibutuhkan berdasarkan
hasil
analisis tanah. Sesuaikan kebutuhan pupuk sesungguhnya
berdasarkan hasil analis uji tanah: Kebutuhan pupuk yang
sebenarnya perlu disesuaikan karena beberapa nutrisi bisa
dipasok dari tanah. Jumlah NPK sudah ada dalam tanah
dapat diperkirakan dengan uji tanah. Penambahan pupuk
yang dibutuhkan untuk membuat perbedaan antara
kebutuhan pupuk NPK untuk target keuntungan dan NPK yang
tersedia dalam tanah. Misalnya, jika uji tanah menunjukkan
17
bahwa 100 kg masing-masing N, P, dan K yang tersedia, Anda
hanya perlu menggunakan 230N-60P-236K kg/ha, yang setara
dengan N: P2O5: K2O = 230-138 -283 kg / ha. Penggunaan
pupuk ini mencakup jumlah nutrisi dari pupuk baik organik
dan anorganik.
Table 2. Jumlah pupuk N, P, K yang dibutuhkan untuk target produksi tomat 40 t/ha o
Assumes nutrients available in the soil; the actual fertilizer amount applied should be adjusted
downward based on the soil testing results.
Hasil analisis
uji tanah tidak menunjukkan jumlah
kebutuhan pupuk secara langsung. Klasifikasi nilai uji tanah
sebagai "tinggi", "menengah", dan "rendah" tidak
menunjukkan berapa banyak pupuk perlu diaplikasikan untuk
mendapatkan peningkatan hasil yang diinginkan dan paling
ekonomis. Untuk membuat rekomendasi pemupukan yang
baik, hasil uji tanah harus dikalibrasi dengan respon
tanaman. Jika tanah subur dan unsur haranya "sangat tinggi"
maka kebutuhan pupuk sesungguhnya dapat disesuaikan ke
bawah untuk 30 ~ 40% dari jumlah yang dihitung, atau 60 ~
70% ketika tanah diklasifikasikan mempunyai kesuburan
tanah tinggi.
Pembagian jenis pupuk dan waktu yang berbeda: Tanaman
tomat harus dipupuk dengan pupuk organik / atau pupuk
kimia agar dapat berproduksi tinggi. Kompos atau pupuk
18
membantu meningkatkan kandungan bahan organik dalam
tanah, sehingga meningkatkan daya sangga tanah dan
kemampuan bertahannya hara dalam tanah. Jumlah pupuk
yang disebutkan di atas termasuk pupuk organik dan
anorganik. Tiga puluh persen dari jumlah pupuk yang
sebenarnya harus diaplikasikan dalam bentuk pupuk kompos
atau pupuk organik (8 ~ 10 t / ha), sedangkan sisanya dapat
digunakan pupuk anorganik (N: P2O5: K2O = 161-96-199 kg /
ha).
Nitrogen (N)
Tiga puluh persen dari pupuk anorganik dalam bentuk N
harus diberikan sebagai pupuk dasar dan diberikan pada
saat sebelum tanam. Empat persen N harus diaplikasikan
sebagai larutan Starter dan diberikan segera setelah tanam.
Sisanya N harus diaplikasikan sebagai pupuk samping tiga kali
dengan jumlah yang sama pada saat tanaman berumur 3, 6,
dan 9 minggu setelah tanam (ST).
Fosfor (P)
Tiga puluh persen dari pupuk P harus diberikan sebagai
pupuk dasar sebelum tanam. Lima belas persen dari P harus
diberikan sebagai larutan Starter segera setelah tanam dan
sisanya P dapat diberikan sebagai pupuk samping di kedua
sisi tanaman pada saat tanaman berumur 6 minggu setelah
tanam(6 ST).
Pupuk Kalium (K)
Dua puluh persen dari pupuk K harus diberikan sebagai pupuk
dasar dan 30 persen harus diberikan sebagai Starter solution.
Sisa K harus dibagi menjadi tiga bagian, diterapkan pada
waktu yang sama dengan pemupukan N secara samping
(Tabel 3).
Dosis pupuk dan waktu aplikasi pupuk perlu dimodifikasi
untuk memperhitungkan hasil yang lebih rendah, lamanya
19
pertumbuhan pertumbuhan tanaman, dan serapan hara yang
berbeda per unit hasil. Jika ketersediaan pupuk merupakan
kendala bagi petani, maka penggunaan pupuk dapat
dikurangi, namun rasio NPK harus dijaga seperti yang
disarankan di atas. Pembagian pupuk, waktu aplikasi,
dan aplikasi metode untuk produksi tomat
Table 3. Sumber pupuk, waktu aplikasi , cara aplikasi, untuk produksi tomat
a.
Starter Solution can be prepared with locally available soluble fertilizers with all NPK
at a rate of 180-240 mg N/50 ml/plant. At first time of application, test the
concentration to find out the optimum rate for your tomato plants.
b.
WAT = weeks after transplanting, timing for the side-dressing can be changed based
ongrowth of the plants. If fruit yield is high, additional side-dressing is recommended
after 1st harvest of fruit.
c.
Assumes the manure contains 1.27-0.82-1.55% of N-P2O5-K2O and with 55% dry matter
content.
Kebutuhan nutrisi tanaman penting lainnya: Tomat sensitif
terhadap kelebihan atau kekurangan unsur hara makro dan
mikro. Kekurangan unsur K mungkin terjadi di banyak lokasi
karena K tidak memadai atau tidak seimbang di banyak
20
negara. Buah tanaman yang kekurangan K
tampak
kekuningan dan bernoda, dan tipis berdaging. Kekurangan
kalsium (Ca) menyebabkan bunga busuk pada ujung buah
tomat, biasanya disebabkan oleh kekurangan air. Pada saat
pembentukan tangkai buah, sel-sel di ujung buah tidak dapat
menerima Ca yang cukup karena sedikitnya Ca yang dapat
diangkut ke bagian bunga, sehingga bintik-bintik cokelat
kering dan membusuk di bagian bawah buah membesar.
Kekurangan Ca kemungkinan besar terjadi pada tanah tropis
yang kurang Ca, tanah berpasir, atau tanah asam. Kebutuhan
Ca dapat ditambah melalui pupuk daun atau pengapuran.
Jika tanaman kekurangan magnesium (Mg) maka mulamula akan terlihat tulang daun tetap berwarna hijau tua,
sementara daerah antara vena menjadi kuning. Kekurangan
Mg kemungkinan akan terjadi pada tanah berpasir dengan
kapasitas tukar kation rendah, kadar Mg yang rendah, tanah
asam, dan tanah yang yang mempunyai kandungan K tinggi.
Aplikasikan pupuk yang mengandung Mg atau gunakan kapur
dolomit untuk tanah yang kekurangan Mg.
Sebagian besar sulfur (S) dalam tanah terikat dalam bahan
organik dan tidak dapat digunakan oleh tanaman sampai
diubah menjadi bentuk sulfat (SO4-2) oleh bakteri tanah.
Sulfur tidak bergerak dalam tanaman, ketika tanaman
kekurangan sulfur maka efek yang pertama terlihat adalah
bagian pucuk tanaman. Daun tanaman yang masih muda
akan berwarna hijau pucat. Sulfur dapat disebarkan, dalam
larikan pupuk yang mengandung sulfur atau tepung
Kekurangan zat besi (Fe), seng (Zn), mangan (Mn) dan boron
(B) yang mungkin dapat terjadi pada tanah berkapur. Tomat
harus dipasok dengan nutrisi ini ketika tanah kekurangan dari
nutrisi tertentu. Besi (Fe) diambil oleh tanaman sebagai Fe
+2 kation. Ketika defisiensi Fe terjadi, daun muda menjadi
klorosis. Bintik kuning pucat dimulai dari dasar daun dan
menyebar ke atas sepanjang pelepah dan luar sepanjang
vena. Defisiensi Fe sering terjadi pada tanah dengan pH
21
tinggi, bebas CaCO3, P tinggi, dan aerasi kurang baik. Untuk
kekurangan zat besi, semprotlah daun dengan larutan 0,05%
Fe EDTA sekali atau dua kali seminggu dianjurkan, berhatihati bahwa semprotan tidak menyebabkan daun terbakar.
Kekurangan (Mn) dapat menyebabkan daun muda
menunjukkan gejala klorosis diantara tulang daun dengan
tulang daun lebih hijau. Tanaman cepat pulih setelah
setelah penyemprotan daun dengan pupuk pelengkap cair
dari 0,3 ~ 0,5% mangan sulfat. Gejala kekurangan seng (Zn)
adalah daun muda kecil dengan bintik interveinal kuning.
Daerah interveinal nekrotik terjadi pada daun dan dapat
meluas pada daun yang lebih tua. Kekurangan seng dapat
dipulihkan dengan memberikan 40 ~ 80 kg/ha seng sulfat
atau pupuk pelengkap cair dari 0,2 ~ 0,3% seng sulfat setiap
minggu.
Kekurangan Boron (B) akan mempengaruhi pertumbuhan titik
tumbuh. Ujung tunas akan mengarah ke bagian dalam dan
mati. Tanaman yang mengalami kekurangan B akan memiliki
ukuran daun kecil, berkerut, daun cacat dengan area tidak
teratur dengan disertai adanya perubahan warna. Defisiensi
B dapat disebabkan oleh adanya pengapuran yang
berkelebihan. Defisiensi B dapat dipulihkan dengan
memberikan 10 kg/ha boraks per tahun atau pupuk
pelengkap cair dengan 0,1 ~ 0,2% boraks atau asam borat 3-5
kali per minggu. Aplikasi boron yang berlebihan dapat juga
menyebabkan gejala keracunan pada tanaman.
Untuk gangguan fisiologis seperti busuk ujung bunga, dapat
dikurangi dengan cara menyemprotkan pupuk pelengkap cair
pada daun atau buah dengan dosis 0,3 ~ 0,5% kalsium
klorida, tetapi tidak dapat menyembuhkan tanaman
sepenuhnya. Memperbaiki struktur tanah dan pengelolaan
tanaman dapat meningkatkan aktifitas perakaran tanaman
sehingga gangguan fisiologis pada tanaman dapat dikurangi.
Seleksi yang tepat dari varietas tanaman adalah cara lain
untuk meminimalkan terjadinya gangguan ini.
22
Anjuran penggunaan pupuk untuk memproduksi
sayuran ramah lingkungan.
•
•
•
•
•
•
•
Pilihlah varietas tomat yang dapat beradaptasi
dengan baik terhadap kondisi lingkungan setempat
dan gunakan unsur hara seefisien mungkin.
Aplikasikan
pupuk
yang berselaput (blanket)
terutama untuk aplikasi pupuk yang berlebih. Ikuti
cara aplikasi pupuk berimbang berdasarkan
perkiraan hilangnya hara dari buah yang dipanen.
Hara yang diambil dari tanah melalui hasil panen
harus dikembalikan dalam bentuk pupuk organik dan
anorganik
agar
produktivitas
lahan
dapat
dipertahankan.
Membagi pemupukan disamping tanaman menjadi
tiga atau empat kali pemberian, lebih baik
dibandingkan dengan hanya satu kali. Perlakuan ini
meningkatkan efisiensi penggunaan hara dan dapat
mengurangi kerugian.
Menjaga keseimbangan pemberian pupuk NPK,
terutama untuk tomat, yang membutuhkan unsur K
dan N lebih banyak.
Gunakan larutan Starter untuk produksi tomat yang
ramah lingkungan.
Gunakan pupuk sebaik mungkin, agar keuntungan
dapat dicapai secara maksimal sehingga dapat
menjaga keselamatan dan system produksi yang
berlanjutan.
Pustaka
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Guide to efficient plant
nutrient management. Land and Water Development Division. Rome,
Italy.
[FAO] Food and Agriculture Organization, [IFA] International Fertilizer
Industry Association. 2000. Fertilizers and their use. A pocket guide for
22Rome, Italy.
extension officers. Fourth edition.
23
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2002. Fertilizer use by crop. Fifth
edition. Rome, Italy.
[IFA] International Fertilizer Industry Association. 2008. Fertilizer use
manual
for
tomato.
(http://www.fertilizer.org/ifa/content/download/8975/133784/version
1/file/tomato.pdf)
[IPNI] International Plant Nutrition Institute. 2008. Nutrient removal in
selected
crops.
(http://www.ipni.net/nutrientremoval
and
http://www.farmresearch.com/nurd/SourceDetails.asp?SID=73&CropID=
1)
Ma CH, Palada MC. 2006. Fertility management of the soil-rhizosphere
system for efficient fertilizer use in vegetable production. Extension
Bulletin 586. Food and Fertilizer Technology Center (FFTC). Taipei,
Taiwan. 12 p.
Soh KG. 1997. Fertilizer use by crops. IFA Agro-economics Meeting, Beijing,
China. United Nations. 2005. The Millennium Development Goals Report
2005.
Wilcox GE. 1993. Tomato. p. 137-141. In: Bennett F. (ed.), Nutrient
Deficiencies and Toxicities in Crop Plants.
24
Hama serangga dan tungau
pada tomat: identifikasi dan
pengelolaan
R. Srinivasan, Su Fu-cheng,
Mei-ying Lin, and Hsu Yun-che
Entomology
AVRDC – The World Vegetable Center
Dalam budidaya tomat bebarapa jenis serangga hama dan
tungau dapat menyerang daun tomat, kuncup bunga, dan
buah.
Pada umumnya serangga hama yang dapat
menyerang buah tomat adalah ulat buah atau penggerek
buah (Helicoverpa armigera Hübner), ulat grayak
(Spodoptera litura Fabricius), ulat grayak bawang
(Spodoptera exigua Hübner), kutu kebul (Bemisia tabaci
Gennadius), leaf miner (Liriomyza spp.) and two-spotted
spider mite (Tetranychus urticae Koch). Hama kutu kebul
kebul dan penggerek buah adalah hama utama di sebagian
besar daerah tropis penghasil tomat di dunia. Kutu kebul
dapat menyebarkan penyakit virus daun keriting sedangkan
penggerek buah menyebabkan kerusakan parah pada buah
sehingga dapat mengurangi hasil panen tomat.
Penggerek buah tomat
Helicoverpa armigera Hübner
(Lepidoptera: Noctuidae)
Penggerek buah tomat merupakan serangga polifagus yang
mempunyai mobilitasnya tinggi, merupakan hama penting
yang dapat merusak banyak tanaman pertanian, sayuran dan
buah-buahan. Hama ini merupakan hama utama pada
tanaman pertanian terutama tanaman tembakau, jagung,
sorgum, bunga matahari, kedelai, sejenis rumput-rumputan
(Lucerne), dan merica (Torres-Villa et al. 1996). Telah
diketahui bahwa hama ini dapat merusak lebih dari 180 jenis
tanaman budidaya dan tanaman liar sekurang-kurangnya 45
famili (Venette et al. 2003a).
Biologi
Serangga dewasa merupakan ngengat bertubuh gemuk
dengan rentangan sayap kira-kira 35-40 mm (Gambar 1).
26
Serangga jantan yang dewasa biasanya berwarna kuning
pucat dengan kehijauan atau warna abu-abu sedangkan
serangga
betina dewasa berwarna coklat kemerahan.
Serangga jantan mempunyai sayap luar berwarna kuning
pucat dan kehijauan dengan cokelat terang bergaris
melintang, sedangkan sayap luar betina berwarna coklat
kemerahan dengan garis melintang coklat kehitaman yang
berbeda. Sayap bagian dalam berwarna putih dengan tepi
cokelat. Sebagian besar, ngengat betina muncul lebih awal
dan melepaskan feromon seks untuk menarik serangga
jantan setelah 2-5 hari keluar dari pupa. Serangga akan
kawin setelah 1-5 hari keluar dari pupa. Pada umumnya
ngengat betina hidupnya lebih lama dari pada ngengat
jantan. Di laboratorium, panjang umur ngengat jantan
bervariasi antara 1-23 hari ngengat sedangakn ngengat
betina berumur antara 5-28 hari (Pearson 1958). Bhatt dan
Patel (2001) mencatat umur ngengat jantan sekitar 51 hari
dan ngengat betina umurnya dapat mencapai 54 hari .
Serangga dewasa memakan nektar dan bertelur satu per satu
dan tersebar, biasanya telur diletakkan dekat daun, tunas
bunga, atau buah muda. Ngengat ini lebih suka bertelur pada
permukaan tanaman yang berbulu. Telur banyak diletakkan
pada saat sebelum atau selama inang memproduksi bunga
(King 1994). Seekor ngengat betina dapat meletakkan sekitar
730 sampai 1702 telur, jumlah telur
maksimal yang
diletakkan adalah 4394 telur selama masa bertelur antara 10
- 23 hari (King 1994; Fowler dan Lakin 2001; CAB 2003).
Telur berbentuk bulat, mempunyai diameter sekitar 0,5 mm,
berwarna putih saat diletakkan, tetapi kemudian berobah
menjadi coklat, dan kehitaman sebelum menetas. Lamanya
stadia telur sekitar 4-5 hari, tergantung pada suhu. Telur
akan menetas dalam waktu sekitar 3 hari pada suhu 25°C,
tetapi pada suhu yang lebih rendah dapat lebih lama lagi
hingga mencapai 11 hari (CAB 2003).
Larva yang baru menetas berwarna putih susu dengan coklat
27
gelap atau kepala berwarna hitam dengan duri yang
menonjol pada tubuhnya. Larva dewasa warnanya bervariasi,
mulai dari hijau pucat sampai coklat atau bahkan kehitaman
dengan garis-garis lateral pada tubuhnya (Gambar 2). Larva
dewasa dapat tumbuh sampai berukuran sekitar 40 mm.
Periode larva adalah sekitar 15-25 hari, tergantung pada
suhu, tanaman inang, dan beberapa faktor lainnya. Larva
mempunyai lima sampai tujuh instar, dan yang paling umum
adalah enam instar. Larva ditemukan pada bagian tanaman
atau buah satu per satu. Jika kepadatan larva tinggi, maka
akan terjadi kanibalisme. Tahap pre-pupa berlangsung
selama 1-4 hari, dan selama waktu ini aktivitas larva
menurun (King 1994).
Stadia pupa berlangsung dalam tanah, pada kedalaman 2,517,5 cm. Kadang-kadang pupa terdapat pada permukaan
tanaman atau didalam tanah (King 1994). Pupa berwarna
coklat gelap (Gambar 3). Periode pupa bervariasi antara 6-33
hari tergantung pada suhu; rata-rata sekitar 10 hari sampai
dua minggu. Suhu optimum untuk kelangsungan hidup pupa
adalah 27°C (Twine 1978). Sedikit atau tidak ada diapause
diamati di daerah tropis (King 1994). Namun, pupa dapat
memasuki fase istirahat (diapause) tergantung pada
penyinaran dan suhu. Fase diapause terjadi ketika larva
terkena lamanya siang yang panjang sekitar 11,5-12,5 jam,
dan suhu rendah (19-23°C), atau ketika larva mendapatkan
periode panas yang panjang dan cuaca kering (≥35°C) (King
1994, Zhou et al 2000;. Shimizu dan Fujisaki 2002; CAB
2003). Dalam sebuah penelitian laboratorium, suhu tinggi
(diatas 37°C) menyebabkan pupa mengalami dormansi
(Nibouche 1998).
Gejala kerusakan
Larva yang baru menetas memakan permukaan daun atau
tunas bunga. Namun, larva yang agak besar lebih memilih
28
untuk memakan isi bagian produksi seperti tunas bunga,
bunga, dan buah muda. Larva membuat lubang di bagian
buah tanaman dan makan buah dengan memasukkan
kepalanya kedalam buah (Gambar 4). Lubang-lubang dibuat
secara melingkar (Gambar 5) dan sering dikelilingi oleh
bekas kotoran. Kemudian, larva memakan sebagian isi bagian
dalam buah sehingga bagian luar akan berlubang. Kerusakan
yang berat akan menyebabkan buah membusuk dan jatuh
atau buah yang dirusak sebagian bisa menjadi cacat.
29
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
1: Serangga dewasa Helicoverpa armigera
2: Larva Helicoverpa armigera
3: Pupa Helicoverpa armigera
4: Buah tomat muda yang dirusak Helicoverpa
armigera
Gambar 5: Buah tomat yang sudah besar dirusak H. armigera
30
Pengelolaan
• Hindari penanaman tomat di sekitar tanaman inang
lainnya, karena H. armigera dewasa dapat dengan
mudah bermigrasi ke tanaman tomat yang baru.
Mungkin sulit untuk menghindari situasi ini di negaranegara yang tanahnya bergelombang atau berbukitbukit. Mendirikan penghalang fisik seperti jaring nilon
atau penanaman tanaman penghalang di sekitar lahan
tomat dapat mengurangi kerusakan dari H. armigera.
Tetapi, tidak dapat mencegah masuknya seluruh
serangga ini, karena serangga ini kuat untuk terbang.
Jika memungkinkan secara ekonomi, petani bisa
mendirikan jaring nilon di semua sisi serta dibagian
atas lahan tomat. Metode ini sesuai dengan sistem budi
daya sayuran dipinggiran kota.
• Rotasi tanaman. Jika petani menanam tomat setelah
tomat atau tanaman inang lain seperti buncis, jagung,
kapas, dll maka kerusakan akan lebih tinggi karena
serangga muncul dari tanaman tersebut sudah menjadi
pupa dalam tanah selama siklus tanaman sebelumnya.
Kerusakan tanaman akan lebih parah di lokasi di mana
H. armigera mengalami fase istirahat selama musim
dingin. Lakukan rotasi tanaman tomat dengan tanaman
bukan inang hama ini seperti tanaman sere, labu, atau
tanaman kubis.
• Penanaman kultivar tomat tahan H. armigera dapat
mengurangi kerusakan hama ini. Namun, kultivar tomat
komersial yang tahan belum tersedia. Skrining plasma
nutfah di AVRDC menyatakan bahwa ketahanan tingkat
tinggi terhadap H. armigera hanya ditemukan pada
jenis tomat liar, terutama L. hirsutum dan L. pennellii.
Upaya memasukkan gen tahan dari jenis tomat liar ke
tomat yang dibudidayakan mengakibatkan aksesi tomat
yang dihasilkan relatif tahan, namun semua aksesi
31
tahan buahnya kecil-kecil (Talekar et al. 2006).
• Perangkap sex feromon H. armigera dapat digunakan
untuk memonitor, dan memerangkap ngengat dewasa
secara massal, atau dapat mengganggu ngengat jantan
selama periode kawin.
• Monitoring: Perangkap feromon seks berumpan
feromon H. armigera dapat menarik ngengat jantan
dewasa. Perangkap ini dapat digunakan untuk
meramalkan pertambahan populasi di lapangan.
• Perangkap massal: Perangkap feromon seks berumpan
feromon H. Armigera dapat digunakan untuk menjebak
banyak jantan, sehingga mengurangi kemungkinan
ngengat betina untuk kawin dan menghasilkan telur di
lapangan. Namun, hal ini tidak banyak pengaruhnya
bagi serangga polifagus seperti H. armigera, dimana
populasinya selalu lebih tinggi karena ketersediaan
beberapa tanaman inang dalam sistem pertanian di
daerah tropis.
• Gangguan kawin: Konsentrasi tinggi dari percampuran
penuh atau satu komponen dari banyak komponen
feromon yang ditempatkan di lapangan untuk
menyebarkan bau feromon. Konsentrasi tinggi dari
feromon di udara akan menyelubungi jantan, sehingga
serangga jantan sulit untuk menemukan seekor betina
yang
siap
kawin.
Kegagalan
untuk
kawin
mengakibatkan ngengat betina sulit
menghasilkan
telur, atau telur yang dihasilkan tidak fertil, sehingga
mengurangi populasi serangga. Memasang feromon seks
dengan konsentrasi tinggi dalam formulasi slow release
pada 5 - 10-m grid dapat menurunkan ketertarikan
ngengat jantan terhadap ngengat betina perawan,
sehingga berpengaruh terhadap perkawinan H.
armigera (AVRDC 1988).
32
• Penanaman tahi kotok (Tagetes erecta L.) sebagai
tanaman perangkap di kedua sisi dan sejajar dengan 10
dan 15 baris tomat, dapat mengurangi serangan H.
armigera (Srinivasan et al. 1994). H. armigera dewasa
lebih menyukai tahi kotok pada saat tanaman ini
berbunga dari pada tomat untuk meletakkan telurnya.
Hal ini akan
mengurangi intensitas serangan H.
armigera pada tomat. Yang perlu diperhatikan
bagaimana menselaraskan
waktu penanam kedua
tanaman tersebut, sehingga berbunga pada waktu yang
tepat, dan dapat menarik ngengat betina H. armigera.
Sama halnya dengan tomat yang dapat menghasilkan
bunga selama periode pertumbuhan yang panjang,
tagetes juga harus memiliki bunga selama periode
tersebut.
• Telur parasitoid (misalnya, Trichogramma pretiosum
Riley) dan larva parasitoid (misalnya, Campoletis
chlorideae Uchida) dapat dilestarikan dan/atau
dilepaskan pada lahan tomat secara berkala untuk
megendalikan H. armigera. Jika parasitoid ini terdapat
di lahan, hindari penggunaan pestisida kimia
berspektrum luas, yang dapat mematikan musuh alami.
• Biopestisida tersedia secara komersial seperti Bacillus
thuringiensis
(Bt),
Helicoverpa
armigera
nucleopolyhedrovirus (HaNPV) dan nimba (Azadirachta
indica A. Juss.) dapat digunakan untuk mengendalikan
H. armigera. Namun, formulasi Bt harus digilir untuk
menghindari terjadinya resistensi. Misalnya, formulasi
B.t. subsp. kurstaki dapat pergilirkan dengan formulasi
B.t. subsp. aizawai.
• Pestisida kimia secara luas digunakan terhadap
serangga berbahaya ini di beberapa bagian dunia.
Pestisida kimia akan efektif bila diaplikasikan pada
larva muda, sebelum larva masuk ke dalam tunas
33
bunga atau buah. Penyemprotan pestisida harus
dijadwalkan segera setelah melihat telur atau selama
tahap larva awal. Hal itu sulit untuk memantau
tahapan tersebut, namun penyemprotan dapat
didasarkan pada hasil tangkapan dari perangkap
feromon seks. Lakukan pergiliran pestisida. Selain itu,
efektifitas pestisida kimia dan status registrasi
pestisida untuk tomat harus diperiksa sebelum
digunakan.
34
Ulat grayak
Spodoptera litura Fabricius
(Lepidoptera: Noctuidae)
Sama halnya dengan H. armigera, S. litura juga merupakan
serangga polifagus dan mempunyai mobilitas tinggi. Hama ini
dapat menyebabkan kerusakan secara ekonomi
pada
berbagai macam tanaman pertanian dan hortikultura. Larva
aktif dan makan pada malam hari. Pada siang hari, larva
bersembunyi di bawah tanah, di celah bongkahan tanah, dan
di dalam sisa-sisa tanaman di lahan.
Biologi
Ukuran dan warna S. litura dewasa sangat mirip dengan S.
ornithogalli (ditemukan di Amerika Utara dan Tengah) dan S.
littoralis (ditemukan di Mediterania, Timur Tengah, dan
Afrika) (Mochida 1973; IIE 1993; Venette et al . 2003b).
Namun, jenis S. litura lebih dominan pada tomat yang di
tanam di daerah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Tidak ada tumpang tindih distribusi geografis antara litura
dan ornithogalli atau littoralis di wilayah tersebut. S. litura
dewasa adalah ngengat bertubuh gemuk (Gambar 6) dengan
rentang sayap sekitar 40 mm. Serangga dewasa biasanya
berwarna coklat, sayap luar memiliki banyak garis-garis
menyilang dengan latar belakang warna merah jambu atau
coklat. Sayap dalam berwarna putih dengan bercak coklat di
sepanjang bagian tepi sayap. Segmen perut kedelapan
ngengat betina memiliki telur yang rapat. Telur diletakkan
secara berkelompok dengan jumlah 200-300, dan ditutupi
dengan rambut cokelat dari tubuh induknya (Gambar 7).
Lamanya masa telur berkisar antara 3-5 hari.
Larva yang baru menetas berwarna hijau transparan dengan
dada gelap dan hidupnya suka mengelompok (Gambar 8).
Larva yang masih muda tinggal dan makan secara
35
mengelompok. Namun, mereka akan menyebar ketika
bertambahnya umur dan makan secara individual. Larva
besar berwarna hijau pucat, coklat kehijauan, atau warna
hitam, tubuh gemuk seperti silinder dengan spirakel hitam
menonjol (Gambar 9). Tubuh memiliki pita abu-abu dan
kuning melintang dan memanjang. Larva yang besar dapat
tumbuh sampai berukuran sekitar 35-40 mm. Bila diganggu,
larva meringkuk membentuh huruf 'C' dengan kepala
disimpan di pusat. Lamanya stadia larva berlangsung antara
15-30 hari. Stadia larva mempunyai enam instar.
Pupa hidup di dalam tanah. Pupa mengkilat berwarna coklat
kemerahan. Lamanya masa pupa bervariasi antara satu
sampai tiga minggu.
Gejala kerusakan
Larva memakan bagian permukaan daun sehingga yang
tinggal hanya tulang-tulang daun. Larva besar makan daun
utuh dan hanya menyisakan tulang-tulang daun utama.
Larva jarang memakan tomat yang belum matang. Namun, S.
litura tidak melubangi buah seperti H. armigera. Kadangkadang, larva dapat memotong bibit atau tanaman yang
masih muda sejajar dengan permukaan tanah.
Pengelolaan
• Pengelolaan hama ini secara umum sama dengan H.
armigera.
• Tanaman jarak (Ricinus communis L.) dapat tumbuh
sebagai tanaman perangkap di sepanjang perbatasan
lahan untuk menarik ngengat betina dewasa
bertelur. Telur akan diletakkan secara berkelompok,
kelompok telur dan larva yang masih kecil dapat
diambil dengan tangan dan dihancurkan.
• Feromon seks S. litura tersedia secara komersial di
banyak negara dapat digunakan untuk memantau
36
serta merangkap serangga dewasa secara massal.
Virus Spodoptera litura nucleopolyhedrovirus
(SlNPV) juga dapat digunakan untuk menggantikan
pestisida kimia.
• Penggunaan pestisida kimia sangat efektif untuk
mengendalikan larva awal, terutama pada saat larva
tinggal dalam kelompok. Konsultasikan badan
penyuluhan lokal untuk rekomendasi setempat yang
sesuai.
37
Gambar 6: Serangga dewasa Spodoptera litura
Gambar 7: Kelompok telur Spodoptera litura
Gambar 8: Larva instar pertama Spodoptera litura
Gambar 9: Larva instar terakhir Spodoptera litura
38
Ulat Grayak
Spodoptera exigua Hubner
(Lepidoptera: Noctuidae)
Sama dengan S. litura, S. exigua merupakan serangga
polifagus, hidup secara nokturnal dan memakan tomat,
terong, cabai rawit, paprika, bawang, dll
Biologi
Ngengat S. exigua berukuran sedang dengan rentangan sayap
sekitar 30 mm. Sayap depan biasanya berwarna coklat, sayap
luar berbintik-bintik coklat. Sayap dalam berwarna abu-abu
dengan garis cokelat di sepanjang tepi. Periode ngengat
dewasa sekitar 10 hari, dan rata-rata satu betina meletakkan
sekitar 500-600 telur.
Telur diletakkan secara bekelompok, jumlahnya berkisar
antara 100-150 butir dan ditutupi dengan rambut cokelat
dari tubuh induknya, mirip dengan S. litura. Lamanya stadia
telur berkisar antara 3-5 hari.
Larva dewasa berwarna hijau kecoklatan dibagian punggung
dan kuning pucat di bagian perut dengan garis lateral yang
putih atau kuning (Gambar 10). Lamanya stadia larva adalah
sekitar dua sampai tiga minggu. Larva mempunyai lima
instar.
Proses pembentukan pupa terjadi di dalam tanah. Puparium
dibentuk dari pasir dan partikel tanah yang disatukan dengan
cairan yang keluar dari mulut dan mengeras ketika kering.
Pupa berwarna cokelat muda. Lamanya stadia pupa berkisar
antara 7-11 hari.
Gejala kerusakan
Larva menyebabkan gundulnya daun tanaman. Kadang-
39
kadang, larva dapat memotong bibit atau tanaman muda di
atas tanah. Kadang-kadang larva dapat memakan buah,
melubangi satu atau beberapa lubang dalam daging buah.
Pengelolaan
Sama dengan S. litura.
Gambar 10: Larva Spodoptera exigua
40
Kutu kebul
Bemisia tabaci Gennadius
(Hemiptera: Aleyrodidae)
Kutu kebul tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dan
di rumah kaca di daerah beriklim sedang. B.tabaci
merupakan hama yang sangat polifagus dan memakan
beberapa tanaman sayuran, termasuk tomat, terong dan
kacang, tanaman liar dan gulma. Cuaca panas dan kering
dapat mendukung perkembangan kutu kebul, sedangkan
hujan lebat secara drastis dapat mengurangi ledakan
populasi hama ini. Serangga ini aktif pada siang hari dan
hidup di permukaan daun bagian bawah pada malam hari.
Biologi
Serangga dewasa tubunya lunak dan lalat menyerupai
ngengat (Gambar 11). Sayap ditutupi dengan lilin bertepung
dan berwarna kuning terang. Sayap dibentangkan di atas
tubuhnya seperti tenda. Ukuran serangga jantan sedikit lebih
kecil dari serangga betina. Dewasa dapat hidup selama satu
sampai tiga minggu. Serangga
betina sebagian besar
meletakan telurnya di dekat pembuluh dibawah permukaan
daun tomat. Serangga ini lebih memilih permukaan daun
berbulu untuk meletakkan telur lebih banyak. Setiap betina
selama hidupnya dapat menghasilkan sebanyak 300 telur.
Telur berukuran kecil (sekitar 0,25 mm), berbentuk buah pir,
dan melekat pada permukaan daun secara vertikal melalui
pedisel. Telur yang baru diletakkan berwarna putih dan
kemudian berubah menjadi coklat (Gambar 12). Lamanya
stadia telur berkisar antara 3-5 hari selama musim panas dan
5-33 hari pada musim dingin (David 2001).
Setelah menetas, larva instar pertama (nimfa) bergerak pada
permukaan daun untuk menemukan lokasi makan yang
41
sesuai. Larva instar pertama umumnya mempunyai tungkai
dikenal sebagai "crawler."
Gambar 11: Serangga dewasa Bemisia tabaci
Gambar 12: Telur Bemisia tabaci
Setelah mengidentifikasi lokasi makan yang cocok, serangga
ini akan menusukkan bagian mulutnya dan mulai mengisap
cairan tanaman melalui jaringan floem. Nimfa instar
pertama memiliki antena, mempunyai mata dan tiga pasang
kaki yang berkembang dengan baik. Nimfa instar pertama
berbentuk
bulat telur, pipih dan berwarna
kuning
kehijauan. Nimfa instar berikutnya tidak bertungkai, dan
selama masa pertumbuhannya hanya melekat pada daun.
Tahap nimfa instar terakhir memiliki mata merah (Gambar
42
13), dan kadang-kadang dikenal sebagai puparium, meskipun
serangga dari ordo ini (Hemiptera) tidak memiliki stadium
pupa sempurna (metamorfosis tidak sempurna). Masa
stadium pupa berkisar antara 9-14 hari selama musim panas
dan 17-73 hari di musim dingin (David 2001). Dewasa muncul
dari puparia melalui celah berbentuk T dari kepompong
kosong yang dikenal sebagai exuvia.
Gejala kerusakan
Kerusakan langsung: Baik serangga dewasa dan nimfa dapat
mengisap cairan tanaman dan mengurangi vigor tanaman.
Pada infestasi berat, daun menguning dan layu. Ketika
populasi yang sangat tinggi (Gambar 14) serangga
mengeluarkan sejumlah besar embun madu yang merupakan
media yang baik tempat tumbuhnya jamur jelaga sehingga
dapat mengurangi efisiensi fotosintesis tanaman.
Kerusakan tidak langsung: B. tabaci merupakan vektor
untuk beberapa penyakit virus seperti tomat kuning virus
daun keriting (TYLCV). Tanaman terinfeksi oleh TYLCV
menunjukkan pertumbuhan terhambat dengan tunas tegak.
Helaian daun menggulung ke atas dan ke dalam, ukuran daun
mengecil, kaku, daun lebih tebal dari normal, bagian
teksturnya kasar (foto 15). Daun telah menguning sepanjang
tepi dan klorosis diantara tulang daun (kuning). Bunga-bunga
layu dan terkulai, dan hasil buah berkurang atau tidak
berbuah. Tanaman jika berbuah maka buahnya kecil dan
tidak dapat dipasarkan. Nimfa memperoleh virus ketika
mengisap cairan tanaman yang terinfeksi TYLCV, virus tetap
berada dalam tubuh serangga, sehingga dapat menularkan
virus selama hidupnya. Telah terbukti bahwa virus dapat
dipindahkan dari induk kutu kebul kepada keturunannya.
43
Gambar 13: Nimfa Bemisia tabaci bermata
merah
Gambar 14: Kelompok Bemisia tabaci
15
Gambar 15: Tanaman tomat terinfeksi leaf-curl virus (TLCV)
44
Kutu kebul harus makan pada tanaman terinfeksi sekurangkurangnya 15-30 menit untuk mendapatkan virus. Demikian
pula, agar virus bisa ditularkan ke tanaman maka serangga
ini paling kurang 15 menit harus makan pada tanaman tomat
yang sehat.
Pengelolaan
• Pilihlah varietas tomat yang tahan TLCV yang tersedia
secara komersial. Misalnya, varietas dari India Selatan
seperti 'Sankranthi,' 'Nandi,' dan 'Vybhav' dan telah
dilaporkan tahan (Muniyappa et al. 2002).
Konsultasikan badan penyuluh pertanian setempat
untuk mengetahui ketersediaan varietas tahan atau
agak tahan.
• Buanglah sisa tanaman tomat sehat dan sakit setelah
menyelesaikan panen terakhir dan bakarlah sisa
tanaman tersebut.
• Kutu kebul adalah serangga polifagus, tetapi memiliki
beberapa tanaman inang untuk makan dan
kelangsungan
hidupnya
mulai
dari
tanaman
dibudidayakan sampai gulma. Lahan untuk penanaman
tomat atau tempat memproduksi bibit harus bersih
dan terletak jauh dari tanaman inang atau gulma. Jika
bibit tomat disemaikan di area tersebut, tutuplah
tempat persemaian bibit atau kotak persemaian
dengan jaring serangga (50-64 mesh) yang terbuat dari
jaring nilon.
• Gunakan perangkap perekat kuning di daerah
persemaian bibit sebanyak 1-2 perangkap/50-100 m2
untuk menjebak kutu kebul. Demikian pula, gunakan
perangkap perangkap kuning (minimal 10 perangkap
per ha) di lahan pertanaman tomat.
• Gunakan
nimba
dan
45
imidakloprid
(jika
direkomendasikan
di
wilayah
Anda)
dapat
diaplikasikan atau disemprotkan ke tanah untuk
mengendalikan kutu kebul di persemaian bibit tomat.
• Tanamlah tanaman pembatas yang tinggi seperti
jagung, sorgum, jewawut untuk mengurangi infestasi
kutu kebul. Plastik yang memantulkan cahaya atau
mulsa jerami dapat mengurangi pendaratan kutu kebul
ke tanaman tomat.
• Semprotlah hanya dengan pestisida sistemik sesuai
dengan yang telah direkomendasikan oleh Penyuluh
Pertanian setempat untuk mengndalikan kutu kebul
pada tanaman tomat sehat atau sakit agar tidak
pindah dan menyebarankan penyakit ke tanaman
berikutnya. Jangan menggunakan senyawa atau
kelompok pestisida sama secara terus menerus untuk
menghindari timbulnya resistensi pada serangga.
46
Pengorok Daun Tomat
Liriomyza bryoniae Kaltenbach
(Diptera: Agromyzidae)
Hama L. bryoniae banyak dikenal di China, India, Japan,
Korea, Taiwan, dan Vietnam di Asia. Mesir dan Maroko di
Afrika. Jenis lain, L. sativae Blanchard, L. trifolii Burgess
dan L. huidobrensis Blanchard dapat juga menyebabkan
kerusakan pada tomat. L. huidobrensis menyerang tanaman
di daerah dataran tinggi, sedangkan L. sativae menyerang
tomat di daerah dataran rendah (Spencer 1989; Shepard et
al. 1998; Sivapragasam dan Syed 1999; Rauf et al. 2000;
Andersen et al. 2002; Andersen dan Tran 2006). Kisaran
inang dari L. huidobrensis and L. trifolii dapat mencapai
lebih dari 400 spesies tanaman dari 12 famili (Reitz and
Trumble 2002). L. bryoniae merupakan serangga polifag dan
tercatat dapat menyebabkan kerusakan tanaman, paling
kurang 16 famili tanaman (Spencer 1990), namun lebih
menyenangi tanaman Cucurbitae. Inang utama hama ini
adalah tomat, melon, semangka,timun, kubis, dan selada.
Biologi
L. bryoniae dewasa berukuran kecil, berwarna abu-abu.
Serangga jantan dewasa, sedikit lebih kecil dibandingkan
betina. Serangga jantan keluar dari pupa lebih awal
dibandingkan serangga betina (Parrella 1987). Serangga
betina lebih aktif dibandingkan dengan serangga jantan.
Mesonotum berwarna hitam mengkilap. Segmen ketiga pada
femur berwarna kuning, namun segmen berikutnya berwarna
cokelat. Abdomen berwarna kuning. Serangga betina
berumur 3-12 hari (Cheng 1994). Serangga jantan hidupnya
lebih pendek dibandingkan betina (Parrella 1987). Selama
hidupnya setiap serangga betina dapat bertelur sebanyak 184
butir (Lee et al. 1990). Telur berukuran kecil berbentuk
47
seperti ginjal dan berwarna agak keputihan dan tembus
pandang. Bentuk telur hampir menyerupai telur Thrips.
Telur diletakkan disebelah atas atau dibawah permukaan
daun. Telur bertambah besar setelah telur diletakkan pada
tanaman, hal ini mungkin disebabkan terjadinya imbibisi
cairan dari jaringan tanaman (Parrella 1987). Periode telur
3-7 hari. Larva berbentuk silinder menyerupai belatung,
dengan ujung anterior meruncing dan ujung posterior
tumpul. Larva mempunyai empat instar dan makan di dalam
jaringan daun. Bentuk Instar keempat adalah antara
puparium dan pupa, dimana keadaan ini jarang dilaporkan
(Parrella 1987). Lamanya stadia larva adalah sekitar satu
sampai dua minggu. Larva dewasa jatuh ke tanah dan
membentuk pupa pada serasah tanaman. Pupa juga
berbentuk oval, berwarna kuning sampai coklat. Masa pupa
berlansung sekitar 8-11 hari (Parrella 1987).
Gejala Kerusakan
Serangga betina dewasa biasanya menyerang daun tanaman
tomat dengan mengorok daun dan membentuk spiral panjang
dan berkelit serta merusak jaringan daun. Telur diletakkan
dengan cara menusukkan ovipositornya ke daun muda.
Setelah menusuk daun, betina kembali ke tempat pelukaan
dan makan di tempat tersebut. Oleh karena itu, tusukan
daun dapat juga dianggap sebagai lubang makan. Serangga
jantan tidak dapat membuat tusukan mereka sendiri, dan
makan dari tusukan yang dibuat oleh serangga betina. Daun
yang telah terinfeksi dapat mengurangi laju fotosintesis dan
dapat mematikan tanaman muda (Parrella 1987). Larva
makan pada mesofil daun dan menyebabkan bekas gerekan
yang tidak teratur pada daun (Gambar 16). Ukuran gerekan
dan laju pembentukan gerekan meningkat seiring dengan
bertambahnya
perkembangan larva (Parrella 1987).
Misalnya, luas daun digerek oleh larva instar terakhir adalah
48
sekitar 88% dari total kerusakan larva (Cheng 1994). Bila
serangan berat, beberapa gerekan terbentuk pada daun yang
sama, yang secara drastis akan mengurangi laju fotosintesis
sehingga akan mengurangi hasil. Kadang-kadang, kematian
seluruh tanaman dapat terjadi.
Pengelolaan
• Warna kuning adalah warna yang paling menarik
Liriomyza dewasa (Parrella 1987). Perangkap
perekat kuning dapat mengurangi kepadatan
pengorok daun. Perangkap juga dapat digunakan
untuk memantau populasi di lapangan.
 Pengorok daun mempunyai beberapa parasitoid.
Misalnya,
Gronotoma
micromorpha
Perkins
(parasitoid larva dan pupa), Chrysocharis Pentheus
Walker, Neochrysocharis formosa (Westwood) dan
Diglyphus isaea Walker (parasitoid larva) dan
Halticoptera circulus Walker dan Opius phaseoli
Fischer (parasitoid pupa) terdapat di Asia, termasuk
Jepang, Malaysia, Sri Lanka, dan Taiwan (Lee et al,
1990;. Sivapragasam dan Syed 1999; Niranjana et al
2005;. Abe 2006). Musuh alami dapat membantu
menjaga populasi pengorok daun. Penggunaan
insektisida berpektrum luas harus dihindari, karena
pestisida ini dapat membunuh parasitoid.
• Kehilangan hasil tanaman tomat akibat serangan L.
bryoniae tidak hanya tergantung pada tingkat
keparahan kerusakan saja, tetapi juga tergantung
pada stadia tanaman. Misalnya, pada serangan berat
(30 ekor pengorok/ helaian daun) pada daun
tanaman yang berdekatan dengan bunga pada saat
ukuran buah sedang, dapat mengurangi kehilangan
hasil sebesar 10% (Ledieu dan Helyer 1985).
Pengendalian hama pengorok daun L. bryoniae
49
dengan pestisida pada awal fase vegetatif mungkin
tidak diperlukan.

Perkembangan resistensi pestisida terhadap hama
pengorok daun dapat terjadi dengan cepat.
Terjadinya resitensi hama pengorok daun L. trifolii
telah dilaporkan (Parrella 1987), L. huidobrensis
(Milla dan Reitz 2005), dan L. sativae (Hofsvang et
al. 2005). Lakukan pergirilan tanaman.
Gambar 16: Tomat terserang pengorok daun
50
Hama Tungau
Tetranychus urticae Koch, T.
cinnabarinus Boisduval, T. evansi Baker
& Pritchard
(Acarina: Tetranychidae)
Tungau merupakan hama penting pada tanaman sayuran di
Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, Eropa dan negara-negara
Mediterania. Kelembaban relatif rendah sangat sesuai untuk
perbanyakan tungau sedangkan curah hujan merupakan
faktor abiotik yang dapat mengurangi populasi tungau.
Biologi
T. urticae umumnya dikenal sebagai tungau merah atau
tungau berbintik dua. Tungau berukuran kecil, warnanya
bervariasi, dari hijau menjadi kuning kehijauan, coklat atau
oranye merah dengan dua bintik hitam pada tubuh. Telur
berbentuk bulat, putih atau krem dan lamanya stadia telur
berkisar antara 2-4 hari. Setelah menetas tungau ini akan
melewati tahap larva dan dua tingkatan nimfa (protonymph
dan deutonymph) sebelum menjadi dewasa. Siklus hidup
berlangsung selama satu sampai dua minggu. Ada beberapa
generasi tumpang tindih dalam setahun. Tungau dewasa
akan hidup selama tiga atau empat minggu. T. cinnabarinus
umumnya dikenal sebagai tungau merah. Tungau ini mirip
dengan tungau berbintik dua, tapi warnanya merah. T.
evansi juga dikenal sebagai hama tungau merah, dan mirip
dengan tungau berbintik dua. Jenis tungau ini dominan di
beberapa negara di Afrika pada tomat dan sayuran
solanaceae lainnya dan di Asia telah dilaporkan terdapat di
Taiwan.
51
Gejala Kerusakan
Tungau biasanya mengisap cairan sel dari daun dengan
menggunakan stylet, yang merupakan alat penusuk dan
penghisap yang terdapat dibagian mulut. Akibatnya
kandungan klorofil pada daun berkurang, akhirnya
membentuk beberapa bercak putih atau kuning pada daun
(Gambar 17). Pada serangan berat, daun akan mengering dan
layu. Tungau juga memproduksi benang-benang transparan
pada permukaan daun (Gambar 18), bila serangan berat,
seluruh tanaman dibungkus dalam jaringan benang-benang
transparan (Gambar 19). Berdasarkan kepadatan populasi
yang tinggi, tungau akan pindah ke ujung daun atau atas
tanaman dan berkumpul untuk membentuk suatu massa
seperti bola (Gambar 20), yang akan membawanya ke daun
baru atau tanaman lain oleh angin.
Gambar 17: Bercak putih dan kuning yang disebabkan
oleh Tungau
Gambar 18: Benang-benang tranparan pada daun tomat
52
Pengelolaan
 Beberapa predator tungau terdapat di sebagian besar
negara. Misalnya, Stethorus spp., Oligota spp.,
Anthrocnodax occidentalis, Feltiella minuta, diketahui
terdapat di Taiwan (Ho 2000). Hindari penggunaan
pestisida yang mempunyai spektrum luas, karena dapat
membunuh predator, sehingga akan menyebabkan
ledakan populasi tungau
 Tungau predator seperti Phytoseiulus persimilis dan
beberapa jenis predator seperti Amblyseius, terutama A.
womersleyi dan A. fallacies, dapat digunakan untuk
mengendalikan tungau. Predator lebih efektif di tempat
yang kelindungan dan kondisi kelembaban tinggi.
 Green lacewing (Mallada basalis dan Chrysoperla
Carnea) merupakan predator umum yang efektif
terhadap tungau. Satu ekor larva instar ketiga C. Carnea
dapat mengkonsumsi 25-30 dewasa tungau per hari,
namun membutuhkan makanan tambahan untuk
kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang (Hazarika
et al, 2001.).
 Semprot dengan akarisida sesuai dengan rekomendasi
setempat. Biasanya, kelompok mectin (misalnya,
avermektin dan milbemectin) adalah akarisida yang
efektif. Namun, penggunaan terus menerus dapat
menyebabkan resistensi pada tungau. Lakukan pergiliran
tanaman.
53
Gambar 19: Benang-benang halus pada tomat
Gambar 20: Kumpulan tungau laba-laba pada ujung daun
54
Pendekatan Pengelolaan hama
serangga dan tungau hama tomat
terpadu
untuk
Kultur Teknis
 Hindari menanam tomat secara monokultur lakukan
rotasi tanaman. Jika menanam tomat setelah tomat,
atau tanaman inang lainnya seperti kacang, jagung,
kapas, dll, kerusakan akan lebih tinggi karena H.
armigera muncul dari pupa yang ada di dalam tanah
selama siklus tanaman sebelumnya. Kerusakan akan
lebih parah juga di lokasi di mana H. armigera
mengalami masa dorman selama musim dingin.
Lakukan rotasi tanaman tomat dengan tanaman
bukan inang, seperti tanaman padi, jagung,
cucurbits, atau sayuran kubis.
 Hindari tomat yang tumbuh di sekitar tanaman inang
lain, karena H. armigera dewasa dapat dengan
mudah bermigrasi ke tanaman tomat baru.
 Kendalikan gulma pada persemaian serta lahan
utama untuk mengurangi ketersediaan tanaman
inang alternatif untuk kutu putih. Lahan yang dipilih
untuk penanaman tomat atau bibit persemaian harus
bersih dan terletak jauh dari gulma yang merupakan
tanaman inang untuk kutu putih atau virus daun
keriting.
 Tanam tanaman perangkap tahi kotok (Tagetes
erecta L.) pada kedua sisi dan sejajar dengan 10 dan
15 baris tomat, dan arahkan penyemprotan pestisida
pada tanaman perangkap untuk mengelola H.
armigera (gambar 21).
 Tanam tanaman perangkap jarak pagar (Ricinus
communis L.) di sepanjang perbatasan lahan untuk
menarik ngengat betina dewasa S. litura untuk
bertelur. Telur akan diletakkan secara kelompok dan
kelompok telur dan larva muda dapat diambil.
55


Arahkan penyemprotan pestisida pada tanaman
perangkap (gambar 22).
Gunakan tanaman pinggiran yang tinggi seperti
jagung atau sorgum untuk mengurangi serangan
kutu kebul.
Buanglah tanaman yang sehat atau sakit setelah
tanaman dipanen semuanya dan kumpulkan sisa
tanaman kemudian dibakar.
Gambar 21:Tanaman perangkap Tagetes untuk mengendalikan H.armigera
56
Tanaman Inang Tahan

Pilihlah kultivar tanaman tomat yang tahan atau
toleran terhadap hama serangga utama dan
konsultasikan dengan penyuluh pertanian.
Pengendalian Kimia

Tidak melakukan persemaian tomat berdekatan
dengan lokasi penanaman tomat. Jika terpaksa, tutup
persemaian dengan 50-64-mesh jarring nilon, dan
penyemprotan menggunakan neem dapat dilakukan
pada permukaan jaring
 Gunakan jaring nilon sekitar plot untuk mengurangi
serangan H. armigera pada tomat. Walaupun hal ini
tidak bisa mencegah masuknya seluruh serangga,
karena beberapa diantara serangga tersebut memiliki
mobilitas yang tinggi. Jika layak secara ekonomi,
petani bisa menggunakan jaring nilon di semua sisi di
atas lahan tomat (Gambar 24).
Pengendalian sesuai dengan tingkah laku serangga
 Gunakan perangkap kuning untuk menarik
memantau kutuputih dan penggerek daun
dan
• Gunakan plastik yang memantulkan cahaya untuk
mengurangi tingkat serangan kutu putih pada tomat
Pengendalian Biologi
•
•
Gunakan
nimba
dan
imidakloprid,
jika
direkomendasikan di wilayah tersebut, dengan cara
menyemprotkannya ke tanah atau daun tanaman
untuk mengendalikan kutu putih di tempat
persemaian bibit tomat.
Gunakan biopestisida yang tidak mengganggu
57
aktifitas predator dan parasitoid pengorok daun dan
tungau dalam sistem budidaya tomat.
Gambar 22: Tanaman perangkap jarak pagar untuk mengendalikan S. litura
Gambar 23: Persemaian tomat menggunakan jaring nilon
Gambar 24: Budidaya tomat menggunakan netting house
 Gunakan biopestisida yang tersedia secara komersial,
berbahan
aktif
Bacillus
thuringiensis
(Bt),
Helicoverpa armigera nucleopolyhedrovirus (HaNPV),
58
Spodoptera litura nucleopolyhedrovirus (SlNPV),
Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV),
dan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) untuk
mengendalikan H. armigera, S. litura, dan S. exigua.
Lakukan pergiliran tanaman dan pergiliran formulasi
B.t. untuk menghindari perkembangan terjadinya
resistensi hama. Misalnya, B.t. subsp. kurstaki
formulasi bisa digilirkan dengan B.t. subsp. Aizawai.
 Lakukan konservasi dan / atau lepaskan parasitoid
telur (misalnya, Trichogramma pretiosum Riley) dan
parasitoid larva (misalnya, Campoletis chlorideae
Uchida) pada lahan tomat secara berkala untuk
memantau perkembangan H. armigera.

Pasanglah feromon seks untuk H. armigera, S. litura,
dan S. exigua dalam perangkap (Gambar 26)
sebanyak 10-15 perangkap per hektar. Tempatkan
perangkap 45-60 cm di atas permukaan kanopi agar
menarik serangga secara efektif. Gantilah feromon
sek sekali setiap dua atau tiga minggu, tergantung
pada kondisi cuaca yang berlaku. Kegiatan ini sangat
efektif bila dipraktekkan di seluruh komunitas.
Pengendaliaan menggunakan senyawa kimia
• Jangan menggunakan pestisida spektrum luas awal
musim untuk mengendalikan hama pengisap. Hal ini
akan dapat mengganggu kompleks musuh alami dalam
ekosistem dan menyebabkan peledakan populasi
hama. Jika perlu, gunakan pestisida sistemik sesuai
dengan rekomendasi penyuluh pertanian setempat.
Jangan menggunakan kelompok pestisida yang
mempunyai senyawa yang sama secara terus menerus
untuk mengurangi perkembangan resistensi serangga
terhadap pestisida.
59
Gambar 25: Perangkap kuning dan hasil tangkapan
Gambar 26: Feromon seks untuk mengendalikan hama H.armigera
60
Pustaka
Abe Y. 2006. Exploitation of the serpentine leafminer
Liriomyza trifolii and tomato leafminer, L. bryoniae
(Diptera: Agromyzidae) by the parasitoid Gronotoma
micromorpha (Hymenoptera: Eucoilidae). European
Journal of Entomology, 103: 55–59.
Andersen A, Nordhus E, Thang VT, An TTT, Hung HQ,
Hofsvang T. 2002. Polyphagous Liriomyza species
(Diptera: Agromyzidae) in vegetables in Vietnam. Tropical
Agriculture (Trinidad), 79: 241-246.
Andersen A, Tran ATT. 2006. Polyphagous Agromyzidae as
pest species in vegetables in Vietnam. In: Abstracts of the
6th International Congress of Dipterology, 23-28
September 2006, Fukuoka, Japan. p. 11-12.
[AVRDC] AVRDC – The World Vegetable Center. 1988. 1986
progress report. Asian Vegetable Research and
Development Center, Shanhua, Taiwan.
Bhatt N, Patel R. 2001. Biology of chickpea pod borer,
Helicoverpa armigera. Indian Journal of Entomology 63:
255-259.
[CABI] Commonwealth Agricultural Bureau International.
2003. Crop protection compendium: global module.
Commonwealth
Agricultural
Bureau
International,
Wallingford, UK.
Cheng CH. 1994. Bionomics of the leafminer, Liriomyza
bryoniae Kalt. (Diptera: Agromyzidae) on muskmelon.
Chinese Journal of Entomology, 14: 65-81.
David BV. 2001. Elements of Economic Entomology (Revised
and Enlarged Edition), Popular Book Depot, Chennai,
India. p. 590.
Fowler G, Lakin K. 2001. Risk Assessment: The Old Bollworm,
Helicoverpa
armigera
(Hubner),
(Lepidoptera:
61
Noctuidae), p. 1-19. USDA-APHIS, Center for Plant Health
Science and Technology (Internal Report), Raleigh, NC.
Hazarika LK, Puzari KC, Wahab S. 2001. Biological control of
tea pests. In: Upadhyay RK, Mukerji KG, Chamola BP
(eds.), Biocontrol potential and its exploitation in
sustainable agriculture: Insect pests, Springer, USA. p.
159 – 180.
Ho CC. 2000. Spider-mite problems and control in Taiwan.
Experimental and Applied Acarology, 24: 453-462.
Hofsvang T, Snoan B, Andersen A, Heggen H, Le Ngoc Anh.
2005. Liriomyza sativae (Diptera: Agromyzidae), an
invasive species in South-East Asia: Studies on its biology
in northern Vietnam. International Journal of Pest
Management, 51(1): 71-80.
[IIE] Commonwealth Institute of Entomology. 1993.
Spodoptera litura (Fabricius). Distribution Maps of Pests,
Series A, Map No.61. Commonwealth Institute of
Entomology/Commonwealth
Agricultural
Bureau,
Wallingford, UK.
King ABS. 1994. Heliothis/Helicoverpa (Lepidoptera:
Noctuidae), p. 39-106. In Matthews GM, Tunstall JP
(eds.), Insect Pests of Cotton. CAB International.
Ledieu MS, Helyer NL. 1985. Observations on the economic
importance of tomato leaf miner (Liriomyza bryoniae)
(Agromyzidae). Agriculture, Ecosystems and Environment,
13(2): 103-109.
Lee HS, Lu FM, Wen HC. 1990. Effects of temperature on the
development
of
leafminer,
Liriomyza
bryoniae
(Kaltenbach) (Diptera: Agromyzidae) in Taiwan. Chinese
Journal of Entomology, 10: 143-150.
Milla K, Reitz S. 2005. Spatial/temporal model for
survivability of pea leafminer (Liriomyza huidobrensis) in
62
warm climates: a case study in South Florida, USA.
European journal of scientific research, 7(5): 65-73.
Mochida O. 1973. Two important insect pests, Spodoptera
litura (F.) and S. littoralis (Boisd.) (Lepidoptera:
Noctuidae),
on
various
crops
–Morphological
discrimination of the adult, pupal, and larval stages.
Applied Entomology and Zoology 8: 205-214.
Muniyappa V, Padmaja AS, Venkatesh HM, Sharma A,
Chandrashekar S, Kulkarni RS, Hanson PM, Chen JT, Green
SK, Colvin J. 2002. Tomato leaf curl virus resistant
tomato lines TLB111, TLB130 and TLB182. HortScience,
37: 603–606.
Nibouche S. 1998. High temperature induced diapause in the
cotton bollworm Helicoverpa armigera. Entomologia
Experimentalis et Applicata 87: 271-274.
Niranjana RF, Wijeyagunesekara, HNP, Raveendranath S.
2005. Parasitoids of Liriomyza sativae in farmer fields in
the Batticaloa district. Tropical Agricultural Research, 17:
214-220.
Parrella MP. 1987. Biology of Liriomyza. Annual Review of
Entomology, 32: 201-224.
Pearson EO. 1958. Insect pests of cotton in tropical Africa.
Commonwealth Institute of Entomology, London, 355 p.
Rauf A, Shepard BM, Johnson MW. 2000. Leafminers in
vegetables, ornamental plants and weeds in Indonesia:
surveys of host crops, species composition and
parasitoids. International Journal of Pest Management,
46: 257-266.
Reitz SR, Trumble JT. 2002. Interspecific and intraspecific
differences in two Liriomyza leafminer species in
California. Entomologia Experimentalis et Applicata, 102:
101–113.
63
Shepard BM, Samsudin, Braun A. 1998. Seasonal incidence of
Liriomyza huidobrensis (Diptera: Agromyzidae) and its
parasitoids on vegetables in Indonesia. International
Journal of Pest Management, 44: 43-47.
Shimizu K, Fujisaki K. 2002. Sexual differences in diapause
induction of the cotton bollworm, Helicoverpa armigera
(Hb.) (Lepidoptera: Noctuidae). Applied Entomology and
Zoology, 37: 527-533.
Sivapragasam A, Syed AR. 1999. The problem and
management of agromyzid leafminers on vegetables in
Malaysia. In Proceedings of a Workshop on Leafminers of
Vegetables in Southeast Asia, Lim GS, Soetikno SS, Loke
WH (eds.), Serdang, Malaysia, CAB International,
Southeast Asia Regional Centre, p. 36-41.
Spencer KA. 1989. Leaf miners. In Plant Protection and
Quarantine, Vol. 2, Selected Pests and Pathogens of
Quarantine Significance, Kahn RP (ed.). CRC Press, Boca
Raton, p. 77-98.
Spencer KA. 1990. Host Specialization in the World
Agromyzidae (Diptera). Series Entomologica 45. Kluwer
Academic Publishers, Dordrecht.
Srinivasan K, Krishna Moorthy PN, Raviprasad TN. 1994.
African marigold as a trap crop for the management of
the fruit borer, Helicoverpa armigera on tomato.
International Journal of Pest Management, 40: 56-63.
Talekar NS, Opena RT, Hanson P. 2006. Helicoverpa
armigera management: a review of AVRDC’s research on
host plant resistance in tomato. Crop Protection, 25(5):
461-467.
Torres-Villa LM, Rodrigues M, Lacasa A. 1996. An unusual
behaviour in Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera:
Noctuidae): pupation inside tomato fruits. Journal of
Insect Behaviour, 9: 981-984
64
Twine P. 1978. Effect of temperature on the development of
larvae and pupae of the corn earworm, Heliothis
armigera (Hübner) (Lepidoptera: Noctuidiae). Queensland
Journal of Agricultural and Animal Sciences, 35: 23-28.
Venette RC, Davis EE, Zaspel J, Heisler H, Larson M. 2003a.
Mini Risk Assessment: Old World bollworm, Helicoverpa
armigera Hübner [Lepidoptera: Noctuidae]. University of
Minnesota,
St.
Paul,
MN
55108,
USA.
http://www.aphis.usda.gov/plant_health/plant_pest_inf
o/pest_detection/downloads/pra/harmigerapra.pdf.
Venette RC, Davis EE, Zaspel J, Heisler H, Larson M. 2003b.
Mini Risk Assessment: Rice cutworm, Spodoptera litura
Fabricius [Lepidoptera: Noctuidae]. University of
Minnesota,
St.
Paul,
MN
55108.
http://www.aphis.usda.gov/plant_health/plant_pest_inf
o/pest_detection/downloads/pra/sliturapra.pdf.
Zhou X, Coll M, Applebaum S. 2000. Effect of temperature
and photoperiod on juvenile hormone biosynthesis and
sexual maturation in the cotton bollworm, Helicoverpa
armigera: implications for life history traits. Insect
Biochemistry and Molecular Biology, 30: 863-868.
65
Pengelolaan penyakit bakteri
pada tanaman tomat
Chih-Hung Lin and Jaw-Fen Wang
Bacteriology
AVRDC – The World Vegetable Center
Penyakit bercak bakteri pada tomat
Bercak bakteri dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri
Xanthomonas. Salah satu penyakit bakteri yang umum
ditemukan adalah X. euvesicatoria (Jones et al. 2004),
sebelumnya dikenal dengan nama X. axonopodis pv.
vesicatoria or X. campestris pv. Vesicatoria. Bakteri
Xantomonas bersifat aerob, gram negatif dan diujungnya
mempunyai satu flagella. Pada media agar bakteri ini
berbentuk bulat, berlendir, dan setelah 2 hari masa inkubasi
pada temperatur 30°C akan terlihat berwarna kuning
mengkilat (Plate 27). Penyakit bakteri telah dilaporkan
mempunyai beberapa ras, ada ras yang dapat menyebabkan
penyakit pada cabai dan tomat dan ada ras yang hanya
menyerang tomat atau cabai saja.
Gejala
Penyakit ini dapat menyerang seluruh bagian tanaman
seperti batang, dan buah dan lain-lain. (Plate 28). Bercak
berukuran kecil (< diameter 3 mm), berwarna coklat,
berbentuk bulat dengan bagian tepinya basah. Gejala becak
pada daun tomat susah dibedakan dengan bercak kering,
bercak daun abu-abu dan target spot. Tidak seperti bercak
kering yang disebabkan oleh Alternaria solani, gejala bercak
bakteri pada tomat bagian penggiran bulatannya relatif licin.
Gejala bercak umumnya warnanya gelap, sebarannya kurang
seragam dibandingkan dengan bercak abu-abu.
Dalam
kondisi optimum gejala bercak tersebut akan menyatu dalam
bentuk goresan gelap. Penyakit bercak pada tomat tidak
menyebabkan gugurnya daun. Bercak pada buah tomat
dimulai dari gejala melepuh atau seperti tersirap air panas,
kemudian berwarna coklat seperti kudis dan dibagian
tengahnya agak cekung.
67
Epidemiologi dan Siklus penyakit
Patogen dapat hidup pada tanaman inang dan sisa tanaman
inang.
Biji tanaman yang terinfeksi merupakan media
perantara bagi kehidupan dan penyebaran bakteri.
Gambar 27: Koloni X. euvesicatoria culture on 523 (left) and NA
(right) medium after incubation at 30°C for 2 days
Gambar 28: Kerusakan pada benih tomat (a), batang (b), daun (c),
buah(d)
68
Patogen dapat disebarkan melalui angin, potongan tanaman
sakit dan benih tanaman sakit.
Penyakit ini dapat
berkembang dengan baik pada suhu 24-30° C , sering hujan
dan berkabut.
Cara Pengendalian
•
Pergiliran tanaman untuk mencegah terbawanya inokulum
dari tanaman inang atau bekas potongan tanaman
•
Gunakan biji atau potongan tanaman yang akan digunakan
bebas dari penyakit
•
Perlakuan benih dengan meredamnya kedalam Chlorox (1%
sodium hypochlorite) selama 5 menit.
•
Semprot dengan bahan yang mengandung tembaga atau
tembaga ditambah Maneb.
•
Kultivar tanaman tomat yang tahan terhadap penyakit ini
cukup tersedia, tetapi kultivar tersebut tidak tahan
terhadap semua strain penyakit bercak bakteri.
69
Penyakit layu bakteri pada tanaman
tomat.
Penyakit
Ralstonia
solanacearum
(=
Burkholderia
solanacearum = Pseudomonas solanacearum) merupakan
penyakit bakteri gram negatif, berbentuk batang, bergerak
dengan satu atau lebih flagella dan bersifat aerobik. Bentuk
kaloni dari R. Solanacearum pada media TTC (Tetrazolium
Chloride medium (TTC) warnanya merah jambu sampai
kemerahan tidak beraturan, fluidalnya besar dengan warna
merah jambu dan merah di bagian tengah dan kebanyakan
dari kaloni ini adalah virulen (Plate 29b). Patogen ini
mempunyai jenis yang komplek dengan variasi dan inang
yang
sangat
luas
(digunakan
untuk
menentukan
kelompoknya), pemanfaatan karbohidrat (digunakan untuk
pengelompokan biovarnya) pergerekannya dan pengelompokannya secara genetis dan lain-lain.
70
Gambar 29: Gambar tanaman yang terinfeksi: (a) layu tapi daun tidak menguning;
(b) kaloni R. solanacearum pada media TTC setelah diinkubasi
selama 48 jam pada temperatur 30°C (c) jaringan vascular berwarna
kecoklatan; (d) masa bakteri berwarna keputihan bila dilihat setelah
batang tanaman dipotong dan ditekan (e) akar tambahan dan daun
terkulai kebawah (epinasty); (f) aliran bakteri dari tanaman terinfesi
dan tidak terdapat pada tanaman tidak terinfeksi
71
Gejala pada tanaman
Gejala penyakit ; Awalnya beberapa daun muda layu dan
kemudian seluruh daun tanaman menjadi layu. Pada saat itu
daun masih tetap hijau walaupun tanaman sudah layu
(Gambar 29a). Akar tambahan dan daun terkulai kebawah
pada tanaman tomat terlihat nyata, jika penyakit ini
berkembang lambat terutama pada kondisi lingkungan yang
kurang sesuai atau pada varietas tomat yang tahan (Gambar
29e). Jaringan vaskular pada batang tanaman yang terinfeksi
terlihat berwarna coklat dan kemudian gelap seiring dengan
perkembangan penyakit (Gambar 29c). Gejala layu pada
tanaman tomat dapat juga disebabkan oleh jamur patogen,
nematoda bengkak akar dan penguapan tanah yang
berlebihan. Untuk membedakan penyakit layu bakteri
dengan penyakit layu lainnya dapat dilakukan dengan cara
memotong bgian batang tanaman yang layu kemudian
dibersihkan dan dimasukkan kedalam air. Apabila timbul
lendir yang jatuh menjulur di air maka tanaman tersebut
terserang penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Setelah 3-5
menit kemudian dari potongan batang tanaman (xylem) akan
keluar aliran berbentuk seperti putih susu, maka tanaman
tersebut terserang layu bakteri. (Gambar 29d dan f).
Siklus penyakit dan epidemiologi
R. solanacearum mempunyai inang yang luas (> 200 jenis
tanaman dan gulma). Patogen ini dapat berkalonisasi dengan
berbagai jenis gulma tanpa memperlihatkan gejala. Hal ini
akan meningkatkan lamanya penyakit ini bertahan di dalam
tanah. R. solanacearum dapat bertahan hidup di dalam
tanah dalam jangka panjang tergantung lingkungannya.
Lingkungan tanah yang miskin dan kering, temperatur yang
rendah sampai sedang dan pH yang rendah sampai sedang
merupakan kondisi yang ideal untuk kehidupan bakteri ini.
Bakteri ini masuk kedalam inang melalui luka alami pada
72
akar, luka yang terjadi pada saat pemindahan benih
tanaman, atau luka yang disebabkan oleh serangga,
nematoda dan sebagainya. Terjadinya Infeksi dan
perkembangan penyakit lebih sesuai jika kelembaban tanah
tinggi dan temperatur tinggi (30-35°C). Bakteri ini akan
kembali ke dalam tanah melalui bagian tanaman yang sakit
kemudian disebarkan melalui air, tanah atau pindah dari
tanaman yang terinfeksi.
Pencegahan dan pengendalian
•
Gunakan persemaian bebas dari patogen. Hal ini
dapat dilakukan dengan melakan fungigasi pada
persemaian dan persemaian disiram dengan air
panas.
• Lakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan
inang bakteri misalnya dengan tanaman padi.
• Tanaman tomat yang tahan terhadap layu bakteri
cukup tersedia namun reaksinya berbeda antara satu
lokasi dengan lokasi lainnya.
• Gunakan varietas tomat yang tahan atau gunakan
batang bawah terong yang disambung untuk
meningkat ketahanan batang atas tomat (Gambar
30).
73
Gambar 30:
Keterpaduan antara batang bawah terung yang
tahan dengan tomat dan pemupukan tanah
dengan campuran urea dan kapur (a) Indian
mustard untuk mengendalikan penyakit layu
pada tomat dilapangan (b). Tanaman tomat
yang tidak disambung akan memperlihatkan
gejala layu.
74
Pustaka
Black LL et al. (ed.) 1991. Pepper Disease: A Field Guide. AVRDC Publication
No. 91-347, 98 p.
Jones JB et al. 2004. Reclassification of the Xanthomonads associated with
bacterial spot disease of tomato and pepper. System. Appl. Microbial.
27:755-762.
Jones JP et al. (ed.) 1991. Compendium of Tomato Disease. APS Press, 73 p.
Lin CH et al. 2008. Application of a preliminary screen to select locally
adapted resistant rootstock and soil amendment for integrated
management of tomato bacterial wilt in Taiwan. Plant Dis. 92:909-916.
Wang JF and Lin CH. 2005. Integrated Management of Tomato Bacterial
Wilt. AVRDC Publication No. 05-615. 12 p.
75
Pengelolaan penyakit yang
disebabkan cendawan pada
tanaman tomat
Chen Chien-hua, Zong-Ming Sheu,
Chen Wen-yu, and Wang Tien-chen
Mycology
AVRDC – The World Vegetable Center
Penyakit rebah kecambah (Damping-off)
disebabkan oleh:
(i)
Pythium aphanidermatum, P. ultimum, Phytophthora
capsici, P. parasitica (Phylum: Heterokontophyta,
Class: Oomycetes, Order: Peronosporales, Family:
Pythiaceae)
(ii) Rhizoctonia solani (Phylum: Basidiomycota, Class:
Basidiomycetes,
Order:
Polyporales,
Family:
Corticiaceae)
Gejala
Penyakit ini akan menyebabkan busuk biji sebelum
berkembah dan sesudah berkecambah (Gambar 31) dan
busuk batang (Gambar 32 ). Busuknya biji sebelum
berkecambah disebut pre-emergence damping-off. Penyakit
matinya tanaman setelah berkecambah (post-emergence)
gejalanya awalnya dimulai dengan batang berwarna gelap
dan luka lunak disekeliling batang atau batang berwarna
kecoklatan, atau coklat kemerahan pada batang dan didekat
permukaan tanah adanya luka yang berwarna agak
kehitaman. Akibatnya batang tanaman akan rebah, layu dan
akhirnya tanaman akan mati. Penyakit ini biasanya terjadi di
persemaian atau dilapangan pada tanaman yang benihnya
ditebar langsung. Jika tanah sudah terinfeksi cendawan ini,
maka akan terlihat banyak kecambah yang mati.
Perkembangan penyakit
Biji tanaman yang rentan akan mati pada minggu pertama
atau minggu kedua setelah benih ditebarkan. Penyakit ini
akan berkembang dengan baik jika kondisi persemaian
terlalu basah, terlalu rapat dan kurungan persemaian tidak
77
mempunyai ventilasi atau cuaca berkabut, dingin, berawan,
atau dilapangan drainasenya tidak bagus, temperatur
rendah, terlalu panas, kurangnya cahaya, tidak seimbangnya
nutrisi dan pemberian Nitrogen yang berlebihan.
Pengelolaan
•
Gunakan biji yang berkualitas dan perlakuan benih
dengan bahan kimia atau perlakuan benih dengan air
panas sebelum benih disebarkan.
• Hindari areal pertanaman dari drainase jelek dan
lapangan terlalu basah.
•
Gunakan persemaian dengan ketingian lebih dari 35
cm dengan drainasenya bagus. Jika dimungkinkan
tanamlah biji pada saat tanah agak hangat agar biji
cepat berkecambah dan benih menjadi kokoh
sehingga agak tahan terhadap serangan penyakit ini.
• Lakukan penyiraman di setiap lobang tanaman
setelah biji ditanam dengan larutan fungisida 35%
Etridiazole WP 3,000X. Jika benih lagsung ditebar
dilapangan lakukan perlakuan benih dengan fungisida
untuk mencegah penyakit rebah kecambah.
78
32
Gambar 31: Gejala tanaman yang terinfeksi P. aphanidermatum
pada saat tanaman sudah berkecambah.
Gambar 32: Gejala tanaman yang terserang Pythium spp. Dan
menyebabkan batang tanaman membusuk setelah
dipindahkan kelapangan.
79
Penyakit bercak cokelat atau bercak
kering (Early Blight)
Penyakit ini disebabkan oleh: Alternaria solani (Phylum:
Ascomycota, Class: Dothideomycetes, Order: Pleosporales,
Family: Pleosporaceae)
Gejala
Penyakit bercak coklat atau bercak kering menyerang semua
bagian tanaman tomat seperti daun, batang dan buah serta
dapat menyebabkan kerusakan berat pada semua
perkembangan tanaman. Dilapangan gejala penyakit ini
dapat dilihat berupa bercak kecil pada daun yang berwarna
hitam kecoklatan.
Jaringan disekeliling bercak dan jika
bercak membesar kemudian bersatu menyebabkan daun
menjadi kuning (Gambar 33). Gejala pada batang awalnya
adalah bercak kecil, berwarna gelap dan kemudian luka agak
membesar membentuk seperti lingkaran dan ditengahnya
agak sedikit terang (Gambar 34). Infeksi pada buah tomat
melalui calyx atau dekat batang terutama pada buah tomat
yang masih hijau atau masak. Pada buah akan terlihat
bercak dengan lingkaran-lingkaran yang terpusat (Gambar
35). Pada tanaman yang tidak dikendalikan penyakit ini
dapat menyebabkan gugurnya daun tanaman sehingga
jumlah buah berkurang dan ukuran buah mengecil sehingga
kurang laku dipasaran.
Perkembangan penyakit
Penyaki ini adalah penyakit tular benih, tetapi juga ada
didalam tanah atau bekas tanaman tomat, tanaman inang
dan tanaman solanaceae liar lainnya. Cendawan ini dapat
disebarkan dengan cepat melalui angin, hujan dan alat-alat
pertanian. Perkembangan penyakit ini dapat juga dipercepat
melalui adanya embun pada daun, seringnya hujan, atau air
80
irigasi. Tanaman yang mengalami stres misalnya tanaman
terserang nematoda atau tanaman sedang berbuah lebih
mudah terserang oleh penyakit ini.
Pengelolaan
•
Gunakan kultivar tanaman yang tahan atau toleran
• Perlakuan pada tempat perbenihan atau gunakan
benih yang bebas penyakit.
• Sterilkan tempat perbenihan ( air panas, fungisida
atau solarisasi) atau gunakan campuan tanah yang
bebas dari patogen.
• Lakukan pergiliran tanaman, musnahkan gulma atau
tomat liar, beri pupuk yang seimbang dan jaga
tanaman agar tumbuh dengan baik.
• Hindari penanaman tomat yang tumpang tindih
terutama pada areal yang berdekatan.
• Lakukan pengendalian dengan fungisida secara
teratur misalnya dengan copper hydroxide jika
dibutuhkan.
81
Plate 33: Bercak berwana coklat tua dengan lingkaran-lingkaran
yang terpusat
Plate 34: Bercak membesar dengan lingkaran yang terpusat
mendekati batang
Plate 35: Bercak melingkar yang terpusat pada buah buah atau
buah masak.
82
Hawar daun (Late blight)
Disebabkan oleh: Phytophthora infestans (Class:
Oomycetes, Order: Peronosporales, Family: Pythiaceae)
Gejala
Cendawan ini menyerang bagian atas dan bawah tanaman:
Bercak pada daun: Bentuk bercak tidak beratutan dan berair
(Gambar 36) kemudian meluas meliputi bagian terbesar dari daun.
Spora cendawan dapat dilihat disisi bagian bawah daun dan
berwarna putih, kemudian bercak mengering dan berwarna
coklat. Akhirnya terjadi bercak diseluruh bagian daun.
Bercak pada batang: Penyakit ini ditandai dengan munculnya
luka-luka kecil tidak beraturan dan berair dan bisa mematikan
batang atau tangkai daun yang terserang (Gambar 37), atau
menempel dan membentuk luka berwarna coklat tua.
Bercak pada buah: Pada bagian buah ditunjukkan dengan
permukaan halus, kehijauan hingga coklat, bagian bercak yang
tidak beraturan tersebut membuat permukaan buah menjadi
kasar (Gambar 38). Luka bisa melebar keseluruh buah.
Perkembangan Penyakit
Sporangia berkembang pada daun, kemudian berkembang
dengan cepat pada tanaman pada saat temperatur sedang
(10-25°C) dan kelembaban lebih besar dari 75% selama dua
hari atau lebih terutama pada saat daun basah atau
berembun. Air yang tertinggal pada permukaan daun akan
mempercepat pertumbuhan dan penetrasi spora kedalam
jaringan tanaman. Cendawan akan tinggal pada tanaman
tomat atau kentang dan umbi kentang; tetapi tidak dapat
hidup secara sapropit. Ada genotipe cendawan ini dapat
menyerang tomat dan kentang. Sporangia dihasilkan dari
jaringan tanaman yang terinfeksi dan dapat disebarkan
melalui angin dan percikan air.
Pengelolaan
•
Gunakan kultivar tahan misalnya Hualien ASVEG 17
83
• Gunakan benih yang bebas dari penyakit.
• Hindari penanaman tomat didekat tanaman kentang.
• Gunakan fungisida yang efektif seperti Famoxadone +
Cymoxanil, Azoxystrobin, and Dimethomorph dan
lain-lain.
• Hindarkan tumpukan sisa kentang disekitar lahan
pertanaman tomat dan buang sisa tanaman umbi
kentang yang tumbuh setelah musim dingin.
• Gunakan naungan hujan untuk mengurangi serangan
penyakit.
Gambar 36: Bercak tidak beraturan dan berair menyerang bagian
daun
Gambar 37: Bagian bercak tidak beraturan dan berair akhirnya
mematikan batang dan cabang tanaman.
Gambar 38: Bercak tidak beraturan berwarna kehijauan hingga
coklat membuat permukaan buah menjadi kasar.
84
Layu Fusarium
Disebabkan oleh: Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici
(Phylum: Ascomycota, Class: Sordariomycetes, Order:
Hypocreales, Family: Netriaceae)
Gejala
Gejala awalnya terutama daun bahagian bawah berubah
menjadi kuning dan sering terjadi hanya pada satu bagian
cabang tanaman (Gambar 39). Daun yang menguning
tersebut akan berkembang ke daun bagian atas dan daun
bagian bawah akan mengering dan berubah menjadi coklat.
Tanaman mulai layu pada bagian atas pada siang hari dan
sehat kembali pada malam hari, tetapi lama kelamaan daun
akan layu sampai akhirnya seluruh tanaman menjadi layu.
(Gambar 40). Awalnya hanya bagian pangkal tanaman yang
layu tetapi tetapi setelah beberapa hari kemudian seluruh
tanaman menjadi layu. Jaringan pembuluh akan berwarna
coklat mulai dari batang dan meluas ke bagian tangkai
batang. Jaringan pembuluh yang berwarna coklat umumnya
merupakan ciri utama untuk mengidentifikasi penyakit ini.
Perkembangan penyakit
Penyakit cendrung berkambang lebih cepat pada tanaman
yang mengalami defisiensi kalium, yang terjadi bila ion
kalsium tidak mobil karena kadar ion magnesium dan fosfat
yang tinggi. Faktor lain yang menyebabkan berkembangnya
penyakit ini lebih cepat adalah tanah dan temperatur udara
28°C, rendahnya pH, kurangnya cahaya dan pendeknya masa
penyinaran. Penyakit ini akan masuk kejaringan tanaman
melalui pelukaan pada akar dan kemudian menyebar
keseluruh bagian tanaman melalui jaringan pembuluh.
Penyakit ini dapat disebarkan melalui biji, pemindahan
tanaman , pancang tomat, tanah, air tanah yang terinfeksi
patogen, angin dan alat-alat pertanian.
85
Penyakit ini umumnya terdapat pada tanah asam dan
berpasir. Patogen dapat berada di dalam tanah selama
beberapa tahun tanpa inang. Di dunia telah dikenal ada tiga
ras patogen Fusarium dan ras 2 umumnya banyak terdapat di
Taiwan.
Gambar 39: Daun tomat bagian bawah menguning dan kelihatannya
hanya pada satu sisi tanaman.
Gambar 40:Tanaman mulai layu dimulai dari bagian atas tanaman
dan kemudian
lama kelamaan seluruh tanaman
menjadi layu.
Gambar 41: Jaringan pembuluh berwarna coklat
86
Pengelolaannya
• Gunakan biji tanaman yang bebas penyakit.
• Lakukan pergilaran tanaman selama lima sampai
tujuh tahun untuk mengurangi infeksi penyakit
• Lakukan pergiliran dengan tanaman padi yang diairi
agar dapat mengurangi penyakit pada tanaman
tomat.
• Naikkan pH tanah menjadi 6.5-7.0.
• Gunakan pupuk nitrogen yang mengandung Nitrat
dibandingkan dengan Nitrogen yang mengandung
amoniak.
• Hindari pemindahan penyakit Fusarium dari biji
tanaman yang terinfeksi, dan bersihkan tanah yang
menempel pada alat-alat mesin pertanian, tanaman
dan alat-alat sarana pertanian lainnya.
• Jika ada, gunakan varietas tahan terhadap ras 1 dan
2, atau gunakan tomat yang disambung dengan
batang bawah tahan. Resisten monogenik terhadap
ras 3 telah diidentifikasi.
87
Penyakit rebah semai
Disebabkan oleh: Sclerotium rolfsii (inperfect stage);
Athelia rolfsii (perfect stage) (Phylum: Basidiomycota,
Class: Basidiomycetes, Order: Atheliales, Family:
Atheliaceae)
Gejala
Penyakit ini umumnya terlihat pada bagian pangkal batang
tanaman dekat permukaan tanah. Semua stadia tanaman
dapat diserang oleh penyakit ini. Gejala umum dari tanaman
yang terserang penyakit ini adalah busuk berair berwarna
coklat sampai hitam dan berkembang dekat pangkal batang
(Gambar 42).Luka berkembang dengan cepat pada batang
dan akhirnya seluruh bagian tanaman menjadi layu.
Tanaman yang masih muda akan mudah rebah. Pada kondisi
lembab benang-benang halus berwarna putih kemudian
micellium akan berkembang pada bagian luka dan kadangkadang meluas beberapa sentimeter ke bagian atas batang
tanaman. Sclerotium mula-mula berwarna putih kemudian
berubah menjadi coklat kemerah-merahan dan setelah
beberapa hari kemudian sclerotia berbentuk seperti bola.
(Plate 43). Jamur ini sangat cepat masuk kedalam jaringan
epidermis buah melalui percikan tanah yang terinfeksi.
Micellium yang berwarna putih dan sklerotia akan cepat
masuk dan berkembang melalui celah luka pada tanaman.
Perkembangan Penyakit
Penyakit ini akan berkembang dengan baik pada temperatur
tinggi dan kelembaban tanah yang tinggi. Gejala layu akan
lebih mudah terlihat pada saat tanah mulai kering. Jarak
tanam yang rapat dan seringnya tanah diairi akan memacu
perkembangan penyakit ini. Sklerotia yang berada didalam
tanah merupakan inokulum utama untuk perkembangan
88
penyakit setelah berakhirnya musim dingin. Sclerotia dapat
hidup didalam tanah beberapa tahun pada sisa-sia tanaman.
Jamur ini mempunyai kisaran inang yang luas. Jamur dapat
disebarkan melalui air atau tanah yang terinfesi.
Pengelolaan
•
Pengendalian penyakit ini yang paling efektif adalah
dengan melakukan program sanitasi yang baik. Buang
dan bakar tanaman yang terinfeksi untuk mencegah
perkembangan penyakit ini. Pengolahan dengan cara
membajak tanah dan menimbun sisa tanaman yang
dalam merupakan taktik pengendalian secara kultur
teknis.
• Lakukan program pergiliran tanaman sekurangkurangnya tiga tahun dengan cara
menanam
tanaman yang tidak mudah terserang penyakit ini
seperti jagung, sorgum dan tanaman perbiji lainnya
agar penyakit ini hilang.
• Pengasapan pada tanaman yangmempunyai nilai
ekonomis efektif untuk mengendalikan penyakit
rebah kecambah. Pengendalian juga dapat dilakukan
dengan fungisida misalnya Etridiazole.
• Lakukan solarisasi
polyethylene.
•
dengan
menggunakan
plastik
Pengendalian secara biologi dengan menggunakan
jamur
antagonis
misalnya
Bacillus
subtilis,
Gliocladium
virens,
Trichoderma
harzianum,
Trichoderma viride.
• Gunakan plastik mulsa untuk mengurang percikan
tanah.
• Lakukan pengapuran pada tanah yang asam sebelum
ditanami.
• Gunakan kutivar varietas tahan jika ada
89
Gambar 42: Kumpulan masa micellium yang berwarna putih
yang berkembang pada batang dekat permukaan
tanah.
Gambar 43: Bentuk slerotia yang menyerupai bola berwarna
coklat atau coklat kemerahan dan benangbenang micelia yang berwarna putih.
90
Penyakit jamur hitam (Cercospora leaf mold)
Caused by: Pseudocercospora fuligena (Phylum: Ascomycota, Class: Dothideomycetes, Order Capnodiales,
Family: Mycosphaerellaceae)
Gejala
Gejala awal akan terlihat pada bagian atas pemukaan daun
berupa bercak kuning, kemudian terjadi sporulasi konidia
yang berwarna abu-abu sampai hitam pada saat kondisi
lembab (Plate 44). Beberapa bercak akan menyatu dan
menyeliputi seluruh bagian permukaan daun. Daun
menggulung keatas dan terlihat permukaan daun bawah
mulai mengering (Gambar 45); kemudian menyerang
keseluruh bagian. Akhirnya seluruh daun tanaman akan mati
namun penyakit ini tidak menyerang buah.
Perkembangan penyakit
Penyakit ini biasanya terjadi di akhir musim tanam pada
tanaman tua atau inang lain misalnya black nightshade pada
tanaman Solanum nigrum L. Penyakit ini berkembang dengan
baik pada kelembaban tinggi, daun dalam keadaan basah
dalam waktu lama, dan suhu berkisar antara sedang sampai
tinggi (27°C). Daun dalam keadaan lembab sangat baik untuk
perkembangan penyakit ini namun hujan lebat dapat
mengurangi intensitas serangan penyakit. Konidia jamur ini
dapat disebarkan melalui percikan air, air yang mengalir,
angin dan alat-alat pertanian.
91
44
Gambar 44: Konidia berwarna abu-abu sampai hitam pada
permukaan daun bagian bawah
Gambar 45: Beberapa
bercak
menyatu
menyeliputi
permukaan
daun
bagian
bawah.
Daun
menggulung keatas dan terlihat di pemukaan
daun bagian bawah mulai mengering.
92
Pengelolaan
•
Semua sisa tanaman setelah panen
dimusnahkan dan dibenamkan kedalam tanah
harus
• Mengurangi kerapatan tanaman dan pemangkasan
dapat meningkatkan aerasi dan bisa mengurangi
intensitas serangan penyakit.
• Aplikasikan fungisida
yang efektif misalnya
Diphenconazole (Score®) atau Benomyl+Mancozeb.
• Gunakan kultivar toleran dan tahan jika tersedia.
93
Indeks
B
Bercak bakteri pada tomat 67
Bercak coklat atau bercak kering 80
F
Fungisida 5
G
Geminivirus v
H
Hawardaun 83
Hama 25
Ulat grayak 35
Ulat grayak umum 39
Tungau 51
Ulat penggerek buah tomat 26
Pengorok daun tomat 47
Kutu kebul 41
K
Kutu kebul 41
L
Layu bakteri pada tomat 70
Lycopene v
Layu Fusarium 85
94
P
Pengelolaan kesuburan tanah 6
Hara hilang 14
Efisiensi penggunaan hara 12
Pengendalian hama dan penyakit terpadu 55
Pengorok daun tomat 47
Penyakit layu bakteri 70
Bercak bakteri 67
Layu bakteri 70
Pestisida 3
Penyakit jamur hitam (Cercospora leaf mold) 91
Penyakit yang disebabkan jamur
Jamur hitam pada daun (Cercospora leaf mold) 91
Rebah kecambah 77
Bercak kering 80
Layu Fusarium 85
Hawar daun 83
Rebah kecambah 88
Pergiliran tanaman 15
Pupuk
cara aplikasi 23
aplikasi pupuk yang tidak berimbang 7
tidak cukupnya kebutuhan unsur hara 9
anorganik 6, 8
kurangnya unsur hara 9
organik 6, 8, 13
pemberian pupuk yang berlebihan 7
rekomendasi 15
Starter Solution 13
95
R
Rebah kecambah 88
Rumah kasa 2
T
Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Kondisi iklim v
penanaman 2
produksi benih tomat sehat 2
hara v
Spesies liar v
Tungau 51
U
Ulat buah tomat 26
Ulat Grayak 35
Ulat grayak umum 39
96
Download