ANALYSIS OF INFORMATION CONTENS AND STOCK LIQUIDITY ON THE COMPANIES WHICH SPLITTING THEIR STOCK: EXAMINATION TO SIGNALING AND TRADING RANGE ON JAKARTA STOCK EXCHANGE (Study on the companies splitting their stock on the year 2000-2003) Oleh: Akhmad Darmawan ABSTRACT This research was held to examine signaling hypothesis by comparing the growth of companies profit which splitting their stock and not splitting their stock, on the period before stock splits and comparing yearly profit increase over 4 years before stock splits on the companies which splitting their stock. This research also conducted to examine trading range hypothesis by comparing market stock price the companies which splitting their stock and not splitting their stock before stock split was done, and comparing trading volume 10 days before and after stock splits on the companies which splitting their stock on Jakarta Stock Exchange on the period 2000 - 2003. Two statistical analysis were used in this research, parametric statistic i.e. independent t test, paired t test, and the non parametric statistic i.e. MannWhitney U test. Normality and equality of variance were done to determine which analysis should be used. Sample size of this research consist of 28 companies which splitting their stock and 60 companies which not splitting their stock. Sample was chosen by simple random sampling. The result of this research shows that there is a signaling on profit growth differences in the year 2001, there is no signaling on yearly profit increase over 4 years before stock splits. On the other hand, there is a trading range on market stock price in the year 2000 and 2003, as well as trading volume. This research shows that there is a contradiction between signaling and trading range in Jakarta Stock Exchange. This result suggest that the need future research to assert the consistency of this contradictory phenomenon. 1 2 1. Pendahuluan Pemecahan saham merupakan fenomena perusahaan yang masih menjadi tekateki dan merupakan suatu peristiwa yang nampaknya hanya sebagai hiasan (cosmetic), meskipun begitu, secara umum pasar bereaksi dengan baik terhadap pengumuman pemecahan saham (Ikenberry et al, 1996). Penjelasan terhadap reaksi dari pengumuman pemecahan saham tersebut, bagaimanapun belum benarbenar dapat dipahami, semenjak pemecahan saham itu sendiri tidak secara langsung mempengaruhi cash flow perusahaan (Asquith et al, 1989). Meskipun pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis yang ditunjukkan dengan tidak adanya pengaruh langsung terhadap cash flow perusahaan, tetapi banyak peristiwa pemecahan saham telah terjadi di pasar modal (dalam kurun tahun 1998 –2003 telah terjadi 101 peristiwa pemecahan saham di Bursa Efek Jakarta), seperti terlihat dalam tabel berikut ini : Tabel 1.1 Peristiwa Pemecahan Saham dari Tahun 1998-2003 No Tahun Peristiwa 1 1998 20 2 1999 22 3 2000 22 4 2001 15 6 2002 12 7 2003 10 Jumlah 101 Sumber : JSX 1998,1999,2000,2001,2002,2003 Pemecahan saham telah menjadi salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk membentuk harga pasar saham perusahaan (Marwata, 2001). Dan beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa pengumuman pemecahan saham tetap direspon secara positif oleh pasar (Julita, 2001). Dua penjelasan utama yang menjelaskan mengapa perusahaan melakukan pemecahan saham, yaitu: pertama Signaling dan Trading Range. 3 2. Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kajian Pustaka Pemecahan saham adalah memecah selembar saham menjadi n lembar saham. Harga per lembar saham baru setelah pemecahan saham adalah sebesar 1/n dari harga saham sebelumnya (Jogiyanto (2003: 415)). Pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham yang dapat dilakukan yaitu split-up dan split-down. Splitup adalah penurunan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan peningkatan dalam jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan split factor 2:1, 3:1, dan 4:1. Split-down merupakan peningkatan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan penurunan jumlah saham yang beredar, misalnya dengan split factor 1:2, 1:3, 1;4, atau 1;5. dalam hal ini split factor diartikan sebagai perbandingan antara jumlah saham yang beredar setelah pemecahan dengan jumlah saham yang beredar sebelum pemecahan. Menurut Ikenberry et al (1996) signaling dan trading range telah menjadi penjelasan utama tentang pemecahan saham dalam literatur keuangan sejak dipublikaikannya paper klasik oleh Fama et al pada tahun 1969. Signaling menyatakan bahwa pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menyampaikan informasi internal yang menguntungkan tentang current value perusahaan (Ikenberry et al (1996)). Selanjutnya Ikenberry et al (1996) menjelaskan signaling pemecahan saham ini dengan asimetri informasi, yaitu asimetri antara manajemen dengan investor, dimana manajemen memiliki informasi lebih tentang masa depan perusahaan karena keahlian mereka mengambil keputusan operasi dan investasi dibandingkan dengan pihak luar (investor). Nilai perusahaan tersebut dapat dilihat dari laba yang diperoleh oleh perusahaan. Menurut Asquith et al (1989) ada dua jenis informasi laba yang disampaikan oleh pemecahan saham. Pertama, informasi laba yang disampaikan oleh pemecahan saham adalah informasi laba yang akan datang (future earnings performance). Kedua, informasi laba yang disampaikan oleh pemecahan saham adalah informasi laba sebelum pemecahan saham (pre-split earnings). Hasil 4 penelitian mereka menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami peningkatan laba empat tahun sebelum pemecahan saham, terutama peningkatan terbesar satu tahun sebelum pemecahan saham. Sedangkan trading range menyatakan bahwa pemecaham saham merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga per lembar saham pada batas-batas harga yang lebih rendah (Ikenberry et al (1996)). McNichols dan Dravid (1990) mendukung trading range ini. Begitu juga penelitian yang dilakukan Lakonishok dan Lev (1987), hasil penelitian mereka mengindikasikan adanya trading range. Sejalan dengan itu McGough (1993) menyatakan bahwa perusahaan akan melakukan pemecahan saham, jika harga sahamnya lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham perusahaan lain dalam industri yang sama. Dengan mengurangi nilai saham akan membuat investor tertarik pada saham tersebut, membuat sahamnya lebih likuid dan pemegang saham odd-lot (memiliki kurang dari 500 lembar saham) menjadi pemegang saham round-lot (memiliki 500 lembar saham). Penelitian terdahulu yang menghubungkan pengumuman pemecahan saham secara langsung dengan informasi laba antara lain oleh Lakonishok dan Lev (1987), Asquith et al (1989), Julita (2001). Penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga per lembar saham pada batas-batas harga yang lebih rendah ditunjukkan oleh hasil penelitian Ikenberry et al (1996). Penelitian terdahulu yang menghubungkan pemecahan saham dengan likuiditas saham, antara lain oleh Merry (2002), Indah (2003), dan Marwata (2001) menguji pengumuman pemecahan saham dari dua penjelasan yang melandasinya yaitu signaling dan trading range. Kerangka Pemikiran Pemecahan saham merupakan suatu fenomena yang masih diperdebatkan dan menjadi tekateki di bidang ekonomi. Hal tersebut karena pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis yang ditunjukkan dengan tidak adanya pengaruh langsung terhadap cash flow perusahaan. Menurut Meigs et al (1974:602) 5 Pemecahan saham tidak menyebabkan adanya perubahan dalam jumlah uang (dollar amount) pemegang saham, modal disetor (paid-in capital ), laba ditahan (retained earnings), atau komponen lainnya. Meskipun pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis, tetapi banyak peristiwa pemecahan saham di pasar modal memberikan indikasi bahwa pemecahan saham merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal. Pemecahan saham telah menjadi salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk membentuk harga pasar saham perusahaan (Marwata (2001)). Dan beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa pasar memberikan reaksi terhadap pengumuman pemecahan saham (Ikenberry et al (1996)) dan (Julita (2001)). Dua penjelasan yang mendominasi literatur keuangan tentang pemecahan saham adalah Signaling dan trading range. Signaling, menyatakan bahwa pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menyampaikan informasi internal yang menguntungkan tentang current value perusahaan (Ikenberry et al (1996)). Lakonishok dan Lev (1987) menemukan bahwa perusahaan yang melakukan pemecahan saham secara statistik mengalami tingkat pertumbuhan laba yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham pada periode sebelum pemecahan saham, dan bagi perusahaan yang mengalami tingkat pertumbuhan laba yang tinggi tetapi tidak melakukan pemecahan saham, penyampaian sinyal mereka lakukan melalui stock dividend. Asquith et al (1989) melaporkan adanya peningkatan laba yang signifikan dalam empat tahun sebelum pengumuman pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham, terutama peningkatan laba terbesar satu tahun sebelum pemecahan saham. Marwata (2001) melaporkan perusahaan mengalami peningkatan laba dari tahun ke tiga samapai tahun ke satu sebelum pemecahan saham. Pemecahan saham memerlukan biaya, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek yang bagus saja yang mampu melakukannya (Copeland (1979)). Jika prospeknya tidak bagus, maka perusahaan tidak melakukan pemecahan saham. Pasar akan merespon sinyal secara positif jika pemberinya kredibel. 6 Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan pemecahan saham memiliki tingkat pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham pada periode sebelum pemecahan saham. Disamping itu, dapat juga disimpulkan bahwa pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami peningkatan laba yang signifikan dalam empat tahun sebelum pengumuman pemecahan saham. Trading Range, menyatakan bahwa pemecaham saham merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga per lembar saham pada batas-batas harga yang lebih rendah (Ikenberry et al (1996)), hasil peneltian mereka menunjukkan bahwa sebelum pengumuman pemecahan saham hampir empat dari lima sampel sahamnya diperdagangkan diatas 80% dibandingkan dari harga saham perusahaan dengan ukuran yang sama. Marwata (2001) melaporkan Harga saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham yang diukur dengan rasio harga terhadap nilai buku (PBV), tetapi tidak rasio harga terhadap laba, lebih mahal dari pada perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham. Menurut Walgenbach (1976:404) penjelasan utama melakukan pemecahan saham adalah untuk menurunkan harga pasar saham, dan beberapa perusahaan menyukai sahamnya dijual dalam range harga khusus. Sejalan dengan itu McGough (1993) menyatakan bahwa secara umum perusahan akan melakukan pemecahan saham, jika harga sahamnya lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham perusahaan lain dalam industri yang sama. Dan kemudian akan membantu meningkatkan daya tarik investor, membuat saham lebih likuid untuk diperdagangkan. Merry (2002) hasil penelitiannya menyatakan volume perdagangan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah pemecahan saham. Dengan meningkatnya volume perdagangan berarti terjadi kegiatan perdagangan di atas tingkat normal setelah pemecahan saham selama periode krisis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan pemecahan saham memiliki harga saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham dilakukan. Pemecahan saham akan membantu meningkatkan daya tarik investor, 7 membuat saham lebih likuid untuk diperdagangkan, dengan kesimpulan terjadinya peningkatan volume perdagangan saham sesudah pemecahan saham dibandingkan dengan sebelum pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Hipotesis Penelitian Berdasarkan simpulan-simpulan yang telah diuraikan pada bagian kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis penelitian dalam bentuk hipotesis alternatif sebagai berikut : H1 : Tingkat pertumbuhan laba perusahaan yang melakukan pemecahan saham lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham dilakukan. H2 : Perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami peningkatan laba sebelum pemecahan saham dilakukan. H3 : Harga saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham dilakukan. H4 : Volume perdagangan saham meningkat sesudah pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Bagan alur dari kerangka pemikiran, berikut : dan hipotesis disajikan sebagai 8 Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Signaling Pemecahan Saham merupakan fenomena yang ditunjukkan dengan tidak adanya pengaruh langsung terhadap cash flow perusahaan Pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menyampaikan informasi internal yang menguntungkan tentang nilai perusahaan. (Ikenberry et al (1996)) Berkaitan dengan informasi laba masa lalu (Lakonishok dan Lev (1987)) dan Asquith et al (1989) Perusahaan yang melakukan pemecahan saham memiliki pertumbuhan laba yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melalukan pemecahan saham (Lakonishok dan Lev (1987)) Rata-rata pertumbuhan laba perusahaan yang melakukan pemecahan saham X1 Rata-rata pertumbuhan laba perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham Perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami peningkatan laba selama empat tahun sebelum pemecahan saham (Asquith et al (1989)) Pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham peningkatan Laba t 4 t 3 t 2 t 1 X2 H1 H2 9 Gambar 2.2 Alur Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Trading Range Pemecahan Saham merupakan fenomena yang ditunjukkan dengan tidak adanya pengaruh langsung terhadap cash flow perusahaan Pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga per lembar saham pada batas-batas harga yang lebih rendah (Ikenberry et al (1996)) Harga saham dan likuiditas Perusahaan yang melakukan pemecahan saham memiliki harga saham yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham (Ikenberry et al (1996)) dan Marwata (2001) Rata-rata harga saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham Volume perdagangan saham meningkat setelah pemecahan saham dibandingkan sebelum pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham (McGough (1993)) dan Merry (2002) Rata-rata harga saham perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham X1 X2 H3 Volume perdagangan saham sebelum pemecahan saham Volume perdagangan saham setelah pemecahan saham X2 X1 H4 10 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey, menurut Kerlinger (1973) dalam Sugiyono (2004:7) penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut. Sedangkan menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini adalah penelitian komparatif. Menurut Sugiyono (2004:11), penelitian komparatif merupakan penelitian yang bersifat membandingkan antara dua atau lebih sampel atau dalam waktu yang berbeda. 3.1 Operasionalisasi Variabel Sesuai dengan judul penelitian ini, maka operasionalisasi variabe-variabel penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Operasional Variabel Variabel Pemecahan saham sebagai Signaling Pemecahan saham sebagai Trading Range 3.2 Definisi Pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menyampaikan informasi internal yang menguntungkan tentang current value perusahaan (Ikenberry et al (1996)) dan berkaitan dengan informasi peningkatan laba sebelum stock split (Asqiut et al (1989)) Pemecahan saham merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga per lembar saham pada batas-batas harga yang lebih rendah (Ikenberry et al (1996)) dan untuk meningkatkan likuiditas perdagangan saham (Mc Gough (1993)). Indikator Kinerja Keuangan Ukuran Pertumbuhan laba Skala Rasio Peningkatan laba Rasio Harga saham Harga pasar Rasio Likuiditas saham Volume perdagangan Rasio Populasi dan Teknik Penarikan Sampel Populasi sasaran dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan emiten yang tercatat secara konsisten di Bursa Efek Jakarta dalam kurun waktu dari Januari 11 2000 sampai dengan Desember 2003 sebanyak 213 perusahaan emiten, terdiri dari dua kelompok populasi yaitu yang melakukan pemecahan saham 49 perusahaan emiten, dan tidak melakukan pemecahan saham 164 perusahaan emiten. Untuk menentukan ukuran sampel dalam artikel ini digunakan rumus yang diturunkan oleh Yamane (1967) dalam Bambang S. Soedibjo (2004:113) dengan tingkat presisi 10%. Pada perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham semula populasinya 164 perusahaan emiten, dikurangi sebanyak 14 perusahaan karena melakukan stock dividend, karena perusahaan yang melakukan stock dividend juga mengalami pertumbuhan laba yang tinggi seperti yang telah dijelaskan pada sub bab kerangka pemikiran. Jadi populasi akhir untuk perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham menjadi 150 perusahaan emiten, sehingga jumlah sample yang diambil adalah 60 perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham. Perusahaan yang melakukan pemecahan saham yang semula populasinya berjumlah 49 perusahaan, dikurangi sebanyak 11 perusahaan emiten karena melakukan kebijakan stock dividen, bonus share, right issue pada tanggal yang dekat dengan tanggal pemecahan saham sehingga tersisa sebanyak 38 perusahaan emiten. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias pada sampel yang disampaikan oleh informasi-informasi tersebut pada saat pengujian likuiditas perdagangan saham. Dengan demikian jumlah sampel yang diambil sebanyak 28 perusahaan emiten untuk perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling acak sederhana (random sampling), dan bagi kelompok perusahaan yang melakukan pemecahan saham dialokasikan secara proporsional berdasarkan tahun pemecahan saham. Sehingga alokasi sampel untuk masing-masing tahun sebagai berikut : tahun 2000 sebayak 10 sampel, tahun 2001 sebanyak 7 sampel, tahun 2002 sebanyak 4 sampel, tahun 2003 sebanyak 7 sampel. 12 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Profil Pemecahan Saham di Bursa Efek Jakarta Selama periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2003 telah terjadi 59 peristiwa pemecahan saham di Bursa Efek Jakarta, yaitu : pada tahun 2000 sebanyak 22 peristiwa, pada tahun 2001 sebanyak 15 peristiwa, pada tahun 2002 sebanyak 12 peristiwa, pada tahun 2003 sebayak 10 peristiwa. Dilihat dari klasifikasi industri, maka perusahaan yang melakukan pemecahan saham dapat digambarkan berdasarkan klasifikasi industrinya seperti tabel berikut ini : Tabel 4.1 Pemecahan Saham Berdasarkan Klasifikasi Industri Pada Tahun 2000-2003 No Klasifikasi Industri 1 Agriculture 2 Animal Feed 3 Mining and Mining Services 4 Food and Beverage 5 Tobacco 6 Textile 7 Lumber and Wood Product 8 Plastics and Glass Products 9 Automotive 10 Consumer Good 11 Transportation Services 12 Whole Sale and Ritail Trade 13 Bank 14 Securities 15 Electronic Equipment 16 Cable 17 Insurances 18 Hotel and Travel Services 19 Credit Agencies 20 Real Estate and Property 21 Other Jumlah Jumlah Perusahaan 2 1 1 6 1 5 1 3 6 3 2 6 4 3 1 1 7 1 2 2 1 59 Sumber : Indonesian Capital Market Directory, 2003 (diolah) Secara umum, pemecahan saham dilakukan oleh perusahaan emiten setelah mereka mencatatkan saham pada Bursa Efek Jakarta selama kurang dari 2 13 tahun sampai dengan 12 tahun. Berikut ini disajikan tabel yang menggambarkan pemecahan saham menurut lamanya tercatat di Bursa Efek Jakarta. Tabel 4.2 Pemecahan Saham Berdasarkan Lama Tercatat Di Bursa Efek Jakarta Pada Tahun 2000-2003 Jumlah Lama Tercatat di BEJ Absolut < 2 tahun 8 2 – 5 tahun 13 6 - 10 tahun 34 > 10 Tahun 4 Jumlah 59 Sumber : Indonesian Capital Market Directory, 2003 (diolah) % 13,5 22 58 6,5 100 Pemecahan saham telah menjadi alat yang digunakan manajemen untuk membentuk harga pasar saham perusahaan dan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi perusahaan melakukan pemecahan saham selama tercatat pada Bursa Efek Jakarta. Tabel berikut ini memperlihatkan frekuensi pemecahan saham mulai tercatat pada Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2003 untuk perusahaan- perusahaan yang melakukan pemecahan saham diatas. Tabel 4.3 Frekuensi Pemecahan Saham Frekuensi Jumlah Absolut % 1x 28 47,6 2x 24 40,6 3x 7 11,8 Jumlah 59 100 Sumber : Indonesian Capital Maeket Directory, 2003 (diolah) Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah perusahaan yang melakukan pemecahan saham, berikut ini disajikan tanggal pemecahan saham dan nama-nama perusahaan yang melakukan pemecahan saham yang menjadi sampel dalam penelitian ini. 14 Tabel 4.4 Nama-Nama Sampel Perusahaan Yang melakukan Pemecahan Saham No Tanggal Nama Perusahaan Pemecahan Saham Tahun 2000 1 6 Maret PT. Astra Grafhia Tbk 2 29 September PT. Asuransi Harta Aman P Tbk. 3 2 Nopember PT. Intraco Penta Tbk. 4 6 Oktober PT. Siwani Trimitra Tbk. 5 3 Nopember PT. Unilever Indonesia Tbk. 6 7 Agustus PT. Maskapai Reasuransi Tbk. 7 5 April PT. Medco Energi Internasional Tbk. 8 10 Agustus PT. Mitra Rajasa Tbk. 9 5 April PT. Sona Topas Tourism Indonesia Tbk. 10 28 September PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Tahun 2001 11 29 Januari PT. Bentoel Internasional Investama Tbk. 12 31 Agustus PT. Millenium Pharmacon Internasional Tbk. 13 19 Desember PT. Siantar Top Tbk. 14 5 Januari PT. Subah Indah Tbk. 15 5 Juli PT. Tunas Ridean Tbk 16 14 Pebruari PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk. 17 11 Januari PT. Ultra Jaya Milk Tbk. Tahun 2002 18 27 Mei PT. Asuransi Dayin Mitra Tbk. 19 1 Agustus PT. Mustika Ratu Tbk 20 5 Pebruari PT. Berlian Laju Tanker Tbk 21 2 September PT. Bank Pan Indonesia Tbk. Tahun 2003 22 4 Juli PT. Selamat Sempurna Tbk. 23 28 Juni PT. Clipan Finance Indonesia Tbk. 24 9 Januari PT. Pan Brother Tex Tbk. 25 4 Pebruari PT. Bank NISP Tbk. 26 22 Juli PT. Panin Life Tbk. 27 8 Desember PT. Enseval Mega Trading Tbk 28 1 September PT. Unilever Indonesia Tbk Sumber : JSX 2000,2001,2002,2003 15 4.1.2 Pengujian Hipotesis 4.1.2.1 Pengujian Hipotesis 1 Penelitian ini dilakukan untuk pemecahan saham tahun 2000 sampai dengan 2003, maka analisis data dan pengujian hipotesisnya dilakukan secara tahunan. Alasan dilakukan pengujian secara tahunan untuk menghindari bias pada hasil perhitungan, karena pertumbuhan laba tahun 2001 bagi pemecahan saham tahun 2000 merupakan tahun atau periode setelah pemecahan saham, begitu seterusnya. Hasil pengujian hipotesis 1 (satu) ini disajikan sebagai berikut : Tahun 2000 2001 2002 2003 Z Hitung -0.504 -2,070 -0,777 -0,430 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Hipotesis 1 Probabilitas Taraf Keputusan 0,3085 0,05 Terima Ho, tolak H1 0,0192 0,05 Terima H1, tolak Ho 0,2177 0,05 Terima Ho, tolak H1 0,3336 0,05 Terima Ho, tolak H1 Dari table 4.5 diatas dapat diartikan bahwa secara statistik hanya pada tahun 2001 saja tingkat pertumbuhan laba perusahaan yang melakukan pemecahan saham lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham pada periode sebelum pemecahan saham. Pada tahun ini terbukti adanya signaling. 4.1.2.2 Pengujian Hipotesis 2 Pengujian hipotesis 2 ini dilakukan dengan membandingkan peningkatan laba antar tahun selama 4 tahun sebelum pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Hasil pengujian hipotesis 2 (dua) disajikan sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Pengujian Hipotesis 2 X2 Selisih t-hitung -144,34 183,87 1,475 Mean t 4 t 3 X1 39,53 t 3 t 2 -144,34 37,10 -181,44 t 2 t 1 37,10 1735,67 -1698,57 t-tabel 1,703 Keputusan Tolak H1 -1,491 1,703 Tolak H1 -1,517 1,703 Tolak H1 16 Dari tabel 4.6 diatas dapat diartikan bahwa secara statistik tidak signifikan peningkatan laba antar tahun selama 4 tahun sebelum pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Hasil ini tidak membuktikan adanya signaling dalam mejelaskan pemecahan saham. 4.1.2.3 Pengujian Hipotesis 3 Penelitian ini dilakukan untuk pemecahan saham tahun 2000 sampai dengan 2003, maka analisis data dan pengujian hipotesisnya dilakukan secara tahunan. Alasan dilakukan pengujian secara tahunan untuk menghindari bias pada hasil perhitungan, karena harga pasar saham sebelum pemecahan saham pada tahun 2001 bagi pemecahan saham tahun 2000 merupakan data harga pasar saham periode setelah pemecahan saham, begitu seterusnya. Hasil pengujian hipotesis 3 (tiga) disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4.7 Hasil Pengujian Hipotesis 3 Mean Log 2000 2001 2002 2003 Varians X1 X2 Selisih Tidak sama Tidak sama Sama Sama 3,4541 3,2084 2,9593 3,0977 2,8394 2,6595 2,6407 2,5685 0,6147 0,5489 0,3185 0,5292 thitung 2,585 1,540 0,939 1,856 t-tabel Keputusan 1,796 1,895 1,67 1,669 Terima H1 Tolak H1 Tolak H1 Terima H1 Dari tabel 4.7 diatas dapat diartikan bahwa secara statistik pada tahun 2000 dan 2003 harga pasar saham sebelum pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham. Pada tahun 2000 dan 2003 terbukti adanya trading range. 4.1.2.4 Pengujian Hipotesis 4 Pengujian hipotesis 4 ini dilakukan untuk melihat likuiditas perdagangan saham setelah dilakukan pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham, dengan cara membandingkan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pemecahan saham. Data volume perdagangan saham dalam 17 penelitian ini menggunakan data perdagangan saham 10 hari sebelum pemecahan saham dan 10 hari sesudah pemecahan saham. Hasil pengujian hipotesis 4 (empat) disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4.8 Hasil Pengujian Hipotesis 4 Mean Log Volume X1 X2 Selisih t-hitung t-tabel Keputusan 5,8801 6,7709 -0,8908 -5,24 1,703 Terima H1 Dari tabel 4.8 diatas dapat diartikan bahwa secara statistik volume perdagangan saham meningkat setelah pemecahan saham dibandingkan dengan sebelum pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Hasil ini membuktikan trading range dalam menjelaskan pemecahan saham. 4.2 Pembahasan Pengujian terhadap signaling dengan membandingkan pertumbuhan laba perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham dilakukan, pada tahun 2001 membuktikan adanya signaling, sedangkan pada tahun lainnya 2000, 2002,dan 2003 tidak membuktikan adanya signaling. Pengujian terhadap perbedaan peningkatan laba t-4 dengan t-3 perusahaan yang melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham dilakukan diperoleh hasil t-4 lebih besar dari t-3, hal ini tidak konsisten dengan signaling dalam menjelaskan pemecahan saham. Sedangkan perbedaan peningkatan laba t-3 dengan t-2 diperoleh hasil t-3 lebih rendah dari t-2, dan perbedaan peningkatan laba t-2 dengan t-1 diperoleh hasil t-2 lebih rendah dari t-1, dari hasil uji hipotesis perbedaan ini tidak signifikan. Hal ini tidak membuktikan signaling dalam menjelaskan pemecahan saham, karena tidak semua perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami peningkatan laba selama 4 tahun sebelum pemecahan saham bahkan hampir 40% dari sampel sebenarnya mengalami penurunan laba, jadi indikator peningkatan laba pada penelitian ini belum bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena pemecahan saham. 18 Pengujian terhadap trading range dengan membandingkan harga pasar saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham dilakukan, pada tahun 2000 dan 2003 membuktikan adanya trading range, sedangkan pada tahun lainnya 2001 dan 2002 tidak membuktikan adanya trading range. Volume perdagangan saham 10 hari sesudah pemecahan saham meningkat dibandingkan dengan 10 hari sebelum pemecahan saham, hal ini memperlihatkan setelah pemecahan saham dengan menata harga pada range tertentu (trading range) membuat saham lebih likuid diperdagangkan. Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya gejala kontradiksi antara signaling dan trading range yang ditunjukkan dari hasil tahun 2000 dan 2003 dimana pemecahan saham membuktikan adanya trading range dan tidak membuktikan adanya signaling. Sebaliknya pada tahun 2001 pemecahan saham membuktikan adanya signaling tetapi tidak membuktikan adanya trading range. Pada tahun 2002 hasil penelitian ini tidak membuktikan signaling maupun trading range, hal ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun ini 50% sampel yang melakukan pemecahan saham mengalami pertumbuhan laba negatif, sedangkan pada sampel perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham sebesar 28% yang mengalami pertumbuhan laba negatif. Dilihat dari data, pada tahun ini ratarata pertumbuhan laba sampel perusahaan yang melakukan pemecahan saham sebesar 61,76% lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak melakukan pemecahan saham sebesar 192,76%. Ditinjau dari sisi harga pasar saham juga menunjukkan rata-rata harga pasar saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham pada tahun ini sebesar Rp 1.288,75 lebih kecil dibandingkan rata-rata harga saham perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham yaitu sebesar Rp 1.606,5. oleh karena itu, pada tahun ini baik signaling maupun trading range tidak terbukti. 19 5. Simpulan Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang bertujuan untuk menganalisa dan memberikan gambaran tentang fenomena pemecahan saham. Fenomena pemecahan saham ini dilihat dari dua penjelasan utama yang menjelaskan pemecahan saham. Pertama signaling, dari analisis data dan pengujian hipotesis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan pertumbuhan laba antara perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham pada periode sebelum pemecahann saham membuktikan adanya signaling dalam menjelaskan pemecahan saham, hasil penelitian ini mendukung penelitian Lakonishok and Lev (1987), tetapi tidak dengan hasil penelitian Marwata (2001). 2. Peningkatan laba antar tahun selama 4 tahun pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham sebelum pemecahan saham dilakukan tidak membuktikan adanya signaling dalam menjelaskan pemecahan saham. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Asquith at al (1989) dan Marwata (2001). Ke dua trading range, dari analisis data dan pengujian hipotesis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan harga pasar saham antara perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham pada periode sebelum pemecahan saham membuktikan adanya trading range dalam menjelaskan pemecahan saham, hasil penelitian ini mendukung penelitian Ikenberry et al (1996). 2. Volume perdagangan saham menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah pemecahan saham dilakukan. Dengan menata harga pada range tertentu (trading range) membuat saham lebih likuid diperdagangkan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Merry (2002) tetapi tidak dengan hasil penelitian Indah (2003). Secara umum dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 peristiwa pemecahan saham di BEJ lebih banyak 20 membuktikan trading range dalam menjelaskan peristiwa pemecahan saham yaitu pada tahun 2000 dan 2003. Sedangkan pembuktian signaling dalam menjelaskan peristiwa pemecahan saham terjadi hanya pada tahun 2001 saja. Hasil ini tidak jauh dari alasan perusahan melakukan pemecahan saham seperti penulis kemukakan pada latar belakang penelitian. 21 DAFTAR PUSTAKA Asquith, P., Healy, P., & Palepu, K.,1989. Earnings and Stock Split. The Accounting Review 3 (july) : 387-403. Bambang S. Soedibjo., 2004. Pengantar Metode Penelitian. STIE PASIM. Bandung. Bishara, Halim I., 1988. Stock Split, Stock Returns, And Trading Benefits On Canadian Stock Markets. Akron Business and Economic Review Fall; 19,3;ABI/INFORM Research : 57-65. Copeland. Thomas E., 1979. Liquidity Changes Following Stock Splits. Journal of Finance 1 (March) : 115-141. Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta. Ikenberry, David L., Graeme, R., and Earl K. Stice, 1996. What Do Stock Splits Really Signal. Journal of Financial and Quantitative Analysis Vol. 31 No. 33 (September) : 357-375. Indah, 2003. Analisis kandungan Informasi Stock Split dan Likuiditas Saham : Studi Empiris pada Non-synchronous Trading. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 6. No. 3 : 264-275. Jogiyanto, H.M., 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 3. BPFE : Yogyakarta. Julita, 2001. Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Pemecahan Saham. Tesis S2 Program Studi Akuntansi UGM. Yogyakarta. I Kanji, Gopal K., 1993. 100 Statistical Tests. SAGE Publications : London. Lakonishok J., & B. Lev, 1987. Stock Splits and Stock Dividends : Why, Who, and When. Journal of Finance 42 : 913-932. Marwata, 2001. Kinerja Keuangan, Harga Saham dan Pemecahan Saham. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 4. No. 2 : 151-164. Mc Gough, Eugene F.,1993. Anatomy of a Stock Split. Management Accounting. 75 (September) : 58-61. McNichols, M., dan Dravid, A., 1990, Stock Dividen, Stock Splits, and Signaling, The Journal of Finance, Vol XLV, No. 3 (July) : 857-879. 22 Meigs, Walter B., Mosich, A.N., Johnson, Charles E., & Keller, Thomas F.1974. Intermediate Accounting. McGraw-Hill, Inc. New York. Merry, 2002. Pengaruh Stock Split terhadap likuiditas Saham Yang Diukur dengan Persentase Spread Selama Periode Krisis. Tesis S2 Program Studi Akuntansi UGM. Yogyakarta. Robbert Ang., 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Edisi Pertama, Mediasoft Indonesia. Siegel, Sidney.,1956. Non-parametric statistics for the behavioral sciences. McGraw-Hill. New York. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta. Bandung. Walgenbach, Paul H., Dittrich, Norman E., & Hanson, Ernest I., 1976. Principles of Accounting. Harcourt Brace jovanovich, Inc. New York.