RESUME JURNAL By. TSALISAH DAMAYANTI CITRA RUMAH SAKIT, KEPUASAN

advertisement
RESUME JURNAL
By. TSALISAH DAMAYANTI
1. CITRA RUMAH SAKIT, KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN-STUDI PADA RYMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Oleh: Indah Fatmawati
Loyalitas pelanggan telah menjadi isu menarik dalam bidang pemasaran, tetapi kepuasan
pelanggan saja tidak cukup membuat pelanggan loyal terhadap suatu produk. Meskipun
loyalitas pelanggan sendiri tidak dapat dipisahkan dari kepuasan pelanggan, tetapi pola
hubungan antara kedanya bersifat asimetri mengingat konsumen yang loyal kebanyakan adalah
konsumen yang terpuaskan dan tidak semua kepuasan konsumen bermakna loyalitas.
Dalam beberapa riset menguji pengaruh reputasi merk, kepuasan pelanggan dan kualitas kinerja
terhadap loyalitas pelanggan dengan variable citra, nilai, kualitas persepsian dan kepuasan
pelanggan terhadap loyalitas pelanggan. Hasil riset menunjukkan bahwa citra dan kepuasan
pelanggan merupakan predictor yang baik bagi variasi loyalitas pelanggan.
Kondisi-kondisi tersebut merupakan tantangan bagi manajemen rumah sakit sebagai penyedia
bisnis layanan kesehatan, yang membutuhkan good management yang tercermin dari good
planning. Good planning ditentukan oleh good planning tools dan good management
knowledge. Perencanaan yang baik selanjutnya perlu diimplementasikan secara tepat dan
komprehensif oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dengan prosedur
pengendalian yang sistematis.
Perumusan masalahnya adalah untuk menjawab bagaimanakah pengaruh citra rumah sakit dan
kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan?
Berawal dari konsep loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen mendalam untuk
mengulang preferensi produk atau layanan di masa yang akan datang.
Citra berkaitan dengan reputasi sebuah merk/ perusahaan yaitu persepsi konsumen tentang
kualitas yang berkaitan dengan merk/ perusahaan.
Sedangkan kepuasan adalah pemenuhan yang menyenangkan atau evaluasi pelanggan terhadap
kinerja produk/ layanan yang sesuai atau melampaui harapannya.
Penelitiannya menggunakan sampel responden yang pernah menggunakan jasa rawat inap
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan metode convenience sampling. Kuesioner
yang dibagikan 125, tetapi hanya 88 yang diisi lengkap. Hasil pengujian hipotesis dilakukan
dengan analisis regresi untuk mengidentifikasi faktor-faktor citra rumah sakit, kepuasan
pelanggan yang menjadi predictor bagi loyalitas pelanggan.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variable citra merupakan predictor bagi loyalitas
pelanggan. Temuan lain yang menarik adalah bahwa ternyata variable kepuasan terhadap :
layanan dokter dan perawat, penampilan fisik dan empati dokter, perawat dan staf, makanan,
ketersediaan peralatan, kenyamanan, dan biaya tidak signifikan berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa walaupun kepuasan pelanggan bukan
predictor bagi loyalitas pelanggan tetapi kepuasan merupakan prerequisite bagi loyalitas
pelanggan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kepuasan pelanggan terhadap Ruamh Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta tidak secara otomatis membuat mereka loyal terhadap Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Kesimpulan penelitian bahwa citra Rumah Sakit, baik citra pelanggan tentang atribut-atribut
yang ada pada rumah sakit maupun citra rumah sakit itu sendiri secara keseluruhan
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Loyalitas juga secara parsial dipengaruhi
oleh kepuasan pelanggan terhadap penerimaan, prosedur administrative dan ketepatan jadwal
serta kepuasan pelanggan secara keseluruhan.
Saran, untuk penelitian selanjutnya diharapkan jumlah sampel lebih besar dan metode lain
sehingga diperoleh hasil yang leih akurat.
Utilitas Vol 12 No 2 Juli 2004
2. PARADIGMA SAKIT VS PARADIGMA SEHAT
Oleh: Dr. Wahyudi Istiono, M.Kes.
Mayoritas masyarakat Indonesia masih memakai paradigm sakit. Baru sebagian kecil saja yang
menggunakan paradigm sehat, termasuk dokternya. Memang sesuai dengan istilah dan
fungsinya, rumah sakit adalah tempat orang sakit, sebagai pelayanan kesehatan sekunder atau
tersier, paradigm sakit berlaku di sini.
Mengapa ada orang sehat pergi ke rumah sakit untuk general chek up? Jawabnya karena pusat
pelayanan primer tidak mampu menyelenggarakan, atau tidak bisa bahwa pelayanan primer
mampu melaksanakan. Apalagi dokter di pusat pelayanan kesehatan primer jarang bertemu
pasien, kecuali pada praktek sore hari. Nuansa berbeda dengan di Belanda tahun 1998, Dokter
sebagai General Practicioner (GP) berbuat lebih banyak. Setiap kasus dikoordinaasikan dan
didiskusikan dengan tim kesehatan lain dan dicari penyebab utamanya.
Tentang kesakitan dan penyakit pasien, dicatat dalam medical record yang rapi dengan nomor
yang terstruktur dan disimpan dalam folder yang baik. Disisi lain, ketrampilan dokter dalam
menangani masalah sangat meyakinkan pasien, sehingga pasien terkesan sangat puas serta
bernuansa kekeluargaan. Dokter primer (puskesmas) bisa bekerja di klinik atau berkunjung ke
rumah pasien sesuai kebutuhan, tidak hanya sibuk direpotkan dengan laporan program
pemerintah yang terkadang target dan pencapaiannya ditentukan.
COME VS FOME
Model di Indonesia mendahulukan komunitas dengan Community Oriented Medicine (COME), di
tingkat puskesmas muncul belasan program yang wajib dilaporkan dan terkadang bahkan saling
kontradiktif. Dinas kesehatan sebagai pemain tunggal dan Puskesmas sebagai pelaksana,
terkesan tanggungjawab ke Dinas Kesehatan lebih besar daripada ke masyarakat.
Famly Oriented Medicine (FOME) merupakan solusi dalam menjawab kekurangan yang melekat
pada COME. Pertama, orientasi lebih pada masalah nyata yang dihadapi pasien, keluarga dan
lingkungannya. Kedua, konsep FOME mensyaratkan perbandingan kebutuhan yang ideal, antara
profesi dokter keluarga dengan masyarakat (WHO: 1 dokter : 2500 jiwa) sehingga jumlah yang
dipantau tidaklah besar. Ketiga, pelayanan dokter keluarga dalam bentuk team work,
terintegrasi dengan profesi lain, sama-sama bertanggungjawab secara professional dalam
mengelola kesehatan pasien dan keluarga.
Dokter umum perlu meningkatkan pengetahuan, etika dan keterampilan selama kurang lebih 3
tahun diharapkan dapat:
1. Menyelesaikan sekitar 85-90% kasus di layanan primer
2. Melaksanakan penyelesaian secara menyeluruh
3. Mengkoordinasikan pelayanan pasien dengan tim kesehatan lain di pelayanan primer
maupun spesialis di pelayanan sekunder dan tersier.
4. Mengenal masalah yang berhubungan dengan komunitas, pekerjaan, serta kultur budaya
yang berhubungan
5. Menjalankan upaya pencegahan pada seluruh tahap perjalananal alamiah penyakit
6. Menyelesaikan masalah secara kontinyu
7. Membangun support system bagi pasien di lingkunganya.
Masyarakat diuntungkan karenamasyarakat dapat mengakses pelayanan dokter keluarga
dengan cepat dan dilayani dengan komprehensif, berkelanjutan serta dilacak factor-faktor
resiko penyakit untuk diminimalisir tanpa banyak waktu dan biaya terbuang.
Kebingungan masyarakat ditingkat primer berkurang, sehingga dapat mengurangi kasus seperti
“Ponary Swet”, paranormal atau pengobatan lain yang diagnosisnya memakai istilah medis,
namun penyembuhannya tidak pernah dijelaskan secara rasional dan tercatat secara baik, serta
tidak bisa diteliti.
Ethical Digest No.76 Thn. VIII Juni 2010
3. RUMAH SAKIT KECIL TAPI INDAH
Oleh: RS. ASRI
Rumah Sakit ini menerapkan konsep Boutique Hospital, Tim medis yang kompeten, teknologi
terkini dan pelayanan secara personal, membuat pasien merasa puas.
Dalam setiap meeting yang diadakan, masukan dari pasien dan keluarga dinilai sebagai sesuatu
yang sangat berharga.
Fasilitas-fasilitas seperti taman, café makanan lezat, hotspot area, serta nonton TV sambil
menghirup the atau kopi sembari ngemil makanan. Jadi meski Rumah Sakit Baru tetapi
pengunjung semakin meningkat, dengan motto Your Home For Better health.
Dengan kapasitas tempat tidur yang hanya 39 bed, RS Asri tidak hendak bersaing dengan rumah
sakit besar, dengan peralatan lengkap, yang banyak bermunculan. Tetapi RS. Asri membidik
masyarakat yang ada kecenderungan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang “lebih” dan
dilayani secara privat. Situasi di Rumah sakit besar yang crowded, membuat pasien harus sabar
dan harus berjalan cukup jauh untuk ketemu dokter, ke laboratorium, menebus obat,
melakukan pembayaran dan lain-lain.
Dengan tarif pelayanan medis termahal (kelas super VIP) Rp 1,5 juta dan termurah (kelas 3) Rp
250 ribu. Dari pasien yang datang 30% adalah pasien asuransi dan perusahaan, sisanya (70%)
pasien umum. RS. Asri melayani masyrakat dengan Care, Empathy & Competence. Pasien yang
datang bisa segera dilayani, karena di sini setidaknya 30 dokter spesialis dan 5 dokter umum
dengan 13 poliklinik. Total karyawan 160 dan BOR 60%.
Misi : Menjadi Rumah Sakit yang mampu menyelenggarakan pelayanan reproduksi pria dan
wanita secara paripurna, dan mengutamakan kebutuhan pasien.
Visi : Menjadi RS yang memberikan pelayanan reproduksi yang beretika dan terkemuka di Asia
Tenggara pada 2012.
Selain memanfaatkan internet, RS Asri percaya bahwa promo dari mulut ke mulut cukup ampuh.
Pasien yang merasa puas akan bercerita kepada anggota keluarga yang lain, kerabat, tetangga
dan sejawat. Dan RS Asri disebut sebagai Rumah Sakit Keluarga.
Ethical Digest No. 76 Thn. VIII Juni 2010
Download