UJI KANDUNGAN SENYAWA Я

advertisement
UJI KANDUNGAN SENYAWA
ß-SITOSTEROL DAN STIGMASTEROL DALAM EKSTRAK HEKSAN DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
1
Sutanto1 Ike Yulia Wiendarlina2 Dwi Wahyuni2
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor
2
Program Studi Farmasi, FMIPA-UNPAK
Abstrak
Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) merupakan tanaman tropis yang secara tradisional
dimanfaatkan sebagai obat. Salah satu zat aktif dari Binahong yang diduga dapat memberikan efek terapeutik
terhadap tubuh manusia adalah ß-sitosterol dan stigmasterol. ß-sitosterol merupakan sterol utama dalam sterol
tumbuhan, tetapi bukanya satu-satunya sterol yang ada. Sterol yang lain termasuk stigmasterol, yang stukturnya
hanya sedikit berbeda dengan struktur ß-sitosterol. Tujuan dari penelitian ini Mengetahui kadar senyawa ßsitosterol dan Stigmasterol yang terkandung dalam ekstrak heksan daun Binahong menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis Densitometer (KLT Densitometer).
Preparasi sempel dilakukan dengan mengekstraksi serbuk daun Binahong secara maserasi dengan pelarut
heksan sampai diperoleh ekstrak heksan daun Binahong. Pengujian yang dilakukan adalah uji fitokimia,
penentuan kadar ß-sitosterol dan stigmasterol
Hasil uji fitokimia ekstrak heksan daun Binahong menunjukan bahwa daun binahong mengandung
senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid dan steroid. Hasil
penentuan kadar senyawa ß-sitosterol dalam ekstrak heksan daun Binahong sebesar 3.59 % dan kandungan
senyawa stigmasterol dalam ekstrak heksan daun Binahong sebesar 8.30 %.
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya
akan tanaman berkhasiat obat, sejak lama manusia
menggunakan tumbuhan dan bahan alam sebagai
obat untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan
dan mencegah penyakit tertentu, mempercantik diri
serta menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan
bugar. Pada catatan sejarah diketahui bahwa
fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan telah
dikenal masyarakat sejak masa sebelum Masehi,
hingga saat ini penggunaan tumbuhan atau bahan
alam sebagai obat tersebut dikenal dengan sebutan
obat tradisional .
Salahsatu jenis tanaman yang banyak
dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional
adalah Binahong, yang mempunyai nama ilmiah
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Binahong
dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit, antara lain batuk atau muntah darah,
penyakit paru-paru, diabetes melitus, radang ginjal,
ambeien, disentri, gusi berdarah, luka setelah
operasi atau melahirkan, jerawat, luka akibat
kecelakaan, luka bakar, meningkatkan vitalitas pria,
menjaga stamina, menurunkan kolesterol. Namun,
belum ada penelitian khusus dengan uji pre klinis
maupun klinis yang menunjukkan kebenaran
khasiat tanaman tersebut. Dalam daun Binahong
diketahui mempunyai kandungan asam oleanolik.
Asam
oleanolik tersebut mempunyai khasiat sebagai anti
inflamasi
dan
bisa
mengurangi
rasa nyeri pada luka bakar (Sudrajat, 2009).
Adanya
kandungan
senyawa
triterpenoid,
steroid,
flavonoid, saponin dan glikosida (Aviana, 2006),
membuat Binahong berkhasiat untuk mempercepat
pemulihan kesehatan setelah operasi, setelah
melahirkan, khitan, segala luka dalam, luka luar
dan radang usus, melancarkan peredaran darah,
mencegah stroke, maag, asam urat, menambah dan
mengembalikan vitalitas daya tahan tubuh,
melancarkan buang air besar dan air kecil,
sedangkan tambahannya sebagai obat sariawan
berat, jerawat dan penurun kolesterol (Sudrajat,
2009).
Steroid adalah suatu kelompok senyawa
yang
mempunyai
kerangka
dasar
siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat
cincin terpadu dengan ikatan jenuh dan disebut
gonan, tiga kelompok terpenting dari steroid adalah
sterol, asam empedu, hormon steroid. Sterol adalah
steroid alkohol, senyawa ini mengandung gugus
hidroksi dengan posisi ß pada atom C-3 dan
mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap pada
cincin B dan rantai samping, tidak mempunyai
gugus yang bersifat asam, seperti karboksil atau
karbonil, sterol yang terpenting pada hewan adalah
kolesterol.
Pada
tumbuh-tumbuhan
dan
mikroorganisme, sebagai pengganti kolesterol
dijumpai suatu sterol yang lebih banyak macamnya
dan serupa, misalnya ergosterol, ß-sitosterol dan
stigmasterol.
ß-sitosterol adalah sterol nabati. ßsitosterol serupa dengan struktur kolesterol, kecuali
adanya cabang dua atom karbon pada C-24. yang
terletak pada ekor hidrokarbon yang tertempel pada
inti sterol. ß-sitosterol merupakan sterol utama
dalam sterol tumbuhan, tetapi bukan satu-satunya
sterol yang ada. Sterol yang lain termasuk
kampesterol dan stigmasterol, yang stukturnya
hanya sedikit berbeda dengan struktur ß-sitosterol
(Montgomery, 1983), namun sterol tumbuhan
diabsorpsi lebih lambat oleh manusia tetapi dalam
jumlah besar ß-sitosterol dapat menghambat
absorpsi
kolesterol.
Kenyataan
ini
telah
dimanfaatkan secara klinis, karena ß-sitosterol
diberikan kepada penderita-penderita dengan
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol plasma darah
berlebih) dalam usaha untuk mengurangi absorpsi
kolesterol.
Pada penelitian terdahulu ekstrak etil
asetat daun Binahong diketahui memiliki aktifitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas aeruginosa dengan KHM
(Konsentrasi Hambat Minimum) ekstrak daun
Binahong terhadap Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 25% sedangkan pada
bakteri
Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 50%.
Pada uji KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum)
ekstrak daun Binahong terhadap bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50%
sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa
pada konsentrasi 100%.(Khunaifi, 2010)
Memperhatikan hal tersebut, penelitian
terdahulu dilakukan terhadap aktifitas antibakteri,
maka kali ini ekstrak Binahong akan dikembangkan
terhadap keberadaan senyawa ß-sitosterol dan
stigmasterol di atas sebagai upaya pengembangan
bahan obat alami untuk pencegahan ataupun
pengobatan penyakit degeneratif, maka diperlukan
penelitian yang lebih dalam mengenai senyawa
steroid dalam daun Binahong sebagai salahsatu
senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan.
Steroid merupakan senyawa non polar
oleh karena itu secara teoritis dapat terlarut dengan
pelarut non polar, maka dalam penelitian ini akan
dicoba mengekstrak kandungan ß-sitosterol dan
stigmasterol dalam daun Binahong dengan pelarut
heksan yang bersifat non polar.
Tujuan Penelitia
Mengetahui kadar senyawa ß-sitosterol dan
Stigmasterol yang terkandung dalam ekstrak
heksan daun Binahong menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis Densitometer (KLT Densitometer).
Hipotesis
Daun Binahong mengandung sejumlah senyawa ßsitosterol dan Stigmasterol.
BAHAN DAN METODE
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
sampai bulan Juli 2011 di Laboratorium Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan, Bogor dan Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) Jln.
Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain oven, panci maserasi, cawan krus,
tanur, desikator, neraca analitik, ayakan mesh no
40, kertas saring, lempeng aluminium silika gel 60
F 254, KLT Densitometer, alat-alat gelas dan alatalat lainnya yang lazim digunakan di dalam
laboratorium kimia.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis), heksan, akuades,
kloroform, asam sulfat, pereaksi Mayer, Wagner,
Dragendorf, serbuk Mg, asam klorida pekat,
standar ß-sitosterol dan stigmasterol, larutan
pengembang kloroform: etanol p.a: etil asetat
(48:1:1).
Metode Penelitian
Pengumpulan Bahan dan Determinasi Daun
Binahong
Simplisia daun binahong diperoleh dan
dideterminasi di BALITRO. Bagian tumbuhan
yang digunakan adalah daun. Daun yang digunakan
kurang lebih 7,5 kg. Setelah itu dikumpulkan dan
dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel
(sortasi basah), dicuci dengan air yang mengalir
sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk
membebaskan daun dari sisa-sisa air cucian.
Selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu
50º C selama 24 jam, lalu simplisia kering
dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin
tidak hilang pada saat pencucian (sortasi kering).
Tahap selanjutnya simplisia kering digrinder
sehingga menjadi simplisia serbuk dan diayak
dengan ayakan mesh 20, kemudian disimpan dalam
wadah bersih dan tertutup rapat (DepKes RI, 1985).
Karakterisasi Farmakognosi Simplisia Daun
Binahong
Penetapan Kadar Air
Prosedur penentuan kadar air simpisia
dilakukan dengan menggunakan alat moisture
balance, kerjanya dengan cara menyalakan tombol
on/off terlebih dahulu, kemudian pinggan disimpan
di bagian tengah dan penahan punch diatasnya.
Diset program, akurasi maupun temperatur sesuai
dengan jumlah simplisia yang diuji. Punch
disimpan diatas penyangga, kemudian ditera.
Ditimbang simplisia sebanyak 1 g (akurasi rendah)
atau 5 g (akurasi sedang), simplisia disimpan di
atas punch dengan jumlah simplisia yang telah
disesuaikan dengan akurasi yang diinginkan.
Simplisia diratakan sampai menutupi permukaan
punch, lalu ditutup. Setelah proses selesai, maka
persen kadar air dari simplisia akan tertera secara
otomatis (DepKes RI, 2000)
Penetapan Kadar Abu Serbuk Simplisia
Ditimbang seksama (teliti) antara 2 g
sampai 3 g simplisia ke dalam krus platina atau
krus silikat yang telah dipijarkan dan ditera
(diketahui bobotnya), diratakan. Pijarkan perlahanlahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
ditambahkan air panas, disaring melalui kertas
saring bebas abu. Dipijarkan sisa dan kertas saring
dalam krus yang sama. Filtrat dimasukan ke dalam
krus, diuapkan, dipijarkan didapat nilai konstan
dengan kisaran tidak lebih dari 0.25, ditimbang,
dihitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (DepKes RI, 2000)
Kadar abu (%)
(Bobot krus + abu simplisia) – Bobot krus kosong
=
Bobot sampel simplisia serbuk
× 100%

Penetapan Kadar Abu Yang Tidak
Larut Dalam Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar
abu, didihkan dengan 25 mL asam sulfat encer
selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, sering melalui krus kaca mesir atau
kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar
abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara.
 Uji Fitokimia Simplisia
 Uji alkaloid
Sebanyak 1 g simplisia dilarutkan dalam
10 mL kloroform dan 4 tetes NH4OH kemudian
disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung
reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung
reaksi dikocok dengan 6 mL H2SO4 2M dan lapisan
asamnya dipisahkan kedalam tabung reaksi yang
lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng
tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner,
dan Dragendorff yang akan menimbulkan endapan
warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga
(DepKes RI, 1989).

Uji Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 1 g simplisia dilarutkan dalam
25 mL etanol panas (50ºC) kemudian hasilnya
disaring kedalam pinggan proselen dan diuapkan
sampai kering. Residu ditambahkan eter dan
ekstrak eter dipindahkan kedalam lempeng tetes
kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan
1 tetes H2SO4 pekat (uji Lieberman-Bourchard).
Terbentuknya
warna
merah
atau
ungu
menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau
atau biru menunjukan adanya steroid (DepKes RI,
1989)..

Uji Saponin
Sebanyak 1 g simplisia dimasukkan ke
dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 mL
air panas dan di didihkan selama 5 menit. Setelah
itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk
pengujian. Sebanyak 10 mL filtrat di masukan
kedalam tabung reaksi tertutup kemudian di kocok
selama 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit.
Adanya saponin ditunjukan dengan terbentuknya
buih yang stabil (DepKes RI, 1989)..
Uji Flavonoid
Sebanyak 1 g simplisia dimasukkan ke
dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 mL
air panas dan di didihkan selama 5 menit. Setelah
itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk
pengujian sebanyak 10 mL filtrat dimasukan
kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 g
serbuk magnesium, 2 mL alkohol klorhidrat
(campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan
perbandingan 1:1) dan 20 mL amil alkohol
kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya
warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alkohol menunjukan adanya flavonoid (DepKes RI,
1989)..
 Pembuatan Ekstrak Heksan Daun
Binahong
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara
sebagai berikut. Sepuluh bagian simplisia serbuk
dimasukkan ke dalam bejana kemudian dituang
dengan 75 bagian penyari yaitu heksan, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya,
sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari sari
diserkai, ampas diperas. Ampas ditambahkan
cairan penyari (heksan) secukupnya lalu diaduk dan
diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak
100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat
sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari.
Endapan kemudian dipisahkan (DepKes RI, 1986).
Setelah itu, ekstrak yang diperoleh dievaporasi
dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu
30-40º C hingga diperoleh ekstrak kental daun
binahong.(DepKes RI, 1986). Ekstrak yang didapat
kemudian
dihitung
menggunakan rumus:
rendemennya
dengan
Rendemen ekstrak total
bobot ekstrak
=
× 100%
bobot simplisia


Karakterisasi Farmakognosi Ekstrak
Heksan Daun Binahong
Penetapan Kadar Air Ekstrak Heksan
Daun Binahong
Prosedur penentuan kadar air ekstrak
dilakukan dengan menggunakan alat moisture
balance, kerjanya dengan cara menyalakan tombol
on/off terlebih dahulu, kemudian pinggan disimpan
di bagian tengah dan penahan punch diatasnya.
Diset program, akurasi maupun temperatur sesuai
dengan jumlah simplisia yang diuji. Punch
disimpan diatas penyangga, kemudian ditera.
Ditimbang simplisia sebanyak 1 g (akurasi rendah)
atau 5 g (akurasi sedang), simplisia disimpan di
atas punch dengan jumlah simplisia yang telah
disesuaikan dengan akurasi yang diinginkan.
Simplisia diratakan sampai menutupi permukaan
punch, lalu ditutup. Setelah proses selesai, maka
persen kadar air dari simplisia akan tertera secara
otomatis (DepKes RI, 2000).

Penetapan Kadar Abu Ekstrak Heksan
Daun Binahong
Ditimbang tepat (teliti) antara 2 g sampai
3 g ekstrak ke dalam krus platina atau krus silikat
yang telah dipijarkan dan ditera (diketahui
bobotnya), diratakan. Pijarkan perlahan-lahan
hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
ditambahkan air panas, disaring melalui kertas
saring bebas abu. Dipijarkan sisa dan kertas saring
dalam krus yang sama. Filtrat dimasukan ke dalam
krus, diuapkan, dipijarkan samapi didapat nilai
konstan dengan kisaran tidak lebih dari 0.25,
ditimbang, dihitung kadar abu terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (DepKes RI, 2000).
Kadar abu (%)
(Bobot krus + abu simplisia) – Bobot krus kosong
=
Bobot sampel simplisia serbuk
× 100%

Uji Fitokimia Ekstrak Heksan Daun
Binahong
 Uji alkaloid
Sebanyak 0,25 g ekstrak dilarutkan dalam
10 mL kloroform dan 4 tetes NH4OH kemudian
disaring dan filtratnya dimasukan ke dalam tabung
reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung
reaksi dikocok dengan 6 mL H2SO4 2M dan lapisan
asamnya dipisahkan kedalam tabung reaksi yang
lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng
tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner,
dan Dragendorff yang akan menimbulkan endapan
warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga
(DepKes RI, 1989)..

Uji Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 0,25 g ekstrak dilarutkan dalam
250 mL etanol panas (50ºC) kemudian hasilnya
disaring kedalam pinggan proselen dan diuapkan
sampai kering. Residu ditambahkan eter dan
ekstrak eter dipindahkan kedalam lempeng tetes
kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan
1 tetes H2SO4 pekat (uji Lieberman-Bourchard).
Terbentuknya
warna
merah
atau
ungu
menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau
atau biru menunjukan adanya steroid (DepKes RI,
1989)..
Uji Saponin
Sebanyak 0,25 g ekstrak dimasukkan ke
dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 mL
air panas dan di didihkan selama 5 menit. Setelah
itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk
pengujian. Sebanyak 10 mL filtrat di masukan
kedalam tabung reaksi tertutup kemudian di kocok
selama 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit.
Adanya saponin ditunjukan dengan terbentuknya
buih yang stabil (DepKes RI, 1989)..

Uji Flavonoid
Sebanyak 0,25 g ekstrak dimasukkan ke
dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 mL
air panas dan di didihkan selama 5 menit. Setelah
itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk
pengujian sebanyak 10 mL filtrat dimasukan
kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 g
serbuk magnesium, 2 mL alkohol klorhidrat
(campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan
perbandingan 1:1) dan 20 mL amil alkohol
kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya
warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alkohol menunjukan adanya flavonoid (DepKes RI,
1989)..

Pembuatan larutan Uji
Sebanyak 0,0524 g ekstrak kental daun
binahong dimasukan kedalam labu ukur 25 mL
ekstrak dilarutkan dengan heksan dan di kocok
selama 2 jam, ekstrak yang sudah dilarutkan
tersebut disaring dengan menggunakan kertas
saring
filtrat
yang
dihasilkan ditampung dan siap untuk ditotolkan
(Amirudin, 2011).

Pembuatan larutan Standar
Sebanyak 0,002375 g standar ß-sitosterol
dan stigmasterol dimasukan kedalam labu ukur 25
mL standar dilarutkan dengan heksan dan di kocok
selama 2 jam, standar yang sudah dilarutkan siap
untuk ditotolkan (Amirudin, 2011).


Analisis Senyawa ß-Sitosterol dan
Stigmasterol
Dengan
KLT
Densitometer
Hasil Karakterisasi
Tabel 2. Hasil Perolehan Karakterisasi Simplisia
dan Ekstrak Heksan Daun Binahong
Pengujian analisis senyawa ß-sitosterol
Sampel
Kadar air Kadar abu
Kadar
dan stigmasterol ini bertujuan untuk mengetahui
(%)
(%)
abu tidak
seberapa banyak kadar ß-sitosterol dan stigmasterol
larut
dalam ekstrak heksan daun binahong. Larutan ßasam
sitosterol dan stigmasterol sebagai larutan standar
Simplisia
8.75%
17.37%
dan larutan ekstrak heksan daun binahong sebagai
larutan uji ditotolkan masing-masing sebanyak 5 µl
Ekstrak
3.1%
6.81%
0%
pada lempeng plat aluminium silika gel 60 F 254
yang mula-mula lempeng dipanas terlebih dahulu
dengan oven pada suhu 120º C selama 20 menit,
 Kadar Air Simplisia
dielusi dengan fase gerak klorofom: etanol: etil
asetat (48:1:1) kemudian lempeng segera diukur
Penentuan kadar air berguna untuk
dengan KLT densitometer pada panjang gelombang
menyatakan kandungan air dalam tumbuhan
285 nm untuk ß-sitosterol dan pada panjang
sebagai persentase, dari bahan kering. Selain itu,
gelombang 264 nm untuk stigmasterol.
penentuan kadar air berguna untuk mengetahui
Rumus KLT Densitometer =
ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan
(%)
(DepKes, 1989). Hasil penentuan kadar air yang
L. Area sampel
× ppm standar × volume penotolan ×telah
FP dilakukan pada serbuk simplisia daun
= L. Area standar
Binahong dengan menggunakan alat moisture
Bobot sampel × 1000
balance diperoleh kadar air sebesar 8, 75%. Hasil
× 100%
percobaan ini menunjukkan bahwa kadar air tidak
memenuhi persyaratan menurut Materi Medika
Indonesia (1989) dimana untuk kadar air daun ≤
5%. Kadar air relatif tinggi ini menunjukkan
pengeringan yang tidak sempurna. Artinya serbuk
simplisia daun Binahong tidak dapat disimpan
dalam waktu yang lama karena jika disimpan
dalam waktu yang lama serbuk simplisia mudah
HASIL DAN PEMBAHASAN
sekali menjadi media pertumbuhan jamur.

Serbuk Daun Binahong
Daun Binahong diperoleh dari Balai
Penelitian
Tanaman
Obat
dan
Rempah
(BALITTRO) di bogor dan dideterminasi di
Herbarium Bogoriense, bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi-Lipi Bogor dinyatakan bahwa
tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah
daun Binahong dengan nama latin Anredera
cordifolia Ten. steenis. Hasil determinasi dapat
dilihat pada lempiran 4.
Serbuk daun Binahong yang diperoleh adalah 537 g
dari 7500 g daun basah dengan rendemen sebesar
7, 16%.
Setelah
proses
pembuatan
serbuk
dilakukan pemeriksaan
pendahuluan,
yang
bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari
serbuk daun Binahong. Pemeriksaan serbuk
Binahong meliputi pemeriksaan organoleptis yang
terdiri dari bentuk, warna, bau dan rasa. Hasil
pemeriksaan organoleptik diketahui bahwa serbuk
daun Binahong yang dihasilkan berukuran sedang,
berwarna hujau tua, memiliki rasa pahit dan berbau
aromatik lemah.

Penentuan
Simplisia
Kadar
Abu
Serbuk
Penentuan kadar abu berguna untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal
dan eksternal yang berawal dari proses awal sampai
terbentuknya simplisia (DepKes RI, 2000).
Komposisi dari bahan pangan atau tanaman 96%
adalah air dan bahan organik, sisanya adalah unsur
mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat
anorganik atau abu. Proses pembakaran bahanbahan organik terbakar tetapi bahan anorganiknya
tidak, sisa yang terbakar merupakan abu (DepKes
RI, 2000). Penentuan kadar abu serbuk simplisia
daun Binahong (Anredera cordifolia Ten. Steenis)
diperoleh kadar abu sebesar 17,37%, hasil ini dapat
diartikan bahwa pada simplisia daun Binahong
mengandung bahan anorganik atau pengotor cukup
tinggi, hal tersebut kemungkinan karena pada
proses pembuatan serbuk simplisia tidak bersih
sehingga banyak pengotor yang menempel.
 Penentuan Kadar Abu Tidak Larut
Asam
Penentuan kadar abu tidak larut asam
memberikan gambaran seberapa banyak kadar
senyawa larutan asam yang terkandung dalam
serbuk simplisia, dari penentuan kadar abu tidak
larut asam serbuk simplisia daun Binahong
diperoleh sebesar 0%, hasil ini dapat dinyatakan
bahwa serbuk simplisia daun binahong tidak
mengandung senyawa yang larut asam.

Ekstrak Heksan Daun Binahong
Ekstrak kental daun Binahong yang
diperoleh sebanyak 44,33 g dan rendemen sebesar
11,08%. Data perolehan jumlah serbuk dan ekstrak
etanol dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3. Data Perolehan Jumlah Serbuk dan
Ekstrak Heksan Daun Binahong
Serbuk
Ekstrak
Ekstrak
Rendemen
kering
cair
kental
ekstrak
(g)
(ml)
(g)
kental (%)
400

4000
44,33
11,08
Kadar Air Ekstrak
Penentuan kadar air berguna untuk
menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan
sebagai persentase bahan kering. Selain itu,
penentuan kadar air berguna untuk mengetahui
ketahanan suatu bahan dalam penyimpaan (DepKes
RI, 1989). Dari penentuan kadar air yang telah
dilakukan pada serbuk simplisia daun Binahong
dengan menggunakan moisture balance diperoleh
kadar air ekstrak heksan daun Binahong sebesar
3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil kadar air
ekstrak kental heksan daun Binahong memenuhi
persyaratan menurut Materia Medika Indonesia
(1989) dimana untuk kadar air daun ≤ 5%, yang
menunjukan bahwa ekstrak heksan daun Binahong
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
 Kadar Abu Ekstrak
Penentuan kadar abu berguna untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal
dan eksternal yang berawal dari proses awal sampai
terbentuknya simplisia (DepKes RI, 2000).
Komposisi dari bahan pangan atau tanaman 96%
adalah air dan bahan organik, sisanya adalah unsur
mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat
anorganik atau abu. Dalam proses pembakaran
bahan-bahan organik terbakar tetapi bahan
anorganiknya tidak, sisa yang terbakar merupakan
abu (DepKes RI, 2000). Dari penentuan kadar abu
ekstrak kental daun Binahong (Anredera cordifolia
Ten. Steenis) diperoleh kadar abu sebesar 6,81%,
hasil ini dapat diartikan bahwa pada ekstrak kental
daun Binahong relatif rendah mengandung bahan
anorganik atau pengotor.

Uji Fitokimia
Uji fitokimia terhadap serbuk simplisia
dan juga ekstrak kental heksan daun Binahong
bertujuan untuk menguji keberadaan golongan
metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid,
saponin, steroid, triterpenoid. Golongan senyawa
yang terdapat dalam serbuk simplisia dan juga
ekstrak heksan daun Binahong dapat ditentukan
dengan melihat warna setelah ditambahkan
pereaksi yang spesifik untuk setiap uji kualitatif.
Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Fitokimia Pada Serbuk
Simplisia dan Ekstrak Heksan Daun Binahong
Uji Fitokimia
Serbuk
Ekstrak
Simplisia Heksan
Daun
Binahong
Alkaloid
+
+
Saponin
+
+
Flavonoid
+
+
Triterpenoid
+
+
Steroid
+
+
Keterangan : tanda (+) ada,
tanda (-) tidak ada
Adanya senyawa yang terkandung dalam
serbuk simplisia dan ekstrak heksan daun Binahong
didasarkan pada reaksi warna yang diberikan pada
masing-masing golongan senyawa. Berdasarkan
hasil uji fitokimia diketahui bahwa serbuk simplisia
dan ekstrak daun Binahong menunjukkan reaksi
yang positif terhadap beberapa golongan senyawa,
diantara senyawa alkaloid, saponin, flavonoid,
triterpenoid, steroid. Untuk senyawa alkaloid
menunjukan hasil yang positif karena pada saat
menggunakan preaksi Mayer, Wagner dan
Dragendorf berturut-turut terbentuk endapan putih,
coklat dan merah jingga. Pada uji saponin
menunjukkan hasil yang positif karena terbentuk
buih yang stabil. Pada uji senyawa flavonoid
menujukkan hasil positif ditandai dengan
terbentuknya warna jingga pada lapisan amil
alkohol dan pada uji senyawa triterpenoid dan
steroid menunjukkan hasil yang positif ditandai
dengan terbentuknya warna merah untuk
triterpenoid dan warna biru untuk steroid.

Analisis Senyawa Steroid
Senyawa steroid selanjutnya akan
dilakukan pengujian dengan menggunakan KLT
densitometer menunjukkan hasil positif pada
pengujian serbuk simplisia maupun ekstrak heksan
daun Binahong hal tersebut kemungkinan dapat
terjadi dikarenakan senyawa steroid dapat terlarut
dengan pelarut non polar diantaranya pelarut
heksan.
Analisis kromatografi terhadap ekstrak
heksan daun Binahong merupakan uji kualitatif
dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dan analisis densitometer sebagai uji
kuantitatif untuk mengetahui senyawa ß-sitosterol
Track
Sempel
Standar
Peak
Luas
Peak
Luas area
Rf
Area
Rf
1
0.23
6796.56
0.23
10167.48
2
0.23
9332.52
Rata
0.23
8064.54
rata
dan stigmasterol dimana senyawa tersebut
tergolong pada senyawa steroid.

Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah
suatu metode pemisahan campuran analit dengan
mengelusinya melalui fase diam yang datar pada
plat penyangga. Ekstrak heksan daun Binahong
(Anredera cordifolia Ten. Steenis) dianalisis
dengan KLT menggunakan eluen klorofrom: etanol
p.a: etil asetat (48:1:1). Pengujian ekstrak tersebut
dilakukan
dengan
membandingkan
pola
pemisahaan atau spot antara senyawa uji dengan
standar ß-sitosterol dan stigmasterol.
Gambar 5. KLT Densitometer Standar Stigmasterol
Gambar 6. KLT Densitometer Standar ß-Sitosterol
Tabel 5. Data Hasil Kromatografi Lapis Tipis
dengan standar ß-Sitosterol
Tabel 6. Data Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Dengan Standar Stigmasterol
Sempel
Standar
Track
Peak
Luas
Peak
Luas
Rf
Area
Rf
area
1
2
Rata –
rata
0.23
0.23
0.23
5585.65
8992.43
7289.04
0.23
3980.43
Standar ß-sitosterol mempunyai nilai Rf
0.23 dan stigmasterol mempunyai nilai Rf
0.23 yang tidak dapat di deteksi dibawah sinar
UV 366 nm. Hal tersebut dikarenakan
gelombang standar ß-sitosterol berada pada
285 nm dan standar stigmasterol berada pada
264 nm namun spot yang terbentuk dapat
terdeteksi dengan menggunakan scanning
pada
permukaan
lempeng
dengan
densitometer, yaitu suatu alat yang dapat
mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan
dari permukaan lempeng ketika disinari
dengan lampu ultraviolet atau lampu sinar
tampak. Solut-solut yang mampu menjerap
radiasi akan dicatat sebagai puncak (peak)
dalam
pencatat
(recorder).
Scanning
menggunakan Camag TLC scanner 3. Tabel 5
dan 6. Di atas merupakan hasil dari analisis
menggunakan scanner pada permukaan
lempeng dapat terlihat bahwa hasil spot pada
senyawa uji dan standar ß-sitosterol dan
stigmasterol pada Rf makimal yang sama
yaitu 0.23 hal tersebut dapat dinyatakan
bahwa ekstrak heksan daun Binahong benar
mengandung senyawa ß-sitosterol dan
stigmasterol grafik perbandingan antara
senyawa uji dan standar dapat dilihat pada
lampiran 8.
 KLT Densitometer
Hasil spot pada lempeng KLT, kemudian
dilakukan analisis densitometer. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui kadar senyawa ß-sitosterol dan
stigmasterol dalam ekstrak heksan daun Binahong.
Densitometri
merupakan
metode
analisis
instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi
elektromagnetik dengan analit yang merupakan
bercak pada plat Kromatografi Lapis Tipis.
Pada
analisis
secara
densitometer
diketahui bahwa kandungan kadar senyawa ßsitosterol dalam ekstrak heksan daun Binahong
sebesar 3.59 % dan kandungan senyawa
stigmasterol dalam ekstrak heksan daun Binahong
sebesar 8.30 % data perhitungan kadar dapat dilihat
pada Lampiran 7
Hasil tersebut
menunjukan bahwa kadar ß-sitosterol lebih rendah
di bandingkan kadar stigmasterol. Menurut
(Kolese loyola, 2005) diketahui bahwa hormon ßsitosterol yang berkhasiat mencegah pembesaran
kelenjar prostat karena ß-sitosterol dapat
menghambat atau menekan kerja enzim 5-alfareduktase.
Enzim
ini
akan
mengurangi
terbentuknya hormon dihidrotestosteron dari
hormon testosteron. Sedangkan menurut (Rofiatul
Ulya, 2008) stigmasterol berkhasiat sebagai
afrodisiaka yaitu zat yang berfungsi meningkatkan
libido atau meningkatkan gairah seks, dengan
demikian diduga ekstrak heksan daun binahong
lebih efektif sebagai afrodisiaka dibanding
mencegah pembesarnya kelenjar prostrat karena
kadar ß-sitosterol lebih rendah dibanding
stigmasterol.
, RI, 2000. Penetapan Kadar Air dan Kadar
abu Simplisia. Direktorat Pengawasan
Obat dan Makanan. Jakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang didapat dapat
disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak heksan daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) mengandung
senyawa alkaloid, saponin, flavonoid,
triterpenoid dan steroid.
2. Pada uji kandungan senyawa ß-sitosterol
dan stigmasterol pada ekstrak heksan daun
Binahong menunjukan hasil positif bahwa
daun Binahong mengandung senyawa ßsitosterol dan stigmasterol dan dapat
dianalisis
dengan
metode
KLT
densitometer.
3. Kadar yang didapat dari analisis KLT
densitometer terhadap senyawa ßsitosterol dan stigmasterol didapat nilai
sebesar 3,59 % untuk kadar senyawa ßsitosterol dan 8,30 % untuk senyawa
stigmasterol.
2. Saran
1. Perlu dilakukan uji aktifitas steroid dari
ekstrak heksan daun Binahong.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap ekstrak dengan metode lain
seperti GC-MS, HPLC agar struktur
senyawa dapat diketahui dengan pasti.
3. Perlu dilakukan pemurnian sebelum ekstrak
di analisis.
Pustaka
Ansel, C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Edisi Keempat. Terjemahan dari
Introduction to Pharmaceutical Dosage
Farms Oleh Farida Ibrahim. UI Prees.
Jakarta.
DepKes, RI, 1985. Cara Pembuatan Simplisia.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan: Jakarta. 2-22.
, RI, 1986. Cara Pembuatan Simplisia.
Direktorat
Pengawasan
Obat
dan
Makanan. Jakarta.
, RI, 1989. Materia Medika Indonesia, Jilid
V.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
, RI , 1995. Materia Medika Indonesia,
Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
, RI, 1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta.
Gunawan dan Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam
(Farmakognosi) Jilid I. Penerbit Swadaya:
Jakarta
Mantgomery, dkk. 1983. Biokimia Suatu
Pendekatan Berorientasi-kasus Jilid 2
Edisi Keempat. Terjemahan dari Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada Oleh
Ismadi. UGM Press. Yogyakarta.
Martin, Alfred. J. Swarbrick, A. Cammarata. 1990.
Farmasi Fisik, Dasar Dasar Farmasi
Dalam Ilmu Farmasetik. Universitas
Indonesia: Jakarta.
Peterson J. And Dawyer. 2000. An Informatic
Approach To Flavonoid Database
Development. Food Compos. P: 441- 452.
Rofiatul
U,
Eva
Ma’tuqoh and Cahyono. (2008) Analisis
Kadar Stigmasterol Dari Tanaman
Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.)
Yang Tumbuh Pada Ketinggian Berbeda.
UNDIP , Jurusan Kimia UNDIP.
Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis
Obat. Graha Ilmu: Yogyakarta
Sastroamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Penerbit
Liberty. Yogyakarta.
Sjahid,
R.L. 2008. Isolasi dan Identifikasi
Flavonoid
Dari
Daun
Dewagaru
(Eugeunia
uniflora).
Universitas
Muhamadiyah Surakarta. Surakarta.
Sudrajat, J. 2009. Warta Balitro, Mengenal
Tanaman Binahong (andredera cordifollia
(Tens) Steenis). 54:1-7
Soerbito, S. 1991. Analisis Senyawa Obat. Pusat
Antara Universitas Ilmu Hayati. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Download