Ringkasan Skripsi Dengan Jdul: HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH DENGAN PENURUNAN KADAR UREUM DARAH PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RS ADVENT BANDUNG CORRELATION BETWEEN BLOODSTREAM SPEED AND DEGRESSION OF UREA AMOUNT TOWARDS PATIENTS UNDERGOING HEMODIALYSIS THERAPY AT BANDUNG ADVENTIST HOSPITAL Menyetujui Drs. Joseph Tambunan, MSN Pembimbing Utama (Florida Hondo, DrPH, MSN) Kajur Keperawatan S1 (Gilny A. Rantung, M.Kep) Koordinator Nursing Website 1 ABSTRAK Penulisan Skripsi ini dilatar belakangi oleh pengalaman penulis selama bekerja diunit hemodialisis (HD), terlihat bahwa pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah dalam proses HD pada pasien GGK menjadi salah satu masalah yang perlu penanganan tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecepatan aliran darah dengan penurunan nilai ureum paska HD pada pasien GGK di RSAB.Metodologi penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasi.Populasi dalam penelitian ini adalah 89 orang pasien HD RSAB.Sampel pada penelitian ini adalah 64 orang pasien yang menjalanai terapi HD di RSAB yang dipilih secara purposive sampling.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kecepatan aliran darah dan lembar pendokumentasian hasil pemeriksaan laboratorium ureum pra dan paska HD. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar ureum pra HD rata-rata mengalami peningkatan diatas normal, penurunan kadar ureum paska HD yang tinggi, sedangkan hubungan kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar ureum darah paska hemodialisis memiliki hubungan yang signifikan dan keefektifan kecepatan aliran darah pada pasien yang menjalani terapi HD di RSAB memiliki hubungan yang kuat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk mendapat perhatian khusus dalam pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) dalam proses HD, sebaiknya dilakukan secara bertahap untuk memperoleh bersihan ureum yang maksimal paska HD sehingga adekuasi HD dapat tercapai. Bagi Fakultas Keperawatan UNAI diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa dalam mata kuliah Hemodialisis dan praktek keperawatan klinis di Unit HD RSAB. Bagi bidang penelitian agar dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya, tentang hubungan kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar kreatinin, fosfor, dan asam urat pada dialiser high flux bagi pasien yang menjalani terapi HD di RSAB. ABSTRACT This study was implemented based on the researcher’s experience working at hemodialysis department. It has been discovered that the adjustment and monitoring of bloodstreem speed during hemodialysis treatment towards CRF patients is one of the crucial problems that needs to be resolved. This study aims to seek correlation between bloodstream speed and degression of ureum amount during hemodialysis treatment of CRF patients at Bandung Adventist Hospital. Methodology utilized in this study is correlation-descriptive method. The respondents of this study were 89 patients udergoing hemodialysis therapy. Puposive sampling was employed in this study and 64 patients were chosen to undergo the treatment. The research instruments were observation paper of bloodstream speed anddocumenting the results of laboratory examination of paper about pre and post ureum laboratory result. The results showed that pre HD urea levels on average increased above normal, decreased post-HD urea levels are high, while the relationship of blood flow velocity with decreased levels of blood urea post-hemodialysis have a significant relationship and effectiveness of blood flow velocity in patients undergoing therapy HD in RSAB have a strong relationship Hopefully this study will provide insightful inputs to obtain special attention in adjusting bloodstream speed (Qb) during hemodialysis treatment; and this process 2 should be gradually implemented to get maximum urea result during the process so that hemodialysis adequacy can be achieved. It is hoped that the nursing faculty of UNAI can avail this study to train the nursing students who undertake Hemodialysis course and perform clinical duty at hemodialysis department. For future researchers, it is recommended to develop this study for further result regarding the correlation between bloodstream speed and creatinine, phosphour, uric acid amount towards high flux patients undergoing hemodialysis therapy. LATAR BELAKANG MASALAH Pusat data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesi (PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik di perkirakan sekitar 50 orang per satujuta penduduk. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry (IRR), suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pada tahun 2012 jumlah pasien hemodialisa mencapai 4210 orang. Pasien hemodialisis baru tahun 2012 naik menjadi 3260 orang dari 2200 orang pada tahun 2011. (http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/klipingginjal 250406.htm, diakses pada tanggal 19 September 2012).Dengan semakin nyatanya penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan uremia memerlukan terapi pengganti ginjal untuk kelangsungan hidup yaitu dialisis dan transplantasi organ.Adapun metode dialisis yang menjadi pilihan utama adalah hemodialisis. (Sukandar, 2006:162). Proses perpindahan cairan darah pasien menuju dialiser ditentukan oleh kecepatan aliran darah (Quick of blood). Kecepatan aliran darah (Qb) adalah jumlah darah yang dapat dialirkan dalam satuan waktu menit (mL/menit). Semakin banyak darah yang dapat dialirkan menuju dialiser dalam permenitnya maka akan semakin banyak zat-zat toksin dan cairan yang berlebihan dapat dikeluarkan dari tubuh pasien. Pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) yang tepat sangat diperlukan untuk tercapainya bersihan ureum yang optimal. Efektifitas hemodialisis dapat dilihat dari penurunan kadar ureum paska hemodialisis. Target penurunan kadar urea darah paska dialisis berkisar antara 50-75% dari pra dialisis (Kallenbach, Gutch, Stoner, & Corca, 2005:86). Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan diatas dan pengalaman penulis selama bekerja diunit hemodialisis, terlihat bahwa pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah (Qb) dalam proses hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik menjadi salah satu permasalahan yang perlu penanganan tepat, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang: “HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH (QUICK OF BLOOD) DENGAN PENURUNAN KADAR UREUM DARAH PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS RS ADVENT BANDUNG”. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecepatan aliran darah dengan penurunan nilai ureum paska hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Advent Bandung. Tujuan Khusus 1.Mengidentifikasi nilai ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik pra hemodialisis di RSAB. 2.Mengidentifikasi nilai ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik paska hemodialisis di RSAB. 3 3.Menganalisa hubungan kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar ureum darah paska hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSAB. 4.Menentukan hubungan efektifitas dari kecepatan aliran darah terhadap penurunan kadar ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSAB. MANFAAT PENELITIAN 1.Dokter Nefrologi, Dokter pelaksana, Kepala Instalasi dan seluruh Perawat Unit Hemodialisis Rumah Sakit Advent Bandung, dalam menentukan kebijakan terkait dengan pembuatan prosedur tetap tentang pengaturan kecepatan aliran darah (Quick of blood) yang tepat untuk meningkatkan adekuasi hemodialisis. 2.Sebagai bahan referensi untuk digunakan dalam pengembangan penelitian tentang pengaturan kecepatan aliran darah (Quick of blood) pada pasien CKD on HD. TINJAUAN PUSTAKA Kecepatan aliran darah (Quick of Blood atau Qb) adalah jumlah darah yang dapat dialirkan dalam satuan menit (mL/menit).Qb merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian bersihan ureum.Jika Qb dinaikan maka dialiser dapat mengeluarkan ureum dalam jumlah yang lebih banyak ke dalam kompartemen dialisat sehingga bersihan ureum dapat dicapai secara optimal (Daugirdas, Blake, & Ing, 2007:34). Pompa darah atau blood pump pada mesin hemodialisis berperan dalam mengalirkan darah dari tubuh pasien menuju sirkuit darah. Kecepatan blood pump berkisar antara 0-600 mL/menit. Kecepatan blood pump ternyata tidak mencerminkan kecepatan aliran darah yang sesungguhnya sehingga dapat diasumsikan kecepatan aliran darah yang dihubungkan dengan kecepatan blood pump (Qbps) dengan persamaan : Qb = Qbps – 0,05 x (Qbps – 200) / 100 (Daugirdas & Thomas, 2002:65). Kecepatan aliran darah rata-rata paling tidak empat kali berat badan dalam kilogram. Bagi pasien dengan ukuran rata-rata yang menerima dialisis empat jam, kecepatan aliran darah paling tidak 200-250 mL/menit, dan yang paling tepat adalah 300-400 mL/menit. Kecepatan aliran darah >450 mL/menit dapat dipakai apabila menggunakan dialiser KoA tinggi. KoA merupakan koefisien luas permukaan transfer yaitu kemampuan penjernihan dalam mL/menit dari ureum dari pada kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu (NKF –DOQI, 2009:9). Penelitian dari Lockridge dan Moram (2008:10), pada pasien yang menjalani konvensional hemodialisis dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama waktu setiap hemodialisis 4 jam menyimpulkan bahwa Qb yang ideal adalah 400 mL/menit. Kim dkk (2004), mengatakan bahwa peningkatan Qb selama hemodialisis harus di lakukan secara bertahap dengan memperhatikan berat badan pasien. Penelitian tentang Qb di lakukan di Korea Selatan terhadap 36 pasien hemodialisis dengan cara menaikan Qb secara bertahap 15% pada pasien dengan berat badan < 65 kg dan 20% pada pasien dengan berat badan > 65 kg. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan Qb secara bertahap 15-20% selama hemodialisis dapat meningkatkan adekuasi hemodialisis pada pasien dengan Kt/V rendah. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Aliran Darah Menurut Tisher dan Wilcox (1997:67) serta Havens dan Terra (2005:32) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran darah (Qb) yang sering sekali ditemukan adalah berhubungan dengan komplikasi yang terjadi selama tindakan hemodialisa, diantaranya: 1.Kram otot: kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot 4 seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. 2.Hipotensi: terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. 3.Aritmia: hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. 4.Sindrom ketidakseimbangan dialisa: sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. 5.Hipoksemia: hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. Kadar Ureum Darah Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein.Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya didalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan ratarata 25 sampai 30 gram sehari. Ureum juga disebut single pool karena parameter yang dihasilkan dalm intra dan ekstra sel sama. Kadar ureum darah yang normal adalah 10 mg sampai 50 mg setiap 100 cm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (http://kuspratiknyo.com/2009/10/sistema-urinaria.html, 23 September 2012). Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal.Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan paskarenal.Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi serta peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam. Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea.Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logamnefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronik disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis,diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen vaskular. Uremia paska renal terjadi akibat obstruksi saluran kemih dibagian bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin.Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan.Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan.Urea yang tertahan diurin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah. Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik; diuretik (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren), antibiotik (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin), obat antihipertensi (metildopa, guanetidin), sulfonamide, propanolol, morfin, litium karbonat, salisilat. Sedangkan obat yang dapatmenurunkan kadar urea misalnya fenotiazin (http://www.scribd.com/doc/97292447/Ureum-Darah, 23 september 2012). 5 Dalam pemeriksaan fungsi ginjal ureum dan kreatinin digunakan sebagai indikator untuk menentukan normal tidaknya sebuah fungsi ginjal. Kadar ureum dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat menyebabkan nilai ureum termasuk di antaranya pemecahan protein, status hidrasi dan kerusakan hati, namun BUN (blood urea nitrogen) mesih merupakan nilai yang signifikan dalam menentukan menifestasi pada pasien dengan gagal ginjal kronik karena sifatnya yang single pool. Peningkatan ureum dapat terjadi pada kondisi kegagalan ginjal, gagal jantung karena penurunan perfusi ginjal, dehidrasi, syok, perdarahan saluran cerna, akut miokard infark, stres dan masukan protein yang berlebihan (Lemone & Burke, 2008: 89). Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Ureum Pada Pasien Hemodialisis 1. Kecepatan Aliran Darah Atau Quick of blood (Qb) Pemantauan yang adekuat terhadap kecepatan aliran darah dalam dialisis penting untuk efesiensi dialisis. Hemodialisis biasanya memerlukan kecepatan aliran darah 200 sampai 300 mL/menit pada pasien dewasa, dengan bersihan ureum yang diperoleh 150 mL/menit. Bila digunakan dialisis singkat, kecepatan aliran darah dinaikan menjadi 300 sampai 400 mL/menit untuk mendapatkan keuntungan dari kecepatan klirens dialiser yang tinggi, diperoleh bersihan ureum 200 mL/menit. Kecepatan aliran darah pada pasien dewasa yang menjalani hemodialisis idealnya adalah 350 mL/menit dan dapat lebih tinggi, tetapi perlu diperhatikan juga kondisi dan tanda-tanda vital dari pasien (Hoenich & Levin, 2003, NIDDK, 2009:67). 2. Kecepatan Aliran Dialisat Atau Quick dialysate (Qd) Kecepatan aliran dialisat (Qd) biasanya diatur pada kecepatan 500 mL/menit pada pasien dengan hemodinamik stabil, sedangkan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil biasanya kecepatan aliran dialisatnya diperlambat 300 mL/menit. Kecepatan aliran dialisat (Qd) semakin dinaikan maka efesiensi difusi ureum dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat semakin cepat sehingga meningkatkan bersihan ureum (Daugirdas, Blake, & Ing, 2007:41). 3. Lama Dan Frekuensi Dialisis Sebagian besar pasien gagal ginjal kronik melakukan dialisis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pasien hemodialisis setelah menjalani perawatan dirumah sakit akan menjadi pasien rawat jalan untuk hemodialisis dan membutuhkan waktu 12-15 jam hemodialisis setiap minggunya yang terbagi dalam dua atau tiga sesi dimana setiap sesinya berlangsung 3-5 jam (Lemone & Burke, 2008:68). Untuk mendapatkan adekuasi hemodialisis yang optimal, hemodialisis idealnya dilakukan 3 kali seminggu dengan durasi waktu yang diperlukan sekali terapi adalah 4-5 jam atau paling sedikait 10-12 jam seminggu. Hemodialisis di Indonesia bisa dilakukan 2 kali seminggu dengan durasi waktu 5 jam, ada juga dialisis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama 4 jam (Raharjo, Susalit & Suharjono dalam Sudoyo, 2006). Pierratos (2004:34), meneliti tentang dialisis harian di Kanada menunjukan bahwa 81% pasien dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Sementara itu penelitian lain menunjukan bahwa pasien dengan lama dialisis 10-12 minggu terbukti stabil dalam hemodinamik dan meningkat kualitas hidupnya, selain itu dosis hemodialisis pasien minimal 3 kali setiap minggunya dapat mencapai persentasi reduksi ureum 65%. 6 4. Dialiser Sukandar (2006:175), mengatakan luas permukaan membran dialiser dan tipe dialiser mempengaruhi klirens ureum. KoA equivalent dengan luas permukaan membren, dengan luas permukaan membran 0,8 - 2,2 m2. KoA terdiri dari dialiser efesiansi rendah terutama untuk pasien dengan berat bada kecil dengan KoA <500, dialiser efesiensi sedang dengan KoA 500-700, dan dialiser efesiansi tinggi dengan KoA>700. Selain itu Sukandar ( 2006:175) mengatakan luas membran dialiser dapat mempengaruhi klirens ureum, dan solusi untuk mengatasi hal ini adalah meningkatkan luas dialiser dari <500 menjadi dialiser dengan KoA >800. Pengambilan Sampel Pra Hemodialisis Jika pasien dengan AV-fistula atau graft, sampel diambil dari jalur arteri sebelum dihubungkan dengan blood line. Harus dipastikan tidak terdapat cairan lain dalam jarum arteri tersebut. Jangan mengambil sampel jika hemodialisis sudah berjalan. Pengambilan Sampel Paska Hemodialisis Pengaruh resirkulasi akses vaskuler dan resirkulasi kardiopulmonal sangat menentukan saat yang paling tepat pengambilan sampel untuk pemeriksaan ureum sesudah HD. Saat paling tepat pengambilan sampel setelah 30-60 menit paska HD, dimana telah terjadi equilibrium. Tetapi secara praktis hal ini sukar karena pasien selesai HD harus menunggu cukup lama.Gaddes dkk dalam Gatot (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa setelah 4 menit berhentinya aliran dialisat tidak ad perbedaan konsentrasi ureum antara sampel dari arteri dan vena. Referensi lain menyebutkan bahwa pengambilan sampel darah untuk pemeriksan ureum paling cepat di ambil 2-3 menit setelah dialysis diakhiri (Jindal K, Chair, Tonelli & Culleton BF, 2006:87). Cara yang dianjurkan untuk pengambilan sampel darah paska HD adalah sebagai berikut: setelah waktu HD berakhir hentikan pompa dialisat, turunkan UFG sampai 50 mL/jam atau matikan, turunkan kecepatan pompa aliran darah 50-100 mL/menit selama 15 detik, ambila sampel darah dari jalur aliran arteri, hentikan pompa darah dan kembalikan pada prosedur penghentian HD, cara lain menghentikan pompa aliran darah setelah dilambatkan 50 mL/jam selama 15 detik, dan klem pada jalur arteri dan vena dan sampel diambil dari jalur arteri (Standar Operasional Prosedur RSAB, 2010:22). METODOLOGI Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Deskriptif korelasi, dimana Pada penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antara kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar ureum darah pada pasien dialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Advent Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah 89 orang pasien hemodialisis RSAB pada bulan Januari sampai Februari 2013.Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 64 orang pasien dengan kecepatan aliran darah (Qb) berkisar antara 170-250 mL/menit.Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling yang adalah penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini dapat diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan berdasarkan tujuantujuan tertentu, yang representatif diamati dan dianalisis, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang ditetapkan. 7 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengkajian demografi meliputi nama, lembar observasi kecepatan aliran darah (Qb) dan lembar pendokumentasian hasil-hasil pemeriksaan ureum laboratorium pra dan paska hemodialisis yang terdiri dari 64 orang pasien dialisis rutin di Unit Hemodialisis RS Advent Bandung. HASIL dan ANALISIS Masalah Pertama: Kadar Ureum Darah Pra Hemodialisis Untuk menjawab identifikasi masalah yang pertama: “Bagaimanakah nilai ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik pra hemodialisis di RSAB?” dilihat dari hasil deskripsi statistikseperti pada tabel 4.2. Statistik Deskripsi Ureum Pra Hemodialisis N Mean Median Std.Deviation Variance Skewness Minimum Maximum 64 161.52 157.5 41.14 1692.5 0.424 78 282 Analisis Data Dari jumlah 64 data pada tabel 4.2 diperoleh nilai rata-rata (mean) ureum pra hemodialisis sebesar 161.52 (p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda tipis dengan nilai tengah (median) = 157.5. Perbedaan ini memberikan informasi bahwa data terdistribusi secara simetris. Pola distribusi data juga memiliki pola simetris kemencengan nol (skewed) yang berarti normal sebagaimana yang ditunjukan oleh nilai kemiringan (skewness) = 0.424 (p=0.05). Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.1 yang menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang memiliki kadar ureum pra hemodialisis diatas 161.52 lebih banyak dibanding dengan anggota sampel yang memiliki kadar ureum dibawah 157.5, namun perbedaannya tidak begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini. Histogram Ureum Pra Hemodialisis 8 Tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan baku (Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 1692.5 (p=0,05) (lihat tabel 4.2). Artinya kadar ureum pra hemodialisis anggotanya sampel memiliki rentang sebaran yang cukup besar yaitu minimum = 78 sampai maximum = 282, sehingga membangun ruang yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila ratarata. Interpretasi Data Berdasarkan hasil analisis data diatas, kadar ureum rata-rata responden mengalami peningkatan diatas normal (10-50 gr/dL). Peningkatan ureum pada pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisisdisebabkan oleh tiga faktor diantaranya pra renal seperti hipovolemia, rejatan, luka bakar, dehidrasi, gagal jantung kongestif, infark miokard akut, perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, katabolisme protein berlebih, kelaparan, dan sepsis(Smeltzer dan Bare, 2002:32). Masalah Kedua: Kadar Ureum Paska Hemodiialisis Untuk menjawab identifikasi masalah kedua yaitu: “Bagaimanakah nilai ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik paska hemodialisis di RSAB?” maka digunakan juga deskripsi statistik seperti pada tabel 4.3. Statistik Deskripsi Ureum Paska Hemodialisis N Mean Median Std.Deviation Variance Skewness Minimum 64 39.89 39.00 9.896 97.940 0.550 23 68 Maximum Analisis Data Dari jumlah 64 data pada tabel 4.3 diperoleh nilai rata-rata (mean) ureum paska hemodialisis sebesar 39.89 (p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda besarnya dengan nilai tengah (median) = 39.00 Perbedaan ini memberikan informasi bahwa data terdistribusi secara simetris. Pola distribusi data juga memiliki pola simetris kemencengan nol (skewed) yang berarti normal sebagaimana yang ditunjukan oleh nilai kemiringan (skewness) = 0.550 (p=0.05) Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.2 yang menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang memiliki kadar ureum paska hemodialisis diatas 39.89 lebih banyak dibanding dengan anggota sampel yang memiliki kadar ureum dibawah 39.00, namun perbedaannya tidak begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini. 9 Histogram Ureum Paska Hemodialisis Tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan baku (Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 9.896 (p=0,05) (lihat tabel 4.1). Artinya kadar ureum paska hemodialisis anggota sampel memiliki rentang sebaran yang cukup besar yaitu minimum = 23 sampai maximum = 68, sehingga membangun ruang yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila ratarata. Interpretasi Data Berdasarkan hasil analisis data diatas, kadar ureum rata-rata responden mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga mencapai 75% (merupakan hasil pengurangan dari mean ureum pra-paska dan dibagi dengan mean ureum pra hemodialisis) dari hasil ureum pra hemodialisis. Hal ini menunjukan keberhasilan dari proses hemodialisis dan dapat dikategorikan hemodialisis yang adekuat. Rasio ureum yang adekuat dapat menurunkan angka mortalitas pasien dengan gagal ginjal kronik tahap akhir yang menjalani terapi hemodialisis. Hemodialisis menjadi tidak adekuat apabila rasio reduksi ureum < 65% (France K. Widman,1991:45). Jika adekuasi hemodialisis tidak tercapai dan penurunan ureum dan kreatinin paska hemodialisis tidak dapat mencapai 65% dapat menyebabkan ureum dan kreatinin semakin menumpuk dalam darah. Penumpukan ureum yang berlebihan dalam darah (uremia) dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh mengakibatkan timbulnya berbagai gejala klinik seperti mual, muntah, kelemahan, anoreksia, kram otot, pruritus, perubahan mental, uremik neuropati bahkan sampai dengan gangguan jantung. Selain itu ureum juga dapat menimbulkan encephalopati yang meningkatkan terjadinya kejang, stupor, koma, bahkan kematian (Alper, 2008:22). Masalah Ketiga: Hubungan Kecepatan Aliran Darah (Qb) dan Penurunan Ureum Pasien Hemodialisis Di RSAB Untuk menjawab identifikasi masalah yang ketiga: “Apakah ada hubungan yang signifikan antara kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar ureum darah paska hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSAB?” maka digunakan uji statistik deskripsi, uji normalitas data, uji homogenitas varians dan korelasi Pearson antara kecepatan aliran darah (Qb) dan delta kadar ureum paska hemodialisis. 10 Uji Statistik Deskripsi Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis sehingga dapat menjelaskan seluruh informasi yang ada terlebih dahulu dirangkumkan dalam bentuk deskripsi statistik dan hasil dianalisis sehingga dihasilkan simpulan-simpulan yang menerangkan tentang karakteristik anggota sampel (anggota populasi) tentang hal yang diteliti.Table 4.4 menunjukan deskripsi statistik data kecepatan aliran darah (Qb) dengan delta ureum dari anggota sampel. Statistik Deskripsi Kecepatan Aliran Darah dan Delta Ureum Quick of Blood N 64 Mean 212.19 Median 210 Std.Deviation 20.738 430.06 Variance -0.115 Skewness 170 Minimum Maximum 250 Delta Ureum 64 -121.63 -118.50 40.011 1600.873 -0.681 -251 -42 Analisis Data Dari tabel 4.4 diperoleh nilai rata-rata (mean) kecepatan aliran darah sebesar 212.19 (p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda besarnya dengan nilai tengah (median) = 210. Perbedaan ini memberikan informasi bahwa data tidak terdistribusi secara simetris. Pola distribusi data juga memiliki pola miring (skewed) yaitu miring kearah kiri sebagaimana yang ditunjukan oleh nilai kemiringan (skewness) = -0.115 (p=0.05). Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.3 yang menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang memiliki kecepatan aliran darah diatas 212.19 lebih banyak dibanding dengan anggota sampel yang memiliki kecepatan aliran darah dibawah 210, namun perbedaannya tidak begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini. Histogram Kecepatan Aliran Darah (Qb) 11 Tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan baku (Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 430.06(p=0,05). Artinya kecepatan aliran darah anggota sampelnya memiliki rentang sebaran yang cukup besar yaitu minimum = 170 sampai maximum = 150, sehingga membangun ruang yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila rata-rata. Sedangkan pada delta ureum diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar -121.63 (p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda besarnya dengan nilai tengah (median) = -118.50. Perbedaan ini memberikan informasi bahwa data tidak terdistribusi secara simetris. Pola distribusi data juga memiliki pola miring (skewed) yaitu miring kearah kiri sebagaimana yang ditunjukan oleh nilai kemiringan (skewness) = -0.681 (p=0.05). Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.4 yang menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang memiliki delta ureum diatas -121.63 lebih banyak dibanding dengan anggota sampel yang memiliki kecepatan aliran darah dibawah -118.50, namun perbedaannya tidak begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini. Histogram Delta Ureum Pada tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan baku (Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 1600.873 (p=0,05). Artinya kecepatan aliran darah anggota sampelnya memiliki rentang sebaran yang cukup besar yaitu minimum = -251 sampai maximum = -42, sehingga membangun ruang yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila rata-rata. Interpretasi Data Berdasarkan pengujian deskripsi statistik diatas dapat di simpulkan bahwa pemantauan yang adekuat terhadap kecepatan aliran darah dalam dialisis penting untuk efesiensi dialisis. Hemodialisis biasanya memerlukan kecepatan aliran darah 150 sampai 300 mL/menit pada pasien dewasa, dengan bersihan ureum yang diperoleh 150 mL/menit (Hoenich & Levin, 2003:33; NIDDK,2009:10). Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi normal. 12 Uji Normalitas Kecepatan Aliran Darah Dan Delta Ureum Group Quick_blood 1 Delta_ureum 2 Analisis Data Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. .100 64 .184 .095 64 .200* Shapiro-Wilk Statistic df .967 64 .966 64 Sig. .080 .078 Untuk analisis normalitas data kedua variable yang ditunjukan pada table 4.5 diatas, terlihat bahwa kecepatan aliran darah (Qb) memiliki P-value = .184 untuk uji normalitas Liliefors (Kolmogrov-Smirnov) dan P-value = .080 uji normalitas ShapiroWilk. Kedua P-value lebih besar dari = 0,05 sehingga H0 : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal tidak dapat ditolak. Demikian pula untuk uji normalitas data delta ureum memiliki P-value = .200*, untuk uji normalitas Liliefors (Kolmogrov-Smirnov) dan P-value = .078untuk uji normalitas Shapiro-Wilk.Kedua P-value lebih besar dari = 0,05 sehingga H0 : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal tidak dapat ditolak. Dengan demikian konklusi dari hasil uji normalitas ini adalah bahwa data kecepatan aliran darah (Qb) maupun data delta ureum diatas berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Interpretasi Data Berdasarkan hasil analisis data statistik dengan menggunakan uji normalitas untuk menguji hasil kecepatan aliran darah berdistribusi normal. Hal ini mempunyai pengertian bahwa hasilpengujian terhadap kecepatan aliran darah (Qb) memiliki penyebaran nilai yang relatif membentuk kurva normal untuk distribusi seluruh responden. Begitu juga hal yang sama berlaku untuk hasil pengujian pada delta ureum yang berdistribusi normal. Halini mempunyai pengertian bahwa hasil pengujian terhadap delta ureum memiliki penyebaran nilai yang relatif membentuk kurva normal untuk distribusi data pada ureum pra dan paska hemodialisis. Uji Homogenitas Data Setelah data-data kedua variabel diketahui terdistribusi normal, maka selanjutnya dilkukan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi adalah sama atau tidak. Berikut ini adalah tabel 4.6 uji homogenitas data dari kedua variabel. Uji Homogenitas Varians Kecepatan Aliran Darah dan Delta Ureum Levene Statistic 1.563 df1 8 df2 55 Sig. .157 Analisis Data Dari tabel uji homogenitas kedua varians antara kecepatan aliran darah (Qb) dan delta ureum pada tabel 4.6, memberikan nilai P-value = .157 yang lebih besar dari = 0,05 sehingga H0 diterima. Kesimpulan dari kedua sampel kecepatan aliran darah (Qb) dan delta ureum berasal dari populasi yang memiliki ragam yang sama. 13 Interpretasi Data Untuk hasil analisis data statistik dengan menggunakan uji homogenitas varians untuk menguji hasil kecepatan aliran darah (Qb) dan delta ureum yang mewakili sebaran data pada ureum pra-paska hemodialisis, memiliki varians yang homogen. Hal ini mempunyai pengertian bahwa hasil pengujian terhadap kecepatan aliran darah dan delta ureum memiliki tingkat variasi nilai hasil tes yang relative homogen. Uji Korelasi Pearson Product Moment Bila kedua data berdistribusi normal dan varians kedua data homogen maka perhitungan koefisien korelasi antara kedua variabel kecepatan aliran darah (X) dan penurunan kadar ureum darah (Y) dapat dilihat pada tabel 4.7. Uji Korelasi Pearson Product Moment kedua variabel quick_ofblood Pearson Correlation delta_ureum Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Quickof Blood 1 Delta Ureum -.719** 64 -.719** .000 64 1 Sig. (2-tailed) .000 N 64 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 64 Analisis Data Dari tabel 4.7 untuk uji korelasi diatas terlihat bahwa korelasi Pearson Product Moment r = -.719 dan P-value = .000. Karena P-value = .000 lebih kecil dari = 0,05 maka H0 :ρ = 0 ditolak. Kesimpulan ada hubungan linier yang signifikan antara kecepatan aliran darah (Qb) dengan penurunan kadar ureum paska hemodialisis. Interpretasi Data Berdasarkan analisa pengujian data diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kecepatan aliran darah (Qb) dengan penurunan kadar ureum darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis, memiliki hubungan yang kuat atau tinggi. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecepatan aliran darah (Qb) dengan penurunan kadarureum darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Hal ini menjawab identifikasi masalah yang ketiga pada penelitian ini. Kecepatan aliran darah rata-rata paling tidak empat kali berat badan dalam kilogram. Bagi pasien dengan ukuran rata-rata yang menerima dialisis empat jam, kecepatan aliran darah paling tidak 200-250 mL/menit, dan yang paling tepat adalah 300-400 mL/menit. Kecepatan aliran darah >450 mL/menit dapat dipakai apabila menggunakan dialiser KoA tinggi. KoA merupakan koefisien luas permukaan transfer yaitu kemampuan penjernihan dalam mL/menit dari ureum dari pada kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu (NKF –DOQI, 2009:9). 14 Penelitian dari Lockridge dan Moram (2008:10), pada pasien yang menjalani konvensional hemodialisis dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama waktu setiap hemodialisis 4 jam menyimpulkan bahwa kecepatan aliran darah (Qb) yang ideal adalah 400 mL/menit. Kim dkk (2004:12), mengatakan bahwa peningkatan kecepatan aliran darah (Qb) selama hemodialisis harus dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan berat badan pasien. Penelitian tentang kecepatan aliran darah (Qb) di lakukan di Korea Selatan terhadap 36 pasien hemodialisis dengan cara menaikan kecepatan aliran darah (Qb) secara bertahap 15% pada pasien dengan berat badan < 65 kg dan 20% pada pasien dengan berat badan > 65 kg. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan Qb secara bertahap 15-20% selama hemodialisis dapat meningkatkan adekuasi hemodialisis pada pasien dengan Kt/V rendah. Masalah keempat : Efektifitas Kecepatan Aliran Darah Untuk menjawab identifikasi masalah yang keempat: “Sampai sejauh manakah efektifitas dari kecepatan aliran darah terhadap penurunan kadar ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSAB?” maka nilai ryang diperoleh pada identifikasi masalah nomor empatselanjutnya akan dikategorikan dengan mengacu pada tabel 3.1 pada bab 3. Nilai koefisien korelasi r(Pearson Corelation) diperoleh sebesar -.719 (p=0,05). Sementara nilai sig = 0,00. Nilai sig ini lebih kecil dari nilai = 0,05 yang digunakan. Sehingga disimpulkan bahwa nilai r = -.719 tersebut signifikan secara statistik. Dengan kata lain kecepatan aliran darah (Qb) memiliki hubungan yang signifikan dengan penurunan kadar ureum darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis di RSAB dengan kekuatan -.719 pada tingkatan signifikasi 0,05. Hal ini menjawab identifikasi masalah yang keempat pada penelitian ini. Menurut Riduwan (2011:237) bahwa bila nilai sig yang diperoleh dari koefisien r lebih kecil dari nilai level of significant () maka Ho ditolak, jika sebaliknya Ha diterima. Kesimpulan, ternyata nilai r lebih besar dari nilai level of significant () atau -.719< 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara kecepatan aliran darah (X) dengan penurunan kadar ureum darah paska hemodialisis (Y) pada pasien gagal ginjal kronik terminal yang menjalani terapi hemodialisis. Minus itu menunjukkan apabila kecepatan aliran darah (Qb) semakin besar maka kadar ureum darah akan mengalami penurunan yang signifikan. Namun nilainya-.719 yang adalah signifikan, dengan kategori hubungan yang sedang atau cukup sehingga terjadi hubungan yang positif. Ini diduga karena penurunan kadar ureum darah pada pasien hemodialisis tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah (Qb) saja melainkan faktor lain seperti kecepatan aliran dialisat (Qd), dyaliser atau artificial kidney(ginjal buatan)dan lamanya waktu (time dialysis) dalam proses hemodialisis. 15 KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan 1.Kadar ureum pra hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung rata- rata mengalami peningkatan diatas normal. 2.Penurunan kadar ureum paska hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung memiliki nilai yang tinggi. 3.Hubungan kecepatan aliran darah (Qb) dengan penurunan kadar ureum darah paska hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung memiliki hubungan yang signifikan. 4.Keefektifan kecepatan aliran darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialis di Rumah Sakit Advent Bandung memiliki hubungan yang kuat atau tinggi. Saran Diklat Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk mendapat perhatian khusus dalam pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis, karena hasilnya belum maksimal sesuai dengan teori yang ada. Kepala Instalasi Hemodialisis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk mendapat perhatian khusus dalam proses pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) yang sebaiknya dilakukan secara bertahap untuk memperoleh bersihan ureum yang maksimal paska hemodialisis sehingga adekuasi hemodialisis dapat tercapai. Fakultas Keperawatan UNAI Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa fakultas keperawatan UNAI dalam mata kuliah Hemodialisis dan praktek keperawatan klinis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Advent Bandung. Bidang Penelitian Diharapkan metode penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk dikembangkan dalam penelitian berikut yaitu hubungan kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar kreatinin, fosfor, dan asam urat pada dialiser high flux bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung. 16 DAFTAR PUSTAKA Alper, A.B (2008). Uremia. http://www.emedicine.com/MED/topic2341.htm. [online]. [23 November 2012]. American National Kidney Foundation. (2002). An Overview of Chronic Kidney Disease in American. http://www.aihw.gov.au/publicatioan/phe/phe-11110681/phe-111-10681.pdf.CKD.in.America2002. [online]. [23Agustus 2012]. Basile C, Casino F, Lopez T. (1990). Percent Reduction In Blood Urea Concentration During Dialysis Estimates Kt/V In A Simple And Accuracy Way. Am J Of Kidney Dis. USA. Brunner & Suddarth (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: Kedokteran ECG. Daugirdas, J.T. (1999). Bedside Formulas For Kt/v. A Kinder, Gentler Approach To Urea Kinetic Modeling. ASAIO Trans. USA. Dempsey, P.A. dan Dempsey, A.D. 2002. Riset Keperawatan: Buku Ajaran dan Latihan. Edisi ke-1. Jakarta: EGC. Endai Sukandar. (2006). Gangguan Ginjal Dan Panduan Terapi Dialisis. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung. Erwinsyah. (2009). Rasio Ureum Creatinin Pasien Dialisis. [online]. http://digilib.ui.ac.id/fk/penyd.pdf. [28 Agustus 2012]. Gatot, D. (2003). Rasio Ureum Creatinin Dalam Dialiser. [online] http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-dairot%20gatot.pdf. [online]. [28 Agustus 2012]. Herrera, G.H, Malo, A.M, Rodriguez, M. Aljama P. (2003). Assesment Of The Leght Of Each hemodialysis Session By On-Line Dyalisate Urea Monitoring. USA. Havens dan Terra. (2005). Hemodialisa. Jakarta: EGC. Hoenich & Levin, N.W. (2003). Dialysis Complication. [online]. http://ndt.oxfordjournals.org/cgi/content/full/18/4/647. [online]. [02 September 2012]. Jindal, K, Chair, W, Chan, C.T,Deziel,D, Soroka, & Culleton, B.F. (2006). Hemodialysis Adequacy In Adults. [online] http://jasn.asnjournals.org/cgi/content/full/17/3 suppl 1/S4. [online]. [25 Agustus 2012]. Kallenbach, J.Z, Gutch, C.F, Martha, S.H, & Corca, A.L. (2005). Review Of Hemodialysis For Nurses And Dialysis Personel. Edisi 7. St Louis USA. Lockridge Jr, R.S & Moran J. (2008). Short Daily Hemodialysis And Nocturnal Hemodialysis At Home: Practical Considerations. Seminars In Dialisys. Vol.21. USA. Muhidin, S.A. dan Abdurahman, M., (2009). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian. CV Pustaka Setia, Bandung. 17 NIDDK. (2009). Hemodialysis Dose www.kidney.niddk.nih.gov. [online]. [25 Agustus 2012]. And NKFDOQI. (2006). Updates Clinical Practice Recomendatioans. www.kdoqi.org. [online]. [24 Agustus 2012]. Nursalam, (2008). Manajemen Keperawatan: Keperawatan Profesional. Salemba Medika, Jakarta. Adequacy. Guidelines And Aplikasi dalam Praktik Pearson, A.V. dan Hartley, H.O., (1972). Biometrica Tables for Statisticians, Volume 2. Cambridge University Press, Cambridge, England Rully M.A. Roesli. (2011). Diagnosis Dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung. Smeltzer S.C, Bare B.G, Hinkle J.L & Cheever K.H. (2008). Textbook Of Medical Surgical Nursing. Ed 12. USA. Standar Operasional Prosedur. 2010. Rumah Sakit Advent Bandung Suryabrata, S., (2000). Metodologi Penelitian. Rajawali, Jakarta. Tisher, Wilcox. (1997). Dialisis gagal ginjal. [online]. Available: http://www.ygdi. org/_kidneydiseases.php?view=detail&kat=dialisis1&id=18 [18 September 2012]. Uyanto, S.S., (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi ke-3. Graha Ilmu, Yogyakarta. 18