HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH DENGAN

advertisement
Ringkasan Skripsi Dengan Jdul:
HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH DENGAN PENURUNAN
KADAR UREUM DARAH PADA PASIEN YANG MENJALANI
TERAPI HEMODIALISIS DI RS ADVENT BANDUNG
CORRELATION BETWEEN BLOODSTREAM SPEED AND DEGRESSION OF
UREA AMOUNT TOWARDS PATIENTS UNDERGOING HEMODIALYSIS
THERAPY AT BANDUNG ADVENTIST HOSPITAL
Menyetujui
Drs. Joseph Tambunan, MSN
Pembimbing Utama
(Florida Hondo, DrPH, MSN)
Kajur Keperawatan S1
(Gilny A. Rantung, M.Kep)
Koordinator Nursing Website
1
ABSTRAK
Penulisan Skripsi ini dilatar belakangi oleh pengalaman penulis selama bekerja diunit
hemodialisis (HD), terlihat bahwa pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah
dalam proses HD pada pasien GGK menjadi salah satu masalah yang perlu
penanganan tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara kecepatan aliran darah dengan penurunan nilai ureum paska HD pada pasien
GGK di RSAB.Metodologi penelitian ini menggunakan metode deskriptif
korelasi.Populasi dalam penelitian ini adalah 89 orang pasien HD RSAB.Sampel pada
penelitian ini adalah 64 orang pasien yang menjalanai terapi HD di RSAB yang
dipilih secara purposive sampling.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar observasi kecepatan aliran darah dan lembar pendokumentasian hasil
pemeriksaan laboratorium ureum pra dan paska HD.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar ureum pra HD rata-rata mengalami
peningkatan diatas normal, penurunan kadar ureum paska HD yang tinggi, sedangkan
hubungan kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar ureum darah paska
hemodialisis memiliki hubungan yang signifikan dan keefektifan kecepatan aliran
darah pada pasien yang menjalani terapi HD di RSAB memiliki hubungan yang kuat.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk mendapat
perhatian khusus dalam pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) dalam proses HD,
sebaiknya dilakukan secara bertahap untuk memperoleh bersihan ureum yang
maksimal paska HD sehingga adekuasi HD dapat tercapai. Bagi Fakultas
Keperawatan UNAI diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa
dalam mata kuliah Hemodialisis dan praktek keperawatan klinis di Unit HD RSAB.
Bagi bidang penelitian agar dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya,
tentang hubungan kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar kreatinin, fosfor,
dan asam urat pada dialiser high flux bagi pasien yang menjalani terapi HD di RSAB.
ABSTRACT
This study was implemented based on the researcher’s experience working at
hemodialysis department. It has been discovered that the adjustment and monitoring
of bloodstreem speed during hemodialysis treatment towards CRF patients is one of
the crucial problems that needs to be resolved. This study aims to seek correlation
between bloodstream speed and degression of ureum amount during hemodialysis
treatment of CRF patients at Bandung Adventist Hospital. Methodology utilized in
this study is correlation-descriptive method. The respondents of this study were 89
patients udergoing hemodialysis therapy. Puposive sampling was employed in this
study and 64 patients were chosen to undergo the treatment. The research instruments
were observation paper of bloodstream speed anddocumenting the results of
laboratory examination of paper about pre and post ureum laboratory result.
The results showed that pre HD urea levels on average increased above normal,
decreased post-HD urea levels are high, while the relationship of blood flow velocity
with decreased levels of blood urea post-hemodialysis have a significant relationship
and effectiveness of blood flow velocity in patients undergoing therapy HD in RSAB
have a strong relationship
Hopefully this study will provide insightful inputs to obtain special attention in
adjusting bloodstream speed (Qb) during hemodialysis treatment; and this process
2
should be gradually implemented to get maximum urea result during the process so
that hemodialysis adequacy can be achieved. It is hoped that the nursing faculty of
UNAI can avail this study to train the nursing students who undertake Hemodialysis
course and perform clinical duty at hemodialysis department. For future researchers,
it is recommended to develop this study for further result regarding the correlation
between bloodstream speed and creatinine, phosphour, uric acid amount towards high
flux patients undergoing hemodialysis therapy.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pusat data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesi
(PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik di perkirakan sekitar 50
orang per satujuta penduduk. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry (IRR),
suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pada tahun 2012
jumlah pasien hemodialisa mencapai 4210 orang. Pasien hemodialisis baru tahun
2012 naik menjadi 3260 orang dari 2200 orang pada tahun 2011.
(http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/klipingginjal 250406.htm, diakses pada
tanggal 19 September 2012).Dengan semakin nyatanya penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan uremia memerlukan terapi pengganti ginjal untuk kelangsungan hidup
yaitu dialisis dan transplantasi organ.Adapun metode dialisis yang menjadi pilihan
utama adalah hemodialisis. (Sukandar, 2006:162).
Proses perpindahan cairan darah pasien menuju dialiser ditentukan oleh
kecepatan aliran darah (Quick of blood). Kecepatan aliran darah (Qb) adalah jumlah
darah yang dapat dialirkan dalam satuan waktu menit (mL/menit). Semakin banyak
darah yang dapat dialirkan menuju dialiser dalam permenitnya maka akan semakin
banyak zat-zat toksin dan cairan yang berlebihan dapat dikeluarkan dari tubuh pasien.
Pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) yang tepat sangat diperlukan untuk
tercapainya bersihan ureum yang optimal. Efektifitas hemodialisis dapat dilihat dari
penurunan kadar ureum paska hemodialisis. Target penurunan kadar urea darah paska
dialisis berkisar antara 50-75% dari pra dialisis (Kallenbach, Gutch, Stoner, & Corca,
2005:86).
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan diatas dan pengalaman penulis
selama bekerja diunit hemodialisis, terlihat bahwa pengaturan dan pemantauan
kecepatan aliran darah (Qb) dalam proses hemodialisis pada pasien gagal ginjal
kronik menjadi salah satu permasalahan yang perlu penanganan tepat, maka penulis
tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang: “HUBUNGAN KECEPATAN
ALIRAN DARAH (QUICK OF BLOOD) DENGAN PENURUNAN KADAR
UREUM DARAH PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS
RS ADVENT BANDUNG”.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kecepatan aliran darah dengan penurunan nilai ureum paska hemodialisis pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit
Advent Bandung.
Tujuan Khusus
1.Mengidentifikasi nilai ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik pra
hemodialisis di RSAB.
2.Mengidentifikasi nilai ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik paska
hemodialisis di RSAB.
3
3.Menganalisa hubungan kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar ureum
darah paska hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis di RSAB.
4.Menentukan hubungan efektifitas dari kecepatan aliran darah terhadap penurunan
kadar ureum darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis di RSAB.
MANFAAT PENELITIAN
1.Dokter Nefrologi, Dokter pelaksana, Kepala Instalasi dan seluruh Perawat Unit
Hemodialisis Rumah Sakit Advent Bandung, dalam menentukan kebijakan terkait
dengan pembuatan prosedur tetap tentang pengaturan kecepatan aliran darah (Quick
of blood) yang tepat untuk meningkatkan adekuasi hemodialisis.
2.Sebagai bahan referensi untuk digunakan dalam pengembangan penelitian tentang
pengaturan kecepatan aliran darah (Quick of blood) pada pasien CKD on HD.
TINJAUAN PUSTAKA
Kecepatan aliran darah (Quick of Blood atau Qb) adalah jumlah darah yang
dapat dialirkan dalam satuan menit (mL/menit).Qb merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi pencapaian bersihan ureum.Jika Qb dinaikan maka dialiser
dapat mengeluarkan ureum dalam jumlah yang lebih banyak ke dalam kompartemen
dialisat sehingga bersihan ureum dapat dicapai secara optimal (Daugirdas, Blake, &
Ing, 2007:34).
Pompa darah atau blood pump pada mesin hemodialisis berperan dalam
mengalirkan darah dari tubuh pasien menuju sirkuit darah. Kecepatan blood pump
berkisar antara 0-600 mL/menit. Kecepatan blood pump ternyata tidak mencerminkan
kecepatan aliran darah yang sesungguhnya sehingga dapat diasumsikan kecepatan
aliran darah yang dihubungkan dengan kecepatan blood pump (Qbps) dengan
persamaan : Qb = Qbps – 0,05 x (Qbps – 200) / 100 (Daugirdas & Thomas, 2002:65).
Kecepatan aliran darah rata-rata paling tidak empat kali berat badan dalam
kilogram. Bagi pasien dengan ukuran rata-rata yang menerima dialisis empat jam,
kecepatan aliran darah paling tidak 200-250 mL/menit, dan yang paling tepat adalah
300-400 mL/menit. Kecepatan aliran darah >450 mL/menit dapat dipakai apabila
menggunakan dialiser KoA tinggi. KoA merupakan koefisien luas permukaan
transfer yaitu kemampuan penjernihan dalam mL/menit dari ureum dari pada
kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu (NKF –DOQI, 2009:9).
Penelitian dari Lockridge dan Moram (2008:10), pada pasien yang menjalani
konvensional hemodialisis dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama waktu
setiap hemodialisis 4 jam menyimpulkan bahwa Qb yang ideal adalah 400 mL/menit.
Kim dkk (2004), mengatakan bahwa peningkatan Qb selama hemodialisis harus di
lakukan secara bertahap dengan memperhatikan berat badan pasien. Penelitian
tentang Qb di lakukan di Korea Selatan terhadap 36 pasien hemodialisis dengan cara
menaikan Qb secara bertahap 15% pada pasien dengan berat badan < 65 kg dan 20%
pada pasien dengan berat badan > 65 kg. Hasil penelitian menunjukan bahwa
peningkatan Qb secara bertahap 15-20% selama hemodialisis dapat meningkatkan
adekuasi hemodialisis pada pasien dengan Kt/V rendah.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Aliran Darah
Menurut Tisher dan Wilcox (1997:67) serta Havens dan Terra (2005:32)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran darah (Qb)
yang sering sekali ditemukan adalah berhubungan dengan komplikasi yang terjadi
selama tindakan hemodialisa, diantaranya:
1.Kram otot: kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
4
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume
yang tinggi.
2.Hipotensi: terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik,
dan kelebihan tambahan berat cairan.
3.Aritmia: hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4.Sindrom ketidakseimbangan dialisa: sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya
secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea
yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien
osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini.
5.Hipoksemia: hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
Kadar Ureum Darah
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein.Berasal dari asam amino yang
telah dipindah amonianya didalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan ratarata 25 sampai 30 gram sehari. Ureum juga disebut single pool karena parameter yang
dihasilkan dalm intra dan ekstra sel sama. Kadar ureum darah yang normal adalah 10
mg sampai 50 mg setiap 100 cm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal
protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (http://kuspratiknyo.com/2009/10/sistema-urinaria.html, 23 September 2012).
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan
semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada
gagal ginjal.Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan
paskarenal.Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum
filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke
ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi serta peningkatan
katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan
hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke
dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein
leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea.Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logamnefrotoksik, nekrosis korteks
ginjal. Gagal ginjal kronik disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis,diabetes
mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen
vaskular.
Uremia paska renal terjadi akibat obstruksi saluran kemih dibagian bawah
ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin.Obstruksi ureter
bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan.Obstruksi leher
kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan.Urea yang
tertahan diurin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah. Beberapa jenis obat
dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik; diuretik
(hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren), antibiotik (basitrasin,
sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin,
vankomisin), obat antihipertensi (metildopa, guanetidin), sulfonamide, propanolol,
morfin, litium karbonat, salisilat. Sedangkan obat yang dapatmenurunkan kadar urea
misalnya fenotiazin (http://www.scribd.com/doc/97292447/Ureum-Darah, 23
september 2012).
5
Dalam pemeriksaan fungsi ginjal ureum dan kreatinin digunakan sebagai
indikator untuk menentukan normal tidaknya sebuah fungsi ginjal. Kadar ureum
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat menyebabkan nilai ureum termasuk di
antaranya pemecahan protein, status hidrasi dan kerusakan hati, namun BUN (blood
urea nitrogen) mesih merupakan nilai yang signifikan dalam menentukan menifestasi
pada pasien dengan gagal ginjal kronik karena sifatnya yang single pool. Peningkatan
ureum dapat terjadi pada kondisi kegagalan ginjal, gagal jantung karena penurunan
perfusi ginjal, dehidrasi, syok, perdarahan saluran cerna, akut miokard infark, stres
dan masukan protein yang berlebihan (Lemone & Burke, 2008: 89).
Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Ureum Pada Pasien Hemodialisis
1. Kecepatan Aliran Darah Atau Quick of blood (Qb)
Pemantauan yang adekuat terhadap kecepatan aliran darah dalam dialisis
penting untuk efesiensi dialisis. Hemodialisis biasanya memerlukan kecepatan
aliran darah 200 sampai 300 mL/menit pada pasien dewasa, dengan bersihan ureum
yang diperoleh 150 mL/menit. Bila digunakan dialisis singkat, kecepatan aliran
darah dinaikan menjadi 300 sampai 400 mL/menit untuk mendapatkan keuntungan
dari kecepatan klirens dialiser yang tinggi, diperoleh bersihan ureum 200 mL/menit.
Kecepatan aliran darah pada pasien dewasa yang menjalani hemodialisis idealnya
adalah 350 mL/menit dan dapat lebih tinggi, tetapi perlu diperhatikan juga kondisi
dan tanda-tanda vital dari pasien (Hoenich & Levin, 2003, NIDDK, 2009:67).
2. Kecepatan Aliran Dialisat Atau Quick dialysate (Qd)
Kecepatan aliran dialisat (Qd) biasanya diatur pada kecepatan 500 mL/menit pada
pasien dengan hemodinamik stabil, sedangkan pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil biasanya kecepatan aliran dialisatnya diperlambat 300 mL/menit.
Kecepatan aliran dialisat (Qd) semakin dinaikan maka efesiensi difusi ureum dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat semakin cepat sehingga meningkatkan
bersihan ureum (Daugirdas, Blake, & Ing, 2007:41).
3. Lama Dan Frekuensi Dialisis
Sebagian besar pasien gagal ginjal kronik melakukan dialisis untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pasien hemodialisis setelah menjalani
perawatan dirumah sakit akan menjadi pasien rawat jalan untuk hemodialisis dan
membutuhkan waktu 12-15 jam hemodialisis setiap minggunya yang terbagi dalam
dua atau tiga sesi dimana setiap sesinya berlangsung 3-5 jam (Lemone & Burke,
2008:68).
Untuk mendapatkan adekuasi hemodialisis yang optimal, hemodialisis
idealnya dilakukan 3 kali seminggu dengan durasi waktu yang diperlukan sekali
terapi adalah 4-5 jam atau paling sedikait 10-12 jam seminggu. Hemodialisis di
Indonesia bisa dilakukan 2 kali seminggu dengan durasi waktu 5 jam, ada juga
dialisis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama 4 jam (Raharjo, Susalit &
Suharjono dalam Sudoyo, 2006).
Pierratos (2004:34), meneliti tentang dialisis harian di Kanada menunjukan
bahwa 81% pasien dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Sementara itu penelitian
lain menunjukan bahwa pasien dengan lama dialisis 10-12 minggu terbukti stabil
dalam hemodinamik dan meningkat kualitas hidupnya, selain itu dosis hemodialisis
pasien minimal 3 kali setiap minggunya dapat mencapai persentasi reduksi ureum
65%.
6
4. Dialiser
Sukandar (2006:175), mengatakan luas permukaan membran dialiser dan tipe
dialiser mempengaruhi klirens ureum. KoA equivalent dengan luas permukaan
membren, dengan luas permukaan membran 0,8 - 2,2 m2. KoA terdiri dari dialiser
efesiansi rendah terutama untuk pasien dengan berat bada kecil dengan KoA <500,
dialiser efesiensi sedang dengan KoA 500-700, dan dialiser efesiansi tinggi dengan
KoA>700. Selain itu Sukandar ( 2006:175) mengatakan luas membran dialiser
dapat mempengaruhi klirens ureum, dan solusi untuk mengatasi hal ini adalah
meningkatkan luas dialiser dari <500 menjadi dialiser dengan KoA >800.
Pengambilan Sampel Pra Hemodialisis
Jika pasien dengan AV-fistula atau graft, sampel diambil dari jalur arteri
sebelum dihubungkan dengan blood line. Harus dipastikan tidak terdapat cairan lain
dalam jarum arteri tersebut. Jangan mengambil sampel jika hemodialisis sudah
berjalan.
Pengambilan Sampel Paska Hemodialisis
Pengaruh resirkulasi akses vaskuler dan resirkulasi kardiopulmonal sangat
menentukan saat yang paling tepat pengambilan sampel untuk pemeriksaan ureum
sesudah HD. Saat paling tepat pengambilan sampel setelah 30-60 menit paska HD,
dimana telah terjadi equilibrium. Tetapi secara praktis hal ini sukar karena pasien
selesai HD harus menunggu cukup lama.Gaddes dkk dalam Gatot (2003) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa setelah 4 menit berhentinya aliran dialisat tidak ad
perbedaan konsentrasi ureum antara sampel dari arteri dan vena. Referensi lain
menyebutkan bahwa pengambilan sampel darah untuk pemeriksan ureum paling
cepat di ambil 2-3 menit setelah dialysis diakhiri (Jindal K, Chair, Tonelli & Culleton
BF, 2006:87).
Cara yang dianjurkan untuk pengambilan sampel darah paska HD adalah
sebagai berikut: setelah waktu HD berakhir hentikan pompa dialisat, turunkan UFG
sampai 50 mL/jam atau matikan, turunkan kecepatan pompa aliran darah 50-100
mL/menit selama 15 detik, ambila sampel darah dari jalur aliran arteri, hentikan
pompa darah dan kembalikan pada prosedur penghentian HD, cara lain menghentikan
pompa aliran darah setelah dilambatkan 50 mL/jam selama 15 detik, dan klem pada
jalur arteri dan vena dan sampel diambil dari jalur arteri (Standar Operasional
Prosedur RSAB, 2010:22).
METODOLOGI
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Deskriptif korelasi,
dimana Pada penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan antara kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar
ureum darah pada pasien dialisis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Advent Bandung.
Populasi dalam penelitian ini adalah 89 orang pasien hemodialisis RSAB pada
bulan Januari sampai Februari 2013.Sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah 64 orang pasien dengan kecepatan aliran darah (Qb) berkisar antara 170-250
mL/menit.Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive
sampling yang adalah penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini
dapat diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan berdasarkan tujuantujuan tertentu, yang representatif diamati dan dianalisis, asalkan tidak menyimpang
dari ciri-ciri sampel yang ditetapkan.
7
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengkajian
demografi meliputi nama, lembar observasi kecepatan aliran darah (Qb) dan lembar
pendokumentasian hasil-hasil pemeriksaan ureum laboratorium pra dan paska
hemodialisis yang terdiri dari 64 orang pasien dialisis rutin di Unit Hemodialisis RS
Advent Bandung.
HASIL dan ANALISIS
Masalah Pertama: Kadar Ureum Darah Pra Hemodialisis
Untuk menjawab identifikasi masalah yang pertama: “Bagaimanakah nilai ureum
darah pada pasien gagal ginjal kronik pra hemodialisis di RSAB?” dilihat dari hasil
deskripsi statistikseperti pada tabel 4.2.
Statistik Deskripsi Ureum Pra Hemodialisis
N
Mean
Median
Std.Deviation
Variance
Skewness
Minimum
Maximum
64
161.52
157.5
41.14
1692.5
0.424
78
282
Analisis Data
Dari jumlah 64 data pada tabel 4.2 diperoleh nilai rata-rata (mean) ureum pra
hemodialisis sebesar 161.52 (p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda tipis dengan nilai
tengah (median) = 157.5. Perbedaan ini memberikan informasi bahwa data
terdistribusi secara simetris. Pola distribusi data juga memiliki pola simetris
kemencengan nol (skewed) yang berarti normal sebagaimana yang ditunjukan oleh
nilai kemiringan (skewness) = 0.424 (p=0.05).
Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat
histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.1 yang
menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang
memiliki kadar ureum pra hemodialisis diatas 161.52 lebih banyak dibanding dengan
anggota sampel yang memiliki kadar ureum dibawah 157.5, namun perbedaannya
tidak begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.
Histogram Ureum Pra Hemodialisis
8
Tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan baku
(Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 1692.5 (p=0,05) (lihat tabel
4.2). Artinya kadar ureum pra hemodialisis anggotanya sampel memiliki rentang
sebaran yang cukup besar yaitu minimum = 78 sampai maximum = 282, sehingga
membangun ruang yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila ratarata.
Interpretasi Data
Berdasarkan hasil analisis data diatas, kadar ureum rata-rata responden
mengalami peningkatan diatas normal (10-50 gr/dL). Peningkatan ureum pada pasien
GGK yang menjalani terapi hemodialisisdisebabkan oleh tiga faktor diantaranya pra
renal seperti hipovolemia, rejatan, luka bakar, dehidrasi, gagal jantung kongestif,
infark miokard akut, perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan,
katabolisme protein berlebih, kelaparan, dan sepsis(Smeltzer dan Bare, 2002:32).
Masalah Kedua: Kadar Ureum Paska Hemodiialisis
Untuk menjawab identifikasi masalah kedua yaitu: “Bagaimanakah nilai ureum darah
pada pasien gagal ginjal kronik paska hemodialisis di RSAB?” maka digunakan juga
deskripsi statistik seperti pada tabel 4.3.
Statistik Deskripsi Ureum Paska Hemodialisis
N
Mean
Median
Std.Deviation
Variance
Skewness
Minimum
64
39.89
39.00
9.896
97.940
0.550
23
68
Maximum
Analisis Data
Dari jumlah 64 data pada tabel 4.3 diperoleh nilai rata-rata (mean) ureum
paska hemodialisis sebesar 39.89 (p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda besarnya
dengan nilai tengah (median) = 39.00 Perbedaan ini memberikan informasi bahwa
data terdistribusi secara simetris. Pola distribusi data juga memiliki pola simetris
kemencengan nol (skewed) yang berarti normal sebagaimana yang ditunjukan oleh
nilai kemiringan (skewness) = 0.550 (p=0.05)
Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat
histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.2 yang
menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang
memiliki kadar ureum paska hemodialisis diatas 39.89 lebih banyak dibanding
dengan anggota sampel yang memiliki kadar ureum dibawah 39.00, namun
perbedaannya tidak begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini.
9
Histogram Ureum Paska Hemodialisis
Tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan baku
(Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 9.896 (p=0,05) (lihat tabel
4.1). Artinya kadar ureum paska hemodialisis anggota sampel memiliki rentang
sebaran yang cukup besar yaitu minimum = 23 sampai maximum = 68, sehingga
membangun ruang yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila ratarata.
Interpretasi Data
Berdasarkan hasil analisis data diatas, kadar ureum rata-rata responden
mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga mencapai 75% (merupakan hasil
pengurangan dari mean ureum pra-paska dan dibagi dengan mean ureum pra
hemodialisis) dari hasil ureum pra hemodialisis. Hal ini menunjukan keberhasilan
dari proses hemodialisis dan dapat dikategorikan hemodialisis yang adekuat. Rasio
ureum yang adekuat dapat menurunkan angka mortalitas pasien dengan gagal ginjal
kronik tahap akhir yang menjalani terapi hemodialisis. Hemodialisis menjadi tidak
adekuat apabila rasio reduksi ureum < 65% (France K. Widman,1991:45).
Jika adekuasi hemodialisis tidak tercapai dan penurunan ureum dan kreatinin
paska hemodialisis tidak dapat mencapai 65% dapat menyebabkan ureum dan
kreatinin semakin menumpuk dalam darah. Penumpukan ureum yang berlebihan
dalam darah (uremia) dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh mengakibatkan
timbulnya berbagai gejala klinik seperti mual, muntah, kelemahan, anoreksia, kram
otot, pruritus, perubahan mental, uremik neuropati bahkan sampai dengan gangguan
jantung. Selain itu ureum juga dapat menimbulkan encephalopati yang meningkatkan
terjadinya kejang, stupor, koma, bahkan kematian (Alper, 2008:22).
Masalah Ketiga: Hubungan Kecepatan Aliran Darah (Qb) dan Penurunan
Ureum Pasien Hemodialisis Di RSAB
Untuk menjawab identifikasi masalah yang ketiga: “Apakah ada hubungan
yang signifikan antara kecepatan aliran darah dengan penurunan kadar ureum darah
paska hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis di RSAB?” maka digunakan uji statistik deskripsi, uji normalitas data,
uji homogenitas varians dan korelasi Pearson antara kecepatan aliran darah (Qb) dan
delta kadar ureum paska hemodialisis.
10
Uji Statistik Deskripsi
Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis sehingga dapat
menjelaskan seluruh informasi yang ada terlebih dahulu dirangkumkan dalam bentuk
deskripsi statistik dan hasil dianalisis sehingga dihasilkan simpulan-simpulan yang
menerangkan tentang karakteristik anggota sampel (anggota populasi) tentang hal
yang diteliti.Table 4.4 menunjukan deskripsi statistik data kecepatan aliran darah
(Qb) dengan delta ureum dari anggota sampel.
Statistik Deskripsi Kecepatan Aliran Darah dan Delta Ureum
Quick of Blood
N
64
Mean
212.19
Median
210
Std.Deviation 20.738
430.06
Variance
-0.115
Skewness
170
Minimum
Maximum
250
Delta Ureum
64
-121.63
-118.50
40.011
1600.873
-0.681
-251
-42
Analisis Data
Dari tabel 4.4 diperoleh nilai rata-rata (mean) kecepatan aliran darah sebesar 212.19
(p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda besarnya dengan nilai tengah (median) = 210.
Perbedaan ini memberikan informasi bahwa data tidak terdistribusi secara simetris.
Pola distribusi data juga memiliki pola miring (skewed) yaitu miring kearah kiri
sebagaimana yang ditunjukan oleh nilai kemiringan (skewness) = -0.115 (p=0.05).
Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat
histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.3 yang
menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang
memiliki kecepatan aliran darah diatas 212.19 lebih banyak dibanding dengan
anggota sampel yang memiliki kecepatan aliran darah dibawah 210, namun
perbedaannya tidak begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini.
Histogram Kecepatan Aliran Darah (Qb)
11
Tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan baku
(Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 430.06(p=0,05). Artinya
kecepatan aliran darah anggota sampelnya memiliki rentang sebaran yang cukup
besar yaitu minimum = 170 sampai maximum = 150, sehingga membangun ruang
yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila rata-rata.
Sedangkan pada delta ureum diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar -121.63
(p=0,05). Nilai rata-rata ini berbeda besarnya dengan nilai tengah (median) = -118.50.
Perbedaan ini memberikan informasi bahwa data tidak terdistribusi secara simetris.
Pola distribusi data juga memiliki pola miring (skewed) yaitu miring kearah kiri
sebagaimana yang ditunjukan oleh nilai kemiringan (skewness) = -0.681 (p=0.05).
Penjelasan geometris kemencengan nol ini dapat diterangkan dengan melihat
histogram distribusi frekuensi sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.4 yang
menunjukan garis distribusi normal-ideal (simetris). Jumlah anggota sampel yang
memiliki delta ureum diatas -121.63 lebih banyak dibanding dengan anggota sampel
yang memiliki kecepatan aliran darah dibawah -118.50, namun perbedaannya tidak
begitu signifikan yang dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini.
Histogram Delta Ureum
Pada tingkat keragaman data (variance) yang adalah kuadrat dari simpangan
baku (Std.Deviation) menunjukan nilai yang relatif tinggi yaitu 1600.873 (p=0,05).
Artinya kecepatan aliran darah anggota sampelnya memiliki rentang sebaran yang
cukup besar yaitu minimum = -251 sampai maximum = -42, sehingga membangun
ruang yang besar terhadap simpangan data yang diukur dari nila rata-rata.
Interpretasi Data
Berdasarkan pengujian deskripsi statistik diatas dapat di simpulkan bahwa
pemantauan yang adekuat terhadap kecepatan aliran darah dalam dialisis penting
untuk efesiensi dialisis. Hemodialisis biasanya memerlukan kecepatan aliran darah
150 sampai 300 mL/menit pada pasien dewasa, dengan bersihan ureum yang
diperoleh 150 mL/menit (Hoenich & Levin, 2003:33; NIDDK,2009:10).
Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu
variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk
membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi
normal.
12
Uji Normalitas Kecepatan Aliran Darah Dan Delta Ureum
Group
Quick_blood 1
Delta_ureum 2
Analisis Data
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
.100
64
.184
.095
64
.200*
Shapiro-Wilk
Statistic df
.967
64
.966
64
Sig.
.080
.078
Untuk analisis normalitas data kedua variable yang ditunjukan pada table 4.5
diatas, terlihat bahwa kecepatan aliran darah (Qb) memiliki P-value = .184 untuk uji
normalitas Liliefors (Kolmogrov-Smirnov) dan P-value = .080 uji normalitas ShapiroWilk. Kedua P-value lebih besar dari  = 0,05 sehingga H0 : data berasal dari
populasi yang terdistribusi normal tidak dapat ditolak.
Demikian pula untuk uji normalitas data delta ureum memiliki P-value =
.200*, untuk uji normalitas Liliefors (Kolmogrov-Smirnov) dan P-value = .078untuk
uji normalitas Shapiro-Wilk.Kedua P-value lebih besar dari  = 0,05 sehingga H0 :
data berasal dari populasi yang terdistribusi normal tidak dapat ditolak. Dengan
demikian konklusi dari hasil uji normalitas ini adalah bahwa data kecepatan aliran
darah (Qb) maupun data delta ureum diatas berasal dari populasi yang terdistribusi
normal.
Interpretasi Data
Berdasarkan hasil analisis data statistik dengan menggunakan uji normalitas
untuk menguji hasil kecepatan aliran darah berdistribusi normal. Hal ini mempunyai
pengertian bahwa hasilpengujian terhadap kecepatan aliran darah (Qb) memiliki
penyebaran nilai yang relatif membentuk kurva normal untuk distribusi seluruh
responden.
Begitu juga hal yang sama berlaku untuk hasil pengujian pada delta ureum
yang berdistribusi normal. Halini mempunyai pengertian bahwa hasil pengujian
terhadap delta ureum memiliki penyebaran nilai yang relatif membentuk kurva
normal untuk distribusi data pada ureum pra dan paska hemodialisis.
Uji Homogenitas Data
Setelah data-data kedua variabel diketahui terdistribusi normal, maka
selanjutnya dilkukan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah
beberapa varian populasi adalah sama atau tidak. Berikut ini adalah tabel 4.6 uji
homogenitas data dari kedua variabel.
Uji Homogenitas Varians Kecepatan Aliran Darah dan Delta Ureum
Levene Statistic
1.563
df1
8
df2
55
Sig.
.157
Analisis Data
Dari tabel uji homogenitas kedua varians antara kecepatan aliran darah (Qb)
dan delta ureum pada tabel 4.6, memberikan nilai P-value = .157 yang lebih besar
dari  = 0,05 sehingga H0 diterima. Kesimpulan dari kedua sampel kecepatan aliran
darah (Qb) dan delta ureum berasal dari populasi yang memiliki ragam yang sama.
13
Interpretasi Data
Untuk hasil analisis data statistik dengan menggunakan uji homogenitas
varians untuk menguji hasil kecepatan aliran darah (Qb) dan delta ureum yang
mewakili sebaran data pada ureum pra-paska hemodialisis, memiliki varians yang
homogen. Hal ini mempunyai pengertian bahwa hasil pengujian terhadap kecepatan
aliran darah dan delta ureum memiliki tingkat variasi nilai hasil tes yang relative
homogen.
Uji Korelasi Pearson Product Moment
Bila kedua data berdistribusi normal dan varians kedua data homogen maka
perhitungan koefisien korelasi antara kedua variabel kecepatan aliran darah (X) dan
penurunan kadar ureum darah (Y) dapat dilihat pada tabel 4.7.
Uji Korelasi Pearson Product Moment kedua variabel
quick_ofblood
Pearson Correlation
delta_ureum
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Quickof Blood
1
Delta Ureum
-.719**
64
-.719**
.000
64
1
Sig. (2-tailed)
.000
N
64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
64
Analisis Data
Dari tabel 4.7 untuk uji korelasi diatas terlihat bahwa korelasi Pearson
Product Moment r = -.719 dan P-value = .000. Karena P-value = .000 lebih kecil dari
 = 0,05 maka H0 :ρ = 0 ditolak. Kesimpulan ada hubungan linier yang signifikan
antara kecepatan aliran darah (Qb) dengan penurunan kadar ureum paska
hemodialisis.
Interpretasi Data
Berdasarkan analisa pengujian data diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara kecepatan aliran darah (Qb) dengan penurunan kadar ureum darah pada pasien
yang menjalani terapi hemodialisis, memiliki hubungan yang kuat atau tinggi. Hal ini
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecepatan aliran darah (Qb)
dengan penurunan kadarureum darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis.
Hal ini menjawab identifikasi masalah yang ketiga pada penelitian ini.
Kecepatan aliran darah rata-rata paling tidak empat kali berat badan dalam
kilogram. Bagi pasien dengan ukuran rata-rata yang menerima dialisis empat jam,
kecepatan aliran darah paling tidak 200-250 mL/menit, dan yang paling tepat adalah
300-400 mL/menit. Kecepatan aliran darah >450 mL/menit dapat dipakai apabila
menggunakan dialiser KoA tinggi. KoA merupakan koefisien luas permukaan
transfer yaitu kemampuan penjernihan dalam mL/menit dari ureum dari pada
kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu (NKF –DOQI, 2009:9).
14
Penelitian dari Lockridge dan Moram (2008:10), pada pasien yang menjalani
konvensional hemodialisis dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama waktu
setiap hemodialisis 4 jam menyimpulkan bahwa kecepatan aliran darah (Qb) yang
ideal adalah 400 mL/menit. Kim dkk (2004:12), mengatakan bahwa peningkatan
kecepatan aliran darah (Qb) selama hemodialisis harus dilakukan secara bertahap
dengan memperhatikan berat badan pasien. Penelitian tentang kecepatan aliran darah
(Qb) di lakukan di Korea Selatan terhadap 36 pasien hemodialisis dengan cara
menaikan kecepatan aliran darah (Qb) secara bertahap 15% pada pasien dengan berat
badan < 65 kg dan 20% pada pasien dengan berat badan > 65 kg. Hasil penelitian
menunjukan bahwa peningkatan Qb secara bertahap 15-20% selama hemodialisis
dapat meningkatkan adekuasi hemodialisis pada pasien dengan Kt/V rendah.
Masalah keempat : Efektifitas Kecepatan Aliran Darah
Untuk menjawab identifikasi masalah yang keempat: “Sampai sejauh
manakah efektifitas dari kecepatan aliran darah terhadap penurunan kadar ureum
darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSAB?”
maka nilai ryang diperoleh pada identifikasi masalah nomor empatselanjutnya akan
dikategorikan dengan mengacu pada tabel 3.1 pada bab 3.
Nilai koefisien korelasi r(Pearson Corelation) diperoleh sebesar -.719
(p=0,05). Sementara nilai sig = 0,00. Nilai sig ini lebih kecil dari nilai  = 0,05 yang
digunakan. Sehingga disimpulkan bahwa nilai r = -.719 tersebut signifikan secara
statistik. Dengan kata lain kecepatan aliran darah (Qb) memiliki hubungan yang
signifikan dengan penurunan kadar ureum darah pada pasien yang menjalani terapi
hemodialisis di RSAB dengan kekuatan -.719 pada tingkatan signifikasi 0,05. Hal ini
menjawab identifikasi masalah yang keempat pada penelitian ini.
Menurut Riduwan (2011:237) bahwa bila nilai sig yang diperoleh dari
koefisien r lebih kecil dari nilai level of significant () maka Ho ditolak, jika
sebaliknya Ha diterima. Kesimpulan, ternyata nilai r lebih besar dari nilai level of
significant () atau -.719< 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara kecepatan
aliran darah (X) dengan penurunan kadar ureum darah paska hemodialisis (Y) pada
pasien gagal ginjal kronik terminal yang menjalani terapi hemodialisis.
Minus itu menunjukkan apabila kecepatan aliran darah (Qb) semakin besar
maka kadar ureum darah akan mengalami penurunan yang signifikan. Namun
nilainya-.719 yang adalah signifikan, dengan kategori hubungan yang sedang atau
cukup sehingga terjadi hubungan yang positif. Ini diduga karena penurunan kadar
ureum darah pada pasien hemodialisis tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan aliran
darah (Qb) saja melainkan faktor lain seperti kecepatan aliran dialisat (Qd), dyaliser
atau artificial kidney(ginjal buatan)dan lamanya waktu (time dialysis) dalam proses
hemodialisis.
15
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
1.Kadar ureum pra hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung rata- rata
mengalami peningkatan diatas normal.
2.Penurunan kadar ureum paska hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung
memiliki nilai yang tinggi.
3.Hubungan kecepatan aliran darah (Qb) dengan penurunan kadar ureum darah paska
hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung memiliki hubungan yang signifikan.
4.Keefektifan kecepatan aliran darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialis di
Rumah Sakit Advent Bandung memiliki hubungan yang kuat atau tinggi.
Saran
Diklat Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk
mendapat perhatian khusus dalam pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) pada
pasien yang menjalani terapi hemodialisis, karena hasilnya belum maksimal sesuai
dengan teori yang ada.
Kepala Instalasi Hemodialisis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk mendapat
perhatian khusus dalam proses pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) yang
sebaiknya dilakukan secara bertahap untuk memperoleh bersihan ureum yang
maksimal paska hemodialisis sehingga adekuasi hemodialisis dapat tercapai.
Fakultas Keperawatan UNAI
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi
mahasiswa fakultas keperawatan UNAI dalam mata kuliah Hemodialisis dan praktek
keperawatan klinis di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Advent Bandung.
Bidang Penelitian
Diharapkan metode penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk
dikembangkan dalam penelitian berikut yaitu hubungan kecepatan aliran darah
dengan penurunan kadar kreatinin, fosfor, dan asam urat pada dialiser high flux bagi
pasien yang menjalani terapi hemodialisis di Rumah Sakit Advent Bandung.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alper, A.B (2008). Uremia. http://www.emedicine.com/MED/topic2341.htm.
[online]. [23 November 2012].
American National Kidney Foundation. (2002). An Overview of Chronic
Kidney Disease in American. http://www.aihw.gov.au/publicatioan/phe/phe-11110681/phe-111-10681.pdf.CKD.in.America2002. [online]. [23Agustus 2012].
Basile C, Casino F, Lopez T. (1990). Percent Reduction In Blood Urea
Concentration During Dialysis Estimates Kt/V In A Simple And Accuracy Way. Am
J Of Kidney Dis. USA.
Brunner & Suddarth (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: Kedokteran ECG.
Daugirdas, J.T. (1999). Bedside Formulas For Kt/v. A Kinder, Gentler
Approach To Urea Kinetic Modeling. ASAIO Trans. USA.
Dempsey, P.A. dan Dempsey, A.D. 2002. Riset Keperawatan: Buku Ajaran
dan Latihan. Edisi ke-1. Jakarta: EGC.
Endai Sukandar. (2006). Gangguan Ginjal Dan Panduan Terapi Dialisis.
Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung.
Erwinsyah. (2009). Rasio Ureum Creatinin Pasien Dialisis. [online].
http://digilib.ui.ac.id/fk/penyd.pdf. [28 Agustus 2012].
Gatot, D. (2003). Rasio Ureum Creatinin Dalam Dialiser. [online]
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-dairot%20gatot.pdf. [online]. [28
Agustus 2012].
Herrera, G.H, Malo, A.M, Rodriguez, M. Aljama P. (2003). Assesment Of
The Leght Of Each hemodialysis Session By On-Line Dyalisate Urea Monitoring.
USA.
Havens dan Terra. (2005). Hemodialisa. Jakarta: EGC.
Hoenich & Levin, N.W. (2003). Dialysis Complication. [online].
http://ndt.oxfordjournals.org/cgi/content/full/18/4/647. [online]. [02 September
2012].
Jindal, K, Chair, W, Chan, C.T,Deziel,D, Soroka, & Culleton, B.F. (2006).
Hemodialysis
Adequacy
In
Adults.
[online]
http://jasn.asnjournals.org/cgi/content/full/17/3 suppl 1/S4. [online]. [25 Agustus
2012].
Kallenbach, J.Z, Gutch, C.F, Martha, S.H, & Corca, A.L. (2005). Review Of
Hemodialysis For Nurses And Dialysis Personel. Edisi 7. St Louis USA.
Lockridge Jr, R.S & Moran J. (2008). Short Daily Hemodialysis And
Nocturnal Hemodialysis At Home: Practical Considerations. Seminars In Dialisys.
Vol.21. USA.
Muhidin, S.A. dan Abdurahman, M., (2009). Analisis Korelasi, Regresi, dan
Jalur dalam Penelitian. CV Pustaka Setia, Bandung.
17
NIDDK.
(2009).
Hemodialysis
Dose
www.kidney.niddk.nih.gov. [online]. [25 Agustus 2012].
And
NKFDOQI. (2006). Updates Clinical Practice
Recomendatioans. www.kdoqi.org. [online]. [24 Agustus 2012].
Nursalam, (2008). Manajemen Keperawatan:
Keperawatan Profesional. Salemba Medika, Jakarta.
Adequacy.
Guidelines
And
Aplikasi dalam Praktik
Pearson, A.V. dan Hartley, H.O., (1972). Biometrica Tables for Statisticians,
Volume 2. Cambridge University Press, Cambridge, England
Rully M.A. Roesli. (2011). Diagnosis Dan Pengelolaan Gangguan Ginjal
Akut. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung.
Smeltzer S.C, Bare B.G, Hinkle J.L & Cheever K.H. (2008). Textbook Of
Medical Surgical Nursing. Ed 12. USA.
Standar Operasional Prosedur. 2010. Rumah Sakit Advent Bandung
Suryabrata, S., (2000). Metodologi Penelitian. Rajawali, Jakarta.
Tisher, Wilcox. (1997). Dialisis gagal ginjal. [online]. Available:
http://www.ygdi. org/_kidneydiseases.php?view=detail&kat=dialisis1&id=18 [18
September 2012].
Uyanto, S.S., (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi ke-3. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
18
Download