Pengaruh Ekonomi Makro Regional Tambang Emas Pongkor – PT Antam Jawa Barat dan Potensi Transformasi Pasca Tambang Oleh Ukar W. Soelistijo - Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung. - Dosen Pasca Sarjana Program Khusus Ekonomi Mineral/PSDB, Perekayasaan Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. -Ahli Peneliti Utama (Pensiun), Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung email:[email protected]; [email protected] Sari Pengembangan wilayah pasca tambang emas Pongkor Jawa Barat melalui program pengembangan wilayah dan pengembangan masyarakat secara berkelanjutan dapat melalui kegiatan antara lain sebagai kawasan andalan agroindustri, pariwisata, budaya dll sekaligus sebagai unit pendidikan pelatihannya yang terkait. Hal itu sekaligus merupakan embrio kutub pertumbuhan ekonomi strategis karena dekat dengan wilayah Jabodetabek sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Secara jangka panjang kondisi Pongkor tersebut dapat merupakan salah satu kutub pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat mengangkat konvergensi ekonomi Jawa Barat terhadap ekonomi nasional, yang selama ini masih tertinggal. Abstract The post mining regional development of Pongkor gold mines West Java through sustainable programs of regional and community developments could be carried out by the activities such as growth poles of agro-industry, tourism, culture etc. including their related education and training program. These matters could be utilized as the embrio of strategic growth pole due to the nearby of one of the national economic growth center of Jabodetabek as well. In the long term Pongkor could be functioned, all at once, as one of the growth pole and also could function as the carrier of West Java economic convergence toward the national economy, that in fact up to the present it is still lack behind. 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor PT Antam mulai beroperasi produksi sejak tahun 1991. Uniknya adalah bahwa unit bisnis pertambangan tersebut terletak di daerah hutan lindung Cara atau teknik penambangannya adalah tambang dalam dengan lubang ventilasi khusus sehingga tidak mengganggu wilayah hutan lindung tersebut. Produksi mencapai 2 – 3 ton logam emas per tahun atau sekitar 3 % dari produksi emas nasional. Dari Pongkor dihasilkan konsentrat emas dan selanjutnya konsentrat tersebut diolah di Unit Bisnis Peleburan Emas Logam Mulia di Pulo Gadung yang menghasilkan logam emas murni 24 karat. 1 Diperkirakan UBPE Pongkor ini akan ditutup pada tahun 2014, karena cadangan bijih emasnya telah akan habis. 1.2 Maksud dan Tujuan. Maksud studi adalah melihat segi peranan ekonomi UBPE Pongkor terhadap ekonomi regional Jawa Barat selama ini, yang selanjutnya dikaji tentang kemungkinan pemanfaatan wilayah pasca tambang secara berkelanjutan dengan berbagai prasarana dan sarana yang ada yang ditinggalkan oleh kegiatan pertambangan tersebut bagi Jawa Barat, Bogor dan khususnya masyarakat Pongkor. Tujuan studi adalah agar wilayah eks UBPE Pongkor tidak menjadi kota hantu tetapi masyarakatnya tetap dapat menikmati wilayah tersebut dengan kegiatan ekonomi baru nontambang emas, dan diharapkan dapat lebih mandiri dalam menghadapi hari depannya. Di sisi lain lokasi eks tambang emas ini dengan berbagai parasarana dan sarana yang telah ada tidak lebih dari 150 km dari DKI Jakarta, bahkan masih dalam wilayah strategis Jabodetabek. 1.3 Permasalahan dan solusi Permasalahannya adalah diperlukannya sistem dan mekanisme tranformasi dari bentuk UBPE dari PT Antam menjadi wilayah pengembangan masyarakat (lihat Gambar 1.1 dan 1.1) yang lebih populi untuk menghadapi hari depan secara lebih baik dalam segi ekonomi, sosial dan budayanya sebagai bagian integral Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Solusinya adalah bahwa proses dan mekanisme penutupan dan program transformasi pasca tambang adalah menjadi tanggung jawab PT Antam sesuai dengan peraturan perundangan yang ada khususnya SK MENTAMBEN No 1211/1995. Dalam hal ini PT Antam telah biasa elakukan penutupan tambang a.l. UBP Bauksit di Biotan dan UB Pasir Besi di Cilacap dan Kutoarjo. Kesemuanya telah berjalan dengan mulus dan harmonis bagi masyarakat setempat di tinggalkannya. Diharapkan dapat dihasilkan suatu konsep solusi tuntas dan harmonis tentang pemanfaatan bekas Tambang UBP Emas Pongkor PTAnekaTambang pada pasca penutupan tambang, 2015. 2. Metodologi 2.1 Model Input-Ouput Dari Tabel I-O Jawa Barat tahun 2003 peranan sektor pertambangan bagi PDRB Provinsi Jawa Barat belumlah besar yaitu sebesar 3% (tahun 2006, 9,6% tahun 2003). Sektor pertambangan di Jawa Barat terdiri dari Pertambangan Migas, pertambangan logam yaitu emas dan pertambangan bahan galian industri (golongan C) atau bahan bukan logam (UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba). Sedangkan sektor pertambangan emas memberikan kontribusi sebesar 9,6 % dalam ekonomi regional Jawa Barat. Dari Tabel I-O Jawa Barat 1993 peranan pertambangan emas terhadap ekonomi regional Jawa Barat sebesar 3,8 %. Pada tahun 2006 kontribusi sektor pertambangan logam emas dalam PRDB Jawa Barat mrutun sebesar 3%. Penurunan kontribusi tersebut disebabkan makin menurunnya jumlah produksi emas sehingga tidak mampu mengejar konribusi sektor yang lain yang meningkat jumlah dan persentasenya. 2.2 Multiplier ekonomi 2 Guna mengetahui potensi dari sektor-sektor penting untuk dikembangkan pada pasca tambang emas Pongkor, dapat dihitung tentang antara lain surplus multiplier untuk memperkirakan investable surplus, inestment multiplier untuk mengetahui dampak investasi terhadap output, employment multiplier serta income multiplier untuk mengetahui dampak kesempatan kerja dan pendapatan yang akan dihasilkannya. Multiplier (Angka Pengganda) Multiplier Tipe I (Open) 1. Outpur multiplier OM I I j j= Tipe II (Closed) = ∑ bij i OMIIj = ∑ b*ij i ∑ bij lTj l Tj Keterangan bij = open inversed b*ij=closed inversed IM IIj = b*ij lj 2. Income multiplier IM 3. Employment multiplier LMIj = ∑ lj bij lj LMIIj = b* T ij lj 4. Value-added multiplier VM Ij = vj bij vj VM IIj = vj b*ij vj 5. Investment multiplier KM Ij = kjbij kj KM IIj = kj b*ij kj Makro: ∆Y = 1 ∆ I 1-b 6. Tax multiplier TM Ij = -∑ tj bij tj TM IIj = -∑tj b*ij tj Makro: ∆Y = -b ∆T 1-b T=tax 7. Exchange earnings multiplier FEM Ij = ∑ rj bij = bij r Tj 8. Surplus multiplier ∏M Ij = ∑ vj bij / vj kj bij FE IIj = ∑ rj b*ij = b*ij r Tj b*ij ~ inversed cj T = transposed rj = E ∆ M (net M) ∏M IIj = ∑vj b*ij / vj kj b*ij Beberapa multipler ekonomi yang dapat dihitung dari Tabel I-O tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. 2.3 Forward linkages dan backward linkages Keterkaitan HuIu dan Keterkaitan Hilir Tingkat Propinsi dapat diutarakan sebagi berikut. Interaksi/ketergantungan Iintas sektor di suatu propinsi yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah, dapat diukur antara lain dengan keterkaitan hulu (ke belakang/”backward linkages’) dan keterkaitan hilir (ke depan/”forward linkages’) (Thomas, V. B., 1982). Keterkaitan hulu adalah ukuran untuk melihat keterkaitan hulu suatu sektor dengan sektor ekonomi lainnya di suatu wilayah atau negara. 1/n i bij j = ------------------(1/n2) i j.bij kriteria: j> 1, menyatakan bahwa investasi pada sektor ke-j memberikan hasil (yield) di atas rata-rata sektor-sektor keterkaitan hulunya. j= 1, menyatakan bahwa investasi pada sektor ke-j memberikan hasil (yield) sama dengan rata-rata sektor-sektor keterkaitan hulunya. 3 j<1, menyatakan bahwa investasi pada sektor ke-j memberikan hasil (yield) lebih rendah daripada rata-rata sektor-sektor keterkaitan hulunya. Keterkaitan hilir adalah ukuran untuk melihat sejauh mana suatu sektor mempunyai keterkaitan hilir dengan sektor lainnya. 1/n j bij i = -------------------------(1/n2) i j bij kriteria: i > 1, menyatakan bahwa sektor ke-i mempunyai keterkaitan hilir yang tinggi dengan sektor-sektor lain. i = 1, menyatakan bahwa sektor ke-i mempunyai keterkaitan hilir setingkat dengan sektor-sektor lain. i <1, menyatakan bahwa sektor ke-i mempunyai keterkaitan hilir yang rendah dengan sektor-sektor lain. Beberapa indikator ekonomi dari eokonomi Provinsi Jawa Barat tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. 2.4 Manfaat sosial neto (net social gain) Peranan UBP Emas Pongkor dalam melaksanakan program pengembangan wilayah termasuk CD selama ini perlu dikaji melalu berbagai indikator a.al. NSG. Dari sini diperoleh pula suatu koefisien atau net gain coefficient yang dapat melihat seberapa besar PT Antam telah berupaya secara kuantitatif dan kualitatif menymbangkan sebagin dari rente ekonomi bisnisnya bagi program bangwil dan CD tersebut (Gambar 2.1). Sebagai contoh dari beberapa perusahaan tambang di Indonesia dalam program teresbut dapat dilihjat pada Tabel 2.2. Makin besar NGC maka akan makin besar yang dinikmati bagi Cd masyarakat setempat dari perusahaan tersebut. PT Antam memiliki angka NGC terbesar yaitu sekitar 17-20% di UBP Pasir Besi Cilacap dan Kutoarjo dari stusi penutupan tambang-tambang tersebut (Tabel 2.1 dan 2.2). Hal ini perlu dilakukan juga dalam program penutupan tambang emas Pongkor. 2.5 Konvergensi ekonomi Jawa Barat terhadap ekonomi nasional Ekspose konvergensi ekonomi regional terhadap ekonomi nasional dalam bentuk indeks pendapatan per kapita dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dari Gambar 2.2 dapat dilhat bahwa pada kurun 1975-2000 indeks pendapatan per kapita Jawa Barat masih berada di bawah indeks per kapita nasional. Hal ini berarti bahwa peranan sektor penting di wilayah ini belum dapat mengangkat ekonominya secara signifikan. Sektor-sektor penting tersebut adalah Sektor industri pengolahan nonmigas, sektor pertanian (pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan) serta sektor perdagangan – hotel dan restoran. Konvergensi dapat diformulasikan sebagai berikut. Iit = Yit ; Yit dalam hal ini : I = Indeks, t = Tahun, 4 i = Propinsi, Yit = PDB Nasional pada tahun ke t; Yit = PDRB propinsi i pada tahun ke t. Konvergensi ekonomi antar wilayah di AS telah dikembangkan sejak tahun 1920an, nampaknya pada awal abad 21 ini telah terdapat konvergensi ekonomi antar negara bagian tersebut (Gambar 2.3). 3. Hasil Komputasi dan Analisis 3.1 Peranan sektor pertambangan terhadap ekonomi regional Jawa Barat Peranan sektor pertambangan logam emas dalam PDRB Jawa Barat telah menurun dalam dekade ini dalam jumlah nilai maupun persentase, sehingga tidak dapat mengejar kontribusi sektor penting yang lain yaitu sektor industri pengolahan dan sektor pertanian (termasuk kehutanan, peternakan dan perikanan). Proses seleksi sektor penting yang dapat diunggulkan pada pasca tambang dapat dilihat pada Gambar 2.4. Nampaknya demikian juga untuk sektor perdagangan dan hotel restoran. Sektor ini menggambarkan sektor pariwisata., karena dalam PDRB sektor ini memang tidak terdapat secara spesifik. Sektor pariwisata digambarkan terutama oleh sektor hotel dan restoran yang mempunyai surplus multiplier sebesar 3,33, income multiplier 1,36 dan employment multiplier 1,21 yang cukup besar untuk dapat dikembangkan di daerah Pongkor. Dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan penciptaan kesempatan kerja dan pendapatan yang prospektif. Sektor terpilih sekaligus dapat menggantikan terhadap output tambang emas setlah pasca tambang kelak bagi Jawa Barat dan sekitarnya. Keterkaitan hulu dan hilir untuk sektor pariwisata kiranyacukup dapat memberikan tarikan/dorongan (pushing) terhadap sektor lain. 3.2 Dukungan sektor-sektor penting bagi ekonomi regional Jawa Barat Untuk sektor peternakan dan perikanan dapat dikembangkan dengan baik di daerah Pongkor di samping untuk memenuhi kebutuhan daerah Pongkor setelah pasca tambang, dapat juga untuk memenuhi kebutuhan wilayah Jabodetabek. 3.3 Pengembangan ekonomi mutliregional/atarregional Apabila Pongkor telah berhasil dikembangkan dalam proses transformasi struktural, maka akan dapat dikembangkan secara terpadu dalam kaitan multiregional dengan a.l. a. Lampung (Agroindustri) dan Sumatera Bagian Selatan (Pusat Industri, PLTU batubara, Pencairan batubara) (Gambar 3.1). Kalau daerah Pongkor dalam pengembangan sektor-sektor prospekrif tersebut dapat berhasil, maka perluasan ekspor komoditi andalan atau unggulan tersebut dapat diperluas ke wilayah Lampung dan Sumatera Bagian Selatan yang merupakan daerah agroindustri, pusat industri sekaligus pusat PLTU Batubara maupun undustri perluasannya di masa datang. Contoh lain bagaimana mengintegrasikan program bersama dalam agroindustri dengan misalnya Bengkulu yang produksi udangnya yang dihasilkan pada hari ini dan esoknya telah berada di Los Angeles AS melalui bisnis Singapura. b. Banten (Pariwisata: Jalur Pelabuhanratu – Ujung Kulon). 5 Juga terdapat daerah tarikan komoditi dari wilayah pariwisata Pelabhanratu-Ujung Kulon. c. Jabodetabek (Pariwisata, Agroindustri). Jelaslah pusat pertumbuhan Jabodetabek merupakn daerah tantang terhadap kutub produksi Pongkor ini. d. Program kegiatan sektor-sektor yang lain nampaknya perlu diperhatikan untuk sektor sekunder dan tersier yang mempunyai nilai tambah lebih besar daripada sektor primer, misalnya jasa angkutan darat dan udara dan barngkali sungai. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Pengembangan wilayah Pongkor sebagai pusat pengembangan masyarakat pasca tambang emas Pongkor dalam bentuk a.l.: - Arena wisata. Pengembangan wilayah Pongkor dengan inti program pengembangan masyarakat pasca tambang emas Pongkor akan merupakan kutub pertumbuhan yang menjanjikan baik secara ekonomi maupun soaial budaya yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan job dan income bagi masyarakat setempat khususnya ataupun bagi Jawa bArat umumnya. - Pusat agroindustri: ternak ikan dll Sebagai pusat agroindustri a.l. perikanan dan peternakan maka penagwetan dan pengalengannya dapat merupakan nilai tambah yang besar bagi berbagai segi. -Pusat budaya seperti Saung Angklung Ujo, Tari Barong/Kecak di Bali atau Polynesian Center di Hawaii pendukung objek wisata. Program-program tersebut perlu diikuti dengan program kediklatan dan jasa lain yang menunjang dan terkait. 4.2 Saran a. Sektor terpilih yang akan dikembangkan di wilayah Pongkor hendaknya akan menghasilkan suatu surplus, di mana surplus ini akan terdiri dari sumber dana untuk direinvestasikan (earmark funds) dan juga merupakan sumber dari suatu flexible funds untuk program-program atas dasar kebijakan-kebijakan strategis tertentu. b. PT Antam perlu melakukan penyunan dokumen penutupan tambang emas Pongkor yang di dalamnya dimuat tentang analisis dan rencana program pasca tambang yaitu proses dan mekanisme tarnsformasi struktural dari ekonomi tambang ke ekonomi nontambang emas secara jelas, terencana dan terawasi pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. c. Upaya pengembangan wilayah Pongkor ini perlu dilihat pula prospek pendanaan luar negeri di samping dari dalam negeri, karena lokasinya yang amat strategis itu. - “.....Dan janganlah engkau berbuat bencana di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang berbuat bencana.” (Q.S. 28 Al Qashash ayat 71). - “Itulah negeri akhirat, Kami menyediakannya bagi orang-orang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. 28 Al Qashash, ayat 83). Pustaka 6 Badan Pusat Statistk Propinsi Jawa Barat – Badan Perencanaan Daerah Propinsi Jawa Barat, 2003, “Tabel Input-Output Jawa Barat 2003.” Badan Pusat Statistk Propinsi Jawa Barat, 2007, ”Jawa Barat Dalam Angka – Jawa Barat in Figures 2003.” Soelistijo, Ukar W., 2003, “Ekonomi Regional dan Model Penerapannya:Pengembangan Sumber Daya Mineral dan Energi Dalam Rangka Otonomi Daerah di Indonesia,” Puslitbang teknologi Mineral dan Batubara, Balitbang ESDM, DESDM. Gambar 1.0 Proses Pengembangan Wilayah (Regional Development) Sumberdaya alam -Terbarukan -Tak terbarukan Tata ruang Fisik (Ecosystem) Sumberdaya manusia daya buatan/penunjang a.l.: modal, teknologi,prasarana,informasi,kebijakan, kelembagaan dll. Pengembangan Wilayah Terpadu Non fisik (Social System) -Sumber Misi pemerataan Prasarana/Sarana Limgk. Hidup Fisik Mendukung keterkaitan ekonomi antarsektor/antardaerah Mendukung pembangunan daerah: penciptaam job dan income, konvergensi ekonomi antardaerah, swadaya usaha (modernisasi, kemandirian,mobilitas) Lingkungan sosial/ekonomi / pengembangan msyarakat Memenuhi misi pemerintah pusat/daerah Gambar 1.1 Pola Pikir Tentang Kaitan Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Masyarakat Sekitar Wilayah Usaha Pertambangan 7 Gambar III.5.1 Poleksosbud kamlingspir Gambar 2.1 Net Social Gains (NSG • • • NSG dari suatu kegiatan ekspor sebagai nilai total dari komoditi minus nilai dari komoditi intermedier dan faktor sebagai input plus "net external effects". • • NSGj = (uj - mj - rj) vj - fsj vs Ej NGC = NSG/Total Output/Revenue • • • • • • • u = nilai pendapatan ekspor; m = nilai komoditi diimpor untuk proses produksi; r = nilai repatriasi; v j= shadow price dari foreign exchane; vs = shadow price faktor ke-s; f = jumlah komoditi untuk proses; E =net external effects. Gambar 2.2 8 Gambar 2. INDEKS PDB PER KAPITA NASIONAL DAN PDRB PER KAPITA PROPINSI DI INDONESIA, 1975 - 2000 1100 1000 900 800 INDEKS 700 600 Kaltim 500 DKIJ 400 300 Riau Irja 200 DI Aceh Nas=100 100 0 1975 1980 1985 1990 1995 2000 TAHUN DI. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jaw a Barat Jaw a Tengah DI Yogyakarta Jaw a Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulaw esi Utara Sulaw esi Tengah Sulaw esi Selatan Sulaw esi Tenggara Bali Nusteng Barat Nusteng Timur Maluku Irian Jaya Timor Timur Nasional Gambar 2.3 9 (100) Indeks Tren PDB per Kapita A.S., 1929 - 2010 Gambar 2.4 Pola Pikir Seleksi Sektor Sektor Terpilih - Multireg linkages -Pusat Pertumbuhan Lain Terdekat Kriteria Seleksi - Transformasi sosekbud Berkelanjutan - Mandiri A.l. - Job & Income - Multiplier (Income, Employment,Surplus) - B & F Linkages - Kutub Pertumbuhan Sektor Penting/ Unggulan Kondisi wilayah 10 - Konsep Bangwil (Bangmas/ CD) Indikator ekonomi 1. Kontribusi pada PDRB Jawa Barat (%) 2. Pengganda pendapatan 3. Pengganda tenaga kerja 4. Pengganda investasi 5. Pengganda surplus 6. Keterkaitan hulu 7. Kerkaitan hilir Table 2.1 Beberapa Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Barat Sektor Penting Sektor Sektor Industri Sektor Pertanian Sektor Pertambangan Logam Pengolahan (+Kehutanan,Peternakan, Perdagangan Emas Perikanan) 1993 2003 2006 1993 2003 2006 1993 2003 2006 1993 2003 2006 3,8 9,6 3,0 35,6 58,1 47 12,7 7,3 12 6,7 9,7 17 1993 7,4 2003 3,7 5,46 1,97 1,73 1,58 1,31 1,74 1,09 1,09 1,83 1,36 1,20 1,20 2,25 1,97 1,24 1,17 1,18 1,28 1,74 1,21 1,15 1,20 1,91 1,93 1,63 1,86 1,23 1,70 1,43 1,32 5,22 1,60 2,98 2,49 5,22 5,43 2,47 2,14 2,79 3,33 0,87 0,80 1,36 1,26 0,88 0,83 0,74 0,89 1,14 0,84 0,71 0,80 1,93 1,18 1,04 0,82 2,34 1,45 0,79 0,81 11 Sektor Hotel & restoran 2006 3,0 Tabel 2.2 Keterkaitan Usaha Pertambangan Terhadap Sosial Ekonomi Daerah Dengan Menggunakan Model Net Social Gain (NSG) PT.INCO (1989) PTBA (1989) VARIABEL Output Input I. Economic Rent II. Net External Effect (NEE) Terdiri dari - Keterkaitan Hulu-Hilir - Keterkaitan Pajak - Keterkaitan kebutuhan akhir - Keterkaitan teknologi III. Net Social Gain (NSG) IV. Net Gain Coeficient (NGC) (NSG/Output) Total Asset V. Ratio Rentabilitas Ekonomi (NSG/Total Asset) 558.228, 62 556.802, 26 1.426,36 5.723,99 134,90 4.712,55 778,30 98,24 7.150,35 0,0128 1.317.97 6,06 0,0054 BATUBA RA OMBILIN (1990) (Dalam Jutaan Rupiah) NIKEL NIKEL BAUK SIT PULAU POMALA GEBE A KIJAN G (1990) (1990) (1990) 131.310,44 129.636,84 41.500,9 7 40.955,6 5 108.179 ,39 107.987 ,59 32.027 ,39 31.829 ,46 105.914, 27 105.595, 53 1.673,60 2.148,11 1.296.73 346,96 477,02 27,40 544,32 2.823,89 415,25 577,55 1.460,53 370,66 191,80 4.771,4 3 522,58 2.939,5 0 1.006,9 6 302,39 197,73 3.151, 58 1.233, 16 890,07 981,81 46,53 318,74 4.143,44 575,52 843,08 2.491,00 233,84 3.821,71 3.369,21 4.963,2 1 3.349, 31 4.462,18 0,0291 1.126.243, 00 0,0034 0,0812 109.031, 50 0,0309 0459 N.A N.A 0,1046 N.A N.A 0,0421 59.771,2 3 0,0747 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, 1989-1990 Tabel 2.3 Manfaat Sosial Neto (NSG) Perusahaan-Perusahaan Tambang di Indonesia Nama Perusahaan Lokasi NSG (Miliar Rp.) Koefisien Tahun 1. PT. Inco (Nikel) Soroako, Kab. Luwu, Prop. Sulawesi Selatan 7,15 0,0128 1989 2. PT. Antam (Nikel) P. Gebe, Kab. Halmahera, Prop. Maluku 4,96 0,0459 1990 3. PT. Antam (Nikel) Pomalaa, Kab. Kolaka, Prop. Sulawesi Tenggara 4,46 0,0421 1990 4. PT. Freeport (Tembaga-Emas) Kab. Fakfak, Prop. Irian Jaya 19,86 0,0083 1990 5. PT. Semen Padang (Dep Tambang) Indarung, Kod. Padang, Prop. Sumatera Barat 2,99 0,1757 1991 6. PT. Polowijo Gosari (Pupuk dolomit) Kab. Gresik, Prop. Jawa Timur 13,29 0,6162 1996 7. PT. Antam (Emas) Pongkor, Kab. Bogor, Prop. Jawa Barat 4,36 - 1999 8. PT. Tambang Batubara Bukit Asam Unit Produksi Tanjung Enim 71,23 41,09 39,20 5,00 0,0431 0,0322 0,0322 0,0794 1999 1998 1991 1989 9 PT. Antam (Pasir Besi Cilacap) Cilacap 3,53 4,91 0,1756 0,2245 1999 2002 (2005 tutup) Sumber : Puslitbang Teknologi Mineral (PPTM) Keterangan : Batasan daerah adalah tingkat propinsi, kecuali untuk PTBA tahun 1997-1999, adalah tingkat Kabupaten Muara Enim dan Lahat. 12 Gambar 3.1 Interaksi Kegiatan Ekonomi Multi/Antarregional Kawasan Pengembangan (KP) Pongkor – Banten – Jabodetabek – Lampung/Sumatera Bagian Selatan KP Pongkor 13