Zona Konservasi Air Tanah Sebagai Dasar Pertimbangan dalam Penerbitan Rekomendasi Teknis Penggunaan Air Tanah - Studi Kasus: Cekungan Air Tanah Jakarta (CAT Jakarta) Groundwater Conservation Zones for Basis Considerations in Publishing Technical Recommendation of Groundwater Usages - Case Study: Jakarta Groundwater Basin (Jakarta GB) HARYADI TIRTOMIHARDJO DAN TAAT SETIAWAN Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral Jalan Diponegoro No. 57, Bandung Pos-el: [email protected], [email protected] Sari - Lampiran UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada suburusan geologi menyebutkan kewenangan penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah lintas daerah provinsi berada pada Pemerintah Pusat; sementara, kewenangan penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah dalam daerah provinsi berada pada daerah provinsi. Secara teknis, penentuan zona konservasi air tanah pada suatu cekungan air tanah didasarkan data dan informasi air tanah hasil kegiatan inventarisasi melalui pemetaan, penyelidikan, penelitian, dan eksplorasi air tanah. Tahapan penentuan zona konservasi air tanah mencakup deliniasi zona perlindungan air tanah, evaluasi kondisi dan lingkungan air tanah, evaluasi kedalaman sumur produksi air tanah dan akuifer yang disadap, evaluasi debit pengambilan air tanah, dan penentuan subzona pada zona perlindungan dan pemanfaatan air tanah. Pada setiap zona konservasi air tanah itu memuat ketentuan pendayagunaan dan konservasi air tanah yang merupakan bagian penting dari rencana pengelolaan air tanah berbasis cekungan air tanah. Penentuan zona konservasi air tanah pada sistem akuifer tertekan atas CAT Jakarta pada 2013 menunjukkan zona perlindungan air tanah memiliki luas 321,4 Km2 atau sekitar 21,98% dari total luas CAT Jakarta dan zona pemanfaatan air tanah mencakup areal 1141,0 Km2 (78,02%). Zona pemanfaatan air tanah yang mencakup seluruh daerah lepasan air tanah dibagi menjadi subzona aman seluas 292 Km2 (26%), subzona rawan seluas 331 Km2 (29%), subzona kritis seluas 375 Km2 (33%), dan subzona rusak seluas 144 Km2 (13%). Ketentuan pendayagunaan air tanah pada setiap subzona itu, yakni kedalaman sistem akuifer yang disadap, debit sumur yang diizinkan, dan jarak antarsumur produksi yang harus dipenuhi wajib digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi teknis penggunaan air. Kata kunci: cekungan air tanah, zona konservasi air tanah, zona perlindungan air tanah, zona pemanfaaatan air tanah, penggunaan air tanah Abstract - It is stipulated in appendix of Law Number 23 Year 2014 on Regional Government that authority of groundwater conservation zoning in the provincial transboundary groundwater basin is under the Central Government; while, authorizes establishment of groundwater conservation zones in the groundwater basin located in the province is in the region of the province. The determination of the groundwater conservation zone in a groundwater basin is based on data and information resulting from the groundwater inventory, among others through mapping, investigation, research, and groundwater exploration. The determination steps include delineation of groundwater protection zone, evaluation of groundwater environment, evaluation of the depth of production wells and aquifers are tapped, evaluation of the rate of groundwater abstraction, and determination of subzones within the groundwater protection and cultivation zones. Of each subzones contain a provision of groundwater utilization and conservation that are important part of the groundwater management plan of the groundwater basin. Application of groundwater conservation zoning in confined aquifer system on Jakarta GB in 2013 showed the groundwater protection zone had an area of 321.4 Km2 or approximately 21.98% of the total area of Jakarta GB, and groundwater cultivation zone covering the area of 1141.0 Km2 (78,02%). Groundwater cultivation zones covered the entire groundwater discharge area that subdivided into secure subzone of an area of 292 Km2 (26%), prone subzone of an area of 331 Km2 (29%), critical subzone of an area of 375 Km2 (33%), and damaged subzone of an area of 144 Km2 (13%). The provision of groundwater utilization contained in each subzones that were, rate of permitted groundwater abstraction of production wells, and the appropriate distance between production wells shall be used as the basis for the technical consideration of the issuance of technical recommendations on groundwater usages. Keywords: groundwater basin, groundwater conservation zone, groundwater protection zones, groundwater cultivation zone, groundwater usage PENDAHULUAN Air tanah merupakan sumber daya alam yang hingga saat ini memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan pengembangan di pelbagai sektor pembangunan, karena sumber daya itu menjadi andalan sebagai sumber pasokan air bersih untuk air minum dan kebutuhan pokok rumah tangga baik di wilayah pedesaan ataupun perkotaan, suplesi air irigasi untuk pertanian rakyat, perkebunan, pariwisata, industri, dan lain sebagainya. Dalam suatu wilayah pengelolaan air tanah yang disebut cekungan air tanah, penggunaan air tanah perlu dikendalikan agar tidak melebihi potensi ketersediaannya sehingga dapat dihindari dampak negatif yang dapat terjadi, baik terhadap kondisi air tanah yang mencakup kuantitas dan kualitasnya, serta kondisi lingkungan di sekitar keberadaan air tanah itu sendiri. Dampak negatif yang terjadi karena penggunaan air tanah yang demikian itu berupa serangkaian kejadian yang secara berurutan meliputi penurunan muka air tanah secara menerus, penurunan kualitas air tanah, pencemaran air tanah, dan kerusakan lingkungan di sekitar pusat pengambilan air tanah berupa amblesan tanah (land subsidence). REKOMENDASI TEKNIS UNTUK PENERBITAN PERIZINAN AIR TANAH Ketentuan umum dan dokumen rektek air tanah Istilah rekomendasi teknis (rektek) digunakan setelah diterbitkan PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, sebagai turunan dari UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sebelum itu, istilah yang digunakan adalah persyaratan teknis (syartek), misalnya seperti yang termuat dalam Kepmen ESDM No. 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Dalam ketentuan umum pada Pasal 1 angka 6 peraturan pemerintah itu disebutkan rektek adalah persyaratan teknis yang bersifat mengikat dalam pemberian izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah. Izin pemakaian air tanah dan izin pengusahaan air tanah disebut dengan izin penggunaan air tanah, mengadopsi istilah penggunaan air Upaya pengendalian yang perlu dilakukan untuk menanggulangi dan mengantisipasi dampak negatif yang telah atau kemungkinan terjadi adalah penerapan izin air tanah untuk setiap penggunaan air tanah yang sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu ketentuan dalam setiap penerbitan izin air tanah adalah adanya kewajiban pemberi izin (bupati atau wali kota) untuk menaati dan mengikuti rekomendasi teknis yang diberikan oleh gubernur atau Menteri, bergantung pada sifat cekungan air tanah (cekungan dalam provinsi atau lintas provinsi) - sebagai tempat keberadaan titik lokasi penggunaan air tanah yang dimohonkan. Rekomendasi teknis diberikan oleh gubernur atau Menteri dengan mengacu kepada peta zona konservasi air tanah yang disusun berdasarkan data dan informasi air tanah yang dihasilkan dari kegiatan inventarisasi melalui pemetaan, penyelidikan, penelitian, dan eksplorasi air tanah. Makalah ini menyajikan uraian tentang rekomendasi teknis untuk penerbitan izin air tanah, zona konservasi air tanah dan tata cara penentuannya, dan zona konservasi air tanah pada sistem akuifer potensial CAT Jakarta. tanah yang terdiri atas pemakaian dan pengusahaan air tanah. Sejauh ini, ketentuan lebih lanjut mengenai rektek dan perizinan air tanah melalui peraturan Menteri, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 69 belum diterbitkan, hingga diterbitkan Putusan MK No. 85/PUU-11/2013 yang membatalkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dengan pembatalan itu, PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah sebagai acuan untuk menerbitkan peraturan Menteri tentang rektek dan perizinan air tanah secara otomatis tidak berlaku. Pascaputusan MK itu, rancangan peraturan Menteri tentang rektek dan perizinan air tanah saat ini sedang disusun dengan mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Lampiran CC Suburusan Geologi huruf b, serta PP No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air Pasal 10 ayat (9), Pasal 33, Pasal 35 ayat (2), dan Pasal 48. Mengacu kepada PP No. 121 Tahun 2015 Pasal 1 huruf 12, rektek adalah persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam pemberian izin. Mengadopsi ketentuan pada Pasal 1 itu, rektek air tanah adalah persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam pemberian izin di bidang air tanah. Pembahasan rancangan peraturan Menteri tentang rektek dan perizinan air tanah terakhir dilakukan pada 25 September 2016, antara lain memuat beberapa ketentuan sebagai berikut. 1 Pengaturan rektek air tanah sebagai acuan dalam penerbitan izin pemakaian dan pengusahaan air tanah meliputi persyaratan dan tata cara pengajuan rektek air tanah. 2 Rektek air tanah diberikan untuk penerbitan a izin pemanfaatan potensi air tanah; b izin pengambilan air pada sungai bawah tanah (underground streams); c izin pengambilan air tanah dengan sumur bor; d izin pengambilan air tanah dengan sumur gali dan sumur pasak; atau e izin untuk kegiatan dewatering. 3 Ketentuan tentang rancang bangun yang dimaksud dalam angka 1 huruf h adalah sebagai berikut. 1 Sumur gali, meliputi a kedalaman sumur; b diameter sumur. 2 Sumur bor, meliputi a kedalaman sumur; b diameter dan pipa jambang (pumphouse casing); c diameter, panjang, dan kedudukan pipa saringan (screen pipes); d diameter, panjang, dan kedudukan pipa naik (riser); e diameter, panjang, dan kedalaman piezometer; f kedudukan kerikil penyaring (gravel filter); g kedudukan semen penyekat (cement grout); 3 Pemberian rektek air tanah seperti disebutkan pada angka 2 dilakukan untuk penerbitan izin baru ataupun izin perpanjangan. 4 Rektek air tanah seperti disebutkan pada angka 2 bersifat mengikat dalam penerbitan izin pemakaian dan pengusahaan air tanah. Rektek air tanah, misalnya untuk pengusahaan air tanah dengan sumur bor sumur gali, diberikan dalam bentuk surat dokumen yang berisikan informasi ketentuan sebagai berikut. 1 2 izin atau atau dan Persyaratan teknis untuk pengeboran atau penggalian air tanah dan kontruksi sumur, meliputi a nomor registrasi sumur; b lokasi titik pengeboran atau penggalian; c pelaksana pengeboran; d juru bor air tanah; e jarak minimum titik pengeboran atau penggalian terhadap sumur yang telah ada; f kedalaman dan diameter lubang pengeboran atau penggalian; g kedalaman akuifer yang disadap atau kedudukan saringan; h rancang bangun kontruksi sumur. Persyaratan teknis untuk pengambilan air tanah, meliputi a jenis, kapasitas, dan kedudukan pompa serta lama pemompaan; b debit pengambilan air tanah yang diizinkan (satu hari untuk sumur gali atau satu bulan untuk sumur bor); c ketentuan mengenai sanksi atas pengambilan air tanah yang melebihi ketentuan debit pengambilan air tanah yang diizinkan. kewajiban pemegang rektek air tanah. Ketentuan kewajiban dari pemohon izin yang dimaksud dalam angka 3 adalah sebagai berikut. 1 Rektek untuk izin pengusahaan air tanah hanya berlaku untuk lokasi yang diajukan dalam pemohonan. 2 Memasang meter air pada pipa keluar (outlet) sumur bor. 3 Pemohon wajib memberitahukan kepada Gubernur tentang rencana pelaksanaan konstruksi sumur, uji pemompaan (pumping test), pemasangan pompa, dan pemasangan meter air yang pelaksanaannya harus disaksikan oleh petugas berwenang dari Badan Geologi/provinsi/kabupaten/kota. Pemberitahuan dilakukan selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum dilakukan pelaksanaan kegiatan itu. 4 5 Pelaksanaan pemasangan konstruksi sumur dituangkan dalam berita acara pengawasan pelaksanaan pemasangan konstruksi sumur. Pelaksanaan uji pemompaan dan pemasangan pompa dituangkan dalam berita acara pengawasan uji pemompaan dan pemasangan pompa. 6 Pelaksanaan pemasangan meter air dituangkan dalam berita acara pengawasan pelaksanaan pemasangan meter air. 7 Pemohon izin wajib mengirimkan laporan hasil kegiatan pengeboran kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi sesuai dengan SNI No. 13-6607-2000 tentang Penyusunan Laporan Teknis Pengeboran Air Tanah, yang memuat antara lain a lokasi dan koordinat sumur; b gambar penampang litologi/batuan dan hasil logging sumur; c gambar penampang penyelesaian konstruksi sumur; d berita acara pengawasan pelaksanaan pemasangan konstruksi sumur; e berita acara pengawasan pelaksanaan uji pemompaan; f laporan hasil uji pemompaan; g berita acara pengawasan pelaksanaan pemasangan pompa; h berita acara pengawasan pelaksanaan pemasangan meter air; dan i hasil analisis fisika/kimia air tanah dari laboratorium rujukan. 8 Melaporkan pelaksanaan UKL dan UPL atau AMDAL. 9 Air tanah digunakan sebagai sumber cadangan darurat dengan tetap memprioritaskan penggunaan sumber air permukaan atau PDAM. 10 Menyediakan air tanah kepada masyarakat sebesar 15% dari debit sumur yang diizinkan. 11 Berperan serta dalam penyediaan sumur pantau air tanah. 12 Membayar pajak air tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 13 Membangun sumur imbuhan (artificial recharge well). 14 Melaporkan volume pengambilan air tanah setiap bulan kepada Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi dan gubernur. 15 Jika pengambilan air tanah melebihi ketentuan jumlah maksimum air tanah yang diizinkan, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlakug. 16 Melaporkan kepada Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi dan ubernur apabila dalam pelaksanaan pengambilan air tanah ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan. Prosedur penerbitan rektek air tanah Rektek air tanah diterbitkan Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi atau kepala dinas teknis provinsi yang membidangi air tanah sesuai dengan kewenangannya. Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi menerbitkan rektek air tanah untuk izin penggunaan air tanah pada cekungan air tanah lintas daerah provinsi atau lintas negara; sementara, kepala dinas teknis provinsi yang membidangi air tanah menerbitkan rektek air tanah untuk izin penggunaan air tanah pada cekungan air tanah dalam daerah provinsi. Jenis cekungan air tanah lintas daerah provinsi, lintas negara, atau dalam daerah provinsi mengacu kepada Lampiran I dan Lampiran II Surat Edaran Menteri ESDM No. 01 E/40/MEM/2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan di Bidang Air Tanah Setelah Putusan Mahkaman Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013. Prosedur penerbitan rektek air tanah, seperti disajikan pada Gbr. 1, adalah sebagai berikut. 1 Atas permohonan yang disampaikan oleh pemohon izin penggunaan air tanah kepada gubernur, gubernur mengajukan permohonan atau permintaan rektek air tanah untuk izin penggunaan air tanah secara tertulis paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan izin penggunaan air tanah diterima dengan lengkap dan benar. 2 3 Dalam hal persyaratan permohonan rektek air tanah telah lengkap, Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi atau kepala dinas teknis provinsi yang membidangi air tanah sesuai dengan kewenangannya menerbitkan rektek air tanah atau menolak permohonan dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima dengan lengkap dan benar. 4 Dalam hal permohonan diterima, rektek air tanah untuk izin penggunaan air tanah disampaikan kepada gubernur dengan tembusan kepada pemohon izin penggunaan air tanah. PEMOHON IZIN 1 Rektek dari Menteri ESDM cq Kepala Badan Geologi untuk CAT lintas daerah provinsi dan CAT lintas negara. 2 Rektek dari kepala dinas teknis provinsi yang membidangi air tanah untuk CAT dalam daerah provinsi. GUBERNUR Dalam hal permohonan ditolak, Menteri ESDM c/q Kepala Badan Geologi atau kepala dinas teknis provinsi yang membidangi air tanah sesuai dengan kewenangannya, menyampaikan surat penolakan permohonan rektek air tanah kepada gubernur yang disertai dengan alasan teknis penolakannya. REKTEK AIR TANAH (SESUAI KEWENANGAN) GUBERNUR REKOMENDASI TOLAK TERIMA GUBERNUR ZONA KONSERVASI AIR TANAH DAN TATA CARA PENENTUANNYA Pengertian Mengacu kepada Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan Air Tanah yang diterbitkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2004, selanjutnya disebut KPTPAT (2004), zona konservasi air tanah diartikan sebagai daerah atau zona pengelolaan air tanah dengan kondisi air tanah tertentu (aman, rawan, kritis, rusak) untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan kuantitas dan kualitasnya. Dalam rancangan akhir peraturan Menteri tentang penyusunan zona konservasi air tanah (2 Januari 2012), pengertian zona konservasi air tanah disepakati diubah menjadi zona yang ditentukan berdasarkan kesamaan kondisi daya dukung air tanah, kesamaan tingkat kerusakan air tanah, dan kesamaan pengelolaannya. Zona konservasi air tanah pada suatu cekungan air tanah yang digambarkan dalam bentuk peta mencakup zona perlindungan air tanah dan zona pemanfaatan air tanah. Peta zona konservasi air tanah itu bermanfaat sebagai bahan perencanaan konservasi air tanah, misalnya yang terkait dengan upaya peningkatan fungsi imbuhan air tanah di daerah imbuhan air tanah (groundwater recharge area), upaya pemulihan air tanah pada zona pemanfaatan air tanah yang Surat Izin izin pemanfaatan potensi air tanah. izin pengambilan air pada sungai bawah tanah. izin pengambilan air tanah dengan sumur bor. izin pengambilan air tanah dengan sumur gali dan sumur pasak. izin untuk dewatering. Surat Penolakan izin pemanfaatan potensi air tanah. izin pengambilan air pada sungai bawah tanah. izin pengambilan air tanah dengan sumur bor. izin pengambilan air tanah dengan sumur gali dan sumur pasak. izin untuk dewatering. PEMOHON IZIN Gbr. 1 Bagan alir proses penerbitan rektek air tanah. kerusakannya telah mencapai rawan hingga rusak, serta penentuan jaringan sumur pantau air tanah. Dalam kaitannya dengan perencanaan pendayagunaan air tanah, peta zona konservasi air tanah bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi teknik untuk izin penggunaan air tanah yang meliputi pemakaian air tanah dan pengusahaan air tanah. Tata cara penentuan Zona konservasi air tanah pada suatu cekungan air tanah ditentukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan inventarisasi air tanah, meliputi pemetaan hidrogeologi dan air tanah, penyelidikan, penelitian, dan eksplorasi air tanah. Data dan informasi (sekunder) yang dimaksud terutama meliputi batas horizontal dan vertikal cekungan air tanah, batas daerah imbuhan air tanah (groundwater recharge area) dan daerah lepasan air tanah (groundwater discharge area), konfigurasi dan parameter sistem akuifer, kuantitas air tanah, neraca air tanah, dan kualitas air tanah, penggunaan air tanah, serta perubahan kondisi dan lingkungan air tanah. Selain itu, data primer yang mewakili kondisi aktual yang perlu dikumpulkan untuk analisis meliputi muka air tanah pada setiap sistem akuifer; hidrokimia air tanah yang meliputi nilai daya hantar listrik (DHL), kadar zat padat terlarut (ZPT), kadar khlorida (Cl), kadar logam berat, dan penurunan tanah karena amblesan tanah. Penyusunan zona dilakukan melalui berikut. 1 2 konservasi air tanah lima tahapan sebagai Deliniasi zona perlindungan air tanah yang meliputi daerah imbuhan air tanah, zona perlindungan mata air, dan zona perlindungan sumur/lapangan sumur bor produksi air tanah untuk penyediaan air bersih masyarakat. Evaluasi kondisi dan lingkungan air tanah yang meliputi tingkat kerusakan air tanah berdasarkan penurunan muka air tanah (Gbr. 2 dan Gbr 3), kualitas air tanah, dan kerusakan lingkungan. 3 Evaluasi kedalaman sumur produksi dan akuifer yang disadap, dimaksudkan untuk mengetahui distribusi sumur produksi air tanah yang menyadap setiap sistem akuifer. 4 Evaluasi debit pengambilan air tanah, dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian antara debit pengambilan dan kemampuan potensi air tanah pada sistem akuifer yang disadap. 5 Penentuan zona konservasi air tanah yang mencakup zona pemanfaatan dan perlindungan air tanah. Pembagian zona pemanfaatan air tanah menjadi subzona aman, subzona rawan, subzona kritis, dan subzona rusak (Gbr. 4) berdasarkan hasil evaluasi kondisi dan lingkungan air tanah seperti disebutkan pada angka 2. Gbr. 5 menyajikan tata cara penentuan zona konservasi air tanah yang digambarkan dalam bentuk peta zona konservasi air tanah pada suatu cekungan air tanah. Muka freatik awal h H Sopt Muka freatik akhir Muka freatik kritis Sopt = penurunan muka air tanah (muka freatik) akibat pengambilan air tanah dengan debit optimum (60/100xH) H = ketebalan sistem akuifer tidak tertekan h = penurunan muka freatik akibat pengambilan air tanah dengan debit optimum Perubahan muka freatik (s) = (h/Sopt) x100% Aman : s<40% Rawan : s=40-60% Kritis : s=60-80% Rusak : s>80% Gbr. 2 Penentuan tingkat kerusakan air tanah berdasarkan penurunan muka air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan. Muka piezometrik awal Permukaan tanah h Muka freatik H=Sopt Muka piezometrik akhir Sistem akuifer tidak tertekan Lapisan kedap air Muka piezometrik kritis Sistem akuifer tertekan Lapisan kedap air H h = tinggi kenaikan air, dihitung dari batas atas sistem akuifer tertekan = Sopt (penurunan muka piezometrik akibat pengambilan air tanah dengan debit optimum) = penurunan muka piezometrik akibat pengambilan air tanah dengan debit optimum Perubahan muka freatik (s) = (h/Sopt) x100% Aman : s<40% Rawan : s=40-60% Kritis : s=60-80% Rusak : s>80% Gbr. 3 Penentuan tingkat kerusakan air tanah berdasarkan penurunan muka air tanah pada sistem akuifer tertekan. Penurunan muka air tanah Kualitas Air Tanah TDS< 1000 mg/L DHL< 1000 S/Cm TDS 1000–10.000 mg/L DHL>1000–1500 S/Cm TDS > 10.000–100.000 mg/L DHL1500–5000 S/Cm TDS>100.000 mg/L DHL>5000 S/Cm Logam berat dan B3 < 40% 40%-60% > 60%-80% >80% Amblesan tanah Aman Rawan Kritis Rusak Gbr. 4 Matriks penentuan tingkat kerusakan air tanah berdasarkan kondisi dan lingkungan air tanah. DATA DAN INFORMASI HASIL KEGIATAN INVENTARISASI AIR TANAH (DATA SEKUNDER) Batas horizontal cekungan air tanah & vertikal Batas daerah imbuhan air tanah & daerah lepasan air tanah Konfigurasi & parameter sistem akuifer Kuantitas air tanah (debit imbuhan & aliran air tanah, MAT awal) Kualitas air tanah DATA KONDISI DAN LINGKUNGAN AIR TANAH (DATA PRIMER) Muka air tanah pada setiap sistem akuifer Hidrokimia air tanah (DHL, ZPT, Cl, logam berat) Amblesan tanah PENYUSUNAN PETA ZONA KONSERVASI AIR TANAH Deliniasi zona perlindungan air tanah Evaluasi kondisi & lingkungan air tanah Evaluasi kedalaman sumur produksi & akuifer yg disadap Evaluasi debit pengambilan air tanah PETA ZONA KONSERVASI AIR TANAH Penentuan zona tanah konservasi air Penggambaran peta dasar & peta zona konservasi air tanah Gbr. 5 Bagan alir penyusunan peta zona konservasi air tanah. ZONA KONSERVASI AIR TANAH CAT JAKARTA Lokasi Mengacu kepada Surat Edaran Menteri ESDM No. 01 E/40/MEM/2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan di Bidang Air Tanah Setelah Putusan Mahkaman Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013, CAT Jakarta termasuk kategori cekungan lintas daerah provinsi, yakni Prov. DKI Jakarta, Prov. Jawa Barat, dan Prov. Banten (Gbr. 6). Luas CAT Jakarta sekitar 1.439 Km2. Mengacu kepada ketentuan dalam UU No. 23 Tahun 2013 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan penetapan zona konservasi air tanah CAT Jakarta berada pada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Energi Mineral (KESDM). dan Sumber Daya Batas hidrogeologis CAT Jakarta Menurut Haryadi, d.r.r., 2012, CAT Jakarta memiliki batas horizontal sebagai berikut. 1 Batas di bagian utara terletak di laut lepas. 2 Batas di bagian barat adalah K. Cisadane yang ditentukan sebagai batas tanpa aliran (noflow boundary); di bagian ini, CAT Jakarta berbatasan dengan CAT SerangTangerang. 3 Batas di bagian selatan kurang lebih adalah garis yang ditarik pada arah barat-timur melewati sekitar Kota Depok. Batas di bagian ini ditentukan sebagai batas aliran air tanah (flow-controlled boundary) karena aliran airtanah yang berasal dari selatan Depok relatif sangat kecil, yakni sekitar 1,0 m3/tahun. 4 Batas di bagian timur adalah K. Cikeas (batas tanpa aliran) dan K. Bekasi yang merupakan segmen hilir K. Cikeas di bagian utara (batas garis aliran). Di bagian ini, CAT Jakarta berbatasan dengan CAT Karawang-Bekasi. Secara vertikal, bagian atas CAT Jakarta dibatasi oleh muka air tanah bebas (muka freatik) dan di bagian bawahnya oleh batuan berumur Tersier yang secara nisbi bersifat kedap air. Konfigurasi sistem akuifer Menurut Soekardi, 1987 (dalam Haryadi, d.r.r., 2012), pada CAT Jakarta dijumpai empat kelompok atau sistem akuifer (Gbr 7) sebagai berikut. I Kelompok akuifer tidak tertekan atau sistem akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer system). Kedalamannya kurang dari 40 m di bawah muka tanah setempat (m.b.m.t.). II Sistem akuifer tertekan atas; dijumpai pada kedalaman antara 40-140 m.b.m.t. III Sistem akuifer tertekan tengah dengan kedalaman antara 140-250 m.b.m.t. IV Sistem akuifer tertekan bawah dengan kedalaman lebih dari 250 m.b.m.t. Antara sistem akuifer I dan II, II dan III, serta III dan IV dibatasi oleh lapisan lempung laut yang relatif tebal. Sistem akuifer di CAT Jakarta secara umum disusun oleh endapan Kuarter dan dialasi oleh endapan Tersier yang secara nisbi bersifat kedap air. TELUK JAKARTA SAMUDERA HINDIA TELUK JAKARTA JAKARTA Batas CAT Jakarta Gbr. 6 Peta lokasi CAT Jakarta. CEKUNGAN AIR TANAH JAKARTA Gbr. 7 Pembagian sistem akuifer CAT Jakarta menurut Soekardi, 1987 (dalam Haryadi, d.r.r., 2012). Rekonstruksi sebaran lateral setiap sistem akuifer (Gbr. 8) dilakukan dengan mengacu kepada pembagian kelompok/sistem akuifer dan estimasi total ketebalan endapan Kuarter di CAT Jakarta (Haryadi dan Taat, 2013) sebagai berikut. 1 2 3 Pada sistem akuifer tidak tertekan, kedalamannya antara -35 mdml di dekat garis pantai sampai lebih dari 55 m dari muka laut (m.d.m.l.) di bagian selatan cekungan. Pada sistem akuifer tertekan atas, kedalamannya antara -130 m.d.m.l. di dataran pantai sampai 50 m.d.m.l. di sekitar batas bagian selatan cekungan. Pada sistem akuifer tertekan tengah, kedalamannya antara -240 m.d.m.l. di daerah dataran sampai 40 m.d.m.l. di sekitar batas bagian selatan cekungan. 4 Pada sistem akuifer tertekan bawah, kedalamannya antara -300 m.d.m.l. di dataran pantai dan mencapai -20 m.d.m.l. di sekitar batas selatan cekungan. Pada setiap sistem akuifer disekat di bagian bawahnya oleh lapisan akuitar (confining layers) yang diasumsikan memiliki ketebalan sekitar 5 m. Lapisan Akuitar-1, berfungsi sebagai penyekat di bagian atas sistem akuifer tertekan atas, membaji ke arah selatan dan berakhir di sekitar daerah antara Tanjungbarat dan Cijantung. Lapisan Akuitar-2, berfungsi sebagai penyekat di bagian atas sistem akuifer tertekan tengah, membaji ke arah selatan dan berakhir di sekitar daerah Cimanggis. Sementara itu, Lapisan Akuitar-3, berfungsi sebagai penyekat di bagian atas sistem akuifer tertekan bawah, membaji ke arah selatan dan berakhir di sekitar daerah Sidomukti. Sistem akuifer tidak tertekan Sistem akuifer tertekan atas Sistem akuifer tertekan tengah Sistem akuifer tertekan bawah Gbr. 8 Kedalaman setiap sistem akuifer CAT Jakarta (Haryadi dan Taat, 2013). Parameter sistem akuifer Parameter sistem akuifer CAT Jakarta yang mencakup ketebalan (thickness, D), keterusan (transmissivity, T), konduktivitas hidraulik (hydraulic conductivity, k), dan koefisien simpanan (storage coefficient, S) dapat disebutkan sebagai berikut. 1 Distribusi ketebalan setiap sistem akuifer (Gbr. 9) menunjukkan sistem akuifer tidak tertekan di daerah dataran umumnya memiliki ketebalan 40 m, ke arah selatan menebal mencapai 160 m di Kota Depok dan menipis mencapai 60 m di sekitar batas bagian selatan cekungan. Sistem akuifer tertekan atas, di daerah dataran ketebalannya 95 m; di sekitar batas selatan cekungan menipis hingga 5,0 m. Sistem akuifer tertekan tengah, di daerah dataran ketebalannya 105 m; ke arah selatan menipis mencapai 5,0 m di sekitar batas bagian selatan cekungan. Sementara, ketebalan sistem akuifer tertekan bawah sejauh ini belum dapat ditentukan. 2 Nilai T rata-rata berdasarkan hasil analisis sumur yang dibangun pada Zaman Kolonial Belanda (HAG Volume 6-2, Jakarta Sistem akuifer tidak tertekan Groundwater Study, 1985) menunjukkan pada sistem akuifer tidak tertekan memiliki T rata-rata 120 m2/hari, pada sistem akuifer tertekan atas sekitar 74,4 m2/hari, pada sistem akuifer tertekan tengah antara 43,245,6 m2/hari, dan pada sistem akuifer tertekan bawah memiliki T rata-rata 122,4 m2/hari. 3 Koefisien kelulusan horizontal (kh) pada setiap sistem akuifer (HAG Volume 4, Jakarta Groundwater Study, 1984) menunjukkan pada sistem akuifer tidak tertekan memiliki kv rata-rata 3,0 m/hari, pada sistem akuifer tertekan atas sekitar 1,24 m/hari, pada sistem akuifer tertekan tengah antara 0,86-0,91 m/hari, dan pada sistem akuifer bawah memiliki sekitar 2,45 m/hari. Koefisien kelulusan vertikal (kv) berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah ditentukan 1/5000 kh (Schmidt, d.r.r, 1985). 4 Maathuis, d.r.r., 1996 menyebutkan di daerah Jakarta nilai S diperoleh secara deduksi. Disebutkannya, Soefner, d.r.r. (1986) menentukan angka S berkisar antara 10-4-10-6; ILN (1987) menggunakan angka 10-3, dan JWRMS (1994) menggunakan angka antara 1,0x10-4–2,0x10-6. Sistem akuifer tertekan atas TIDAK DIKETAHUI Sistem akuifer tertekan tengah Sistem akuifer tertekan bawah Gbr. 9 Ketebalan setiap sistem akuifer CAT Jakarta (Haryadi dan Taat, 2013). Muka air tanah pada kondisi alamiah Berdasarkan data pengeboran air tanah pada periode 1874-1954, dengan kedudukan pipa saringan sekitar 150 m.b.m.t., diketahui muka piezometrik pada periode 1903-1913 di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat (Gbr. 10) berada antara 8,0-15 m di atas muka laut (m.a.m.l.). Di sebagian wilayah itu, kedudukan muka piezometrik sekitar 7,0 m.a.m.l. (Schmidt, d.r.r, 1985). Air tanah artesis positif pada kondisi alamiah di sebagian besar daerah dengan muka air tanah 7 m.a.m.l. memiliki kedudukan muka piezometrik antara 1,0-5,0 m di atas muka tanah setempat (m.a.b.t.). Kedudukan muka piezometrik pada periode tersebut ditentukan sebagai muka piezometrik awal yang digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan air tanah pada sistem akuifer tertekan CAT Jakarta. Gbr. 10 Muka air tanah pada kondisi awal (Schmidt, 1985). signifikan terjadi sejak 1997 (22.6 juta m3) dan 1999 (16.4 juta m3) karena krisis ekonomi. Pada periode setelah itu, Qabs cenderung meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 23.6 juta m3 pada 2004. Data Qabs terakhir, yakni 2012 (Gbr. 11), menunjukkan terjadi kenaikan Qabs menjadi 45,55 juta m3 melalui 1.887 sumur produksi terdaftar (Haryadi dan Taat, 2013)(Gbr. 11). Penggunaan air tanah yang terus meningkat sejak awal era pembangunan Nasional pada sekitar 1968 hingga 2012 telah nyata-nyata menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan air tanah. Dampak negatif yang telah diidentifikasi adalah penurunan muka air tanah, degradasi kualitas air tanah, dan amblesan tanah. Gbr. 11 Qabs di wilayah DKI Jakarta berdasarkan besaran Qabs di setiap kecamatan pada 2012 (Haryadi dan Taat, 2012). Penggunaan air tanah Muka air tanah pada kondisi aktual Pada sekitar awal pemanfaatan air tanah di wilayah Jakarta, yakni pada 1918, jumlah pengambilan air tanah (Qabs) yang berasal dari sistem akuifer pada kedalaman antara 060 m, 60-100 m, 100-150 m, 150-200 m, 200250 m, dan antara 250-300 m tercatat sekitar 3,42 juta m3/tahun (Schmidt dan Haryadi, 1985). Perkembangan Qabs secara intensif telah terjadi sejak 1968 dengan Qabs sekitar 10,3 juta m3 diambil dari sistem akuifer produktif melalui 325 sumur bor terdaftar, dan Qabs maksimum sekitar 33.8 juta m3 terjadi pada 1994 yang diambil melalui 3018 sumur bor terdaftar. Penurunan Qabs secara Data muka air tanah aktual yang digunakan untuk penyusunan zona konservasi air tanah CAT Jakarta adalah hasil pengukuran pada 2013, terutama data muka piezometrik pada sistem akuifer tertekan atas dan sistem akuifer tertekan tengah. Distribusi spasial muka air tanah pada sistem akuifer tertekan periode 2013 (Gbr. 12) menunjukkan muka air tanah pada sistem akuifer tertekan atas yang berada di bawah muka laut dijumpai di sebelah utara daerah Dukuh, Kebayoran, Petamburan, sampai pusat Kota Bekasi. Kerucut penurunan muka air tanah dengan kedudukan lebih dari -40 m.d.m.l. dijumpai di daerah Kapuk dan Cakung; muka air tanah tertekan tengah yang berada di bawah muka laut terletak di daerah sebelah selatan Dukuh, Pasar Minggu, sampai pusat Kota Bekasi. Kerucut penurunan muka air tanah dijumpai di sekitar Batuceper (-40 m.d.m.l.), Kapuk (-20 m.d.m.l.), dan sekitar Cakung (-40 m.d.m.l.). Salinitas air tanah Analisis salinitas air tanah dilakukan berdasarkan data pengukuran DHL air tanah pada sistem akuifer tertekan atas dan sistem akuifer tertekan tengah. Sistem akuifer tertekan atas Sebaran DHL air tanah (Gbr. 13) pada setiap sistem akuifer adalah sebagai berikut. Pada sistem akuifer tertekan atas, air tanah tawar (zone DHL<1500 S/Cm) menempati bagian tengah dan selatan CAT Jakarta. Di daerah dataran pantai, air tanah umumnya agak payau (DHL=1500-5000 S/Cm) kecuali di daerah Kapuk kondisinya payau (DHL>5000 S/Cm). Pada sistem akuifer tertekan tengah, air tanah tawar (DHL<1500 S/Cm) menempati sebagian besar CAT Jakarta kecuali air tanah agak payau (DHL=15005000 S/Cm) di dataran pantai bagian barat laut cekungan hingga daerah Kapuk, sebelah selatan Tanjung Priok, dan daerah Kampungbaru-Pulogadung. Sistem akuifer tertekan tengah Gbr. 12 Muka air tanah pada sistem akuifer tertekan periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). Sistem akuifer tertekan atas Sistem akuifer tertekan tengah Gbr. 13 DHL air tanah pada sistem akuifer tertekan periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). Amblesan tanah Amblesan tanah yang terjadi di sebagian daerah Jakarta umumnya relatif berimpit dengan daerah kerucut penurunan muka air tanah (Gbr. 14). Adanya amblesan tanah di daerah Jakarta terkait erat dengan kondisi geologi bawah permukaan tanah dan jumlah pengambilan air tanah yang besar pada sistem akuifer potensial, yakni sistem akuifer tertekan atas (kedalaman antara 40-140 m.b.m.t.). Informasi yang diperoleh dari Dinas Pertambangan Provinsi D.K.I. Jakarta menunjukkan zona penurunan tertinggi terletak di wilayah Jakarta Barat (>180 Cm), perbatasan antara Jakarta Utara dan Jakarta Barat di sebelah barat Kapuk (160-180 Cm), wilayah Jakarta Pusat (140-160 Cm), dan sebelah timur daerah Pulogadung (100-120 Cm). Amblesan tanah yang merupakan fenomena kerusakan lingkungan digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan air tanah. yang termuat dalam Surat Edaran Menteri ESDM No. 01 E/40/MEM/2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan di Bidang Air Tanah Setelah Putusan Mahkaman Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013. 1 Zona perlindungan air tanah Zona ini menempati daerah imbuhan air tanah pada CAT Jakarta. Daerah imbuhan air tanah untuk sistem akuifer tertekan atas, dimulai dari sekitar daerah Ciracas hingga batas CAT di bagian selatan. Secara areal, sebarannya menempati bagian selatan CAT Jakarta yang memiliki ketinggian antara 50-75 m.a.m.l.; luasnya 321 Km2 atau sekitar 22% dari total luas CAT Jakarta. Pada zona perlindungan air tanah yang mencakup daerah imbuhan air tanah tidak diisinkan melakukan kegiatan penggalian dan pengeboran air tanah kecuali jika dimanfaatkan untuk kebutuhan pokok seharihari perorangan dengan debit maksimum 100 m³/bulan per KK. 2 Zona pemanfaatan air tanah Zona ini mencakup seluruh daerah lepasan air tanah, disebut juga sebagai daerah budidaya air tanah, memiliki luas 1141 Km2 atau sekitar 78% dari total luas CAT Jakarta. Penentuan tingkat kerusakan air tanah pada zona pemanfaatan air tanah didasarkan persentase penurunan muka piezometrik, salinitas air tanah, dan sebaran penurunan tanah karena amblesan tanah yang terjadi pada sistem akuifer tertekan atas. Gbr. 15 menyajikan tingkat kerusakan air tanah berdasarkan persentase penurunan muka piezometrik dan salinitas air tanah pada sistem akuifer tertekan atas. Debit sumur (Qaman) yang diizinkan pada zona pemanfaatan ditentukan berdasarkan analisis kedudukan muka air Gbr. 14 Amblesan tanah di Jakarta (Haryadi, d.r.r., 2012). tanah aman seperti disajikan pada Gbr. 16. Berdasarkan hasil analisis di atas, zona Zona konservasi air tanah pada sistem pemanfaatan air tanah pada sistem akuifer akuifer tertekan atas (kedalaman 40-140 tertekan atas (Gbr. 17) dibagi menjadi empat m.b.m.t.) subzona sebagai berikut. Zonasi konservasi air tanah pada sistem akuifer tertekan atas dilakukan melalui identifikasi dan analisis zona konservasi air tanah yang mencakup zona perlindungan air tanah dan zona pemanfaatan air tanah. Identifikasi zona perlidungan air tanah di CAT Jakarta terutama didasarkan pada informasi a Subzona aman, ditandai oleh penurunan muka piezometrik kurang dari 40% dari kedudukan muka piezometrik awal dan nilai DHL air tanah kurang dari 1000 μs/Cm; luasnya 292 Km2 atau sekitar 26% dari total luas zona pemafaatan air tanah. Penggunaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan diizinkan dengan debit maksimum (Qmaks)=100 m3/bulan per kepala keluarga (KK); untuk pertanian rakyat Qmaks=2,0 Liter/detik per KK, dalam hal air permukaan tidak mencukupi. Penggunaan air tanah untuk keperluan lainnya diizinkan dengan Qmaks=1050 m³/bulan/sumur dengan jarak minimum antarsumur 150 m; konstruksi sumur produksi air tanah menggunakan sistem teleskopik. Persentase penurunan muka piezometrik Upaya konservasi air tanah yang perlu dilakukan untuk menjaga agar air tanah pada zona ini tidak terdegradasi menjadi subzona rawan antara lain melalui pengawasan penggunaan air tanah, memberikan pasokan air bersih dari selain air tanah, dan membangun sumur imbuhan air tanah. DHL air tanah Gbr. 15 Tingkat kerusakan air tanah pada sistem akuifer tertekan atas berdasarkan persentase penurunan muka piezometrik dan DHL air tanah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). Muka piezometrik aman Qaman Gbr. 16 Kedudukan muka air tanah aman dan Qaman pada sistem akuifer tengah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). Gbr. 17 Peta zona konservasi air tanah pada sistem akuifer atas periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). b Subzona rawan, ditandai oleh penurunan muka piezometrik antara 40-60% dan DHL air tanah antara 1000-1500 μs/Cm; luasnya 331 Km2 (29%). Penggunaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan diizinkan dengan Qmaks=100 m3/bulan/KK; Qmaks untuk pertanian rakyat 2,0 Liter/detik per KK. Penggunaan air tanah baru untuk keperluan lainnya pada prinsipnya diizinkan selama belum terjangkau oleh pelayanan air bersih dari PDAM kabupaten/kota atau PAM Jaya; Qmaks ditetapkan 850 m³/bulan/sumur dengan jarak minimum antarsumur 200 m; konstruksi sumur produksi air tanah menggunakan sistem teleskopik. Upaya untuk memulihkan kondisi air tanah pada subzona rawan antara lain melalui pengurangan debit sumur lama pada saat pendaftaran ulang izin penggunaan air tanah (sekurangkurangnya 15%), memberikan pasokan air bersih dari sumber selain air tanah, c d pembangunan sumur imbuhan air tanah, dan pengawasan penggunaan air tanah secara ketat. Subzona kritis, ditandai oleh penurunan muka piezometrik antara 60-80% dan nilai DHL air tanah pada sistem akuifer tertekan atas antara 1500-5000 μs/Cm; luas subzona kritis 375 Km2 (33%). Penggunaan air tanah baru untuk pelbagai keperluan selain kebutuhan pokok seharihari bagi perorangan dan pertanian rakyat tidak diizinkan. Qmaks untuk kebutuhan pokok sehari-hari 100 m3/bulan/KK dan untuk pertanian rakyat 2,0 Liter/detik per KK, dalam hal air permukaan tidak mencukupi. Bagi sumur produksi air tanah yang sudah ada, Qmaks untuk pelbagai keperluan 550 m³/bulan/sumur dengan jarak minimum antarsumur 250 m; konstruksi sumur dengan sistem teleskopik. Upaya pemulihan kondisi air tanah perlu dilakukan, antara lain melalui pengurangan debit sumur (sekurangkurangnya sebesar 15%), memberikan pasokan air bersih dari sumber selain air tanah, pembangunan sumur imbuhan air tanah, dan pengawasan penggunaan air tanah secara ketat. tanah yang mencakup zona perlindungan air tanah dan zona pemanfaatan air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah. 1 Zona perlindungan air tanah Zona ini menempati seluruh daerah imbuhan air tanah yang ditentukan sama dengan daerah imbuhan air tanah pada sistem akuifer tertekan atas; pertimbangannya untuk melindungi air tanah pada sistem akuifer tertekan atas, di samping untuk melindungi air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah. 2 Zona pemanfaatan air tanah Penentuan tingkat kerusakan air tanah pada zona pemanfaatan air tanah didasarkan persentase penurunan muka piezometrik dan salinitas air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah (Gbr. 18). Sementara, analisis kedudukan muka piezometrik aman (Gbr 19) digunakan untuk penentuan Qaman. Berdasarkan hasil analisis di atas, zona pemanfaatan air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah (Gbr. 20) dibagi menjadi tiga subzona sebagai berikut. a Subzona rusak, ditandai oleh penurunan muka piezometrik lebih dari 80% dan nilai DHL air tanah lebih dari 5000 μs/Cm; luasnya 144 Km2 (13%). Pada subzona rusak, penggunaan air tanah baru untuk pelbagai keperluan tidak diizinkan kecuali untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan (Qmaks 100 m3/bulan/KK). Upaya pengendalian penggunaan air tanah untuk memulihkan kondisi air tanah yang telah rusak pada subzona perlu dilakukan, antara lain melalui perencanaan ulang penggunaan air tanah, penentuan ulang prioritas peruntukan, penggunaan air tanah dihentikan, memberikan pasokan air bersih dari sumber lain, dan membuat sumur imbuhan buatan. Zona konservasi air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah (kedalaman 140250 m.b.m.t.) Zonasi konservasi air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah dilakukan melalui identifikasi dan analisis zona konservasi air Subzona aman, ditandai oleh penurunan muka piezometrik kurang dari 40% dari kedudukan muka piezometrik awal dan dan nilai DHL air tanah kurang dari 1000 μs/Cm; luasnya 642 Km2 (56%). Penggunaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan diizinkan dengan Qmaks=100 m3/bulan per KK; untuk pertanian rakyat 2,0 Liter/detik/ KK jika air permukaan tidak mencukupi. Penggunaan air tanah untuk pelbagai keperluan lainnya diizinkan dengan Qmaks=1200 m³/bulan/sumur dan jarak minimum antarsumur 150 m; konstruksi sumur menggunakan sistem teleskopik. Upaya konservasi air tanah yang perlu dilakukan untuk menjaga agar air tanah pada zona ini tidak terdegradasi menjadi subzona rawan antara lain melalui pengawasan atas penggunaan air tanah, memberikan pasokan air bersih yang berasal dari selain air tanah, dan membangun sumur imbuhan air tanah atau waduk resapan. b Subzona rawan, ditandai oleh penurunan muka piezometrik antara 40-60% dari kedudukan awal atau dan nilai DHL air tanah antara 1000-1500 μs/Cm; luasnya 272 Km2 (24%). Penggunaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan ditentukan dengan Qmaks=100 m3/bulan per KK; untuk pertanian rakyat dengan debit maksimum 2,0 Liter/detik per KK, dalam hal air permukaan tidak mencukupi. Penggunaan air tanah baru untuk pelbagai keperluan pada prinsipnya diizinkan selama belum terjangkau oleh pelayanan air bersih dari PDAM kabupaten/kota atau PAM Jaya. Qmaks yang diizinkan 950 m³/bulan/sumur dengan jarak minimum antarsumur 200 m dan Persentase penurunan muka piezometrik konstruksi sumur menggunakan sistem teleskopik. Upaya untuk memulihkan kondisi air tanah yang telah rawan antara lain dengan mengurangi debit sumur lama pada saat pendaftaran ulang izin (sekurang-kurangnya sebesar 15%), memberikan pasokan air bersih yang berasal dari sumber selain air tanah, membangun sumur sumur injeksi, dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap penggunaan air tanah pada sistem akuifer tersebut. DHL air tanah Gbr. 18 Tingkat kerusakan air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah berdasarkan persentase penurunan muka piezometrik dan DHL air tanah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). Gbr. 19 Muka piezometrik aman pada sistem akuifer tertekan tengah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). c Subzona kritis, ditandai oleh penurunan kedudukan muka piezometrik antara 40- 60% dari kedudukan awal dan nilai DHL air tanah antara 1500-5000 μs/Cm; luasnya 229 Km2 (20%). Penggunaan air tanah baru untuk pelbagai keperluan selain kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan dan pertanian rakyat tidak diizinkan; Qmaks yang diizinkan untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan 100 m3/bulan per KK; untuk pertanian rakyat 2,0 Liter/detik/KK jika air permukaan tidak mencukupi. Bagi sumur produksi air tanah yang sudah ada, Qmaks untuk pelbagai keperluan 630 m³/bulan/sumur dengan jarak minimum antarsumur 250 m, konstruksi sumur produksi air tanah menggunakan sistem teleskopik. Pemulihan kondisi air tanah perlu dilakukan antara lain melalui pembangunan sumur injeksi, penggunaan air tanah diawasi secara ketat, pengurangan debit sumur produksi pada setiap pendaftaran ulang izin (sekurang-kurangnya 15%), dan penyediaan air bersih yang berasal dari sumber selain air tanah. Gbr. 20 Peta zona konservasi air tanah pada sistem akuifer tengah periode 2013 (Haryadi dan Taat, 2013). CATATAN PENUTUP 1 Zona perlindungan air tanah dan zona pemanfaatan air tanah sistem akuifer atas dan sistem akuifer tengah CAT Jakarta perlu dikelola dg baik dengan tujuannya untuk a mempertahankan dan meningkatkan fungsi imbuhan air tanah di daerah imbuhan air tanah; b mempertahankan kondisi aman agar tidak turun peringkat menjadi kondisi rawan; c meningkatkan zona dengan peringkat rusak sekurang-kurangnya menjadi zona kritis, dari zona kritis menjadi zona rawan, dan dari zona rawan menjadi zona aman. 2 Upaya pengelolaan air tanah pada angka 1 dilakukan antara lain melalui a monitoring kondisi dan lingkungan air tanah yang mencakup kuantitas dan kualitas air tanah, perubahan kualitas air tanah, pencemaran air tanah, serta amblesan tanah; b pengetatan penerbitan rektek untuk izin penggunaan air tanah dengan mengacu kepada peta zona konservasi air tanah yg telah disusun; c melakukan pengawasan secara ketat atas ketentuan yang tertera dalam rektek dan izin penggunaan air tanah; d melakukan upaya konservasi lainnya terutama pada zona kritis sampai rusak, misalnya membangun sumur imbuhan. 3 Mengacu kepada rancangan Permen ESDM yang sedang disusun, peta konservasi air tanah CAT Jakarta tahun 2013 yang telah berumur tiga tahun perlu diperbaharui dan disusun kembali dengan menggunakan data hasil pemantauan kondisi dan lingkungan air tanah aktual. UCAPAN TERIMA KASIH Environmental Geology, Bandung, Indonesia. Federal Institute of Geosciences and Natural Resources, Hannover, Germany. …………., 2000. Kepmen ESDM No. 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. …………., 2004. Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan Air Tanah, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. …………., 2014. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 244. …………., 2015. Surat Edaran Menteri ESDM No. 01 E/40/MEM/2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan di Bidang Air Tanah Setelah Putusan Mahkaman Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013. …………., Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Kepala Bidang Air Tanah, Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan yang telah mendorong untuk penyusunan makalah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penyusun untuk mempresentasikannya dalam PIT PAAI ke I 2016. ACUAN Anonymous, 1985. Jakarta Groundwater Study, Volume 4 (1984). HAG 69, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 89,91. Directorate of Environmental Geology, Bandung, Indonesia. Federal Institute of Geosciences and Natural Resources, Hannover, Germany. …………., 1985. Jakarta Groundwater Study, Volume 6-1 dan Volume 6-2 (1985). HAG 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 114. Directorate of 2015. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 344, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5801. Haryadi, T., 2010. Rekomendasi teknis dan perizinan di bidang air tanah. Makalah Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral di Balikpapan, 3 November 2010. Pusat Lingkungan Geologi, Bandung. ..............., 2014. Peraturan perundangundangan di bidang air tanah. Makalah Sosialisasi Pengelolaan Air Tanah di Kota Tangerang, 26 Juni 2014. Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Bandung. Haryadi, T., Agus, T., Salahudin, A., dan Suharti, I., 2012. Kuantifikasi dan pemodelan air tanah Cekungan Air Tanah Jakarta, Provinsi D.K.I. Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten. Laporan No. 250/LAPBGE.P2K/2012. Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Bandung. Haryadi, T. dan Taat, S., 2013. Penyelidikan konservasi (konfigurasi-potensizona konservasi) air tanah CAT Jakarta. Laporan No. 215/LAPBGE.P2K/2013. Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Bandung. Maathuis, H., Yong, R.N, Adi, S., Prawiradisastra, S., 1996. Development of groundwater management strategies in the coastal region of Jakarta, Indonesia, International Development Research Centre, Ottawa, Canada. Schmidt, G., Haryadi, T., and Koehler, G., 1985. Jakarta Groundwater Study: Groundwater Modeling, Volume 7 (HAG 116). Directorate of Environmental Geology, Bandung, Indonesia. Federal Institute of Geosciences and Natural Resources, Hannover, Germany. Setiawan, T., Wayan Mudiana, dan Matahelumual, B.C., 2011. Penelitian intrusi air laut daerah pantai utara pada CAT Jakarta dan CAT Bekasi-Karawang. Pusat Sumber Daya Tanah dan Geologi Lingkungan, Bandung. Schmidt, G. and Butkuss, 2004, Groundwater Modeling in the Greater Jakarta Area, Indonesia, Symposium CCOP, Tsukuba, Japan.