BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ideologi Sebagai Pesan Dalam Komunikasi Massa 2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi massa, seperti bentuk komunikasi lainnya seperti komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi memiliki sedikitnya enam unsur komunikasi, yakni komunikator, pesan, media, komunikan, efek dan umpan balik. Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris, mass communication, sebagai kependekan dari mass media communication. Artinya Komunikasi yang menggunakan media massa. Media massa yang dimaksud menurut Nurudin dalam bukunya yang berjudul Pengantar Komunikasi Massa, adalah media yang dihasilkan oleh teknologi modern bukan media massa tradisional seperti kentongan, angklung, gamelan, dan lain- lain. Jadi, di sini media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa 2 . Secara sederhana komunikasi massa didefinisikan sebagai komunikasi melalui media massa yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Salah satu definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan oleh Bitener yang menyebutkan: “Mass communication is message communicated 2 Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Perkasa: Jakarta, 2009, Hal. 3-4 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 through a mass medium to a large number of people)” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang) 3 . Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996), dalam Mediating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content, menyusun berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi dalam menentukan isi media adalah Ideologi. Ideologi diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Raymond William (dalam eriyanto, 2001) mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah. 1. Sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam bentuk yang koheren. Sebagai misal, seseorang mungkin mempunyai seperangkat sikap tertentu mengenai demontrasi buruh. Ia percaya bahwa buruh yang berdemontrasi mengganggu kelangsungan produksi. Oleh karenanya, demontrasi tidak boleh ada, karena hanya akan menyusahkan orang lain, membuat keresa han, 3 Morissan. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi (Edisi Revisi), Prenada Media Group: Jakarta, 2009, Hal. 20-21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 menggangu kemacetan lalulintas, dan membuat persahaan mengalami kerugian besar. Jika bisa memprediksikan sikap seseorang semacam itu, kita dapat mengatakan bahwa orang itu mempunyai ideologi kapitalis atau borjuis. Meskipun ideologi disini terlihat sebagai sikap seseorang, tetapi ideologi di sini tidak dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri, melainkan diterima dari masyarakat. 2. Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat –ide palsu atau kesadaran palsu- yang biasa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain. Karena kelompok yang dominan mengontrol kelompok lain dengan menggunakan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat, akan membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan itu nampak natural, dan diterima sebagai kebenaran. Di sini, ideologi disebarkan lewat berbagai instrumen dari pendidikan, politik sampai media massa. 3. Proses umum produksi makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna. 2.1.2 Representasi Representasi berasal dari kata “Represent” yang bermakna stand for artinya “berarti” atau juga “act as delegate for” yang bertindak sebagai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 perlambang atas sesuatu4 . “Representasi juga dapat berarti sebagai suatu tindakan yang menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol” 5 . Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau gambar) tersebut itulah seseorang yang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu. Konsep representasi bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, Ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru, intinya adalah makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduks i, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu. Merunjuk pada tulisan Stuart Hall, Juliastuti tahun 2000 menyebutkan tiga jenis pendekatan dalam representasi antara lain (Juliastuti, Representasi, Kunci): 1. Pendekatan Reflektif: bahasa berfungsi sebagai cermin, yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Dalam pendekatan reflektif, sebuah makna bergantung kepada 4 Krebs, C. J. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.5th Edition, Benyamin Cu ming‟s an inprint of Addision,Wesley: Longman Inc. 2001, Hal. 456 5 Amir Piliang,Yasraf. (2003). Hipersemiotika Tafsir Cultural Studie Atas Matinya Makna. Yogyakarta : Jalasutra, Hal 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 sebuah objek, orang, ide, atau peristiwa di dalam dunia nyata, dan bahasa berfungsi seperti cermin, untuk memantulkan arti sebenarnya seperti yang telah ada di dunia. 2. Pendekatan Intensional: kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu.Pendekatan makna yang kedua dalam representasi mendebat kasus sebaliknya.Pendekatan ini mengatakan bahwa sang pembicara, penulis siapapun yang mengungkapkan pengertiannya yang unik ke dalam dunia melalui bahasa.Sekali lagi, ada beberapa poin untuk argumentasi ini semenjak kita semua sebagai individu, juga menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan hal- hal yang special atau unik bagi kita, dengan cara pandang kita terhadap dunia. 3. Pendekatan Konstruktivis: kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.Ini adalah pendekatan ketiga untuk mengenali public, karakter social dari bahasa.Hal ini membenarkan bahwa tidak ada sesuatu yang didalam diri mereka sendiri termasuk pengguna bahasa secara individu dapat memastikan makna dalam bahasa.Sesuatu ini tidak berarti: kita mengkonstruksi makna, menggunakan system representasional-konsep dan tanda. 2.1.3 Definisi Ideologi Ideologi berasal dari kata Yunani idein yang berarti melihat, atau idea atau yang berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran, dan kata logia yang berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 dan buah pikiran atau science des ideas 6 . Puspowardoyo (1992) menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya, seseorang menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik. Pengertian ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan, serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan. 2.1.4 Ideologi Menurut Para Ahli Pengertian Ideologi Menurut Para Ahli untuk lebih memahami tentang pengertian ideologi itu,berikut ini dikemukakan beberapa pengertian ideologi menurut para ahli : a) Traccy, “Ideologi adalah suatu sistem penilaian mengenai teori politik, sosial budaya dan ekonomi”. b) Karl Marx, Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan, sedemikian rupa sehingga orang menganggapnya sah, padahal jelas tidak sah. 6 Subandi, Al Marsudi. (2001). Pancasila dan UUD'45 dalam paradigma reformasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hal 57. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 c) Ensiklopedia Populer Politik Pembangunan Pancasila, ideologi merupakan cabang filksafat yang mendasari ilmu- ilmu seperti sosiologi dan politik. d) Menurut Frans Magnis Suseno, ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan berupa cita-cita sebuah kelompok yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Ideologi tertutup adalah musuh tradisi 7 . Kalau kelompok itu berhasil merebut kekuasaan politik, ideologinya itu akan dipaksakan pada masyarakat. Pola dan irama kehidupan norma- norma kelakuan dan nilainilai masyarakat akan diubah sesuai dengan ideologi itu. Ideologi tertutup biasanya bersifat totaliter, jadi menyangkut seluruh bidang kehidupannya. “Dengan ideologi disini dimaksud segala macam ajaran tentang mak na kehidupan, tentang nilai- nilai dasar dan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. e) Kenet R Hoover menyatakan bahwa ideologi merupakan bagian yang sangat mendasar dari kehidupan politik. Menurut beliau : Generally, an ideologi consist of idea about how power in society ought to be organized. These ideas are derived from a view of the problems and possibilities inhernt in human nature in its individual and social aspects….ideologi is a crucial part of political life8 . 7 Suseno, Franz Magnis. (1989). Etika Politik Prinsip-prinsip Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramed ia Pustaka Utama, Hal 50-51. 8 Hoover, Kenneth R. (1994). Ideologi and Political Life. USA : Wadsworth Publishing Co mpany, Hal 4-5. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 Dalam pandangan Apter, sebuah ideologi biasanya terdiri dari pemikiranpemikiran tentang bagaimana untuk mengatur kekuasaan yang ada didalam masyarakat. Beliau lebih memandang identitas dan karakteristik dari kondisi manusia, sekalipun hal ini merupakan suatu penyangkalan bahwa se mua orang berbagi sifat yang biasa. Karakterisasi kehidupan tersebut menggunakan gambaran tentang hubungan kekuasaan antara individu dan masyarakat. Namun Frans Magnis Suseno lebih memandang secara filsafat, dalam pandangannya meskipun ideologi tidak lepas dari masyarakat, namun harus dibedakan daripadanya karena juga bekerja dalam bentuk abstrak, sebagai keyakinan atau kepercayaan seseorang yang dipegangnya dengan teguh, kekuatan ideologi terletak dalam pegangannya terhadap hati dan akal kita. Merangkul ideologi berarti meyakini apa saja yang termuat di dalamnya dan kesediaan untuk melaksanakannya. Ideologi memuat agar orang mengesampingkan penilainnya sendiri dan bertindak sesuai dengan ajarannya. Di sini dimaksudkan bukan hanya ideologi dalam arti keras dan tertutup, melainkan setiap ajaran dan kepercayaan yang memenuhi definisi di atas. Agama pun dapat dikelompkkan di s ini.” Kenneth R. Hoover lebih melihat bahwa tentang spektrum ideologis itu, sisi yang terletak disebelah kiri dihubungkan dengan keyakinan bahwa persamaan antara orang-orang lebih penting daripada perbedaannya 9 . Dan sisi yang terletak disebelah kanan dihubungkan dengan keyakinan bahwa perbedaan lebih penting daripada persamaan. Kemudian mengenai kajiannya secara sistemik, elemenelemen dari setiap ideologi digambarkan diantara warga negara dan masyarakat. 9 Ibid Hal 8 . http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 Ideologi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan politis. Masyarakat modern membangun struktur otoritas yang sangat besar pada konsep kekuasaan yang berasal dari ideologi. Dalam cakupan sistem, ideologi mencakup pemikiran-pemikiran dari ilmu ekonomi, sosiologi, politik dan filosofi yang menyediakan tema-tema intelektual yang bergabung dari suatu kultur. Kita tidak bisa menentukan secara meyakinkan mengenai apakah pemikiran-pemikiran ini memang benar-benar menentukan tindakan kita, tetapi tidak ada keraguan bahwa setiap tindakan itu selalu terhubung dengan pemikiran. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, pokok persoalan ideologi- ideologi dapat ditemukan dalam koridor pertanyaan simpel menyangkut kebebasan dan otoritas (freedom and authority). Karena pada dasarnya manusia memiliki hak kebebasan yang menyatu dengan kewajibannya, apa yang menapikan kebebasannya itulah batasan kebebasan apa yang dilakukannya. Beberapa ideologi diorientasikan untuk kekuasaan negara. Namun, berkaitan dengan perilaku politik, ideologi berjalan secara bebas pada pertimbangan atas golongan, kepentingan pribadi dan dinamika politik-birokrasi. Kemudian dalam kaitannya dengan suatu keputusan, ideologi dapat memaksa pandangan dan kehendak banyak orang kepada pokok persoalan tertentu, dan ideologi juga mampu mempengaruhi keputusan-keputusan dalam pemungutan suara. Dengan demikian secara lebih luas ideologi tidak hanya mampu merasuk dalam pemikiran orang banyak, tetapi meresap terhadap aspek jiwanya yang akan tampak dalam tidakan dalam kesehariannya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 2.1.5 Macam-macam Ideologi di Dunia 1. Komunis me Komunisme adalah paham yang mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan golongan, paham komunis juga menyatakan semua hal dan sesuatu yang ada di suatu negara dikuasai secara mutlak oleh negara tersebut. Penganut faham ini berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah manifes politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai komunis sebuah analis is pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik. Negara yang masih menganut komunisme adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos. 2. Liberalis me Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Negara penganut Liberalisme yaitu: Amerika Serikat, Argentina, Yunani, Rusia, Zimbawe, Australia, Jerman, Spanyol, Swedia dll. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 3. Kapitalis me Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesarbesarnya. Kapitalisme memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal kapitalisme. Adam Smith adalah tokoh ekonomi kapitalis klasik yang menyerang merkantilisme yang dianggapnya kurang mendukung ekonomi masyarakat. Ia menyerang para psiokrat yang menganggap tanah adalah sesuatu yang paling penting dalam pola produksi. Gerakan produksi haruslah bergerak sesuai konsep MCM (Modal-ComodityMoney, modal-komoditas-uang), yang menjadi suatu hal yang tidak akan berhenti karena uang akan beralih menjadi modal lagi dan akan berputar lagi bila diinvestasikan. Adam Smith memandang bahwa ada sebuah kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand), maka pasar harus memiliki laissezfaire atau kebebasan dari intervensi pemerintah. Pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyatnya. Negara yang menganut paham kapitalisme adalah Inggris, Belada, Spanyol, Australia, Portugis, dan Perancis. 4. Fasisme Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara. Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai- tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah. Negara yang menganut paham faiisme ada lah Italia, Jerman, dan Jepang. 5. Sosialisme Sosialisme atau sosialis adalah paham yang bertujuan membentuk negara kemakmuran dengan usaha kolektif yang produktif dan membatasi milik perseorangan. Sosialisme dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis, istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopédie Nouvelle[1]. Penggunaan istilah sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite. Negara yang menganut paham sosialisme adalah Kuba dan Venezuela. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 6. Demokrasi Demokrasi artinya hukum untuk rakyat oleh rakyat. kata ini merupakan himpunan dari dua kata : demos yang berarti rakyat, dan kratos berarti kekuasaan. Jadi artinya kekuasaan ditangan rakyat.Sebenarnya pemikiran untuk melibatkan rakyat dalam kekuasaan sudah muncul sejak zaman dahulu. Di beberapa kota Yunani didapatkan bukti nyata yang menguatkan hal ini, seperti di Athena dan Sparta. Hal ini pernah diungkapkan Plato, bahwa sumber kepemimpinan ialah kehendak yang bersatu milik rakyat. dalam suatu kesempatan Aristoteles menjelaskan macam- macam pemerintahan, dengan berkata, “ada tiga macam pemerintahan: kerajaan, aristokrasi, republik, atau rakyat memagang sendiri kendali urusannya”. Negara Penganutnya adalah Inggris, Norwegia, Denmark, Swedia, Belanda, Belgia, Australia, Selandia Baru, Israel, dan Venezuela. 2.1.6 Ideologi Fasisme Pengertian fasisme berasal dari bahasa Italia “Fascio” yang diambil dari bahasa latin “fasces” yang artinya seikat batang kayu. Dalam budaya Romawi kuno, fasces ini diberikan kapak di bagian tengahnya, lalu dipergunakan sebagai simbol kekuatan dari bermacam- macam unsur yang menyatu. Fasces sering dibawa ke depan pejabat tinggi, dan diartikan sebagai simbol kekuasaan pejabat pemerintah. Mereka dibawa oleh para liktor dan dapat digunakan untuk hukuman fisik dan modal berdasarkan perintahnya. Kata fascismo juga terkait dengan organisasi politik di Italia dikenal sebagai “fasci”, kelompok mirip dengan serikat kerja atau sindikat. George Mosse menilai kemunculan fasisme sebagai reaksi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 terhadap liberalisme dan positivisme yang terlihat dari kecenderungannya yang anti intelektualisme dan dogmatisme 10 . Ernst Nolte mengusulkan fasisme didefinisikan sebagai trend politik yang berakar pada abad 19 atau pada hakekatnya adalah fenomena abad ke-20. Jika komunisme merupakan pemberontakan pertama yang bersifat revolusioner dan totaliter terhadap cara hidup barat yang liberal, maka fasisme dianggap merupakan pemberontakan kedua. Inti sari dari fasisme adalah pengorganisasian pemerintahan (sistem pengaturan pemerintahan) dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis, militeristis, rasialis, dan imperialis. Fasisme menolak ideologi netral yang berdasar paham laissez faire (ajaran aliran ekonomi liberal klasik) serta sosialisme, tidak mau mengakui kegiatan politik dan ekonomi yang mandiri dari kelompok tertentu dari masyarakat. Fasisme lebih mementingkan tata masyarakat organis, sangat mengagungkan semangat elitis, kepemimpinan, otoriterisme dan disiplin yang diwujudkan dalam satu wadah partai politik serta menitik beratkan pada persatuan nasional. Fasisme merombak dasar-dasar konstitusional, melakukan teror terhadap kelompok lawan, sehingga terciptalah rasa perbedaan secara fundamental antar manusia sehingga mengobarkan sentiment superioritas nasional dan kelompok. Atas dasar itulah akhirnya menimbulkan kecenderungan untuk melakukan tindakan imperealisme dan melakukan tindakan-tindakan yang berbau anti-semit, 10 Suhelmi, Ah mad . (2004). Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 333. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 seperti anti -Yahudi, anti- Tionghoa dan lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadi issu utama ketika paham fasisme ini diterapkan di negara-negara Eropa. Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Berdasarkan dasar teori sebelumnya telah diketahui arti dari Ideologi dan Fasisme. Sehingga dari kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa Ideologi Fasisme merupakan sebuah paham politik yang menjunjung kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Ada pula yang mengartikan bahwa ideologi Fasisme adalah suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat terlihat. Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totaliter, oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis, militeristis, dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi Fasis (1922) menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui perang saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis dalam tahun 1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembagalembaga yang totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya. Fasis muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasis merupakan produk dari masyarakatmasyarakat prademokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 sekali. Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan semu oleh masyarakat bahkan mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas seperti kaum cendikiawan, kaum industrialis, maupun pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bagi gerakan fasis untuk melancarkan propagandanya. Lahirnya fasisme sebagai ideologi pengaruhi oleh berbagai macam faktor, mulai dari faktor politik sampai ekonomi. Faktor politik misalnya tergambar dari kegagalan negara-negara yang dulu menganut sistem demokrasi. Banyak faktor yang melatarbelakangi negara gagal dalam menerapkan sis tem demokrasi sehingga menyuburkan tumbuhnya paham fasisme,diantaranya karena faktor domestic dan internasional. Selain itu, dalam hal kekuasaan (politik) sistem demokrasi memberikan peluang kepada segelintir elit penguasa. Faktor ekonomi misalnya terbentuk sistem monopoli dan oligopoli yang mayoritas dikuasai oleh segelintir elit pengusaha yang mempunyai kepentingan terhadap penguasa, pengangguran yang terjadi dikalangan kelas bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas seperti kaum cendekiawan, kaum industrialis (yang tidak mempunyai kepentingan kepada penguasa) maupun pemilik modal (kapitalis) 11 . Dari beberapa faktor itulah kemudian masyarakat mulai kecewa terhadap demokrasi yang dianggap hanya sebuah ilusi keadilan politik dan tidak dapat dijadikan standar nilai bagi pembentukan sistem politik-ekonomi yang lebih baik. 11 Ibid. Hal 335. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 Dilihat dari perkembangan kemunculannya dari segi state (negara) fasisme muncul dari negara yang sudah mengalami kemajuan dibidang industri. Kemajuan industri serta kemakmuran masyarakatnya menjadikan modal yang besar bagi negara fasis untuk melakukan serangkaian aksi penting, seperti teror dan sejumlah aksi propaganda. Selain itu, untuk melancarkan aksi yang menggunakan kekuatan militer, negara fasis membutuhkan dukungan industri. Seperti kemajuan industri pesawat tempur dan senjata militer bisa dimanfaatkan untuk memperkuat militer negara fasis. 2.1.7 Negara Penganut Fasisme 1. Fasisme Jerman Paham Fasisme di Jerman disebut Nazi (Nazisme). Nazi adalah suatu partai di bawah pimpinan Adolf Hitler. Seusai Perang Dunia I, Jerman berubah menjadi Republik yang semula adalah kerajaan. Pemimpin pertama adalah Ebert, Berkuasa antara tahun 1919 – 1925, pemimpin selanjutnya adalah Presiden Hindenburg (1925 – 1934). Dalam pemerintahan republic ini, Jerman mengalami berbagai macam kesulitan, Baik dalam keuangan (Inflasi) maupun kekacauan ekonomi (Malaise). Dalam keadaan Negara yang kacau tersebut rakyat Jerman mengharapkan orang yang kuat untuk memperbaiki keadaan. Dalam suasana yang kacau ini munculah Adolf Hitler dengan partai Extrim yaitu NAZI. Nazisme adalah: 1). Paham yang mengutamakan kepentingan Negara diatas segala – galanya, karena itu terbentuk negara totaliter. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 2). Paham kemasyarakatan yang nasional sosialistis (satu buat semua, semua buat satu, tetapi hanya untuk Jerman). 3). Untuk membentuk Negara totaliter pemerintahan harus dipimpin o leh satu pemimpin yang bertanggung jawab atas segala – galanya artinya pemerintahan harus disusun secara Diktaktor. Adolf Hitler selalu menekankan kepada pemuda Jerman bahwa bangsa Jerman adalah bangsa yang besar yang ditakdirkan untuk memerintah dunia (Deucland Uber Aless) karena bangsa Jerman adalah bangsa berdarah Arya, yang merupakan pangkal kekuatan jerman. Namun kekuatan itu sedang terbelenggu oleh kekuatan asing, yaitu bangsa Yahudi dan Komunis. Orang Yahudi sebagai penyebab semua itu harus dimusnahkan. Selanjutnya, kata Adolf Hitler untuk melepaskian diri dari penderitaan dan meluaskan ruang hidup, Jerman harus membentuk angkatan perang yang sangat kuat yang dipimpin oleh seorang Fuhrer (pemimpin besar). Setelah Perang Dunia I Negara Jerman yang semula berbentuk Kerajaan berubah menjadi Republik. Akan tetapi, masa pemerintahan republic ini tidak berhasil mengatasi kekacauan ekonomi sebagai akibat Perang Dunia I, Lebih lagi Jerman berada di pihak yang kalah. Dengan adanya hal tersebut, Timbullah ketidakpuasan rakyat yang menimbulkan kekacauan-kekacauan, bahkan pemberontakan- pemberontakan. Sementara itu Partai Nasionalis Jerma n atau National Sozialistische Deutsche Arbeiter. (NSDAP) yang disingkat dengan Nazi berkembang menjadi partai yang kuat dipimpin oleh Adolf Hitler. Nazi berusaha merebut kekuasaan tetapi gagal. Hitler dipenjarakan. Dipenjara itulah Hitler http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 menulis buku Mein Kamf (Perjuanganku) isinya mengenai paham – paham Nazi. Dalam waktu singkat Partai Nazi yang dipimpin Hitler maju dengan pesat. Pada tahun 1933 Adolf Hitler diangkat menjadi Perdana Menteri (Kanselor) oleh Presiden Hindenburg. Kebijaksanaan Hitler sebagai perdana menteri yaitu: a). Jerman keluar dari LBB karena usahanya mengenai penambahan jumlah militer Jerman ditolak; b). Membatalkan semua perjanjian internasionalnya, termasuk Perjanjian Versailles yang dianggapnya sangat merugikan pihak Jerman; c). Memperkuat armada militernya untuk merebut kembali sungai Rijn; d). Membangun industrinya termasuk industri perang. 2. Fasisme Italia Fasisme di Italia Setelah Perang Dunia Ke I, pemerintahan di Italia dipegang oleh Kaisar Victor Emmanuel III yang lemah, tidak tegas dan tidak disukai rakyatnya. Dalam keadaan sperti itu muncul golongan Ultra Nasionalis yang mendapat dukungan besar dari rakyat. Pada tahun 1919 golongan Ultra Nasionalis berhasil mendirikan Partai Fasis dibawah pimpinan Benito Mussolini. Tahun 1922 Mussolini berhasil merebut pemerintahan setelah berkuasa, Benito Mussolini menjalankan tugas panggilan suci yaitu mengembalikan masa kejayaan Romawi Kuno yang diberi nama Italia La Prima. Kebaktian yang mutlak kepada bangsa dan Negara menjadi prinsip dasar bagi pendidikan fasisme di Italia. Pada tahun 1922 itu Partai Fasis yang dipimpin http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 oleh Benito Mussolini dan beranggotakan 50 ribu orang mengadakan long march ke Roma dengan tujuan menuntut Perdana Menteri Italia untuk mengundurkan diri. Raja Italia menunjuk Mussolini sebagai perdana menteri, mulailah pemerintahan diktator Mussolini (1922 - 1944). Dengan paham fasisnya, Mussolini melaksanakan tindakan - tindakannya sebagai berikut: a). Diadakannya perjanjian Lateran (1929) dengan Sri Paus di Roma, yang menghasilkan terbentuknya Negara Vatikan seluas 44 ha. Selesailah soal Roma, yaitu pertentangan antara Paus dan pemerintahan Italia. b). Untuk melaksanakan Italia Irredenta- nya, pada tahun 1934, Italia bersahabat dengan Perancis karena khawatir terhadap kekuasaan Jerman. c). Pada tahun 1936, Italia dapat menduduki Ethiopia sehingga Kaisar Ethiopia mengajukan protes ke LBB, akhirnya Italia keluar dari LBB. d). Membantu Jendral Franco dalam perang saudara di Spanyol (1936-1939). e). Italia menjalin kerjasama dengan Jerman untuk tidak saling mengganggu dalam mencapai cita – citanya masing – masing. Dalam waktu singtkat Italia dibawah Mussolini berkembang menjadi Negara kuat berpahamkan Fasisme. Mussolini yang berkuasa kemudian bertindak secara diktator seperti : 1). Mengangkat dirinya menjadi perdana menteri merangkap menjdi panglima angkatan perang; 2). Menempatkan anggota partai fasis dalam jabatan penting di pemerintahan 3). Menyingkirkan kaum oposisi dengan kekerasan senjata http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 4). Menghapuskan dewan perwakilan rakyat gaya lama 5). Mmebuat undang - undang berdasarkan dekrit dari pusat 6). Menghapuskan hak - hak asasi manusia 7). Melarang emigrasi, perceraian, dan pembatasan kelahiran agar jumlah penduduk bertambah cepat. 8). Membatasi wewenang badan legislatif 9). Sri Paus diakui kekuasaannya sebagai kepala gereja yang berkedudukan di Vatikan Setelah merasa kuat Mussolini segera melancarkan politik ekspansionisme dengan menyerang dan menduduki Abessinia dan Ethiopia pada tahun 1935. Untuk memperkuat kedudukannya Italia menjalin kerjasama yang erat dengan Jerman dibawah Hitler. Fasisme di Italia mempunyai kesamaan dengan Naziisme di Jerman, yaitu bersifat Ultra Nasionalisme, militerisme, antiliberalisme, diktatorisme, antiindividualisme, dan antikomunisme, bagi Fasisme berlaku semboyan semua untuk Negara. Dalam perkembangannya Fasisme kemudian menjadi penyebab meletusnya Perang Dunia ke II. 3. Fasisme Jepang Fasisme di Jepang menurut catatan Marcopolo nama Jepang disebut Zipango yang berasal dari kata Kajipon artinya Matahari terbit. Sejak abad 6 nama itu diubah menjadi Nipong (Nipon, Dai Nihon). Menurut sejarah kekaisaran Jepang telah didrikan pada tahun 660 SM oleh Kaisar Tenno Jimmu. Tahun 660 ini dijadikan sebagai permulaan tarikh Jepang. Agama atau kepercayaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 kepercayaan nenek moyang bangsa Jepang disebut Shinto, artinya jalan Dewadewa (shinto - dewa to - jalan). Selain agama shinto sejak abad 6 di Jepang telah pula menyebar agama Budha. Di Jepang ada dua golongan bangsawan yang berpengaruh yaitu Dalmyo artinya golongan bangsawan tinggi dan Samurai artinya golongan bangsawan rendahan. Kaum Samurai ini merupakan tentara pengawal keamanan kerajaan yang berdisiplin tinggi dan setia disebut Bushido. Jika seorang samuarai melanggar Bushido Ia akan menghukum dirinya dengan menikam perutnya menggunakan pedang samurai disebut hara-kiri. Pemerintahan di Jepang bersifat turun temurun secara bergantian. Kaisar Matsuhito sebagai Kaisar Meiji dikenal memiliki jiwa Nasionalisme yang tinggi yang ingin menjadikan Jepang sebagai negara yang bersatu dan maju seperti negara-negara di Eropa. Politik isolasi Jepang menurutnya sangat merugikan Jepang dan merupakan penyebab keterbelakangan Jepang. Ia kemudian menerapkan system pemerintahan yang berparlemen seperti yang diterapkan di Negara-negara Eropa. Untuk mempersatukan seluruh negeri Jepang. Kaisar Meiji melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 1) Membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Sementara) Yang bertugas menyusun Undang Undang Dasar Jepang (Diet/Gikay). 2) Memindahkan ibukota Jepang dari Kyoto ke Tokyo 3) Menetapkan Hinomaru (Matahari Terbit) sebagai bendera kebangsaan Jepang 4) Menetapkan Shintoisme sebagai agama negara Jepang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 5) Menetapkan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo 6) Membangun angkatan laut Jepang seperti Inggris dan Jerman. Disamping itu, Kaisar Meiji juga mengeluarkan pernyataan kemerdekaan tanggal 8 April 1868 yang berisikan: a. Semua jabatan di pemerintahan terbuka untuk umum b. Akan dibentuk DPR sebagai lembaga perwakilan untuk umum c. Segala adapt istiadat kolot yang menghambat kemajuan Jepang dihapuskan d. Akan dibentuk Tentara Nasional Jepang e. Segenap rakyat Jepang wajib bersatu memajukan negara. f. Setiap warga negara Jepang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pemerintahan g. Setiap warga negara Jepang diwajibkan menambah ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk memajukan negara. Restorasi dalam segala bidang telah mengangkat bangsa dan negara Jepang pada puncak keunggulannya. Jepang telah menjelma menjadi Negara yang kuat dan modern. Kedudukannya sejajar dengan Negara-negara besar di Eropa. Oleh sebab itu Jepang mulai melibatkan diri dalam dunia Internasional. Beberapa faktor yang mendorong Jepang menjadi Negara Imperialis baru adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Jepang dalam segala bidang seperti industri, perdagangan, angkatan perang, pendidikandan semangat patriotik. Perkembangan industri yang pesat membutuhkan daerah pemasaran dan sekaligus bahan baku demi kelangsungan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 industrinya. 2. Pertambahan penduduk yang sangat pesat karena kemakmuran yang meningkat. Tahun 1872penduduk Jepang berjumlah 35 juta sedang tahun 1930 telah menjadi 72 juta. 3. Ristriksi ( pembatasan ) Imigrasi bangsa Jepang oleh bangsa-bangsa Eropa 4. Pengaruh ajaran agama Shyinto tentang Hokko Ichin U (Dunia sebagai satu keluarga) menyatakanbahwa Jepang harus menyusun dunia sebagai keluarga besar. 2.1.8 Ideologi dalam Film Sebagai sebuah media, film tentunya mewakili pandangan-pandangan yang dimiliki oleh kelompok tertentu, termasuk ideologi serta gagasan yang dibawa oleh kelompok tersebut. Hal ini menjadi sangat esensial, karena dalam penyampaiannya, film menyampaikan ideologi dengan lebih halus serta memiliki unsur paksaan. Hal itu dikarenakan ketika kita menonton film komunikasi yang terjadi lebih bersifat satu arah. Dimana kita sebagai penonton akan disuguhi berbagai macam informasi yang ada dan ditampilkan dalam film, dan kita secara tidak sadar diharuskan untuk „menelan‟ segala macam informasi yang disajikan dalam film tersebut. Lebih tepatnya pesan-pesan bermuatan ideologis yang berasal dari pembuatnya. Memang film sudah terbukti bisa mempengaruhi ideologi penontonnya. Film sebagai media pada dasarnya merupakan hiburan tersendiri bagi penonton. Selain sebagai hiburan tersendiri, ketika film yang sebenarnya memiliki http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 ideologi bisa menyampaikan pesan dan penontonnya bisa terpengaruh maka film itu berhasil dalam menyampaikannya. Ketika calon penonton pada umumnya menikmati film sebagai sajian audio-visual ini memilihnya sebagai hiburan, mereka mencoba menyelam bersama dalam film itu. Mencoba menikmati saat bersama, tertawa, menangis dan merasa ikut ambil bagian di dalam film tersebut. Selain itu ketika menonton film ada semacam upaya untuk katarsis, melarikan diri sesaat dari hiruk pikuk persoalan sehari-hari. Kemudian film juga dimanfaatkan sebagai alat untuk mendukung propaganda ideologi, pendidikan politik dan halhal lainnya. Pada kondisi ini penonton digiring untuk menonton, memahami dan menjadi bagian dari propaganda politik dalam pembuatan film. 2.2 FILM 2.2.1 Definisi Film Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu12 . Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi. Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme lambang- lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan dan sebagainya. 12 Effendy, Onong Uchjana. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV Hal 134. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens. Dewasa ini terdapat berbagai ragam film, meskipun cara pendekatannya berbeda-beda, semua film dapat dikatakan mempunyai satu sasaran, yaitu menarik perhatian orang terhadap muatan- muatan masalah yang dikandung. Selain itu, film dapat dirancang untuk melayani keperluan publik terbatas maupun publik yang seluas- luasnya. Pada dasarnya film dapat dikelompokan ke dalam dua pembagian dasar, yaitu kategori film cerita dan non cerita. Pendapat lain menggolongkan menjadi film fiksi dan non fiksi. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya film cerita bersifat komersial, artinya dipertunjukan di bioskop dengan harga karcis tertentu atau diputar di televisi dengan dukungan sponsor iklan tertentu. Film non cerita adalah film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya, yaitu merekam kenyataan dari pada fiksi tentang kenyataan13 . Film merupakan salah satu alat komunikasi massa, tidak dapat dipungkiri bahwa antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian 13 Su marno, Marselli . (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo, Hal 10. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 para ahli komunikasi. Sebuah film adalah tampilan gambar-gambar dan adegan bergerak yang disusun untuk menyajikan sebuah cerita pada penonton. Film memberikan pengalaman yang amat mengasyikan. Film membuat orang tertahan, setidaknya, saat mereka menontonnya lebih intens ketimbang medium lainnya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1992 disebutkan bahwa, film merupakan karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya. Sebagai salah satu media komunikasi massa, menurut M. Alwi Dahlan, film memiliki keunggulan di antaranya 14 : 1. Sifat informasi Film memberikan keunggulan dalam menyajikan informasi yang lebih matang secara utuh. Pesan-pesan didalamnya tidak terputus-putus, namun memberikan pemecahan suatu permasalah dengan tuntas. 2. Kemampuan distorsi 14 Dahlan, M Alwi. (1981). Film Dalam Spektrum Tanggunga Jawab Komunikasi Massa, Seminar Kode Etik Produksi Film Nasional. Jakarta, Hal 142. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 Sebagai media informasi, film dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu. Untuk mengatasinya media ini menggunakan “distorsi” dalam proses konstruksinya, baik di tingkat fotografi ataupun perpaduan gambar dengan tujuan untuk memungkinkan seseorang untuk menciptakan atau mengubah informasi yang ditangkap. 3. Situasi komunikasi Film membawakan situasi komunikasi yang khas yang menambah intensitas khalayak. Film dapat menimbulkan keterlibatan yang seolah-olah sangat intim dengan memberikan gambar wajah atau bagian badan yang sangat dekat. 4. Kredibilitas situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional penonton dapat menambah kredibilitas pada suatu produk film. Karena penyajian disertai oleh perangkat kehidupan (pranata sosial), manusia dan perbuatannya, hubungan antar tokoh dan sebagainya yang mendukung narasi, umumnya penonton dengan mudah mempercayai keadaan yang digambarkan walaupun terkadang tidak logis atau tidak berdasar kenyataan. Film sangat berbeda dengan seni sastra, seni rupa, seni suara, seni musik, dan arsitektur yang muncul sebelumnya. Seni film mengandalkan teknologi, baik sebagai bahan baku produksi maupun dalam hal penyampaian terhadap penontonya. Film merupakan penjelmaan terpadu antara berbagai unsur yakni sastra, teater, seni rupa, dengan teknologi canggih dan modern serta sarana http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 publikasi 15 . Menurut Baksin, pesan-pesan komunikasi film juga dikelompokkan dalam proses pembuatan dan penyampainnya, yang biasa disebut dengan genre. Dalam sebuah genre film terdapat suatu unsur- unsur yang disebut repertoire of elements16 , unsur-unsur tersebut meliputi: 1. Themes, yakni ide pokok atau gagasan yang menjiwai seluruh cerita. 2. Style, adalah cara penyajian seperti camera angles, editing, lighting, warna dan elemen-elemen teknikal lainnya 3. Setting, seperti lokasi, periode waktu dll 4. Narrative atau alur cerita-bagaimana cerita disajikan 5. Iconography, berupa representasi simbolis 6. Characters, para aktor atau artis yang terlibat 7. Props, yakni properti yang digunakan dalam film 2.2.2 Genre Film Genre film adalah bentuk, kategori atau klasifikasi tertentu dari beberapa film yang memiliki kesamaan bentuk, latar, tema, suasana dan lainnya. Beberapa genre film utama: Aksi, Petualangan, Komedi, Kriminal, Drama, Epik, Musikal, Sains fiksi, Perang. Dari genre utama tersebut, genre film dapat dibagi lagi ke dalam beberapa sub bagian, seperti: olahraga, komedi aksi, remaja, Film noir dll. Genre film lain yang sering dibuat oleh para pembuat film, yaitu: Seru, Cerita, Fantasi, Jagal, Horor. 15 Baksin, Askurifai. (2003). Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung : Katarsis, Hal 3. Branston, Gill, and Roy Stafford. (2003). The Media Student’s Book . London: Routledge Tailor & Francis Group. 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 2.3 Semiotika 2.3.1 Definisi Semiotika Secara etimologis istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti ‟tanda‟17 atau seme,yang berarti ”penafsir tanda” 18 . Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja 19 . Adapun nama lain dari semiotika adalah semiologi. Jadi sesunguhnya kedua istilah ini mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya; mereka yang bergabung dengan Peirce menggunakan kata semiotika,dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi. Namun yang terakhir, jika dibandingkan dengan yang pertama, kian jarang dipakai 20 . Ada kecenderungan, istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan menyajikan. 17 Zoest, Aart Van. (1996). “ Interpretasi dan Semiotika”, dalam Sudjiman, P dan Aart Van Zoest (E.d). Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramed ia Pustaka Utama, Hal v ii. 18 Cobley, Paul & Lit za, Jansz. (1999). Introducing Semiotics. New Yo rk : Icon bBo ks, Hal 4. 19 Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, Hal 16. 20 Ibid, Hal 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 Preminger 21 berpendapat semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/ masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkikan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Sementara Pierce 22 mengatakan pengertian semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengunaan tanda. Dari Pengertian Semiotik di atas dapat disimpulkan bahwa semiotik adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, kovensi-konvensi yang ada dalam sastra dan makna yang tekandung di dalamnya. 2.3.2 Tokoh-Tokoh Se miotika a) Ferdinand de Saussure (1857-1913) Ferdinand de Saussure dilahirkan di Jenewa tanggal 26 November 1857 dari keluarga pemeluk taat Protestan Perancis yang bermigrasi dari wilayah Lorraine ketika terjadi perang agama pada akhir abad ke-16. Dalam usia 15 tahun ia telah menulis sebuah karangan mengenai bahasa yang berjudul “Essai sur les Languages”. Pada tahun 1874 Ia mempelajari bahasa Sangsakerta. Awalnya Ia mempelajari ilmu kimia dan fisika di Universitas Jenewa, kemudian belajar ilmu bahasa di Leipzig pada tahun 1876-1878 dan di Berlin tahun 1878-1979. Pada 21 Pradopo, Rach mat Djoko. (2003). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal 119. 22 Zoest, Aart Van. (1978). Semiotika Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya. Soekowati, Ani. 1993. Jakarta: Yayasan Sumber Agung, Hal 1 . http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 tahun 1880 Ia meraih gelar doktor dari Universitas Leipzig dengan disertasinya De l’emploi du genitif absolu en sanscrift 23 . Saussure juga dikenal sebagai tokoh besar strukturalis berkat buku “Course de Linguistiqe General” atau linguistik umum. Buku itu merupakan kumpulan bahan kuliah yang dikumpulkan oleh mahasiswanya dan diterbitkan menjadi sebuah buku. Dalam buku itu, ia mengajukan dua dikotomi, yaitu langue dan parole dan tautan simtagmatik dan tautan paradigmatik 24 . Sedikitnya, ada lima pandangan Saussure yang kemudian menjadi peletak dasar strukturalisme, yaitu: 1.) signifier (penanda) dan signified (petanda); 2.) form (bentuk) dan content (isi); 3.) langue (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran); 4.) synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik); 5.) syntagmatic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik) 25 . Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Penanda adalah aspek material dari bahasa dan petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep atau aspek mental dari bahasa. Istilah form 23 Hidayat, Asep Ahmad Hidayat. (2006). Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Hal 105. 24 Alwasilah, A. Chaedar. (2008). Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Hal 77. 25 Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Hal 46. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 (bentuk) dan content (materi, isi) diistilahkan juga dengan expression dan content, yang satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud ide. b) Charles Sanders Pierce (1839-1914) Charles Sanders Pierce adalah filsuf Amerika yang paling orisinil dan multidimensional. Bagi teman-teman sejamannya ia terlalu orisinil. Dalam kehidupan bermasyarakat, teman-temannya membiarkannya dalam kesusahan dan meninggal dalam kemiskinan. Perhatian pada karya-karyanya tidak banyak diberikan oleh teman-temannya. Pierce banyak menulis tetapi kebanyakan tulisannya bersifat pendahuluan, sketsa dan sebagian besar tidak diterbitkan sampai ajalnya. Baru pada tahun 1931-1935 Charles Hartshorne dan Paul Weiss menerbitkan enam jilid pertama karyanya yang berjudul Collected Papers of Charles Sanders Pierce. Pada tahun 1957 terbit jilid ketujuh dan kedelapan yang dikerjakan oleh Arthur W Burks dan jilid terakhir berisi biografi dan tulisan Pierce. Menurut Pierce, manusia dapat berfikir dengan sarana tanda, manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Semiotika merupakan persamaan dari kata logika, dan logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Tanda-tanda memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Bagi Pierce, semiotika adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence) atau kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). Pierce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu: 1) semiotik http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 sintaksis yang mempelajari hubungan antar tanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama; 2) semiotik semantik yang mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis; 3) semiotik pragmatik yang mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda. Pendekatan yang dilakukan oleh Pierce adalah pendekatan triadic, karena mencakup tiga hal yakni tanda, hal yang diwakilinya serta kognisi yang terjadi pada pikiran seseorang pada waktu menangkap tanda tersebut. Peirce mengungkapkan bahwa pemaknaan suatu tanda bertahap-tahap. Ada tahap kepertamaan (firstness), yaitu saat tanda itu dikenali pada tahap awal secara prinsip saja, apa adanya tanpa merujuk ke sesuatu yang lain, keberadaan dari kemungkinan yang potensial. Kemudian tahap kekeduaan (secondness), yaitu saat tanda dimaknai secara individual. Kemudian keketigaan (thirdness), yaitu saat tanda dimaknai secara tetap sebagai konvensi. Dalam analisis semiotiknya, Peirce membagi tanda berdasarkan sifat dasar (ground) atau sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi. Ia membagi tanda tersebut menjadi tiga kelompok, yakni qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkan legisign adalah norma yang dikandung oleh petanda. Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama yakni tanda (sign), object, dan interpretant. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 c) Roland Barthes (1915-1980) Roland Barthes yang dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktekkan model linguistik dan semiologi Saussure. Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai atlantik di sebelah barat daya Prancis 26 . Karena Barthes adalah tokoh semiotika yang meneruskan dan mengembangkan pemikiran de Saussure maka metode pemaknaan tanda-tanda Barthes disebut semiologi Barthes. Istilah semiologi makin lama makin ditinggalkan. Ada kecenderungan orang-orang lebih memilih kata semiotika daripada semiologi, sehingga kata semiotika lebih populer daripada semiologi. Pemikiran Barthes tentang semiotika dipengaruhi Saussure. Kalau Saussure mengintrodusir istilah signifier dan signified berkenaan dengan lambang- lambang atau teks dalam suatu paket pesan maka Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjuk tingkatan-tingkatan makna. Maka denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat objektif (first order) yang dapat diberikan terhadap lambang- lambang, yakni dengan mengaitkan secara langsung antara lambang dengan realitas atau gejala yang ditunjuk. Kemudian makna konotasi adalah makna-makna yang dapat diberikan pada lambanglambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya yang karenanaya berada pada tingkatan kedua (second order). 26 Parwito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta:LKiS, Hal 163. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 Yang menarik berkenaan dengan semiotika Roland Barthes adalah digunakannya istilah mitos (myth), yakni rujukan bersifat kultural (bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang- lambang penjelasan mana yang notabene adalah makna konotatif dari lambang- lambang yang ada dengan mengacu sejarah (di samping budaya). Dengan kata lain, mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambanglambang yang kemudian menghadirkan makna- makna tertentu dengan berpijak pada nilai- nilai sejarah dan budaya masyarakat. Bagi Barthes, teks merupakan konstruksi lambang- lambang atau pesan yang pemaknaannya tidak cukup hanya dengan mengaitkan signifier dengan signified semata sebagaimana disarankan oleh Saussure, namun juga harus dilakukan dengan memerhatikan susunan (construction) dan isi (content) dari lambang. Karena hal ini maka pemaknaan terhadap lambang-lambang, bagi Barthes, selayaknya dilakukan dengan merekonstruksi lambang- lambang bersangkuan. Dalam upaya rekonstruksi ini, deformasi rupanya tak terelakkan: banyak hal di luar (atau tepatnya di balik) lambang (atau mungkin bahasa) harus dicari untuk dapat memberikan makna- makna terhadap lambang- lambang, dan inilah yang disebut mitos. Barthes menekankan bahwa semiologi hendaknya mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal- hal dalam kehidupan sosial manusia. Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda 27 . Barthes menciptakan sebuah peta tentang bagaimana tanda bekerja. Gambar 2.1 Peta tanda Roland Barthes 1. Signifier 2. Signified (penanda) (petanda) 3. Denotative sign (tanda denotatif) 4. Connotative signifier 5. Connotative signified (penanada konotatif) (Petanda konotatif) 6. Connotative sign (tanda konotatif) Sumber : Alex Sobur. Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2009, hal. 69 Dari peta Barthes terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif da lah juga penanda konotatif (4). 27 Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, Hal 15. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 Untuk menganalisis film dapat menggunakan model Roland Barthes, yaitu dilakukan dengan mengkaji pesan yang dikandungnya. Metode ini dapat diterapkan dalam film dengan menganalisa pesan yang terkandung dalam: 1. Pesan linguistik (semua kata dan kalimat dalam film) 2. Pesan ikonik yang terkodekan (konotasi yang muncul dalam foto filmyang hanyak berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat) 3. Pesan ikonik tak terkodekan (denotasi dalam foto iklan) Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai- nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkatan kedua penandaan. Setelah terbentuk sistem sign-signifier-signifid, tanda tersebut akan menjadi penanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. Gambar 2.2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 Signifikansi dua tahap Roland Barthes Sumber: John Fiske. Cultural and Communication Studies: Sebuah pengantar Paling Komperhensif, Jalasutra: Yogyakarta, 2004, hal. 122 Model barthes ini adalah model matematis yang sering disebut sebagai signifikansi dua tahap Barthes. Tahapan pertama adalah pemaknaan tanda yang berdasarkan atas realita dari tanda dan tahapan kedua adalah tahapan penandaan yang didasarkan atas kultur atau budaya yang ada di dalam masyarakat. Dari kedua tahapan penandaan ini kemudian muncullah istilah denotasi, konotasi, dan mitos. Keterangan lebih detail tentang signifikansi penandaan. Barthes adalah sebagai berikut: 1. Denotasi Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini sebagai denotasi. 2. Konotasi Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai- nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tantan pertama merupakan tanda konotasi. 3. Mitos Cara kedua dari tiga cara Barthes mengenai cara bekerjanya tanda dalam tatanan kedua adalah melalui mitos. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan tatanan kedua dari petanda. Aspek lain dari mitos yang ditekankan Barthes adalah dinamismenya. Mitos berubah dan beberapa diantaranya dapat berubah dengan cepat guna memenuhi kebutuhan perubahan dan nilai- nilai cultural dimana mitos itu sendiri menjadi bagian dari kebudayaan tersebut. Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap ke dua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai- nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada signifikasi tahap ke dua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. Mitos primitif misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Petanda lebih miskin dari penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah pemunculan konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mitologi mempelajari bentuk-bentuk tersebut karena pengulangan konsep terjadi dalam wujud pelbagai bentuk tersebut. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 Barthes mengartikan mitos sebagai cara berpikir kebudayaan tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasi atau memahami sesuatu hal. Barthes menyebut mitos sebagai rangkaian konsep yang saling berkaitan. Mitos adalah sistem komunikasi, sebab Ia membawakan pesan. Maka itu, mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep ataupun suatu gagasan, melainkan suatu cara signifikansi, suatu bentuk. Lebih jauh lagi, mitos tidak ditentukan oleh objek ataupun materi (bahan) pesan yang disampaikan, melainkan oleh cara mitos disampaikan. Mitos tidak hanya berupa pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal (kata-kata lisan ataupun tulisan), namun juga dalam berbagai bentuk lain atau campuran antara bentuk verbal dan nonverbal. Misalnya dalam bentuk film, lukisan, fotografi, iklan, dan komik. Semuanya dapat digunakan untuk menyampaikan pesan. Jadi disini mitos menurut Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos dalam artian umum. Yaitu mitos yang dimengerti sebagai percobaan manusia untuk mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta, termasuk dirinya sendiri seperti tertulis dalam mitologi yunani. http://digilib.mercubuana.ac.id/