BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu. Coopersmith (dalam Burn, 1998) mengatakan bahwa “Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan”. Secara singkat, harga diri adalah “Personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya”. Stuart dan Sundeen (1998), mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Klas dan Hodge (dalam Endarto, 2001) menyatakan bahwa harga diri adalah suatu persepsi individu terhadap rasa keberhargaan yang diperoleh berdasarkan hasil interaksi dengan lingkungannya yang berupa penghargaan, perlakuan, dan penerimaan orang lain terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan. Menurut pendapat beberapa ahli tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Harga diri merupakan salah satu konsep sentral dalam kajian psikologi. Terutama pada remaja, harga diri sering kali dikaitkan dengan berbagai perilaku khas remaja seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan, pacaran, sampai prestasi olah raga. Perkembangan harga diri pada seorang remaja akan menentukan keberhasilan maupun kegagalannya di masa mendatang. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Berbagai perubahan yang dialami remaja tersebut memerlukan penyesuaian diri dari remaja. Dalam menyesuaikan diri, remaja dituntut adanya kemampuan dalam mempersepsikan pengungkapkan diri pada orang lain dan menerima dirinya sendiri sehingga remaja memiliki harga diri yang tinggi. 4 2.1.2 Pembentukan Harga Diri Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998). Harga diri mengandung pengertian “siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji individu, yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain. Tjahjono (dalam Anggoro, 2006) mengemukakan 6 hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan harga diri yaitu : a. Mengenali diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan. b. Menerima diri sendiri seperti apa adanya. c. Memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang kita miliki. d. Meningkatkan keahlian yang dimiliki. e. Memperbaiki kekurangan-kekurangan kita. f. Mengembangkan pemikiran bahwa kita sama dan sederajat dengan orang lain. 2.1.3 Aspek-Aspek Harga Diri Coopersmith (1967) mengidentifikasi 4 aspek harga diri yaitu : a) Aspek proses belajar, adalah aspek yang menggambarkan bagaimana individu menilai keadaan dirinya berdasarkan nilai-nilai pribadi yang dianutnya. Individu menilai dirinya telah memenuhi atau mendekati apa yang ada dalam kebutuhan idealnya dan mempunyai penerimaan yang positif. b) Aspek penghargaan, adalah aspek yang menggambarkan bagaimana individu memperoleh penghargaan atau pujian dari pihak lain atas jerih payah yang telah dilakukan. Jika individu menerima penghargaan sebagai hal yang positif, maka aspek penghargaan menjadi salah satu unsur penumbuh harga diri yang tinggi. c) Aspek penerimaan, adalah aspek yang menekankan penerimaan keluarga dan orang tua dalam pembentukan harga diri pada masa kanak-kanak. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Penerimaan keluarga yang positif akan berpengaruh pada perkembangan harga diri anak pada masa dewasa kelak. d) Aspek interaksi diri, adalah aspek yang menggambarkan bahwa interaksi individu dengan lingkungan menyebabkan individu memiliki karakteristik kepribadian yang mengarahkan pada kemandirian sosial, mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang 5 dihadapi, mampu mencapai tujuan pribadi yang realistik dan aktif, serta pengalaman keberhasilan akan meningkatkan harga diri. 2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga diri Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri, yaitu: 1) Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan Harga diri seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan individu yang bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang. 2) Kelas Sosial dan Kesuksesan Menurut Coopersmith (1967), kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekarjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih sukses dimata masyarakat dan menerima keuntungan material dan budaya. Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain. 3) Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi harga diri secara langsung melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh individu. 4) Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi Individu dapat meminimalisasi ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain yang memberikan penilaian negatif terhadap diri mereka. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Rombe (1997) adalah faktor fisik, psikologis, lingkungan, tingkat intelegensi, status sosial ekonomi, ras, dan kebangsaan. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka akan dijelaskan bahwa harga diri ditentukan oleh: 1) Faktor Fisik Seperti ciri fisik dan penampilan wajah manusia. Misalnya: beberapa orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila memiliki wajah yang menarik. 2) Faktor Psikologis Seperti kepuasan kerja, persahabatan, kehidupan romantis. Misalnya: ketika seorang laki-laki memperlakukan pasangannya dengan sangat romantis, maka akan meningkatkan harga dirinya. 3) Faktor Lingkungan Sosial Seperti orang tua dan teman sebaya. Misalnya: kalau orang tua mampu menerima kemampuan anaknya sebagaimana yang ada, maka anak menerima dirinya sendiri. Tetapi, kalau orang tua menuntut lebih tinggi dari apa yang ada pada diri anak sehingga mereka tidak menerima sebagaimana adanya. Semakin dewasa seseorang, maka semakin banyak 6 4) 5) 6) 7) pula orang-orang di lingkungan sosialnya yang mempengaruhi pembentukan harga dirinya. Faktor Tingkat Intelegensi Semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula harga dirinya dan jelas bahwa tingkat intelegensinya ternyata mempengaruhi harga diri seseorang dan terlihat adanya hubungan positif diantara keduanya. Faktor Status Sosial Ekonomi Secara umum seseorang yang berasal dari status sosial ekonomi rendah memiliki harga diri yang lebih rendah daripada yang berasal dari keluarga dengan status social ekonomi tinggi. Faktor Ras dan Kebangsaan Seseorang yang berkulit hitam dan bersekolah di sekolah-sekolah orang yang berkulit putih memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada orangorang Australia, India, dan Irlandia. Faktor Urutan Keluarga Anak tunggal cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada anak-anak yang memiliki saudara sekandung. Selain itu anak laki-laki sulung yang memiliki adik kandung perempuan cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi.Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu (Yusuf, 2000). 2.1.5 Hambatan dalam Perkembangan Harga Diri Menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan harga diri adalah: Perasaan takut, yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear). Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah. Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga jelaslah bahwa keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya. Perasaan salah yang pertama dimiliki oleh individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau dengan kata lain individu sendiri telah menentukan criteria mengenai mana yang baik dan buruk bagi dirinya Perasaan salah yang kedua adalah merasa salah terhadap ketakutan, seperti umpamanya orangtua. Keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk 7 kecemasan yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri. Harga diri siswa menurut Flemming & Courtney (dalam Frey, 1994) mengemukakan bahwa harga diri pada remaja dibagi menjadi lima aspek, yaitu : 1) Perasaan ingin dihormati Perasaan ingin diterima oleh orang lain, perasaan ingin dihargai, didukung, diperhatikan, dan merasa diri berguna. 2) Percaya diri dalam bersosialisasi Merasa percaya diri, mudah bergaul dengan orang lain, baik baru dikenal maupun baru dikenal. 3) Kemampuan akademik Sukses memenuhi tuntutan prestasi ditandai oleh keberhasilan individu dalam mengerjakan bermacam-macam tugas pekerjaan dengan baik dan benar. 4) Penampilan fisik Kemampuan merasa diri punya kelebihan, merasa diri menarik, dan merasa percaya diri. 5) Kemampuan fisik Mampu melakukan sesuatu dalam bentuk aktivitas, dapat berprestasi dalam hal kemampuan fisik. Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan harga diri pada remaja, seperti yang dikemukakan oleh Dariuszky (2004), yaitu : 1) Berikan perhatian secara pribadi disaat mereka membutuhkan. Mendengarkan perkataannya dengan seksama, tetap menatapnya dan memperlihatkan bahwa kita memahami apa yang dirasakannya. Dengarkan tanpa memberikan penilaian dan tidak perlu mengkomentarinya. 2) Perlihatkan kasih sayang dalam bentuk ucapan maupun tindakan; dengan tersenyum hangat dan berikan sentuhan. 3) Berikan pujian secara spesifik dengan memberitahukan Bahwa kita menyukai apa yang dilakukannya. 4) Jelaskan apa yang baik dan tidak baik dari ucapannya maupun tindakannya. 5) Lakukan sesuatu yang khusus supaya dapat memuaskan kebutuhan atau memintanya dalam hal tertentu. 6) Jelaskan dan tegaskan bakat istimewa yang dimilikinya. 7) Hargai prestasi baiknya mulai dari yang sederhana dengan senyum dan pujian Dalam tiga tingkatan tersebut Coopersmith (1967) menjelaskan sebagai berikut : 1. Individu dengan harga diri tinggi mempunyai ciri sebagai berikut : Mandiri, kreatif, yakin akan gagasan-gagasan, tingkat kecemasan rendah, mempunyai keyakinan yang tinggi, melihat dirinya sebagai orang yang berguna, dan mempunyai harapan-harapan yang tinggi, lebih berorientasi kepada kebutuhan, mempunyai pendapat sendiri, tidak tergantung kepada orang lain. 2. Individu dengan harga diri sedang mempunyai ciri yang umum (hampir sama) dengan individu yang memiliki harga diri tinggi namun disertai sifat-sifat 8 memandang lebih baik dari kebanyakan orang, namun kurang yakin terhadap dirinya, dan selalu tergantung pada penilaian orang. 3. Individu dengan harga diri rendah mempunyai ciri sebagai berikut : Kurang mandiri, kurang kreatif, mempunyai rasa cemas yang tinggi, merasa diri kurang berguna bagi orang lain, kurang berorientasi kepada kebutuhan, harapanharapannya rendah, kurang percaya diri, malas menyatakan diri terutama jika mempunyai gagasan-gagasan baru. Didalam harga diri terdapat ciri-ciri yang harus dimiliki oleh seseorang seperti di jelaskan oleh Dariuszky (2004) sebagai berikut: a. Ciri-ciri siswa yang mempunyai harga diri yang tinggi 1) Mudah berkawan 2) Berminat untuk melakukan aktivitas-aktivitas baru. 3) Mudah bekerjasama dan patuh pada arahan. 4) Boleh mengawali perlakuan. 5) Bermain bersama rekan-rekan lain secara baik. 6) Mempunyai idea-idea tersendiri dan kreatif. 7) Riang, bersemangat dan mudah berinteraksi. b. Ciri-ciri siswa yang mempunyai harga diri yang rendah 1) Tidak ceria, 2) Kurang keyakinan diri. 3) Perasaan tidak berguna. 4) Sentiasa berasa letih dan penat. 5) Sering memikirkan perkara-perkara yang tidak baik. 6) Rasa rendah diri. 7) Sering gagal di sekolah. c. Faktor-faktor yang menyumbang kepada perasaan harga diri Faktor – faktor yang memberi sumbangan pada harga diri seseorang yaitu kasih sayang, keselamatan, panduan, penghargaan, dan galakan. 2.1.6 Harga diri siswa remaja Kualitas harga diri berubah selama masa remaja. Perubahan tersebut umumnya dimulai pada usia sebelas tahun dan mencapai titik yang rendah pada saat usia 12-13 tahun (Rosenberg, 1986). Kebanyakan orang pada masa remaja awal mengalami tantangan yang dapat memberikan pengaruh yang rendah terhadap harga diri remaja. Tantangan-tantangan tersebut meliputi perubahan sekolah, perubahan hubungan antara orangtua dan remaja serta perubahan biologis yang berkaitan dengan pubertas. Permasalahan harga diri pada remaja merupakan masalah mendapatkan persetujuan dari orang lain. Harga diri menjadi tidak stabil karena remaja sangat memperhatikan dan mempedulikan kesan yang mereka buat terhadap orang lain. Usaha untuk menyenangkan banyak orang akan menghasilkan frustasi. Umpan balik yang diterima dari orang lain akan berkontradiksi sehingga akan memperbesar keraguan dan kebingungan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Erikson (dalam Calhuoun dan Acocella, 1995), bahwa pandangan 9 yang tidak stabil dan tidak teratur tentang diri normal terjadi pada remaja oleh karena transisi peran yang dialaminya Dengan harga diri positif seseorang akan mampu tampil percaya diri, dan yakin dengan kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Siswa yang memiliki harga diri positif akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang selanjutnya akan mampu mengontrol lingkungannya. Misalnya seorang siswa yang baru pindah dari atau ke sekolah lain. Di sekolah yang baru, siswa yang memiliki harga diri positif akan segera belajar dengan situasi yang baru tersebut, menyesuaikan diri, untuk selanjutnya mengambil kendali atas situasi baru tersebut. Sebaliknya, siswa dengan harga diri rendah (negatif) akan merasa asing di tempat yang baru, gamang, khawatir tidak diterima oleh teman-teman barunya dan perasaan negatif lainnya, sehingga ia tidak segera membaur dan menyesuaikan diri di lingkungannya yang baru itu. Akibatnya, siswa tersebut lebih memilih “menyendiri” dan hanya bergaul dengan kalangan terbatas. 2.2 Penyusunan Program BK pribadi Suherman dan Sudrajat (1998) mengartikan program sebagai rencana kegiatan yang disusun operasional dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaannya. Pengertian tersebut diperkuat oleh Winkel dan Hastuti (2004) mendefinisikan bimbingan : 1) usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi tentang dirinya sendiri; 2) cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya; 3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan yang tepat, dan menyusun rencana yang realistis sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan tempat mereka hidup; 4) proses pemberian bantuan/ pertolongan kepada individu dalam hal pemahaman tentang diri sendiri dan lingkungannya. Tugas –tugas perkembangan pribadi-sosial yang ingin dicapai melalui proses bantuan bimbingan pribadi-sosial antara lain: (1) memiliki kesadaran diri; (2) mengembangkan sikap positif; (3) membuat pilihan secara sehat; (4) menghargai orang lain; (5) memiliki rasa tanggung jawab; (6) mengembangkan kompetensi hubungan interpersonal; (7) menyelesaikan konflik; (8) dapat membuat keputusan secara baik (Depdikbud). Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (2007:36) mengemukakan bahwa dalam merumuskan program, struktur atau materi program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa berdasarkan hasil penilaian kebutuhan masing-masing di sekolah. Komponen program bimbingan meliputi rasional,visi, misi, deskripsi kebutuhan, tujuan, komponen, layanan (yaitu layanan dasar, layanan responsife, perencanaan individual, dan dukungan sistem), rencana opersional, pengembangan tema/topic dan satuan layanan, rencana evaluasi, dan rancangan anggaran. Pelayanan Bimbingan dan Konseling diarahkan untuk memfasilitasi pengembangan siswa, secara individual, kelompok/klasikal, sesuai dengan 10 kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi dan peluang yang dimiliki. 2.2.1 Rambu-rambu Penyusunan Program BK Pribadi Rambu- rambu penyusunan program BK Pribadi. Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller (dalam Natawidjaja dan Surya, 1985) seperti berikut: a) Tahap persiapan. b) Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin sekolah. c) Pembentukan panitia penyelenggara program. d) Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan. 2.3 Hasil Penelitian yang Sejalan Lisa (2010) meneliti tentang penyusunan program bimbingan hipotetik pada siswa yang mengalami harga diri berprestasi akademik yang rendah pada kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung menyatakan bahwa siswa yang mengikuti program bimbingan konseling mengalami peningkatan harga diri Utami (2006) tentang perbedaan harga diri siswa kelas VII di SMP Kristen 1 Salatiga yang mengikuti program bimbingan konseling harga diri dengan yang tidak mengikuti bimbingan konseling, dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti program bimbingan dan konseling dengan siswa yang tidak ikut dalam program bimbingan konseling. Perbedaan terlihat dari nilai t hitung = 0.884 dengan P = 0.024 < 0.050. Sedangkan kelompok kontrol mengalami penurunan pada Pre Test mean = 37.750 dan saat Post Test menjadi 31.250. 11