asuhan keperawatan pada ny - E-Journal STIKES Muhammadiyah

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS
RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CIAMIS TANGGAL 17-21 Juni 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
DI STIKes Muhammadiyah Ciamis
Disusun oleh:
Wendi Kurniawan
NIM. 13DP277053
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS
DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS
TANGGAL 17 S.D 21 JUNI 2016.1
Wendi Kurniawan2, H. Rudi Kurniawan, Ners.,M.Kep3
ABSTRAK
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Ciamis dari bulan Januari
sampai dengan Mei 2016, penyakit Diabetes melitus berada dalam urutan
10 besar penyakit di ruang Kenanga. Tujuan penulis karya tulis ilmiah ini
adalah mampu melakukan asuhan keperawatan secara langsung dan
komperehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual
dengan pendekatan proses keperawatan pada klien Diabetes Melitus.
Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan teknik studi kasus
dengan cara : observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi
kepustakaan. Asuhan keperawatan yang dilakukan dengan cara
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaa, pelaksanaan, dan
evaluasi. Diabetes Melitus adalah abnormalitas hormon insulin yang
ditandai dengan kadar gula (glukosa) meningkat dari batas normal.
Setelah dilakukan pengkajian, muncul masalah yang ditemukan yaitu
nutrisi kurang dari kebutuhan, nyeri epigastrium, gangguan aktivitas,
resiko insfeksi, cemas dan defisit perawatan diri. dalam pelaksanaan tidak
semua dilakukan sesauai teori, namun prinsipnya semua dapat berjalan
dengan lancar. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan penulis
mengadakan kerjasama dengan perawat ruangan, klien dan keluarga
klien. Penulis menggali data seoptimal mungkin sehingga masalah dapat
ditemukan dan dibuat perencanaan dalam mengatasi masalah tersebut.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari sebagian masalah
klien teratasi. Saran yang diberikan kepada perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan, diharapkan memepertahankan serta meningkatkan
kerjasama yang baik dengan klien dan keluarga maupun dengan petugas
kesehatan yang lain, sehingga dapat melaksanakan dan memperlancar
tindakan dalam upaya penyembuhan penyakit diabetes melitus.
Kata kunci
: Diabetes Melitus, Asuhan Keperwatan, Sistem Endokrin
Kepustakaan : 8 buku (2006-2013) 5 website
1.
2.
3.
Judul Karya Tulis Ilmiah
Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Muhammadiyah
Ciamis
Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2013, WHO merilis fakta penting mengenai diabetes
melitus, yaitu 347 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes melitus
dengan ekstimasi glukosa puasa ≥7.0 mmol/L atau sedang dalam
pengobatan. Berdasarkan data IDF pada tahun 2013, Indonesia
menduduki peringkat ke 7 dari 10 besar negara dengan diabetes melitus
tertinggi. Populasi penderita diabetes melitus di indonesia pada tahun
2013 mencapai 5,8% atau sekitar 8,5 juta penduduk dengan rentang usia
20-79 tahun. Proporsi jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia
pada tahun 2013 masih di dominasi oleh kaum perempuan dengan total
sebesar 4,9 juta penderita atau lebih besar dari pada kaum laki-laki yakni
sebesar 3,6 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2035 dengan
asumsi tanpa adanya perbaikan, angka diabetes melitus di Indonesia
akan meningkat sebesar 165% pada masing-masing gender (jenis
kelamin). Hal ini sangat memperhatikan karena diabetes meilitus dapat
meningkatkan
penyakit
kardiovaskuler
yang
akan
menyebabkan
kematian (http://rudicareaboutdiabetes.blogspot.co.id, 2013).
Menurut data dari Diabetes Care tahun 2004 yang di rilis oleh
DepKes RI diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus
(DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Hasil Riset kesehatan
1
2
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab
kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan,
DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Prof. Tjandra Yoga mengatakan
berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan
pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan
5,7%. Prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk
usia >15 tahun di perkotaan menunjukkan 10.2% dan sebanyak 13
provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi
kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang
aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula
bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun
sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan
terakhir adalah 4,6% (http://www.depkes.go.id).
Dengan mempertimbangkan kesesuaian dan keterkaitan dengan
Visi dan Misi Departemen Kesehatan serta Visi pembangunan dan Visi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat maka telah disusun Visi Pembangunan
Ksesehatan Jawa Barat yaitu “ Tercapai Masyarakat Jawa Barat yang
mandiri untuk Hidup Sehat”. Masyarakat Jawa Barat yang mandiri untuk
Hidup Sehat adalah sikap dan kondisi dimana masyarakat Jawa Barat
tahu, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari
gangguan kesehatan akibat penyakit, bencana, lingkungan dan prilaku
3
yang buruk, serta mampu memenuhi kebutuhannya untuk lebih
meningkatkan kesehatannya dengan mengendalikan kemampuan dan
kekuatan sendiri (Portalkesehatanku.blogspot.co.id/2013).
Dampak akibat penyakit diabetes melitus memang tidak boleh kita
anggap remeh. Karena bila dibiarkan penyakit kencing manis istilah yang
sering digunakan di masyarakat merupakan gangguan organ tubuh yang
sehat akan sedikit demi sedikit mengalami perubahan kearah yang
kurang sehat. Sehingga dalam kurun waktu sekian tahun, komplikasi
penyakit diabetes melitus ini bisa menterang oragan-organ lainnya yang
sebelumnya sehat. Penyebab terjadinya penyakit diabetes melitus yaitu :
makanan yang berlebihan, pada saat tubuh melakukan aktivitas atau
gerakan, maka jumlah gula dibakar untuk dijadikan gerak, pada ssat
hamil, kurang tidur, perokok, minuman bersoda, malas beraktivitas, teh
manis, makanan berlemak (Garnadi, 2012).
Diabetes melitus atau
sering disebut dengan DM merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabakan oleh
kadar glukosa darah akibatnya kekurangannya insulin pada absolut
maupun relatif.
Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar
glukosa meningkat dan lebih dari batas normalnya. (Fransisca, 2012)
Gejala diabetes melitus diantaranya glikosuria. Hal ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin
(poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama
urine, maka pasien mengalami kalori negatif dan berat badan berkurang.
4
Rasa lapar (polifagi) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan
kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk. Klien dengan diabetes
melitus diharapkan bisa memproteksi diri dari hal kecil seperti trauma yang
bisa menyebabkan luka, karena klien dengan diabetes melitus rentan
terhadap penyembuhan luka yang cepat. Jika klien tidak bisa menjaga
luka tersebut dengan baik atau dibiarkan, bisa menimbulkan ulkus atau
gangren bisa juga timbul insfeksi pada luka tersebut (Tarwoto, 2012).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan kematian jaringan yang luas disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus bebau, ulkus dibetikum juga
merupakan satu gejala klinik dan perjalanan penyakit Diabetes Melitus
dengan neuropati perifer.( Guntur, 2013)
Diabetes melitus ada 2 yaitu diabetes militus type 1 dan diabetes
melitus type 2. Perbedaan Diabetes Melitus tipe 1 dan Diabetes Melitus
tipe 2 yaitu :
Diabetes Melitus tipe 1 yaitu Debetes Melitus yang
tergantung pada insulin. Sedangkan, Diabetes Melitus tipe 2 yaitu
Diabetes Melitus yang tidak tergantung pada insulin.
Selain itu upaya pencegahan pun perlu dilakukan. Salah satunya
dengan menjaga pola makan. Seperti yang telah di jelaskan dalam AlQuran Surah Al A’raf Ayat 31 tentang menjaga pola makan :
5
Artinya :
“Wahai anak-anak Adam! Pakailah pakaian kamu yang indah
berhias pada tiap-tiap kali kamu ke tempat ibadah (atau mengerjakan
sembahyang), dan makanlah serta minumlah, dan jangan pula kamu
melampaui; sesungguhnya Allah tidak suka akan orang-orang yang
melampaui batas”.
Dalam ayat Al-quran diatas di jelaskan bahwa kita harus menjaga
pola makan yang teratur untuk bisa menjaga kesehatan tubuh yang baik
dan sehat.
Meskipun dilakukan pencegahan tapi tanpa dipungkiri penyakit
diabetes melitus merupakan penyakit dengan angka kejadian yang tinggi
di Rumah Sakit.
Rumah sakit menjadi tempat pelayanan dari penyakit diabetes
melitus. Salah satunya pelayanan yang dilakukan oleh RSUD Kab.
Ciamis. Pelayanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Kabupaten
Ciamis dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan melayani
berbagai macam kasus penyakit yang banyak terjadi. Salah satunya
penyakit Diabetes Melitus yang merupakan Gangguan Sistem Endokrin.
Berdasarkan hasil pendataan dari Rekam Medik RSUD Ciamis
penderita Diabets Melitus pada periode Januari - Juni 2016 di ruang
Kenanga adalah sebagai berikut :
6
Tabel 1.1
Daftar 10 Besar Penyakit di Ruang Kenanga RSUD Kab. Ciamis
Januari – Mei 2016
NO
Nama Penyakit
JUMLAH
1
Thypus abdominalis
126
2
Gastritis
125
3
CHF
112
4
Diare
64
5
CKD
60
6
PPOK
38
7
Phenomonia
34
8
DM
34
9
Hepatitis
32
10
Dispepsia
30
JUMLAH
697
Sumber : Rekam medic RSUD Kab. Ciamis
Berdasarkan table di atas, penderita Diabetes Melitus tahun 2016
yaitu 34 orang dan menduduki peringkat ke 8 dan memerlukan
penanganan tepat. Penanganan penyakit Diabetes Melitus bertujuan
untuk
memperbaiki
kualitas
hidup
dengan
mengurangi
gejala,
memperpanjang usia harapan hidup. Sedangkan, dampak terhadap
kebutuhan dasar manusia yaitu cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi,
eliminasi, kebutuhan aktivitas terganggu, dan rasa aman terganggu.
7
Salah
satu
pelayanan
yang
dilakukan
adalah
melalui
proses
keperawatan, yang dituangkan dalam bentuk asuhan keperawatan,
dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi. Dimana pada hal ini perawat harus memberi pelayanan
penuh kepada klien dengan penyakit diabetes melitus. Mulai dari hal
promotif dengan cara memberikan pendidikan kesehatan mengenai
penyakit diabetes melitus dan juga harus bisa memberikan upaya
pencegahan/ preventif terhadap klien tersebut.
Proses
keperawatan
yang
pertama
kali
dilakukan
adalah
pengkajian. Saat dilakukan pengkajian di Ruang Kenanga RSUD Ciamis
dari tanggal 17-21 Juni 2016 penulis menemukan data sebagai berikut :
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan metabolisme
karbohidrat tidak adekuat. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi
pada mukosa lambung. Gangguan aktivitas berhubungan dengan gerak
akibat luka di bagian ekstermitas bawah kanan. Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan fisik. Cemas berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengetahuan tentang penyakitnya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik
untuk
menyusun
Karya
Tulis
Ilmiah
dengan
Judul
“Asuhan
Keperawatan pada Tn. R dengan Gangguan Sistem Endokrin:
Diabetes Melitus di Ruang Kenanga RSUD Ciamis Tanggal 17-21
Juni 2016”.
8
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan karya tulis ini bertujuan agar mahasiswa mampu
melaksanakan asuhan keperawatan secara komperhensif kepada
pasien dengan gangguan sistem endokrin akibat diabetes melitus
dan mendokumentasikannya dengan pendekatan ilmiah.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian yang meliputi pengumpulan
data, analisa data dan menetapakan masalah keoerawatan
berdasarkan prioritas.
b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan Diabetes melitus.
c. Mampu menyusun perencanaaan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang ada dan menetapkan tujuan intervensi.
d. Mampu melaksanakan tujuan keperawatan sesuai dengan
perencanaan.
e. Mampu mengevaluasi keberhasialan asuhan keperawatan yang
telah di berikan.P
f. Mendokumentasikan tahapan proses keperawatan yang telah
diberikan.
g. Menganalisa dan membandingkan tinjauan teoritis dengan tujuan
kasus yang di dapat di lapangan.
9
C. Metode Telaahan
Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini penulis
menggunakan metode analitik deskriptif, dengan bentuk studi kasus,
dimana disusun berupa laporan penerapan asuhan keperawatan melalui
pendekatan proses keperawatan. Sedangkan teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah :
1. Wawancara
Merupakan pengumpulan data dengan menanyakan secara
langsung dan terarah kepada klien, keluarga dan tim kesehatan.
2. Observasi
Merupakan pengumpulan data dengan melihat secara langsung
melalui
pengamatan
perilaku,
keadaan
klien,
masalah
keperawatan pada klien.
3. Partisipasi aktif
Merupakan data dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk
menemukan data dari masalah
kesehatan klien, meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Studi Dokumentasi
Merupakan pengumpulan data dengan melihat status, catatan
keperawatan serta catatan kesehatan lainnya untuk dijadikan
salah satu dasar dalam melakukan asuhan keperawatan.
10
5. Studi kepustakaan
Merupakan
metoda
pengumpulan
data
dengan
cara
mengumpulkan materi yang berhubungan dengan diabetes
melitus melalui membaca dan menganalisa beberapa literatur
seperti yang tercantum dalam daftar pustaka.
D. Sistematik Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis membaginya kedalam 4
bab yaitu:
BAB I
: Pendahuluan
Memuat latar belakang masalah , tujuan penulisan, metoda
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis
Tinjauan teoritas terdiri dari ; pengertian, anatomi dan
fisiologi,
etiologi,
patofisiologi,
penatalakasanaan,
komplikasi diabetes melitus dan dampak diabetes melitus
terhadap sistem tubuh dan asuhan keperawatan sistem
endokrin akibat diabetes melitus.
BAB III : Tinjauan Kasus Dan Pembahasan
Mengemukakan kasus pada klien dengan gangguan sistem
endokrin akibat diabetes melitus dan permasalahannya
serta membahasnya dari mulai tahap pengkajian sampai
11
dengan
tahap
evaluasi
dengan
membandingkan
kesenjangan data antara teori dengan kenyataannya.
BAB IV : Kesimpulan Dan Saran
Mengemukakan kesimpulan dan rekomendasi dari seluruh
kegiatan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar glukosa
meningkat dan lebih dari batas normalnya. Apabila kadar gula darah
tinggi, maka air kencing pengidap diabetes dapat mengandung gula.
Karena orang awam sering menyebutkan diabetes dengan istilah “kencing
manis atau penyakit gula”.( Garnadi, 2012).
Diabetes melitus atau
sering disebut dengan DM merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabakan oleh
kadar glukosa darah akibatnya kekurangannya insulin pada absolut
maupun relatif.
Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar
glukosa meningkat dan lebih dari batas normalnya (Fransisca, 2012).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan kematian jaringan yang luas disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus bebau, ulkus dibetikum juga
merupakan satu gejala klinik dan perjalanan penyakit Diabetes Melitus
dengan neuropati perifer (Guntur, 2013).
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa diabetes
melitus
adalah
keterbatasan
insulin
di
dalam
tubuh
sehingga
mengakibatkan kelebihan kadar glukosa di dalam darah, dalam arti lain
12
13
kadar gula dalam tubuh tidak bisa terkontrol karena kurangnya insulin di
dalam tubuh.
Sedangkan ulkus diabetes meletus adalah luka terbuka pada
bagian kulit atau selaput lendir atau keruksakan jaringan yang disebabkan
karena kelebihan kadar gula di dalam darah yang tidak bisa terkontrol oleh
insulin.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Penyakit Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi : (Tarwoto, 2012)
a) Diabetes Melitus tipe 1 atau IDDM
IDDM (Insulin Depondent Diabetes Melitus) yaitu Diabetes Melitus
yang bergantung insulin. Diabetes tipe ini pada 5% sampai dengan 10%
penderita Diabetes Melitus. Pasien sangat tergantung insulin melalui
penyuntikan untuk mengendalikan gula darah. Diabetes tipe 1 disebabkan
karena karusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin. Hal ini
berhubungan dengan kombinasi antara faktor genetik, imunologi dan
kemungkinan lingkungan seperti virus. Ketidakkmampuan sel beta
menghasilkan insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingga
menimbulkan hiperglikemia.
Peningkatan
gula
darah
yang
lebih
dari
180mg/100ml,
menyebabkan glukosa keluar melalui urin (glukosuria) hal ini disebabkan
karena katidakmampuan ginjal menyerap kembali glukosa (reabsorpsi)
yang telah di filtrasi melebihi ambang batas filtrasi glukosa oleh
14
glumelurus. Ketika glukosa yang berlebihan disekresi disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan karena tubulus ginjal tidak
mereabsorpsi air secara optimal, keadaan ini disebut diuresis osmotik,
sebagai akibat kebanyakan urin yang diproduksi maka akan mengalami
peningkatan berkemih (poliuri) serta haus (polidipsi). Defisiensi insulin
juga mengganggu metabolisme protein dan lemak dan menurunkan
simpanan makanan, mengakibatkan kelapara sel dan merangsang selera
makan (polifagia).
b) Diabetes Melitus tipe 2 atau NIDDM
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) yaitu Diabetes
Melitus yang tidak tergantung pada insulin. Kurang lebih 90 – 95%
penderita Diabetes Melitus adalah tipe ini. Diabetes Melitus tipe 2 terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau akibat penurunan
produksi insulin. Normalnya insulin terikat oleh reseptor khusus pada
permukaan sel dan mulai terjadi rangkaian reaksi termasuk metabolisme
glukosa. Pada Diabetes tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektip karena
kurangnya insulin yang berperan dalam dalam menstimulasi glukosa
masuk ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa di hati. Adanya
insulin juga dapat mencegah pemecahan lemak yang menghasilkan
badan keton .
Disbetes Melitus tipe 2 banyak terjadi pada usia dewasa lebih dari
45 tahun, karena berkembang lambat dan terkadang tidak terdeteksi ,
tetapi jika gula darah tinggi baru dapat dirasakan seperti kelemahan,
15
iritabilita, poliuri, proses penyembuhan luka yang lama, infeksi vagina,
kelainan penglihatan.
c) Diabetes Sekunder
Diabetes
Sekunder
yaitu
Diabetes Melitus yang berhubungan
dengan keadaan atau penyakit tertentu, misalnya penyakit pankreas
(pankreatitis, neoplasma ), endokronopati (akromegali, hipertiroidisme),
obat obatan atau zat kimia (glukokortikoid, hormon tiroid).
d) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional yaitu diabetes yang
terjadi pada
masa kehamilan, dapat didiagnosa dengan menggunakan tes toleran
glukosa, terjadi pada kira kira 24 minggu kehamilan individu dengan
Diabetes Melitus.
3. Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda, stukturnya sangat mirip
dengan kelenjar lunak (Evelyn . 2009). Panjangnya kiri-kira 15 cm, mulai
dari doedunum sampai limpa dan dilukiskan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
(Evelyn, 2009).
a. Kepala pankeas yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga
abdomen dan didalam lekukan duodenum dan yang paling praktis
melingkarinya.
b. Badan pankreas merupakan bagian utama pada organ itu dan
letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis
pertama.
16
c. Ekor pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan yang
sebenarnya menyentuh limpa.
Pankreas terdiri dari dua jaringan, yaitu : (Evelyn , 2009)
a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
b. Pulau langerhars yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau langenhars manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu
sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dari struktur
dan sipat pewarnaannya. Sel beta menyekresi insulin, sel beta
menyekresi glukagon dan sel–sel delta menyekresi somatostamin.
(Evelyn , 2009)
Fungsi pankreas ada dua, oleh karena itu di sebut organ rangka yaitu:
(Evelyn , 2009)
a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang
membentuk getah pankreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis
enzim dari pankreas adalah : (Evelyn , 2009)
1) Amylase
: menguraikan tepung menjadi maltosa atau
maltosa menjadi polisakarida dan polisakarida dijadikan
disakarida kemudian dijadikan mono sakarida.
2) Tripsin : menganalisa peptone menjadi poli peptida kemudian
menjadi asam amino.
3) Lipase
: menguraikan lemak yang sudah diemulsi
menjadi asam lemak dan gliseron gliserin.
17
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk
hormone dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau
kecil yang terbesar antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan
tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans
langsung diserap kedalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang
membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan
oleh pankreas adalah insulin dan glukagon (Evelyn . 2009).
18
Gambar 2.1
Anatomi Pankreas
Sumber : Agur, (2009)
4. Etiologi
a. Diabetes Melitus
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Kombinasi faktor genetik , imunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
desdruksi sel beta (Cahyono, 2007).
a) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu
sendiri,
tetapi
mewarisi
suatu
predisposisi
atau
kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1.
Kecenderungan genetik ini di temukan para individu yang
19
memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya 95%
pasien berkulit putih dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan
tipe HLA spesipik. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat
tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah
satu dari kedua tipe HLA ini. Resiko meningkat sampai 10 –
20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3
ataupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum.
(Cahyono, 2007)
b) Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon
otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
beraksi terhadap jaringan tersebut yang di anggapnya seolaholah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel pulau
langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum
timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe 1. Riset dilakukan
untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap
perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe 1 yang
baru terdiagnosa atau pada pasien pradiabetes (pasien
dengan antibodi yang terdeteksi tetapi memperlihatkan gejela
20
klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang
ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel
beta. (Cahyono, 2007)
c) Faktor Lingkungan
Penyelidikan
juga
sedang
dilakukan
terhadap
kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu
destruksi sel beta. Interaksi antara faktor-faktor genetik,
imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe 1
merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut.
Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak
dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentaan
genetik merupakan faktor dasar yang melandasi proses
terjadinya diabetes tipe 1 merupakan hal yang secara umum
dapat diterima. (Cahyono, 2007)
2) Diabetes Tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya
diabetes
(Cahyono, 2007).
tipe
2.
Faktor-faktor
ini
adalah
:
21
a) Usia
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
b. Ulkus
Apabila pada seseorang penderita kencing manis kadar
glukosa darahnya tinggi dalam jangka waktu yang lama, maka akan
timbul
komplikasi
menahun
kronis
yang
mengenai
mata
menyebabkan gangguan rasa dan gangguan bila mengenai ginjal
menyebabkan gangguan fungsi ginjal. (Cahyono, 2007)
Adapun gambaran luka pada penderita kencing manis dapat
berupa :(Cahyono, 2007). Demopati kelainan kulit berupa bercakbercak hitam didaerah tulang kering), selulitis (peradangan dan
inveksi kulit, nekrobiosisi lipiodika deabetik (infeksi pada tulang)dan
gangren atau luka kehitaman dan berbau busuk.
Adapun beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus
diabetik yaitu:(Cahyono, 2007)
1) Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik adalah kelainan urat saraf akibat Diabete
Melitus karena tinggi kadar dalam darah yang bisa merusak urat
saraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa
nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami trauma
kadang-kadang tidak terasa.
22
Gejala-gejala neuropati : kesemutan, rasa panas, rasa kebal
ditelapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari.
2) Angiopati Diabetik
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita Diabetes
Melitus mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah.
Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar
pada tungkai mata tungkai akan mudah mengalami gangren
diabetik yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau
busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen
serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit
sembuh.
5. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes Melitus tipe I (Cahyono.2007).
.Pada
diabetes
tipe
ini
terdapat
ketidakmampuan
untuk
menghasilkan insulin oleh sel beta pankreas telah di hancurkan oleh
proses autonium.
Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang di samping
makanan tidak bisa di simpan di dalam hati walaupun tetap berada
dalam dalam dan menimbulkan hiperglikemia posprandial atau sesudah
makan.
Jika konstrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak bisa
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, hasilnya
glukosa tersebut muncul dalam urine. Ketika glukosa yang berlebihan
23
dieksresikan ke dalam urine, eksresi ini mau diikuti pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini dinamakan diuresis osmotik,
sebagai akibat dari kehilangan nya cairan yang berlebihan, pasien
pasien mau mengalami peningkatan dalam berkemih atau poliuria dan
rasa haus atau polidipsia.
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien bisa
mengalami
menurunnya
peningkatan
simpanan
selera
kalori.
makan
atau
Gejala-gejala
Polifagia
lainnya
akibat
mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam kondisi normal insulin mengendalikan glikogenolisis
pemecahan
glukosa
yang
disimpan
dan
glukoneogenesis
pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini mau terjadi
tiada hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu mau terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yangmerupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya bisa menyebabkan gejalagejala dan gejala-gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan
bila tidak ditangani mau mengakibatkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian.
24
Patofisiologi Diabetes Tipe II. (Cahyono.2007).
Pada
diabetes
tipe
II
terdapat
dua
kasus
utama
yang
berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin mau terikat dgn reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II diikuti
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk menangani retensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yg
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, kondisi ini
terjadi akibat sekresi insulin yg berlebihan dan kadar glukosa mau
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan mau insulin, maka kadar glukosa mau
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
25
Kerusakan
integritas
Jaringan
Gambar 2.2
Patofisiologi
Sumber : (Cahyono, 2007)
26
6. Manisfestasi Klinis
Manisfestasi
Klinis
Diabetes
Melitus
dikaitkan
dengan
konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma
puasa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.
Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini
maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluarab urin (poliuri) dan timbul rasa
haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien
mengalami kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar
(polifagi) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
Pasien mengeluh lelah dan mengantuk (Tarwoto, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperhatikan gejala
yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, turunnya berat badan, polifagi,
lemah, samnolen yang terjadi selama beberapa hari atau seminggu.
Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat
meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi
insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan
umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan
diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperhatikan gejala
apapun, dan diagnosa yang dibuat berdasarkan pemeriksaan darah
dilaboratorium
dan
di
lakukan
tes
toleransi
glukosa.
Pada
hiperglikemia yang lebih berat, mungkin penderita poliuri, polidipsi,
27
lemah, dan samnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis
karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya
relatip. Sejumlah insulin tetap disekreasi dan masih cukup untuk
menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak
merespon
terhadap
hiperglikemia
oral,
terapi
mungkin
diit,
atau
terhadap
diperlukan
terapi
obat-obatan
insulin
untuk
memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar
insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malah
tinggi, tetapi tetep tidak memadai untuk mempertahankan kadar
glukosa normal penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
(Tarwoto, 2012)
7. Manajemen Medik
Tujuan utama diabetes melitus adalah mencoba menormalkan
fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa darah, mencegah
komplikasi vaskuler dan neuropatik, mencegah terjadinya hipoglikemi
dan ketoasidosis. Untuik mengontrol gula darah, ada 5 faktor penting
yang harus diperhatikan yaitu : (Tarwoto, 2012)
a) Manajemen Diet Diabetes Melitus
Kontrol
nutrisi,
diet
dan
berat
badan
merupakan
dasar
penanganan pasien Diabetes Melitus. Tujuan yang paling penting
dalam manajemen nutrisi dan diet adalah mengontrol total
kebutuhan kalori tubuh, intake yang dibutuhkan, mencapai cadar
serum lipid normal. Komposisi nutrisi pada diet Diabetes Melitus
28
adalah kebutuhan kalori , karbohidrat, lemak, protein, dan serat.
Untuk menentukan status gizi dipakai rumus Bdy Mass Index
(BMI) atau Index Massa Tubuh (IMT) yaitu : (Tarwoto, 2012)
BMI atau IMT = BB (Kg)
(TB(M))2
Ketentuan :
 BB kurang
=IMT ˂ 18,5
 BB normal
=IMT 18,5 - 22,9
 BB lebih
= IMT ˃ 23
 BB dengan resiko = IMT 23 - 24,9
 Obesitas 1
= IMT 25 – 29,9
 Obesitas 2
= IMT ˃ 30
1) Kebutuhan kalori
Kebutuhan kalori tergantung dari berat badan, jenis kelamin,
usia, aktivitas fisik. Untuk menentukan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu :
Berat Badan Ideal = (TB (cm) – 100) – 10)
2) Kebutuhan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan komponen terbesar dari kalori tubuh
yaitu sekitar 50 - 60%.
3) Kebutuhan Protein
Untuk adekuatnyan cadangan protein, diperlukan kira-kira 10 20% dari kebutuhan kalori atau 0,8 g/kg/hari.
4) Kebutuhan Lemak
Kebutuhan lemak kurang dari 30% dari total kalori, sebaiknya
dari lemak nabati dan sedikit dari lemak hewani.
29
5) Kebutuhan serat
Serat dibutuhkan sekitar 20 – 35 g/hari dari berbagai bahan
makanan atau rata-rata 25 g/hari.
b) Latihan Fisik
Latihan fisik bagi penderita Diabetes Melitus sangat dibutuhkan,
karena pada saat latihan fisik energi yang di pakai adalah glukosa
dan lemak bebas. Latihan fisik bertujuan : (Tarwoto, 2012)
1) Menurunkan gula darah dengan menurunkan metabolisme
karbohidrat.
2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan
normal.
3) Meningkatkan sensitifitas insulin
4) Meningkatkan kadar HDL (Higt Density Lipoprotein) dan
menurunkan kadar trigliserida.
5) Menurunkan tekanan darah.
Jenis latihan fisik adalah olahraga seperti latihan aerobik,
jalan, lari, bersepeda, berenang. Yaitu perlu diperhatikan
dalan
latihan
fisik
Diabetes
Melitus
adalah
frekuensi,
intensitas, durasi waktu dan jenis latihan.
c) Obat-obatan
Jika pasien telah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan
jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum
baik, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik
30
oral dan suntikan. Obat hipoglikemik oral yaitu : Sulfonilurea,
Biguanid,
Inhibitor,
dan
glukosidase,
insulin
Sensitizing,
pemberian insulin dimulai dengan dosis rendah.
d) Pendidikan Kesehatan
Hal penting yang harus dilakukan pada pasien dengan Diabetes
Melitus adalah pendidikan kesehatan. Beberapa hal penting yang
perlu
disampaikan
pada
pasien
Diabetes
Melitus
adalah
:(Tarwoto, 2012)
1) Penyakit Diabetes Melitus yang meliputi pengertian, tanda dan
gejala, penyebab, patofisiologi dan tes diagnostik.
2) Diet pada pasien Diabetes Melitus.
3) Aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olahraga.
4) Pencegahan
diantaranya
terhadap
komplikasi
penatalaksanaan
Diabetes
hopoglikemia,
Melitus
pencegahan
terjadi gangren pada kaki.
5) Pemberian obat-obatan Diabetes Melitus.
6) Cara motoring dan pengukuran glikosa darah dengan secara
mandiri.
e) Monitoring Glikosa Darah
Pasien dengan Diabetes Melitus perlu diperkenalkan tanda dan
gejala hiperglikemia dan hipoglikemia serta yang paling penting
adalah bagaimana memonitor gula darah secara mandiri.
Pemeriksaan gula darah dapat dilakukan secara mandiri dengan
31
menggunakan
glikometer.
Pemeriksaan
ini
penting
untuk
memastikan glukosa darah dalam keadaan stabil.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien DM diantaranya:
(Tarwoto, 2012)
a) Pemeriksaan Gula Darah Puasa
Tujuan
: menentukan jumlah glukosa darah pada saat
puasa.
Pembatasan
: tidak makan selama 12 jam sebelum tes
biasanya jam 8 pagi sampai jam 20.
Prosedur
: darah diambil dari vena dan kirim ke
laboratorium.
b) Pemeriksaan Gula Darah Posprandial
Tujuan
: menentukan gula darah setelah makan.
Pembatasan : tidak ada .
Prosedur
:
pasien
diberi
makan
kira-kira
10
g
karbohidrat, 2 jam kemudian diambil darah dari
vena.
c) Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral
Tujuan
:
menentukan
toleransi
terhadap
respon
pemberian glikosa.
Pembatasan
: pasien tidak makan 12 jam sebelum tes dan
selama tes, boleh minum air putih, tidak
32
merokok,
kopi,
atau
minum
tes
selama
pemeriksaan.
Prosedur
: pasien diberi makan tinggi karbihidrat selama
3 hari sebelum tes, kemudian puasa selama 12
jam, ambil darah puasa dan urin untuk
pemeriksaan.
d) Pemeriksaan Glukosa Urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini
banyak dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obatobatan seperti vitamin c dan beberapa antibiotik.
e) Pemeriksaan Kolesterol dan Kadar Serum Trigliserida
f) Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)
HbA1c digunakan untuk mengkaji kontrol glukosa jangka panjang,
sehingga dapat memprediksi komplikasi.
9. Dampak
Diabetes Melitus tehadap Kebutuhan Dasar Manusia.
(Tarwoto, 2012)
a) Cairan dan Elektrolit
Hiperglikemia
meningkatkan
osmolaritas
darah
sehingga
menimbulkan dehidrasi melalui mekanisme glukosurya.
b) Kebutuhan Nutrisi
Penurunan insulin menyebabkan glikosa tidak dapat melewati
membran sel yang disebabkan oleh starpasi seluler sehingga
33
merangsang pusat lapar dihipotalamus dan menyebabkan rasa
lapar terus menerus.
c) Eliminasi
Eliminasi mengalami perubahan, baik dalam perubahan eliminasi
urine atau konstipasi. Perubahan eliminasi urine berkaitan dengan
adanya glukosurya yang disebabkan oleh yuresis osmotik
sehingga timbul poliuri.
d) Kebutuhan Aktivitas Terganggu
Defisit insulin menyebabkan penurunan pemasukan glukosa
kedalam berbagai macam jaringan periper.
e) Rasa Aman Terganggu
Adanya
peningkatan
kadar
glukosa
dalam
tubuh
akan
unik
yang
mengakibatkan mata kabur.
B. Tinjauan Teroritis Asuhan Keperawatan
Proses
keperawatan
memiliki
karakteristik
memungkinkan respon terhadap perubahan status kesehatan klien.
Karakteristik ini meliputi sipat respon keperawatan yang siklis dan
dinamis. Berpusat pada klien, masalah, pembuat keputusan, gaya,
interpersonal, dan kolaboratif, dapat diterapkan secra universal, dan
penggunaan berpikir krtitis. (Rohmah, 2009)
Menurut standar praktik keperawatan profesional di Indonesia
proses keperawatan terdiri dari 5 standar : (1) pengkajian, (2)
34
diagnosis keperawatan, (3) perencanaan. ( 4) implementasi, ( 5)
evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatau proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2008).
a. Pengumpulan data
1. Identitas
a) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
pengkajian, nomor register, diagnosa medis, dan alamat.
b) Identitas penanggung jawat meliputi : nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan klien.
2. Riwayat Penyakit
a) Keluhan Utama
Menanyakan apa yang yang dirasakan atau keluhan
yang mengganggu klien. Keluhan utama ini biasanya klien
mengeluh badan lemas napsu makan maupun minum
meningkat.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan
penjelasan
dari
permulaan
klien
merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah
35
sakit. Untuk pembelajaran bila pengkajian dilakukan tidak
bersamaan dengan saat klien masuk rumah sakit, maka
penjelasan pada riwayat penyakit sekarang dilanjutkan
sampai dengan saat mahasiswa melakukan pengkajian.
Penjelasan meliputi PQRST.(Nursalam, 2008)
P
= Paliatif. Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang
bisa memperberat? Apa yang bisa mengurangi?
Q
= Quality. Bagaimana gejala yang dirasakan? Sejauh
mana gejala dirasakan?
R
=
Region.
Dimana
gejala
dirasakan?
Apakah
menyebar?
S
= Skala. Seberapa tingkat keparahan dirasaan? Pada
skala berapa?
T
= Time. Kapan geja;a mulai timbul? Seberapa sering
gejala dirasakan? Seberapa lama gejala dirasakan?
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji penyakit yang pernah diderita klien terutama
yang berhubungan dengan penyakit Diabetes Melitus.
d) Riwayat Penyaki Keluarga
Menerangkan keadaan keluarga apakah ditemukan
penyakit yang sama, seperti yang dialami klien dan
catatlah
riwayat
adanya
keluarga
dengan
masalah
36
penyakit Diabetes Melitus dan masalah penyakit menular
atau keturunan.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik
dilakukan
dengan
melakukan
inspeksi, auskultasi, palapasi, dan perkusi. Adanpun
pengkajian fisik tersebut dilakukan secara sistematis mulai
dari kepala sampai ujug kaki.
a. Penampilan umum
Pada klien Diabetes Melitus biasanya, klien lemah,
mengalami penurunan berat badan, namun tinggi
badan tetap.
b. Tanda-tanda vital
Pada
klien
Diabetes
Melitus
tekanan
darah
meningkat, nadi normal, respirasi normal, suhu normal.
c. Sistem saraf/neurogika
Meliputi
pemeriksaan
tingkat
kesadaran
fungsi
cranial dan keluhan yang di rasakan klien berhungan
dengan fungsi persyarafan. Pada klien Diabetes Melitus
sering di temukannya adanya kesemutan, baal/mti rasa
pada tangan dan kaki.
37
1. Tes fungsi nurvus cranial
I. Olfakttorius
: Untuk penciuman
II Opituk :
: Untuk penglihatan
III. Okulomotorius
:Pergerakan
bola
mata
dan
mengkat bola mata.
IV. Troklearis
:Memutar
bola
mata
dengan
pergerakan bola mata.
V. Trigeminus
: Menutup dan membuka rahang
atas dan bawah
VI, Abdusen
:Penggoyang
sisi
mata
/menggerakan bola mata ke atas dan ke bawah
VII. Fasialis
: Muka, pergerakan dahi dan alis,
rasa
VIII.Akustikus
:Rangsangan pendengaran
IX. Glossofaringeus
: Rangsangan cita rasa
X. Vagus
: Reflek menelan
XI. Assorius
: Leher, otot leher (dapat menoleh
ke kiri dan ke kanan)
XII.Hipoglagus
: Lidah dan cita rasa
d. Sistem pernapasan
Bentuk hidung simetris,penciuman baik, pernapasan
melalui hidung, tidang terdapat cuping hidung.
38
Dada bentuk simetris, biasanya pada klien Diabetes
Melitus adanya pernafasan kusmual (nafas cepat dan
dalam).
e. Sitem cardiovaskuler
Meliputi
pemeriksaan
tekanan
darah,
pengamatan
terhadap vena jugularis yang mungkin ada pembesaran
atau tidak
f. Sistem endokrin
Meliputi pengkajian terhadap tinggi badan, pembesaran
kelenjar.
g. Sistem pencernaan
Meliputi
pemhkajian
pada
organ
seperti
mulut,
kerongkongan,abdomen, lambung, usus dan bising usus,
serta keluhan yang di rasakan klien pada sistem
pencernnaan. Oada klien Diabetes Melitus dapat di
temukan adanya mual akibat penurunan mobilisasi
gaster, penurunan berat badan.
h. Sistem Perkemihan
Pada klien Diabetes Melitus biasanya mengalami sering
berkemih (poliuri).
i. Sistem muskuloskeletal
Adanya penurunan kekuatan otot atau kelemahan, kram
otot.
39
j. Sistem integumen
Pengkajian dalam warna kulit, tekstur, turgor kulit,
kebersihan, suhu tubuh, keadaan luka bila ada, lesi,
keadaan rambut, keadaan kuku. Pada klien Diabetes
Melitus bila mengalami luka akan sulit sembuh, sehingga
akan menimbulkan ganggren.
k. Sistem genetalia
Pada genetalia dan daerah anus tidak terdapat lesi,
masa, maupun pembekakan.
c) Data Sosial
Meliputi hubungan klien dengan orang lain di lingkungan,
keluarga, perawat, serta sesama klien dan masyarakat.
d) Data Psikologis
Klien akan merasa cemas karena trauma yang dialaminya
serta
karena
penyakit
Diabetes
Melitus
yang
membutuhkan perawat yang cukup lama, sehingga
dengan klien mengalami frustasi akan keadaan dirinya
yang tidak mencapai kesembuhan.
e) Data Spiritual
Keyakinan dan kepercayaan terhadap agama dan Tuhan,
harapan dan keyakinan serta cara yang digunakan untuk
memenuhu kebutuhan secara spiritual.
40
f) Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan glukosa darah
sewaktu ˃200 mg/dl dan pemeriksaan gula darah puasa
˃126 mg/dl sudah dapat dikatakan sebagai diagnosa
Diabetes Melitus.(Mansjoer, 2007)
4. Analisa Data
Analisa data merupakan tahap penting yang kita
lakukan setelah data klien terkumpul sehingga data klien
terkumpul sehingga berguna untuk menegakkan masalah
atau kebutuhan klien (Mansjoer, 2007).
2. Diagnosa Keperawatan Pada Pasien DM
Menurut NANDA menyatakan diagnosa keperawatan adalah
klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan yang aktual atau potensial, sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam,2008)
.Menurut (Judith, 2007) diagnosa pada pasien
Diabetes
Melitus adalah:
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresus
osmotik akibat hiperglikemia.
41
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan metabolisme karbohidrat tidak adekuat.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kadar
glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada
sirkulasi.
d. Cemas
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
dan
pengetahuan tentang penyakit
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung
f. Depisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
g. Gangguan imobilitasi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah – masalah yang
diidentifikasi
pada
diagnosa
keperawatan.
Secara
tradional,
rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi
(Nursalam, 2008)
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik akibat hiperglikemia.
Tujuan
: defisit volume cairan terpenuhi.
42
Kriteria hasil
: Klien mampu mendemonstrasikan hidrasi
adekuat, dibuktikan oleh tekana darah, nadi, suhu tubuh dalam
batas normal, tidak ada tanda tanda dehidrasi, eastisitas turgor
baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan, elektrolit, Hb, dalam batas normal.
Tabel 2.1
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
akibat hiperglikemia
Intervensi
Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital, catat 1. Hipovalemia dapat dimanisfestasikan
adanya perubahan tekanan
oleh hipotensi dan takirda. Perkiraan
darah orthostatik.
berat ringannya hipovalemia dapat
dibutuhkan ketika tekanan darah
sistol pasien turun dari berbaring ke
posisi duduk.
2. Observasi pola nafas seperti 2. Paru-paru
mengeluarkan
asam
adanya pernafasan kusmaul
karbohidrat melalui pernapasan yang
atau pernapasan yang berbau
menghasilkan konpensasi alkalosis.
kotor.
Pernafasan yang berbau asetat dan
harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi.
3. Observasi suhu, warna kulit, 3. Meskipun demam, mengigil dan
atau kelembapannya.
diaforesis merupakan hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit yang kemerahan, kering
sebagai cerminan dari dehidrasi.
4. Kaji nadi perifer, pengisian 4. Merupakan indikator dari tingkat
kafiler,
turgor
kulit
dan
dehidrasi atau volume sirkulasi yang
membran mukosa.
adekuat.
5. Pantau
masukan
dan 5. Memberikan perkiraan kebutuhan
pengeluaran, catat berat jenis
akan cairan pengganti, fungsi ginjal,
urine.
dan terapi yang diberikan.
6. Ukur berat badan setiap hari.
6. Memberikan hasing pengkajian yang
terbaik dari status cairan yang
sedang nerlangsung dan selanjutnya
dalam memberikan cairan pengganti.
7. Catat hal-hal yang dilaporkan 7. Kekurangan cairan dan elektrolit
43
seperti mual, muntah, nyeri
abdomen, dan disentri lambung.
dapat mengubah motilitas lambung
yang sering kali akan menimbulkan
kekurangan cairan dan elektrolit.
(sumber : Judith, 2007)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan metabolisme karbohidrat tidak adekuat.
Tujuan
: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil
: mendemonstrasikan berat badan stabil atau
penambahan ke arah rentang atau biasanya yang diinginkan
dengan nilai laboratorium normal.
Tabel 2.2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan metabolisme karbohidrat tidak adekuat
Intervensi
1. Kaji nutrisi klien.
2. Timbang berat badan setiap
hari sesuai dengan indikasi.
3. Ukur Body Massa Indeks
pasien.
4. Identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi status nutrisi
klien.
5. Monitoring gula darah pasien
secara periodik.
Rasional
1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi
klien
2. Mengetahui
perkembngan
berat
badan klien dan salah satu indikasi
untuk menentukan diit
3. Kebutuhan nutrisi tubuh ditentukan
juga oleh BMI.
4. Banyak faktor yang mempengaruhi
status nutrisi sehingga perlu di ketahui
penyebab kurang nutrisi.
5. Perubahan kadar gula darah dapat
terjadi setiap saat serta dapat
menentukan perencanaan kebutuhan
kalori.
6. Supaya kebutuhan nutrisi terpenuhi
6. Anjurkan
klien
untuk
mengetahui diit yang sudah
diprogramkan
7. Kaji pengetahuan klien dan 7. Pasien DM rentan terjadi komplikasi
keluarga tentang diit diabetik
sehingga klien dan keluarga harus
memahami komplikasi akut dan
kronik.
8. Anjurkan
makan
dalam 8. Untuk mengurangi rasa mual bagi
44
keadaan hangat.
klien
9. Kolaborasi dengan ahli gizi 9. Sangat
bermampaat
dalam
untuk menentukan jumlah
perhitungan dan penyesuaian diet
kalori
dan
nutrisi
yang
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
dibutuhkan pasien.
10. Libatkan klien dan keluarga 10. Keluarga dan klien merupakan obyek
dalam
merencanakan
dan subyek yang dapat menentukan
kebutuhan nutrisi.
sesuai dengan sumber daya yang
dimiliki dan memberikan keyakinan
rencana program nutrisi dapat
dilaksanakan.
11. Koolaborasi
dalam 11. Pengobatan merupakan bagian yang
pemberian therapi
tidak terpisahkan dari peningkatan
status nutrisi klien.
12. Berikan
pendidikan 12. Pasien kooperatif dalam program
kesehatan tentang diet DM.
pemulihan status nutrisi.
13. Berikan
dukungan
yang 13. Memberikan motivasi dan percaya
positif jika klien mampu
diri pasien untuk tetap melaksanakan
melaksanakan program nutisi
program diet.
dengan benar.
(sumber : Judith, 2007)
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kadar
glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada
sirkulasi.
Tujuan
: integritas jaringan normal <200 mg/dl
Kriteria hasil
: klien mampu mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah / menurunkan resiko infeksi, mendemonstrasikan
teknik perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
45
Tabel 2.3
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kadar glukosa
tinggi, penurunan fungsi elektrolit, perubahan pada sirkulasi.
Intervensi
Rasional
1. Observasi tanda-tanda infeksi 1. Klien mungkin masuk dengan
dan peradangan, seperti demam,
infeksi yang biasanya mencetuskan
kemerahan, adanya pus dan
keadaan ketoasidosis atau dapat
luka, sputum purulen, urine
mengalami infeksi nosokomial.
berwarna keton atau berkabut.
2. Tingkatkan upaya pencegahan 2. Mencegah timbulnya infeksi silang.
dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan klien
termasuk kliennya sendiri.
3. Berikan perawatan luka dengan 3. Sirkulasi periper bisa terganggu
teratur dan sungguh-sungguh.
yang menempatkan klien pada
resiko terjadinya kerusakan kulit
atau infeksi.
4. Lakukan pemeriksaan kultur dan 4. Untuk mengidentifikasi organisme
sensitifitas yang sesuai dengan
sehingga dapat memilih atau
indikasi.
memberikan terapi antibiotik yang
terbaik.
5. Berikan obat antibiotik yang 5. Penanganan awal dapat membantu
sesuai.
mencegah terjadinya sepsis.
(Sumber : Judith, 2007)
d. Cemas berhubungan dengan kurang nya informasi dan pengetahuan
tentang penyakit
tujuan : rasa cemas klien dan keluarga berkurang
kriteria hasil : klien maupun keluarga mngerti dan memahami tentang
penyakit diabetes melitus
Tabel 2.4
Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan
tentang penyakit
Intervensi
1. Jalin
hubungan
percaya dengan klien
Rasional
saling 1. supaya klien mampu mengungkapkan
maslahhnya
46
2. Kaji tingkat cemas
3. Ciptakan
tenang
lingkungan
2. mengetahui sejauh mana tingkat
kecemasan yang dialami klien
yang 3. lingkungan yang tenang dan nyaman
dapat membantu mengurangi cemas
4. Jelaskan tentan penyakitnya
4. agar klien mengerti tentang penyakit
nya
(Sumber : Judith, 2007)
e. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung.
Tujuan
: rasa nyeri yang dirasakan klien dapat
berkurang
Kriteria hasil
: klien tidak mengalami rasa nyeri berlebih dan
klien merasa nyaman.
Tabel 2.5
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung
Intervensi
Rasional
1. Kaji skala nyeri klien
1. berguna
dalam
pengawasan
keefektifan obat
2. Observasi tanda-tanda vital
2. dengan menoservasi tanda-tanda vital
dapat mengetahui dan membantu
tindakan yang akan dilakukan
3. Atur posisi klien dengan 3. dengan posisi semi fowler dapat
posisi semi fowler
menghilangkan tegangan abdomen
yang
bertambah
dengan
posisi
terlentang
4. Kolaborasi
obat
sesuai 4. therapy untuk
mengurangi nyeri
advice dokter
epigastrium
(Sumber : Judith, 2007)
f. Depisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan
: depisit perawatan diri pada klien terpenuhi
Kriteria hasil
: klien merasa nyaman dan klien merasa segar
47
Tabel 2.6
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Intervensi
Rasional
1. Monitor kemampuan klien
untuk perawatan diri yang
mandiri.
2. Kaji penyebab klien tidak
melakukan perawatan diri
3. Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.
4. Dorong
klien
untuk
melakukan aktivitas seharihari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Pertimbangkan usia klien
jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari.
7. Anjurkan keluarga agar
selalu
memperhatikan
personal hygiene
(Sumber : Judith, 2007)
1. Untuk
mengetahui
sejauh
mana
kemampuan klien dalam melakukan
perawatan diri.
2. Untuk mengetahui penyebab tidak
melakukan perawata diri.
3. Untuk
memudahkan
klien
dalam
melakukan perawatan diri secara
mandiri.
4. Supaya otot-otot tidak tegang dengan
terbiasa melakukan aktivitas.
5. Upaya melatih dalam perawatan diri.
6. Untuk mencegah kelelahan.
7. Agar kebersihan klien terjaga,
mencegah terjadinya penyakit lain.
dan
g. Gangguan imobilitasi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
ekstremitas bawah.
Tujuan
: klien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas
yang optimal
Kriteria hasil
:pergerakan klien bertambah luas, klien dapat
melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan,
klien dapat memenuhi kebutuhan sendiri sesuai
dengan kemampuannya
48
Tabel 2.7
Gangguan imobilitasi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka
Intervensi
1. Kaji dan identifikasi kekuatan
otot pada kaki klien.
2. Beri
penjelasan
tentang
pentingnya melakukan aktivitas
untuk menjaga agar kadar gula
normal.
3. Anjurkan
klien
untuk
menggerakan
ekstremitas
bahwa
sesuai
dengan
kemampuan.
4. Anjurkan
keluarga
untuk
membantu klien dalam aktivitas
5. Berikan penjelasan tentang
pentingnya melakukan aktivitas
6. Berikan motivasi pada klien
untuk
melakukan
aktivitas
sesuai dengan kemampuan
7. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan.
8. Kerjasama
dengan
tim
kesehatan
lain
dalam
pemberian analgetik.
Rasional
1. Untuk mengetahui derajat kekuatan
otot-otot kaki klien.
2. Klien mengerti pentingnya aktivitas
sehingga dapat kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
3. Untuk melatih otot-otot kaki sehingga
berpungsi dengan baik.
4. Dapat membantu klien dalam
beraktivitas
5. Klien mengerti pentingnya aktivitas
6. Akan menambah semangat
keinginan untuk cepat sembuh
dan
7. Agar kebutuhan klien terpenuhi.
8. Analgetik membantu mengurangi
rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
klien melakukan aktivitas secara
bertahap.
(Sumber : Judith, 2007)
4. Pelaksanaan (implementasi)
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai
setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan kepada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu, rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien.(Nursalam,2008)
49
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Adapun
evaluasi yang menggunakan pendekatan dengan format SOAPIER
adalah : .(Rohmah, 2009).
S
: Data Subjektif, adalah perawatan menuliskan keluhan
pasien yang dirasakan setelah tindakan keperawatan.
O
:Data Objektip, adalah data berdasarkan hasil pengukuran
atau observasi perawat secara langsung kepada klien,
dan yang di rasakan klien setelah tindakan keperawatan.
A
:Analisa, adalah interpretasi dari data subyektp dan data
obyektip.
P
:Planning, adalah perencanaan yang akan dilanjutkan ,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah di tentukan sebelumnya
I
:Implementasi,
adalah
tindakan
keperawatn
yang
dilakukan sesuai dengan intruksi yang telah teridentifikasi
dalam komponen perencanaan.
R
:Reassement, adalah pengkajian ulang yang dilakukan
terhadap perencanaan setelah diketahui evaluasi, apakah
dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau
dihentikan.
50
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi memberikan catatan tentang penggunaan
proses keperawatan untuk memberikan perawatan pasien secara
individu. Dokumentasi ini merupakan persyaratan legal dalam
setiap lingkungan pelayanan kesehatan.
Catatan
perkembangan
mencerminkan
implementasi
rencana tindakan dengan mencatatkan bahwa tindakan telah
dilakukan (Rohmah, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. (2007). “Diabetes Melitus”,Available: http://fkuii.org/tikidownload wiki attachment.(Accessed: 2008, Februari 18)
Evelyn. C. P. (2009) “ anatoomi dan Fisiologi untuk para medis. Jakarta :
Gramedia.
Fransisca, K. (2012). "Awas Pankreas Rusak Dengan Penyebab
Diabetes". Jakarta: Cerdas Sehat.
Garnadi, Y. (2012). Hidup Nyaman Dengan Diabetes Melitus. Jakarta.
Guntur. (2013). "Konsep - Dasar - Ulkus - Diabetus -Melitus. diunduh
tanggal 20 Juni 2016 Pukul. 20.30 WIB, dari http://Google.co.id.
Judith. M. (2007). " Buku Saku Diagnosa keperawatan". Jakarta : EGC.
Masjoer, A. (2007). " Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Ed. III. Jakarta :
Media Aesculapius.
Nursalam. (2008). "Proses dan dokummentasi keperawatan konsep dan
praktik Edisi. II". Jakarta : Salemba Medika
Portalkesehatanku.blogspot.co.id/2013/06/Dampak-Kompliaksi-DiabetesMelitus.html. 2013 Diakses tanggal 24 Juni 2014
RSUD Ciamis. (2016). Laporan 10 Besar Penyakit di Ruang Kenanga
dari Bulan Januari sampai dengan Mei 2016. RSUD Ciamis
Rohmah, N. (2009). "Proses keperawatan Teori dan Aplikasi". Yogyakarta:
Ar-Ruz Media.
Tarwoto., dkk. (2012). “Keperawataan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Endokrin”. Jakarta : Trans Info Media.
(http://www.depkes.go.id/article/view/13010100001/profil-visi-danmisi.html#sthash.e5M8aC2x.dpuf) Diakses tanggal 24 Juni 2016.
http://rudicareaboutdiabetes.blogspot.co.id/_04_01_archive.html
tanggal 24 Juni 2016
Diakses
Download