ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 17-21 Juni 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan DI STIKes Muhammadiyah Ciamis Disusun oleh: Wendi Kurniawan NIM. 13DP277053 PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 17 S.D 21 JUNI 2016.1 Wendi Kurniawan2, H. Rudi Kurniawan, Ners.,M.Kep3 ABSTRAK Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Ciamis dari bulan Januari sampai dengan Mei 2016, penyakit Diabetes melitus berada dalam urutan 10 besar penyakit di ruang Kenanga. Tujuan penulis karya tulis ilmiah ini adalah mampu melakukan asuhan keperawatan secara langsung dan komperehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien Diabetes Melitus. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan teknik studi kasus dengan cara : observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Asuhan keperawatan yang dilakukan dengan cara pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaa, pelaksanaan, dan evaluasi. Diabetes Melitus adalah abnormalitas hormon insulin yang ditandai dengan kadar gula (glukosa) meningkat dari batas normal. Setelah dilakukan pengkajian, muncul masalah yang ditemukan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan, nyeri epigastrium, gangguan aktivitas, resiko insfeksi, cemas dan defisit perawatan diri. dalam pelaksanaan tidak semua dilakukan sesauai teori, namun prinsipnya semua dapat berjalan dengan lancar. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan penulis mengadakan kerjasama dengan perawat ruangan, klien dan keluarga klien. Penulis menggali data seoptimal mungkin sehingga masalah dapat ditemukan dan dibuat perencanaan dalam mengatasi masalah tersebut. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari sebagian masalah klien teratasi. Saran yang diberikan kepada perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, diharapkan memepertahankan serta meningkatkan kerjasama yang baik dengan klien dan keluarga maupun dengan petugas kesehatan yang lain, sehingga dapat melaksanakan dan memperlancar tindakan dalam upaya penyembuhan penyakit diabetes melitus. Kata kunci : Diabetes Melitus, Asuhan Keperwatan, Sistem Endokrin Kepustakaan : 8 buku (2006-2013) 5 website 1. 2. 3. Judul Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO merilis fakta penting mengenai diabetes melitus, yaitu 347 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes melitus dengan ekstimasi glukosa puasa ≥7.0 mmol/L atau sedang dalam pengobatan. Berdasarkan data IDF pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke 7 dari 10 besar negara dengan diabetes melitus tertinggi. Populasi penderita diabetes melitus di indonesia pada tahun 2013 mencapai 5,8% atau sekitar 8,5 juta penduduk dengan rentang usia 20-79 tahun. Proporsi jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2013 masih di dominasi oleh kaum perempuan dengan total sebesar 4,9 juta penderita atau lebih besar dari pada kaum laki-laki yakni sebesar 3,6 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2035 dengan asumsi tanpa adanya perbaikan, angka diabetes melitus di Indonesia akan meningkat sebesar 165% pada masing-masing gender (jenis kelamin). Hal ini sangat memperhatikan karena diabetes meilitus dapat meningkatkan penyakit kardiovaskuler yang akan menyebabkan kematian (http://rudicareaboutdiabetes.blogspot.co.id, 2013). Menurut data dari Diabetes Care tahun 2004 yang di rilis oleh DepKes RI diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Hasil Riset kesehatan 1 2 Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Prof. Tjandra Yoga mengatakan berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan menunjukkan 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6% (http://www.depkes.go.id). Dengan mempertimbangkan kesesuaian dan keterkaitan dengan Visi dan Misi Departemen Kesehatan serta Visi pembangunan dan Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat maka telah disusun Visi Pembangunan Ksesehatan Jawa Barat yaitu “ Tercapai Masyarakat Jawa Barat yang mandiri untuk Hidup Sehat”. Masyarakat Jawa Barat yang mandiri untuk Hidup Sehat adalah sikap dan kondisi dimana masyarakat Jawa Barat tahu, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan akibat penyakit, bencana, lingkungan dan prilaku 3 yang buruk, serta mampu memenuhi kebutuhannya untuk lebih meningkatkan kesehatannya dengan mengendalikan kemampuan dan kekuatan sendiri (Portalkesehatanku.blogspot.co.id/2013). Dampak akibat penyakit diabetes melitus memang tidak boleh kita anggap remeh. Karena bila dibiarkan penyakit kencing manis istilah yang sering digunakan di masyarakat merupakan gangguan organ tubuh yang sehat akan sedikit demi sedikit mengalami perubahan kearah yang kurang sehat. Sehingga dalam kurun waktu sekian tahun, komplikasi penyakit diabetes melitus ini bisa menterang oragan-organ lainnya yang sebelumnya sehat. Penyebab terjadinya penyakit diabetes melitus yaitu : makanan yang berlebihan, pada saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan, maka jumlah gula dibakar untuk dijadikan gerak, pada ssat hamil, kurang tidur, perokok, minuman bersoda, malas beraktivitas, teh manis, makanan berlemak (Garnadi, 2012). Diabetes melitus atau sering disebut dengan DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabakan oleh kadar glukosa darah akibatnya kekurangannya insulin pada absolut maupun relatif. Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar glukosa meningkat dan lebih dari batas normalnya. (Fransisca, 2012) Gejala diabetes melitus diantaranya glikosuria. Hal ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami kalori negatif dan berat badan berkurang. 4 Rasa lapar (polifagi) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk. Klien dengan diabetes melitus diharapkan bisa memproteksi diri dari hal kecil seperti trauma yang bisa menyebabkan luka, karena klien dengan diabetes melitus rentan terhadap penyembuhan luka yang cepat. Jika klien tidak bisa menjaga luka tersebut dengan baik atau dibiarkan, bisa menimbulkan ulkus atau gangren bisa juga timbul insfeksi pada luka tersebut (Tarwoto, 2012). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan kematian jaringan yang luas disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus bebau, ulkus dibetikum juga merupakan satu gejala klinik dan perjalanan penyakit Diabetes Melitus dengan neuropati perifer.( Guntur, 2013) Diabetes melitus ada 2 yaitu diabetes militus type 1 dan diabetes melitus type 2. Perbedaan Diabetes Melitus tipe 1 dan Diabetes Melitus tipe 2 yaitu : Diabetes Melitus tipe 1 yaitu Debetes Melitus yang tergantung pada insulin. Sedangkan, Diabetes Melitus tipe 2 yaitu Diabetes Melitus yang tidak tergantung pada insulin. Selain itu upaya pencegahan pun perlu dilakukan. Salah satunya dengan menjaga pola makan. Seperti yang telah di jelaskan dalam AlQuran Surah Al A’raf Ayat 31 tentang menjaga pola makan : 5 Artinya : “Wahai anak-anak Adam! Pakailah pakaian kamu yang indah berhias pada tiap-tiap kali kamu ke tempat ibadah (atau mengerjakan sembahyang), dan makanlah serta minumlah, dan jangan pula kamu melampaui; sesungguhnya Allah tidak suka akan orang-orang yang melampaui batas”. Dalam ayat Al-quran diatas di jelaskan bahwa kita harus menjaga pola makan yang teratur untuk bisa menjaga kesehatan tubuh yang baik dan sehat. Meskipun dilakukan pencegahan tapi tanpa dipungkiri penyakit diabetes melitus merupakan penyakit dengan angka kejadian yang tinggi di Rumah Sakit. Rumah sakit menjadi tempat pelayanan dari penyakit diabetes melitus. Salah satunya pelayanan yang dilakukan oleh RSUD Kab. Ciamis. Pelayanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Kabupaten Ciamis dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan melayani berbagai macam kasus penyakit yang banyak terjadi. Salah satunya penyakit Diabetes Melitus yang merupakan Gangguan Sistem Endokrin. Berdasarkan hasil pendataan dari Rekam Medik RSUD Ciamis penderita Diabets Melitus pada periode Januari - Juni 2016 di ruang Kenanga adalah sebagai berikut : 6 Tabel 1.1 Daftar 10 Besar Penyakit di Ruang Kenanga RSUD Kab. Ciamis Januari – Mei 2016 NO Nama Penyakit JUMLAH 1 Thypus abdominalis 126 2 Gastritis 125 3 CHF 112 4 Diare 64 5 CKD 60 6 PPOK 38 7 Phenomonia 34 8 DM 34 9 Hepatitis 32 10 Dispepsia 30 JUMLAH 697 Sumber : Rekam medic RSUD Kab. Ciamis Berdasarkan table di atas, penderita Diabetes Melitus tahun 2016 yaitu 34 orang dan menduduki peringkat ke 8 dan memerlukan penanganan tepat. Penanganan penyakit Diabetes Melitus bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi gejala, memperpanjang usia harapan hidup. Sedangkan, dampak terhadap kebutuhan dasar manusia yaitu cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, eliminasi, kebutuhan aktivitas terganggu, dan rasa aman terganggu. 7 Salah satu pelayanan yang dilakukan adalah melalui proses keperawatan, yang dituangkan dalam bentuk asuhan keperawatan, dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Dimana pada hal ini perawat harus memberi pelayanan penuh kepada klien dengan penyakit diabetes melitus. Mulai dari hal promotif dengan cara memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit diabetes melitus dan juga harus bisa memberikan upaya pencegahan/ preventif terhadap klien tersebut. Proses keperawatan yang pertama kali dilakukan adalah pengkajian. Saat dilakukan pengkajian di Ruang Kenanga RSUD Ciamis dari tanggal 17-21 Juni 2016 penulis menemukan data sebagai berikut : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan metabolisme karbohidrat tidak adekuat. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. Gangguan aktivitas berhubungan dengan gerak akibat luka di bagian ekstermitas bawah kanan. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan tentang penyakitnya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Melitus di Ruang Kenanga RSUD Ciamis Tanggal 17-21 Juni 2016”. 8 B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Penulisan karya tulis ini bertujuan agar mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komperhensif kepada pasien dengan gangguan sistem endokrin akibat diabetes melitus dan mendokumentasikannya dengan pendekatan ilmiah. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melaksanakan pengkajian yang meliputi pengumpulan data, analisa data dan menetapakan masalah keoerawatan berdasarkan prioritas. b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan Diabetes melitus. c. Mampu menyusun perencanaaan untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada dan menetapkan tujuan intervensi. d. Mampu melaksanakan tujuan keperawatan sesuai dengan perencanaan. e. Mampu mengevaluasi keberhasialan asuhan keperawatan yang telah di berikan.P f. Mendokumentasikan tahapan proses keperawatan yang telah diberikan. g. Menganalisa dan membandingkan tinjauan teoritis dengan tujuan kasus yang di dapat di lapangan. 9 C. Metode Telaahan Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan metode analitik deskriptif, dengan bentuk studi kasus, dimana disusun berupa laporan penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah : 1. Wawancara Merupakan pengumpulan data dengan menanyakan secara langsung dan terarah kepada klien, keluarga dan tim kesehatan. 2. Observasi Merupakan pengumpulan data dengan melihat secara langsung melalui pengamatan perilaku, keadaan klien, masalah keperawatan pada klien. 3. Partisipasi aktif Merupakan data dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan data dari masalah kesehatan klien, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 4. Studi Dokumentasi Merupakan pengumpulan data dengan melihat status, catatan keperawatan serta catatan kesehatan lainnya untuk dijadikan salah satu dasar dalam melakukan asuhan keperawatan. 10 5. Studi kepustakaan Merupakan metoda pengumpulan data dengan cara mengumpulkan materi yang berhubungan dengan diabetes melitus melalui membaca dan menganalisa beberapa literatur seperti yang tercantum dalam daftar pustaka. D. Sistematik Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ini penulis membaginya kedalam 4 bab yaitu: BAB I : Pendahuluan Memuat latar belakang masalah , tujuan penulisan, metoda penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teoritis Tinjauan teoritas terdiri dari ; pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi, penatalakasanaan, komplikasi diabetes melitus dan dampak diabetes melitus terhadap sistem tubuh dan asuhan keperawatan sistem endokrin akibat diabetes melitus. BAB III : Tinjauan Kasus Dan Pembahasan Mengemukakan kasus pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat diabetes melitus dan permasalahannya serta membahasnya dari mulai tahap pengkajian sampai 11 dengan tahap evaluasi dengan membandingkan kesenjangan data antara teori dengan kenyataannya. BAB IV : Kesimpulan Dan Saran Mengemukakan kesimpulan dan rekomendasi dari seluruh kegiatan asuhan keperawatan. BAB II TINJAUN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Definisi Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar glukosa meningkat dan lebih dari batas normalnya. Apabila kadar gula darah tinggi, maka air kencing pengidap diabetes dapat mengandung gula. Karena orang awam sering menyebutkan diabetes dengan istilah “kencing manis atau penyakit gula”.( Garnadi, 2012). Diabetes melitus atau sering disebut dengan DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabakan oleh kadar glukosa darah akibatnya kekurangannya insulin pada absolut maupun relatif. Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar glukosa meningkat dan lebih dari batas normalnya (Fransisca, 2012). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan kematian jaringan yang luas disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus bebau, ulkus dibetikum juga merupakan satu gejala klinik dan perjalanan penyakit Diabetes Melitus dengan neuropati perifer (Guntur, 2013). Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah keterbatasan insulin di dalam tubuh sehingga mengakibatkan kelebihan kadar glukosa di dalam darah, dalam arti lain 12 13 kadar gula dalam tubuh tidak bisa terkontrol karena kurangnya insulin di dalam tubuh. Sedangkan ulkus diabetes meletus adalah luka terbuka pada bagian kulit atau selaput lendir atau keruksakan jaringan yang disebabkan karena kelebihan kadar gula di dalam darah yang tidak bisa terkontrol oleh insulin. 2. Klasifikasi Diabetes Melitus Penyakit Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi : (Tarwoto, 2012) a) Diabetes Melitus tipe 1 atau IDDM IDDM (Insulin Depondent Diabetes Melitus) yaitu Diabetes Melitus yang bergantung insulin. Diabetes tipe ini pada 5% sampai dengan 10% penderita Diabetes Melitus. Pasien sangat tergantung insulin melalui penyuntikan untuk mengendalikan gula darah. Diabetes tipe 1 disebabkan karena karusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin. Hal ini berhubungan dengan kombinasi antara faktor genetik, imunologi dan kemungkinan lingkungan seperti virus. Ketidakkmampuan sel beta menghasilkan insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingga menimbulkan hiperglikemia. Peningkatan gula darah yang lebih dari 180mg/100ml, menyebabkan glukosa keluar melalui urin (glukosuria) hal ini disebabkan karena katidakmampuan ginjal menyerap kembali glukosa (reabsorpsi) yang telah di filtrasi melebihi ambang batas filtrasi glukosa oleh 14 glumelurus. Ketika glukosa yang berlebihan disekresi disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan karena tubulus ginjal tidak mereabsorpsi air secara optimal, keadaan ini disebut diuresis osmotik, sebagai akibat kebanyakan urin yang diproduksi maka akan mengalami peningkatan berkemih (poliuri) serta haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak dan menurunkan simpanan makanan, mengakibatkan kelapara sel dan merangsang selera makan (polifagia). b) Diabetes Melitus tipe 2 atau NIDDM NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) yaitu Diabetes Melitus yang tidak tergantung pada insulin. Kurang lebih 90 – 95% penderita Diabetes Melitus adalah tipe ini. Diabetes Melitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau akibat penurunan produksi insulin. Normalnya insulin terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel dan mulai terjadi rangkaian reaksi termasuk metabolisme glukosa. Pada Diabetes tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektip karena kurangnya insulin yang berperan dalam dalam menstimulasi glukosa masuk ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa di hati. Adanya insulin juga dapat mencegah pemecahan lemak yang menghasilkan badan keton . Disbetes Melitus tipe 2 banyak terjadi pada usia dewasa lebih dari 45 tahun, karena berkembang lambat dan terkadang tidak terdeteksi , tetapi jika gula darah tinggi baru dapat dirasakan seperti kelemahan, 15 iritabilita, poliuri, proses penyembuhan luka yang lama, infeksi vagina, kelainan penglihatan. c) Diabetes Sekunder Diabetes Sekunder yaitu Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau penyakit tertentu, misalnya penyakit pankreas (pankreatitis, neoplasma ), endokronopati (akromegali, hipertiroidisme), obat obatan atau zat kimia (glukokortikoid, hormon tiroid). d) Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Melitus Gestasional yaitu diabetes yang terjadi pada masa kehamilan, dapat didiagnosa dengan menggunakan tes toleran glukosa, terjadi pada kira kira 24 minggu kehamilan individu dengan Diabetes Melitus. 3. Anatomi Fisiologi Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda, stukturnya sangat mirip dengan kelenjar lunak (Evelyn . 2009). Panjangnya kiri-kira 15 cm, mulai dari doedunum sampai limpa dan dilukiskan terdiri atas 3 bagian, yaitu : (Evelyn, 2009). a. Kepala pankeas yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum dan yang paling praktis melingkarinya. b. Badan pankreas merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama. 16 c. Ekor pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh limpa. Pankreas terdiri dari dua jaringan, yaitu : (Evelyn , 2009) a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum. b. Pulau langerhars yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau langenhars manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dari struktur dan sipat pewarnaannya. Sel beta menyekresi insulin, sel beta menyekresi glukagon dan sel–sel delta menyekresi somatostamin. (Evelyn , 2009) Fungsi pankreas ada dua, oleh karena itu di sebut organ rangka yaitu: (Evelyn , 2009) a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah pankreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pankreas adalah : (Evelyn , 2009) 1) Amylase : menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa menjadi polisakarida dan polisakarida dijadikan disakarida kemudian dijadikan mono sakarida. 2) Tripsin : menganalisa peptone menjadi poli peptida kemudian menjadi asam amino. 3) Lipase : menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliseron gliserin. 17 b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormone dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang terbesar antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran. Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap kedalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pankreas adalah insulin dan glukagon (Evelyn . 2009). 18 Gambar 2.1 Anatomi Pankreas Sumber : Agur, (2009) 4. Etiologi a. Diabetes Melitus 1) Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik , imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan desdruksi sel beta (Cahyono, 2007). a) Faktor Genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik ini di temukan para individu yang 19 memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya 95% pasien berkulit putih dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe HLA spesipik. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Resiko meningkat sampai 10 – 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 ataupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum. (Cahyono, 2007) b) Faktor Imunologi Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara beraksi terhadap jaringan tersebut yang di anggapnya seolaholah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel pulau langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe 1. Riset dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe 1 yang baru terdiagnosa atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi memperlihatkan gejela 20 klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta. (Cahyono, 2007) c) Faktor Lingkungan Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe 1 merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentaan genetik merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe 1 merupakan hal yang secara umum dapat diterima. (Cahyono, 2007) 2) Diabetes Tipe 2 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes (Cahyono, 2007). tipe 2. Faktor-faktor ini adalah : 21 a) Usia b) Obesitas c) Riwayat keluarga b. Ulkus Apabila pada seseorang penderita kencing manis kadar glukosa darahnya tinggi dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul komplikasi menahun kronis yang mengenai mata menyebabkan gangguan rasa dan gangguan bila mengenai ginjal menyebabkan gangguan fungsi ginjal. (Cahyono, 2007) Adapun gambaran luka pada penderita kencing manis dapat berupa :(Cahyono, 2007). Demopati kelainan kulit berupa bercakbercak hitam didaerah tulang kering), selulitis (peradangan dan inveksi kulit, nekrobiosisi lipiodika deabetik (infeksi pada tulang)dan gangren atau luka kehitaman dan berbau busuk. Adapun beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik yaitu:(Cahyono, 2007) 1) Neuropati Diabetik Neuropati diabetik adalah kelainan urat saraf akibat Diabete Melitus karena tinggi kadar dalam darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. 22 Gejala-gejala neuropati : kesemutan, rasa panas, rasa kebal ditelapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. 2) Angiopati Diabetik Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita Diabetes Melitus mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar pada tungkai mata tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh. 5. Patofisiologi Patofisiologi Diabetes Melitus tipe I (Cahyono.2007). .Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin oleh sel beta pankreas telah di hancurkan oleh proses autonium. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang di samping makanan tidak bisa di simpan di dalam hati walaupun tetap berada dalam dalam dan menimbulkan hiperglikemia posprandial atau sesudah makan. Jika konstrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak bisa menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, hasilnya glukosa tersebut muncul dalam urine. Ketika glukosa yang berlebihan 23 dieksresikan ke dalam urine, eksresi ini mau diikuti pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini dinamakan diuresis osmotik, sebagai akibat dari kehilangan nya cairan yang berlebihan, pasien pasien mau mengalami peningkatan dalam berkemih atau poliuria dan rasa haus atau polidipsia. Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien bisa mengalami menurunnya peningkatan simpanan selera kalori. makan atau Gejala-gejala Polifagia lainnya akibat mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam kondisi normal insulin mengendalikan glikogenolisis pemecahan glukosa yang disimpan dan glukoneogenesis pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini mau terjadi tiada hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu mau terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yangmerupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya bisa menyebabkan gejalagejala dan gejala-gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani mau mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. 24 Patofisiologi Diabetes Tipe II. (Cahyono.2007). Pada diabetes tipe II terdapat dua kasus utama yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin mau terikat dgn reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II diikuti dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk menangani retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yg disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yg berlebihan dan kadar glukosa mau dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan mau insulin, maka kadar glukosa mau meningkat dan terjadi diabetes tipe II. 25 Kerusakan integritas Jaringan Gambar 2.2 Patofisiologi Sumber : (Cahyono, 2007) 26 6. Manisfestasi Klinis Manisfestasi Klinis Diabetes Melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluarab urin (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar (polifagi) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk (Tarwoto, 2012). Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperhatikan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, turunnya berat badan, polifagi, lemah, samnolen yang terjadi selama beberapa hari atau seminggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperhatikan gejala apapun, dan diagnosa yang dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dilaboratorium dan di lakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, mungkin penderita poliuri, polidipsi, 27 lemah, dan samnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatip. Sejumlah insulin tetap disekreasi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak merespon terhadap hiperglikemia oral, terapi mungkin diit, atau terhadap diperlukan terapi obat-obatan insulin untuk memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malah tinggi, tetapi tetep tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa normal penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. (Tarwoto, 2012) 7. Manajemen Medik Tujuan utama diabetes melitus adalah mencoba menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa darah, mencegah komplikasi vaskuler dan neuropatik, mencegah terjadinya hipoglikemi dan ketoasidosis. Untuik mengontrol gula darah, ada 5 faktor penting yang harus diperhatikan yaitu : (Tarwoto, 2012) a) Manajemen Diet Diabetes Melitus Kontrol nutrisi, diet dan berat badan merupakan dasar penanganan pasien Diabetes Melitus. Tujuan yang paling penting dalam manajemen nutrisi dan diet adalah mengontrol total kebutuhan kalori tubuh, intake yang dibutuhkan, mencapai cadar serum lipid normal. Komposisi nutrisi pada diet Diabetes Melitus 28 adalah kebutuhan kalori , karbohidrat, lemak, protein, dan serat. Untuk menentukan status gizi dipakai rumus Bdy Mass Index (BMI) atau Index Massa Tubuh (IMT) yaitu : (Tarwoto, 2012) BMI atau IMT = BB (Kg) (TB(M))2 Ketentuan : BB kurang =IMT ˂ 18,5 BB normal =IMT 18,5 - 22,9 BB lebih = IMT ˃ 23 BB dengan resiko = IMT 23 - 24,9 Obesitas 1 = IMT 25 – 29,9 Obesitas 2 = IMT ˃ 30 1) Kebutuhan kalori Kebutuhan kalori tergantung dari berat badan, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik. Untuk menentukan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu : Berat Badan Ideal = (TB (cm) – 100) – 10) 2) Kebutuhan Karbohidrat Karbohidrat merupakan komponen terbesar dari kalori tubuh yaitu sekitar 50 - 60%. 3) Kebutuhan Protein Untuk adekuatnyan cadangan protein, diperlukan kira-kira 10 20% dari kebutuhan kalori atau 0,8 g/kg/hari. 4) Kebutuhan Lemak Kebutuhan lemak kurang dari 30% dari total kalori, sebaiknya dari lemak nabati dan sedikit dari lemak hewani. 29 5) Kebutuhan serat Serat dibutuhkan sekitar 20 – 35 g/hari dari berbagai bahan makanan atau rata-rata 25 g/hari. b) Latihan Fisik Latihan fisik bagi penderita Diabetes Melitus sangat dibutuhkan, karena pada saat latihan fisik energi yang di pakai adalah glukosa dan lemak bebas. Latihan fisik bertujuan : (Tarwoto, 2012) 1) Menurunkan gula darah dengan menurunkan metabolisme karbohidrat. 2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan normal. 3) Meningkatkan sensitifitas insulin 4) Meningkatkan kadar HDL (Higt Density Lipoprotein) dan menurunkan kadar trigliserida. 5) Menurunkan tekanan darah. Jenis latihan fisik adalah olahraga seperti latihan aerobik, jalan, lari, bersepeda, berenang. Yaitu perlu diperhatikan dalan latihan fisik Diabetes Melitus adalah frekuensi, intensitas, durasi waktu dan jenis latihan. c) Obat-obatan Jika pasien telah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik 30 oral dan suntikan. Obat hipoglikemik oral yaitu : Sulfonilurea, Biguanid, Inhibitor, dan glukosidase, insulin Sensitizing, pemberian insulin dimulai dengan dosis rendah. d) Pendidikan Kesehatan Hal penting yang harus dilakukan pada pasien dengan Diabetes Melitus adalah pendidikan kesehatan. Beberapa hal penting yang perlu disampaikan pada pasien Diabetes Melitus adalah :(Tarwoto, 2012) 1) Penyakit Diabetes Melitus yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, penyebab, patofisiologi dan tes diagnostik. 2) Diet pada pasien Diabetes Melitus. 3) Aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olahraga. 4) Pencegahan diantaranya terhadap komplikasi penatalaksanaan Diabetes hopoglikemia, Melitus pencegahan terjadi gangren pada kaki. 5) Pemberian obat-obatan Diabetes Melitus. 6) Cara motoring dan pengukuran glikosa darah dengan secara mandiri. e) Monitoring Glikosa Darah Pasien dengan Diabetes Melitus perlu diperkenalkan tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia serta yang paling penting adalah bagaimana memonitor gula darah secara mandiri. Pemeriksaan gula darah dapat dilakukan secara mandiri dengan 31 menggunakan glikometer. Pemeriksaan ini penting untuk memastikan glukosa darah dalam keadaan stabil. 8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien DM diantaranya: (Tarwoto, 2012) a) Pemeriksaan Gula Darah Puasa Tujuan : menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa. Pembatasan : tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam 8 pagi sampai jam 20. Prosedur : darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium. b) Pemeriksaan Gula Darah Posprandial Tujuan : menentukan gula darah setelah makan. Pembatasan : tidak ada . Prosedur : pasien diberi makan kira-kira 10 g karbohidrat, 2 jam kemudian diambil darah dari vena. c) Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral Tujuan : menentukan toleransi terhadap respon pemberian glikosa. Pembatasan : pasien tidak makan 12 jam sebelum tes dan selama tes, boleh minum air putih, tidak 32 merokok, kopi, atau minum tes selama pemeriksaan. Prosedur : pasien diberi makan tinggi karbihidrat selama 3 hari sebelum tes, kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urin untuk pemeriksaan. d) Pemeriksaan Glukosa Urine Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obatobatan seperti vitamin c dan beberapa antibiotik. e) Pemeriksaan Kolesterol dan Kadar Serum Trigliserida f) Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c) HbA1c digunakan untuk mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi komplikasi. 9. Dampak Diabetes Melitus tehadap Kebutuhan Dasar Manusia. (Tarwoto, 2012) a) Cairan dan Elektrolit Hiperglikemia meningkatkan osmolaritas darah sehingga menimbulkan dehidrasi melalui mekanisme glukosurya. b) Kebutuhan Nutrisi Penurunan insulin menyebabkan glikosa tidak dapat melewati membran sel yang disebabkan oleh starpasi seluler sehingga 33 merangsang pusat lapar dihipotalamus dan menyebabkan rasa lapar terus menerus. c) Eliminasi Eliminasi mengalami perubahan, baik dalam perubahan eliminasi urine atau konstipasi. Perubahan eliminasi urine berkaitan dengan adanya glukosurya yang disebabkan oleh yuresis osmotik sehingga timbul poliuri. d) Kebutuhan Aktivitas Terganggu Defisit insulin menyebabkan penurunan pemasukan glukosa kedalam berbagai macam jaringan periper. e) Rasa Aman Terganggu Adanya peningkatan kadar glukosa dalam tubuh akan unik yang mengakibatkan mata kabur. B. Tinjauan Teroritis Asuhan Keperawatan Proses keperawatan memiliki karakteristik memungkinkan respon terhadap perubahan status kesehatan klien. Karakteristik ini meliputi sipat respon keperawatan yang siklis dan dinamis. Berpusat pada klien, masalah, pembuat keputusan, gaya, interpersonal, dan kolaboratif, dapat diterapkan secra universal, dan penggunaan berpikir krtitis. (Rohmah, 2009) Menurut standar praktik keperawatan profesional di Indonesia proses keperawatan terdiri dari 5 standar : (1) pengkajian, (2) 34 diagnosis keperawatan, (3) perencanaan. ( 4) implementasi, ( 5) evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatau proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008). a. Pengumpulan data 1. Identitas a) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medis, dan alamat. b) Identitas penanggung jawat meliputi : nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan klien. 2. Riwayat Penyakit a) Keluhan Utama Menanyakan apa yang yang dirasakan atau keluhan yang mengganggu klien. Keluhan utama ini biasanya klien mengeluh badan lemas napsu makan maupun minum meningkat. b) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah 35 sakit. Untuk pembelajaran bila pengkajian dilakukan tidak bersamaan dengan saat klien masuk rumah sakit, maka penjelasan pada riwayat penyakit sekarang dilanjutkan sampai dengan saat mahasiswa melakukan pengkajian. Penjelasan meliputi PQRST.(Nursalam, 2008) P = Paliatif. Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bisa memperberat? Apa yang bisa mengurangi? Q = Quality. Bagaimana gejala yang dirasakan? Sejauh mana gejala dirasakan? R = Region. Dimana gejala dirasakan? Apakah menyebar? S = Skala. Seberapa tingkat keparahan dirasaan? Pada skala berapa? T = Time. Kapan geja;a mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan? Seberapa lama gejala dirasakan? c) Riwayat Penyakit Dahulu Kaji penyakit yang pernah diderita klien terutama yang berhubungan dengan penyakit Diabetes Melitus. d) Riwayat Penyaki Keluarga Menerangkan keadaan keluarga apakah ditemukan penyakit yang sama, seperti yang dialami klien dan catatlah riwayat adanya keluarga dengan masalah 36 penyakit Diabetes Melitus dan masalah penyakit menular atau keturunan. 3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan inspeksi, auskultasi, palapasi, dan perkusi. Adanpun pengkajian fisik tersebut dilakukan secara sistematis mulai dari kepala sampai ujug kaki. a. Penampilan umum Pada klien Diabetes Melitus biasanya, klien lemah, mengalami penurunan berat badan, namun tinggi badan tetap. b. Tanda-tanda vital Pada klien Diabetes Melitus tekanan darah meningkat, nadi normal, respirasi normal, suhu normal. c. Sistem saraf/neurogika Meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran fungsi cranial dan keluhan yang di rasakan klien berhungan dengan fungsi persyarafan. Pada klien Diabetes Melitus sering di temukannya adanya kesemutan, baal/mti rasa pada tangan dan kaki. 37 1. Tes fungsi nurvus cranial I. Olfakttorius : Untuk penciuman II Opituk : : Untuk penglihatan III. Okulomotorius :Pergerakan bola mata dan mengkat bola mata. IV. Troklearis :Memutar bola mata dengan pergerakan bola mata. V. Trigeminus : Menutup dan membuka rahang atas dan bawah VI, Abdusen :Penggoyang sisi mata /menggerakan bola mata ke atas dan ke bawah VII. Fasialis : Muka, pergerakan dahi dan alis, rasa VIII.Akustikus :Rangsangan pendengaran IX. Glossofaringeus : Rangsangan cita rasa X. Vagus : Reflek menelan XI. Assorius : Leher, otot leher (dapat menoleh ke kiri dan ke kanan) XII.Hipoglagus : Lidah dan cita rasa d. Sistem pernapasan Bentuk hidung simetris,penciuman baik, pernapasan melalui hidung, tidang terdapat cuping hidung. 38 Dada bentuk simetris, biasanya pada klien Diabetes Melitus adanya pernafasan kusmual (nafas cepat dan dalam). e. Sitem cardiovaskuler Meliputi pemeriksaan tekanan darah, pengamatan terhadap vena jugularis yang mungkin ada pembesaran atau tidak f. Sistem endokrin Meliputi pengkajian terhadap tinggi badan, pembesaran kelenjar. g. Sistem pencernaan Meliputi pemhkajian pada organ seperti mulut, kerongkongan,abdomen, lambung, usus dan bising usus, serta keluhan yang di rasakan klien pada sistem pencernnaan. Oada klien Diabetes Melitus dapat di temukan adanya mual akibat penurunan mobilisasi gaster, penurunan berat badan. h. Sistem Perkemihan Pada klien Diabetes Melitus biasanya mengalami sering berkemih (poliuri). i. Sistem muskuloskeletal Adanya penurunan kekuatan otot atau kelemahan, kram otot. 39 j. Sistem integumen Pengkajian dalam warna kulit, tekstur, turgor kulit, kebersihan, suhu tubuh, keadaan luka bila ada, lesi, keadaan rambut, keadaan kuku. Pada klien Diabetes Melitus bila mengalami luka akan sulit sembuh, sehingga akan menimbulkan ganggren. k. Sistem genetalia Pada genetalia dan daerah anus tidak terdapat lesi, masa, maupun pembekakan. c) Data Sosial Meliputi hubungan klien dengan orang lain di lingkungan, keluarga, perawat, serta sesama klien dan masyarakat. d) Data Psikologis Klien akan merasa cemas karena trauma yang dialaminya serta karena penyakit Diabetes Melitus yang membutuhkan perawat yang cukup lama, sehingga dengan klien mengalami frustasi akan keadaan dirinya yang tidak mencapai kesembuhan. e) Data Spiritual Keyakinan dan kepercayaan terhadap agama dan Tuhan, harapan dan keyakinan serta cara yang digunakan untuk memenuhu kebutuhan secara spiritual. 40 f) Data Penunjang Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan glukosa darah sewaktu ˃200 mg/dl dan pemeriksaan gula darah puasa ˃126 mg/dl sudah dapat dikatakan sebagai diagnosa Diabetes Melitus.(Mansjoer, 2007) 4. Analisa Data Analisa data merupakan tahap penting yang kita lakukan setelah data klien terkumpul sehingga data klien terkumpul sehingga berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien (Mansjoer, 2007). 2. Diagnosa Keperawatan Pada Pasien DM Menurut NANDA menyatakan diagnosa keperawatan adalah klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan yang aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam,2008) .Menurut (Judith, 2007) diagnosa pada pasien Diabetes Melitus adalah: a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresus osmotik akibat hiperglikemia. 41 b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan metabolisme karbohidrat tidak adekuat. c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi. d. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan tentang penyakit e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung f. Depisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. g. Gangguan imobilitasi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka. 3. Perencanaan Keperawatan Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah – masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Secara tradional, rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2008) a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia. Tujuan : defisit volume cairan terpenuhi. 42 Kriteria hasil : Klien mampu mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dibuktikan oleh tekana darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada tanda tanda dehidrasi, eastisitas turgor baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan, elektrolit, Hb, dalam batas normal. Tabel 2.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia Intervensi Rasional 1. Pantau tanda-tanda vital, catat 1. Hipovalemia dapat dimanisfestasikan adanya perubahan tekanan oleh hipotensi dan takirda. Perkiraan darah orthostatik. berat ringannya hipovalemia dapat dibutuhkan ketika tekanan darah sistol pasien turun dari berbaring ke posisi duduk. 2. Observasi pola nafas seperti 2. Paru-paru mengeluarkan asam adanya pernafasan kusmaul karbohidrat melalui pernapasan yang atau pernapasan yang berbau menghasilkan konpensasi alkalosis. kotor. Pernafasan yang berbau asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi. 3. Observasi suhu, warna kulit, 3. Meskipun demam, mengigil dan atau kelembapannya. diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi. 4. Kaji nadi perifer, pengisian 4. Merupakan indikator dari tingkat kafiler, turgor kulit dan dehidrasi atau volume sirkulasi yang membran mukosa. adekuat. 5. Pantau masukan dan 5. Memberikan perkiraan kebutuhan pengeluaran, catat berat jenis akan cairan pengganti, fungsi ginjal, urine. dan terapi yang diberikan. 6. Ukur berat badan setiap hari. 6. Memberikan hasing pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang nerlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 7. Catat hal-hal yang dilaporkan 7. Kekurangan cairan dan elektrolit 43 seperti mual, muntah, nyeri abdomen, dan disentri lambung. dapat mengubah motilitas lambung yang sering kali akan menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit. (sumber : Judith, 2007) b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan metabolisme karbohidrat tidak adekuat. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang atau biasanya yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal. Tabel 2.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan metabolisme karbohidrat tidak adekuat Intervensi 1. Kaji nutrisi klien. 2. Timbang berat badan setiap hari sesuai dengan indikasi. 3. Ukur Body Massa Indeks pasien. 4. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi status nutrisi klien. 5. Monitoring gula darah pasien secara periodik. Rasional 1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi klien 2. Mengetahui perkembngan berat badan klien dan salah satu indikasi untuk menentukan diit 3. Kebutuhan nutrisi tubuh ditentukan juga oleh BMI. 4. Banyak faktor yang mempengaruhi status nutrisi sehingga perlu di ketahui penyebab kurang nutrisi. 5. Perubahan kadar gula darah dapat terjadi setiap saat serta dapat menentukan perencanaan kebutuhan kalori. 6. Supaya kebutuhan nutrisi terpenuhi 6. Anjurkan klien untuk mengetahui diit yang sudah diprogramkan 7. Kaji pengetahuan klien dan 7. Pasien DM rentan terjadi komplikasi keluarga tentang diit diabetik sehingga klien dan keluarga harus memahami komplikasi akut dan kronik. 8. Anjurkan makan dalam 8. Untuk mengurangi rasa mual bagi 44 keadaan hangat. klien 9. Kolaborasi dengan ahli gizi 9. Sangat bermampaat dalam untuk menentukan jumlah perhitungan dan penyesuaian diet kalori dan nutrisi yang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. dibutuhkan pasien. 10. Libatkan klien dan keluarga 10. Keluarga dan klien merupakan obyek dalam merencanakan dan subyek yang dapat menentukan kebutuhan nutrisi. sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan memberikan keyakinan rencana program nutrisi dapat dilaksanakan. 11. Koolaborasi dalam 11. Pengobatan merupakan bagian yang pemberian therapi tidak terpisahkan dari peningkatan status nutrisi klien. 12. Berikan pendidikan 12. Pasien kooperatif dalam program kesehatan tentang diet DM. pemulihan status nutrisi. 13. Berikan dukungan yang 13. Memberikan motivasi dan percaya positif jika klien mampu diri pasien untuk tetap melaksanakan melaksanakan program nutisi program diet. dengan benar. (sumber : Judith, 2007) c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi. Tujuan : integritas jaringan normal <200 mg/dl Kriteria hasil : klien mampu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi, mendemonstrasikan teknik perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. 45 Tabel 2.3 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi elektrolit, perubahan pada sirkulasi. Intervensi Rasional 1. Observasi tanda-tanda infeksi 1. Klien mungkin masuk dengan dan peradangan, seperti demam, infeksi yang biasanya mencetuskan kemerahan, adanya pus dan keadaan ketoasidosis atau dapat luka, sputum purulen, urine mengalami infeksi nosokomial. berwarna keton atau berkabut. 2. Tingkatkan upaya pencegahan 2. Mencegah timbulnya infeksi silang. dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan klien termasuk kliennya sendiri. 3. Berikan perawatan luka dengan 3. Sirkulasi periper bisa terganggu teratur dan sungguh-sungguh. yang menempatkan klien pada resiko terjadinya kerusakan kulit atau infeksi. 4. Lakukan pemeriksaan kultur dan 4. Untuk mengidentifikasi organisme sensitifitas yang sesuai dengan sehingga dapat memilih atau indikasi. memberikan terapi antibiotik yang terbaik. 5. Berikan obat antibiotik yang 5. Penanganan awal dapat membantu sesuai. mencegah terjadinya sepsis. (Sumber : Judith, 2007) d. Cemas berhubungan dengan kurang nya informasi dan pengetahuan tentang penyakit tujuan : rasa cemas klien dan keluarga berkurang kriteria hasil : klien maupun keluarga mngerti dan memahami tentang penyakit diabetes melitus Tabel 2.4 Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan tentang penyakit Intervensi 1. Jalin hubungan percaya dengan klien Rasional saling 1. supaya klien mampu mengungkapkan maslahhnya 46 2. Kaji tingkat cemas 3. Ciptakan tenang lingkungan 2. mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dialami klien yang 3. lingkungan yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi cemas 4. Jelaskan tentan penyakitnya 4. agar klien mengerti tentang penyakit nya (Sumber : Judith, 2007) e. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. Tujuan : rasa nyeri yang dirasakan klien dapat berkurang Kriteria hasil : klien tidak mengalami rasa nyeri berlebih dan klien merasa nyaman. Tabel 2.5 Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung Intervensi Rasional 1. Kaji skala nyeri klien 1. berguna dalam pengawasan keefektifan obat 2. Observasi tanda-tanda vital 2. dengan menoservasi tanda-tanda vital dapat mengetahui dan membantu tindakan yang akan dilakukan 3. Atur posisi klien dengan 3. dengan posisi semi fowler dapat posisi semi fowler menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang 4. Kolaborasi obat sesuai 4. therapy untuk mengurangi nyeri advice dokter epigastrium (Sumber : Judith, 2007) f. Depisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : depisit perawatan diri pada klien terpenuhi Kriteria hasil : klien merasa nyaman dan klien merasa segar 47 Tabel 2.6 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik Intervensi Rasional 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. 2. Kaji penyebab klien tidak melakukan perawatan diri 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas seharihari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 7. Anjurkan keluarga agar selalu memperhatikan personal hygiene (Sumber : Judith, 2007) 1. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri. 2. Untuk mengetahui penyebab tidak melakukan perawata diri. 3. Untuk memudahkan klien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri. 4. Supaya otot-otot tidak tegang dengan terbiasa melakukan aktivitas. 5. Upaya melatih dalam perawatan diri. 6. Untuk mencegah kelelahan. 7. Agar kebersihan klien terjaga, mencegah terjadinya penyakit lain. dan g. Gangguan imobilitasi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka ekstremitas bawah. Tujuan : klien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal Kriteria hasil :pergerakan klien bertambah luas, klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan, klien dapat memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kemampuannya 48 Tabel 2.7 Gangguan imobilitasi fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka Intervensi 1. Kaji dan identifikasi kekuatan otot pada kaki klien. 2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga agar kadar gula normal. 3. Anjurkan klien untuk menggerakan ekstremitas bahwa sesuai dengan kemampuan. 4. Anjurkan keluarga untuk membantu klien dalam aktivitas 5. Berikan penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas 6. Berikan motivasi pada klien untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan 7. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan. 8. Kerjasama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian analgetik. Rasional 1. Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki klien. 2. Klien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan. 3. Untuk melatih otot-otot kaki sehingga berpungsi dengan baik. 4. Dapat membantu klien dalam beraktivitas 5. Klien mengerti pentingnya aktivitas 6. Akan menambah semangat keinginan untuk cepat sembuh dan 7. Agar kebutuhan klien terpenuhi. 8. Analgetik membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih klien melakukan aktivitas secara bertahap. (Sumber : Judith, 2007) 4. Pelaksanaan (implementasi) Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan kepada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.(Nursalam,2008) 49 5. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Adapun evaluasi yang menggunakan pendekatan dengan format SOAPIER adalah : .(Rohmah, 2009). S : Data Subjektif, adalah perawatan menuliskan keluhan pasien yang dirasakan setelah tindakan keperawatan. O :Data Objektip, adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang di rasakan klien setelah tindakan keperawatan. A :Analisa, adalah interpretasi dari data subyektp dan data obyektip. P :Planning, adalah perencanaan yang akan dilanjutkan , dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah di tentukan sebelumnya I :Implementasi, adalah tindakan keperawatn yang dilakukan sesuai dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen perencanaan. R :Reassement, adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan. 50 6. Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi memberikan catatan tentang penggunaan proses keperawatan untuk memberikan perawatan pasien secara individu. Dokumentasi ini merupakan persyaratan legal dalam setiap lingkungan pelayanan kesehatan. Catatan perkembangan mencerminkan implementasi rencana tindakan dengan mencatatkan bahwa tindakan telah dilakukan (Rohmah, 2009). DAFTAR PUSTAKA Cahyono, B. (2007). “Diabetes Melitus”,Available: http://fkuii.org/tikidownload wiki attachment.(Accessed: 2008, Februari 18) Evelyn. C. P. (2009) “ anatoomi dan Fisiologi untuk para medis. Jakarta : Gramedia. Fransisca, K. (2012). "Awas Pankreas Rusak Dengan Penyebab Diabetes". Jakarta: Cerdas Sehat. Garnadi, Y. (2012). Hidup Nyaman Dengan Diabetes Melitus. Jakarta. Guntur. (2013). "Konsep - Dasar - Ulkus - Diabetus -Melitus. diunduh tanggal 20 Juni 2016 Pukul. 20.30 WIB, dari http://Google.co.id. Judith. M. (2007). " Buku Saku Diagnosa keperawatan". Jakarta : EGC. Masjoer, A. (2007). " Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Ed. III. Jakarta : Media Aesculapius. Nursalam. (2008). "Proses dan dokummentasi keperawatan konsep dan praktik Edisi. II". Jakarta : Salemba Medika Portalkesehatanku.blogspot.co.id/2013/06/Dampak-Kompliaksi-DiabetesMelitus.html. 2013 Diakses tanggal 24 Juni 2014 RSUD Ciamis. (2016). Laporan 10 Besar Penyakit di Ruang Kenanga dari Bulan Januari sampai dengan Mei 2016. RSUD Ciamis Rohmah, N. (2009). "Proses keperawatan Teori dan Aplikasi". Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Tarwoto., dkk. (2012). “Keperawataan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin”. Jakarta : Trans Info Media. (http://www.depkes.go.id/article/view/13010100001/profil-visi-danmisi.html#sthash.e5M8aC2x.dpuf) Diakses tanggal 24 Juni 2016. http://rudicareaboutdiabetes.blogspot.co.id/_04_01_archive.html tanggal 24 Juni 2016 Diakses