NILAI REFERENSI MOTION MODE (M-MODE) ECHOCARDIOGRAPHY NORMAL PADA ANJING LOKAL (Canis lupus familiaris) DEVI PARAMITHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 NILAI REFERENSI MOTION MODE (M-MODE) ECHOCARDIOGRAPHY NORMAL PADA ANJING LOKAL (Canis lupus familiaris) Oleh: DEVI PARAMITHA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK DEVI PARAMITHA. Nilai referensi motion mode (M-mode) echocardiography pada anjing lokal normal (Canis lupus familiaris). Dibimbing oleh Deni Noviana dan Retno Wulansari. Studi ini bertujuan untuk mengetahui dimensi intrakardiak, ketebalan dinding dan penghitungan yang diturunkan dari pengukuran M-mode echocardiography pada jantung anjing kampung normal dan membandingkannya dengan temuan literatur. Metode dilakukan secara langsung dengan dilakukan pemeriksaan echocardiography terhadap anjing. Dimensi jantung serta pengukuran M-mode lainnya dapat digunakan sebagai panduan dalam menentukan kerja jantung, menentukan diagnosa dan juga prognosa suatu penyakit. Meskipun pengukuran M-mode echocardiography ini diketahui sangat berguna, namun penelitian yang dilakukan dalam echocardiography anjing kampung masih sangat kurang. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keadaan normal organ kardiovaskular anjing kampung. Adapun hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan perbandingan pemeriksaan dan diagnosa penyakit jantung, serta dapat berguna sebagai studi untuk mengetahui keadaan normal organ kardiovaskular pada anjing kampung. LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Nilai Referensi Motion Mode (M-mode) Echocardiography Normal pada Anjing Lokal (Canis lupus familiaris) Nama Mahasiswa : Devi Paramitha NIM : B04052457 Disetujui : Drh. Deni Noviana, Ph.D Drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D Pembimbing I Pembimbing II Diketahui a.n. Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Wakil Dekan Dr. Nastiti Kusumorini NIP: 19621205 198703 2 001 Tanggal Lulus: PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Nilai Referensi Motion Mode (M-mode) Echocardiography Normal pada Anjing Lokal (Canis lupus familiaris)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Desember 2009 Devi Paramitha B04052457 RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Lahir di Bogor pada 22 Juni 1987. Putri dari Najmudin dan Yuyu Sriwachyuni. Penulis menghabiskan masa sekolah TK hingga SMA di Bogor. Lulus dari TK Pertiwi IV Tahun 1993. Dilanjutkan SD Pertiwi dan lulus tahun 1999. Kemudian masuk SMP Negeri 1 pada tahun yang sama dan lulus tahun 2002. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2005. Diterima di IPB melalui jalur SPMB tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Minat dan Profesi (Himpro) Satwa Liar sejak 2006 hingga 2008. Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul Nilai referensi motion mode (M-mode) echocardiography pada anjing lokal normal (Canis lupus familiaris) di bawah bimbingan Drh. Deni Noviana, Ph.D dan Drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D. PRAKATA Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Sallallahu’alaihi wa sallam. Proses penyusunan skripsi ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang tidak lepas dari dukungan banyak pihak yang telah memberikan saran, masukan, bimbingan, bantuan baik secara langsung atau tidak langsung sejak awal penulisan sampai skripsi ini terselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada : 1 Bapak Drh. Deni Noviana, Ph.D dan Ibu Drh. Retno Wulansari, MSi selaku pembimbing skripsi atas ilmu, keterampilan, nasihat, saran, kritik, serta kesabarannya dalam membimbing penulis. 2 Prof. Dr. Drh. Agik Suprayogi, MSc sebagai dosen penilai dalam seminar serta Dr. Drh. Nurhidayat, MS dan Drh. Trioso Purnawarman, MSi sebagai penguji dalam sidang atas semua masukan untuk perbaikan tulisan ini. 3 Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS selaku Pembimbing Akademik. 4 Staf Laboratorium Bedah dan Radiologi 5 Seluruh dosen dan staf FKH IPB 6 Keluarga tercinta (Mama, Papa, Kutil, Cocom dan Mami) yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan yang tak terhingga 7 Ibu Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtyas, MSc yang telah menjadi ibu kedua di kampus FKH IPB. 8 Rekan-rekan sepenilitian (Nono, Marin dan Uni Fitri) atas kerjasama, semangat dan keceriaan selama penelitian ini. 9 Zultinur Muttaqin yang telah memberikan doa, dukungan, kasih sayang, tenaga dan pikirannya. 10 Sahabat-sahabat terbaik (Cipie, Nanas, Iwied, Prista dan Mama Firda) atas kebersamaan kita yang penuh warna dalam suka dan duka. 11 Teman-teman Satli atas semua suka duka, petualangan, dan tantangan yang dialami bersama. 12 Teman-teman Goblet 42 FKH IPB 13 Semua pihak, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas dengan ridho dan surga-Nya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2009 Devi Paramitha © Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kitik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i DAFTAR GAMBAR ii DAFTAR TABEL iii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Anjing 3 Sistem Kardiovaskular 4 Echocardiography 6 Elektrokardiografi 9 BAHAN DAN METODE 12 Waktu dan Tempat Penelitian 12 Alat dan Bahan 12 Metode 13 Pemeriksaan fisik 13 Pemeriksaan elektrokardiografi 13 Pengambilan gambar 14 Interpretasi sonogram 14 Analisis Data 15 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 KESIMPULAN DAN SARAN 29 DAFTAR PUSTAKA 30 DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Alat USG dan tempat berbaring hewan khusus pemeriksaan echocardiography 13 2. Convex scanner transducer small footprint dengan gel dan alat EKG 13 3. Anjing yang dibaringkan dan penempatan probe 14 4. Posisi perhitungan parameter echocardiography 15 5. Contoh hasil rekam jantung anjing yang normal 17 6. Pencitraan M-mode echocardiography short axis view pada level LV 20 7. Posisi perhitungan LVIDd, LVIDs, IVSd, IVSs, LVWd dan LVWs 21 8. Pencitraan M-mode echocardiography short axis view pada level pangkal aorta 9. Posisi perhitungan dimensi aorta (AOD) dan atrium kiri (LAD) 25 26 10. Pencitraan M-mode echocardiography short axis view pada level katup mitral 11. Posisi perhitungan EPSS 27 28 DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Hasil pemeriksaan fisik pada anjing 16 2. Dimensi intrakardiak dan perhitungan turunannya 18 3. Ketebalan dinding jantung 20 4. Dimensi lumen aorta, atrium kiri dan mitral valve E-point to septal separation 24 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini telah menghadirkan alat-alat yang dapat mempermudah dalam menegakkan suatu diagnosa, antara lain Radiografi, Computed Tomography (CT scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), flouroscopy, dan ultrasonografi (USG) (Bartges 1997). Radiografi memberikan gambar yang detail dan sangat bagus untuk gangguan pada tulang, tetapi visualisasi jaringan lunaknya relatif kurang baik. Ultrasonografi secara khusus efektif untuk pengambilan gambar jaringan lunak untuk banyak bagian tubuh seperti rongga torak termasuk jantung dan rongga abdominal (Dik 1989). Untuk itu USG menjadi salah satu alat bantu diagnosa yang sangat penting di bidang kedokteran hewan. Teknik ini membantu dokter hewan mendapatkan informasi dengan cepat mengenai sistem tubuh secara umum dan mengetahui adanya kelainan fungsi organ. Selain itu, USG dapat digunakan untuk memberikan informasi terbaru untuk mengetahui anatomi dasar dan proses fisiologi (Goddard 1995). Salah satu penyakit yang sering menjadi perhatian pemilik anjing adalah penyakit jantung. Penyakit jantung hadir dengan gejala klinis yang bervariasi mulai dari yang tak terlihat sampai yang sangat dramatis. Penyakit jantung berpotensi mematikan jika tidak diobati, dan membutuhkan diagnosa yang dini melalui sejarah, pemeriksaan fisik, radiografi torak dan elektrokardiogram. Dengan adanya penemuan teknik echocardiography dalam ilmu klinis, dokter hewan dapat memahami perubahan patologis yang berkaitan dengan penyakit jantung (Schaer 2008). Perubahan-perubahan patologis yang dapat diketahui antara lain dilatasi cardiomyopathy, regurgitasi katup bicuspidalis atau tricuspidalis, defek ventrikular septal dan duktus arteriosus persisten (Barr 1990). Ultrasonografi telah berkembang pesat dalam dunia kedokteran hewan sejak sepuluh tahun yang lalu. Ultrasonografi bersifat non-invasif dan tidak menimbulkan reaksi ionisasi, sehingga aman bagi dokter, pasien dan klien (Barr 1990). Ultrasonografi telah dilengkapi dengan motion mode (M-mode) dan fungsi 2 Doppler. M-mode dapat menampilkan gambaran echo yang bergerak dari organ jantung. Penambahan M-mode memungkinkan untuk mendapatkan ukuran yang akurat dari kontraktilitas, ukuran ruang sistolik dan diastolik, dan ketebalan dinding jantung, sebaik pengukuran pada penyimpangan valvular (Dik 1989). Doppler echocardiography digunakan untuk mengetahui arah dan kecepatan dari aliran darah atau jaringan yang bergerak (Penninck & d’Anjou 2008). Di Indonesia anjing yang banyak dipelihara adalah anjing lokal, namun, sampai saat ini nilai fisiologis pada anjing lokal belum banyak diketahui, terutama nilai dimensi dan ketebalan jantung serta pengukuran turunannya. Referensi ilmiah yang ada diperoleh dari anjing-anjing ras dari buku teks luar negeri dan tulisan-tulisan pada jurnal-jurnal ilmiah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai referensi dimensi intrakardiak, ketebalan dinding, dimensi lumen dan perhitungan turunan dari pengukuran M-mode echocardiography normal pada anjing lokal (Canis lupus familiaris). Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan melengkapi data-data fisiologis jantung pada anjing lokal. 3 TINJAUAN PUSTAKA Anjing Anjing adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Istilah anjing mengacu pada anjing hasil domestikasi Canis lupus-familiaris. Anjing pernah diklasifikasikan sebagai Canis familiaris oleh Linnaeus pada tahun 1758. Tapi pada tahun 1993, Lembaga Smithsonian dan Asosiasi Ahli Mamalia Amerika menetapkan anjing sebagai subspesies serigala abu-abu Canis lupus (Anonim 2009). Taksonomi anjing menurut Linnaeus (1778) dalam Anonim (2009) : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Ordo : Canidae Genus : Canis Spesies : Canis lupus Subspesies : Canis lupus familiaris Anjing lokal adalah anjing yang telah lama diketahui keberadaannya tetapi galur keturunannya tidak dijaga (Boedhihartono dalam Supriadi 2004), sedangkan anjing ras didefinisikan sebagai anjing yang memiliki asal usul, jati diri dan kemurnian garis keturunan secara tersendiri serta tercatat oleh Perkumpulan Kinologi Indonesia (Sanusi dalam Chandri 2008). Anjing lokal ras adalah anjing yang keberadaannya telah lama diketahui dan terisolir di lokasi tertentu di Indonesia sehingga galur keturunannya relatif dapat dijaga, contoh anjing lokal ras Indonesia adalah anjing Kintamani (Hartiningsih et al. 1999). 4 Anjing memiliki posisi unik dalam hubungan antar spesies. Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip dengan konsep manusia tentang cinta dan persahabatan (Anonim 2009). Jika diberi kesempatan untuk hidup liar dalam kelompok, maka seperindukan anak anjing akan mengembangkan struktur sosial. Hubungan erat antara dua individu akan tumbuh, dan seluruh anggota kelompok akan bersikap loyal dan tunduk kepada hewan yang dominan. Jika seperindukan anak anjing dipisahkan cukup dini, dan anak-anak anjing tersebut diperkenalkan kepada manusia, maka kesetiaan ini akan beralih kepada manusia (Beer & Morris 2004). Sistem Kardiovaskular Jantung berada dalam rongga torak pada bagian mediastinum. Jantung karnivora berbentuk ovoid, dan pada anjing memanjang kira-kira dari intercostal ketiga sampai keenam. Sumbu memanjang jantung biasanya membentuk sudut 45 derajat terhadap sternum. Basis jantung mengarah ke kraniodorsal, dan bagian apex berada pada garis tengah pertemuan diafragma dan sternum. Sudut yang terbentuk dapat bervariasi sesuai konformasi torak; jenis anjing berdada dalam memiliki sudut yang lebih besar, dan jenis yang berdada silinder memiliki sudut yang lebih kecil (Colville & Bassert 2002). Jantung dikelilingi oleh pembungkus fibroserous yang disebut perikardium. Perikardium tipis dan terbagi menjadi perikardium parietalis dan perikardium viseralis. Perikardium parietalis adalah pembungkus bagian luar, dan perikardium viseralis membungkus jantung dan membentuk epikardium. Miokardium adalah lapisan otot di antara epikardium dan endokardium, yang merupakan membran tipis yang menutupi seluruh permukaan bagian dalam jantung. Jantung memiliki empat ruangan yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Jantung terbagi menjadi bagian kanan dan kiri oleh pemisah yang dikenal sebagai septum interatrial yang memisahkan atrium kanan dan kiri dan septum interventrikularis yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki katup-katup yang memisahkan tiap ruangan dalam jantung dan ruangan jantung dengan pembuluh darah. Atrium dan ventrikel kanan dipisahkan oleh katup atrioventrikularis, yang disebut juga katup tricuspidalis. Sedangkan katup 5 pulmonalis adalah katup berbentuk semilunar (setengah bulan) yang berfungsi mencegah mengalir kembalinya darah dari arteri pulmonalis ke ventrikel kanan, katup ini memiliki tiga katup semilunar. Katup biscuspidalis atau katup mitral memisahkan atrium dan ventrikel kiri, serta mencegah aliran darah kembali dari ventrikel ke atrium selama kontraksi ventrikel. Katup aortikus sama dengan katup pulmonalis, karena memiliki tiga katup semilunar. Nodul-nodul ditemukan di tengah sisi-sisi yang kosong dari ketiga titik tersebut, sehingga saat katup menutup terdapat bentuk yang menyerupai simbol Mercedes Benz (Colville & Bassert 2002). Jantung memompa darah dalam dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonar dalam setiap denyut (Tortora 2005). Darah yang berasal dari seluruh tubuh akan melewati dua vena besar yang disebut vena cava cranialis dan caudalis masuk ke atrium kanan. Saat ventrikel kanan berelaksasi, darah yang berada di atrium kanan mengalir menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Saat ventrikel hampir dipenuhi darah, atrium kanan akan berkontraksi mendorong darah masuk ke dalam ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan akan berkontraksi untuk mendorong darah masuk ke dalam arteri pulmonalis menuju paru-paru melalui katup pulmonar. Di dalam paru-paru, darah akan menyerap oksigen dan menukarnya dengan karbondioksida lalu darah mengalir melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri. Saat ventrikel kiri relaksasi, darah dari atrium kiri mengalir melalui katup bicuspidalis menuju ventrikel kiri. Saat ventrikel kiri hampir dipenuhi darah, atrium kiri akan berkontraksi untuk mendorong darah masuk ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri kemudian akan berkontraksi untuk mendorong darah melalui katup aortik ke dalam aorta menuju ke seluruh tubuh. Darah yang didistribusikan mengandung oksigen dan akan disuplai ke seluruh tubuh kecuali paru-paru (Calvert 2007). Siklus jantung adalah peristiwa yang berawal dari permulaan sebuah denyut jantung hingga berakhirnya denyut jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri dari dua bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah periode dimana jantung berkontraksi dan meningkatkan tekanan dalam jantung sehingga darah dapat dikeluarkan menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar. Periode dimana jantung berelaksasi dan terisi darah disebut diastol. Denyut jantung yang pertama 6 (sistol) merupakan suara menutupnya katup bicuspidalis dan tricuspidalis. Denyut jantung yang kedua (diastol) merupakan suara menutupnya katup aortik dan pulmonar (Colville & Bassert 2002). Kontraksi dan relaksasi jantung adalah respon terhadap stimulus listrik yang dihasilkan oleh bagian tertentu dari jantung yang disebut pacemaker. Sistem konduksi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu sinoatrial (SA) node, atrioventrikular (AV) node, bundel His dan serabut Purkinje. Sinoatrial node merupakan pusat yang menginisiasi denyut jantung dan juga mengatur interval antara denyut. Sinyal listrik yang dihasilkan di SA node bergerak dari satu sel ke sel lainnya ke bagian bawah jantung menuju AV node, kelompok sel yang berada di tengah jantung antara atrium dan ventrikel. Atrioventrikular node merupakan gerbang yang memperlambat arus listrik sebelum sinyal diteruskan menuju ventrikel. Perlambatan ini memastikan atrium memiliki kesempatan untuk berkontraksi penuh sebelum ventrikel terstimulir. Setelah melalui AV node, arus listrik berjalan menuju ventrikel di sepanjang berkas His yang bercabang menjadi serabut khusus kanan dan kiri yang disebut serabut Purkinje. Serabut Purkinje menempel pada dinding bagian bawah jantung. Sistem saraf otonom, mengatur SA node untuk memicu mulainya siklus jantung (Cunningham 2002). Echocardiography Echocardiography atau ultrasonografi jantung adalah teknik untuk menghasilkan citra jantung melalui gelombang ultrasound yang dipantulkan (echo). Echocardiography adalah metode yang aman, non-invasif, dan tersedia dimana-mana yang memberikan diagnosa anatomik dan hemodinamik yang pasti. Pemahaman terhadap sifat fisik dari ultrasound penting untuk melakukan pemeriksaan echocardiography dan menginterpretasikan hasil yang didapat (Willerson et al. 2007). Metode echocardiography berbeda dengan teknik abdominal dimana penempatan transduser hanya pada window yang terbatas di antara tulang rusuk dan paru-paru yang terisi udara. Keterbatasan ini membutuhkan transduser dengan footprint yang kecil. Pemeriksaan echocardiography menampilkan gambar terbaik dengan transduser sector atau curvelinear, terlebih jika dilengkapi dengan 7 teknologi phased-array. Echocardiography juga membutuhkan resolusi temporal yang tinggi, yang didapatkan dengan menurunkan kedalaman dan meminimalkan sector angle (sector width). Frekuensi transduser yang disarankan yaitu 8-12 MHz untuk kucing dan anjing dengan ukuran kecil, 3-8 MHz untuk anjing dengan bobot berkisar 5-40 kg, dan 2-4 MHz untuk anjing besar (>40 kg). Axis sentral ventrikel kiri (left ventricular -LV) dapat dibayangkan sebagai garis imajiner yang memanjang antara apex dan basis jantung pada bagian tengah lumen ventrikel kiri. Saat transduser diorientasikan pada scan plane atau sejajar garis axis ini, didapatkan gambaran long-axis. Jika scan plane tegak lurus garis axis, didapatkan gambaran short-axis (Penninck & d’Anjou 2008). Impedansi yang tidak sepadan dan atenuasi ultrasound oleh rusuk dan paru-paru yang berisi udara, menyebabkan echocardiography transtorak terbatas untuk akses window yang relatif kecil. Paru-paru yang berisi udara ini mengelilingi jantung pada bagian ventral torak kanan dan kiri, dengan kata lain di samping sternum (parasternal). Akses tambahan dapat diperoleh dengan posisi subcostal (subxiphoid), pengambilan gambaran jantung melalui hati dan caudal mediastinum; sudut pandang terbatas melalui arcus aorta bisa diperoleh melalui lekukan torak (posisi transduser suprasternal) (Penninck & d’Anjou 2008). Terdapat standar dalam pencitraan echocardiography, walaupun mungkin saja diperoleh jumlah yang tak terhingga dari potongan-potongan citra jantung (Goddard 1995). Standar ini ditetapkan oleh American Society of Echocardiography pada tahun 2004 (Penninck & d’Anjou 2008). 1. Right Parasternal View (RPS) Biasanya terdapat dua atau lebih ruang antar rusuk yang memungkinkan pencitraan RPS, termasuk bagian kranial yang berhubungan dengan ruang intercostal keempat dan bagian yang lebih kaudal pada intercostal kelima. Untuk citra yang cocok dengan perhitungan LV, transduser diposisikan pada ruang intercostal sehingga berkas pusat dari transduser tegak lurus pada LV long axis pada ujung leaflet katup bicuspidalis. Citra short axis didapatkan dengan memutarkan transduser sehingga potongan melintang LV sedekat mungkin dengan potongan sirkuler (Penninck & d’Anjou 2008). 8 Sudut pandang ini adalah posisi dimana bisa didapatkan pencitraan Mmode untuk pengukuran left ventricular internal dimension at end-diastole (LVIDd) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir diastol, left ventricular internal dimension at end-systole (LVIDs) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir sistol, left ventricular posterior wall thickness at end-diastole (LVWd) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir diastol, left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir sistol, interventricular septal thickness at end-diastole (IVSd) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir diastol, interventricular septal thickness at end- systole (IVSs) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir sistol, mitral valve e-point to ventricular septal separation (EPSS) yaitu jarak pembukaan leaflet anterior katup aortik dengan septa interventrikular, aortic root dimension at enddiastole (AOD) yaitu dimensi pangkal aorta saat akhir diastol dan left atrial dimension during ventricular systole (LAD) yaitu dimensi atrium kiri selama fase sistol ventrikular. Pengukuran LVID, LVW dan IVS dilakukan untuk mengetahui fungsi miokardial, kemudian didapatkan nilai fractional shortening (FS) dari perhitungan rumus : FS = (LVIDd – LVIDs)/LVIDd. Nilai ini digunakan untuk mengetahui daya kerja ventrikel. Diameter aorta (AOD) dan atrium kiri (LAD) dihitung untuk melihat daya kerja masing-masing, serta dapat dihitung rasio LAD/AOD untuk mengetahui adanya dilatasi pada atrium kiri (Penninck & d’Anjou 2008). EPSS dihitung untuk mengetahui adanya kelainan pada jantung melalui leaflet anterior katup bicuspidalis. Kelainan ini dapat berupa hipertropi ventrikel kiri, stenosis aorta (Lehmann et al. 1983) dan regurgitasi aortik (Goddard 1995). 2. Left Apical View (LAp) Citra left apical position (LAp) terbaik didapatkan dengan posisi pasien berbaring ke kiri, dengan transduser diposisikan pada bagian kiri ventral torak dari arah bawah. Hasil pencitraan apical yang sebenarnya didapat saat transduser diposisikan pada lokasi yang kaudal dan sangat ventral, mendekati posisi subcostal. Transduser diarahkan ke kranial sehingga pusat berkas ultrasound mengarah ke basis jantung sepanjang bagian tengah axis LV. Angulasi transduser 9 ke kranial dari posisi LAp akan menampilkan empat ruang jantung, dan membawa aorta masuk ke dalam scan plane sehingga memungkinkan visualisasi katup aortik. Scan plane ini memberikan citra apical five-chamber dan cocok untuk perhitungan kecepatan aliran darah aorta. Dari sudut apical four-chamber, transduser diputar 900 searah jarum jam menghasilkan apical two-chamber termasuk atrium dan ventrikel kiri (Penninck & d’Anjou 2008). 3. Left Parasternal View (LPS) Sudut pandang left parasternal view pada jantung, didapatkan dengan pasien berada dalam posisi berbaring ke kiri. Transduser diposisikan ke arah kranial jantung, pada ruang intercostal keempat sampai kelima, dan kira-kira pada pertemuan costochondral dengan arah dorsoventral. Ketika scan plane paralel dengan aorta ascendens, pemutaran probe akan memberikan potongan longitudinal dari struktur tersebut. Bagian dari ventrikel dan atrium kiri, katup bicuspidalis, dan right ventricular (RV) outflow tract dapat terlihat pada posisi ini. Sudut ini terutama sekali berguna untuk evaluasi tumor basis jantung dan RV outflow tract (Penninck & d’Anjou 2008). 4. Suprasternal dan Subcostal View Sudut pandang suprasternal memerlukan posisi transduser pada lekukan torak dengan scan plane yang berorientasi sejajar dengan sumbu sagital pasien. Sudut pandang ini sangat baik untuk pencitraan arkus aortikus dan berguna untuk perhitungan insufisiensi aorta. Sudut pandang subcostal didapatkan dengan pasien pada posisi right lateral recumbency, dengan menempatkan transduser pada processus xiphoideus dan menekannya ke abdomen sekaligus mengarahkan transduser hampir secara langsung ke kranial (Penninck & d’Anjou 2008). Elektrokardiografi (EKG) Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial atau perubahan voltase yang terdapat dalam jantung, sedangkan elektrokardiogram adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu. Dalam EKG perlu diketahui tentang sistem konduksi (listrik jantung), yang terdiri dari SA Node, AV Node, berkas His dan serabut Purkinje (Birchard & Shedding 10 2000). Elektrokardiogram adalah alat yang sangat umum digunakan untuk mendiagnosa disfungsi elektris jantung. Pada banyak aplikasi, dua atau lebih elektroda metal diaplikasikan pada permukaan kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat dalam layar atau tergambar di atas kertas (Cunningham 2002). Kegunaan EKG antara lain adalah untuk mengetahui adanya kelainan pada irama dan otot jantung, mengetahui efek obat-obat jantung, mendeteksi gangguan elektrolit dan perikarditis dan memperkirakan adanya pembesaran jantung (Birchard & Shedding 2000). Pada alat EKG (Fukuda M-E Cardisuny D300) terdapat 4 elektroda dengan warna yang berbeda, yaitu merah (RA / R) untuk kaki depan kanan, kuning (LA/ L) untuk kaki depan kiri, hijau (LF / F ) kaki belakang kiri dan hitam (RF / N) kaki belakang kanan. Pemasangan elektrode pada anjing adalah di kulit daerah siku pada setiap kaki (Cunningham 2002), sehingga diperlukan pencukuran pada daerah tersebut. Dari keempat elektroda tersebut dihasilkan limb leads yang dikelompokkan menjadi 2 sadapan menurut asal sinyal yang dihasilkan elektrodanya, yaitu sadapan bipolar (sadapan standar) dan ditandai dengan angka romawi I, II, III, dan sadapan unipolar ekstremitas (augmented extremity lead) yang ditandai dengan simbol aVR (augmented vector right), aVL (augmented vector left) dan aVF (augmented vector foot). Keenam limb leads tersebut dibagi dalam kelompok sadapan klinis dimana masing-masing sadapan merekam aktivitas elektris jantung pada perspektif yang berbeda. Sadapan ini berkaitan dengan daerah anatomis jantung untuk kepentingan pemeriksaan fisik, contohnya adalah pada acute coronary ischemia. Kelompok sadapan klinis terdiri dari kelompok sadapan inferior yang melihat aktivitas elektris pada daerah inferior jantung (permukaan yang berbatasan dengan diafragma), yaitu sadapan II, III dan aVF, serta kelompok sadapan lateral yang melihat aktivitas elektris jantung yang menguntungkan pada dinding lateral ventrikel kiri, yaitu sadapan I dan aVL. Sadapan aVR menunjukkan bagian dalam dinding endokardium ke arah permukaan atrium kanan dan memberikan perspektif yang tidak spesifik untuk ventrikel kiri sehingga sering diabaikan pada pembacaan (Nelson & Couto 1998). 11 Elektrokardiografi memberikan waktu dari kejadian elektris pada jantung. Hasil perekaman EKG berupa defleksi voltase yang disebabkan oleh adanya depolarisasi atrial dan ventrikel, serta repolarisasi ventrikel. Gelombang P menggambarkan aktivitas depolarisasi atria, arah gelombang ini selalu positif di II dan selalu negatif di aVR. Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama dari kompleks QRS, menggambarkan awal dari fase depolarisasi ventrikel, kepentingan dari gelombang ini adalah untuk mendeteksi adanya infark myokard. Gelombang R adalah defleksi positif pertama dari kompleks QRS, menggambarkan fase depolarisasi ventrikel. Gelombang S adalah defleksi negatif setelah gelombang R, menggambarkan fase depolarisasi akhir ventrikel. Gelombang T menggambarkan fase repolarisasi ventrikel (Widjaja 1990). 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Bedah dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan dan Rumah Sakit Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan yaitu dari bulan Juni sampai Juli 2009. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan adalah alat USG (Sonoscape SSI-1000), convex scanner transduser tipe small footprint dengan frekuensi 3.7-5 MHz, tempat berbaring hewan khusus pemeriksaan echocardiography, alat EKG (Fukuda M-E Cardisuny D300), termometer, stetoskop, alat cukur dan kamera digital yang digunakan untuk mendokumentasikan alat dan hewan coba. Bahan Penelitian Hewan percobaan. Hewan yang diamati pada penelitian ini adalah 9 ekor anjing lokal dewasa yang terdiri dari 4 ekor jantan dan 5 ekor betina. Anjing yang digunakan memiliki kisaran umur 2-5 tahun dan berat badan rata-rata 12.5 kg, dimana setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi menunjukkan kondisi jantung yang baik. Gel ultrasound dan EKG. Gel yang digunakan sebagai bahan media dalam penghantaran terbuat dari bahan polimer, humectants, air, parfum, dan pengawet yang tidak memberikan efek negatif pada hewan coba. 13 B A Gambar 1. (A). Alat USG (Sonoscape SSI-1000) (sumber : Anonim 2005) dan (B). tempat berbaring hewan khusus pemeriksaan echocardiography. A B Gambar 2. (A). Convex scanner transduser small footprint dengan gel dan (B). Alat EKG (Fukuda M-E Cardisuny D300). Metode Penelitian Pemeriksaan fisik. Anjing yang akan diperiksa diistirahatkan terlebih dahulu sampai tenang, kemudian dihitung umur melalui gigi, temperatur tubuh, kecepatan pulsus dan respirasi, serta auskultasi suara jantung dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan elektrokardiografi. Anjing terlebih dahulu dicukur pada bagian persendian antara os humerus dan os radius-ulna dan persendian antara os femur dan os tibia-fibula, masing-masing dilakukan pada kaki kanan dan kiri. Setelah anjing dibaringkan dengan posisi left lateral recumbency, pada kulit di bagian yang telah dicukur dipasangkan elektroda. Elektroda merah untuk kaki depan kanan, elektroda kuning untuk kaki depan kiri, elektroda hitam untuk kaki 14 belakang kanan dan elektroda hijau untuk kaki belakang kiri. Kemudian pemeriksaan dimulai dan hasil rekam jantung didapat. Pengambilan gambar. Anjing yang telah dipastikan memiliki jantung normal melalui pemeriksaan fisik dan EKG, kemudian diperiksa menggunakan echocardiography. Daerah orientasi terlebih dahulu ditentukan sebelum pemeriksaan dan dilakukan pencukuran rambut agar didapatkan gambaran ultrasound yang lebih baik. Hewan diperiksa tanpa menggunakan sedatikum dan anastetikum. Pengambilan gambar dilakukan dengan posisi hewan right lateral recumbency untuk pemeriksaan right parasternal long axis dan short axis view dengan probe yang telah diberikan gel ultrasound (Gambar 3). Interpretasi bentukan yang terdeteksi dilakukan saat itu juga (real time). Sonogram disimpan dalam bentuk gambar digital dan bentuk video pada alat USG dan hewan didokumentasikan menggunakan kamera digital. A B Gambar 3. (A). Anjing dibaringkan di atas tempat berbaring khusus pemeriksaan echocardiography dan (B). Penempatan probe untuk pengambilan gambar. Interpretasi sonogram. Ketebalan dinding dan dimensi jantung diamati langsung berdasarkan pengukuran melalui citra M-mode yang didapat dan telah diatur untuk berhenti. Parameter LVID, LVW, dan IVS diukur pada saat enddiastole (d) dan saat end-systole (s). Parameter LVIDd diukur saat akhir diastol yang bertepatan dengan dimensi internal LV yang terbesar pada ruangan LV, segera setelah onset dari kompleks QRS pada EKG, dan LVIDs diukur pada saat akhir sistol bertepatan dengan dimensi internal LV yang terkecil dan dekat dengan akhir dari gelombang T dari EKG. Parameter LVWd dan LVWs diukur pada lokasi yang sama dengan pengukuran LVIDd dan LVIDs, hanya saja dihitung 15 pada dinding ventrikel kiri yang terletak di bagian bawah dari ruang LV. Parameter IVSd dan IVSs diukur pada lokasi yang sama dengan LVID dan LVW, tetapi dilakukan pada dinding yang terdapat di bagian atas dari ruang LV. Parameter EPSS diukur pada ayunan katup bicuspidalis saat membuka dan menutup, dimana M-mode scan line yang berupa garis hijau berada di dekat ujung bicuspidalis leaflet yang membuka. Pengukuran AOD didapat pada saat akhir diastol, bertepatan dengan jarak maksimal AOD dari tranduser, dan pengukuran LAD didapat pada saat dimensi maksimumnya terjadi, bertepatan dengan akhir sistol (Gambar 4). Analisis data. Data ketebalan dinding dan dimensi jantung yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan nilai rata-rata dan standar deviasi kemudian diuji dengan menggunakan analisis statistik t-test untuk mengetahui perbedaan antara kelompok anjing jantan dan betina. Data dari keseluruhan anjing kemudian dibandingkan dengan nilai referensi anjing English Cocker Spaniel dan anjing Dachshund. A B C Gambar 4. (A). Posisi perhitungan LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs, IVSd dan IVSs, (B). Posisi perhitungan EPSS dan (C). Posisi perhitungan AOD dan LAD (Penninck & d’Anjou 2008). . 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari setiap anjing dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Fisik pada Anjing Nama Jenis Kelamin Umur (tahun) BB (kg) Suhu (oC) Pulsus (kali/menit) Napas (kali/menit) Husky ♂ 4.5 10.6 38.3 88 16 Muka Topeng ♂ 5 13 38.8 124 32 Mario ♂ 3.5 13.1 39.5 120 24 Babydoll ♂ 3 13.2 38.5 120 20 Casey ♀ 3 11 39.5 72 20 Sofie ♀ 3.5 11.2 38.9 84 24 Bellani ♀ 2.5 13.2 38.5 80 36 Jasmine ♀ 3 13.2 38.8 108 28 Sorrow ♀ 3.5 14.1 38.3 112 16 Rataan ± SD - 3.5 ± 0.8 12.5 ± 1.2 38.8 ± 0.5 100.9 ± 19.9 24 ± 6.9 Nilai Referensi - - - 38 – 39* 60 – 120* 16 – 20* * Sumber : Birchard & Sherding (2000). Hasil pemeriksaan fisik semua anjing yang digunakan pada penelitian ini tidak ada yang menunjukkan adanya kelainan. Begitu pula dengan suara jantung yang didengarkan dengan menggunakan stetoskop, tidak ditemukan adanya kelainan. Kemudian, setiap anjing yang akan diperiksa dengan USG diperiksa terlebih dahulu dengan EKG untuk mengetahui keadaan listrik jantungnya. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil pengukuran M-mode echocardiography (Tabel 2, Gambar 6), pada anjing jantan didapatkan nilai LVIDd 28.39 ± 2.22 mm dan pada anjing betina sebesar 26.28 ± 3.96 mm. Tidak ada perbedaan yang nyata dari parameter ini (P>0.05). Nilai rata-rata LVIDd pada semua anjing lokal 27.22 ± 3.30 mm sedangkan pada anjing English Cocker Spaniel menurut Gooding et al. (1986) dengan rata-rata berat badan yang sama, memiliki nilai LVIDd sebesar 33.8 ± 3.5 mm dan pada anjing Anjing Dachshund nilainya adalah 28.4 ± 3.3 mm (Cornell et al. 2004). 17 Gambar 5. Contoh hasil rekam jantung anjing normal. 18 Tabel 2. Dimensi Intrakardiak dan Perhitungan Turunannya. Nilai dinyatakan sebagai rataan ± SD. LVIDd (mm) LVIDs (mm) a Jantan a Semua Anjing a 28.39 ± 2.22 15.61 ± 1.94 0.45 ± 0.06 (26.17 – 30.61) (13.67 – 17.55) (0.39 – 0.51) a Betina FS a a 26.28 ± 3.96 16.87 ± 3.42 0.37 ± 0.05 (22.32 – 30.24) (13.45 – 20.29) (0.32 – 0.42) 27.22 ± 3.30 16.31 ± 2.78 0.41 ± 0.06 (23.92 – 30.52) (13.53 – 19.09) (0.35 – 0.47) Keterangan : LVIDd, left ventricle internal dimension at end diastole; LVIDs, left ventricle internal dimension at end-systole; FS, fractional shortening. Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata dengan selang kepercayaan: a-b 95% dan a-c 99%. Parameter LVIDs pada anjing jantan 15.61 ± 1.94 mm, sedangkan pada anjing betina didapatkan nilai 16.87 ± 3.42 mm. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dari kedua nilai ini (P>0.05). Untuk kesemua anjing didapatkan nilai LVIDs 16.31 ± 2.78 mm, sedangkan pada anjing English Cocker Spaniel nilainya adalah sebesar 22.3 ± 2.9 mm (Gooding et al. 1986) dan pada anjing Dachshund sebesar 18.8 ± 2.9 mm (Cornell et al. 2004). Posisi perhitungan untuk parameter LVID dapat dilihat pada Gambar 7. Anjing Dachshund adalah anjing yang biasa digunakan untuk berburu, sedangkan anjing English Cocker Spaniel adalah anjing pekerja yang hiperaktif dan sering juga digunakan untuk berburu (Sayer 1994). Kedua anjing ini memiliki aktivitas tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan anjing lokal yang hanya bermain di halaman. Menurut Vander et al. (1990), dalam keadaan bekerja organ tubuh membutuhkan jauh lebih banyak suplai darah dibandingkan dengan tubuh dalam keadaan istirahat. Sedangkan menurut Stepien et al. (1998), perluasan ruang ventrikel kiri berhubungan dengan peningkatan volume darah yang secara sekunder terjadi akibat kerja otot skeletal yang meningkat. Oleh karena itu, LVID pada kedua anjing tipe pekerja dan berburu tersebut lebih besar dari nilai hasil pengukuran pada anjing lokal. 19 Fraksi pemendekan (FS) pada anjing jantan diperoleh nilai 0.45 ± 0.06, pada anjing betina 0.37 ± 0.05. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dari kedua nilai tersebut. Pengukuran pada semua anjing didapatkan nilai 0.41 ± 0.06 (0.35 – 0.47), sedangkan pada anjing English Cocker Spaniel sebesar 0.34 (0.29 – 0.43) (Gooding et al. 1986) dan pada anjing Dachshund sebesar 0.34 (0.19 – 0.53) (Cornell et al. 2004). Fraksi pemendekan adalah parameter echocardiography yang paling umum dilakukan untuk melihat daya kerja ventrikel. Fraksi pemendekan adalah persentase perubahan dimensi ventrikel kiri dari fase diastol ke fase sistol (Nelson & Couto 1998) dan digunakan untuk memperkirakan kontraktilitas myokard. Hal ini hanya digunakan sebagai panduan dan sangat tergantung pada faktor pengisian yang mempengaruhi kontraksi jantung. Jika ventrikel tidak terisi secara normal selama periode diastol, maka nilai FS akan turun. Nilai FS amat sensitif terhadap perubahan dalam afterload. Peningkatan tekanan darah sistemik atau peningkatan kekakuan myokard akan menurunkan nilai FS. Nilai FS juga dapat dipengaruhi oleh denyut jantung. Rasa senang dapat meningkatkan FS sebagai hasil dari pelepasan katekolamin. Penyakit pada katup jantung akan mempengaruhi fungsi ventrikel sebelum terjadi perubahan pada kontraktilitas myokard. Jika penyakit katup ini cukup akut untuk menyebabkan volume yang berlebihan (volume overload), maka preload akan meningkat. Faktor inilah yang meningkatkan nilai FS dengan berturut-turut menurunkan dimensi sistolik dan meningkatkan dimensi diastolik. Sekali terjadi kegagalan myokard, maka nilai FS akan jatuh (Patteson 2002). Sedangkan menurut Cornell et al. (2004), FS digunakan secara luas sebagai indikator fungsi sistolik ventrikel kiri, dan nilai FS biasanya dihubungkan dengan penyakit jantung atau hipovolemia. Menurut Schille & Skrodzi (1999), FS adalah parameter yang penting untuk membedakan antara cardiomyopathy hipertropik dan dilatasi. Fraksi pemendekan pada hasil pengukuran nilainya diatas nilai kedua anjing ras, namun masih berada didalam kisaran nilai kedua anjing. Hal ini disebabkan karena nilai FS didapatkan dari perhitungan rumus yaitu : FS = (LVIDd – LVIDs)/LVIDd dan kisaran nilai pada anjing normal adalah 0.28-0.50 (Goddard 1995). Nilai FS hasil pengukuran adalah 0.41 ± 0.06 yang berarti masih dalam kisaran nilai normal. Selain itu, menurut Kayar et al. (2006), besar sampel 20 harus diperhatikan karena jumlah anjing yang digunakan mempengaruhi presisi dari kisaran. Gambar 6. Pencitraan M-mode echocardiography short axis view pada level LV. M-mode scan line adalah garis yang berwarna hijau. Tabel 3. Ketebalan Dinding Jantung. Nilai dinyatakan sebagai rataan ± SD. LVWd (mm) LVWs (mm) a Jantan a Semua Anjing IVSs (mm) a a 7.83 ± 1.46 10.50 ± 1.57 6.36 ± 0.21 9.10 ± 0.47 (6.37 – 9.29) (8.93 – 12.07) (6.15 – 6.57) (8.63 – 9.57) a Betina IVSd (mm) a a b 7.28 ± 0.59 11.12 ± 0.23 6.15 ± 0.39 8.43 ± 0.35 (6.69 – 7.87) (10.89 – 11.35) (5.76 – 6.54) (8.08 – 8.78) 7.50 ± 1.03 10.84 ± 2.02 6.39 ± 0.29 8.73 ± 0.52 (6.47 – 8.53) (8.82 – 12.86) (6.10 – 6.68) (8.21 – 9.25) Keterangan : LVWd, left ventricle wall at end-diastole; LVWs, left ventricle wall at endsystole; IVSd, interventricular septa at end-diastole; IVSs, interventricular septa at endsystole. Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata dengan selang kepercayaan: a-b 95% dan a-c 99%. 21 Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai LVWd lebih kecil dari nilai LVWs. Hal ini terjadi karena sistol merupakan fase dimana jantung mengalami kontraksi untuk memompa darah (Fox 2004), sehingga ketebalan dinding jantung yang diukur lebih besar dibanding saat diastol. Menurut Fox (2004) saat akhir diastol ventrikel kiri dipenuhi oleh darah, darah akan menekan dinding-dinding jantung sehingga saat dilakukan pengukuran nilainya lebih kecil dibandingkan nilai pengukuran saat sistol. IVSd LVIDs IVSs LVIDs LVWs LVWd Gambar 7. Posisi perhitungan LVIDd, LVIDs, IVSd, IVSs, LVWd, LVWs. Parameter LVWd pada anjing jantan 7.83 ± 1.46 mm, sedangkan pada anjing betina 7.28 ± 0.59 mm (tabel 3). Tidak ada perbedaan yang nyata pada kedua nilai ini (P>0.05). Nilai rata-rata dari pengukuran anjing lokal menunjukkan nilai LVWd 7.50 ± 1.03 mm, sedangkan pada anjing English Cocker Spaniel nilainya adalah 7.9 ± 1.2 mm (Gooding et al. 1986), dan pada anjing Dachshund nilai untuk parameter ini adalah 6.8 ± 1.3 mm (Cornell et al. 2004). Untuk LVWs pada anjing jantan didapatkan nilai sebesar 10.50 ± 1.57 mm, sedangkan pada anjing betina nilainya 11.12 ± 0.23 mm. Tidak ada perbedaan yang nyata pada parameter ini (P>0.05). Untuk kesemua anjing didapatkan nilai sebesar 10.84 ± 22 2.02 mm, pada anjing English Cocker Spaniel tidak ada data dan untuk anjing Dachshund sebesar 10.1 ± 1.4 mm (Cornell et al. 2004). Posisi perhitungan parameter LVW dan IVS dapat dilihat pada Gambar 7. Dibandingkan dengan LVID, nilai hasil pengukuran LVWd dan LVWs lebih besar daripada anjing Dachshund, dan hasil pengukuran LVWd lebih kecil daripada anjing English Cocker Spaniel. Hal ini dapat terjadi karena selain adanya faktor kebiasaan dan fungsi anjing (seperti bekerja dan berburu), juga oleh adanya perbedaan ras. Penebalan dinding ventrikel kiri adalah suatu adaptasi dari sel myokard untuk mengurangi stres pada dinding yang berkaitan dengan dilatasi ruang jantung. Namun, penebalan dinding ini tidak terjadi hanya karena adaptasi terhadap dilatasi ruang jantung saja (Stepien et al. 1998), juga dapat disebabkan oleh proses penuaan dan juga tekanan darah yang tinggi (King et al. 2002). Menurut Kayar et al. (2006), anjing dengan berat badan yang sama tetapi berbeda ras memiliki hasil pengukuran echocardiographic yang berbeda. Jika data dari ras yang berbeda-beda tersebut dikombinasikan untuk memperkirakan ukuran jantung berdasarkan berat badan anjing, hasil tersebut dapat salah dan menyesatkan. Sedangkan menurut Penninck & d’Anjou (2008), evaluasi struktur dan fungsi jantung disebabkan salah satunya oleh variasi genetik (ukuran tubuh), spesies, ras dan individual. Berdasarkan Tabel 3, nilai IVSd lebih kecil dibandingkan dengan nilai IVSs. Seperti pada parameter LVW, nilai pengukuran pada saat sistol lebih besar daripada saat diastol karena sistol merupakan fase kontraksi dimana otot pada dinding jantung akan menegang dan menebal. Menurut Fox (2004), otot jantung, sama seperti otot rangka, bergaris melintang dan berisi sarkomer yang memendek dengan pergeseran dari filamen tebal dan tipis. Selain itu, darah yang memenuhi ruang ventrikel kiri saat akhir diastol akan menekan dinding-dinding jantung dan membuatnya menjadi lebih tipis (Fox 2004). Parameter IVSd pada anjing jantan didapatkan nilai 6.36 ± 0.21 mm dan pada anjing betina 6.15 ± 0.39 mm (tabel 3), tidak ada perbedaan yang nyata dari parameter ini (P>0.05). Nilai IVSd dari kesemua anjing yang diperiksa adalah 6.39 ± 0.29 mm, sedangkan pada anjing English Cocker Spaniel nilainya adalah 23 8.2 ± 1.4 mm (Gooding et al. 1986) dan pada anjing Dachshund sebesar 7.0 ± 1.0 mm (Cornell et al. 2004). Pada parameter IVSs untuk anjing jantan didapatkan nilai 9.10 ± 0.47 mm, sedangkan untuk betina 8.43 ± 0.35 mm. Kedua nilai ini menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). Untuk IVSs dari kesemua anjing didapatkan nilai 8.73 ± 0.52 mm, pada anjing English Cocker Spaniel belum pernah dilakukan penelitian dan pada anjing Dachshund nilainya sebesar 9.5 ± 1.1 mm (Cornell et al. 2004). Pada nilai hasil pengukuran IVSd dan IVSs, keduanya sama-sama lebih kecil dibandingkan dengan nilai IVS pada anjing Dachshund dan anjing English Cocker Spaniel. Hal ini terjadi karena perbedaan aktivitas kedua ras anjing tersebut dengan anjing lokal yang digunakan. Semakin tinggi aktivitas dari sebuah sel, maka semakin besar ukuran sel tersebut. Pembesaran otot jantung merupakan suatu bentuk penyesuaian terhadap meningkatnya beban jantung, baik beban tekanan maupun beban volume, atau sebagai hasil dari pengaruh faktorfaktor neurohormonal. Pembesaran ini meliputi peningkatan volume miosit jantung karena perubahan diameter, panjang dan volume (Sanjaya dan Soerianata 2001). Menurut Goddard (1995), sel-sel pada septa interventrikular yang lebih besar sebanding dengan aktivitas jantung dan tubuh. Nilai IVS dihitung untuk melihat adanya perubahan dalam persentase ketebalan dinding jantung, dengan mengukur rasio IVS dengan LVW (nilai normalnya 1.0). Menurut Stepien et al. (1998), dilatasi ruang jantung dengan hipertropi LVW dan IVS dapat merupakan sebuah kompensasi yang disebabkan oleh stres dinding jantung yang meningkat akibat adanya dilatasi tersebut. Nilai AOD pada anjing jantan 13.70 ± 0.76 mm dan pada anjing betina 12.83 ± 1.63 mm. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dari parameter ini (P>0.05). Untuk AOD dari semua anjing didapatkan nilai 13.22 ± 1.32 mm, sedangkan pada anjing Dachshund nilainya 18.2 ± 1.8 mm (Cornell et al. 2004). Nilai LAD pada anjing jantan didapatkan sebesar 15.17 ± 0.68 mm dan anjing betina 15.75 ± 1.67 mm. Pada parameter ini pun tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05). LAD untuk semua anjing didapatkan nilai 15.49 ± 1.29 mm dan pada anjing Dachshund nilainya 16.3 ± 2.3 mm (Cornell et al. 2004). Posisi perhitungan dimensi AOD dan LAD dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. 24 Tabel 4. Dimensi Lumen Aorta, Atrium Kiri dan Mitral Valve E Point to Septal Separation. Nilai dinyatakan sebagai rataan ± SD. AOD (mm) LAD (mm) a Jantan a Semua Anjing EPSS (mm) a a 13.70 ± 0.76 15.17 ± 0.68 1.11 ± 0.05 3.87 ± 0.49 (12.94 – 14.46) (14.49 – 15.85) (1.06 – 1.16) (3.38 – 4.36) a Betina LAD/AOD a a c 12.83 ± 1.63 15.75 ± 1.67 1.23 ± 0.10 2.55 ± 0.41 (11.20 – 14.46) (14.08 – 17.42) (1.13 – 1.33) (2.14 – 2.96) 13.22 ± 1.32 15.49 ± 1.29 1.18 ± 0.10 3.14 ± 0.82 (11.90 – 14.54) (14.20 – 16.78) (1.08 – 1.28) (2.32 – 3.96) Keterangan : AOD, aortic root dimension; LAD, left atrial dimension; LAD/AOD, left atrial to aortic root ratio; EPSS, mitral valve E point to septal separation. Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata dengan selang kepercayaan: a-b 95% dan a-c 99%. Hasil pengukuran pada dimensi aorta dan atrium kiri terlihat lebih kecil dibanding dengan anjing Dachshund, hal ini terkait juga dengan aktivitas anjing Dachshund yang lebih aktif sehingga volume darahnya lebih banyak dan menghasilkan ruangan yang lebih besar (Vander et al. 1990). Pengukuran dimensi aorta ini dilakukan untuk melihat kelainan pada stroke volume dari jantung, penurunan gerakan akhir sistolik dari aorta merupakan indikasi stroke volume yang rendah (Goddard 1995). Stroke volume adalah volume darah yang dikeluarkan dari ventrikel dalam satu denyut jantung (Cunningham 2002). Stroke volume adalah pengukuran terhadap daya kerja ventrikular yang dipengaruhi oleh preload, afterload, kontraktilitas dan geometri (King et al. 2002). Ukuran atrium kiri ini relevan sebagai panduan dalam diagnosa dan prognosa, namun perhitungannya merupakan sebuah problematika karena bentuk tiga dimensinya tidak tentu. Pengukurannya dilakukan pada bagian kecil dari struktur LA yaitu left atrial appendage (LAA) (Penninck & d’Anjou 2008). Menurut Nelson & Couto (1998), penting untuk mengingat bahwa citra M-mode atrium kiri yang didapatkan biasanya pada bagian antara atrium kiri dan left auricle, terutama pada anjing. Sehingga pengukuran ini tidak mewakili ukuran atrial yang maksimal. Namun demikian, menurut Cote (2005) alasan yang umum 25 dalam penggunaan LAA ini adalah karena pada kasus arterial thromboemboli (ATE) trombus dapat tersembunyi pada ujung dari LAA. Gambar 8. Pencitraan M-mode echocardiography pada level pangkal aorta. Nilai untuk parameter rasio dimensi atrium kiri – aorta (LAD/AOD ratio) dapat dihitung pada anjing jantan 1.11 ± 0.05, pada anjing betina nilainya 1.23 ± 0.10. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dari kedua nilai tersebut (P>0.05). Perbandingan antara atrium kiri dan aorta biasanya dihitung sebagai rasio LAD/AOD, dimana nilainya berkisar antara 0.8-1.2. Jika terjadi dilatasi dari atrium kiri, maka nilai tersebut akan meningkat (Goddard 1995). Sedangkan menurut Nyland & Mattoon (2002), rasio dari diameter atrium kiri dan aorta digunakan untuk menilai ukuran atrium kiri karena penilaian berdasarkan ukuran mutlak memerlukan korelasi dengan berat badan. Pada anjing normal, rasio LAD/AOD biasanya kurang dari 1.3 – 1.4 dan sering mendekati 1.0. Menurut Penninck & d’Anjou (2008), nilai rata-rata dari rasio LAD/AOD berdasarkan pengukuran M-mode pada anjing mendekati 1.0 pada semua berat badan dengan nilai maksimum yang normal 1.4 tergantung dari ras. Sedangkan menurut Nelson & Couto (1998), rasio LAD/AOD pada anjing normal nilainya kira-kira 1/1. 26 AOD LAD Gambar 9. Posisi perhitungan dimensi aorta (AOD) dan atrium kiri (LAD). Hasil pengukuran dari rasio LAD/AOD menunjukkan nilai yang masih dalam batas normal, yaitu 1.18 ± 0.10. Nilai yang lebih besar dari 1.3 memberi kesan terjadinya dilatasi atrium kiri. Berkas ultrasound melewati LAA atau bagian kranial dari atrium kiri pada kebanyakan M-mode echocardiography anjing. Oleh karena itu, peningkatan rasio LAD/AOD dapat mengindikasikan adanya dilatasi ventrikel kiri. Nilai E point to septal separation pada anjing jantan didapatkan 3.87 ± 0.49 mm dan pada anjing betina 2.55 ± 0.41 mm, terdapat perbedaan yang nyata dari kedua nilai tersebut (P<0.01). Nilai EPSS untuk semua anjing berdasarkan pengukuran didapatkan nilai 3.14 ± 0.82 mm. Posisi perhitungan parameter EPSS dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Menurut Nyland & Mattoon (2002), nilai EPSS untuk anjing dengan berat badan 10-15 kg adalah 2 mm, namun semua pengukuran M-mode dan perhitungan turunannya berubah-ubah sesuai dengan berat badan, luas permukaan tubuh, ras dan variabel lainnya. Pengukuran M-mode juga berubah secara signifikan bersama dengan perubahan kecepatan denyut jantung, kondisi pengisian darah dan kontraktilitas jantung. Nilai EPSS biasanya 27 diukur untuk melihat adanya indikasi dilatasi ventrikel kiri (volume yang berlebihan). Jarak yang lebih dari 6 mm, sangat penting untuk diperhatikan karena mengindikasikan adanya dilatasi ventrikel kiri (Goddard 1995). Menurut Nelson & Couto (1998), E point katup bicuspidalis hewan normal jaraknya dekat dengan septa interventrikularis. Hewan dengan kontraktilitas myokardial yang kurang baik akan mengalami peningkatan nilai EPSS. Obstruksi aliran ventrikel kiri yang signifikan dapat menyebabkan leaflet anterior katup bicuspidalis terhisap ke arah septa. Gambar 10. Pencitraan echocardiography pada level katup bicuspidalis. Nilai EPSS dihitung dan dikaitkan dengan ejection fraction (EF) yaitu volume fraksi akhir diastolik yang dikeluarkan selama ventrikular sistol (Cunningham 2002) dan diukur untuk menilai efisiensi kerja jantung dalam memompa darah (King et al. 2002). Terdapat korelasi yang negatif antara EPSS dan EF. Nilai EPSS menunjukkan korelasi yang tinggi dengan EF untuk setiap lesio valvular. Parameter EPSS sangat dapat dipercaya untuk fungsi ventrikel kiri dengan stenosis aorta, tapi kegunaannya terbatas untuk penyakit regurgitasi 28 bicuspidalis dan aortik kronis (Lehmann et al.1983). Penutupan dini dari katup bicuspidalis dianggap sebagai indikasi dari kekakuan ventrikel dengan tekanan ventrikel pada akhir diastol yang tinggi. Kibasan katup bicuspidalis ini dapat menghasilkan regurgitasi aortik yang sedang sampai akut (Goddard 1995). Gambar 11. Posisi perhitungan EPSS (tanda panah). 29 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ukuran jantung antara anjing lokal jantan dan betina berbeda nyata pada parameter IVSs (P<0.05) dan EPSS (P<0.01). 2. Dimensi dan ukuran jantung pada anjing lokal lebih kecil dibandingkan dengan anjing English Cocker Spaniel dan anjing Dachshund dengan rata-rata berat badan yang sama. Saran Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang Doppler echocardiography pada anjing lokal ataupun anjing lokal ras Indonesia, untuk memperkaya dan melengkapi data-data fisiologis pada jantung, serta peningkatan keterampilan yang lebih baik dalam interpretasi dan perhitungan hasil echocardiography. 30 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Used Equipments Listing. [terhubung http//:www.kitmondo.com [2 September 2009] berkala]. Anonim. 2009. Anjing. [terhubung berkala]. http//:www.anjingkita.com [19 April 2009] Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in The Dog and Cat. Oxford : Blackwell Scientific Publications. Pp. 115-148. Bartges JW. 1997. Hematuria. Di dalam : Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC, editor. The 5 Minute Veterinary Consult : Canine and Feline. Maryland : Williams and Weilkins A Waverly Company. Pp. 77-78. Beer AJ, Morris, P. 2004. Encyclopedia of Mammals. Singapore : Grange Books. Pp. 305-306. Birchard SJ, Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. 2 nd ed. USA: WB Saunders Company. Pp.13. Calvert CA. 2007. Heart and Blood Vessel Disorders. Di dalam : Kahn CM, editor. The Merck/Merial Manual for Pet Health. USA : Merck & Co, Inc. Pp. 371-375. Chandri B. 2008. Studi kandungan Urin Anjing Kampung (Canis familiaris) Umur 3 dan 6 Bulan dengan Menggunakan Reagent Strip Test [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pp. 4. Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. USA : Mosby, Inc. Pp. 164-181. Cornell CC, Kittleson MD, Della Torre P, Haggstrom J, Lombard CW, Pedersen HD, Vollmar A, Wey A. 2004. Allometric Scalling of M-mode Variables in Normal Adult Dogs. Journal of Veterinary Internal Medicine. 18:311-321. Cote E. 2005. Echocardiography : Common Pitfalls and Practical Solutions. Clinical Techniques in Small Animal Practice. 20: 156-163. Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. USA: Saunders. Pp. 166-172; 180-182. 31 Dik KJ. 1989. Diagnostic Ultrasound in Other Areas of Veterinary Medicine. Di dalam : Taverne MAM, Willemse AH, editor. Diagnostic Ultrasound and Animal Reproduction. Netherland : Kluwer Academic Publishers. Pp. 111-112. Fox SI. 2004. Human Physiology. 8th Ed. USA : MCGraw-Hill. Pp. 353-355; 381384. Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. UK : CAB International. Hal. 131-149. Gooding JP, Robinson WF, Mews GC. 1986. Echocardiographic assessment of left ventricular dimensions in clinically normal English Cocker Spaniels. American Journal of Veterinary Research. Vol. 47 No. 5: 296-300. Hartiningsih N, Dharma DMN, Rudyanto MD. 1999. Anjing Bali, Pemuliaan dan Pelestarian. Yogyakarta: Kasinius. Kayar A, Gonul R, Or ME, Uysal A. 2006. M-mode Echocardiographic Parameters and Indices in The Normal German Shepherd Dog. Veterinary Radiology & Ultrasound. Vol. 47 No. 5:482-486. King DL, Coffin LE, Maurer MS. 2002. Myocardial Contraction Fraction: A Volumetric Index of Myocardial Shortening by Freehand ThreeDimensional Echocardiography. Journal of the American College of Cardiology. 40: 325-329. Lehmann KG, Johnson AD, Goldberger AL. 1983. Mitral Valve E point-septal Separation As An Index of Left Ventricular Function with Valvular Disease. Chest. 83:102-108. Nyland TG, Mattoon JS. 2002. Small Animal Diagnostic Ultrasound. Philadelphia : WB Saunders Company. Pp. 365-369. Nelson RW, Couto CG. 1998. Small Animal Internal Medicine. 2nd ed. USA : Mosby Inc. Pp. 34-42. Patteson M. 2002. Equine Cardiology. USA : Blackwell Publishing. Penninck D, d’Anjou, MA. 2008. Atlas of Small Animal Ultrasonography. Ed ke1. Iowa : Blackwell Publishing. Pp. 151-160; 170-174. Sanjaya W, Soerianata S. 2001. Peranan Faktor-Faktor Hemodinamik dan Non Hemodinamik Dalam Mekanisme Patogenik Hipertrofi Ventrikel Kiri. Cermin Dunia Kedokteran. No. 143: 1. Sayer A. 1994. The Complete Dog. UK : Multimedia Books Limited. Pp. 50-53. 32 Schaer M. 2008. Clinical Signs in Animal Medicine. UK : Manson Publishing. Pp. 62-63. Schille S, Skrodzki M. 1999. M-mode Echocardiographic Reference Value in Cats in The First Three Months of Life. Veterinary Radiology and Ultrasound. 40: 491-500. Stepien RL, Hinchcliff KW, Constable PD, Olson J. 1998. Effect of Endurance Training On Cardiac Morphology in Alaskan Sled Dogs. Journal of Applied Physiology. 85(4):1368-1375. Supriadi HR. 2004. Studi Identifikasi Golongan Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) dengan Metode Antibodi Monoklonal Shigeta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Bogor, Institut Pertanian Bogor. Tortora GJ. 2005. Principles of Human Anatomy. Ed ke-10. USA : John Wiley and Sons, Inc. Pp. 586. Vander AJ, Sherman JH, Luciano DS. 1990. Human Physiology. 5th Ed. USA: Oxford Illustrators Limited. Pp. 413-416. Widjaja S. 1990. EKG Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara. Pp. 10-29. Willerson T, Cohn JN, Wellens HJJ, Holmes DR, editor. 2007. Cardiovascular Medicine. 3rd ed. USA : Springer. Pp. 93.