pemetaan rawan bencana gempa bumi di kabupaten kepulauan

advertisement
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 2 Desember 2013 : 106 - 112
PEMETAAN RAWAN BENCANA GEMPA BUMI
DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
(Mapping of Earthquake Disaster-Prone in Mentawai Islands Regency)
Setyardi Pratika Mulya¹ dan Yatin Suwarno²
¹Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB
Jln. Meranti Kampus IPB Dramaga Bogor
2
Badan Informasi Geospasial
E-mail: [email protected]
Diterima (received): 10 Juli 2013;
Direvisi (revised): 16 Agustus 2013;
Disetujui dipublikasikan (accepted): 18 September 2013
ABSTRAK
Kepulauan Mentawai termasuk dalam kawasan rawan bencana, diantaranya gempa bumi, tsunami, abrasi pantai dan
tanah longsor. Daerah rawan bencana tersebut khususnya gempa bumi dapat dipetakan, sehingga dapat diketahui daerahdaerah mana yang memiliki kerawanan tinggi, sedang atau rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daerah-daerah
mana di Kabupaten Kepulauan Mentawai yang memiliki kerawanan bencana gempa bumi tinggi, sedang dan rendah.
Teknologi GIS dapat digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan melakukan “superimpose” dari beberapa parameter atau
sub faktor setelah dilakukan skoring dan pembobotan. Dari hasil pemetaan ini diketahui bahwa wilayah Kabupaten
Kepulauan Mentawai yang terdiri dari Pulau Siberut, Pulau Sipora, dan Pulau Pagai Utara dan Selatan, sebagian besar
merupakan wilayah dengan kerawanan sedang. Daerah dengan kerawanan rendah terdapat di wilayah pantai barat dan
utara bagian barat Pulau Siberut. Adapun wilayah dengan kerawanan tinggi terdapat di sepanjang pantai timur Pulau Pagai
Utara dan Selatan, sebagian kecil pantai timur bagian utara Pulau Sipora, dan sebagian kecil pantai timur bagian utara Pulau
Siberut.
Kata Kunci: pemetaan, rawan bencana, gempa bumi, Kepulauan Mentawai
ABSTRACT
Mentawai Archipelago is among the disaster-prone areas, either in the form of tectonic earthquakes, tsunamis, coastal
erosion and landslides. The disaster-prone areas, especially earthquakes can be mapped to know the region with high,
medium or low susceptibility level. The purpose of this study was to determine the level of susceptibility areas to earthquake
in Mentawai Archipelago. GIS technology was used in this research by doing superimpose of some parameters or subfactors after scoring and weighting. The results of this mapping showed that the region of the Mentawai Archipelago which
consists of Siberut Island, Sipora Island, and Pagai Island (North and South) were largely fall in medium class of
susceptibility. Areas with low susceptibility were at the west coast and north western part of Siberut Island. The areas with
high susceptibility were found along the east coast of Pagai Island (North and South), some part at the east coast of
northern Sipora Island and a small part at the east coast of north Siberut Island.
Keywords: mapping, disaster, earthquake, Mentawai Archipelago
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Sumatera terletak pada pinggiran lempeng
aktif dengan tingkat kegempaan dan aktivitas
vulkanik tinggi. Pulau ini merupakan bagian dari
Lempeng Eurasia yang bergerak sangat lambat
relatif ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar
0,4 cm/th dan berinteraksi dengan Lempeng IndoAustralia yang terletak di sebelah barat Sumatera
yang bergerak relatif ke arah utara dengan
kecepatan sekitar 7 cm/th (Minster dan Jordan,
1978 dalam Yeats, et al., 1997; Hidayati, dkk.,
2010). Penunjaman di Pulau Sumatera bersifat
oblique
membentuk
sudut
50º-65º.
Zona
penunjaman merupakan sumber gempa bumi di laut
yang berpotensi membangkitkan tsunami apabila
gempa bumi tersebut magnituda-nya besar,
106
kedalaman dangkal dengan mekanisme patahan
naik atau normal, maka akan terjadi perubahan
morfologi secara vertikal di bawah laut. Akibat dari
penunjaman lempeng tersebut terbentuk sesar di
Pulau Sumatera baik yang berada pada Zona
Prismatik Akresi (terletak di antara Zona Subduksi
dan pantai barat Sumatera) dan di daratan
Sumatera. Sesar utama di Sumatera adalah Sesar
Besar Sumatera dan Sesar Mentawai. Sesar
Mentawai terletak di laut, yaitu antara cekungan
muka dan Zona Prismatik Akresi di sebelah barat
Pulau Sumatera (Harding, 1983 dalam Hidayati dkk.,
2010).
Sejarah menunjukkan beberapa kejadian gempa
yang pernah terjadi di Pulau Sumatera, diantaranya
gempa Sumatera-Andaman (Mw=9,0) terjadi pada
tanggal 26 Desember 2004, berjarak 259 km dari
Kota Banda Aceh. Epicenter gempa tersebut berada
3,316º LU dan 95,854º BT pada kedalaman 30 km
Pemetaan Rawan Bencana Gempa Bumi ….............................................................…......................….……….(Mulya, S.P. dan Suwarno, Y.)
di bawah dasar laut. Setahun setelah kejadian itu,
28 Maret 2005, terulang lagi gempa dengan
magnitude (Mw) 8,7 yang berpusat di sekitar
Kepulauan Nias, pada koordinat 2,076º LU dan
97,013º BT dengan kedalaman 30 km di bawah
dasar laut (Delfebriyadi, 2011).
Kepulauan Mentawai termasuk dalam kawasan
yang berpotensi rawan bencana, baik berupa gempa
bumi (tektonik), gelombang besar tsunami, abrasi
pantai dan longsor. Dari 43 desa yang ada, 33 desa
diantaranya merupakan desa pesisir, yang saat ini
kawasan pesisir merupakan kawasan rawan bencana
terhadap bahaya tsunami. Sebagaimana yang telah
terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010, bencana
gempa bumi berkekuatan 7,2 SR (atau 7,5 SR
menurut USGS) telah memicu terjadinya gelombang
tsunami. Berdasarkan informasi dari BPBD Provinsi
Sumatera Barat, kedalaman gempa bumi yang
cukup dangkal dan terletak pada Zona Subduksi di
bawah dasar laut tersebut telah memicu terjadinya
gelombang tsunami dengan ketinggian gelombang
mencapai 3 m yang menghasilkan landaan tsunami
sejauh 1 km ke arah daratan (Bappeda Kabupaten
Kepulauan Mentawai, 2011; Perdana, 2011).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
daerah-daerah di Kepulauan Mentawai yang rawan
terhadap bencana gempa bumi berdasarkan skor
pembobotan dari beberapa parameter.
Daerah Penelitian
Penelitian dilaksanakan di sebagian wilayah
Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian ini tidak
menggunakan batas administrasi sebagai batas
penelitian, akan tetapi menggunakan batas
tersendiri sebagai batas penelitian.
Gambar 1
memperlihatkan lokasi penelitian yaitu di Kab.
Kepulauan Mentawai.
METODE
Ruang Lingkup
Penelitian yang lebih bersifat untuk uji metode
dengan menggunakan data Landsat ETM+ Tahun
2001 dengan asumsi bahwa semua saluran dalam citra
tersebut bagus untuk digunakan dalam penelitian yang
bersifat menguji nilai piksel. Ruang lingkup penelitian
dibatasi dalam pengambilan keputusan untuk
penurunan data penggunaan lahan yang diperoleh dari
data penutup lahan dari citra tersebut dengan
mempertimbangkan faktor ketidak-pastian dengan
menggunakan plausibility faktor (variabel kemasukakalan).
Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
citra Landsat ETM+ Tahun 2001 (tanggal
perekaman 1 Juli 2001) saluran 1,2,3,4,5, dan 7
dengan path/row 120/065. Peta Rupabumi
Indonesia skala 1:50.000 Tahun 2001, digunakan
sebagai panduan koreksi geometrik dan cek
lapangan. Dan data elevasi yang digunakan sebagai
salah satu bukti dalam Evidence Theory.
Tahap Pelaksanaan
Tahapan ini merupakan tahapan perumusan sub
faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
rawan
(ancaman) bencana gempa bumi. Sub faktor
ditentukan berdasarkan penelitian literatur. Dari
beberapa literatur yang dikaji dan didukung dengan
keberadaan data, maka ditetapkan 3 (tiga) sub
faktor yang berpengaruh terhadap bencana gempa
bumi, yaitu sebagai berikut :
a. Goncangan gempa, dengan indikator intensitas
gempa Modified Marcalli Intensity (MMI).
b. Patahan, dengan indikator jarak dari sesar aktif
(Mentawai).
c. Pusat gempa, dengan indikator jarak dari pusat
gempa (epicenter).
Penentuan Nilai Indikator
Nilai indikator ditentukan melalui proses skoring,
dengan ketentuan nilai bobot dengan diberi nilai 1,
3, dan 5. Nilai indikator 1 mengindikasikan bahwa
tingkat ancaman rendah pada setiap indikator,
sedangkan nilai bobot 5 mengindikasikan tingkat
ancaman yang tinggi. Sementara itu, untuk nilai
indikator 3 merupakan tingkat ancaman di
antaranya. Bobot setiap indikator memiliki nilai yang
sama, yaitu 3, hal ini disebabkan karena ketiga
indikator tersebut memiliki pengaruh yang sama
dalam menentukan kerawanan bencana gempa
bumi.
Gambar 1. Lokasi penelitian.
107
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 2 Desember 2013 : 104 - 109
Analisis Tingkat Rawan Bencana Gempa Bumi
Penentuan tingkat rawan bencana gempa bumi
yaitu dengan melakukan perhitungan nilai bobot
indikator, dengan cara mengalikan bobot dengan
nilai indikator. Proses ini dilakukan pada masingmasing indikator (Bappeda Provinsi DIY, 2008).
Setelah masing-masing indikator memiliki nilai
indikator, selanjutnya ketiga indikator dilakukan
overlay (tumpang susun) dan kemudian dilakukan
penjumlahan dari ketiga nilai indikator tersebut
hingga diperoleh nilai skor bahaya gempa bumi,
atau dapat ditulis menggunakan formula pada
Persamaan 1.
Hg = ((Xh1 x Bh) + (Xh2 x Bh) + (Xh3 x Bh)) ..........(1)
dimana :
Hg = Nilai Skor Bahaya Gempa bumi
Xh1 = Nilai Bobot Indikator Goncangan Gempa
Xh2 = Nilai Bobot Indikator Patahan
Xh3 = Nilai Bobot Indikator Pusat Gempa
Bh = Bobot Indikator = 3
Banyak Kelas
Menentukan tingkat rawan bencana gempa bumi
dengan teknik superimpose dan teknik skoring dari
peta-peta sub faktor yang mempengaruhi tingkat
rawan bencana (goncangan gempa, patahan dan
pusat gempa). Rumusan tingkat rawan bencana
Goncangan Gempa
Bobot = 3
Intensitas Gempa : (USGS, 2008)
·
V-VI = 1
·
VI-VII = 3
·
VII-VIII= 5
gempa bumi dilakukan dengan pengelompokkan
berdasarkan tingkatannya menurut aturan Sturges,
yaitu dengan rumus seperti pada Persamaan 2.
Berdasarkan Persamaan 2, maka kelas yang
seharusnya terbentuk sebanyak 4 kelas, namun
untuk mempermudah dalam memberikan arahan
tindakan mitigasi pada hasil akhir maka penetapan
banyaknya kelas menjadi 3 (tiga) kelas yaitu Tinggi,
Sedang, dan Rendah, dimana penentuan panjang
kelas intervalnya menggunakan rumus seperti pada
Persamaan 3. Setelah diperoleh kelasnya,
kemudian dilakukan layout hasil analisis dengan
menggunakan software Arc GIS, sehingga diperoleh
peta rawan bencana gempa bumi. Dari peta ini,
dapat diketahui wilayah-wilayah mana saja yang
mempunyai tingkat rawan bencana gempa bumi
tinggi, yang kemudian dapat dijabarkan berdasarkan
indikator pembentuk rawan bencana gempa bumi.
Diagram alir penyusunan peta rawan gempa bumi
secara global disajikan pada Gambar 1.
=
=
=
=
=
Panjang Kelas Interval
Patahan
Bobot = 3
Jarak dari Sesar Aktifn :
>1000 m = 1
500-1000 m = 3
<500 m = 5
·
·
·
1 + (3,3) log n
1 + (3,3) log 9
1 + (3,3) 0,95 ..........................(2)
1 + 3,13
4,13 atau 4
=
Rentang
Banyak Kelas
Jarak dari Pusat Gempa
Bobot = 3
·
·
·
Jarak : (BNPD Sumbar,2011)
< 100 km = 1
100-200 km = 3
> 200 km = 5
OVERLAY
Rumus = ∑(N. Indikator x Bobot)
Klasifikasi Jumlah Skor :
·
·
·
6-17 = Rendah
18-29 = Sedang
30-39 = Tinggi
Peta Rawan
Gempabumi
Gambar 1. Diagram alir penyusunan Peta Rawan Bencana Gempa Bumi.
108
...........(3)
Pemetaan Rawan Bencana Gempa Bumi ….............................................................…......................….……….(Mulya, S.P. dan Suwarno, Y.)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan rawan bencana adalah suatu wilayah
yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan teknologi, yang untuk
jangka waktu tertentu tidak dapat atau tidak mampu
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, sehingga
mengurangi
kemampuan
untuk
menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu (Tondobala, 2011).
Sementara itu definisi rawan bencana gempa bumi
adalah suatu kejadian atau peristiwa energi yang
diakibatkan oleh pergeseran/pergerakan pada
bagian dalam bumi (kerak bumi) secara tiba-tiba.
Tipe gempa bumi yang umum ada dua, yaitu gempa
tektonik dan gempa vulkanik, keduanya mempunyai
potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan
jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan (Hasyim,
2011).
Bentuk ancaman gempa ini bisa dikategorikan
menjadi 2 (dua) yaitu, skala macro dan skala micro.
Termasuk dalam skala macro apabila ancamannya
meliputi kawasan atau wilayah yang sangat luas,
sehingga kerusakan yang timbul sangat merugikan
baik secara struktur maupun non struktur. Dan
aspek yang ditimbulkan sangat mempengaruhi
faktor perekonomian, sosial, maupun politik.
Sedangkan disebut ancaman skala micro adalah
apabila ancaman yang terjadi hanya pada wilayah
tertentu dengan cakupan yang lebih kecil dari
macro, walapun efek yang ditimbulkan tetap sama
yaitu struktur dan non-struktur serta berdampak
langsung
terhadap
perekonomian,
sosial
kemasyarakatan wilayah setempat (BNPB, 2011;
Hasyim, 2011).
Penetapan Sub Faktor Rawan Gempa Bumi
Sub faktor bencana gempa bumi yang digunakan
dalam studi ini terdiri dari sub faktor goncangan
gempa, jarak dari patahan, dan jarak dari pusat
gempa (epicenter). Masing-masing sub faktor
berikut indikator yang digunakan dalam kajian ini
diuraikan di bawah ini.
Bahaya Goncangan Gempa
Intensitas gempa adalah besar kecilnya getaran
(gempa) permukaan di tempat konstruksi. Secara
kuantitatif intensitas gempa setempat dinyatakan
dengan percepatan permukaan dengan satuan gal
(cm/dt2). Makin dekat suatu tempat dengan sumber
gempa bumi, semakin besar intensitas gempanya
dan makin tinggi tingkat kerusakannya. Perhitungan
nilai bobot indikator sub faktor bahaya goncangan
disajikan pada Tabel 1.
Sedangkan gambaran spasial skala intensitas
gempa di lokasi studi, disajikan pada Gambar 2.
Digambarkan bahwa tempat atau daerah yang
memiliki nilai intensitas atau tingkat kerusakan yang
sama dihubungkan oleh suatu garis isoseismal.
Sehingga hal tersebut dapat menetapkan tempat
atau daerah yang mempunyai tingkat kerusakan
yang sama. Tingkat kerusakan diberikan dengan
skala Modified Mercalli Intensity (MMI). Daerah
penelitian dan sekitarnya mempunyai 6 tingkat
kerusakan yakni < IV MMI, IV-V MMI, V-VI MMI, VIVII MMI, VII-VIII MMI dan > VIII MMI. Daratan
Kepulauan Mentawai sebagian besar mempunyai
kelas VI-VII MMI (BNPB, 2010). Deskripsi dari skala
intensitas gempa bumi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1.
No
1
2
3
Perhitungan nilai bobot indikator sub
faktor bahaya goncangan.
Intensitas
Gempa
V-VI
VI-VII
VII-VIII
Nilai
Indikator
1
3
5
Gambar 2. Peta Rawan Bencana Gempa Bumi Kabupaten Mentawai.
109
Bobot
3
3
3
Nilai Bobot
Indikator
3
9
15
Pemetaan Rawan Bencana Gempa Bumi ….............................................................…......................….……….(Mulya, S.P. dan Suwarno, Y.)
Tabel 2. Skala intensitas gempa bumi (MMI).
Skala
Deskripsi
MMI
I
Tidak terasa orang, tercatat pada pencatat
gempa.
II
Terasa oleh orang yang istirahat, terutama
di lantai dua.
III
Benda-benda tergantung goyang, bergetar
ringan.
IV
Getaran truck lewat, jendela, pintu dan
barang
pecah
belah
beradu
dan
berbunyian.
V
Terasa oleh orang di luar gedung, orang
tidur terbangun, benda di atasnya bisa
jatuh.
VI
Terasa oleh semuanya, bahkan ketakutan
dan keluar rumah, plesteran tembok retak
(mutu D).
VII
Sulit berdiri, terasa oleh pengendara
kendaraan,
tembok-tembok
rusak,
plesteran lepas, genteng jatuh, rawa dan
kolam bergelombang.
VIII
Tembok mutu C rusak, runtuh, menara air
rusak gedung portal bergerak, tanah basah
retak (mutu C).
IX
Semua orang panik, gedung runtuh, pipapipa dalam tanah rusak.
X
Bangunan kayu rusak, jembatan rusak,
tanah longsor, air sungai/kolam gelombang
tepi.
XI
Rel kereta api rusak.
XII
Kerusakan total, batuan-batuan besar
pindah tempat.
Jarak dari Patahan
Pemetaan rawan bencana gempa bumi ini
menggunakan asumsi bahwa potensi gempa bumi
ditentukan berdasarkan jaraknya dari lokasi sesar
sebagai pemicu gempa, oleh karena itu metode
yang digunakan adalah analisis SIG dengan
menggunakan buffer. Jika suatu daerah berada
dalam radius 500 meter dari jalur patahan, maka
ancaman gempanya termasuk dalam kategori tinggi.
Sedangkan jika berada dalam radius lebih dari 500
m namun kurang dari 1.000 m, potensi ancamannya
termasuk kategori sedang dan jika jaraknya lebih
dari 1.000 m, maka potensi ancaman gempanya
rendah. Perhitungan nilai bobot indikator patahan
disajikan selengkapnya pada Tabel 3.
Tabel 3. Perhitungan nilai bobot indikator sub
faktor patahan.
No
1
2
3
110
Jarak
dengan
Sesar
>1.000
500-1.000
< 500
Nilai
Indikator
Bobot
1
3
5
3
3
3
Nilai
Bobot
Indikator
3
9
15
Jarak dari Pusat Gempa
Indikator jarak terhadap pusat gempa juga
merupakan
salah
satu
indikator
yang
dipertimbangkan dalam penentuan rawan bencana
gempa bumi. Semakin dekat dengan pusat gempa
maka akan semakin besar kerusakan atau dampak
bencana yang di wilayah tersebut, begitu juga
sebaliknya (BNPB, 2011). Perkiraan hubungan
kesetaraan antara Richter Magnitude (M) dengan
Modified Mercalli (MMI) disajikan selengkapnya pada
Tabel 4. Sementara itu, perhitungan Nilai Bobot
Indikator Sub Faktor Jarak dari pusat gempa
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Perkiraan hubungan kesetaraan Richter
Magnitude (M) dengan Modified Mercalli
(MMI).
M
Richter
MM
Percepatan
Permukaan Max
Radius
Pengaruh
3
4
5
6
7
8
II-III
IV-V
VI
VII-VIII
IX
X-XI
0,003
0,010
0,030
0,010
0,030
1,000
25 km
50 km
100 km
200 km
400,km
700 km
Tabel 5.
g
g
g
g
g
g
Perhitungan nilai bobot indikator sub
faktor jarak dari pusat gempa.
No
Jarak
dengan
Sesar
Nilai
Indikator
Bobot
Nilai
Bobot
Indikator
1
2
3
> 200 km
100-200
< 100
1
3
5
3
3
3
3
9
15
Analisis Rawan Bencana
Sub faktor rawan/bahaya gempa bumi terbagi
atas 3 (tiga) yaitu goncangan gempa, patahan dan
jarak dari pusat gempa (BNPB, 2011). Sub faktor ini
memberikan kontribusi terhadap rawan bencana
gempa bumi dengan bobot yang sama besar, yaitu
sebesar 3. Hal ini disebabkan ketiga indikator
memiliki pengaruh yang sama terhadap kerawanan
bencana suatu wilayah. Rekapitulasi selengkapnya
untuk perhitungan nilai bobot indikator disajikan
pada Tabel 6.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa jumlah
nilai bobot ketiga indikator memiliki skor 6 sampai
39. Sehingga apabila diklasifikasikan berdasarkan
kerawanannya menjadi 3 kelas yaitu: kelas rendah
6-17, sedang 18-29, dan tinggi 30-39. Gambaran
spasial peta rawan bencana gempa bumi untuk
Kabupaten Kepulauan Mentawai selengkapnya
disajikan pada Gambar 3.
Pemetaan Rawan Bencana Gempa Bumi ….............................................................…......................….……….(Mulya, S.P. dan Suwarno, Y.)
Tabel 6. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Bobot Indikator Gempa Bumi.
Nilai
No Sub Faktor
Kelas/Tingkat
Bobot
Indikator
Tinggi
1
3
1
Goncangan
Sedang
3
3
Rendah
5
3
Tinggi
1
3
2
Patahan
Sedang
3
3
Rendah
5
3
Tinggi
1
3
Jarak dari Pusat
3
Sedang
3
3
Gempa
Rendah
5
3
Nilai Bobot
Indikator
3
9
15
3
9
15
3
9
15
Gambar 3. Peta Rawan Bencana Gempa Bumi Kabupaten Kepulauan Mentawai.
KESIMPULAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Dari hasil pemetaan rawan bencana gempa bumi
Kepulauan Mentawai disimpulkan bahwa daerah
Pulau Siberut, memiliki rawan bencana gempa bumi
rendah di sepanjang pantai barat dan pantai utara
bagian barat, memiliki daerah rawan gempa bumi
tinggi di sebagian kecil pantai di timur laut,
selebihnya merupakan rawan bencana gempa bumi
sedang. Pulau Sipora sebagian besar merupakan
wilayah rawan bencana gempa bumi sedang,
sebagian kecil di pesisir timur laut rawan bencana
tinggi. Pulau Pagai Utara dan Selatan, sebagian
besar merupakan daerah dengan kerawanan gempa
bumi sedang, namun di sepanjang wilayah pesisir
timur merupakan daerah rawan gempa bumi tinggi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Pusat Penelitian, Promosi dan
Kerja Sama Badan Informasi Geospasial dan
Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai yang telah
memberikan ruang dan waktu untuk penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai. (2011). Draft
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK)
Kepulauan Mentawai. Pemerintah Daerah Kabupaten
Kepulauan Mentawai. Bappeda.
Bappeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2008).
Metode Pemetaan Risiko Bencana Provinsi DIY. Early
Recovery Assistance. Bappenas-Bapeda DIY-UNDP. 23
hal.
111
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 1 Agustus 2013 :1-7
(2010). Laporan Khusus Penanganan Bencana
Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat. Badan
BNPB.
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jakarta.
BNPB. (2011). Indeks Rawan Bencana Indonesia. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jakarta.
226 hal.
BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai. (2011). Kepulauan
Mentawai Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kepulauan Mentawai. Mentawai.
Delfebriyadi. (2011). Degragasi Hazard Kegempaan
Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Teoritis dan Terapan
Bidang Rekayasa Sipil. Vol. 18 No. 3: ISSN 0853-2982.
Hasyim, E.T. (2011). Indikasi Tingkat Risiko Bencana
Gempa Bumi dan Tsunami Serta Arahan Tindakan
Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir Kabupaten
Sukabumi. 20 hal.
112
Hidayati, S. Sumaryono dan S. Eka. (2010). Tsunami
Mentawai 25 Oktober 2010. Buletin Vulkanologi dan
Bencana Geologi. 5(3) : 1-11.
Perdana, A.P. (2011). Penataan Ruang Berbasis Mitigasi
Bencana Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal
Penanggulangan Bencana. 2(1) : 11-20.
ISSN
2087636X.
Rahman, Y.Y. dan B.J. Santosa. (2013). Relokasi
Hiposenter Gempa Bumi di Sumatera Selatan dengan
Menggunakan Hypo71. Jurnal Sains dan Pomits. 2(2) :
2337-3520 (2301-928X Print).
Tondobala, L. (2011). Pemahaman Tentang Kawasan
Rawan Bencana dan Tinjauan Kebijakan dan
Peraturan Terkait. Jurnal Sabua. 3(1) : 58-63 : ISSN
2085-7020.
Yeats, R.S., K. Sieh, and C.R. Allen. (1997). The Geology
of Earthquakes. Oxford University Press. Oxford. 567p.
Download