pelaksanaan hak asasi manusia (ham) dalam relasi hukum dan

advertisement
PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
DALAM RELASI HUKUM DAN KEKUASAAN
SERTA DALAM MENGHADAPI ISU-ISU
GLOBAL
Kelompok 10
1. Anesta Ebri Dewanty
135080501111053
2. Muhammad Imam Syafi’i
135080201111051
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia
wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum
tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi
manusia yang telah diterima oleh negara Republik
Indonesia.
1. Pelaksanaan HAM dalam Relasi
Hukum dan Kekuasaan
Hukum adalah tata aturan
sebagai suatu sistem aturanaturan tentang perilaku
manusia
Kekuasaan adalah
kewenangan yang
didapatkan oleh seseorang
atau kelompok guna
menjalankan kewenangan
tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan
Pola Hubungan Hukum dan Kekuasaan
1. Hukum adalah kekuasaan itu sendiri
Hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak
semuanya hukum. Contoh : Pencuri berkuasa atas
barang yang dicurinya akan tetapi tidak berarti bahwa
ia berhak atas barang itu.
2. Hukum tidak sama dengan kekuasaan
Artinya hukum dan kekuasaan adalah dua hal yang
terpisah, tapi ada hubungan yang erat diantara
keduanya. Hubungan itu dapat berupa timbal balik.
Contoh : Kekuasaan sebagai sarana pembentukan
undang-undang oleh badan perwakilan.
HAM
HUKUM
KEKUASAAN
Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan berdasarkan
atas kekuasaan, hal ini dapat kita lihat dengan tegas di dalam
penjelasan UUD tahun 1945. Dalam negara hukum mengandung
pengertian setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama
di hadapan hukum, tidak ada satupun yang mempunyai kekebalan
dan keistimewaan terhadap hukum. Keterkaitan tersebut dapat
dilihat dari salah satu tujuan dari hukum adalah untuk
menciptakan keadilan di tengah-tengah pergaulan masyarakat,
sedangkan keadilan adalah salah satu refleksi dari pelaksanaan hak
asasi manusia. Munculnya keterkaitan yang erat tersebut karena
dalam pelaksanaan hak asasi manusia adalah masuk ke dalam
persoalan hukum dan harus diatur melalui ketentuan hukum.
2. Tantangan Konsep HAM dalam
Menghadapi Isu-Isu Global
a. Genosida
b. Transgender
c. Transvestisme
a. Genosida
Genosida adalah tindak kejahatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan kebangsaan, etnis,
kelompok ras atau agama baik secara keseluruhan maupun
sebagian, seperti membunuh anggota kelompok,
menyebabkan luka parah atau merusak mental anggota
kelompok, dengan sengaja mengancam jiwa anggota
kelompok yang menyebabkan luka fisik baik sebagian
maupun keseluruhan, melakukan tindakan yang
dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dalam kelompok,
dan memindahkan anak-anak secara paksa dari satu
kelompok ke kelompok lain.
 Tindakan lain yang terkait dengan genosida yang
layak untuk diganjar hukuman adalah konspirasi
untuk melakukan genosida, hasutan langsung untuk
melakukan genosida, upaya untuk melakukan
genosida, dan keterlibatan dalam genosida.
 Ada dua unsur yang dapat menjadi syarat
terjadinya genosida yaitu tindakan atau serangkaian
tindakan ditujukan kepada sebuah bangsa,
kelompok etnis, ras atau agama tertentu. Dan
tindakan atau serangkaian tindakan dimaksudkan
untuk menghancurkan keseluruhan atau sebagian
kelompok tertentu.
Dalam hukum nasional, genosida sudah diatur dalam
pengaturan khusus yaitu Undang-Undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam BAB III Pasal 7
disebutkan bahwa tindak pidana genosida masuk dalam
kategori “pelanggaran HAM yang berat”. Mengenai
pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti genosida
yang berdasarkan hukum internasional dapat digunakan
asas retroaktif, diberlakukan pasal mengenai kewajiban
untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 J
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :
"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dalam undangundang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Tindak pidana genosida diatur dalam Pasal 394 yang menyatakan :
(1) Dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun, setiap orang yang dengan maksud menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, atau
agama melakukan perbuatan :
a. membunuh anggota kelompok tersebut;
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota
kelompok;
c. menciptakan keadaan kehidupan yang bertujuan mengakibatkan
kelompok tersebut musnah secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d. memaksakan cara-cara yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok tersebut; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.
(2) Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
b. Transgender
Pada realita yang berkembang dalam masyarakat modern saat ini, banyak
ditemui di kalangan masyarakat problematika pergantian kelamin, sudah
bukan rahasia umum banyak masyarakat merubah kelaminnya dengan
berbagai alasan. Fenomena ini dikenal dengan istilah Transgender.
Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang
yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin
yang sejak lahir mereka dapatkan. Indonesia hanya mengakui 2 jenis
identitas manusia yaitu laki-laki dan perempuan. Sedikit sekali negara
yang mengakui legalitas jenis kelamin di luar laki-laki dan perempuan.
Negara yang memperbolehkan seseorang untuk mengubah jenis kelamin
contohnya di Thailand sedangkan Negara yang melegalkan perkawinan
sesama jenis yaitu Belanda dan salah satu negara bagian di Amerika
Serikat.
Banyaknya pro dan kontra mengenai kasus ganti kelamin kaum
transgender. Indonesia telah meratifikasi Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia tapi disisi lain hak asasi kaum
transgender masih tidak pasti. Setelah seorang transgender melakukan
operasi pergantian kelamin bukan berarti masalah ketidak-jelasan kelamin
yang dialaminya telah selesai, masih ada konsekuensi hukum yang harus
ditanggung atas pergantian kelamin. Konsekuensi hukum yang harus
ditanggung adalah perubahan data kependudukaan yang berbentuk KTP
(Kartu Tanda Penduduk). Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan, KTP adalah salah satu produk
kebijakan publik, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan
pengakuan terhadap status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa
kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk
Indonesia.
c. Transvestisme
Transvestisme terdiri dari transvestisme peran ganda dan
fethisistik. Transvestisme peran ganda adalah seorang yang
mengenakan pakaian lawan jenisnya sebagai bagian dari
eksistensi dirinya untuk menikati sejenak pengalaman
sebagai anggota lawan jenisnya. Transvestisme fethisistik
adalah seorang yang mengenakan pakaian dari lawan jenis
dengan tujuan pokok untuk mencapai kepuasan seksual.
Transvestisme dalam masyarakat kita dikenal dengan
istilah banci atau waria.
Sejak tahun 1999 sebenarnya kaum waria di Indonesia
telah mendapat jaminan perlindungan dengan disahkannya
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 3
ayat (2) undang-undang tersebut menyebutkan “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian
hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum” dan
ayat (3) berbunyi, ”Setiap orang berhak atas perlindungan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi”. Bahkan Pasal 5 ayat (3) menyebut,”…berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya”. Berdasar aturan ini, kelompok
waria oleh Komnas HAM kini ditempatkan sebagai
kelompok minoritas dalam Subkomisi Perlindungan
Kelompok Khusus.
TERIMA KASIH
Download