16 KERAGAMAN GAYA KOMPONIS DALAM PERKEMBANGAN PENCIPTAAN MUSIK DI MEDAN Wahyuni Hasibuan ABSTRAK Dari aspek kesejarahan, musik berkembang sejalan dengan dinamika kebudayaan dari zaman ke zaman. Sejarah perkembangan musik diawali dari masa pra Historis, abad pertengahan, zaman Renaisance, zaman Barok dan Rokoko, zaman Klasik, zaman Romantik, peralihan menuju modern, dan zaman Modern. Setiap zaman memiliki karakter tersendiri baik dalam struktur atau bentuk komposisi, gaya, teknik bermain, penggunaan ragam alat musik dalam bentuk ensambel, orkes, atau combo. Selain itu, perkembangan konsep estetika atau ekspresi musikal, juga merupakan indikator penting dalam perkembangan ragam komposisi musik. Perkembangan tersebut merupakan dampak atau konsekuensi dari dinamika kebudayaan. Kata kunci : Komponis, Penciptaan, Musik A. Pendahualuan Salah satu kekayaan budaya yang lahir dari Sumatera Utara adalah karya musikal. Keragaman budaya yang terlihat pada sejumlah situs dan elemen artefak, aktivitas dan kaidah yang lahir dari masyarakat etnik indigenous, diantaranya Melayu, Karo, Batak-Toba, Simalungun, Pakpak-Dairi, Angkola, Mandailing, Nias, Pesisir, Ulu dan Lubu, memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam kelahiran karya-karya musikal dari sejumlah komponis yang berasal dari Sumatera Utara. Dari sisi historis, beberapa insan Sumatera Utara yang berkesempatan dari masa awal meraih kesempatan menempuh pendidikan formal di institusi pendidikan yang sangat baik, diantaranya di Fort de Kock (Bukit Tinggi), Kayu Tanam maupun Muntilan. Akhirnya memilih dunia musik dalam pendidikan sebagai ekspresi perjuangan dan pengabdian. Amir Pasaribu, yang selain komponis dalam rangka musik “western art” juga pencipta “Andika Bhayangkara”, juga merupakan kritikus musik terbaik yang dimiliki Indonesia dan peletak dasar Sekolah Musik Indonesia. Amir Pasaribu yang studi di Mushashino Institute, Jepang, bersama dengan Binsar, Alfred dan Nortier Simanungkalit, juga memberikan sumbangsih yang besar dalam dunia pedagogi musik di tanah air, yang sampai sekarang terasa dalam dunia pendidikan. Ekspresi komponis Sumatera Utara sejak masa awal perkembangan penciptaan musikal sudah sangat pluralistik. Misalnya untuk fungsi religius, tercatat beberapa komponis yang penting, diantaranya Ahmad Baqi pencipta lagu-lagu dalam karya arabesk yang dianugerahkan gelar professor dari Universitas Al-Azhar, Mesir untuk karya dan pemikiran musikalnya. “Selimut Putih” dan “Panggilan Ka`bah” adalah sebagian dari ratusan karyanya yang luar biasa, dan diberi Anugerah Seni oleh Dewan Kesenian Sumatera Utara tahun 2008. Dalam gaya arabesk dan Malay tunes, Nurayiah Djamil juga memberi kontribusi yang berharga dalam penciptaan musik di daerah Sumatera Utara. Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed 17 Selain lagu-lagu rakyat yang kerap dinyanyikan masyarakat, baik yang berasal dari etniknya maupun yang diluar etniknya, pada umumnya tidak diketahui penciptanya. Namun ada pula musik rakyat (folk tunes) yang popular, yang kadang-kadang disebut lagu-lagu pop daerah adalah lagu-lagu diciptakan dalam lirik bahasa lokal dan bermelodi idiomatik dari etnik tertentu yang diminati oleh masyarakat yang kadangkala dari etnik lain. Meskipun kebanyakan lagu-lagu dalam kategori ini diciptakan dalam genre ritme musik popular internasional, misalnya chachacha, rumba, merengue, blues, ballad dan lain-lain, karena era penciptaannya sewaktu dengan popularitas musik-musik dansa, yang ditransmisikan melalui film, piringan hitam dan radio-radio internasional. Kebanyakan lagu-lagu ini juga pernah direkam ulang dalam versi yang lebih sesuai dengan trend musik yang berkembang. Perkembangan dunia penciptaan musik oleh para komponis di Sumatera Utara, mengarah pada berbagai trend; misalnya dalam genre musik industrial-popular, musik dunia (world musik) yang kolaboratif dan multikultur, musik kontemporer yang eksperimental, musik fungsional interdisiplin dan sebagainya. Pada masa awal keterlibatan penciptaan musik dalam dunia rekaman (industrial) sudah dirintis sejak penghujung abad 19 dan awal abad 20. Romulus L. Tobing sudah merekam musiknya di Studio Hits Master Voice di Singapura. Kemudian bersaudara Marihot Hutabarat dengan album “Dago Inang Sarge” direkam di Panophone Record dapat dianggap sebagai rekaman awal musik Jazz di Indonesia, dilanjutkan dengan posisi studio Lokananta di Surakarta. Tradisi rekam lagu dan pertunjukan menjadi sebuah rentetan yang penting dalam sejarah penciptaan musik popular, Walter Sirait dan Ungkap Sihite, kelompok Parisma 73 menjadi milestone. Munculnya Charles Hutagalung, Rinto Harahap, Reynold Panggabean (ketiganya anggota The Mercys yang legendaris), Mawi Purba dan Dharma Purba (keduanya dari Rhythm Kings), kemudian Jasa Said, Jelly Tobing adalah sebagian dari banyak bintang-bintang generasi awal dalam musik popular. Kemudian setelah pergeseran lokasi ke Jakarta, keberadaan komponis Sumatera Utara masih tetap mengkilap. Posisi pop daerah, yang berpotensi yang menjadi lagu rakyat, tetap menjanjikan. Munculnya Dakka Hutagalung, Star Pangaribuan, Charles Simbolon, Bhuntora Situmorang, Tigor Marpaung, Jack Marpaung, Hilman Padang adalah sedikit dari banyak pencipta sekaligus penyanyi yang prominen. Ekspresi komponis Sumatera Utara sejak masa awal perkembangan penciptaan musikal sudah sangat pluralistik. Misalnya untuk fungsi religius, tercatat beberapa komponis yang penting, diantaranya Ahmad Baqi pencipta lagu-lagu dalam karya arabesk yang dianugerahkan gelar professor dari Universitas Al-Azhar, Mesir untuk karya dan pemikiran misikalnya. “Selimut Putih” dan “Panggilan Ka`bah” adalah sebagian dari ratusan karyanya yang luar biasa, dan diberi Anugerah Seni oleh Dewan Kesenian Sumatera Utara tahun 2008. Dalam gaya arabesk dan Malay tunes, Nurayiah Djamil juga memberi kontribusi yang berharga dalam penciptaan musik di daerah Sumatera Utara. Diluar trend popular, sejumlah komponis Sumatera Utara memberi warna berbeda, yakni kolaborasi musik etnik (world musik), misalnya Rizaldi Siagian yang sebelumnya bermain band The Great Session, mencipta lagu-lagu yang beridiom etnik, sampai kemudian menggagasi pergelaran akbar Megalitikum Kuantum di Jakarta dan Bali. Dalam konsep musik Irwansyah Harahap dengan kelompok Suarasama menghasilkan sejumlah album yang diterbitkan di Paris dan Chikago. Ben M. Pasaribu menggagasi muncul kolaborasi musik multi-etnik seluruh Sumatera dalam format “Pan-Sumatera Ensemble”, meskipun secara teknis lebih banyak mencipta musik dalam genre konseptual, eksperimental, elektronikal, dan psiko-akustikal. Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed 18 Era berikutnya ada generasi yang juga menggagas musik-musik baru seperti Panji Suroso dengan kolegium musikum yang melibatkan beberapa unsur lintas disiplin ilmu dan lintas generasi musisi baik dalam dan luar negeri, Muklis hasbulah dengan mengusung elektronik dan komputer musik, Hendrik parangin-angin dengan kolaborasi musik etnis disumatra utara. Lintas generasi komponis musik di Sumatra Utara sangat menarik untuk dicatat dan di inpetarisasikan agar kelak dapat menjadi sumber reperensi perkembangan musik di tanah air terlebih khusus di Sumatra Utara. Dalam kaitan ini penulis sangat tertarik dengan gaya penciptaan musik dari kelompok komponis yang bergenre musik klasik, kotemporer dan tradisi dan penulis juga terinspirasi dari perkembangan musik modern barat serta keberadaan ragam musik etnik Indonesia yang berkembang di setiap wilayah nusantara pada umumnya dan pada wilayah Medan khususnya dengan karakter dan warna yang berbeda-beda. B. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Klasik di Medan Perkembangan berbagai konsep dan karakter yang mewarnai khasanah musik Abad 20, telah memberi gambaran ragam perpaduan berbagai alternatif dalam pengkomposisian musik yang mencakup aspek ritem, melodi harmoni, maupun berbagai penjelajahan atau ekplorasi ragam suara atau nada melalui medium sound efect (efek suara) sebagai hasil rekayasa dari kian pesatnya perkembangan teknologi elektronika. Sejalan dengan perkembangan teknologi, konsepsi berekspresi di kalangan komponis musik modern turut berkembang sejalan dengan dinamika estetika musik. Hal ini terlihat dari kehadiran jenis komposisi musik yang berbeda dari hal yang lazim digunakan baik pada jenis musik klasik yang berkembang dari sejak zaman Barok, Klasik, dan Romantik. Aliran ini disebut dengan musik modern. Prinsip berkomposisi pada jenis musik modern memiliki keunikan tersendiri baik dari aspek teknik bermain alat musik, penggunaan ragam ritme, sistem tangganada atau skala, dan harmoni. Selain meneruskan gaya penciptaan yang lazim, baik dalam konteks musik Barat maupun dari penerusan tradisi kulturnya, para komposer musik modern di Indonesia khususnya di Medan cenderung mengupayakan teknik baru dalam memainkan alat musik. Hal ini merupakan konsekuensi dari adanya upaya kreatif komposer untuk mengeksplorasi (menjelajahi ragam nada, bunyi, ritme, dan harmoni) terhadap elemen-elemen musik dalam sebuah komposisi. Salah satu komponis musik klasik Medan adalah Daud Kosasih. Beliau merupakan salah satu komponis klasik di Medan yang cukup sering mengadakan pementasan musik klasik hingga ke luar negeri seperti ke negara Jerman. Salah satu karya beliau berjudul ITB (Indonesia Terimalah Baktiku) yang merupakan komposisi paduan suara yang terdiri dari 90 birama. Komposisi paduan suara ini terdiri empat suara yaitu sopran, alto, tenor, bass. Dasar dari ide garapan yang dibuat komponis diawali ketika diadakannya konser paduan suara tingkat nasional di Institut Teknologi Bandung. Lagu ini diciptakan pada bulan Desember tahun 2003. Lagu ini juga dibawakan oleh mahasiswa perwakilan dari Indonesia yang berasal dari Institut Teknologi Bandung, pada saat festival Olympic Choir (Sabtu, 27 Agustus 2004) di Berme Jerman. Pada karya Indonesia Terimalah Baktiku komponis ini mengunakan tangga nada pentatonik (tangga nada yang menggunakan lima nada saja) yaitu tangga nada pelog (do, mi, fa, sol,si) dan selendro (do, re, mi, so, la). Komponis ini menggunakan tangga nada pelog dan selendro yang merupakan tangga nada musik suku Jawa karena lagu ini awalnya diciptakan untuk dipentaskan di Jerman, jadi denggan penggunaan tangga nada ini mampu menunjukan ciri Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed 19 khas Indonesia. Alur musik tidak dibuat secara beraturan berdasarkan tonika Es=do dengan tempo moderato, karena banyak terdapat modulasi dan tanda pugar dalam lagu ini. Pada birama 24 terdapat modulasi dari Es=do menjadi Bes=do dan dipugar pada birama 36 kembali ke 3 mol. Pada birama 47 terjadi dimodulasi dimana tonikanya menjadi C=do dengan tempo allegro kemudian pada birama 60 terjadi lagi modulasi menjadi 5 mol atau des=do. Birama 70 terjadi modulasi dari Des ke E, dan lagu ini berakhir di 4 kres dengan tempo maestoso. Pergerakan melodi yang menonjol terdapat pada suara bass atau disebut dengan Basso Continoul/bass melodicline. Bass melodicline apabila melodi pada suara bass bergerak maka tenor juga akan bergerak searah dengan nada bass ini dapat dilihat pada birama 60-68. Terdapat juga variasi pada lagu ini, yaitu canon dan unisono. Variasi canon (bersaut-sautan) terdapat pada: Birama 25-29 terdapat pada suara alto dan bass Birama 48-59 terdapat pada suara sopran dan tenor Birama 50-57 terdapat pada suara alto dan tenor Birama 60-66 terdapat pada suara sopran dan alto Variasi unisono (satu suara) terdapat pada: Birama 30-31 terdapat pada suara tenor dan bass Birama 70-83 terdapat pada suara sopran dan tenor Struktur lagu dapat kita ketahui bahwa lagu ini bergaya klasik zaman barok karena terdapat variasi canon dan dan unisono, poliphonik harmoni yamg menunjukkan bahwa lagu ini bergaya musik klasik dari zaman Barok. C. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Tradisi Etnik di Medan Keberadaan musik modern di Indonesia erat kaitannya dengan masuknya budaya musik Barat yang datang melalui berbagai aktivitas dan benturan budaya seperti kolonialisme, perdagangan, masuknya misionaris, dan sebagainya. Dalam perkembangan penciptaan musik modern di Indonesia, akan ditemukan alur yang secara kesejarahan meneruskan dua ragam tradisi musik yaitu : 1. Penciptaan dalam konteks musik tradisional yang berkembang dalam masyarakat (termasuk pengaruh-pengaruh asing yang sudah menyatu dalam kultur). 2. Penciptaan dalam konteks penggunaan estetika musikal dari musik Barat, baik dalam format struktur maupun penggunaan ragam alat-alat musik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan dan kelangsungan musik modern di Indonesia masih bersifat temporal atau belum memiliki kesinambungan antara dekade awal ke dekade berikutnya. Menurut Irwansyah Harahap, salah seorang dosen etnomusikologi di Universitas Sumatera Utara Medan (wawancara, 13 November 2010), penciptaan musik modern dalam konteks penggabungan alat musik tradisional yang ada di Indonesia dengan alat-alat musik Barat khususnya yang berkembang di Medan menunjukkan bahwa komposer musik di daerah ini memiliki kreativitas yang baik. Hal itu terlihat dari ragam komposisi yang dipagelarkan di Taman Budaya Sumatera Utara maupun yang di pagelarkan di manca negara dalam event-event tertentu seperti misi seni budaya Sumatera Utara. Selain menampilkan musik tradisional Sumatera Utara, juga membawakan musik modern dengan konsep kolaborasi antara peralatan musik tradisional dengan peralatan musik Barat. Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed 20 Dalam hal ini komposer dituntut untuk mampu mengorganisir karakter rangam bunyi alat musik tradisional Sumatera Utara yang berasal dari etnik Melayu, Batak Toba, Mandailing/Angkola, Simalungun, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias dalam sebuah komposisi musik dalam konsep musik modern. Menurut Daud Kosasih (wawancara, 12 November 2010), keragaman gaya komposisi yang merupakan gabungan antara musik Barat dan musik etnik di Medan merupakan salah satu cerminan penggabungan dari dua zaman musik yang sangat mempengaruhi perkembangan penciptaan musik di Sumatra Utara . Melihat ragam karya musik modern dalam konteks kolaborasi tersebut, menunjukkan bahwa kreativitas mahasiswa tergolong baik, baik dari aspek penggunaan alat musik maupun harmonisasi dari penggunaan alat-alat musik yang digunakan dalam komposisi karya masing-masing mahasiswa. Komposer Panji Suroso yang merupakan salah satu komponis kota Medan yang menggunakan teknologi komputer dalam proses penciptaan komposisi musik eksperimental juga memiliki warna tersendiri dalam proses penciptaan dari teknologi komputer, musik yang dihasilkan menjadi sangat berbeda dengan adanya penggabungan antara musik tradisi dan eksperimental. Berikut karya dari Irwansyah Harahap yang berjudul Born. Karya ini dipentaskan pada tahun 2003 di New Zealand dengan ide garapan World Musik. Musik ini bercerita tentang adapatasi beragam jenis musik etnik. Penciptaan karya musik bersumber pada kebudayaan tradisi dunia(world musik cultures) masih merupakan hal yang baru di Indonesia. Minat Irwansyah Harahap ataupun pemusik kreatif di Indonesia untuk mengenali genre musik ini relative terbatas, padahal kreatifitas penciptaan musik semacam ini trend dibelahan dunia lain pada saat ini. Dalam penyusunan komposisi ini Irwansyah Harahap menggunakan perangkat musik komputer dan hasapi. Struktur lagu yang menjadi core competition sepunuhnya berasal dari gondang yang ada tetpi pada saat performance digantikan oleh instrumen marinmba karena keterbatsan alat ketika di New Zealand. Idiomatis musik yang terdapat dalam tradisi batak toba seperti four beat gong cycle; heterophonic texture; dan drumhimes instrumen (set gendang bernada) sepenuhnya digarap dari bahas orkestrasi musik Barat. Karya merupakan karya musik yang memiliki unsur polyphonic yang terdiri dari 56 birama dimana karya tersebut dimainkan dengan tujuh instrumen yaitu Picolo, Vibraphone, Harp, Frensh Horn, String Bass, dan percussion sets. Melodi yang digunakan merupakan melodi heterofonik terdiri dari piccolo, vibraphone dan hasapi Picolo berfungsi menggantikan idiom bunyi sarune etek (alat tiup lidah tunggal Batak Toba) yang terdapat pada birama 19-54, sementara vibraphone menggantikan bunyi garantung (jenis silofon-lima bilah kayu Batak Toba). Harp memberi variasi ruang dan imitasi melodis pada bagian-bagian tertentu dari komposisi lagu. Violin dan French horn lebih menghiasi aspek bunyi string dan brass pada bagian bagian tertentu lagu. String Bass berperan memberi aksentuasi ritmis menirukan idiomatik perangkat ogung (set gondang batak), namun lebih bersifat melismatis dan dinamis. Perccusion sets mewakili struktur permainan sekaligus idiom dari permainan taganing hal ini bias dilihat dari komposisi partitur lagu Born Pergerakan musik yang terjadi pada karya ini meliputi world music, kongkrit musik, eksperimental musik atonal musik (pergerakan kromatik). Struktur melodinya berbeda dari pergerakan musik klasik pada umumnya. Seruling batak digantikan dengan picolo yang terdapat pada birama 19-54. Pola ritme yang digunakan pada karya ini menggunakan banyak pola ritme Salah satunya adalah ritme afro (pola ritme aktif yang tidak terikat harmoni) . Adapun pola ritmenya adalah: Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed 21 Pola ritme afro terjadi pada birama 2-5, 11-26, dan 35-42 Pola ritme tradisi pada birama 6-10, 27-34dan 43-51 Musik ini terdiri dari dua bagian dengan struktu A, B, A, B, A Intro terdapat pada birama 1-10 tetapi pada birama 6-10 intro pada musi ini telah menunjukkan pola ritme baik secara melodik dan perkusi Bagian I atau A dimulai dari birama 11-26, birama 34-42 dan51-54 Bagian II atau B dimulai dari birama dan terjadi 27-33 dan 43-50 Dan endingnya terdapat pada birama 55-56 dan sudah tidak memiliki pola ritme lagi Bagian yang menunjukkan bahwa musik karya komponis ini bergaya tradisi adalah ketika hasapi dan gondang dimainkan pada birama 11-56. Karya komposisi gaya tradisional Irwansyah Harahap ini dapat dilihat pada lampiran berikut D. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Kontemporer/ Eksperimental di Medan Menurut Irwansyah Harahap, (wawancara, 11 November 2010), dalam proses penciptaan musik dengan konsep kolaborasi antara alat musik tradisional dengan alat-alat musik Barat, diperlukan kerja sama di antara pemusik yang terlibat dalam proses pengkomposisian. Ide awal biasanya disampaikan oleh komposer kepada para pemain musik, namun pada proses penggarapan hingga sebuah komposisi selesai merupakan hasil diskusi di antara pemain musik. Setelah sebuah komposisi dianggap telah selesai, kemudian komposer membuat notasi musiknya (partitur) sesuai dengan bentuk komposisi serta formasi alat-alat musik yang digunakan. Menurut Irwansyah Harahap (wawancara, 11 November 2010), proses penciptaan komposisi musik yang merupakan gabungan antara musik Barat dan musik etnik di Medan pada umumnya merupakan hasil kerja sama di antara pemain. Dalam hal ini komposer memaparkan konsep komposisi awal, kemudian didiskusikan untuk mencapai hasil yang terbaik. Hal ini tampak dari karya Irwansyah yang berjudul Born. Berikut karya dari salah seorang komponis Medan Erizon yang bergenre kontemporer eksperimental. Karya dengan judul Langkah ampek. Karya ini didasari pada ide garapan dari Rabab Pariaman dengan sistem harmoni vertical. Langkah pada Langkah Ampek berarti langkah bermakna interval, gerak kedinamisan Harmoni vertikal tersusun dari nada-nada dengan interval kwart murni. Langkah Ampek dari 76 birama yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berjudul Tali Undang bagian kedua Tali Sejarah dan bagian Tali Anguang. Berikut ini penjelasan ketiga bagian karya ini: 1. Tali Undang (Tali paling kecil pada rabab pariaman) memiliki tempo yang berubahubah Yaitu Tempo allegro dari birama 1-12 Tempo andante dari birama 12-28 Tempo moderato dari birama 29 -76 Harmoni yang digunakan adalah harmoni kuartal 2. Tali Sajarah (Tali melodi pada rabab pariaman) memiliki tiga bagian tetapi tidak berdasarkan tempo seperti pada bagian I Sub bagian pertama merupakan permainan secara bersama dalam tempo allegro 5/4 Sub bagian kedua terdiri dari permainan cadenza oleh seorang pemain(master konser) Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed 22 Sub bagian ketiga merupakan coda dengan tempo a tempo yang dimainkan secara bersama-sama. Harmoni yang digunakan adalah harmoni kuartal dengan tempo allegro. Jumlah birama pada bagian kedua diluar cadenza adalah sebanyak 52 birama. Durasi bagian kedua secara keseluruhan kurang lebih enam menit. 3. Tali Aguang (Tali paling besar pada rabab pariaman) Bagian ketiga terdiri dari dua sub bagian yaitu Sub bagian I terdiri dari 26 birama dan memiliki tempo andante Melodi dibawakan dengan gitar yang dibawakan dengan senar 6 yaitu senar bass sehingga menimbulkan kesan besar (aguang, agung) Melodi pada sub bagian ini merupakan penerapan konsep harmoni kuartal. Sub bagian kedua terdiri dari 27 birama memiliki tempo allegro. Terdapat perubahan dari andante dari ke allegro yans sebelumnya dipersiapkan dengan sebuah fermata pada birama 16. Frase C dimainkan dengan gitar 1 dan 2 secara unisono yang memainkan gitar dengan harmoni kuartal Kedua sub bagian ini memiliki sukat 6/8. Durasi tali aguang sekitar 4,5 menit. Komposisi Langkah Ampek memiliki sukat tersendiri. Sukat (Pembatas) ini diperoleh dari jumlah benang yang diideh atau dijalin untuk masing –masing senar rabab pariaman. Tali undang diideh 4 helai benang, tali sajarah diideh dari 5 helai benang, dan tali aguang diideh 6 helai. Bahan-bahan penunjang garapan didapatkan dari buku bacaan dan rekaman lagu-lagu rebab pariaman berupa pita kaset. Bahan-bahan yang sudah didapatkan kemudian diolah dengan berpedoman pada teori-teori harmoni kuartal. Akor kuartal yang digunakan nada-nada dalam interval kuart murni. Analisis melodi terdapat interval kuart pararel, motif ritem triol, tangga nada minor dan dua buah tonal yang berbeda. E. Gaya Komponis Dalam Membuat Komposisi Musik Terhadap Perkembangan Penciptaan Musik Modern Di Medan Dari ragam komposisi musik modern di Medan, baik dalam konteks musik klasik, musik, etnik, maupun musik eksperimental, memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan penciptaan musik modern di Medan. Namun dalam hal ini perkembangan tersebut masih terbatas di kalangan akademisi musik yang ada di Medan seperti, di Jurusan Sendratasik (Prodi Seni Musik) Unimed, ada generasi baru yang akademis mengusung nama kelompok maupun salah satu komunitas pendampingnya, diantaranya Mukhlis Hasbullah dengan The Robert Moong Computer Musik Studio, Panji Suroso dengan Kolegium Musikum, Hardoni Sitohang dengan Neo-Tradisional, Erizo Koto. Di luar institusi tersebut, perkembangan musik klasik, kontemporer dan etnik tradisional dapat terlihat di Taman Budaya Sumatera Utara Medan dimana komunitas komposer musik modern dari kalangan kampus berkolaborasi dengan para seniman musik yang selalu mengadakan latihan di Taman Budaya Sumatera Utara Medan. Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed 23 DAFTAR PUSTAKA Arisangsaka, Inung.2002. Fruity Loops 2 Bermain Musik Tanpa Instrumen. Jakarta. PT Elex Media Komputindo Bramantyo,Triyono. 2004. Disseminasi Musik Barat Di Timur. Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia. Hardjana, Suka. 1995. “Catatan Musik Indonesia, Fragmentasi Seni Modern yang Terasing” dalam Majalah Kalam Edisi 5. Hardjana, Suka. 2004. Esai Dan Kritik Musik. Tangerang : Agromedia Pustaka. Hardjana, Suka. 2004. Musik Antara Kritik dan Apresiasi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Gunartha, Wira.2011.http://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/artikel/article/view/915 Mack, Dieter. 1995. Tradisi-Modern-Kontemporer-Interkultural Berbagai Pemi-kiran Musik Masa Kini di Indonesia Yang Tidak Bertolak Lingkungan Karawitan. Dalam MSPI. Yogyakarta : Yayasan Benang Budaya. Mack, Dieter. 2004. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta : Pusat Musik Liturgi. Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara. Miles, B. Matthew dan Huberman., A.Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UIPRESS. Parto, FX.Suhardjo. 1996. Musik Seni Barat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Pasaribu, Ben M. 2005. Kaleidoskopik Komponis Dalam Musik Kontemporer di Indonesia. Dalam Etnomusikologi, Jurnal Seni. Medan : Departemen Etnomusikologi USU. Susi, Gustina. 2005. “Pendidikan Musik Kreatif : Alternatif Model Pembelajaran Musik di Sekolah”. Dalam Jurnal Seni Musik , Vol. 2 No.2. Tangerang : Jurusan Musik – Fakultas Ilmu Seni UPH. Sylado, Remy. 1983. Menuju Apresiasi Musik. Bandung : Angkasa. Tambajong, Japi. 1992. Ensiklopedi Musik Jilid 1. Jakarta : Cipta Adi Pustaka. Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed