POLICY PAPER Rencana Aksi Daerah Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu(RAD PPAKI) oleh Kate Walton, Health Specialist, USAID-Kinerja Maret 2015 Latar Belakang Pada akhir tahun 2015, diharapkan Indonesia telah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup, sesuai dengan tujuan Millennium Development Goals (MDGs). Memang banyak upaya telah dilakukan di seluruh nusantara ini, termasuk untuk menempatkan bidan desa di hampir semua desa, meningkatkan status Puskesmas menjadi Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED), mendorong lebih banyak ibu hamil memeriksakan kehamilannya dan bersalin dengan tenaga kesehatan, dan lain lagi. Namun, upaya-upaya ini masih belum cukup untuk menyelamatkan ibu hamil dan ibu bersalin. Kebetulan, AKI di Indonesia telah meningkat dari 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. AKI ini adalah AKI tertinggi di Asia Tenggara – berarti lebih tinggi dari pada semua negara tetangga Indonesia. Kebanyakan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh - Menurunkan AKI pendarahan, eklampsi (hipertensi dalam kehamilan), dan sebanyak tiga-per-empat infeksi. Walaupun 88% ibu hamil diperiksa oleh bidan atau dari tahun 1990 sampai dokter minimal empat kali, seperti direkomendasikan oleh 2015 World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, masih terlalu - Mencapai akses universal banyak bidan maupun ibu hamil kurang dapat kepada kesehatan reproduksi mengidentifikasi tanda bahaya kehamilan. Fakta ini, serta dengan keputusan terlambat untuk mencari penolongan medis, sering menyebabkan ibu hamil dan ibu bersalin meninggal dunia karena pendarahan (28% dari semua kasus kematian ibu di Indonesia), eklampsi (13%), aborsi yang tidak aman (10%), dan infeksi (10%). Penyebab tidak langsung (indirect causes) seperti malaria, tuberculosis, hepatitis, HIV/AIDS, anemia, dan kurang energi kronsi juga sangat berpengaruh di Indonesia. Untuk mempercepat penurunan AKI di Indonesia, Kemenkes telah menyusun Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan AKI (RAN PPAKI) pada tahun 2013. RAN ini dilaksanakan sampai dengan tahun 2015. Agar upaya penurunan AKI benar-benar berdampak besar, kami dari program Kinerja-USAID merekomendasikan kepada setiap Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Percepatan Penurunan AKI (RAD PPAKI). RAD PPAKI ini akan membantu masing-masing Kabupaten dan Kota untuk menganalisis persoalan kesehatan ibu dan anak (KIA), 1/5 mengidentifikasi solusi yang berpotensi mengatasi persoalan tersebut, dan menyusun rencana aksi yang dilengkapi dengan program dan kegiatan. Tujuan Percepatan pencapaian target Angka Kematian Ibu di Indonesia menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, dan mencapai target Angka Kematian Ibu di daerah sesuai dengan RAD MDGs dan/atau RPJMD bagi daerah yang telah mencapai target nasional. Kondisi Umum Kondisi umum di bidang kesehatan pada saat ini kurang mendukung pemberian pelayanan terbaik untuk ibu dan bayi. Ada beberapa tantangan yang belum diatasi di Indonesia: 1) kualitas pelayanan ante-natal care (ANC) dan persalinan belum optimal; 2) terlalu banyak persalinan tidak ditolong tenaga kesehatan; dan 3) masyarakat sering menganggap bidan sebagai kurang berpengalaman dan kurang berketerampilan, apalagi bidan desa. Pelayanan ANC telah dijangkau oleh hampir semua ibu hamil di Indonesia. 88% ibu hamil diperiksa minimal empat kali oleh tenaga kesehatan. Namun, kualitas pelayanan ANC masih kurang, karena sering tidak mengikuti standar nasional yang telah diterapkan (7T, 10T, dan 14T). Pada tahun 2011, hanya 20% Puskesmas dapat memberikan layanan ANC yang seharusnya diberikan. Misalnya, setiap ibu hamil berhak tes darah dan urin, tetapi dalam kenyataan, kurang dari setengah ibu hamil menerima tes tersebut di Puskesmas (41% untuk tes darah dan 48% untuk tes urin). Pelayanan persalinan yang bermutu juga terhambat untuk beberapa alasan, termasuk kurangnya alat dan obat, fasilitas kesehatan yang di bawah standar, dan tenaga kesehatan yang kurang berketerampilan atau berpengalaman. Fakta-fakta ini menyebabkan banyak ibu hamil memilih untuk bersalin dengan dukun bayi – pada tahun 2012, 25% ibu pedesaan dan 48% ibu termiskin ditolong dukun. Program Utama Berdasarkan tantangan diutaikan di atas, USAID-Kinerja menyusun lima program utama yang dapat sangat berdampak positif dalam percepatan penurunan AKI. 1. SOP Layanan – SOP adalah Standard Operating Procedure yang berfungsi sebagai perintah kerja terperinci dan tertulis yang perlu diikuti. SOP layanan adalah ringkasan umum dari SOP teknis; SOP layanan ini dipublikasikan agar pasien dapat mengetahui haknya dalam pelayanan tersebut. SOP layanan memberitahu pasien tentang persyaratan, lamanya pemberian layanan, waktu pemberian layanan, pemberi layanan, dan biaya layanan. SOP layanan untuk ante-natal care (SOP ANC) dibutuhkan agar pasien memahami pelayanan apa dia seharusnya diberikan – apakah itu 7T, 10T, atau 14T? Kalau 10T, misalnya, langkahnya seperti apa? SOP ANC ini mendorong ibu hamil untuk menanyakan hak-haknya serta memastikan kepada bidan pelayanan yang semestinya diberikan. Secara tidak langsung juga mendorong bidan memberikan pelayanan sesuai dengan SOP. Adanya SOP ANC memastikan kemungkinan komplikasi selama kehamilan dan persalinan akan ditemukan oleh bidan. Kematian ibu di Indonesia naling sering disebebkan pernarahan, eklampsi, dan infeksi – ketiga penyebab ini dapat diawasi dan diobati dengan efektif jika 2/5 pelayanan ANC dilakukan dengan baik dan benar. Masalah gizi seperti anemia dan kurang energi kronis juga bisa dipantau. SOP ANC memastikan pelayanan ANC berkualitas tinggi. 2. Kantung Persalinan – Kantung persalinan tidak merupakan hal baru di Indonesia, tetapi masih cukup bermanfaat dalam peningkatan pengawasan para ibu hamil. Walaupun dalam bentuk sederhana, kantung persalinan memberikan ringkasan (summary) kondisi dan riwayat semua ibu hamil di wilayah tertentu. Dengan kartu berwarna hijau (risiko rendah), kuning (risiko sedang), dan merah (risiko tinggi), tenaga kesehatan dapat mengetahui situasi wilayah mereka dengan cepat dan tepat. Informasi ini membantu bidan dalam monitoring ibu hamil dan mempersiapkan diri dan timnya untuk menolong persalinan, karena bidan tersebut sudah sadar kondisi si ibu serta kemungkinan komplikasi. Ibu yang berisiko tinggi dapat langsung dirujuk ke rumah sakit sesuai dengan taksiran persalinan, misalnya; bidan desa juga tidak diperbolehkan meninggalkan desa tugasnya jika akan ada persalinan. Hal seperti ini, walaupun kecil, dapat sangat menurunkan kemungkinan kematian ibu dari pendarahan, eklampsi, dan infeksi. 3. Kemitraan Bidan dan Dukun – Kemitraan bidan dan dukun telah lama menjadi program KIA di Indonesia. Namun, secara umum, kemitraan ini masih belum jalan dengan optimal beberapa alasan, termasuk kurang keterlibatan masyarakat, kurang penghargaan/insentif untuk dukun, dan kurang dimonitor dan dievaluasi. Kebetulan, dampak positif dari kemitraan bidan dan dukun sangat banyak. Jika kemitraannya dijalankan dengan baik dan memperhatikan peran dukun maupun bidan, kita akan melihat peningkatan K1, K4, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, dan persalinan di fasilitas kesehatan. Keempat hal ini akan mengurangi jumlah kasus kematian ibu karena ibu tersebut lebih dipantau dan diawasi, dan dapat ditolong/diobati dengan cepat jika ada komplikasi. 4. Pemagangan Bidan – Untuk menangani komplikasi kehamilan dan persalinan, para bidan harus memiliki kompetensi yang tinggi. Sayangnya, di Indonesia, masih ada terlalu banyak bidan yang telah lulus sekolah tetapi belum pernah menolong persalinan secara langsung. Ada banyak cerita tentang bidan desa yang melarikan diri saat ada ibu bersalin minta tolong, atau bidan desa yang hanya mendampingi dukun bayi – ini seharusnya tidak terjadi lagi di Indonesia. Untuk mengatasi persoalan ini, bidan dapat mengikuti program magang di rumah sakit setempat atau dengan bidan senior di klinik. Seperti di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, bidan desa dimagangkan di RSUD Luwu selama minimal dua minggu untuk meningkatkan keterampilan dan kepercayaan diri. Program magang memberikan bidan pengalaman yang sangat bermanfaat, dan akan mengurangi kemungkinan kejadian buruk jika bidan tersebut harus menangani komplikasi persalinan. Para bidan yang mengikuti program magang akan lebih memahami tanda bahaya dan bagaimana penyebab kematian seperti pendarahan dan eklampsi dapat diatasi supaya ibu dan 3/5 bayinya selamat. Masyarakat juga akan lebih percaya bidan dan pelayanan yang dia berikan, dan akan lebih sering memilih bersalin dengan bidan dari pada dukun. 5. Penjemputan Gratis untuk Ibu Bersalin – Sering terjadi bahwa ibu bersalin tidak mempunyai dana untuk membayar transpor ke fasiltas kesehatan. Ini menyebabkan ibu tersebut bersalin di rumah. Persalinan di rumah sangat berbahaya jika jauh dari fasilitas kesehatan, karena ibu yang mengalami komplikasi tidak dapat dirujuk dengan cepat. Seharusnya fasilitas kesehatan menyediakan pelayanan penjemputan gratis untuk semua ibu bersalin sebagai salah satu upaya untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kematian ibu dan bayi. Jika ibu bersalin dijemput dan dapat bersalin di fasilitas kesehatan, komplikasi dapat ditangani dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih efektif dari pada bersalin di desa. Kegiatan Berikut ada beberapa kegiatan yang disarankan oleh kami di USAID-Kinerja sebagai upaya percepatan penurunan AKI. Tidak semuanya perlu dilakukan pada saat yang sama. Program dapat dipilih oleh daerah masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan tujuan. a. Perbaikan fasilitas kesehatan 1. Meningkatkan jumlah Puskesmas mempunyai ruang persalinan dan dapat menolong persalinan 24/7 2. Meningkatkan jumlah kendaraan (ambulans) agar setiap Puskesmas dapat menjemput ibu bersalin b. Peningkatan kesiapsiagaan tenaga kesehatan 1. Membuat/memperbaiki SOP Antenatal Care di setiap Polindes/Poskesdes, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas 2. Membuat dan memajang poster 10T di fasiltas kesehatan 3. Menjamin bidan desa berada di desa saat ibu hamil akan bersalin 4. Menjamin bidan desa mempunyai bidan kit yang lengkap 5. Membuat/merevitalisasi dan pelaksanaan kantung persalinan dan peta ibu hamil di setiap Polindes/Poskesdes, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas, dan memastikan informasi ibu hamil ada di seluruh tingkat fasilitas kesehatan 6. Melaksanakan kemitraan bidan dan dukun, agar dukun merujuk setiap ibu hamil dan ibu bersalin kepada bidan dan mendampinginya tanpa menolong persalinan secara medis c. Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan Melaksanakan program magang bidan di rumah sakit atau praktek bidan swasta melalui MOU, agar setiap bidan berpengalaman menolong 10 kasus persalinan d. Keterlibatan masyarakat Menjamin masyarakat terlibat dalam pemantauan ibu hamil 4/5 Indikator yang Disarankan USAID-Kinerja Daftar indikator ini dapat disesuaikan dengan target dan program setempat. 1. Jumlah ibu hamil dan bersalin yang meninggal 2. Jumlah bayi lahir mati 3. Jumlah bayi neonatus (0-28 hari) yang meninggal 4. Jumlah Puskesmas yang membuka ruang persalinan 24 jam per hari (dari 27 Puskesmas) 5. Jumlah Puskesmas dengan poster 10T terpajang (dari 27 Puskesmas) 6. Jumlah bidan yang dimagangkan di salah satu RSUD selama minimal dua minggu 7. Persentase ibu hamil yang melakukan K4 8. Persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 9. Persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan 10. Persentase dukun yang bermitra dengan bidan Rekomendasi Agar upaya penurunan AKI berdampak besar, kami dari program Kinerja-USAID merekomendasikan kepada setiap Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Percepatan Penurunan AKI (RAD PPAKI). RAD PPAKI ini akan membantu masing-masing Kabupaten dan Kota untuk menganalisis persoalan kesehatan ibu dan anak (KIA), mengidentifikasi solusi yang berpotensi mengatasi persoalan tersebut, dan menyusun rencana aksi yang dilengkapi dengan program dan kegiatan. Kinerja-USAID juga merekomendasikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia untuk mendukung dan mendampingi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam upaya percepatan penurunan AKI. Dukungan dan dampingan ini disarankan diberikan dalam bentuk pelatihan dan penyegaran tenaga kesehatan, serta pengawasan dan penilaian. 5/5