BEAM SHAPING ASSEMBLY (BSA) DESIGN BASED D-D NEUTRON GENERATOR 2,45 MeV FOR BNCT TREATMENT FACILITY Oleh, Desman Perdamaian Gulo NIM: 642010007 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 1 2 3 4 5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat kasih karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tugas akhir ini ditulis dan disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) Fisika di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Atas segala bantuan dan dukungan tersebut, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Keluarga tercinta ibu, bapak, abang-abang saya, serta seluruh keluarga yang selama ini terus mendoakan, memberikan dukungan baik materil, semangat dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 2. Bapak Dr. Suryasatriya Trihandaru, S.Si., M.Sc.nat. selaku dosen pembimbing utama atas waktu, tenaga, kritik dan saran serta wejangan-wejangannya dari awal hingga akhir sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Bapak Ir. Slamet Santoso, M.Sc. selaku dosen pembimbing pendamping I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran, motivasi, dan berbagi pengalaman. Membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penelitian hingga tugas akhir ini selesai. 4. Bapak Prof. Ir. Yohannes Sardjono, selaku dosen pembimbing pendamping II yang selalu member semangat dan motivasi dalam menyelesaikan tulisan ini serta mengarahkannya. 5. Seluruh Dosen FSM UKSW, khususnya Dosen Fisika dan Pendidikan Fisika: Bapak Suryasatriya T., Bapak Andreas Setiawan, Bapak Adita Sutrisno, Ibu Diane Noviandini, Ibu Santi, Ibu Marmi Sudarmi, Bapak Ferdi S. Rondonuwu, Bapak Wahyu H.K., Bapak Nur Aji Wibowo, Ibu Debora Natalia S., dan Bapak Alva atas bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama kuliah. 6. Mas Tri, Mas Sigit, dan Pak Tafip selaku Laboran Fisika dan Pendidikan Fisika FSM UKSW atas segala bantuannya selama ini. Maaf jika selama ini selalu merepotkan. 7. Sahabat-sahabat tercinta saya yaitu teman-teman Pendidikan Fisika dan Fisika 2010, Wahyu, David, Olik, Anisa, Nita, Galuh, Uchi, Eigche, Mariam, Lita, Dian, Erfi, Maya, Anti, Kris, Kukuh, Eskelon, Arif, Gigih, Hafidz, Pujo, terimakasih atas segala bantuan dan semangat yang kalian berikan. 8. Teman-teman seperjuangan selama skripsi, Uchi, Gigih, Havidz, Galuh, Erfy, Dian, dan Kukuh terimakasih atas segala bantuan dan semangat yang telah diberikan. vi 9. Teman-teman sepelayanan di PERKANTAS Salatiga Kak Lius, Kak Yuyun, Kak Deby, Kak Eres, Kak Kris, Kak Daniel, Kak Ronald sebagai PKTBku, teman-temanku seperjuangan, terkasih, dan terhebat PMK teners (Kezia (FKIP), Inda (FEB), Dora (FKIP), Josua (FTeol), Manasye (FTeol), Lisa (FSM), Ratih (FTeol), Ko Dani (FTEK), Pujo (FSM), Kriswantoro (FSM)) yang selalu mendukung dan mendoakan saya dalam suka dan duka menjalani Tugas Akhir ini. Thank You so mach. 10. KTB HALAS Kak Ronald (FTeol), Kriswantoro (FSM), Pujo (FSM), dan Ishak (FSM) yang sudah menjadi tempat curahan hati dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini serta selalu membantu dalam doa dan kata-kata motivasi. 11. AKTBku KTB HAGAI Frenky (FBS), Ebit (FSM), dan Johan (FSM) yang selalu mendukung, mendoakan, memberi semangat dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. 12. Teman-teman kos Kauman 32, Ishak (FSM), Frenky (FBS), Ramah (FTI), Ebit (FSM), Dexan (FIK), Andre (FSM), Willy (FEB), serta semua teman-teman kos lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan. 13. Segenap pihak yang turut membantu dan terlibat dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan dan penyelesaian tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca bagi perbaikan penulis. Apabila dalam penyusunan tugas akhir ini ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhirnya penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Salatiga, September 2015 Penulis vii MOTTO “Do all things without complaining and disputing (Philippians 2:14)” “Be the best of the best” viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................... ii PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT................................................................................ iii PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ..................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR ................................. v KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi MOTTO ............................................................................................................................. viii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Pendahuluan................................................................................................ 1 1.2 Dasar Teori ................................................................................................. 2 1.3 Daftar Pustaka............................................................................................. 4 BAB II BEAM SHAPING ASSEMBLY (BSA) DESIGN BASED D-D NEUTRON GENERATOR 2,45 MeV FOR BNCT TREATMENT FACILITY ....................................................................................................... 6 2.1. Pendahuluan .............................................................................................. 8 2.2. Metode Penelitian ...................................................................................... 9 2.3. Hasil dan Diskusi ....................................................................................... 11 2.4. Kesimpulan ................................................................................................ 14 2.5. Ucapan Terimakasih .................................................................................. 15 2.6. Daftar Pustaka ........................................................................................... 15 Lampiran ........................................................................................................................... 16 Surat Keterangan IJAP UNS ............................................................................. 17 ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Kanker adalah tumor ganas yang tumbuh akibat pembelahan sel yang tidak normal dan tidak terkontrol. Menurut data dunia, kasus penyakit kanker tahun 2008 mencapai 12,6 juta kasus [1]. Tahun 2012 sebaran kasus kanker yang terbanyak di dunia adalah kanker payudara mencapai 25,2 % per 100.000 jiwa[2]. Negara bagian Asia Tenggara khususnya Indonesia menempati urutan tertinggi kasus kanker payudara yakni 18.6 per 100.000 disusul oleh Brunei dan Malaysia dengan angka 17,9 per 100.000 dan 14,7 per 100.000[3]. Dari data statistik WHO tahun 2012, menargetkan penyakit kanker payudara di Indonesia tahun 2030 akan meningkat sampai tujuh kali lipat[4,5]. Kanker payudara merupakan sebuah tumor yang menular yang dimulai dari tumbuhnya sel-sel kanker di dalam payudara. Tumor ini seperti sebuah kelompok sel-sel kanker yang dapat tumbuh dan menyebar disikitar dada. Kebanyakan kasus kanker payudara menyerang wanita[6]. Di dunia teknologi medis, sudah dilakukan beberapa metode untuk menyembuhkan penyakit kanker. Berikut metode yang sudah dikembangkan : a. Pembedahan (surgery). Pembedahan merupakan pengobatan dengan menggunakan teknik membedah daerah sekitar kanker dan kemudian mengangkat kanker tersebut. Akan tetapi, metode ini mempunyai resiko yaitu luka bedah yang luas. Selain itu, metode pembedahan tidak dapat diterapkan pada organ-organ vital seperti otak atau pembuluh darah utama[7,8]. b. Radioterapi (radiotherapy). Radioterapi merupakan pengobatan kanker menggunakan radiasi ion. Radiasi ion yang digunakan adalah sinar X, dari sumber bahan cobalt dengan partikel akselerator. Akan tetapi, kelemahan terapi ini adalah dapat memberikan iritasi pada kulit seperti kulit menjadi merah, kering, bersisik, dan gatal[9]. c. Kemoterapi (chemotherapy). Kemoterapi merupakan metode dengan mengijeksi(suntik) jenis oba-obatan ke arteri terdekat yang mensuplai darah ke kanker. Kandungan obat yang dialirkan memiliki dosis tinggi sehingga memberikan efek samping pada penderita seperti mual, muntah, rambut rontok, dan kemungkinan kambuh[7]. d. Brakiterapi (Brachytherapy) adalah tipe terapi radiasi dimana sumber radiasi (radioaktif) ditanam atau ditempatkan secara langsung di dalam kanker. Kelemahan terapi ini tidak dapat diterapkan di lokasi kanker yang vital seperti otak, hati, paru-paru[10,14]. Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif lain untuk penyembuhan penyakit kanker payudara. Salah satu metode yang sedang dikembangkan di dunia medis saat ini adalah terapi kanker dengan menembakan berkas neutron (n) ke boron-10 yang di injeksi ke daerah sel kanker. Metode ini disebut juga Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Boron-10 yang digunakan adalah unsur non radioaktif (stabil), sehingga aman bagi tubuh. Metode ini sudah lama digunakan untuk penyembuhan kanker di otak dan leher dan memberikan hasil yang efektif[11,12,13]. Sistem kerja BNCT adalah “cell targeting”. Artinya, memberikan terapi hanya pada sel-sel payudara yang rusak saja. Hal ini dikarenakan radiasi alpha dari inti Helium dan Lithium hanya mempunyai jangkauan yang kecil antara 4-9 micrometer, sedangkan diameter sel antara 10-20 micrometer, sehingga reaksi ini hanya terbatas didalam sel kanker saja[11]. Untuk mencapai sel target, diperlukan suatu penghantar berkas neutron (energi rendah) dari reaktor kartini ke sel kanker dengan spesifikasi energi yang dihasilkan adalah energi epitermal [11]. Penghantar ini disebut juga kolimator. Kolimator ini akan di desain di beam port tembus dinding reaktor kartini. 1 Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mendesain kolimator BNCT dengan output berkas neutron epitermal untuk terapi kanker payudara dengan softwere MCNPX[15,16]. 1.2 Dasar Teori 1.2.1 Kanker Payudara (Breast Cancer) Salah satu kanker yang paling berbahaya dan sering menyerang para wanita adalah kanker payudara (breast cancer). Jaringan sistem getah bening (lymph system) di dalam payudara merupakan hal terpenting dalam mengetahui penyebaran kanker pada payudara. Getah bening ini terbungkus dalam bongkolan-bongkolan kecil yang disebut lymph nodes. Bongkolan-bongkolan ini terkumpul dari sistem imun sel yang dihubungkan oleh jaringan/saluran getah bening (lymphatic vessels). Lymphatic vessels seperti urat darah halus yang berfungsi untuk membawa cairan pembersih yang disebut lymph yang berada di payudara. Sel kanker payudara dapat masuk kedalam saluran ini dan mulai bertumbuh di dalam bongkolan-bongkolan kecil. Kemudian akan menyebar pada daerah lobula[6]. Berikut gambar penampang sel kanker pada payudara. (a) (b) Gambar 1. (a) Jaringan lymph nodes di dalam payudara, (b) penampang sel kanker yang telah menyebar pada lobula[6]. Sel-sel kanker di dalam sistem jaringan lobula tersebut semakin lama akan semakin membesar hingga menyebar ke seluruh bagian payudara dan sekitarnya. Untuk mengobati kanker tersebut, sel-sel kanker harus diberantas secara langsung. Salah satu metode yang efektif adalah terapi radiasi neutron menggunakan senyawa boron. 1.2.2 Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) Salah satu metode pengobatan kanker yang tidak memberi efek samping pada sel-sel sehat adalah dengan metode terapi tangkapan neutron[17]. Konsep dasarnya yang digunakan adalah reaksi nuklir[18]. Neutron berfungsi untuk membelah inti dari boron 10B. Metode pembelahan tersebut disebut juga Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Di Indonesia, BNCT mulai dikenal sejak tahun 1999 dan terus berkembangkan sampai saat ini[8]. Metode BNCT merupakan sebuah metode pengobatan kanker terapi yakni dengan cara memposisikan sejumlah 10B dari senyawa boron kedalam sel-sel tumor dan kemudian ditembakan dengan cara iradiasi menggunakan neutron termal ataupun epitermal untuk menghasilkan energi linear tinggi (LET) yang digunakan untuk merusak tumor atau sel-sel kanker[13,19]. Mekanisme perusakan sel-sel kanker akan berlangsung selama BNCT bereaksi membelah inti 10B dan menghasilkan partikel dan 7Li yang dipecahkankan dari inti[10]. Keberhasilan BNCT terletak pada ketepatan pengiriman 10B ke tumor, level rendah di dalam lingkup jaringan, dan energi neutron termal yang cukup pada posisi tumor[23]. Berikut gambar tentang reaksi BNCT: 2 Gambar 2. Prinsip kerja Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) Skema hasil reaksi peluruhan pada gambar 2 sebagai berikut[8,21] : 6,1% 93,9% 24 He 37 Li 2,79MeV 10 1 11 5B 0n 5B 4 He 7 Li * 2, ,31MeV 3 2 * Li 0,48MeV 7 3 11 B mempunyai waktu paruh yang sangat singkat yaitu 10-12s sedangkan 7Li sekitar 10-5 s. Pada senyawa campuran boron, disertakan scavanger yang sangat reaktir terhadap 7Li sehingga lithium akan terikat dan keluar tubuh melalui proses metabolisme. Energi neutron thermal ( 0,001eV E 1eV ) diperbolehkan untuk iradiasi disekitar kulit luar sedangkan energi neutron epitermal ( 1eV E 0,1MeV ) digunakan pada daerah kanker di bawah kulit atau bagian dalam tubuh[24]. Pada penelitian ini digunakan energi neutron epitermal karena posisi tumor kanker berada pada daerah dalam tubuh yakni di dalam payudara. Agar terapi ini dapat tepat sasaran diperlukan suatu kolimator yang bisa menghasilkan fluks epithermal neutron yang optimal. Mendesain kolimator tersebut dibutuhkan sebuah software dalam merancang dimensinya. Berikut standar Berkas neutron untuk BNCT menurut kriteria IAEA. Tabel 1. Parameter berkas Neutron untuk BNCT dari kriteria IAEA Parameter Notasi (satuan) Kriteria IAEA Rasio laju dosis < 2,0 x 10-13 Df cepat terhadap epi fluks neutron epitermal ( Gy.cm 2 / n ) Rasio laju dosis < 2,0 x 10-13 D gamma terhadap epi fluks neutron ( Gy.cm 2 / n ) epitermal Rasio fluks < 0,05 neutron termal th terhadap fluks epitermal neutron epitermal Rasio arus >0,7 J neutron terhadap epitermal fluks neutron Fluks neutron >1,0 x 109 epi epitermal. 3 ( cm 2 s 2 n ) 1.2.3 MCNPX Monte Carlo N-Particle (MCNPX) merupakan suatu perangkat lunak yang dapat mensimulasikan persamaan matematis dalam bentuk geometri. MCNPX di desain untuk menjalankan simulasi partkel yang banyak dengan interval energi. Program MCNPX dikembangkan sejak tahun 1994 yang merupakan perkembangan dari MCNP4B dan LAHET 2.8 untuk mendukung Accelelator Production of Tritium Project (APT). Kelebihan dari MNCPX adalah fitur tool lebih lengkap. Beberapa kemampuan baru terutama untuk analisa tranasmutasi, burn up dan produksi partikel tunda. Beberapa tally (mode perhitungan) dan mentode baru reduksi varian juga telah dikembangkan untuk teknik analisis data yang lebih baik. Beberapa standar satuan yang dipakai dalam MCNPX sebagai berikut. No 1 2 3 4 5 6 7 Tabel 2. Satuan Standar MCNPX Besaran Satuan panjang centimeter energi MeV densitas atom Atoms/barn-cm densitas masa g/cm3 waktu Shakes (10-8 sekon) temperatur MeV(kT) tampang lintang Barns (10-24 cm2) Adapun standar batasan energi radiasi yang dapat disimulasikan : No 1 2 3 4 5 Tabel 3. Interval Energi yang diperbolehkan Rentang energi Keterangan neutron 0-20 MeV untuk semua isotop neutron 0-150 MeV untuk 42 isotop tertentu dan hanya sampai 100 MeV untuk 9Be foton 1 keV-100 GeV elektron 1 keV-1GeV proton 1-150 MeV Algoritma yang dipakai dalam MCNPX dibagi dalam 3 bagian, yakni : 1. Surface card : batas-batas geometri standar yang mengekspresikan persamaan matematika. 2. Data card : berisi tentang unit volume, unsur penyusun unit volume, sumber radiasi, dsb. 3. Cell card : bagian yang memuat unit volume yang dirangkai dari surface cell dan data card[19]. 1.3 1. 2. 3. 4. 5. Daftar Pustaka GLOBOCAN 2008, Global Cancer Facts and figures 2nd Ed., American Cancer Society, 2011 Pancreatic Cancer, Cancer Facts & Figures 2013, American Cancer Society, 2013 Merel K, Rosana N, dkk. The Burden of Cancer in Member Countries of the Association of Southeast Asian Nation (ASEAN). Asian Pasific Journal of Cancer Prevention, vol.13:411420. 2012 WHO. 2012. World Health Statistic 2012. World Health Organization. ISBN 978 92 4 1564441 Andriani dan Virhan Novianry, Statistik Profil Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat, Persentase Rakor BNCT di PTAPB BATAN Yogyakarta, 12 Juni 2013 4 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Breast Cancer, American Cancer Society, 2014 Owen, Hywel., Technologies for delivery of Proton and Ion Beams for Radiotherapy. USA, 2013 University College London Hospital, Radiotherapy to the breast, NHS Foundation Trust, 2013 John Floberg, The Physics of Boron Neutron Capture Therapy: an emerging and innovative treatment for glioblastoma and melanoma, Caleton College, 2005 Patient Education, Chemotherapy, The Patient Education Institute, 2011. www.X-Plain.com. Bagaswoto P., Porspective of BNCT in Breast Cancer Treatment in Indonesia, Status BNCT in Indonesia, Yohannes S.(BATAN), ISBN: 978-602-9431-87-2,2014 Sabriani Z., Rena Widita, Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) Dose Calculation using Geometrical Factors Spherical Interface for Glioblastoma Multiforme, ITB, 87.53, 2010 Alexander V.S., Boron Neutron Capture Therapy of Cancer as a Part of Modern Nanomedicine, Int. of Nano and Molecular Medicine, University of Missouri-Columbia, USA, 1:1, 2014 Kondrashina, Olga V., Targeted Drug Delivery System of Gd3+ for Neutron Capture Therapy against Csncer is Metalorganic Magnetic Nanoparticles. Rusia. Nanomedine Biotherapeutic Discov Volume 3 Issue 2. ISSN : 2155-983X JNBD, 2013, an open access journal P. Kotiluoto, I. Auterinen, MNCP study for Epithermal Neutron Irradiation of an Isolated Liver at the Finnish BNCT facility, Aplication Radiation ad Isotopes, 61:781-785, 2004 J.K. Shultis, R. E. Faw, An MCNP Primer, Kansei State University, Manhattan, 2011 Peng Wang, Haining Z., dkk., Boron Neutron Capture Therapy Induces Apoptosis of Glioma Cells Through Bcl-2/Bax, BMC Cancer, 10:661, 2010 F. Rossi, K. Ono, dkk., BNCT : Neutron Dose Evalution Using a Monte Carlo code, Radiation Effects & Defects in Solids, Vol.164, Nos. 5-6, May-June 2009, 350-356 J. D. Brockman, D. W. Nigg, dkk., Characterization of a Boron Neutron Capture Therapy Beam Line at the University of Missouri Research Reactor, J. Radional Nicl Chem 282:157160, 2009 T. Mitsumoto, S. Yajima, dkk., Cyclotron-Based Neutron Source For BNCT, Application of Accelerators in Research and Industry, Proc. 1525:319-322, 2013 Rolf F. Barth, M. Graca H. V., dkk., Current Status of Boron Neutron Capture Therapy of High Grade Gliomas and Recurrent Head and Neck Cancer, Radiation Oncology, 7:146, 2012 Feng-Yi Yang, Wen-Yuan Chang, dkk., Pharmacokinetic Analysis and Uptake of 18F-FBPAFr After Ultrasound-Induced Blood-Brain Barrier Disruption for Potential Enhancement of Boron Delivery for Neutron Capture Therapy, JNM, 55:616-612, 2014 Danise B. P., MCNPXTM User’s Manual, Departement of Energy, 2008 Media Nuklir. Interaksi Neutron. Diakses dari medianuklir.files.wordpress.com/2010/08/interksi-neutron.pdf 5 BAB II BEAM SHAPING ASSEMBLY (BSA) DESIGN BASED D-D NEUTRON GENERATOR 2,45 MeV FOR BNCT TREATMENT FACILITY DESAIN BEAM SHAPING ASSEMBLY (BSA) BERBASIS D-D NEUTRON GENERATOR 2,45 MeV UNTUK UJI FASILITAS BNCT Desman P. Gulo1, Suryasatriya T.1, Slamet Santosa2, dan Y. Sardjono2 Program Studi Fisika, Fakultas Sains & Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2 Pusat Sains dan Teknologi Akselelator-BATAN, Yogyakarta 1 Email: [email protected] ABSTRACT Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) is one of the cancer treatments that are being developed in nowadays. In order to support BNCT treatment for cancer that exists in underneath skin like breast cancer, the facility needs a generator that is able to produce epithermal neutron. One of the generator that is able to produce neutron is D-D neutron generator with 2,45 MeV energy. Based on the calculation of this paper, we found that the total production of neutron per second (neutron yield) from Neutron Generator (NG) by PSTA-BATAN Yogyakarta is 2,55×1011 n/s. The energy and flux that we found is in the range of fast neutron. Thus, it needs to be moderated to the level of epithermal neutron which is located in the interval energy of 1 eV to 10 KeV with 10 9 n/cm2s flux. This number is the recommendation standard from IAEA. Beam Shaping Assembly (BSA) is needed in order to moderate the quick neutron to the level of epithermal neutron. One part of BSA that has the responsibility in moderating the quick neutron to epithermal neutron is the moderator. The substance of moderator used in this paper is MgF2 and A1F3. The thickness of moderator has been set in in such a way by using MCNPX software in order to fulfill the standard of IAEA. As the result of optimizing BSA moderator, the data obtain epithermal flux with the total number of 4,64×108 n/cm2/s for both of moderators with the thickness of moderator up to 15 cm. At the end of this research, the number of epithermal flux does not follow the standard of IAEA. This is because the flux neutron that is being produced by NG is relatively small. In conclusion, the NG from PSTA-BATAN Yogyakarta is not ready to be used for the BNCT treatment facility for the underneath skin cancer like breast cancer. Keywords: BNCT, BSA, neutron yield, epithermal neutron, MNCPX ABSTRAK Salah satu terapi kanker yang sedang dikembangkan saat ini adalah metode Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Dalam mendukung uji fasilitas BNCT pada kanker yang berada di bawah permukaan kulit seperti kanker payudara dibutuhkan suatu generator yang dapat menghasilkan neutron epitermal. Salah satu generator yang dapat menghasilkan neutron adalah D6 D neutron generator dengan energi sebesar 2,45 MeV. Dari hasil perhitungan pada makalah ini, didapatkan produksi neutron per detik (neutron yield) dari Neutron Generator (NG) milik PSTABATAN Yogyakarta sebesar 2,55×1011 n/s. Energi dan fluks tersebut termasuk dalam range neutron cepat. Oleh sebab itu perlu dimoderasi ke level neutron epitermal yakni pada interval energi antara 1eV sampai 10KeV dengan fluks sebesar 109 n/cm2s. Nilai ini merupakan rekomendasi standar IAEA. Untuk memoderasi neutron cepat tersebut dibutuhkan suatu desain Beam Shaping Assembly (BSA) yang berfungsi untuk memoderasi neutron cepat ke level neutron epitermal. Salah satu bagian BSA yang berperan dalam memoderasi neutron cepat ke neutron epitermal adalah moderator. Pada makalah ini bahan moderator yang digunakan adalah MgF2 dan AlF3. Moderator tersebut diatur ketebalannya hingga memenuhi standar IAEA menggunakan perangkat lunak MCNPX. Dari hasil simulasi optimasi moderator BSA, didapatkan fluks epitermal sebesar 4,64×108 n/cm2/s untuk kedua bahan moderator dengan ketebalan moderator masingmasing 15 cm. Dari hasil penelitian ini, nilai fluks epitermal tersebut masih belum tercapai sesuai dengan standar IAEA. Hal ini disebabkan karena fluks neutron yang dihasilkan dari NG masih relatif kecil sehingga masih belum bisa digunakan untuk uji fasilitas BNCT pada kanker yang berada di bawah kulit seperti kanker payudara. Kata kunci: BNCT, BSA, neutron yield, neutron epitermal, MNCPX 7 2.1 Pendahuluan Dalam dunia medis ada beberapa metode standar pengobatan kanker yang telah dilakukan seperti pembelahan, kemotherapi, radiotherapi dan lain sebagainya[1]. Salah satu pengobatan kanker yang menjanjikan sedang dikembangkan sampai saat ini adalah pengobatan kanker dengan metode Boron Neutron Capture Therapy (BNCT)[2,3]. Metode BNCT pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1960an tetapi hanya menunjukan sedikit perkembangan karena salah satu penghasil neutron termal atau epitermal yang kurang ekonomis yakni dari reaktor nuklir. Akan tetapi, dalam perkembangannya, para peneliti berhasil menciptakan penghasil neutron yang lebih efisien. Salah satunya adalah Neutron Generator (NG)[4,5]. Metode BNCT terdiri dari dua bagian. Pertama, 10B terdistribusi dalam area sel tumor yang dibawa oleh agen pembawa boron. Kedua, penyediaan sumber neutron[3]. Bagian kedua merupakan fokus pembahasan pada makalah ini. BNCT bertujuan untuk meminimalisir efek samping dari radioterapi yang mengenai tubuh. Konsep dasar metode BNCT adalah reaksi inti yang terjadi antara neutron dengan 10B yang menghasilkan 7Li (stabil) dan 4He di dalam jaringan tumor (lihat Gambar 1). Ion Litium (stabil) dan partikel alfa menghasilkan Linear Energy Transfer (LET) yang tinggi sehingga sangat efektif untuk merusak jaringan sel tumor sedangkan 7Li yang tidak stabil akan menghasilkan sinar gamma yang memiliki LET kecil sehingga tidak membahayakan organ tubuh yang lain[6-9,10]. 10Boron sangat efektif menyerap neutron termal karena memiliki tampang lintang yang besar yakni sebesar 3840 barns[3]. Disamping itu, jangkauan 7Li dan 4He sangat pendek hanya sekitar 5-9 mm. Ukuran ini lebih kecil daripada diameter sel sehingga sifatnya sering juga disebut “cell targeting”. 42 He 73 Li 2,79M eV 10 1 11 5B 0n 5B 4 He 7 Li * 2,31M eV 3 2 * 7 3 Li 6,1% 93,9% 0,48MeV Gambar 1. Reaksi inti metode BNCT Sebelumnya, metode BNCT sudah dilakukan pada kanker otak dan leher. Saat ini metode BNCT sedang dikembangkan pada jaringan lunak seperti pada kanker payudara[4]. Untuk mendukung uji fasilitas BNCT pada kanker payudara diperlukan suatu penghasil neutron. NG menjadi sebuah alternatif yang dapat digunakan sebagai salah satu generator penghasil neutron untuk mendukung metode BNCT. NG lebih praktis serta bisa digunakan di rumah sakit. Salah satu NG yang telah dikembangkan adalah NG yang menggunakan reaksi D-D untuk menghasilkan neutron. Reaksi DD ini dapat menyuplai fluks neutron yang besar dari beam source yang kecil dengan menghasilkan energi sebesar 2,45 MeV[2,9,13,14]. Pada makalah ini NG yang digunakan adalah NG milik PSTABATAN Yogyakarta. Untuk tumor kanker yang berada di bawah permukaan kulit membutuhkan energi dan fluks neutron epitermal. Oleh sebab itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menghitung jumlah produksi neutron per detik (neutron yield) dari hasil reaksi D-D neutron generator. Jika neutron yield yang dihasilkan berada pada batas neutron cepat, maka perlu dimoderasi hingga mencapai fluks epitermal sesuai dengan standar IAEA(lihat Tabel 1) yakni 109 n/cm2/s[3,10,13,15]. Cara pengoptimasian energi dan fluks neutron dari NG ke bentuk neutron epitermal dibutuhkan sebuah Beam Shaping Assembly (BSA) yang terdiri dari moderator, reflektor, kolimator, dan filter[9,15]. BSA ini berfungsi untuk mengarahkan pulsa neutron cepat dari NG ke pasien menjadi neutron epitermal. Desain BSA harus memperhatikan interaksi neutron dengan materi sehingga jumlah fluks neutron yang keluar dari BSA tepat dan tidak membahayakan pasien. Dalam pengoptimasian BSA yang perlu diperhatikan juga adalah material/ bahan, ketebalan, perancangan, dan konfigurasi[15]. 8 Tabel 1. Rekomendasi IAEA untuk parameter BNCT[16] Parameter Notasi (satuan) Rekomendasi IAEA Fluks neutron epitermal Rasio laju dosis neutron cepat dan fluks neutron epitermal Rasio laju dosis gamma dan fluks neutron epitermal epitermal n / cm 2 s > 109 Gy.cm 2 / D f epitermal Gy.cm < 2×10-13 / D epitermal < 2×10-13 2 Rasio fluks termal dan epitermal termal / epitermal < 0,05 Rasio arus dan fluks epitermal J / epithermal > 0,7 Grup neutron cepat Grup neutron epitermal Grup neutron termal E > 10 keV 1 eV < E < 10 keV E < 1 keV Pada makalah ini yang akan dibahas adalah perhitungan jumlah neutron yield dari hasil reaksi D-D neutron generator milik PSTA-BATAN Yogyakarta dengan menganggap energi neutron yang dihasilkan dari reaksi D-D adalah 2,45 MeV serta mendesain BSA dengan pengoptimasian pada ketebalan moderator. Ketebalan moderator diatur sedemikian rupa agar dapat mencapai kriteria neutron epitermal. Pengoptimasian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Monte Carlo N Particle-X (MCNPX) yang dapat mengsimulasikan perjalanan partikel neutron suatu material dalam bentuk tiga dimensi. 2.2 Bahan dan Metode 2.2.1 D-D Neutron Generator Salah satu perusahaan yang mengembangkan NG adalah Adelphi Technology. Generator ini menggunakan reaksi D(d,n)3He. Dari reaksi fusi tersebut menghasilkan neutron kira-kira 2,45 MeV dan Helium sebesar 0,82 MeV. Energi Helium sebesar 0,82 MeV tidak dapat digunakan karena memiliki daya tembus yang pendek sedangkan neutron memiliki daya tembus yang panjang sehingga dapat dimanfaatkan untuk uji fasilitas BNCT. Cara kerja D-D neutron generator adalah plasma deuterium yang terbentuk di dalam sumber ion diinduksi menggunakan medan Radio Frequency (RF) dari kawat tembaga. Selanjutnya plasma diektrak melalui lubang ekstraksi pada kolom pemercepat sehingga ion-ion dipercepat hingga ~120 keV[5,14]. Dari hasil observasi, NG milik PSTA-BATAN Yogyakarta mempunyai spesifikasi energi tumbukan deuteron 100-150 keV dengan range arus I dari 400-900µA. Sebelum NG milik PSTA-BATAN Yogyakarta diuji coba pada BNCT, terlebih dahulu dihitung jumlah neutron yield yang dihasilkan oleh NG PSTABATAN Yogyakarta dengan menggunakan persamaan berikut: Y N (1) dimana Y adalah neutron yield yang dihasilkan dari reaksi D-D (neutron/detik), N adalah jumlah inti target per luasan target, adalah tampang lintang reaksi D-D(cm2). Tampang lintang untuk interval energi tumbukan deuteron 100-150 keV adalah ±1×10-26 cm2 – ±8×10-26cm2[17]. merupakan jumlah rata-rata partikel penumbuk target (partikel/ detik)[11]. Dalam mendesain sistem target, ada tiga komponen penting di dalam sistem target yaitu unsur utama target (D atau T), logam penguat (Al atau Cu) dan unsur perantara (Ti). Unsur perantara ini berfungsi untuk meningkatan produksi neutron pada suhu tertentu. Logam penguat di-sputtering dengan target kemudian diimplantasikan dengan target utama sehingga akan membentuk Titanium Hydarte[12]. Disamping itu, ketebalan target akan menentukan seberapa besar neutron yang diproduksi setiap detiknya. Oleh sebab itu, persamaan (1) dijabarkan menjadi: 9 N A dY dx A dimana kerapatan Ti (4,51 g cm-3), A nomor massa Ti (47,9 g mol-1) (2) [11] . Dalam makalah ini, ketebalan target dx diasumsikan sebesar 0,01 cm. Besarnya ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: I Z (3) adalah jumlah partikel keluaran per detik. I adalah arus deuteron yang melewati setiap 1 deuteron. Z merupakan muatan 1 deuteron yaitu 1,6×10-19 C[11]. Hasil perhitungan neutron yield ditampilkan pada Tabel 3 untuk masing-masing interval energi. Neutron yield maksimum dihasilkan pada energi tumbukan deuteron 150 keV dengan arus deuteron I sebesar 900µA yaitu 2,55×1011 n/s. 2.2.2 Moderator Salah satu bagian BSA yang berfungsi untuk memoderasi energi dan fluks neutron cepat menjadi neutron epitermal adalah moderator. Bahan moderator harus memiliki karakteristik tampang lintang hamburan yang besar untuk neutron cepat dan tampang lintang yang kecil untuk neutron epitermal. Parameter lain yang menentukan kualitas bahan moderator adalah nomor massa harus kecil karena moderasi neutron bisa berlangsung cepat sehingga dapat menghasilkan neutron termal. Sebaliknya, jika nomor massa besar maka neutron tidak banyak kehilangan energi setiap tumbukan pada bahan moderator. Ada beberapa bahan moderator BSA yang direkomendasi seperti Al, AlF3, Fluental (terdiri dari senyawa campuran 1% LiF+30% Al+69% AlF), dan MgF2[10,15]. Pada makalah ini bahan moderator yang digunakan adalah MgF2 dan AlF3 karena kedua bahan ini memiliki harga yang terjangkau dibandingkan fluental yang sangat mahal. Pada penelitian sebelumnya, menunjukan bahwa bahan AlF3 merupakan bahan moderator terbaik yang dapat menghasilkan energi neutron di bawah 10 keV. Selain itu, bahan AlF3 lebih efektif mereduksi neutron cepat. Bahan MgF2 juga sering digunakan untuk memproduksi neutron dalam interval energi epitermal. MgF2 lebih bagus karena memiliki tampang lintang hamburan elastis yang baik untuk neutron cepat dan dua unsurnya memiliki nomor massa yang kecil. Sehingga MgF2 direkomendasikan sebagai bahan moderator karena hanya membutuhkan beberapa waktu saja untuk memoderasi neutron cepat[8]. 2.2.3 Desain dan Optimasi BSA Dalam mendukung uji fasilitas BNCT untuk kanker yang berada di bawah permukaan kulit, nilai minimum neutron epitermal yang harus didapatkan adalah 109 n/cm2/s. Nilai neutron epitermal ini merupakan keluaran yang diharapkan dari BSA. Oleh sebab itu perlu mendesain BSA yang dapat menghasilkan output sesuai dengan standar IAEA untuk BNCT pada Tabel 1 (lihat Gambar 2) agar setelah melewati beberapa jaringan tubuh yakni dari kulit, otot, lemak, dan lainnya, neutron yang diharapkan masuk ke jaringan tumor kanker adalah neutron termal[9]. Dalam makalah ini mempunyai batasan masalah yakni hanya menguji coba (simulasi) pengoptimasian BSA (khususnya moderator) dengan menggunakan keluaran neutron yield dari NG milik PSTABATAN Yogyakarta untuk mendapatkan neutron epitermal pada keluaran BSA. Diameter keluaran BSA yang digunakan adalah 1 cm. 10 Deuterium target Deuterium beam 1 2 3 4 5 6 Gambar 2. Desain BSA untuk BNCT : (1) kolimator (udara), (2) Kolimator (Ni), (3) Moderator (MgF2 dan AlF3), (4) Reflektor(Pb), (5) Reflektor (Parafin), dan (6) Perisai Gamma (Bi) Dalam pemilihan bahan kolimator dan reflektor BSA, kriteria yang direkomendasikan adalah harus memiliki tampang lintang serapan yang kecil untuk neutron epitermal [15]. Pada makalah ini salah satu bahan kolimator yang memenuhi kriteria tersebut adalah udara dan Ni sedangkan reflektornya dari unsur Pb (tebal 2 mm) dan Parafin[10]. Bahan Pb dan Parafin digunakan untuk mencegah pengurangan neutron yang keluar dari moderator selama proses moderasi berlangsung sehingga diharapkan jumlah neutron tetap stabil saat termoderasi sampai di ujung keluaran BSA. Untuk bahan perisai gamma yang digunakan adalah Bi karena memiliki tampang lintang serapan yang kecil untuk neutron epitermal[15]. Pengoptimasian BSA dilakukan dengan cara menetapkan ukuran kolimator, reflektor, dan perisai gamma terlebih dahulu. Kemudian, bahan moderator (MgF2 dan AlF3) akan dioptimasi dengan mengatur ketebalannya. Berikut beberapa ukuran ketebalan moderator yang divariasikan: Tabel 2. Variasi ketebalan moderator terhadap fluks epitermal dan neutron termal No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 2.3 Moderator (cm) + konfigurasi BSA epitermal termal epitermal MgF2 (15) MgF2 (14) + AlF3 (1) MgF2 (12) + AlF3 (3) MgF2 (10) + AlF3 (5) MgF2 (7,5) + AlF3 (7,5) MgF2 (5) + AlF3 (10) MgF2 (3) + AlF3 (12) MgF2 (1) + AlF3 (14) AlF3 (15) 4,64×108 6,35×107 1,18×108 1,81×108 2,63×108 3,45×108 4,09×108 4,62×108 4,64×108 0,0023 0,00045 0,00018 0,00020 0,00017 0,00018 0,00024 0,00051 0,0026 Hasil dan Pembahasan 2.3.1 Neutron Yield Dari perhitungan dengan menggunakan persamaan (2), didapatkan jumlah neutron yield (ditunjukan pada Tabel 3) dari NG milik PSTA-BATAN Yogyakarta dengan spesifikasi energi E tumbukan deuteron sebesar 100-150 keV dan arus I dari 400-900µA. 11 Tabel 3. Produksi neutron/detik terhadap berkas arus I deuteron dan energi E tumbukan deuteron Energi Neutron Yield (n/s) Tumbukan Deuteron 400µA 500µA 600µA 700µA 800µA 900µA (keV) 100 1,42×1010 1,77×1010 2,13×1010 2,48×1010 2,83×1010 3,19×1010 10 10 10 10 10 110 4,25×10 5,31×10 6,38×10 7,44×10 8,50×10 9,56×1010 120 7,09×1010 8,86×1010 1,06×1011 1,24×1011 1,42×1011 1,59×1011 130 8,50×1010 1,06×1011 1,28×1011 1,49×1011 1,70×1011 1,91×1011 10 11 11 11 11 140 9,92×10 1,24×10 1,49×10 1,74×10 1,98×10 2,23×1011 150 1,13×1011 1,42×1011 1,70×1011 1,98×1011 2,27×1011 2,55×1011 Pada Tabel 3 terlihat semakin besar energi tumbukan deuteron pada masing-masing interval arus I semakin besar pula neutron yield yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tampang lintang di setiap rentang energi E tumbukan deuteron. Untuk setiap rentan energi tumbukan deuteron tersebut memiliki tampang lintang seperti yang ditunjukan pada Tabel 4. Nilai maksimum neutron yield yang dihasilkan terletak pada energi tumbukan deuteron 150 keV dengan arus I sebesar 900µA yaitu sebesar 2,55×1011 n/s. Kurva kenaikan neutron yield dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 4. Tampang lintang (cm2) terhadap energi tumbukan deuteron (keV) Energi Tumbukan Tampang Lintang (cm2) Deuteron (keV) 100 ±1,0×10-26 110 ±3,0×10-26 120 ±5,0×10-26 130 ±6,0×10-26 140 ±7,0×10-26 150 ±8,0×10-26 Pada energi E tumbukan deuteron 150 keV menunjukan tampang lintang yang relatif besar sehingga pada interval ini, neutron yield yang dihasilkan lebih besar dibandingkan tampang lintang yang lainnya. 12 Gambar 3. Grafik Perbandingan neutron yield terhadap energi E tumbukan deuteron Grafik pada Gambar 3 merupakan hasil perhitungan keluaran dari NG milik PSTA-BATAN Yogyakarta. Nilai neutron yield maksimum yang ditunjukan adalah 2,55×1011 n/s. Nilai neutron yield ini dipakai dalam mendesain BSA sebagai sumber neutron dengan energi E 2,45 MeV menggunakan perangkat lunak MCNPX. 2.3.2 Beam Shaping Assembly (BSA) Dari beberapa variasi ketebalan moderator BSA yang sudah dioptimasi menggunakan perangkat lunak MCNPX (ditunjukan pada Tabel 2), semua masih belum memenuhi standar fluks epitermal yang direkomenasi oleh IAEA pada Tabel 1. Dari data Tabel 2 terlihat bahwa hasil keluaran BSA yang memiliki nilai fluks epitermal yang maksimal adalah sebesar 4,64×108 n/cm2/s untuk bahan MgF2 dan AlF3 dengan masing-masing ketebalan moderator adalah 15 cm. Moderator ini meskipun masih belum memenuhi fluks epitermal sesuai standar IAEA, ada beberapa parameter lain yang sudah memenuhi kriteria seperti yang ditunjukan pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Perbandingan rekomendasi IAEA dengan hasil optimasi Hasil Optimasi BSA Notasi (satuan) Rekomendasi IAEA MgF2 (15 cm) AlF3 (15 cm) epitermal n / cm 2 s > 109 4,64×108 4,64×108 2 / D f epitermal Gy.cm < 2×10-13 1,32×10-10 1,60×10-10 / D epitermal < 2×10-13 1,88×10-13 1,86×10-13 termal / epitermal < 0,05 0,0023 0,0026 J / epithermal > 0,7 3,10 3,76 Gy.cm 2 Pada Tabel 5 menunjukan besar fluks epitermal hasil optimasi BSA dengan menggunakan bahan moderator MgF2 dan AlF3 masih belum memenuhi standar IAEA. Hal ini disebabkan suplai neutron yield dari sumber NG masih relatif kecil sehingga keluaran dari BSA belum bisa 13 mencukupi fluks epitermal sesuai standar IAEA. Akan tetapi, ada beberapa parameter yang sudah memenuhi kriteria yang direkomendasikan oleh IAEA antara lain perbandingan laju dosis gamma (Gy.cm2) dengan fluks neutron epitermal (n/cm2s) yakni sebesar 1,86×10-13 (Gy.cm2). Nilai ini memenuhi kriteria karena masih lebih kecil dari 2×10-13 (Gy.cm2). Selanjutnya, nilai yang memenuhi standar IAEA adalah perbandingan fluks termal dan epitermal lebih kecil dari 0,05 yakni untuk MgF2 sebesar 0,0023 dan AlF3 0,0026 serta nilai perbandingan berkas arus J dengan fluks epitermal di atas 0,7 yakni 3,10 untuk MgF2 dan 3,76 untuk AlF3. Perubahan fluks neutron terhadap ketebalan moderator ditunjukan pada Gambar 4 di bawah ini. Fluks Epitermal (n/cm2/s) Perubahan Ketebalan Moderator terhadap Fluks Epitermal 8.00E+08 7.00E+08 6.00E+08 5.00E+08 4.00E+08 3.00E+08 2.00E+08 1.00E+08 0.00E+00 MgF2 AlF3 0 5 10 15 Ketebalan moderator (cm) 20 Gambar 4. Pengaruh ketebalan moderator terhadap fluks epitermal Moderator MgF2 pada ketebalan 3 cm memberikan nilai fluks yang maksimal yakni sebesar 7,36×108 n/cm2/s. Kemudian semakin bertambah ketebalan moderator fluksnya semakin kecil. Artinya, besar tampang lintang hamburan elastis dengan menggunakan bahan MgF2 maksimum pada ketebalan 3 cm. Sedangkan moderator berbahan AlF3 cenderung fluks epitermalnya naik dari ketebalan terkecil 1 cm sampai 15 cm. Hal ini disebabkan tampang lintang hamburan elastisnya maksimum pada ketebalan 15 cm yakni dengan fluks epitermal sebesar 4,78×108 n/cm2/s. Jika diteruskan pada ketebalan berikutnya, bahan AlF3 fluks epitermalnya akan cenderung menurun. 2.4 Kesimpulan Perhitungan neutron yield NG milik PSTA-BATAN Yogyakarta memberikan hasil yang maksimum yakni sebesar 2,55×1011 n/s pada energi E tumbukan deuteron 150 keV dengan arus I 900µA. Hasil optimasi BSA menunjukan bahwa nilai fluks epitermal yang dihasilkan sebesar 4,64×108 n/cm2/s masih belum memenuhi standar yang direkomendasikan oleh IAEA sehingga NG milik PSTA-BATAN Yogyakarta masih belum bisa digunakan untuk uji fasilitas BNCT untuk posisi tumor kanker di bawah permukaan kulit. 14 2.5 Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada PSTA-BATAN Yogyakarta yang sudah memberikan ijin untuk melakukan observasi di ruang neutron generator sehingga penulis mendapatkan beberapa informasi terkait spesifikasi NG milik PSTA-BATAN Yogyakarta. 2.6 Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Masayori, I., Kenichi, T., Satrou, E., dan Masaharu, H. 2015. Application of an Ultraminiature Thermal Neutron Monitor for Irradiation Field Study of Accelerator-Based Neutron Capture Therapy. Journal of Radiation Research, Hal. 1-6. K., Bergaoui, N., Reguigui, C.K., Gary, C., Brown, J.T., Cremer, dan J.H., Vainionpaa. 2014. Development of New Deuterium-Deuterium (D-D) Neutron Generator for Prompt Gamma-ray Neutron Activation Analysis. Applied Radiation and Isotopes, Vol. 94, Hal. 319-327. H.N., Morcos, dan K., Naguib. 2014. Production of Optimal Epithermal Neutron Beams for BNCT. Sop Transactions On Applied Physics, Vol. 1, No. 2. Zafer, A. 2015. Boron Neutron Capture Therapy for Breast Cancer. International Journal of Women’s Health and Reproduction Sciences, Vol. 3, No. 2. Hal. 77. J.G., Fantidis, E., Saitioti, D.V., Bandekas, dan N., Vordos. 2013. Optimised BNCT Facility Based on a Compact D-D Neutron Generator. International Journal of Radiation Research, Vol. 11, No. 4, Hal. 207-214 Tetsuya, M., Tetsuo, M., dan Koji, N. 2011. Study on Microdosimetry for Boron Neutron Capture Therapy. Progress in Nuclear Science and Technology, Vol. 2, Hal. 242-246. Farshad, F. 2012. Monte-Carlo Simulation for Beam Shaping Assembly of Boron Neutron Capture Therapy. Proceedings of the 2012 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management Istambul. Turkey. Danial, S., Dariush, S., dan Milad, S. 2012. Evaluation of Design Neutron Filters in BNCT. Open Acces Scientific Reports, Vol.1, Issue 11. Fatemeh, S.R. dan Seyed, F.M. 2012. Simulation of the BNCT of Brain Tumors Using MCNP Code: Beam Design and Dose Evaluation. Iranian Journal of Medical Physics, Vol. 9, No. 3, Hal. 183-192. Fatemeh, T., S., Farhad, M., Faezeh, R., dan Fatemeh, S.R. 2014. BSA Optimization and Dosimetric Assessment for an Electron Linac based BNCT of Deep-Seated Brain Tumors. Journal Radioanalytical and Nuclear Chemistry, Vol. 300, Hal. 1167-1174. Sam, S., Nargolwalla. 1973. Activation Analysis with Neutron Generator. Wiley, The University of Machigan, Hal. 15-23. Djoko, S.P., Prajotno, Slamet, S., Lely, S., Suharni, Taufik, dan Y., Sardjono. 2014. Generator Neutron Kompak Sebagai Sumber Neutron untuk BNCT. Status Boron Neutron Capture Cancer Therapy di Indonesia, Hal. 479-489. Alejandro, A.B., Santiago, G., Alejandro, A., Valda, Daniel, M.M., dan Andres, J.K. 2010. Experimental and Simulated Characterization of a Beam Shaping Assembly for Accelerator-Based Neutron Capture Therapy (AB-BNCT). VIII Latin American Symposium on Nuclear Physics and Application. American Institute of Physics. J.H., Vainionpaa, C.K., Gary, J.L., Harris, M.A., Piestrup, R.H., Pantell, dan G., Jones. 2014. Technology and Applications of Neutron Generators Developed by Adelphi Technology, Inc. Physics Procedia, Vol. 60, Hal. 203-211. Y., Kasesaz, H., Khalafi, dan F., Rahmani. 2013. Optimization of the Beam Shaping Assembly in the D-D Neutron Generators-Based BNCT Using the Response Matrix Method. Applied Radiation and Isotope, Vol. 82, Hal. 55-59. IAEA. 2001. Current Status of Neutron Capture Therapy. Viena: IAEA, ISSN 1011-4298 Tak, P., Lou. 2003. Compact D-D/D-T Neutron Generators and Their Applications. Dissertation, Nuclear Engineering, University of California, Berkeley, Hal. 5-6. 15 LAMPIRAN 16 Note: Surat Persetujuan IJAP UNS dalam format PDF (terlampir pada file lain) 17