Mata Kuliah : Sosiologi dan Poltik Dosen : Muhammad Burhan Amin Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan Obat) Kelas : 1EB17 Dateline Tugas : 20 Maret 2010 Tanggal Penyerahan Tugas : 20 Maret 2010 PERNYATAAN Dengan ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami buat sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain. Apabila terbukti tidak benar, kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai 1/100 untuk mata kuliah ini. Penyusun NPM Nama Lengkap 23209891 CHRISILIA YUNISIA de FRETES Program Sarjana Akuntansi UNIVERSITAS GUNADARMA Tahun 2010 1 Tanda Tangan i Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunan-Nyalah akhirnya makalah mengenai MASALAH SOSIAL SEBAGAI HAMBATAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN (KASUS PENYALAGUNAAN OBAT) pada mata kuliah sosilogi dan politik bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada pembaca atas masalah social mengenai kasus penyalagunaan yang semakin marak dikalangan masyarakat baik itu dikalangan muda maupun dikalangan tua Jauh dari pada itu penulis menyadari sungguh, bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari teknik penulisannya maupun tatanan bahasanya. Untuk itu penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah “ Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan Obat)’’, tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen Sosiologi dan Polotik, Bapak Muhammad Burhan Amin yang telah menjelaskan inti dari Kasus Penyalahgunaan Obat yang mencakup: Intensitas Masalah, Latar Belakang, Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat, dan Upaya Penanganan Masalah yang sangat penting untuk keluar dari permasalahan sehingga penulis memiliki gambaran mengenai isi-isi dari makalah ini. Semoga isi-isi dari makalah ini dapat bermanfaat bukan saja kepada penulis tetapi kepada pembaca juga . Bekasi, 19 Maret 2010 Penulis ii 2 Daftar Isi Pernyataan..............................................................................................................................i Kata Pengantar……………………………………………………………………………………....ii Daftar Isi……………………………………………………………………………………iii Bab I Pendahuluan I.1. Intensitas dan Kompleksitas Masalah………………………………………………….1 I.2. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………..2 I.3. Perumusan Masalah…………………………………………………………………….6 I.4.TujuanPenulisan……………………………………………………………………...…7 Bab II. ISI II.1. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat……………………...................................8 1.1.Mengembangkan system social yang responsive……………………………………....8 1.2.Pemanfaatan modal social……………………………………………………………...9 1.3.Pemnafaatan institusi social…………………………………………………………....9 1.4. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial........................................................13 II.2. Upaya Penanggulangan Masalah………………………………………………….....17 Bab III. Penutup III.1. Kesimpulan………………………………………………………………………….19 III.2. Saran………………………………………………………………………………...21 Daftar Pustaka……………………………………………………………………………22 3 BAB I Pendahuluan I.1. Intensitas dan Kompleksitas Masalah Sebagai gejala "non psychotic personality disorder", penyalahgunaan obat-obatan merupakan bencana manusia yang universal. Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang bebas dari gejala tersebut. Dan sama seperti alkoholisme, maka gejala ini seringkali menjadi sangat serius. Sebetulnya pada mulanya alkohol atau minum-minuman beralkohol lebih berkaitan dengan fisik. Dalam kedudukan seperti itu, maka efek, yang timbul juga terjadi pada segi fisik dan dalam batas-batas kewajaran tidak menimbulkan dampak yang negatif. Dalam tingkat seperti ini alkohol lebih bersifat sebagi jenis minuman biasa, pendorong pencernaan, pendorong agar cepat tidur, perlindungan terhadap kedinginan , sebagai obat suatu penyakit tertentu atau rasa kesakitan ( Lemert, 1967.72).dalam perkembnagn lebih lanjut, kemudian bahan ini juga mengandung sisi hubungan antarmanusia, dengan demikian juga mempunyai permukaan sosial. Bentuk dan fungsinya kemudian tidak sekedar sebagai sarana relaksasi terhadap kelelahan, tekanan batin, rasa apatis, perasaan terisolasi, akan tetapi juga berfungsi sebagai sarana ritual dalm rangka mengembangkan simbol solidaritas serta sebagai sarana untuk jembatan dan pengakraban pergaulan. Bahkan kemudian terasa juga mengandung aspek ekonomi, terutama melalui pajak yang dapat ditarik dari pembuatan dan perdagangan jenis-jenis minuman beralkohol ini. Hanya saja, dalam proses selanjutnya banyak dijumpai pemakaian yang berlebihan dan tidak wajar sehingga di samping sudah menyimpang dari berbagai fungsi semula. Permasalahannya kemudian dapat berakibat pada kebiasaan mabuk dan teler yang dalam jangka panjang bersifat merugikan baik secara fisik, psiklogis dan sosial.Bahkan dalam proses lebih lanjut kebiasaan tersebut tidak saja mengakibatkan seseorang menjadi mabuk dan teler tetapi juga mengakibatkan kecanduan (drug addicition). 4 Dilihat dari intensitas penggunaannya, seseorang berproses menjadi pecandu biasanya melalui tahap pemula, okasional dan rutin (Soekanto, 1988: 59). Tahap pemula merupakan tahap seseorang untuk pertama kali melakukannya, tahap kedua sifatnya belum rutin tergantung pada kesempatan untuk memperoleh dan melakukannya, sedang tahap ketiga seseorang telah menggunakannya secara rutin. Tidak jarang pada tahap ketiga ini yang bersangkutan sudah kecanduan, karena sudah dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi, walaupun harus memperoleh barangnya dengan cara yang sulit dan melalui cara yang melanggar hukum. Dari berbagai dampak dan implikasi perilaku mabuk apalagi sampai kecanduan obat tersebut, dapat dipahami apabila potensinya sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan menjadi menurun. Bahkan apabila tidak mendapatkan penanganan apalagi disandang oleh jumalah warga masyarakat yang cukup besar, akan dapat menjadi beban pembangunan. Apalagi kondisi mereka disamakan dengan rendahnya tingkat kesehatan, maka akan cukup memengaruhi produktivitas kerja. Tjiptoherjanto (1989: 5) managatakan bahwa pengaruh tingkat kesehatan terhadap produktivitas ini dapat terjadi melalui dua cara, yaitu : Melalui pengaruh langsung, seperti misalnya manusia yang sehat akan mempunyai kapabilitas yang tinggi, jangkauan umur yang lebih panjang dan masih banyak pengaruh lainnya. Melalui pengaruh tidak langsumg berupa kenyataan, bahwa apabila orang tidak sakit maka akan mampu belajar lebih banyak, lebih mungkin meningkatkan keterampilannya yang selanjutnya dapat menghasilkan lebih banyak juga. I.2. Latar Belakang Masalah Perilaku penyalahgunaan obat dan kecanduan obat memang merupakan deviasi pada level individu, walaupun demikian, sumber permasalahannya dapat berasal dari faktor individual maupun dari masyarakat atau sistem. Dalam pembahasan lebih lanjut tentang latar belakang masalah penyalahgunaan obat ini, akan lebih banyak melihat persoalan dalam sosialisasi individu, ada tiga hal yang dapat di gunakan untuk menjelaskan latar belakang masalah dari faktor sosialisasi ini. 5 Yang pertama adalah Urbanisme, suatu penjelasan yang berangkat dari argumen karakteristik dan kehidupan kota. Berbeda dengan kehidupan masyarakat desa yang lebih bersifat hubungan tatap muka dengan kontrol sosial yang lebih ketat, masyarakat kota dianggap lebih bebas. Apabila karakteristik kota dan gaya hidup seperti ini terinternalisasi melalui proses sosialisasi, maka akan lebih mudah mendorong seseorang melakukan penyimpangan termasuk penyalahgunaan obat dan kecanduan obat. Yang kedua, melalui proses transmisi kultural. Penjelasan tentang hal ini dapat menggunakan teori Sutherland tentang proses asosiasi yang diferensial. Melalui cara ini dapat dijelaskan mengapa sesorang menjadi jahat, sedangkan orang lain tidak, padahal berasal dari karateristik sosial yang sama, misalnya masyarakat urban. Seseorang belajar untuk menjadi kriminal, melalui proses interaksi. Apabila lingkungan asosiasi yang paling dekat bersifat devian, maka kuat kecenderungannya terjadi proses belajar tentang teknik dan nilai devian Yang ketiga, penjelasaan melalui realita perbedaan subkultur. Dalam hal ini penggunaan obat merupakan suatu kebiasaan yang terintergrasi ke dalam subkultur tertentu. Dengan demikian berarti kebiasaan tersebut akan mewarnai pengalaman, gaya hidup dan cara hidup masyarakatnya, walaupun menurut ukuran subkultur lain atau pandangan masyarakat umum dianggap sebagai penyimpangan. Oleh sebab itu menjadi wajar apabila pola tersebut terinternalisasi oleh anggota masyarakatnya melalui proses sosialisasi. Dari uraian tentang ketiga sumber masalah melalui proses sosialisasi tersebut, akan tampak bahwa walaupun sama-sama merupakan sumber masalah dari faktor individu perbedaannya dengan pandangan biologis dan psikologis adalah bahwa teori sosialisasi lebih menitikberatkan pada kekuatan faktor eksternal yang mendorong individu terhadap berbagai kekuatan yang mendorongnya. Dorongan kekuatan eksternal ini tertutama diperoleh melalui proses sosialisas Cara lain yang dapat digunakan untuk menjelaskan latar belakang masalah penyalahgunaan dari dimensi structural adalah melalui pandangan konflik nilai. Hampir sama dengan cara labeling, masalah social termasuk didalamnya penyalahgunaan dan kecanduan obat dilatarbelakangi dari tidak adanya kesepakatan tentang definisi, khususnya apakah penggunaan obat tertentu termasuk deviasi atau bukan. 6 Suatu masyarakat tidak selalu homogen, akan tetapi sering kali juga dijumpai yang bersifat heterogen. Masyarakat dapat terdiri dari banyak kelompok yang berbeda, yang masing-masing mempunyai nilai, pandangan dan kepentingan yang berbeda. Hal seperti ini terutama kan banyak ditemukan dalam masyarakat majemuk yang tidak hanya bersifat kompleks dari sudut ekonomi dan kepentingan ekonomi tetapi juga mengandung keanekaragaman etnis, cultural, agama dan gaya hidup yang sering kali menciptakan keragaman nilai. Manifestasinya dapat terjadi dalam hal perilaku penggunaan obat tertentu. Oleh kelompok tertentu dianggap sebagai suatu hal yang wajar, sedang oleh kelompok lain dianggap sebagai perbuatan yang tercela. Permasalahannya sering kali tidak berhenti sampai disitu, karena masing-masing pihak berjuang agar definisi berdasarkan nilai kelompoknya itulah yang kemudian berlaku untuk seluruh masyarakat, bahkan tidak jarang pula diusahakan sampai memperoleh legimitasi dalam bentuk peraturan maupun bentuk perundang-undangan. Dari beberapa uraian yang sudah dikemukakan, maka dapat dikatakan bahwa berkaitan dengan masalah penyalahgunaan dan kecanduan obat, pandangan ekonomi politik ini melihat dua hal penting. Pertama, struktur masyarakat terutama realitas ekonomi dan politik telah menyebabkan beberapa masalah yang berkitan dengan obat dan penyalahgunaan obat. Kedua, kecanduan obat pada dasarnya bukan masalah criminal walaupun aspek criminal terkait di dalamnya, juga bukan masalah medis walaupun simtom medis terjadi sbagai akibatnya. Ia lebih merupakan masalah ekonomi dan politik yang diciptakan dan dikontrol oleh koneksi antar kekayaan dan kejahatan. Pandangan structural yang memberikan focus perhatian pada perbedaan nilai dan perbedaan kepentingan tersebut dalam analisisnya tentang masalah social termasuk masalah pemakaian obat dan penyalahgunaan obat menggunakan tiga orientasi utama yaitu : berpusat pada kelompok (group centered), evaluatif, dan orientasi tindakan (iaction oriented) (Weinberg, 1981: 88). Selain dengan cara-cara seperti sudah diuraikan, mencari sumber masalah dengan menggunalan social blamel approach juga dapat dilakukan dengan melihat sistemnya sebagai suatu kesatuan. Seperti halnya mencari sumber masalah putus sekolah bukan dari kesalahan siswa melainkan dari kesalahan dan tidak relevannya system pendidikan. 7 Senada dengan hal itu, masalah penyalahgunaan obat juga tidak dicari sumber kesalahan dari penyandang masalah, tetapi dari sistemnya khususnya system pendidikan dalam pengertian yang luas. Masalah tersebut dapat didiagnosis sebagai akibat kurangnya integrasi dan komunikasi diantara tiga pusat pendidikan utama yaitu pendidikan dalam keluarga,pendidikan disekolah dan pendidikan dalam masyarakat. Sumber masalah juga dapat dilihat dari sudut system dalam pengertian yang lebih luas. Masalah penyalahgunaan obat barangkali dapat dikenal sebagai dampak dari system yang kurang memberikan peluang, sarana dan saluran bagi warga masyarakat guna memenuhi berbagai aspirasi dan kebutuhannya. 2.1. Sebab-sebab penyalahgunaan obat 1. Faktor-faktor Sosial dan Kebudayaan Sikap masyarakat dan lingkungan terhadap obat-obatan sangat menentukan gejala ini (David N. Holvey, Ed., "Merck Manual", Merck & Co. Inc., NJ. 1972, p. 1411). Orang-orang yang hidup dalam lingkungan yang dengan bebas memakai opium misalnya, seperti pada beberapa desa di daerah "segitiga emas", yaitu Muangthai, Birma, dan Laos, dengan sendirinya mempunyai sikap yang berbeda terhadap opium daripada di tempat-tempat lain seperti di USA yang melarang keras penggunaan bebas jenis obat itu (Zul. A. Aminuddin, "Penyalahgunaan Obat, Masalah Sosial yang Makin Serius", Sinar Harapan, 30 Agustus 1982, hal. V). 2. Faktor-faktor Pendidikan dan Lingkungan Paul D. Meier menyatakan bahwa kita dapat membuat anak-anak menjadi pecandu obat-obatan di kemudian harinya, jikalau kita memanjakan mereka, melindungi mereka secara berlebih-lebihan, tidak mengizinkan mereka untuk mandiri, tidak pernah melatih mereka menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan mereka sendiri dan memberi contoh bahwa obat-obatan dapat diminum dengan penuh kebebasan, apa saja yang kita mau tanpa resep dokter ("Christian Child-Rearing and Personality 8 Development", Baker Book House, Grand Rapids, Michigan, 1977, pp. 4950). Yang dikatakan Meier itu benar, karena masa kecil yang seperti itu, maka akan menghasilkan: a. Pribadi yang tidak matang, labil, dan selalu ingin lari dari tanggung jawab. Seorang anak yang tidak biasa menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya sendiri, akan cenderung memilih obatobatan jikalau ia mau melepaskan diri dan lari dari realita kehidupan yang menekan. b. Pribadi yang ikut-ikutan. Apalagi kalau sedang mengalami group pressure (tekanan lingkungan) dimana sebagai pemuda/remaja yang sedang mencari identitas pribadi, mereka akan tergoda untuk menjadi bagian dari peer/group/gang dimana penggunaan obat-obatan oleh satu orang bisa diikuti oleh setiap orang dalam group itu. c. Ketergantungan total pada orangtuanya. Keterpisahan dengan orangtua (kematian, putusnya hubungan, dsb.) akan menyebabkan si anak kehilangan pegangan, apalagi jikalau ia menghadapi tekanan-tekanan hidup yang lain. Jikalau dalam rumah tangganya ia sudah belajar bahwa obat-obatan menjadi jawaban termudah atas segala penyakit dan rasa tidak enak, maka mereka juga akan memakai langkah-langkah yang sama. Pendidikan keluarga yang buruk seringkali diberikan oleh tipe-tipe keluarga dengan latar belakang orangtua yang bercerai; ibu yang mengepalai rumah tangga dan menekan si ayah; kedua orangtua yang memanjakan anak tunggal; orangtua peminum; pergaulan bebas, dan sebagainya. I.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas , maka rumusan masalahnya adalah 1. Apa saja penyebab penyalahgunaan obat ? 9 2. Penanganan masalah berbasis masyarakat? 3. Apa upaya dalam menangani masalah penyalahgunaan obat ini? I.4 Tujuan Penulisan 1. Dapat mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan obat 2. Dapat mengetahui cara atau upaya dalam menanggulangi penyalahgunaan obat 3. Untuk memperoleh nilai dari pelajaran soft skill yaitu sosiologi dan politik I.5 Metode Penulisan Metode penulisan dalam makalah ini yaitu menggunakan metode browsing dari internet, mendengarkan penjelasan dari dosen sosiologi poloitik dan mengutip dari buku referensi Masalah Sosial dan Pemecahannya, pengarang Soetomo I.6 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat yang semakin marak terjadi dikalangan masyarakat dan dapat mencari solusi menanggulanginya 10 BAB II ISI II.1 Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat 1.1 Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif Sebagaimana diketahui, biasanya penanganan masalah merupakan salah satu yang mengikuti definisi atau identifikasi masalah dan diagnosis masalah. Langkah mendiagnosis masalah tiadak akan dilakukan apabila tidak atau belum didasari adanya masalah sosial yang perlu pemecahan. Salah satu sumber masalah dari level individu yang sudah dikemukakan dalam latar belakang adalah proses sosialisasi individu. Apabila dalam kehidupan masyarakat ditemukan suatu kondisi dimana banyak nilai dan norma dilanggar sehingga keberaturan dan integrasi social terganggu, maka system yang baik akan melihatnya sebagai kegagalan mekanisme sosialisasi nilai dan kontrol sosialnya. Hal ini kemudian akan diserap dan dijadikan sebagai umpan balik untuk memperbaiki mekanisme yang ada secara melekat. Dengan cara seperti itu kemudian menghasilkan perubahan dan perbaikan dalam mekanisme sosialisasi nilai dan mekanisme kontrol sosialnya, sehingga berbagai bentuk masalah social yang dipicu oleh pelanggaran nilai dan norma dapat dihilangkan atau minimal dikurangi. 1.2. Pemanfaatan Modal Sosial Dalam upaya untuk mengembangkan kesejahteraan sosial yang dalam implementasinya sangat tergantung pada inisiatif, prakarsa serta peran serta masyarakat maka keberadaan modal sosial menjadi sangat signifikan. Bentuk modal sosial berupa kesadaran moral bersama sebagai anggota masyarakat dan jaringan hubungan sosial yang erat dapat mendorong masyarakat untuk melakukan usaha bersama berdasarkan potensi yang dimiliki dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Selain dalam bentuk kesadaran bersama dan jaringan hubungan sosial, modal sosial juga diwujudkan dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh berdasarkan input dari luar maupun pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh dari aktifitas kegiatan keseharian pada level komunitas. pada umumnya masyarakat mampu menangani masalah soaial ini karena dalam 11 masyarakat sendiri tersimpan modal social, seperti modal fisik dan financial dapat digunakan sebagai energi penggerak tindakan bersama termasuk menangani masalah social. 1.3. Pemanfaatan Institusi Sosial Unsur-unsur pemanfaatan institusi social, terdiri dari : 1. Asosiasi sukarela, yang dapat meliputi kelompok swadaya, lembaga sukarela independen, lembaga sukarela kuasi pemerintah dan lembaga nonprofit kuasi pemerintah. 2. Lingkungan rumah tangga dan tetangga yang berasal dari keluraga dan solidarits bertetangga. 3. Pasar, berupa usaha bisnis yang bersifat privat. 4. Negara, berupa pelayanan yang diselenggarakan oleh Negara. a) Organisasi Masyarakat Secara garis besar organisasi yang melakukan usaha kesejahteraan social yang berasal dari masyarakat dibedakan menjadi tiga : institusi Masyarakat local Organisasi yang bergerak atas dasar motivasi filantropi Lembaga swadaya Masyarakat Ketiganya merupakan organisasi social non-pemerintah karena tumbuh dari dalam dan atas prakarsa masyarakat sendiri. Disamping itu juga merupakan organisasi social yang melakukan fungsi pelayanan social dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. RBM adalah organisasi masyarakat yang melaksanakan berbagai kegiatan penanggulangan permasalahan penyalahgunaan NAPZA serta dampaknya seperti HIV/AIDS, TBC dan Hepatitis C di masyarakat. Pembentukan RBM di beberapa provinsi anggotanya berasal dari beberapa 12 unsur yang ada di masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, aparat pemerintah, tokoh organisasi sosial/LSM, dunia usaha, PKK dan Dinas Sosial Provinsi. Dinas Sosial di berbagai provinsi berperan sebagai “Support System”. Pembentukan RBM sementara ini baru pada tingkat provinsi, selanjutnya diharapkan Dinas Sosial Propinsi dapat mengembangkan RBM-RBM di tingkat Kabupaten/Kota. Fungsi-fungsi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) diantaranya adalah Pertama Pendampingan secara kontinyu kepada para penyalahguna dan keluarganya tentang bahaya NAPZA, HIV/AIDS serta TBC pencegahan serta penyebarannya; melalui penyuluhan di Posyandu kelompok Pengajian, kelompok arisan dan lain-lain. Kedua sebagai alat Komunikasi , Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat yang berkaitan dengan penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA termasuk penyebaran HIV, AIDS, Hepatitis C dan TBC, melalui liflet, brosur, spanduk dan materi-materi pelatihan ketiga adalah Advokasi kegiatan pembelaan untuk kepentingan penyalahguna NAPZA dan HIV, AIDS dalam menangani permasalahannya misalnya dalam bentuk mengubah pandangan negatif/stigma dan diskriminasi terhadap penyalahguna NAPZA, keluarga dan pengidap HIV/AIDS, TBC dan Hepatitis C termasuk para eks penyalahguna NAPZA; Keempat yaitu Rujukan merupakan pengalihan pelayanan dari pendamping kepada pihak lain yang memiliki potensi yang tepat atau memfasilitasi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh pendamping. Kegiatannya meliputi menyiapkan persyaratan untuk merujuk, kemudian merujuk ke lembaga rehabilitasi social milik pemerintah atau masyarakat dan lembaga kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan lain-lain. Keempat; adalah melaksanakan kelompok dukungan melalui pertemuan yang dihadiri oleh mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari penyalahguna NAPZA dan pengidap HIV/AIDS, TBC dan Hepatitis C untuk berbagi pengalaman dan memberikan kekuatan dan harapan agar saling menumbuhkan serta menuju perubahan 13 positif perilaku penyalahguna NAPZA dan pengidap HIV/AIDS, TBC dan Hepatitis C. b). Organisasi Swasta Sesuai sifatnya sektor swasta adalah bidang usaha yang sangat memperhtiungkan profit. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan usaha memberantas penyalahgunaan obat dan meningkatkan kesejahteraan, maka juga ditemukan organisasi swasta yang melakukan kegiatan tersebut dengan memperhitungkan profit. Contohnya adalah panti rehabilitasi bagi mereka yang telah terkena pengaruh dari obat-obatan terlarang atau narkoba. Dalam bentuk lain,organisasi swasta yang berorientasi profit dan memiliki usaha diluar bidang meningkatkan kesejahteraan dan pemberantasan penyalahgunaan obat, sebetulnya juga dapat melakukan usaha dalam bentuk pelayanan sosial dan bantuan sosial. Untuk mendorong semakin banyak organisasi swasta yang melakukan usaha kesejahteraan social dan pelayanan social terutama kepada lapisan bawah, dibutuhkan berbagai bentuk rangsangan. Pemerintah melakukan berbagai alternative mulai dari kebijakan yang sifatnya persuasive sampai kebijakan yang sifatnya memaksa. Kebijakan persuasive dapat dilakukan dengan mendorong kegiatan filantropi untuk lebih memberikan iklim yang kondusif dalam masyarakat agar memiliki kepedulian terhadap sesama. Dan juga melalui gerakan social seperti ini diharapkan kepedulian social dan tanggung jawab social merupakan bagian dari nilai yang semakin tersosialisasi dan terinternalisasi dalam masyarakat. 1) Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-governmental organization; NGO). Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan. 14 Peran LSM dalam kasus penyalahgunaan narkoba : a. Aktif dalam memberikan informasi kepada penyidik tentang terjadinya penyalahgunaan Narkoba di masyarakat. b. Kemitraan dengan instansi Pemerintah terkait termasuk Polri dalam melaksanakan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. c. Membentuk pusat-pusat konseling dan panti rehabilitasi Narkoba. 2) Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain. 3) Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatanya. 4) Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll. 5) Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah 6) YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) merupakan yayasan sosial yang bergerak dalam penyuluhan anti narkoba. Aktifitasnya diisi dengan penyuluhan dan talk show. Dengan target anak sekolah dan anak-anak muda dan bersifat preventif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba. 15 c). Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial Untuk mecapai perwujudan kesejahteraan dan terbebasnya masyarakat dari masalah penyalahgunaan obat dibutuhkan adanya iklim yang kondusif. Iklim yang kondusif itu dapat terbangun melalui semakin besarnya orientasi masyarakat pada nilai kemanusiaan yang dapat diturunkan pada nilai filantropi, solidaritas sosial, dan empati.Untuk mengarah ke kondisi tersebut pemerintah dengan otoritas dan sumber daya yang dimiliki dapat memfasilitasi gerakan dalam masyarakat yang mengarah kepada orientasi nilai tesebut. Potensi dan kontribusi sector nonnegara dalam penanganan masalah social sebetulnya tidak harus diwujudkan dalam bentuk tindakan pemberian pelayanan social kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan secara langsung. Kontribusinya dapat juga melalui dukungan financial atau fasilitas kepada institusi yang berbasis masyarakat maupun LSM yang secara melembaga telah melakukan aktivitas tersebut. Untuk organisasi sosial pemerintah, pelayanan sosial yang diberikan harus lebih mengutamakan pengembangan kapasitas penyandang masalah, sehingga dapat diaktualisasikan prinsip help the people to help themselves.. Disamping itu, untuk berbagai organisasi pemerintah yang menjalankan fungsi pelayanan sosial juga perlu dilakukan upaya koordinasi, bila perlu mengkaji kemungkinan kebijakan satu pintu dalam inventarisasi dan identifikasi kepada mereka yang terkena masalah penyalahgunaan obat d). Kerjasama dan Jaringan Dengan terjalinnya kerjasama dan jaringan akan dapat mendorong kesadaran bahwa masing-masing memiliki kekurangan yang dapat diisi oleh kelebihan pihak lain. Sebuah survey yang dilakukan Vedi R Hadiz (1999: 43) terhadap beberapa LSM di Indonesia memberi gambaran bahwa masing-masing LSM tersebut mempunyai kekuatan utama yang berbeda satu dengan yang lain.Selain itu masalah penyalahgunaan obat adalah fenomena yang sering dijumpai di mayarakat zaman sekarang. Oleh sebab itu apabila sejumlah penyandang masalah sudah ditangani bukan berarti masalah penyalahgunaan 16 obat menjadi hilang, bahkan masalah yang sudah ditangani, apabila tidak diikuti dengan pendampingan lebih lanjut masih dapat menjadi penyandang masalah. Berikut ini adalah kerjasama dalam program untuk penyalahgunaan obatobatan. Untuk itu harus adanya program-program yang harus dicanangkan dalam upaya kerjasama dan jaringan ini. o Program-progaram yang dicanangka BNU Kerjasama Atasi Narkoba dengan BNN.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menandatangani nota kesepakatan kerjasama gerakan pencegahan, terapi, dan rehabilitasi narkotika dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang saat ini dipimpin Komjen Pol Makbul Patmanegara di gedung PBNU Jakarta, Kamis. Dalam sambutannya Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan, kerjasama ini merupakan kerjasama kedua PBNU dengan Polri dan kerjasama pertama adalah upaya pemberantasan terorisme di mana PBNU diminta membantu memberikan pemahaman keagamaan yang benar. “Tak mungkin gerakan ideologi dihadapi dengan tekanan fisik belaka, yang harus dibenarkan adalah pemahaman keagamaan mereka yang salah,” kata pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu. Mengenai kerjasama mengatasi narkoba, Hasyim menyebut korban dari narkoba jauh lebih banyak dan efeknya lebih berat daripada terorisme karena narkoba membawa akibat seumur hidup. Terkait kerjasama itu PBNU akan membantu mensosialisasikan gerakan anti narboka melalui struktur yang dimiliki NU mulai dari PBNU sampai tingkat ranting NU yang tersebar di seluruh Indonesia serta jalur kultural seperti pesantren dan sarana dakwah sehingga mampu menyentuh hingga tingkat keluarga. “Ini penting karena semua orang tahu akan bahaya narkoba, namun banyak dari mereka tidak tahu secara detail bagaimana narkoba menghancurkan,” katanya. BNN sendiri saat ini memiliki 10 pusat rehabilitasi terpadu bekerjasama dengan berbagai pihak yang berada di DKI Jakarta, Sumatra Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa 17 Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Lampung. o Polri dan BNN kerja sama ciptakan Zona Bebas Narkoba Selain menjalin nota kesepahaman dengan Mahkamah Agung dalam penanganan narkotika, BNN juga menjalin nota kesepahaman dengan Polri dan Bea Cukai. Nota kesepahaman yang baru akan ditandatangani hari ini, bertujuan untuk menciptakan zero zone narcotic (kawasan beba narkotika) di Bandara Soekarno-Hatta. Kerja sama dengan Polri diharuskan karena BNN tidak mempunyai fasilitas sumber daya manusia pegawai yang mumpuni untuk menjangkau maraknya kejahatan narkotika yang tersebar di seluruh Indonesia. BNN juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk keperluan itu. “Dalam kejahatan narkotika itu yang kami hadapi adalah sindikat internasional. Jaringan narkotika itu kan berkaitan dengan keluar masuknya orang, berkaitan dengan pintupintu masuk di perbatasan maupun yang berkaitan dengan penindakan di airport-airport (bandara) dan pelabuhan,” katanya. BNN juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk keperluan pelacakan aset-aset dan harta kekayaan hasil kejahatan narkotika dari sindikat kejahatan narkotika yang ada di Indonesia. Aset-aset itu nantinya akan digunakan untuk pembiayaan pemberantasan, pencegahan kejahatan narkotika, dan program penyembuhan para penyalah guna. “Yang punya semua data itu, ya dirjen pajak, khususnya mengenai data harta kekayaan perorangan di wilayah yurisdiksi Indonesia,” tukasnya. Kerja sama juga dijalin dengan Kejaksaan Agung dalam upaya percepatan penyitaan barang bukti kejahatan narkotika, yang nantinya akan dimusnahkan. Selain itu, BNN juga menjalin kerja sama dengan pihak Bank Indonesia. “Selama ini kan kita kesulitan untuk memintakan data dana merekamereka para anggota sindikat narkotika karena terganjal asas kerahasiaan perbankan. Kini dengan UU baru, kami dan Polri diberi 18 kemudahan akses untuk dapat memintakan data itu dibuka kepada BI,” tuturnya. Dengan menjalin kerja sama dengan berbagi institusi tersebut, BNN berharap tugas pokok dan fungsi mereka dalam UU baru dapat dijalankan dengan baik dan tidak lagi mengalami hambatan serta benturan dengan institusi-institusi tersebut. “Implementasinya diharapkan dapat berjalan lebih baik dari UU sebelumnya,” tandasnya. o Kerjasama Polri-Dea Amerika Serikat Lima personil petugas pelatih dari Drug Enforcement Administrasi (DEA) Amerika Serikat perwakilan Singapore yang membawahi Indonesia, Singapore, Malaysia dan Thailand direncanakan melakukan pelatihan bersama dalam penanganan narkoba. Areal pelatihan yang direncanakan di kawasan Danau Lau Kawar di bawah kaki gunung berapi Sinabung, Kamis (24/1) ditinjau pimpinan DEA, Sersan Stepen Will dan rekannya didampingi Kasatlantas Polres Karo AKP. J Pinem, Waka Polres Karo, Kompol Bayu Aji Sik M.Hum dan Kasat Narkoba IPTU B Sitanggang dan tim penterjemah Polres Karo AIPDA Zulkifli dan sejumlah personil Polres Karo lainnya. Kepada SIB, Bayu Aji mengatakan, dipilihnya kawasan Danau Lau Kawar sebagai tempat pelatihan penanganan marijuana tersebut, selain keramahan masyarakatnya, juga didukung alam dan panorama yang indah dan masih merupakan zona hutan lebat. Pelatihan yang dijadwalkan Mei-Juni mendatang diharapkan dapat bermanfaat bagi satuan polisi dalam penanganan ganja di daerah sejajaran Poldasu. Di antaranya, dapat mempersempit gerak pelaku bisnis ganja dan dapat meminalisir kegiatan petani ganja di daerah dengan alat-alat canggih yang nantinya dapat membantu kinerja Polri di daerah ini, ujar Bayu. Walau daerah Karo belum tergolong sebagai basis “perkebunan†ganja di Sumatera Utara, namun hal ini harus tetap diperhatikan. Selain daerah ini sebagai 19 jalur transit pengiriman ganja dari daerah NAD ke arah Medan, juga di daerah Karo sudah berkali-kali ditemukan polisi ladang ganja. “Bayangkan saja, selama tahun 2007 sudah ditemukan 13 lokasi perladangan ganja seluas 3 hektar. Pelatihan khusus penanganan ganja sebelumnya sudah terselenggara atas kerjasama Polri dengan DEA di Menado (Polda Sulawesi) dan di Bandung (Polda Jawa Barat), tambah Sersan Stepen melalui Bayu Aji. Pada kesempatan tersebut, tim DEA dan Polres Karo menyempatkan diri memetik dan menikmati jeruk sangkis milik Jerman Sitepu di pinggir Danau Lau Kawar, Kecamatan Naman Teran. Selanjutnya tim DEA kembali ke Medan dipimpin Drs Open Gerhard selaku tim penterjemah dari Poldasu dan staf dari Unit Narkoba Poldasu. II.2. Upaya Penanggulangan Masalah Upaya penanggulangan penyalahgunaan obat khususnya narkoba dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut ini : 1. Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba. 2. Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui harus segera melaporkan kepada pihak berwajib dan tidak boleh main hakim sendiri. 3. Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat 20 penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati, pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll. 4. Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba 21 BAB III PENUTUP III.1. Kesimpulan Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Penyalahgunaan obat terkhususnya narkoba / narkotika dalam kehidupan masyarakat saat ini harus bisa diatasi, apalagi untuk kalangan anak muda. Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif / psikotropika dapat menyebabkan efek dan dampak negatif bagi pemakainya. Danmpak yang negatif itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik. Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan narkotik yang disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka ragam. A. Dampak Tidak Langsung Narkoba Yang Disalahgunakan 1. Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun. 2. Dikucilkan dalam masyarakat dan pergaulan orang baik-baik. Selain itu biasanya tukang candu narkoba akan bersikap anti sosial. 3. Keluarga akan malu besar karena punya anggota keluarga yang memakai zat terlarang. 4. Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah atau perguruan tinggi alias DO / drop out. 5. Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba akan gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal. 6. Dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta menjalani kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya. 22 7. Bisa dijebloskan ke dalam tembok derita / penjara yang sangat menyiksa lahir batin. Biasanya setelah seorang pecandu sembuh dan sudah sadar dari mimpimimpinya maka ia baru akan menyesali semua perbuatannya yang bodoh dan banyak waktu serta kesempatan yang hilang tanpa disadarinya. Terlebih jika sadarnya ketika berada di penjara. Segala caci-maki dan kutukan akan dilontarkan kepada benda haram tersebut, namun semua telah terlambat dan berakhir tanpa bisa berbuat apa-apa. B. Dampak Langsung Narkoba Bagi Jasmani / Tubuh Manusia 1. Gangguan pada jantung 2. Gangguan pada hemoprosik 3. Gangguan pada traktur urinarius 4. Gangguan pada otak 5. Gangguan pada tulang 6. Gangguan pada pembuluh darah 7. Gangguan pada endorin 8. Gangguan pada kulit 9. Gangguan pada sistem syaraf 10. Gangguan pada paru-paru 11. Gangguan pada sistem pencernaan 12. Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC, dll. 13. Dan banyak dampak lainnya yang merugikan badan manusia. C. Dampak Langsung Narkoba Bagi Kejiwaan / Mental Manusia 1. Menyebabkan depresi mental. 2. Menyebabkan gangguan jiwa berat / psikotik. 3. Menyebabkan bunuh diri 4. Menyebabkan melakukan tindak kejehatan, kekerasan dan pengrusakan 23 III.2. Saran Melalui makalah, penulis akan memberikan beberapa saran yang berhubungan dengan masalah sosial kasus penyalahgunaan obat antara lain sebagai berikut : 1. Perlu adanya pertahanan diri dari bahaya penyalahgunaan obat yang selalu mengancam 2. Perlunya adanya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat narkoba. 24 Daftar Pusataka Soetomo, 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar http://organisasi.org/akibat-dampak-langsung-dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkobapada-kehidupan-kesehatan-manusia http://yanrehsos.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=636 http://lead.sabda.org/kecanduan_dan_penyalahgunaan_obat_obatan 25 26