Mata Kuliah : Sosiologi dan Poltik Dosen : Muhammad Burhan Amin

advertisement
Mata Kuliah : Sosiologi dan Poltik
Dosen : Muhammad Burhan Amin
Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan
Obat)
Kelas : 1EB17
Dateline Tugas : 20 Maret 2010
Tanggal Penyerahan Tugas : 20 Maret 2010
PERNYATAAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami buat sendiri tanpa meniru
atau mengutip dari tim / pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai 1/100 untuk mata
kuliah ini.
Penyusun
NPM
Nama Lengkap
23209891
CHRISILIA YUNISIA de FRETES
Program Sarjana Akuntansi
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun 2010
1
Tanda Tangan
i
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunan-Nyalah
akhirnya makalah mengenai MASALAH SOSIAL SEBAGAI HAMBATAN
PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN (KASUS PENYALAGUNAAN OBAT) pada mata kuliah sosilogi dan politik
bisa diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan dan
memberikan pemahaman kepada pembaca atas masalah social mengenai kasus penyalagunaan yang
semakin marak dikalangan masyarakat baik itu dikalangan muda maupun dikalangan tua
Jauh dari pada itu penulis menyadari sungguh, bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan
baik dari teknik penulisannya maupun tatanan bahasanya. Untuk itu penulis tidak akan mampu
menyelesaikan makalah “ Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus
Penyalahgunaan Obat)’’, tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Selain itu penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada Dosen Sosiologi dan Polotik, Bapak Muhammad Burhan Amin
yang telah menjelaskan inti dari Kasus Penyalahgunaan Obat yang mencakup: Intensitas Masalah,
Latar Belakang, Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat, dan Upaya Penanganan Masalah yang
sangat penting untuk keluar dari permasalahan sehingga penulis memiliki gambaran mengenai isi-isi
dari makalah ini.
Semoga isi-isi dari makalah ini dapat bermanfaat bukan saja kepada penulis tetapi kepada pembaca
juga .
Bekasi, 19 Maret 2010
Penulis
ii
2
Daftar Isi
Pernyataan..............................................................................................................................i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………....ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………………iii
Bab I Pendahuluan
I.1. Intensitas dan Kompleksitas Masalah………………………………………………….1
I.2. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………..2
I.3. Perumusan Masalah…………………………………………………………………….6
I.4.TujuanPenulisan……………………………………………………………………...…7
Bab II. ISI
II.1. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat……………………...................................8
1.1.Mengembangkan system social yang responsive……………………………………....8
1.2.Pemanfaatan modal social……………………………………………………………...9
1.3.Pemnafaatan institusi social…………………………………………………………....9
1.4. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial........................................................13
II.2. Upaya Penanggulangan Masalah………………………………………………….....17
Bab III. Penutup
III.1. Kesimpulan………………………………………………………………………….19
III.2. Saran………………………………………………………………………………...21
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………22
3
BAB I
Pendahuluan
I.1. Intensitas dan Kompleksitas Masalah
Sebagai gejala "non psychotic personality disorder", penyalahgunaan obat-obatan
merupakan bencana manusia yang universal. Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang
bebas dari gejala tersebut. Dan sama seperti alkoholisme, maka gejala ini seringkali
menjadi sangat serius.
Sebetulnya pada mulanya alkohol atau minum-minuman beralkohol lebih
berkaitan dengan fisik. Dalam kedudukan seperti itu, maka efek, yang timbul juga terjadi
pada segi fisik dan dalam batas-batas kewajaran tidak menimbulkan dampak yang
negatif. Dalam tingkat seperti ini alkohol lebih bersifat sebagi jenis minuman biasa,
pendorong pencernaan, pendorong agar cepat tidur, perlindungan terhadap kedinginan ,
sebagai obat suatu penyakit tertentu atau rasa kesakitan ( Lemert, 1967.72).dalam
perkembnagn lebih lanjut, kemudian bahan ini juga mengandung sisi hubungan
antarmanusia, dengan demikian juga mempunyai permukaan sosial. Bentuk dan
fungsinya kemudian tidak sekedar sebagai sarana relaksasi terhadap kelelahan, tekanan
batin, rasa apatis, perasaan terisolasi, akan tetapi juga berfungsi sebagai sarana ritual
dalm rangka mengembangkan simbol solidaritas serta sebagai sarana untuk jembatan dan
pengakraban pergaulan. Bahkan kemudian terasa juga mengandung aspek ekonomi,
terutama melalui pajak yang dapat ditarik dari pembuatan dan perdagangan jenis-jenis
minuman beralkohol ini.
Hanya saja, dalam proses selanjutnya banyak dijumpai pemakaian yang
berlebihan dan tidak wajar sehingga di samping sudah menyimpang dari berbagai fungsi
semula. Permasalahannya kemudian dapat berakibat pada kebiasaan mabuk dan teler
yang dalam jangka panjang bersifat
merugikan baik secara fisik, psiklogis dan
sosial.Bahkan dalam proses lebih lanjut kebiasaan tersebut tidak saja mengakibatkan
seseorang menjadi mabuk dan teler tetapi juga mengakibatkan kecanduan (drug
addicition).
4
Dilihat dari intensitas penggunaannya, seseorang berproses menjadi pecandu
biasanya melalui tahap pemula, okasional dan rutin (Soekanto, 1988: 59). Tahap pemula
merupakan tahap seseorang untuk pertama kali melakukannya, tahap kedua sifatnya
belum rutin tergantung pada kesempatan untuk memperoleh dan melakukannya, sedang
tahap ketiga seseorang telah menggunakannya secara rutin. Tidak jarang pada tahap
ketiga ini yang bersangkutan sudah kecanduan, karena sudah dianggap sebagai
kebutuhan yang harus dipenuhi, walaupun harus memperoleh barangnya dengan cara
yang sulit dan melalui cara yang melanggar hukum.
Dari berbagai dampak dan implikasi perilaku mabuk apalagi sampai kecanduan
obat tersebut, dapat dipahami apabila potensinya sebagai sumber daya manusia dalam
pembangunan menjadi menurun. Bahkan apabila tidak mendapatkan penanganan apalagi
disandang oleh jumalah warga masyarakat yang cukup besar, akan dapat menjadi beban
pembangunan. Apalagi kondisi mereka disamakan dengan rendahnya tingkat kesehatan,
maka akan cukup memengaruhi produktivitas kerja.
Tjiptoherjanto (1989: 5) managatakan bahwa pengaruh tingkat kesehatan
terhadap produktivitas ini dapat terjadi melalui dua cara, yaitu :
 Melalui pengaruh langsung, seperti misalnya manusia yang sehat akan mempunyai
kapabilitas yang tinggi, jangkauan umur yang lebih panjang dan masih banyak
pengaruh lainnya.
 Melalui pengaruh tidak langsumg berupa kenyataan, bahwa apabila orang tidak
sakit maka akan mampu belajar lebih banyak, lebih mungkin meningkatkan
keterampilannya yang selanjutnya dapat menghasilkan lebih banyak juga.
I.2. Latar Belakang Masalah
Perilaku penyalahgunaan obat dan kecanduan obat memang merupakan deviasi
pada level individu, walaupun demikian, sumber permasalahannya dapat berasal dari
faktor individual maupun dari masyarakat atau sistem. Dalam pembahasan lebih lanjut
tentang latar belakang masalah penyalahgunaan obat ini, akan lebih banyak melihat
persoalan dalam sosialisasi individu, ada tiga hal yang dapat di gunakan untuk
menjelaskan latar belakang masalah dari faktor sosialisasi ini.
5
 Yang pertama adalah Urbanisme, suatu penjelasan yang berangkat dari argumen
karakteristik dan kehidupan kota. Berbeda dengan kehidupan masyarakat desa yang
lebih bersifat hubungan tatap muka dengan kontrol sosial yang lebih ketat, masyarakat
kota dianggap lebih bebas. Apabila karakteristik kota dan gaya hidup seperti ini
terinternalisasi melalui proses sosialisasi, maka akan lebih mudah mendorong
seseorang melakukan penyimpangan termasuk penyalahgunaan obat dan kecanduan
obat.
 Yang kedua, melalui proses transmisi kultural. Penjelasan tentang hal ini dapat
menggunakan teori Sutherland tentang proses asosiasi yang diferensial. Melalui cara
ini dapat dijelaskan mengapa sesorang menjadi jahat, sedangkan orang lain tidak,
padahal berasal dari karateristik sosial yang sama, misalnya masyarakat urban.
Seseorang belajar untuk menjadi kriminal, melalui proses interaksi. Apabila
lingkungan asosiasi yang paling dekat bersifat devian, maka kuat kecenderungannya
terjadi proses belajar tentang teknik dan nilai devian
 Yang ketiga, penjelasaan melalui realita perbedaan subkultur. Dalam hal ini
penggunaan obat merupakan suatu kebiasaan yang terintergrasi ke dalam subkultur
tertentu. Dengan demikian berarti kebiasaan tersebut akan mewarnai pengalaman,
gaya hidup dan cara hidup masyarakatnya, walaupun menurut ukuran subkultur lain
atau pandangan masyarakat umum dianggap sebagai penyimpangan. Oleh sebab itu
menjadi wajar apabila pola
tersebut terinternalisasi oleh anggota masyarakatnya
melalui proses sosialisasi.
Dari uraian tentang ketiga sumber masalah melalui proses sosialisasi tersebut,
akan tampak bahwa walaupun sama-sama merupakan sumber masalah dari faktor
individu perbedaannya dengan pandangan biologis dan psikologis adalah bahwa teori
sosialisasi lebih menitikberatkan pada kekuatan faktor eksternal yang mendorong
individu terhadap berbagai kekuatan yang mendorongnya. Dorongan kekuatan eksternal
ini tertutama diperoleh melalui proses sosialisas
Cara lain yang dapat digunakan untuk menjelaskan latar belakang masalah
penyalahgunaan dari dimensi structural adalah melalui pandangan konflik nilai. Hampir
sama dengan cara labeling, masalah social termasuk didalamnya penyalahgunaan dan
kecanduan obat dilatarbelakangi dari tidak adanya kesepakatan tentang definisi,
khususnya apakah penggunaan obat tertentu termasuk deviasi atau bukan.
6
Suatu masyarakat tidak selalu homogen, akan tetapi sering kali juga dijumpai
yang bersifat heterogen. Masyarakat dapat terdiri dari banyak kelompok yang berbeda,
yang masing-masing mempunyai nilai, pandangan dan kepentingan yang berbeda. Hal
seperti ini terutama kan banyak ditemukan dalam masyarakat majemuk yang tidak hanya
bersifat kompleks dari sudut ekonomi dan kepentingan ekonomi tetapi juga mengandung
keanekaragaman etnis, cultural, agama dan gaya hidup yang sering kali menciptakan
keragaman nilai.
Manifestasinya dapat terjadi dalam hal perilaku penggunaan obat tertentu. Oleh
kelompok tertentu dianggap sebagai suatu hal yang wajar, sedang oleh kelompok lain
dianggap sebagai perbuatan yang tercela. Permasalahannya sering kali tidak berhenti
sampai disitu, karena masing-masing pihak berjuang agar definisi berdasarkan nilai
kelompoknya itulah yang kemudian berlaku untuk seluruh masyarakat, bahkan tidak
jarang pula diusahakan sampai memperoleh legimitasi dalam bentuk peraturan maupun
bentuk perundang-undangan.
Dari beberapa uraian yang sudah dikemukakan, maka dapat dikatakan bahwa
berkaitan dengan masalah penyalahgunaan dan kecanduan obat, pandangan ekonomi
politik ini melihat dua hal penting. Pertama, struktur masyarakat terutama realitas
ekonomi dan politik telah menyebabkan beberapa masalah yang berkitan dengan obat dan
penyalahgunaan obat. Kedua, kecanduan obat pada dasarnya bukan masalah criminal
walaupun aspek criminal terkait di dalamnya, juga bukan masalah medis walaupun
simtom medis terjadi sbagai akibatnya. Ia lebih merupakan masalah ekonomi dan politik
yang diciptakan dan dikontrol oleh koneksi antar kekayaan dan kejahatan.
Pandangan structural yang memberikan focus perhatian pada perbedaan nilai dan
perbedaan kepentingan tersebut dalam analisisnya tentang masalah social termasuk
masalah pemakaian obat dan penyalahgunaan obat menggunakan tiga orientasi utama
yaitu : berpusat pada kelompok (group centered), evaluatif, dan orientasi tindakan
(iaction oriented) (Weinberg, 1981: 88).
Selain dengan cara-cara seperti sudah diuraikan, mencari sumber masalah dengan
menggunalan social blamel approach juga dapat dilakukan dengan melihat sistemnya
sebagai suatu kesatuan. Seperti halnya mencari sumber masalah putus sekolah bukan dari
kesalahan siswa melainkan dari kesalahan dan tidak relevannya system pendidikan.
7
Senada dengan hal itu, masalah penyalahgunaan obat juga tidak dicari sumber kesalahan
dari penyandang masalah, tetapi dari sistemnya khususnya system pendidikan dalam
pengertian yang luas. Masalah tersebut dapat didiagnosis sebagai akibat kurangnya
integrasi dan komunikasi diantara tiga pusat pendidikan utama yaitu pendidikan dalam
keluarga,pendidikan disekolah dan pendidikan dalam masyarakat.
Sumber masalah juga dapat dilihat dari sudut system dalam pengertian yang lebih
luas. Masalah penyalahgunaan obat barangkali dapat dikenal sebagai dampak dari system
yang kurang memberikan peluang, sarana dan saluran bagi warga masyarakat guna
memenuhi berbagai aspirasi dan kebutuhannya.
2.1. Sebab-sebab penyalahgunaan obat
1. Faktor-faktor Sosial dan Kebudayaan
Sikap masyarakat dan lingkungan terhadap obat-obatan sangat
menentukan gejala ini (David N. Holvey, Ed., "Merck Manual", Merck & Co.
Inc., NJ. 1972, p. 1411). Orang-orang yang hidup dalam lingkungan yang
dengan bebas memakai opium misalnya, seperti pada beberapa desa di daerah
"segitiga emas", yaitu Muangthai, Birma, dan Laos, dengan sendirinya
mempunyai sikap yang berbeda terhadap opium daripada di tempat-tempat
lain seperti di USA yang melarang keras penggunaan bebas jenis obat itu (Zul.
A. Aminuddin, "Penyalahgunaan Obat, Masalah Sosial yang Makin Serius",
Sinar Harapan, 30 Agustus 1982, hal. V).
2. Faktor-faktor Pendidikan dan Lingkungan
Paul D. Meier menyatakan bahwa kita dapat membuat anak-anak
menjadi pecandu obat-obatan di kemudian harinya, jikalau kita memanjakan
mereka, melindungi mereka secara berlebih-lebihan, tidak mengizinkan
mereka untuk mandiri, tidak pernah melatih mereka menghadapi dan
menyelesaikan persoalan-persoalan mereka sendiri dan memberi contoh
bahwa obat-obatan dapat diminum dengan penuh kebebasan, apa saja yang
kita mau tanpa resep dokter ("Christian Child-Rearing and Personality
8
Development", Baker Book House, Grand Rapids, Michigan, 1977, pp. 4950).
Yang dikatakan Meier itu benar, karena masa kecil yang seperti itu, maka akan
menghasilkan:
a. Pribadi yang tidak matang, labil, dan selalu ingin lari dari tanggung
jawab. Seorang anak yang tidak biasa menghadapi dan menyelesaikan
persoalan-persoalan hidupnya sendiri, akan cenderung memilih obatobatan jikalau ia mau melepaskan diri dan lari dari realita kehidupan
yang menekan.
b. Pribadi yang ikut-ikutan. Apalagi kalau sedang mengalami group
pressure (tekanan lingkungan) dimana sebagai pemuda/remaja yang
sedang mencari identitas pribadi, mereka akan tergoda untuk menjadi
bagian dari peer/group/gang dimana penggunaan obat-obatan oleh satu
orang bisa diikuti oleh setiap orang dalam group itu.
c. Ketergantungan total pada orangtuanya. Keterpisahan dengan orangtua
(kematian, putusnya hubungan, dsb.) akan menyebabkan si anak
kehilangan pegangan, apalagi jikalau ia menghadapi tekanan-tekanan
hidup yang lain. Jikalau dalam rumah tangganya ia sudah belajar
bahwa obat-obatan menjadi jawaban termudah atas segala penyakit dan
rasa tidak enak, maka mereka juga akan memakai langkah-langkah
yang sama.
Pendidikan keluarga yang buruk seringkali diberikan oleh tipe-tipe keluarga
dengan latar belakang orangtua yang bercerai; ibu yang mengepalai rumah tangga dan
menekan si ayah; kedua orangtua yang memanjakan anak tunggal; orangtua peminum;
pergaulan bebas, dan sebagainya.
I.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas , maka rumusan
masalahnya adalah
1. Apa saja penyebab penyalahgunaan obat ?
9
2. Penanganan masalah berbasis masyarakat?
3. Apa upaya dalam menangani masalah penyalahgunaan obat ini?
I.4 Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan obat
2. Dapat mengetahui cara atau upaya dalam menanggulangi penyalahgunaan obat
3. Untuk memperoleh nilai dari pelajaran soft skill yaitu sosiologi dan politik
I.5 Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini yaitu menggunakan metode browsing dari
internet, mendengarkan penjelasan dari dosen sosiologi poloitik dan mengutip dari buku
referensi Masalah Sosial dan Pemecahannya, pengarang Soetomo
I.6 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui hal-hal apa saja yang
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat yang semakin marak terjadi dikalangan
masyarakat dan dapat mencari solusi menanggulanginya
10
BAB II
ISI
II.1 Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat
1.1 Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif
Sebagaimana diketahui, biasanya penanganan masalah merupakan salah satu
yang mengikuti definisi atau identifikasi masalah dan diagnosis masalah. Langkah
mendiagnosis masalah tiadak akan dilakukan apabila tidak atau belum didasari
adanya masalah sosial yang perlu pemecahan. Salah satu sumber masalah dari level
individu yang sudah dikemukakan dalam latar belakang adalah proses sosialisasi
individu.
Apabila dalam kehidupan masyarakat ditemukan suatu kondisi dimana banyak nilai
dan norma dilanggar sehingga keberaturan dan integrasi social terganggu, maka
system yang baik akan melihatnya sebagai kegagalan mekanisme sosialisasi nilai dan
kontrol sosialnya. Hal ini kemudian akan diserap dan dijadikan sebagai umpan balik
untuk memperbaiki mekanisme yang ada secara melekat. Dengan cara seperti itu
kemudian menghasilkan perubahan dan perbaikan dalam mekanisme sosialisasi nilai
dan mekanisme kontrol sosialnya, sehingga berbagai bentuk masalah social yang
dipicu oleh pelanggaran nilai dan norma dapat dihilangkan atau minimal dikurangi.
1.2. Pemanfaatan Modal Sosial
Dalam upaya untuk mengembangkan kesejahteraan sosial yang dalam
implementasinya sangat tergantung pada inisiatif, prakarsa serta peran serta
masyarakat maka keberadaan modal sosial menjadi sangat signifikan. Bentuk modal
sosial berupa kesadaran moral bersama sebagai anggota masyarakat dan jaringan
hubungan sosial yang erat dapat mendorong masyarakat untuk melakukan usaha
bersama berdasarkan potensi yang dimiliki dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
secara mandiri. Selain dalam bentuk kesadaran bersama dan jaringan hubungan
sosial, modal sosial juga diwujudkan dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh berdasarkan input dari luar maupun pengalaman atau pengetahuan
yang diperoleh dari aktifitas kegiatan keseharian pada level komunitas. pada
umumnya masyarakat mampu menangani masalah soaial ini karena dalam
11
masyarakat sendiri tersimpan modal social, seperti modal fisik dan financial dapat
digunakan sebagai energi penggerak tindakan bersama termasuk menangani masalah
social.
1.3. Pemanfaatan Institusi Sosial
Unsur-unsur pemanfaatan institusi social, terdiri dari :
1. Asosiasi sukarela, yang dapat meliputi kelompok swadaya, lembaga sukarela
independen, lembaga sukarela kuasi pemerintah dan lembaga nonprofit kuasi
pemerintah.
2. Lingkungan rumah tangga dan tetangga yang berasal dari keluraga dan
solidarits bertetangga.
3. Pasar, berupa usaha bisnis yang bersifat privat.
4. Negara, berupa pelayanan yang diselenggarakan oleh Negara.
a) Organisasi Masyarakat
Secara garis besar organisasi yang melakukan usaha kesejahteraan social
yang berasal dari masyarakat dibedakan menjadi tiga :
 institusi Masyarakat local
 Organisasi yang bergerak atas dasar motivasi filantropi
 Lembaga swadaya Masyarakat
Ketiganya merupakan organisasi social non-pemerintah karena tumbuh
dari dalam dan atas prakarsa masyarakat sendiri. Disamping itu juga
merupakan organisasi social yang melakukan fungsi pelayanan social dengan
prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat.
RBM adalah organisasi masyarakat yang melaksanakan berbagai
kegiatan penanggulangan permasalahan penyalahgunaan NAPZA serta
dampaknya seperti HIV/AIDS, TBC dan Hepatitis C di masyarakat.
Pembentukan RBM di beberapa provinsi anggotanya berasal dari beberapa
12
unsur yang ada di masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
pendidikan, aparat pemerintah, tokoh organisasi sosial/LSM, dunia usaha,
PKK dan Dinas Sosial Provinsi. Dinas Sosial di berbagai provinsi berperan
sebagai “Support System”. Pembentukan RBM sementara ini baru pada
tingkat provinsi, selanjutnya diharapkan Dinas Sosial Propinsi dapat
mengembangkan RBM-RBM di tingkat Kabupaten/Kota.
Fungsi-fungsi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM)
diantaranya adalah
Pertama Pendampingan secara kontinyu kepada para penyalahguna
dan keluarganya tentang bahaya NAPZA, HIV/AIDS serta TBC pencegahan
serta penyebarannya; melalui penyuluhan di Posyandu kelompok Pengajian,
kelompok arisan dan lain-lain.
Kedua sebagai alat Komunikasi , Informasi dan Edukasi (KIE) kepada
masyarakat yang berkaitan dengan penanggulangan masalah penyalahgunaan
NAPZA termasuk penyebaran HIV, AIDS, Hepatitis C dan TBC, melalui
liflet, brosur, spanduk dan materi-materi pelatihan
ketiga adalah Advokasi kegiatan pembelaan untuk kepentingan
penyalahguna NAPZA dan HIV, AIDS dalam menangani permasalahannya
misalnya dalam bentuk mengubah pandangan negatif/stigma dan diskriminasi
terhadap penyalahguna NAPZA, keluarga dan pengidap HIV/AIDS, TBC dan
Hepatitis C termasuk para eks penyalahguna NAPZA; Keempat
yaitu
Rujukan merupakan pengalihan pelayanan dari pendamping kepada pihak lain
yang memiliki potensi yang tepat atau memfasilitasi kebutuhan yang tidak
dapat dipenuhi oleh pendamping. Kegiatannya meliputi menyiapkan
persyaratan untuk merujuk, kemudian merujuk ke lembaga rehabilitasi social
milik pemerintah atau masyarakat dan lembaga kesehatan seperti rumah sakit,
puskesmas dan lain-lain. Keempat; adalah melaksanakan kelompok dukungan
melalui pertemuan yang dihadiri oleh mereka yang terlibat langsung maupun
tidak langsung terkena dampak dari penyalahguna NAPZA dan pengidap
HIV/AIDS, TBC dan Hepatitis C untuk berbagi pengalaman dan memberikan
kekuatan dan harapan agar saling menumbuhkan serta menuju perubahan
13
positif perilaku penyalahguna NAPZA dan pengidap HIV/AIDS, TBC dan
Hepatitis C.
b). Organisasi Swasta
Sesuai sifatnya sektor swasta adalah bidang usaha yang sangat
memperhtiungkan profit. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan usaha
memberantas penyalahgunaan obat dan meningkatkan kesejahteraan, maka
juga ditemukan organisasi swasta yang melakukan kegiatan tersebut dengan
memperhitungkan profit. Contohnya adalah panti rehabilitasi bagi mereka
yang telah terkena pengaruh dari obat-obatan terlarang atau narkoba. Dalam
bentuk lain,organisasi swasta yang berorientasi profit dan memiliki usaha
diluar bidang meningkatkan kesejahteraan dan pemberantasan penyalahgunaan
obat, sebetulnya juga dapat melakukan usaha dalam bentuk pelayanan sosial
dan bantuan sosial. Untuk mendorong semakin banyak organisasi swasta yang
melakukan usaha kesejahteraan social dan pelayanan social terutama kepada
lapisan bawah, dibutuhkan berbagai bentuk rangsangan.
Pemerintah melakukan berbagai alternative mulai dari kebijakan yang
sifatnya persuasive sampai kebijakan yang sifatnya memaksa. Kebijakan
persuasive dapat dilakukan dengan mendorong kegiatan filantropi untuk lebih
memberikan iklim yang kondusif dalam masyarakat agar memiliki kepedulian
terhadap sesama. Dan juga melalui gerakan social seperti ini diharapkan
kepedulian social dan tanggung jawab social merupakan bagian dari nilai yang
semakin tersosialisasi dan terinternalisasi dalam masyarakat.
1) Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi
yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara
sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa
bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini
dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai
Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris:
non-governmental organization; NGO). Berdasarkan Undang-undang
No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non
pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.
14
Peran LSM dalam kasus penyalahgunaan narkoba :
a. Aktif dalam memberikan informasi kepada penyidik tentang terjadinya
penyalahgunaan Narkoba di masyarakat.
b. Kemitraan dengan instansi Pemerintah terkait termasuk Polri dalam
melaksanakan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
c. Membentuk pusat-pusat konseling dan panti rehabilitasi Narkoba.
2) Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan
dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
3)
Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang
melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam
menjalankan kegiatanya.
4)
Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang
melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti
ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop
kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
5) Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan
kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan
pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan
terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah
6) YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) merupakan yayasan sosial yang
bergerak dalam penyuluhan anti narkoba. Aktifitasnya diisi dengan
penyuluhan dan talk show. Dengan target anak sekolah dan anak-anak
muda dan bersifat preventif dalam penanggulangan penyalahgunaan
narkoba.
15
c). Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial
Untuk mecapai perwujudan kesejahteraan dan terbebasnya masyarakat
dari masalah penyalahgunaan obat dibutuhkan adanya iklim yang kondusif.
Iklim yang kondusif itu dapat terbangun melalui semakin besarnya orientasi
masyarakat pada nilai kemanusiaan yang dapat diturunkan pada nilai
filantropi, solidaritas sosial, dan empati.Untuk mengarah ke kondisi tersebut
pemerintah dengan otoritas dan sumber daya yang dimiliki dapat memfasilitasi
gerakan dalam masyarakat yang mengarah kepada orientasi nilai tesebut.
Potensi dan kontribusi sector nonnegara dalam penanganan masalah
social sebetulnya tidak harus diwujudkan dalam bentuk tindakan pemberian
pelayanan social kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan secara
langsung. Kontribusinya dapat juga melalui dukungan financial atau fasilitas
kepada institusi yang berbasis masyarakat maupun LSM yang secara
melembaga telah melakukan aktivitas tersebut.
Untuk organisasi sosial pemerintah, pelayanan sosial yang diberikan
harus lebih mengutamakan pengembangan kapasitas penyandang masalah,
sehingga dapat diaktualisasikan prinsip help the people to help themselves..
Disamping itu, untuk berbagai organisasi pemerintah yang menjalankan fungsi
pelayanan sosial juga perlu dilakukan upaya koordinasi, bila perlu mengkaji
kemungkinan kebijakan satu pintu dalam inventarisasi dan identifikasi kepada
mereka yang terkena masalah penyalahgunaan obat
d). Kerjasama dan Jaringan
Dengan terjalinnya kerjasama dan jaringan akan dapat mendorong kesadaran
bahwa masing-masing memiliki kekurangan yang dapat diisi oleh kelebihan
pihak lain. Sebuah survey yang dilakukan Vedi R Hadiz (1999: 43) terhadap
beberapa LSM di Indonesia memberi gambaran bahwa masing-masing LSM
tersebut mempunyai kekuatan utama yang berbeda satu dengan yang
lain.Selain itu masalah penyalahgunaan obat adalah fenomena yang sering
dijumpai di mayarakat zaman sekarang. Oleh sebab itu apabila sejumlah
penyandang masalah sudah ditangani bukan berarti masalah penyalahgunaan
16
obat menjadi hilang, bahkan masalah yang sudah ditangani, apabila tidak
diikuti dengan pendampingan lebih lanjut masih dapat menjadi penyandang
masalah.
Berikut ini adalah kerjasama dalam program untuk penyalahgunaan obatobatan. Untuk itu harus adanya program-program yang harus dicanangkan
dalam upaya kerjasama dan jaringan ini.
o Program-progaram yang dicanangka BNU Kerjasama Atasi Narkoba
dengan
BNN.Pengurus
Besar
Nahdlatul
Ulama
(PBNU)
menandatangani nota kesepakatan kerjasama gerakan pencegahan,
terapi, dan rehabilitasi narkotika dengan Badan Narkotika Nasional
(BNN) yang saat ini dipimpin Komjen Pol Makbul Patmanegara di
gedung PBNU Jakarta, Kamis. Dalam sambutannya Ketua Umum
PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan, kerjasama ini merupakan
kerjasama kedua PBNU dengan Polri dan kerjasama pertama adalah
upaya pemberantasan terorisme di mana PBNU diminta membantu
memberikan pemahaman keagamaan yang benar. “Tak mungkin
gerakan ideologi dihadapi dengan tekanan fisik belaka, yang harus
dibenarkan adalah pemahaman keagamaan mereka yang salah,” kata
pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jawa
Timur itu. Mengenai kerjasama mengatasi narkoba, Hasyim
menyebut korban dari narkoba jauh lebih banyak dan efeknya lebih
berat daripada terorisme karena narkoba membawa akibat seumur
hidup.
Terkait
kerjasama
itu
PBNU
akan
membantu
mensosialisasikan gerakan anti narboka melalui struktur yang
dimiliki NU mulai dari PBNU sampai tingkat ranting NU yang
tersebar di seluruh Indonesia serta jalur kultural seperti pesantren dan
sarana dakwah sehingga mampu menyentuh hingga tingkat keluarga.
“Ini penting karena semua orang tahu akan bahaya narkoba, namun
banyak dari mereka tidak tahu secara detail bagaimana narkoba
menghancurkan,” katanya. BNN sendiri saat ini memiliki 10 pusat
rehabilitasi terpadu bekerjasama dengan berbagai pihak yang berada
di DKI Jakarta, Sumatra Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa
17
Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan
Lampung.
o Polri dan BNN kerja sama ciptakan Zona Bebas Narkoba
Selain menjalin nota kesepahaman dengan Mahkamah Agung
dalam penanganan narkotika, BNN juga menjalin nota kesepahaman
dengan Polri dan Bea Cukai. Nota kesepahaman yang baru akan
ditandatangani hari ini, bertujuan untuk menciptakan zero zone
narcotic (kawasan beba narkotika) di Bandara Soekarno-Hatta. Kerja
sama dengan Polri diharuskan karena BNN tidak mempunyai
fasilitas sumber daya manusia pegawai yang mumpuni untuk
menjangkau maraknya kejahatan narkotika yang tersebar di seluruh
Indonesia. BNN juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Imigrasi untuk keperluan itu. “Dalam kejahatan narkotika itu yang
kami hadapi adalah sindikat internasional. Jaringan narkotika itu kan
berkaitan dengan keluar masuknya orang, berkaitan dengan pintupintu masuk di perbatasan maupun yang berkaitan dengan
penindakan di airport-airport (bandara) dan pelabuhan,” katanya.
BNN juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk
keperluan pelacakan aset-aset dan harta kekayaan hasil kejahatan
narkotika dari sindikat kejahatan narkotika yang ada di Indonesia.
Aset-aset
itu
nantinya
akan
digunakan
untuk
pembiayaan
pemberantasan, pencegahan kejahatan narkotika, dan program
penyembuhan para penyalah guna. “Yang punya semua data itu, ya
dirjen pajak, khususnya mengenai data harta kekayaan perorangan di
wilayah yurisdiksi Indonesia,” tukasnya. Kerja sama juga dijalin
dengan Kejaksaan Agung dalam upaya percepatan penyitaan barang
bukti kejahatan narkotika, yang nantinya akan dimusnahkan. Selain
itu, BNN juga menjalin kerja sama dengan pihak Bank Indonesia.
“Selama ini kan kita kesulitan untuk memintakan data dana merekamereka para anggota sindikat narkotika karena terganjal asas
kerahasiaan perbankan. Kini dengan UU baru, kami dan Polri diberi
18
kemudahan akses untuk dapat memintakan data itu dibuka kepada
BI,” tuturnya. Dengan menjalin kerja sama dengan berbagi institusi
tersebut, BNN berharap tugas pokok dan fungsi mereka dalam UU
baru dapat dijalankan dengan baik dan tidak lagi mengalami
hambatan
serta
benturan
dengan
institusi-institusi
tersebut.
“Implementasinya diharapkan dapat berjalan lebih baik dari UU
sebelumnya,” tandasnya.
o Kerjasama Polri-Dea Amerika Serikat
Lima personil petugas pelatih dari Drug Enforcement
Administrasi (DEA) Amerika Serikat perwakilan Singapore yang
membawahi
Indonesia,
Singapore,
Malaysia
dan
Thailand
direncanakan melakukan pelatihan bersama dalam penanganan
narkoba. Areal pelatihan yang direncanakan di kawasan Danau Lau
Kawar di bawah kaki gunung berapi Sinabung, Kamis (24/1) ditinjau
pimpinan DEA, Sersan Stepen Will dan rekannya didampingi
Kasatlantas Polres Karo AKP. J Pinem, Waka Polres Karo, Kompol
Bayu Aji Sik M.Hum dan Kasat Narkoba IPTU B Sitanggang dan
tim penterjemah Polres Karo AIPDA Zulkifli dan sejumlah personil
Polres Karo lainnya. Kepada SIB, Bayu Aji mengatakan, dipilihnya
kawasan Danau Lau Kawar sebagai tempat pelatihan penanganan
marijuana tersebut, selain keramahan masyarakatnya, juga didukung
alam dan panorama yang indah dan masih merupakan zona hutan
lebat. Pelatihan yang dijadwalkan Mei-Juni mendatang diharapkan
dapat bermanfaat bagi satuan polisi dalam penanganan ganja di
daerah sejajaran Poldasu. Di antaranya, dapat mempersempit gerak
pelaku bisnis ganja dan dapat meminalisir kegiatan petani ganja di
daerah dengan alat-alat canggih yang nantinya dapat membantu
kinerja Polri di daerah ini, ujar Bayu. Walau daerah Karo belum
tergolong sebagai basis “perkebunan” ganja di Sumatera Utara,
namun hal ini harus tetap diperhatikan. Selain daerah ini sebagai
19
jalur transit pengiriman ganja dari daerah NAD ke arah Medan, juga
di daerah Karo sudah berkali-kali ditemukan polisi ladang ganja.
“Bayangkan saja, selama tahun 2007 sudah ditemukan 13 lokasi
perladangan ganja seluas 3 hektar. Pelatihan khusus penanganan
ganja sebelumnya sudah terselenggara atas kerjasama Polri dengan
DEA di Menado (Polda Sulawesi) dan di Bandung (Polda Jawa
Barat), tambah Sersan Stepen melalui Bayu Aji. Pada kesempatan
tersebut, tim DEA dan Polres Karo menyempatkan diri memetik dan
menikmati jeruk sangkis milik Jerman Sitepu di pinggir Danau Lau
Kawar, Kecamatan Naman Teran. Selanjutnya tim DEA kembali ke
Medan dipimpin Drs Open Gerhard selaku tim penterjemah dari
Poldasu dan staf dari Unit Narkoba Poldasu.
II.2. Upaya Penanggulangan Masalah
Upaya penanggulangan penyalahgunaan obat khususnya narkoba dapat dilakukan
melalui beberapa cara, sebagai berikut ini :
1. Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai
ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada
pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh
pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama,
pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan
distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan
untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan
Narkoba.
2. Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba
melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat
keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui harus
segera melaporkan kepada pihak berwajib dan tidak boleh main hakim sendiri.
3. Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis
maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat
20
penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati,
pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
4. Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban
tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya menyantuni dan
memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke
masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh
mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka
tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba
21
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :
Penyalahgunaan obat terkhususnya narkoba / narkotika dalam kehidupan masyarakat
saat ini harus bisa diatasi, apalagi untuk kalangan anak muda.
Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif / psikotropika dapat
menyebabkan efek dan dampak negatif bagi pemakainya. Danmpak yang negatif itu
sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik.
Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia
kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk
dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan
narkotik yang disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka
ragam.
A. Dampak Tidak Langsung Narkoba Yang Disalahgunakan
1. Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan
kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun.
2. Dikucilkan dalam masyarakat dan pergaulan orang baik-baik. Selain itu
biasanya tukang candu narkoba akan bersikap anti sosial.
3. Keluarga akan malu besar karena punya anggota keluarga yang memakai zat
terlarang.
4. Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah atau
perguruan tinggi alias DO / drop out.
5. Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba akan
gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal.
6. Dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta menjalani
kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya.
22
7. Bisa dijebloskan ke dalam tembok derita / penjara yang sangat menyiksa lahir
batin.
Biasanya setelah seorang pecandu sembuh dan sudah sadar dari mimpimimpinya maka ia baru akan menyesali semua perbuatannya yang bodoh dan banyak
waktu serta kesempatan yang hilang tanpa disadarinya. Terlebih jika sadarnya ketika
berada di penjara. Segala caci-maki dan kutukan akan dilontarkan kepada benda haram
tersebut, namun semua telah terlambat dan berakhir tanpa bisa berbuat apa-apa.
B. Dampak Langsung Narkoba Bagi Jasmani / Tubuh Manusia
1. Gangguan pada jantung
2. Gangguan pada hemoprosik
3. Gangguan pada traktur urinarius
4. Gangguan pada otak
5. Gangguan pada tulang
6. Gangguan pada pembuluh darah
7. Gangguan pada endorin
8. Gangguan pada kulit
9. Gangguan pada sistem syaraf
10. Gangguan pada paru-paru
11. Gangguan pada sistem pencernaan
12. Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, Hepatitis,
Herpes, TBC, dll.
13. Dan banyak dampak lainnya yang merugikan badan manusia.
C. Dampak Langsung Narkoba Bagi Kejiwaan / Mental Manusia
1. Menyebabkan depresi mental.
2. Menyebabkan gangguan jiwa berat / psikotik.
3. Menyebabkan bunuh diri
4. Menyebabkan melakukan tindak kejehatan, kekerasan dan pengrusakan
23
III.2. Saran
Melalui makalah, penulis akan memberikan beberapa saran yang berhubungan
dengan masalah sosial kasus penyalahgunaan obat antara lain sebagai berikut :
1. Perlu adanya pertahanan diri dari bahaya penyalahgunaan obat yang selalu
mengancam
2. Perlunya adanya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat
narkoba.
24
Daftar Pusataka
Soetomo, 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
http://organisasi.org/akibat-dampak-langsung-dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkobapada-kehidupan-kesehatan-manusia
http://yanrehsos.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=636
http://lead.sabda.org/kecanduan_dan_penyalahgunaan_obat_obatan
25
26
Download