1 NITROGEN BAGI TANAMAN TEBU (smno.tnh.fpub) Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro primer yang sangat diperlukan oleh tanaman tebu, sehingga seringkali diperlukan pemupukan N untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil tebu. Dosis pupuk N tergantung pada tingkat kesuburan tanah, kandungan bahan organik tanah, tekstur tanah, KTK, dan jumlah biomas tanaman yang dihasilkan. Kelebihan dan kekurangan nitrogen menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, produksi dan kwalitasnya. Efisiensi penyerapan nitrogen ditentukan juga oleh jumlah, frekuensi, cara, dan waktu pemupukan N. Analisa daun, analisa tanah dan percobaan pemupukan di lapangan merupakan dasar pembuatan rekomendasi pemupukan N yang terintegrasi pada pengelolaan yang baik. Kecukupan pupuk nitrogen sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Indikatornya terlihat jelas pada ukuran daun, tinggi batang, luas permukaan daun dan jumlah anakan tanaman tebu. Kekurangan unsur ini membuat pertumbuhan tanaman merana, ukuran daun mengecil, kurus dan berwarna kekuningan. Penyebab rendahnya produktivitas pada tanaman tebu memang cukup banyak, salah satu yang cukup dominan adalah masalah pemupukan. Pemberian pupuk buatan yang terus menerus ternyata membuat tanah menjadi keras dan kecenderungan produktivitasnya semakin rendah. Penggunaan pupuk organik secara terus menerus tanpa dibantu oleh pemberian pupuk buatan mempunyai kecenderungan produktivitasnya rendah. Namun penggunaan keduanya akan menghasilkan sinergi positip yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk urea, ZA masih diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak; karena biomas yang dihasilkan tanaman tebu sangat banyak, setiap tahunnya tidak kurang dari 100 ton biomas per ha yang dihasilkan tanaman dan tidak kembali ke tanah lagi. Permasalahan yang muncul adalah seberapa banyak dosis pupuk N yang diperlukan tanaman tebu untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktivitas optimum? Selain itu seberapa jauh hasil analisis daun dapat digunakan untuk menyusun rekomendasi pemupukan secara terintegrasi ”diagnosis and recommendation integrated system (DRIS)”. Kandungan hara nitrogen pada daun yang dinyatakan medium adalah 1.70 %, jika kandungan N-daun 1.70 % - 2.00 %, maka dikatagorikan “medium-plus” atau “baik-minus”; apabila nilainya 1.40 % - 1.70 % tergolong “medium-minus” atau “kurang-plus”. Apabila nilainya kurang dari 1.40 % , tergolong “kurang-minus”, sedang jika kandungan N lebih dari 2.0 %, tergolong “baik-plus”. 2 N-tanaman tebu Peranan nitrogen bagi tanaman tebu adalah (a) meningkatkan produksi dan kualitasnya, (b) untuk pertumbuhan vegetatif (pertumbuhan tunas, daun, batang), (c) Pertumbuhan vegetatif berarti mempengaruhi produktivitas. Gejala defisiensi nitrogen antara lain (a) daun berwarna kuning pucat, (b) ruas lebih pendek, (c) pertumbuhan daun semakin lambat, (d) batang lebih pendek dan kurus, (e) akar lebih panjang, tetapi lebih kecil ukurannya, (f) jika defisiensi berkelanjutan, ujung daun dan daun yang terbawah menjadi nekrosis. Kelebihan unsur nitrogen dapat berakibat negatif juga yakni (a) efek racun untuk tanaman, (b) pertumbuhan vegetatif memanjang, (c) memperlambat kemasakan, (d) mengurangi kadar gula, (e) mengurangi kualitas jus (nira), (f) Menambah nitrogen yang larut pada jus dalam stasiun klarifikasi, (g) mudah roboh, (h) lebih mudah terserang hama dan penyakit. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3‾) dan ammonium (NH4+). Efisiensi relatif absorpsi ammonium dan nitrat dipengaruhi oleh pH tanah dan potensial redoks tanah. Pupuk Nitrat bersifat sangat mobil, cepat diserap dalam bentuk ion nitrat (NO3-), dan mudah tercuci. Nitrogen dalam bentuk nitrat dapat bergerak ke atas bersama air kapiler selama musim kemarau. Ammonium tidak mudah tercuci karena kation ini diikat oleh partikel liat (clay), pengikatan ini sedemikian rupa sehingga tidak mudah tercuci, tetapi masih tersedia bagi tanaman. N-tanah Tanah yang strukturnya baik memungkinkan udara masuk ke dalam pori tanah, demikian juga air akan tertahan dalam ruangan tersebut. Ujung akar dengan bulu akarnya akan mudah tumbuh pada kondisi seperti ini. Bulu akar merupakan organ tanaman yang menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Jumlah bulu akar ini sangat dipengaruhi oleh (a) jumlah akar yang tumbuh,(b) diameter akar, (c) diameter batang, dan (d) Panjang akar. Semakin banyak jumlah bulu akar, akan semakin tinggi kemampuan akar dalam menyerap air dan unsur hara. Pada tanah yang subur dekomposisi bahan organik akan terus terjadi secara berkelanjutan, sehingga kebutuhan nitrogen mudah dipenuhi. Sedangkan pada tanah berpasir yang miskin bahan organik, tanpa penambahan pupuk organik akan sulit menyediakan N dalam jumlah yang cukup. Itulah sebabnya pada tanah yang demikian perlu penambahan frekuensi pemupukan nitrogen dan perlu pemberian pupuk organik. 3 Apabila mikroba tumbuh dengan baik di daerah rizosfer, maka unsur hara nitrogen yang tersedia dapat diserap oleh tanaman melalui akar dengan baik. Nitrogen yang diserap akan semakin banyak jumlahnya. Apalagi jika ditunjang oleh perakaran yang baik dan jumlah akar aktif maka kemampuan penyerapan unsur hara semakin tinggi. Dengan demikian tanaman dapat tumbuh lebih baik dan menghasilkan produksi yang lebih baik. Pemupukan N tebu Tanaman tebu memerlukan unsure hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Dalam 1 ton hasil panen tebu terdapat sekitar 2.00 kg N; 0,40 - 0,80 kg P2O5 dan 1,20 - 6,0 kg K2O yang diserap dari dalam tanah. Oleh karena itu diperlukan pemupukan N, P dan K yang cukup tinggi agar hasil panen tebu tetap tinggi dan kesuburan tanah dapat dilestarikan. Penambahan pupuk N karena hara N yang tersedia dalam tanah berasal dari luar tanah, yaitu : (1) bahan organik sisa panen tanaman, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroba tanah, (3) air irigasi, dan (4) pupuk N. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan N pada budidaya tebu masih relative rendah, yaitu sekitar 30 - 35%. Efisiensi pemupukan N rendah tersebut disebabkan karena sebagian hara N dari pupuk hilang melalui proses-proses penguapan, pencucian, imobilisasi, denitrifikasi dan erosi & runoff. Tingkat kekurangan N tanaman tebu sangat bervariasi tergantung pada kiondisi tanah, dan perkembangan tanaman. Pada awal pertumbuhan tanaman tebu, kekurangan N dapat mengurangi jumlah anakan, dan jumlah batang pada ratoon, daun menguning, pendek dan sempit. Kekurangan N pada masa vegetatif dapat menyebabkan menurunnya diameter batang dan jumlah batang tebu yang baik. Kekurangan N yang ringan dapat mengurangi laju fotosintesis, pengaruhnya sangat besar kalau terjadi pada awal pertumbuhan tanaman. Pupuk Urea dan ZA telah lazim digunakan dalam budidaya tanaman tebu. Namun teknologi inovasi dalam aplikasi pupuk N ini masih sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensinya. Frekuensi aplikasi pupuk nitrogen seringkali sangat berpengaruh selama periode pertumbuhan tanaman. Kegagalan aplikasi nitrogen tepat waktu akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, masak sebelum waktunya dan mengurangi jumlah hasil tebu. Analisa tanah sebagai alat kontrol umumnya tidak dapat diandalkan karena N tersedia dapat berubah dengan cepat akibat berubahnya iklim (temperatur, hujan) dan faktor budidaya tanaman. Kehilangan nitrogen dapat dikurangi dengan menghatur frekuensi aplikasi pemupukan. 4 Pupuk nitrogen dapat digolongkan menjadi tiga yakni: (1). Pupuk Nitrat (Nitrate), misalnya Sodium Nitrate; Calcium Nitrate; Potasium Nitrate. (2). Pupuk Amomonium, misalnya A. Sulphate (S.A./Z.A.); A. Chloride; A. Anhydride; dan (3) Pupuk Amida (Amide), misalnya Urea; Calcium Cyamnamide. Pupuk ammonium sulphat (ZA) juga mengandung sulphur. Pemakaian ZA terus menerus dapat mengasamkan tanah. Aplikasi pupuk ZA dengan dosis 4-6 ku/ha (beragam tergantung kondisi tanah) dapat menghasilkan hablur gula yang diharapkan. Pupuk amida bersifat lambat tersedia, N dalam pupuk ini tidak langsung tersedia bagi tanaman tetapi harus melalui beberapa perubahan kimia dahulu. Hasil akhirnya dalam bentuk Ammonium (NH4+) dan Nitrat (NO3-). Jenis pupuk ini berkadar N tinggi, misalnya Urea = 46%. Sifat urea yang mudah larut dalam air memungkinkannya untuk dipakai sebagai pupuk daun. Dengan bantuan mikroba tanah, nitrogen yang ada dalam pupuk dapat dikonversi menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Proses perubahannya banyak tergantung pada iklim dan kondisi tanahnya. Konversi berjalan cepat apabila kadar air, aerasi, temperatur dan pH nya sesuai. Aplikasi pemupukan sebaiknya 3 sampai 4 kali yakni pada saat sebelum tanam (pupuk dasar), setelah perakaran tumbuh (1-2 bulan), pada masa pertumbuhan tunas (tillering, 3 bulan) dan masa pertumbuhan, namun minimal dua kali setahun. Semakin sering frekuensi aplikasi pupuk dengan dosis rendah, hasilnya akan semakin baik, terutama bagi jenis pupuk yang cepat larut dalam air seperti pupuk ZA dan Urea. Pada akhir musim kemarau yang panjang, akar banyak yang mati , itulah sebabnya waktu pemupukan harus menunggu pada saat akar mulai tumbuh kembali sekitar 1 sampai 1.5 bulan setelah hujan pertama datang. Semakin rendah kandungan bahan organik tanah, maka dosis pupuk nitrogen akan semakin besar. Dosis pupuk N ini juga tergantung pada frekuensi aplikasi, karena nitrogen yang sifatnya sangat mobil mudah tercuci (leaching) dan menguap (volatile). Cara aplikasi menentukan efisiensi pemupukan nitrogen, misalnya ”disebar (broadcast)” akan lebih boros dibanding dengan ”dibenam (placement)”. Waktu aplikasi tidak dapat setiap saat dilakukan, karena curah hujan dan kelembaban tanah tidak setiap saat cocok. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi KTK akan semakin banyak nitrogen yang tersedia dan dapat diserap tanaman. Itulah sebabnya analisa daun dibutuhkan untuk melihat sejauh mana nitrogen dapat diserap oleh tanaman, karena analisa tersebut dapat segera dibandingkan dengan hasil pengamatan 5 secara visual. Analisa tanah saja tidak dapat diandalkan, karena pergerakan nitrogen dalam tanah yang begitu cepat sebagai akibat perubahan iklim (suhu, hujan) yang dinamis. Teknologi Pupuk N Pemupukan N tanaman tebu memegang peranan sangat penting, selain dapat meningkatkan produksi biomassanya, pupuk N juga dapat meningkatkan keragaman dan kualitas hasil tebu. Masalah utama penggunaan pupuk N pada lahan kebun tebu adalah efisiensinya yang relatif rendah karena kehilangan N akibat pencucian dan penguapan. Untuk itu diperlukan rekayasa teknologi pupuk N untuk peningkatan efisiensi pemupukan N, misalnya dengan rekayasa urea-humat. Teknologi pelapisan urea dengan asam humat diharapkan dapat menghasilkan pupuk urea yang lebih tidak mudah larut. Dengan pelepasan N yang lebih lambat diharapkan ketersediaan N dalam tanah lebih besar dan pemupukan menjadi lebih efisien. Secara spesifik asam humat dapat digunakan untuk stabilisasi urea, sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan urea pada tanaman tebu. Dengan menstabilkan urea memakai asam humat ini diperkirakan efisiensi urea dapat ditingkatkan hingga menjadi sekitar 50%. Proses stabilisasi urea dengan asam humat sangat sederhana dan dapat dilakukan dengan cara konvensional, yaitu dengan cara meyemprot secara merata urea dengan asam humat, dan kemudian dicampur hingga merata. Dosis untuk 100 kg urea menggunakan 1 liter (atau sesuai dengan kebutuhan asam humat). Rekayasa stabilisasi urea dengan asam humat menghasilkan urea yang lambat melepaskan nitrogen (slow release), hal ini diperlukan untuk meminimumkan kehilangan N melalui proses pencucian dan penguapan. A recent study on ammonia loss from urea by using acidic materials such as Humic Acid (HA) has been successful. Besides reducing ammonia loss, the mixture of urea-HA improves plant growth and development (American Journal of Applied Sciences, Nov, 2009). Amending urea HA can reduce ammonia loss in acid soils by improving ammonium retention. This may in effect improve urea N use efficiency as well as reducing environmental pollution in agriculture (American Journal of Applied Sciences, 5(5):588-591 2009). 6 Urea-TSP-MOP-HA mixtures effectively reduced ammonia loss and retained soil exchangeable ammonium compared to urea alone. The acidic nature and high CEC of HA aided in reduction of ammonia loss and retained soil exchangeable ammonium. However, the addition of HA in the urea-TSP-MOP mixtures was not beneficial since the mixtures alone without HA able to reduce NH3 loss and improved NH4 retention. This may be due to K+ contained in the acid that reduce the quantity of H+ in the mixtures thus increased soil pH. Urea, TSP and MOP amended with HA or HA and FA significantly reduced ammonia loss. The outcome of this study may contribute to the improvement of urea N, P and K use efficiency as well as reducing environmental pollution. (American Journal of Environmental Sciences 5 (5): 605-609, 2009). The use of liquid organic N fertilizer has the ability to reduce NH3 volatilization in acid soil. The use of both humic and fulvic acids could be effective in promoting NH4+ retention. Thus, it can be concluding that, humic substances, in general, have great ability in controlling NH3 loss and retaining NH4+ in acid soils. It could be a cheapest, practical and easiest way to control N loss. The CEC provided by HA, which ranged between 417-583 cmol kg-1 may have contributed to ammonia loss reduction. The negative sites due to ionization of carboxylic (COOH) and phenolic (OH) might have improved NH4+ retention hence reduction in N loss. These negative charges could develop with the level of salt and pH, that occurred in soil. More salt will produce more negative charge in soil. A similar situation will occur at high pH. Thus, the presence of KOH, as a source of salt, could enhance HA charges and indirectly reducing the N loss. (American Journal of Agricultural and Biological Sciences 4 (1): 18-23, 2009). Purpose of this research was offering basic data for the production of humic acid slow-release fertilizers. The effects of NH4+ concentration, equilibrium time and pH value on the NH4+ adsorption of humic acid extracted from Shanxi brown coal and its absorptive regularity were studied by ion-exchange equilibrium method in this paper. Results showed that with the increase of NH4+ concentration, adsorption capacity of NH4+ increased. The adsorption of NH4+ on humic acid could be well described by Freundlich equation and its kinetics adsorption fit Elovich equations best. Under the condition of pH lower than 7.04, pH increase of medium was of great advantage of NH4+ adsorption and could improve the velocity of adsorption reaction. Under the condition of pH lower 7 than 4.03, physical adsorption was the dominant. However, under the condition of 4.03 < pH < 7.04, chemical exchange was dominant. The adsorption capacity could be increased by 58.03 % at the optimal condition. On the whole, chemical exchanged played a more important role on NH4+ adsorpiton. Adsorption capacity rose markedly in the beginning of the adsorption process, however, it slowed down later. While suitable ratio of solid to liquid could increase unit adsorption until the ratio increased to some extent, then the unit adsorption would decrease. When the ratio was 0.04 and 0.03, the unit adsorption reach maximum being 34.9 ,72.2 mg/g, respectively. (Plant Nutrition and Fertilizer Science. 2005,11(4) : 516-523)