BAB II LANDASAN TEORITIS A. Disiplin 1. Pengertian Disiplin Istilah disiplin merupakan suatu istilah yang sangat sering didengar, tetapi dalam kenyataannya disiplin sulit sekali untuk dilaksanakan. Secara etimologis istilah disiplin berasal dari bahasa Latin discere yang berarti belajar, dari kata dasar ini timbul kata disciplus yang berarti murid atau pelajar. Kata “Disciplina” merunjuk kepada kegiatan belajar dan mengajar. Istilah bahasa Inggrisnya yaitu “Discipline” yang dikemukakan oleh MacMillan Dictionary (T. Tu’u, 2004 : 3031) yang berarti : a. Tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku atau penguasaan diri, kendali diri; b. Latihan membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu sebagai kemampuan mental atau karakter moral; c. Hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki; d. Kumpulan atau sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku; Dalam kamus bahasa Indonesia, kata disiplin sedikitnya mengandung tiga pengertian yaitu : a. Tata tertib. b. ketaatan (kepatuhan) pada peraturan (tata tertib, dan sebagainya). c. Bidang studi yang memiliki obyek, sistem dan metode tertentu. Selanjutnya S. Arikunto (1980 : 114) mengemukakan bahwa : Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Peraturan dimaksud dapat ditetapkan oleh orang yang bersangkutan maupun berasal dari luar. Disiplin menunjuk kepada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya. 17 18 Menurut T. Rusyandi (1997 : 6) bahwa : “Disiplin diartikan sebagai suatu sikap atau tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan tata aturan atau norma yang digariskan.” Selanjutnya Lembaga Ketahanan Nasional dalam bukunya tentang Disiplin Nasional (1997 : 12) mengartikan disiplin sebagai : “Kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan tunduk pada putusan, perintah atau peraturan yang berlaku.” Amier Daien Indrakusuma (1973 : 142) mengemukakan bahwa : Disiplin merupakan kesediaan untuk mematuhi peraturan-peraturan dan larangan-larangan. Kepatuhan disini bukan hanya patuh karena adanya tekanan-tekanan dari luar, melainkan kepatuhan yang didasarkan oleh adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan dan larangan-larangan tersebut. Sejalan dengan ungkapan tersebut, Darmodiharjo dalam Usman Radiana (1993 : 23) mengemukakan bahwa : “Disiplin adalah sikap mental yang mengandung kerelaan untuk memenuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab.” Disiplin yang timbul dari kesadaran diri merupakan disiplin yang paling baik, pada tingkatan ini kesadaran untuk mentaati tata tertib, norma dan peraturan yang berlaku bukan lagi karena takut hukuman, melainkan adanya rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat untuk turut menciptakan lingkungan yang tertib dan teratur. Tumbuhnya disiplin diri bukanlah suatu hal yang tumbuh dengan sendirinya melainkan hasil belajar atau hasil interaksi dengan lingkungannya, maka proses belajar mengajar dan interaksi dengan lingkungannya harus dioptimalkan sebaik mungkin. 19 Charles Schaefer (1996 : 3) menyatakan bahwa : Tujuan jangka pendek disiplin adalah membuat anak-anak terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih asing dengan mereka. Sedangkan tujuan jangka panjang dari disiplin adalah untuk perkembangan pengendalian diri sendiri tanpa pengaruh dan pengarahan diri sendiri, yaitu dalam hal mana anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar. Pentingnya masalah disiplin ini, Peter Mc. Rhail dalam Syamsu Yusuf (1989 : 60) mengemukakan pentingnya disiplin yaitu : a. Dalam situasi belajar dibutuhkan disiplin, karena hanya dalam situasi disiplinlah pengetahuan, pengalaman, dan keahlian guru dapat bekerja secara efektif. b. Disiplin sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan guru, tidak adanya disiplin maka akan mengurangi kualitas keahlian bahkan menghilangkan kesempatan untuk membuktikan profesi atau keahlian. c. Disiplin diperlukan pada saat-saat tertentu sehingga tindakan atau perintah harus ditaati tanpa bertanya. Disiplin diperlukan untuk membentuk kepribadian anak, melalui disiplin anak diperkenalkan terhadap sesuatu yang layak atau tidak layak dalam berperilaku, anak diperkenalkan hak dan kewajibannya, anak belajar untuk mengendalikan diri dan menyadari bahwa hidup bersosialisasi memiliki peraturan yang harus dipatuhinya sehingga akan tercipta suatu lingkungan yang kondusif untuk terbentuknya kepribadian yang mantap. Elizabeth Hurlock dalam Darji Darmodiharjo (1991 : 16-20) menjelaskan bahwa esensi dari disiplin adalah sebagai berikut : a. Aturan atau norma fungsinya untuk mengarahkan seseorang kepada keteraturan hidup yang dapat diterima oleh kelompok. Apabila seseorang tidak mengikuti aturan atau norma yang ditentukan, dengan kata lain lepas dari aturan dan norma maka ia akan bertindak sesuka hatinya, dan akan menemukan bahwa kelompok sosial tidak akan mentolelir dirinya. 20 b. Konsistensi atau konsekuen. Konsistensi berfungsi untuk menanamkan keteguhan dalam memegang prinsip kepada seseorang. Jika disiplin tidak konsisten maka seseorang akan kehilangan kendali tentang apa yang dapat ia lakukan dan kepada siapa ia harus patuh. c. Hukuman dan hadiah. Hukuman bertindak untuk menghalangi perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan, sementara hadiah bertindak untuk mendorong atau merangsang perbuatan-perbuatan yang diinginkan. Oleh karena itu, jika hukuman dan hadiah turut menyumbang terhadap kesehatan pertumbuhan mental dan emosional seseorang, maka hukuman dan hadiah sebaiknya digunakan secara tepat. Disiplin tersebut menjadi bagian dalam hidup seseorang yang muncul dalam pola tingkah lakunya sehari-hari. Disiplin terjadi dan terbentuk sebagai hasil dan dampak pembinaan yang cukup panjang yang dilakukan sejak dari dalam keluarga dan berlanjut dalam pendidikan di sekolah. Disiplin dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : pertama , disiplin pribadi (personal discipline) yaitu disiplin yang merupakan aktualisasi dan tanggung jawab pribadi baik sebagai individu maupun warga negara dan warga masyarakat. Kedua, Disiplin sosial ( social discipline) yaitu yang merupakan manifestasi atau aktualisasi tanggung jawab sosial manusia sebagai kelompok dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ketiga, disiplin nasional yaitu kemampuan manusia baik sebagai pribadi dan warga negara maupun sebagai kelompok untuk mengendalikan diri dan dengan sadar mentaati tata nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam upaya mencapai tujuan. Berdasarkan berbagai pendapat diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa disiplin merupakan sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku dengan penuh 21 keiklasan dan kesadaran dalam diri agar segala tujuan yang diharapkan dapat dicapai dengan hasil yang baik dan memuaskan dalam aspirasi nasional. Disiplin sekolah merupakan peraturan tata tertib yang telah dibuat oleh sekolah berupa sejumlah larangan dan anjuran yang harus dilaksanakan oleh setiap siswa di sekolah. Ada kecenderungan bahwa tingkat kedisiplinan siswa baik disiplin diri maupun disiplin sekolah akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Efektifitas proses belajar mengajar akan berjalan baik jika dilaksanakan dengan berdisiplin tinggi. Disiplin sangat penting dan mempunyai peranan dalam peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Pkn. 2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Disiplin Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sebagai patokan atau pedoman bagi benar atau salahnya perbuatan tindakan manusia dalam masyarakat, untuk dapat melaksanakannya diperlukan unsur-unsur pola perilaku yang mendasarinya. Seseorang yang melakukan perilaku disiplin didorong oleh motif untuk melakukan hal tersebut. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Berawal dari kata motif itulah maka tumbuh kata motivasi yang diartikan sebagai daya penggerak menjadi aktif. Motivasi untuk melakukan sesuatu itu terbagi menjadi dua yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. untuk lebih jelasnya berikut penjelasan kedua motivasi tersebut. 22 a. Motivasi Instrinsik Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau keberfungsiannya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seorang siswa belajar karena keinginannya sendiri atau karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri dengan tujuan untuk membentuk disiplin diri dalam belajar sehingga membawa dampak pada prestasi belajarnya. b. Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan keberfungsiannya karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik dalam menanamkan disiplin sangat penting karena kemungkinan besar siswa yang sedang pada masa remaja selalu ingin bebas tanpa aturan dan pada akhirnya memungkinkan untuk berperilaku menyimpang. Faktor ekstrinsik dapat terbagi menjadi : 1) Keluarga Keluarga sebagai tempat anak belajar bersosialisasi tentunya sangat berperan dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Kebiasaan orang tua akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, jika orang tua mendidik anak secara benar maka akan membentuk kepribadian anak yang baik, maka keluarga sangat berperan dalam membentuk tingkah laku anak. Manning (1978 : 48) menyatakan bahwa : “Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak remaja untuk berperilaku agresif atau tidak.” Orang tua yang otoriter dan yang memberi kebebasan penuh akan menjadi pendorong bagi anak untuk berperilaku agresif. Orang 23 tua yang bersikap demokratis tidak memberikan andil terhadap perilaku anak untuk agresif dan menjadi pendorong terhadap perkembangan anak kearah yang positif. Contoh dan perbuatan orang tua dalam keluarga akan lebih besar dampaknya terhadap perkembangan anak. Orang tua hendaklah memberikan contoh dan teladan yang baik untuk anak-anaknya, karena contoh teladan akan lebih efektif daripada kata-kata. 2) Lingkungan Sekolah Sekolah sebagai salah satu tempat mempersiapkan generasi muda menjadi manusia dewasa dan berbudaya, tentunya akan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku anak atau siswa. Pihak sekolah khususnya guru harus mampu menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru tidak hanya menyampaikan materi ilmu pengetahuan saja melainkan juga harus melakukan pembinaan kepribadian siswa melalui contoh dan teladan. M.I Soelaeman (1985 : 78) mengemukakan bahwa : Guru harus pandai menegakkan ketertiban, tidak melalui kekerasan melainkan melalui kerjasama dan saling mengerti. Sedangkan alat yang tersedia untuk menegakkan ketertiban itu adalah kewibawaan yang bertopang pada saling mempercayai dan pada kasih sayang. Guru mempunyai peranan penting dalam membentuk perilaku siswa. Guru harus dapat dijadikan contoh dan teladan yang baik bagi siswanya. 3) Lingkungan Masyarakat Masyarakat memiliki peranan penting dalam pembentukan disiplin seseorang. Seseorang yang sudah terbiasa untuk mematuhi 24 peraturan yang ditetapkan dalam keluarga dan sekolah maka orang tersebut akan cenderung mematuhi peraturan di lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat tentunya memiliki aturan yang harus ditaati oleh setiap warganya, oleh karena itu masyarakat memberikan pengaruh terhadap kedisiplinan seseorang. Eddi Kalsid (1987 : 6-7) mengemukakan pendapatnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin adalah sebagai berikut : a) Pendidikan di keluarga sebagai matra vertikal. Para orang tua diharapkan memberikan contoh atau menjadi panutan dalam pelaksana norma. b) Pendidikan di sekolah sebagai matra diagonal, maka para guru diharapkan memberikan atau menuntun siswa melalui pengayaan pengetahuan, dan kemampuan analisis terhadap norma sehingga siswa mempunyai wawasan memadai terhadap norma tersebut. c) Pendidikan di masyarakat sebagai matra horisontal diharapkan masyarakat dapat menjadi mitra bertukar pikiran dalam memajukan pendidikan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Mulyani S. Somantri (1987 : 2) bahwa : Penumbuhan bibit unggul manusia yang berketahanan nasional itu dimulai dari pendidikan keluarga, dilanjutkan bersama-sama di sekolah disertai oleh pendidikan dalam kehidupan masyarakat dengan melalui cara-cara yang penuh disiplin. 3. Tujuan dan Manfaat Disiplin a. Tujuan Disiplin Balnadi Sutadipura (1995 : 85) mengemukakan bahwa: Disiplin dalam pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai swa-karma, yang berdisiplin, yang dapat menjadi anggota masyarakat yang bahagia, yang bebas merdeka, terlepas dari segala ikatan-ikatan yang menghambat terlaksananya masyarakat adil dan makmur. 25 Menurut Didit Nur Rosjadi manyatakan bahwa : “Disiplin merupakan suatu tujuan yang diciptakan serba teratur baik melalui pengendalian diri maupun melalui cara-cara lain sehingga keteraturan tersebut dapat diperoleh.” Tujuan disiplin menurut Didit Nur Rosjadi adalah untuk menciptakan keteraturan. Waryo Rislianto (1995) mengemukakan bahwa : Tujuan disiplin adalah untuk mewujudkan sumber daya manusia dan suatu bangsa yang adil dan makmur, sebagaimana cita-cita dan tujuan nasional yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945. Thabrani Rusyan (1997) menyatakan bahwa disiplin mempunyai tujuan sebagai berikut : 1) Dengan disiplin, semua kegiatan manusia akan terarah, tertib dan teratur sehingga tujuan yang diharapkan mudah untuk dicapai. 2) Dengan disiplin, kreatifitas manusia dapat terpusat kesatu arah tujuan yang tepat. 3) Manusia yang memiliki disiplin dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya akan dinamis dan inovatif, sehingga semua hal yang dilakukannya akan menghasilkan sesuatu yang berguna. 4) Dengan disiplin, manusia akan lebih peka terhadap pengaruh dari luar sehingga tidak mudah terpengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya negatif. 5) Dengan disiplin, semua aktifitas manusia bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien. 6) Dengan disiplin, manusia bisa hidup mandiri dan berani dalam menjalankan hal-hal yang benar. 7) Dengan disiplin, manusia akan dapat melakukan penelitian dan penyelidikan dengan seksama. T. Rusyandi (1997 : 9-10) mengemukakan 10 tujuan disiplin dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut : 1) Dengan disiplin semua kegiatan dalam proses pembelajaran dapat terarah, tertib dan teratur sehingga tujuan yang diharapkan mudah untuk dicapai. 2) Dengan disiplin kreatifitas guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya dapat terpusat kesatu arah tujuan yang tepat. 3) Proses pembelajaran yang disiplin dapat menjadikan guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya bekerja dinamis dan inovatif, 26 sehingga semua hal yang dilakukannya dapat menghasilkan sesuatu yang berguna. 4) Dengan disiplin, proses pembelajaran akan meningkat kualitasnya, karena akan lebih peka terhadap pengaruh luar, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya negatif. 5) Dengan disiplin, semua kegiatan dalam proses pembelajran bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien. 6) Dengan disiplin, proses pembelajaran yang sedang berlangsung dapat memberikan suasana yang menyenangkan dan merangsang aktifitas guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya. 7) Proses pembelajaran yang berdisiplin tinggi, dapat mengoptimalkan hasil belajar. 8) Kebersamaan disiplin yang kompak dari semua pihak tenaga kependidikan akan menghasilkan suatu pencapaian tujuan yang optimal dalam waktu singkat. 9) Pelaksanaan prestasi, disiplin dan loyalitas dan tidak tercela merupakan manifestasi disiplin nasional. 10) Suasana dan situasi pembelajaran yang berdisiplin mudah mengarahkan siswa kepada orientasi tujuan. Bernhard (1964 : 31) Menyatakan bahwa : “Tujuan disiplin diri adalah mengupayakan pengembangan minat anak dan mengembangkan anak menjadi manusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga dan warga negara yang baik.” Penulis dapat menyimpulkan dari berbagai tujuan disiplin diatas bahwa tujuan disiplin terutama dalam belajar adalah dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa atau prestasi belajar siswa. b. Manfaat Disiplin Brown (1985) mengemukakan bahwa manfaat disiplin pembelajaran adalah untuk mengajarkan hal-hal sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Rasa hormat terhadap kewenangan atau otoritas. Upaya untuk menanamkan kerjasama kebutuhan untuk berorganisasi Rasa hormat terhadap orang lain kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan Contoh perilaku yang tidak disiplin dalam 27 Manfaat disiplin adalah akan menyadarkan setiap peserta didik tentang kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai peserta didik yang harus hormat kepada guru dan kepala sekolah. Disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan upaya untuk menanamkan kerjasama, baik diantara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungannya, misalnya dalam melaksanakan aturan-aturan yang telah ditetapkan bersama, serta dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan kewajibannya serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam proses belajar mengajar pada khususnya. Manfaat disiplin juga dikemukakan oleh Thabrani Rusyan. Manfaat disiplin menurut Thabrani Rusyan (1997) adalah sebagai berikut : 1) Disiplin dapat memberikan acuan dan arahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. 2) Disiplin dapat mendorong manusia untuk hidup dengan teratur dan terarah sehingga tujuan hidupnya dapat tercapai dengan baik. 3) Disiplin dapat mendorong manusia untuk melakukan kegiatan secara efektif dan efisien. 4) Disiplin membuat manusia selalu positif dalam melakukan berbagai kegiatn kehidupan. 5) Disiplin menjadikan kehidupan manusia aman, tertib dan sejahtera. Berdasarkan penjelasan mengenai manfaat disiplin tersebut penulis menyimpulkan bahwa disiplin sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Disiplin akan menciptakan suatu kondisi yang teratur, terarah dan tertib, dan juga 28 dapat mendorong siswa untuk melakukan kegiatan secara efektif dan efisien dalam belajar baik didalam kelas maupun di luar kelas. Disiplin juga dapat menjadikan siswa untuk berpikir lebih kreatif, aktif dan inovatif sehingga insan yang produktif dapat diwujudkan. 4. Fungsi Disiplin Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh siswa dalam belajar. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan berdisiplin yang akan menjadikan siswa sukses dalam belajar. Fungsi disiplin menurut T. Tu’u (2004 : 38-44) adalah sebagai berikut : a. Menata kehidupan bersama. Disiplin berguna untuk menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara mentaati dan mematuhi peraturan yang berlaku. Ketaatan dan kepatuhan ini membatasi dirinya merugikan pihak lain, tetapi hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. b. Membangun kepribadian. Dengan disiplin seseorang dibiasakan mengikuti, mematuhi, mentaati peraturan yang berlaku. Kebiasaan itu lama-kelamaan masuk kedalam kesadaran dirinya sehingga akhirnya menjadi milik kepribadiannya. Disiplin telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. 29 c. Melatih kepribadian. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian dilakukan melalui latihan. hal itu memerlukan waktu dan proses yang memakan waktu sehingga terbentuk kepribadian yang tertib, teratur, taat dan patuh. d. Pemaksaan Disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada seeorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dilingkungannya itu. Melalui pendampingan guru, pemaksaan, pembiasaan, dan latihan disiplin seperti itu dapat menyadarkan siswa bahwa disiplin itu penting baginya. e. Hukuman Ancaman hukuman atau sanksi sangat penting karena dapat mendorong dan kekuatan bagi siswa untuk mentaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman atau sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. f. Menciptakan lingkungan kondusif. Peraturan sekolah yang dirancang dan diimplementasikan dengan baik, memberi pengaruh bagi terciptanya sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Tanpa ketertiban, suasana kondusif bagi pembelajaran akan terganggu dan prestasi belajar akan ikut terganggu. 30 5. Disiplin Belajar a. Pengertian Disiplin Belajar Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk merealisasikan dirinya sehingga dapat mencapai tingkat perkembangan yang optimal. Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa tidak lepas dari perbuatan belajar yang memerlukan sikap disiplin dalam belajar. Belajar merupakan bagian integral dari suatu proses belajar baik berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam belajar sikap disiplin sangat diperlukan terutama menyangkut pengaturan waktu dalam belajar. Sifat malas dan keengganan bersusah payah dalam memusatkan pikiran, kebiasaan melamun serta gangguan lainnya selalu datang menghadang dan hanya dapat diatasi oleh siswa yang memiliki sikap disiplin belajar, seperti yang diungkapkan oleh A. Mappiare (1984 : 153) bahwa : Disiplin belajar yaitu kondisi dinamis yang mengandung kesanggupan, kebaikan, kesungguhan belajar secara integral yang timbul dari dalam dan dari luar, langsung atau tidak langsung mengganggu proses belajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Gangguan dan hambatan dalam belajar dapat diatasi dengan menciptakan suasana belajar yang baik dan bersemangat serta diperlukan upaya dari siswa untuk mendisiplinkan diri sendiri. The Liang Gie (1997 : 24) merumuskan pedoman-pedoman belajar yang baik yaitu sebagai berikut : 1) Keteraturan dalam belajar 2) Disiplin belajar 3) Konsentrasi 31 Keteraturan dalam belajar merupakan pangkal utama dari cara belajar yang baik, jika sifat keteraturan itu benar-benar dihayati sehingga menjadi kebiasaan seseorang, maka sifat ini akan mempengaruhi jalan pikiran seseorang menjadi lebih teratur, dapat dimengerti, dan dapat mudah dipahami. Dalam belajar diperlukan sikap disiplin. Berdisiplin selain akan membuat seseorang siswa memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik yang merupakan suatu proses kearah pembentukan watak yang baik. Dilaksanakannya disiplin belajar yang baik, akan nampak nyata bahwa setiap usaha belajar selalu memberikan hasil yang memuaskan. Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap sesuatu hal dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Konsentrasi ini besar pengaruhnya terhadap belajar. Seseorang siswa kesulitan untuk berkonsentrasi, jelas belajarnya akan sia-sia, karena akan membuang waktu, tenaga dan biaya saja. Seseorang yang belajar dengan baik adalah orang yang dapat berkonsentrasi dengan baik sebab dengan kemampuan konsentrasi dia akan dapat belajar kapanpun dan dimana saja. Belajar dengan teratur dan mengikuti pola peraturan waktu yang telah ditetapkan secara disiplin dapat meningkatkan efektivitas hasil belajar, sejalan dengan fungsi kedisiplinan belajar yaitu : 1) Usaha untuk menentukan prioritas garis kebijaksanaan sebagai pedoman untuk melaksanakan berbagai aktivitas selanjutnya. 2) Sebagai usaha untuk mengintegrasi kekuatan mengkoordinasikan sumber-sumber dan penciptan sistem belajar. 32 3) Penilaian usaha-usaha untuk mengatasi efisien dan efektivitas kegiatan belajar yang telah ditentukan. S.D Gunarsa (1982 : 167) mengemukakan bahwa : Adanya disiplin diri, terutama dalam belajar dan bekerja, akan mempermudah kelancaran belajar dan bekerja. Karena dengan adanya disiplin diri, maka rasa segan, rasa malas, rasa menetang dapat mudah diatasi, seolah-olah tidak ada rintangan maupun hambatan lainnya yang menghalangi kelancaran belajar. Kualitas disiplin siswa dalam belajar diharapkan berkembang pada diri siswa agar memiliki ciri-ciri perilaku atau pribadi yang berprestasi. Disiplin dalam diri siswa berkembang dengan baik maka akan dapat mengatur dan mengarahkan diri dalam belajar dan konsisten dalm mematuhi peraturan yang berlaku. Disiplin sangat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Disiplin akan memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian prestasi belajar siswa, seperti yang diungkapkan oleh M. Ali (1984), bahwa : “Faktor yang menunjang hasil belajar adalah 1) kesiapan untuk belajar; 2) Minat dan konsentrasi dalam belajar; dan 3) Keteraturan waktu dan disiplin dalam belajar.” Mengatur waktu dan disiplin dalam belajar banyak memberikan manfaat dan hasil, namun kadang-kadang hal tersebut kurang diperhatikan oleh siswa dikarenakan tidak menyadari pentingnya pengaturan waktu dan disiplin dalam belajar. Banyak siswa yang tidak dapat memanfaatkan waktu belajar dengan baik misalnya adalah para siswa cenderung belajar apabila sudah mendekati saat-saat ujian, hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang keliru. 33 b. Pentingnya Disiplin Diri Dalam Belajar Siswa yang memiliki disiplin diri dalam belajar mampu untuk memacu dirinya untuk belajar lebih baik, produktif dan inisiatif. Siswa yang memiliki disiplin diri dalam belajar akan mampu mengatur diri dalam belajar dan mampu mentaati peraturan belajar di sekolah. Gejala perilaku siswa yang kurang menguntungkan bagi perkembangan pribadi siswa terutama dalam keberhasilan belajarnya adalah sering membolos di sekolah, malas belajar, sering menyontek, sering tidak memperhatikan pelajaran, suka ribut di dalam kelas, sering tidak mengerjakan tugas dan sering tidak mengikuti pelajaran tertentu. Perilaku tersebut memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan siswa yang bersangkutan, seperti kegagalan dalam bidang akademis misalnya prestasi belajar rendah, frustasi yang berkepanjangan, perasaaan rendah diri dan bersifat agresif. Gejala perlaku tersebut dapat dipandang sebagai petunjuk bahwa siswa yang bersangkutan belum terbentuk disiplin dirinya dalam belajar. Disiplin diri diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur diri dan mentaati peraturan dan norma lingkungan atas dasar kemauan atau pertimbangan sendiri akan makna atau manfaat peraturan tersebut. Konsep disiplin diri dalam belajar menurut S. Yusuf (1989) diartikan sebagai berikut : Kemampuan siswa untuk mengatur diri (menetapkan dan mentaati peraturan belajar yang dibuat sendiri), dan mentaati peraturan belajar yang ditetapkan guru (sekolah), berdasarkan kemauan atau pertimbangan sendiri akan makna peraturan tersebut. Disiplin diri itu bukanlah suatu yang diwariskan, melainkan melalui hasil belajar atau interaksi dengan lingkungannya. Disiplin diri dalam belajar ini 34 berhubungan dengan terbentuknya disiplin diri pada diri siswa. Disiplin diri dalam siswa ini ada dua kecenderungan yaitu kecenderungan disiplin positif dan negatif. Kecenderungan disiplin yang positif ini disebut dengan disiplin diri (self discipline). Disiplin diri ini diartikan sebagai ketaatan aturan atau norma berdasarkan atas kesadaran sendiri atau berdasarkan internal kontrol, sedangkan disiplin yang negatif adalah ketaatan yang berdasarkan yang berdasarkan kontrol dari luar. Kecenderungan disiplin terdiri atas disiplin eksternal dan disiplin internal. Disiplin eksternal biasanya disebut disiplin negatif, sedangkan disiplin internal biasanya disebut disiplin positif. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapakan oleh Elizabeth Hurlock (1990) bahwa : “Ada dua konsep mengenai disiplin yaitu positif dan negatif.” Disiplin negatif adalah disiplin yang berhubungan dengan kontrol seseorang berdasarkan otoritas luar yang biasanya dilakukan secara paksaan dan dengan cara yang kurang menyenangkan atau dilakukan karena takut hukuman (punishment), sedangkan disiplin positif adalah sama artinya dengan pendidikan dan bimbingan yaitu yang menekankan perkembangan dari dalam yang bentuknya “self discipline.” Disiplin yang positif ini pengawasan berada dalam dirinya sendiri dan biasanya disebut dengan pengendalian diri. Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri sendiri dengan berpedoman kepada norma-norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri. 35 Siswa yang memiliki disiplin diri maka aktivitas belajarnya didorong oleh faktor internal (dari dalam diri), sehingga konsistensi belajarnya tidak tergantung pada kontrol dari luar atau atas dasar kesadarannya sendiri. Siswa tersebut belajar bukan atas dasar faktor dari luar seperti orang tua atau guru yang menyuruh untuk belajar, tetapi didasarkan bahwa belajar itu akan meningkatkan kualitas atau nilai tambah dirinya. Siswa yang berdisiplin dalam belajar akan mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas belajarnya sesuai dengan tujuan belajar yang diharapkan. Tujuan ini menyangkut makna hasil belajar yaitu yang ditandai dengan memahami materi pelajaran dan dapat mengambil hikmahnya bagi peningkatan kualitas hidupnya. Siswa dapat memaknai hidupnya berkat perubahan yang terjadi pada dirinya sebagai hasil belajar. Disiplin yang baik adalah yang sifatnya internal yaitu disiplin yang disertai dengan rasa tanggung jawab dan kesadaran diri. Siswa yang berdisiplin diri dalam belajar memiliki komitmen dalam belajar karena memahami bahwa belajar sangat bermakna baginya. Siswa yang kurang memiliki disiplin diri dalam belajar cenderung menampilkan perilaku yang dapat menghambat kelancaran belajar. Kecenderungan tersebut seperti kurang dapat mengatur dan mengarahkan diri dalam belajar, dan kurang konsisten terhadap peraturan belajar. Menurut S. Yusuf (1982 : 184) bahwa anak yang kurang memiliki disiplin diri akan menunjukkan perilaku sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Kurang dapat memusatkan perhatian. Kurang dapat mengingat. Sering bermain dan kurang dapat memanfaatkannya untuk belajar. Menimbulkan kekacauan. 36 Siswa yang memiliki disiplin diri dalam belajar akan menampilkan perilaku sebagai berikut : 1) Melaksanakan kegiatan belajar secara teratur. 2) Menyelesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya. 3) Mengikuti semua kegiatan belajar di sekolah. 4) Rajin membaca buku-buku pelajaran sekolah. 5) Memperhatikan pelajaran yang disampaikan guru. 6) Rajin bertanya atau mengemukakan pendapat. 7) Menghindari diri dari perbuatan-perbuatan yang menghambat kelancaran belajar. 8) Mentaati peraturan belajar yang ditetapkan sekolah. Penulis dapat menyimpulkan bahwa upaya pengembangan disiplin diri siswa dalam belajar merupakan upaya untuk membantu mereka agar menyadari bahwa belajar itu penting bagi manusia sepanjang hidupnya. 6. Macam-macam Pola Penanaman Disiplin Hadisubrata (1988 : 58-62) mengemukakan bahwa : “Disiplin dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu disiplin otoriter, disiplin permisif, disiplin demokratis.” Ketiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a. Disiplin otoriter Disiplin otoritarian selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman 37 kerap kali dipakai untuk memaksa, menekan, mendorong seseorang mematuhi dan mentaati peraturan. Orang patuh dan taat pada aturan yang berlaku, tetapi merasa tidak bahagia, tertekan dan tidak aman. Siswa kelihatan baik, tetapi dibaliknya ada ketidakpuasan, pemberontakan dan kegelisahan atau bisa juga menjadi stres. Sebenarnya semua perbuatannya hanya karena keterpaksaan dan ketakutan menerima sanksi, bukan berdasarkan kesadaran diri. Mereka perlu dibantu untuk memahami arti dan manfaat disiplin itu bagi dirinya, agar ada kesadaran diri yang baik tentang disiplin. Penanaman disiplin yang cenderumg otoriter ditandai dengan hubungan yang bersifat otoriter, menguasai, kurang menghargai, merasa paling tahu dan benar, bersikap tertutup, dan masa bodoh terhadap keragaman yang ada. Tipe otoriter memiliki ciri-ciri yaitu: 1) Guru menetapkan peraturan tanpa kompromi. Dalam tipe ini guru menujukkan perilaku seperti mendominasi atau menguasai siswa, menentukan dan mengatur kelakuan siswa, merasa berkuasa dan berhak memberikan perintah, larangan, atau hukuman. 2) Guru menghukum siswa yang tidak mentaati peraturan. Jika ada siswa yang membuat kesalahan atau melanggar peraturan, tanpa meminta penjelasan terlebih dahulu dari siswa yang bersangkutan, guru memberikan hukuman kepadanya. 38 3) Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat atau meminta bantuan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Situasi yang seperti ini, guru menujukkan perilaku-perilaku seperti tidak mau menerima permohonan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya terutama dalam kesulitan belajar, dan menolak pendapat atau pertanyaan siswa. Dampak penanaman pola disiplin otoriter ini seperti yang diungkapkan oleh S.D Singgih Gunarsa (1983 : 83) adalah sebagai berikut : 1) Lemahnya daya inisiatif dan kreatif dalam berpikir dan berperilaku. 2) Kepribadiannya kurang matang seperti pemalu, mudah tersinggung, menaruh dendam, kurang mampu mengambil keputusan, mudah khawatir atau cemas, kurang memiliki kepercayaan diri, bersifat kaku dan tidak toleran. 3) Dalam berperilaku atau mematuhi suatu peraturan tidak berdisiplin atau tergantung kontrol dari luar. 4) Cenderung berperilaku nakal seperti senang bertengkar, kurang bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial. b. Disiplin permisif Disiplin permisif merupakan protes terhadap disiplin yang kaku dan keras. Disiplin permisif ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya, kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu. Seseorang yang berbuat sesuatu dan ternyata membawa akibat melanggar norma atau aturan yang berlaku, tidak diberi sanksi atau hukuman. 39 Sebagai contoh kegiatan belajar mengajar yang ditandai dengan hubungan antara guru dan siswa yang bersifat permisif ini adalah suasana berlangsung tanpa partisipasi apapun dari guru, karena guru akan lebih berperan sebagai penonton. Suasana belajar yang demikian tidak akan efektif dalam pencapaian tujuannya, sebab kekacauan diantara siswa akan sering lebih muncul terjadi walaupun para siswa akan lebih berusaha mengerjakan dan mempelajari materimateri pelajaran, tetapi dalam dirinya selalu timbul kekhawatiran takut salah dan merasa tidak tenang. Timbul perasaan tidak puas pada diri sendiri yang disebabkan antara lain karena tidak ada pegangan atau pedoman yang pasti dalam kegiatan belajar mengajar mereka. Guru tidak berinteraksi ataupun memberi saran-saran lainnya kepada siswa sehingga siswa tidak mengetahui kesalahan atau kekurangan dirinya. Ciri-ciri penanaman disiplin permisif ini adalah : 1) Guru bersikap acuh tak acuh terhadap kepentingan siswa misalnya adalah guru bersikap masa bodoh terhadap siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, khususnya adalah masalah belajar; guru kurang memperhatikan kegiatan belajar siswa; guru kurang memperhatikan apakah siswa memahami cara-cara belajar efektif atau tidak. 2) Pengawasan guru bersifat longgar yaitu orang tua atau guru tidak menetapkan peraturan bagi anak tetapi membiarkannya untuk mengontrol dirinya sendiri. Dampak disiplin ini adalah berupa kebingungan dan kebimbangan, penyebabnya karena tidak tahu mana yang dilarang dan mana yang tidak dilarang, 40 atau bahkan menjadi takut, cemas dan dapat juga menjadi agresif serta liar tanpa terkendali. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh S.D Gunarsa (1983 : 83) mengenai dampak penanaman disiplin permisif atau laissez faire ini adalah : 1) Berkembang sifat egosentrisme yang berlebihan. 2) Mudah bingung atau mengalami kesulitan, jika dihadapkan oleh batasan-batasan norma yang berlaku dalam lingkungna sosialnya. 3) Merasa tidak aman seperti cenderung suka merasa takut, cemas, dan agresif yang berlebih-lebihan. 4) Kurang menaruh perhatian atau kasih sayang terhadap orang lain. c. Disiplin Demokratis Disiplin demokratis ini dilakukan dengan memberikan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan mentaati peraturan yang ada. Sanksi atau hukuman diberikan kepada yang menolak atau melanggar tata tertib, tetapi hukuman dimaksud untuk menyadarkan, mengoreksi dan mendidik. Disiplin demokratik menggunakan hukuman dan penghargaan- penghargaan dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak pernah keras dan biasanya hukuman tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman hanya dapat digunakan jika terdapat bukti bahwa anak secara sadar menolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Disiplin ini bertujuan untuk mengajarkan anak untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri sehingga mereka akan melakukan apa yang benar, meskipun tidak ada orang lain yang menekan atau mengancam mereka dengan hukuman bila mereka melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan. 41 Disiplin demokratis ini berusaha mengembangkan disiplin yang muncul dari kesadaran diri sendiri sehingga siswa memiliki disiplin yang kuat dan mantap, karena itu bagi yang mematuhi dan melaksanakan disiplin diberikan pujian dan penghargaan. Siswa patuh dan taat karena didasari kesadaran dirinya. mengikuti peraturan-peraturan bukan karena terpaksa tapi atas kesadaran bahwa hal itu baik dan ada manfaat. Tipe demokratis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Guru mengadakan dialog dengan siswa dalam menetapkan atau melaksanakan peraturan. Guru dalam hal ini cenderung menunjukkan perilaku seperti : mau bekerjasama dengan siswa, mendiskusikan tentang peraturan belajar yang ditetapkan, meminta penjelasan kepada siswa jika pada suatu saat siswa dipandang melanggar peraturan, memberikan penjelasan mengenai manfaat peraturan yang diberikan. 2) Memberikan bantuan kepada siswa yang menghadapi masalah. Hal ini guru mau memperhatikan dan menanggapi persoalanpersoalan yang dihadapi siswa. 3) Guru menghargai siswa. Guru menunjukkan perilaku seperti : memperlakukan siswa sesuai dengan kemampuannya; memahami kelebihan dan kekurangan siswa; tidak mencemooh siswa apabila suatu saat siswa tersebut berbuat kekeliruan. 42 4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya. Ciri ini dimaksudkan bahwa guru mau menerima pendapat siswa dan mau merespon pertanyaan siswa tentang sesuatu yang belum dipahaminya. Dampak penanaman disiplin demokratis ini seperti yang diungkapkan oleh Schneiders (1960 : 236) adalah sebagai berikut : 1) Memiliki disiplin diri yaitu memiliki rasa tanggung jawab dan kontrol diri. 2) Memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan sosial dengan baik, dalam arti mampu berperilaku yang sesuai dengan norma. 3) Memiliki kemandirian dalam berpikir dan berperilaku. 4) Bersikap positif terhadap kehidupan. 5) Memiliki konsep diri (self-consept) yang tepat. 7. Langkah-langkah Penanaman Disiplin Oleh Guru Guru sebagai pendidik mempunyai peranan penting dalam pengembangan disiplin diri siswa dalam belajar. Upaya untuk mengembangkan disiplin diri adalah melalui penanaman disiplin, seperti yang diungkapkan oleh S. Yusuf (1989: 58-59) sebagai berikut : ”Dengan penanaman disiplin ini guru berusaha menciptakan situasi belajar mengajar yang dapat mendorong anak untuk bedisiplin diri dalam belajarnya.” Upaya untuk mengembangkan disiplin diri siswa dalam belajar ini maka guru harus dapat membimbing siswa agar memiliki pemahaman tentang peraturan dan norma-norma dan dapat berperilaku sesuai dengan norma-norma tersebut. 43 Guru juga harus dapat menciptakan situasi komunikasi yang terbuka dengan siswa, misalnya siswa dapat berdiskusi dengan guru, dan dapat mengemukakan pendapat atas pertanyaan kepadanya. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Thomas Gordon (1996 : 280) adalah sebagai berikut : Di sekolah yang memakai kepemimpinan demikian, akan tercipta situasi komunikasi yang terbuka antar guru dan siswa, para siswanya membuat kemajuan penting dalam kebiasaan belajar dan prestasi mereka dalam pelajaran, kemajuan dalam keterampilan sosial, memiliki hubungan yang dekat dengan teman-temannya yang memiliki latar belakang yang berbeda dan bertambah tinggi derajat kedewasaannya. Peranan yang dilakukan guru harus dapat mendorong siswa untuk berdisiplin diri dalam belajar dengan memberikan motivasi agar siswa memiliki disiplin. Upaya untuk mengembangkan disiplin diri siswa maka guru harus membimbing siswa agar memiliki pemahaman tentang peraturan atau normanorma dan dapat berperilaku sesuai dengan norma tersebut. guru harus dapat menciptakan situasi komunikasi yang terbuka dengan siswa, siswa dapat berdiskusi dengan guru dan dapat mengemukakan pendapat atau pertanyaan kepadanya. Upaya guru untuk mengembangkan disiplin siswa dalam belajar adalah sebagai berikut : a. Guru hendaknya memahami dan menghargai pribadi siswa : guru hendaknya memahami bahwa setiap siswa itu memiliki kelebihan dan kekurangan, guru mau menghargai pendapat siswa, guru hendaknya tidak mendominasi siswa, guru hendaknya tidak mencemooh siswa jika nilai pelajarannya kurang atau pekerjaan rumahnya kurang memadai, guru 44 memberikan pujian kepada siswanya yang berprestasi baik. (S. Yusuf, 1989 : 60) b. Guru memberikan bimbingan kepada siswa yaitu dengan : (1) Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan dan yang berusaha membantu perkembangan siswa; (2) Memberikan informasi mengenai cara-cara belajar yang efektif; (3) Mengadakan dialog dengan siswa tentang tujuan dan manfaat peraturan belajar yang ditetapkan sekolah atau guru; (4) Membantu siswa untuk mengembangkan kebiasaan yang baik. (S. Yusuf, 1989 : 61). c. Guru hendaknya menjadi model bagi siswa yaitu dengan : guru hendaknya berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral sehingga guru menjadi figur sentral bagi siswa dalam menterjemahkan nilai-nilai tersebut dalam perilakunya. Guru sebagi model berarti dia telah menterjemahkan nilainilai tersebut seperti berlaku jujur, berdisiplin diri dalam melaksanakan tugas, dan bersikap optimis dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup. Amir Daien Indrakusuma (1973 : 143) mengemukakan bahwa langkahlangkah menanamkan disiplin diri bagi anak adalah sebagai berikut : 1. Pembiasaan. Anak harus dibiasakan melakukan segala sesuatu dengan tertib dan teratur, misalnya adalah berpakaian rapi, masuk kedalam ruang kelas dengan teratur. Hal tersebut nampaknya sepele, namun sebenarnya akan berpengaruh besar terhadap kebiasaan-kebiasaan akan ketertiban dan keteraturan dalam hal lainnya. 45 2. Contoh dan teladan. Guru atau orang tua merupakan contoh teladan bagi anak. Jangan menyuruh untuk melakukan sesuatu terhadap anak, padahal dirinya sendiri tidak melakukannya. Hal yang demikian akan menimbulkan rasa tidak adil di hati anak atau siswa yang akan dapat mengakibatkan rasa protes dalam diri siswa, rasa tidak senang, dan tidak iklas untuk melakukan sesuatu yang dibiasakan untuk dirinya. Hal ini berakibat pembiasaan tersebut akan tetap dirasakan sebagai pembiasaan yang dipaksakan dan akan sulit menjadi disiplin yang tumbuh dari dalam diri siswa. 3. Penyadaran Terhadap anak atau siswa yang sudah kritis berpikirnya maka sedikit demi sedikit harus diberikan penjelasan tentang pentingnya peraturan-peraturan tersebut diadakan. Siswa akan menyadari nilai dan fungsi peraturan tersebut, apabila kesadaran telah tumbuh berarti telah tumbuh disiplin diri sendiri pada anak atau siswa. 4. Pengawasan. Harus dipahami bahwa apabila terdapat kesempatan untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan peraturan, maka sesorang anak akan cenderung untuk melakukan perbuatan tersebut. Pengawasan dapat diperkuat dengan adanya hukuman-hukuman bilamana dirasakan perlu. Uraian diatas menjelaskan tentang berbagai upaya yang kondusif bagi pengembangan disiplin siswa dalam belajar. 46 8. Menciptakan Disiplin Kelas Perilaku siswa baik secara individual dan kelompok dapat mempengaruhi keefektifan pembelajaran. Perilaku-perilaku yang tidak wajar dilakukan oleh siswa dapat menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan pembelajaran, dalam arti tujuan pembelajaran di kelas tidak tercapai. Guru dituntut harus dapat memahami permasalahan yang terjadi pada siswa serta dapat mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya. a. Bentuk-bentuk pelanggaran atau masalah disiplin kelas Bentuk-bentuk pelanggaran atau masalah disiplin kelas meliputi masalah individual dam masalah kelompok. Masalah yang bersifat individual antara lain : 1) Tingkah laku untuk menarik perhatian orang lain. Siswa yang mempunyai perasaan ingin diperhatikan, berusaha mencari kesempatan pada waktu yang tepat untuk melakukan perbuatan yang dapat menarik perhatian orang lain Tingkah laku tersebut misalnya adalah membadut di kelas (aktif) atau berbuat serba lamban (pasif) sehingga harus diberi bantuan ekstra. 2) Tingkah laku untuk menguasai orang lain. Tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa untuk menguasai orang lain ada yang bersifat aktif dan ada pula yang bersifat pasif. Perilaku yang bersifat aktif misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, sedangkan perilaku yang bersifat pasif umpamanya selalu lupa pada peraturan-peraturan kelas yang telah disepakati sebelumnya. 47 3) Perilaku untuk membalas dendam. Siswa yang berperilaku seperti ini biasanya siswa yang merasa lebih kuat, dan biasanya yang menjadi sasarannya adalah orang yang lebih lemah. Tingkah laku seperti ini biasanya adalah mencubit, mengancam, memukul, mengata-ngatai. 4) Peragaan ketidakmampuan. Siswa yang termasuk kedalam kategori ini biasanya bersifat apatis (masa bodoh) terhadap pekerjaan apapun, seperti tidak mau melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru. Pelanggaran disiplin kelas yang bersifat kelompok antara lain : 1) Kelas kurang kohesif (akrab) Hubungan antarsiswa kurang harmonis sehingga muncul beberapa kelompok yang kurang bersahabat. Persaingan yang tidak sehat diantara kelompok menimbulkan keonaran-keonaran yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi terhambat, misalnya adalah apabila suatu kelompok mempunyai kesempatan untuk tampil di dapan kelas maka, kelompok lain yang menjadi saingannnya berusaha mengacaukannya agar kelompok yang tampil di depan tersebut nama baiknya jatuh dihadapan guru. 2) Kesebalan terhadap norma-norma yang telah disepakati sebelumnya. Tingkah laku yang secara sengaja dilakukan oleh siswa untuk melanggar norma-norma yang telah disepakati sebelumya, apabila berhasil maka siswa tersebut merasa senang dan tidak peduli apabila orang lain merasa terganggu atas perbuatannya tersebut. 48 3) Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya. Kelas memperolok-olok temannya sehingga kelas menjadi gaduh tidak keruan. Siswa yang biasa diperolok-olok biasanya adalah siswa yang terlambat datang kedalam kelas, yang disuruh tampil didepan, yang mengajukan pertanyaan. 4) Menyokong anggota kelas yang melanggar peraturan. Kelas mendukung salah satu anggota kelas yang membadut, seolah-olah dia dianggap sebagai pahlawan untuk mendrobak suatu aturan. 5) Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes terhadap guru karena dianggap tugas yang diberikannya kurang wajar. Tugas yang diberikan oleh guru dianggap kurang wajar, maka siswa cenderung menunjukkan perilaku yang masa bodoh. Mereka tidak merasa takut lagi terhadap ancaman hukuman yang akan diberikan guru, seperti guru memberikan tugas yang tidak jelas atau memberikan tugas yang berat sehingga berada diluar kemampuannya. b. Pendekatan-pendekatan Pengelolaan Disiplin Kelas Ada beberapa perndekatan yang dapat digunakan dalam pembinaan disiplin kelas. Permasalahan dan kondisi kelas sering berubah-ubah maka guru dituntut untuk menguasai berbagai pendekatan, karena tidak ada suatu pendekatan yang cocok untuk semua situasi dan setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pandangan otoriter melihat pengelolaan kelas semata-mata sebagai upaya untuk menegakkan tata tertib, dengan berbagai cara siswa diarahkan untuk 49 mematuhi segala aturan yang berlaku di lingkungannya dan menghindarkan pelanggaran-pelanggaran sekecil apapun. Pandangan permisif memusatkan perhatian pada usaha untuk memaksimalkan kebebasan siswa. Semua siswa diberikan kesempatan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki dalam lingkungannya. Siswa belajar dari apa yang dilakukannya dengan melihat kemanfaatannya, yang pada akhirnya dia akan menentukan suatu perilaku yang berarti bagi dirinya. Disiplin yang ketat dan kaku, tanpa disadari makna dan hakikatnya maka akan menumbuhkan kepatuhan yang semu, dan pada suatu saat jiwa siswa akan berontak atau tumbuh frustasi. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menciptakan disipin kelas yang efektif antara lain sebagai berikut : 1) Pendekatan manajerial. Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang manajemen yang berintikan konsepsi-konsepsi tentang kepemimpinan. Pendekatan ini dapat dibedakan : a) Kontrol otoriter : Guru harus bersifat keras dalam menegakkan disiplin kelas. Menurut konsep ini disiplin kelas yang baik adalah apabila siswa duduk, diam dan mendengarkan perkataan guru. b) Kebebasan liberal : Menurut konsep ini siswa harus diberi kebebasan sepenuhnya untuk melakukan kegiatan apa saja sesuai dengan tingkat perkembangannya, maka kreativitas dan aktivitas siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Pemberian kebebasan yang penuh akan berakibat terjadinya kekacauan atau kericuhan 50 didalam kelas karena kebebasan yang didapat oleh siswa dapat disalahgunakan. c) Kebebasan terbimbing : Konsep ini merupakan perpaduan antara kontrol otoriter dan kebebasan liberal. Siswa diberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas, namun terbimbing atau terkontrol. Siswa diberi kebebasan sesuai dengan hak asasinya, dilain pihak siswa harus dihindarkan dari perilaku-perilaku negatif sebagai penyalahgunaan kebebasan. Disiplin kelas yang baik ditekankan kepada kesadaran dan pengendalian diri siswa. 2) Pendekatan psikologis. Pendekatan secara psikologis yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk membina disiplin kelas adalah sebagai berikut : a) Pendekatan modifikasi tingkah laku : Pendekatan ini didasarkan pada psikologi behavioristik yang mengemukakan bahwa semua tingkah laku yang baik atau kurang baik merupakan proses belajar. Guru harus memberikan penguatan positif (pemberian ganjaran) untuk membina tingkah laku yang dikehendaki, dan untuk mengurangi atau menghentikan tingkah laku yang tidak dikehendaki maka guru harus menggunakan penguatan negatif seperti pemberian hukuman. b) Pendekatan iklim sosio-emosional : Pendekatan ini berdasarkan psikologi klinis dan konseling bahwa proses belajar mengajar mempersyaratkan keadaan sosio-emisional yang baik antara guru 51 dengan siswa dan siswa dengan siswa. Guru harus menerima dan menghargai siswa sebagai manusia dan mengerti siswa dari sudut pandang siswa sendiri. c) Pendekatan proses kelompok : Pendekatan proses kelompok (group process) ini berdasarkan psikologi klinis dan dinamika kelompok. Kelas yang baik ditandai dengan dimilikinya harapan yang jelas dan realistik antara guru dan siswa, sifat kepemimpinan yang baik antara guru dengan siswa, norma kelompok yang produktif dipertahankan, dan perasaan keterikatan masing-masing anggota kelompok secara keseluruhan. c. Tindakan Pencegahan dan Penindakan Terhadap Disiplin Kelas 1) Tindakan pencegahan preventif terjadinya pelanggaran disiplin kelas lebih baik daripada penindakan setelah terjadinya pelanggaraan. Pembinaan disiplin kelas dengan cara pencegahan pelanggaran disiplin dapat dilakukan dengan cara membuat tata tertib kelas atau ganjaran (hadiah) bagi siswa yang melakuka kegiatan positif. 2) Pelanggaran disiplin yang sudah terlanjur muncul maka tindakan yang harus dilakukan adalah penghentian pelanggaran tersebut agar tidak berkembang atau terjadi kekebalan mental terhadap diri perilaku. Tindakan yang dapat diberikan kepada siswa untuk mengentikan pelanggaran disiplin tersebut adalah dengan cara pemberian hukuman. Hukuman dapat dipandang sebagai alat yang efektif untuk mengehentikan tingkah laku yang tidak dikehendaki, namun dilain pihak dampak pemberian hukuman 52 dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif seperti hubungan pribadi antara siswa dengan guru dapat terganggu, atau siswa yang dihukum tersebut membalas dendam pada saat-saat yang lain. 9. Peranan Disiplin di Sekolah Sekolah selalu mempunyai peraturan, ketentuan, maupun pedoman yang harus diikuti dan ditaati oleh setiap siswa, tanpa disiplin siswa tidak mempunyai suatu standar atau patokan apa yang dianggap baik dan buruk dalam tindakan atau perilakunya. Peraturan, ketentuan dan berbagai pedoman tersebut dikenal sebagai tata tertib. Peraturan tata tertib di sekolah secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu peraturan tata tertib yang berkaitan dengan pelaksanaaan pengajaran di kelas maupun peraturan yang terdapat di luar kelas. Menurut S. Arikunto, 1993 : 11 menyatakan bahwa : “Faktor penting untuk dapat berlangsungnya peraturan tata tertib ialah kedisiplinan.” Maman Rachman yang dikutip oleh T. Tu’u (2004 : 13) menyatakan bahwa : Disiplin sekolah sangat penting karena memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. Disiplin merupakan pangkal keberhasilan. Disiplin sangat diperlukan di sekolah guna memperlancar proses pendidikan sehingga disiplin perlu diterapkan. Menurut S. Arikunto (1993 : 117-119) menyatakan bahwa : “Disiplin merupakan suatu aturan pendidikan. Disiplin sangat penting dalam pelaksanaan tata tertib.” 53 S. Arikunto (1993: 20) berpendapat bahwa :”Dengan mengatur diri anak untuk mengikuti tata tertib dalam pengelolaaan pengajaran, prestasi siswa akan meningkat. ” Sikap disiplin siswa akan mempengaruhi terhadap prestasi belajarnya di sekolah, karena dengan adanya disiplin maka akan mempermudah dalam penerimaan pengetahuan. Menurut T.Tu’u (2004 :5) mengemukakan bahwa : “Disiplin sekolah menjadi salah satu faktor dominan dalam mempengaruhi prestasi siswa. ”Perilaku siswa yang baik dan positif dapat terjadi karena memang memiliki kesadaran yang tinggi bahwa mengikuti dan mentaati tata tertib akan berpengaruh baik baginya. Hal yang senada diungkapkan oleh S. Nasution (1983 : 77-78) mengemukakan bahwa : “Tanpa disiplin, kegiatan belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan baik. ”Hal ini sesuai dengan pendapat S.D Gunarsa (1982 : 162163) yaitu penanaman disiplin perlu dalam mendidik anak, supaya anak dengan mudah dapat diantaranya sebagai berikut : a. Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial, antara lain mengenai hak milik orang lain. b. mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan secar langsung mengerti larangan-larangan. c. Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk. d. Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukum. e. Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain. Tujuan pendidikan akan tercapai dengan optimal apabila pelaksanaan disiplin di sekolah betul-betul diperhatikan, karena tanpa disiplin tidak akan tercipta suasana yang dapat mendukung kegiatan proses belajar mengajar. 54 10. Penanaman Disiplin Siswa Melalui Penerapan Tata Tertib Sekolah Disiplin memegang peranan penting dalam mengarahkan kehidupan siswa untuk menjadi warga negara yang baik yaitu manusia yang bertanggung jawab, analisis, dan partisipatif. Sekolah terdapat peraturan tata tertib yang mengatur segenap tingkah laku para siswa untuk menciptakan suasana yang mendukung pendidikan. Tertib merupakan unsur yang paling dominan dalam disiplin, karena suatu disiplin menghendaki adanya kesamaan langkah-langkah atau sikap hidup yang diikat oleh aturan-aturan yang berlaku dalam suatu lingkungan. Menurut Debdibud (1989 : 37) bahwa : “Seseorang melakukan sikap tertib adalah untuk mencapai keteraturan secara tetap azas sehingga merupakan hal yang wajar dan menjadi suatu kebiasaan hidup secara teratur.” Peraturan dan tata tertib merupakan sesuatu untuk mengatur perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Peraturan menunjukkan pada patokan atau standar yang sifatnya umum yang harus dipenuhi oleh siswa. Tata tertib yang harus dilaksanakan oleh siswa adalah sebagai berikut : a. Waktu jam masuk atau keluar sekolah. Siswa diwajibkan hadir di sekolah sebelum bel masuk berbunyi, apabila terlambat datang kurang dari 15 menit maka harus lapor kepada guru piket dan diizinkan masuk sekolah, jika terlambat datang lebih dari 15 menit maka harus lapor ke guru piket dan tidak diperkenankan masuk kelas pada pelajaran pertama. Waktu pulang sekolah siswa diwajibkan langsung pulang ke rumah kecuali bagi siswa yang akan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. 55 a. Tata tertib mengikuti pelajaran. Selama jam pelajaran berlangsung dan pada pergantian jam pelajaran siswa dilarang berada di luar kelas, dan pada waktu istirahat siswa dilarang berada di dalam kelas (depdiknas, 2001 : 23). Siswa juga harus melakukan hal-hal sebagai berikut selama mengikuti pelajaran diantaranya adalah : (a) mendengarkan dengan baik apa yang diperintahkan atau apa yang dikatakan guru, (b) tidak berbicara didalam kelas tanpa seizin guru, (c) siswa tidak mengerjakan pekerjaan lain selama guru sedang menjelaskan, (d) siswa tidak boleh meninggalkan kelas tanpa izin dari guru, (e) siswa dilarang makan-makan, merokok, atau mengotori ruangan selama pelajaran berlangsung, (f) siswa harus bersikap sopan dan hormat terhadap guru dan terhadap sesama siswa, (g) memberikan jawaban jika guru mengajukan pertanyaan. b. Tata tertib upacara bendera. Menurut ketentuan dari Depkiknas (2001 : 26) bahwa : “Seluruh siswa diwajibkan mengikuti upacara bendera setiap hari senin dan sabtu dengan memakai seragam yang telah ditentukan oleh sekolah.” c. Cara berpakaian. Menurut ketentuan dari Depdiknas, (2001 : 22-24) siswa di sekolah wajib memakai pakaian seragam sekolah dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Umum a) Sopan dan rapi sesuai dengan ketentuan. b) baju warna putih dan bawahan berwarna abu-abu. c) Memakai badge OSIS dan identitas sekolah. d) Topi sekolah sesuai ketentuan, ikat pinggang warna hitam. e) Kaos kaki warna putih dan sepatu warna hitam. 56 2) Khusus laki-laki a) Baju dimasukkan kedalam celana. b) Panjang celana sampai kemata kaki. c) Celana dan lengan baju tidak digulung. d) Celana tidak disobek dan dijahit cutbrai. 3) Khusus perempuan a) Baju dimasukkan kedalam rok, kecuali yang memakai jilbab. b) Panjang rok sampai kelutut. c) Bagi yang berjilbab panjang rok sampai mata kaki dan jilbab warna putih. d) Lengan baju tidak digulung. e. Merokok, minuman keras dan obat-obatan terlarang. Depdiknas (2001 : 14) mengemukakan bahwa pada tahap pelaksanaan disiplin di sekolah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : 1. Tata tertib sekolah perlu disosialisasikan terlebih dahulu kepada semua warga sekolah, termasuk kepada penjaga sekolah dan petugas keamanan sekolah serta orang tua siswa. 2. Tata tertib sekolah sebaiknya dicetak dalam bentuk buku saku sehingga dapat dibawa kemana saja oleh siswa. 3. Kepala sekolah hendaknya membentuk tim piket sekolah yang bertugas memantau dan mengawasi sikap, ucapan dan tindakan siswa di sekolah. 4. Guru mencermati, mengawasi dan mengatur setiap siswa yang bermasalah dan bersama-sama dengan wali kelas dan petugas BP membantu siswa yang bermasalah umtuk memecahkan masalah tersebut. 5. Hasil pemantauan dan budi pekerti siswa yang terdapat dalam portofolio masing-masing merupakan bahan catatan yang harus disampaiakn kepada orang tua siswa secara berkala atau pada setiap cawu. Penerapan tata tertib dipandang efektif dalam penanaman disiplin siswa karena siswa akan berperilaku sesuai dengan tuntutan sekolah yang tercantum dalam tata tertib sekolah, apabia terjadi pelanggaran maka siswa akan menerima konsekuensinya secara wajar dan manusiawi. 57 B. 1. Prestasi Pengertian Prestasi Belajar Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa akan menghasilkan perubahan- perubahan dalam diri siswa yang oleh Bloom (Abin Syamsudin, 1996 20) dikelompokkan kedalam tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar didefinisikan dan diukur dengan instrumen-instrumen yang relevan. Hasil belajar siswa di sekolah dikenal dengan istilah prestasi belajar siswa. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1989 : 700), prestasi belajar didefinisikan sebagai berikut : “Prestasi belajar adalah sebagai tingkat penguasaan keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya yang ditunjukan oleh nilai tes atau kerangka nilai yang diberikan oleh guru.” Suryabrata (1997 : 450 mengemukakan pengertian dan karakteristik prestasi belajar sebagai berikut : a. Prestasi belajar merupakan sutu perubahan perilaku yang dapat diukur, atau mengukur perubahan tingkah laku tersebut dapat digunakan tes prestasi belajar. b. Prestasi belajar menunjukkan kepada individu sebagai perilaku. c. Prestasi belajar, dapat dievaluasi tinggi rendahnya, baik berdasarkan atas kriteria yang ditetapkan terlebih dahulu atau yang ditetapkan menurut standar yang dicapai oleh kelompok. d. Prestasi belajar, menunjukkan kepada hasil dari kegiatan yang dilakukan secara sengaja. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Prestasi yang diperoleh siswa sebagai hasil belajar, pada umumnya ditunjukan oleh nilai yang merupakan seperangkat hasil perubahan tingkah laku 58 kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Slameto, (1995:54) mengemukakan bahwa : Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. a. Faktor-faktor Intern Faktor-faktor intern yang dimaksud di atas adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, yang terdiri dari tiga faktor yaitu : 1) Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor psikologis. 3) Faktor kelelahan. b. Faktor-faktor Ekstern Menurut pendapat Slameto, (1995:60) menyatakan bahwa : “Faktor-faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapatlah di kelompokan menjadi tiga faktor,yaitu: Faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat”. Untuk lebih jelasnya Faktor-faktor Ekstern akan di uraikan atau di jelaskan seperti di bawah ini: 1) Faktor Keluarga Faktor keluarga akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana 59 rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. Faktor-faktor tersebut harus diupayakan ke arah yang positif terhadap keberhasilan belajar siswa, karena didalam keluargalah sebenarnya waktu mendidik lebuh banyak. Dari keterangan di atas, terlihat bahwa keadaan rumah tangga, keadaan ekonomi dan cara orang tua mendidik berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik. 2) Faktor Sekolah Menurut Slameto, (1995:64) bahwa : “Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas di rumah”. Faktor sekolah yang berpengaruh dalam belajar ini mencakup penilaian, cara mengajar guru, dan penguasaan materi pelajaran yang diberikan berupa ilmu pengetahuan dan keterampilan. 3) Faktor Masyarakat Menurut pendapat Slameto, (1995:69-70) mengemukakan bahwa : Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa, yaitu meliputi ; a) Kegiatan siswa dalam masyarakat b) Mass media c) Teman bergaul d) Bentuk kehidupan masyarakat. 60 3. Penilaian Prestasi Belajar Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Keberhasilan belajar siswa di sekolah dapat diketahui dengan penilaian atau evaluasi terhadap materi pelajaran yang diberikan. Untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran, perlu dilakukan usaha untuk tindakan evaluasi. Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Kegiatan penilaian merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena jika tidak dilaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat diketahui hasilnya. Menurut Wayan Nurkancana, (1986 : 1) bahwa evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai berikut : “Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.” Hasil yang diperoleh dari evaluasi dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan evaluasi belajar. A. Kosasih Djahiri (1995 : 53) mengungkapkan bahwa : Evaluasi tidak hanya berfungsi untuk pengukuran tingkat keberhasilan belajar siswa melainkan juga tingkat keberhasilan atau kegagalan mengajar program serta re-edukasi dan momentum membaca kualifikasi dan tahu jati dirinya (siswa), keluarga dan lingkungan kehidupannya. Menurut A. Azis Wahab (1993 : 43) bahwa evaluasi berfungsi sebagai berikut : a. Tolak ukur untuk mengetahui kekurangan atau keberhasilan siswa, guru ataupun program pengajaran yang telah disampaikan dengan melalui kegiatan proses belajar mengajar. b. Sebagai media klarifikasi, identifikasi serta penalaran diri, nilai, moral, dan masalah. Disebut sebagai media klarifikasi sebab dalam 61 PPKN teknik mengklarifikasi nilai dapat digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang sering tidak nampak menggunakan evaluasi biasa. Hal ini penting sebab mengungkap aspek nilai dan moral seseorang tidaklah mudah tetapi dengan ini teknik klarifikasi nilai dan moral dalam diri seseorang dapat sedikit terungkap. c. Sebagai media edukasi (re-edukasi) nilai-nilai moral. Melalui evaluasi seseorang dapat memperkuat nilai-nilai moral yang selama ini telah diterima seseorang ataupun dapat memperbaiki nilai-nilai dan moral yang didukung oleh masyarakat pada umumnya (misalnya menyesuaikan nilai-nilai dan moral yang dianut dengan nilai-nilai dan moral Pancasila). Menurut M. Surya (1981 : 74) tentang pengertian prestasi belajar atau evaluasi belajar adalah sebagai berikut : “Prestasi belajar adalah seluruh kecakapan hasil yang diperoleh siswa melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai-nilai berdasarkan tes prestasi belajar.” Hasil belajar yang diamati dalam penelitian ini adalah berkenaan dengan penguasaan materi belajar siswa dalam mata pelajaran Pkn. Bentuk perubahan perilaku sebagai akibat dari proses belajar yang menurut Bloom dikategorikan kedalam tiga ranah yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Pkn siswa secara keseluruhan yang merupakan kecakapan nyata dalam bentuk angka selama mengikuti pendidikan sekolah pada periode yang dimbil dari formatif tes. Mengenai tes Wayan urkencana (1983 : 25) berpendapat bahwa : Tes merupakan salah satu bentuk evaluasi untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang didapat oleh anak-anak yang lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan. 62 Untuk melaksanakan evaluasi tertulis, lisan, dan tindakan harus memperhatikan syarat alat evaluasinya. Syarat evaluasi yang paling penting adalah kevalidannya (ketepatannya) dan reliabel (dapat dipercaya). Hal ini, sesuai dengan pendapat Nana Sujana (2001:90) bahwa : “Penyusunan alat evaluasi guru harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul valid dan reliabel yaitu memenuhi tarap ketepatan dan ketepatan tes”. Sehingga alat evaluasi yang akan digunakan harus dipersiapkan secara cermat sehingga dapat mengukur kemampuan atau hasil latihan siswa sebenarnya. Suatu tes yang dapat dilakukan baik sebagai alat pengukur harus memiliki persyaratan tes, hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1993:56-61) bahwa persyaratan tes adalah sebagai berikut : a. Validitas Sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu dapat mengukur dengan apa yang hendak diukur. Contoh, untuk mengukur besarnya pengaruh penggunaan alat peraga dalam kegiatan belajar mengajar, diukur melalui nilai yang diperoleh siswa pada waktu ulangan. b. Reliabilitas Suatu tes dikatakan dapat dipercaya jika memberi hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Atau dengan kata lain, tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tepat. 63 c. Obyektifitas Sebuah tes dikatakan mempunyai nilai obyektifitas apabila dalam pelaksanaan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhinya. d. Praktibilitas Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. e. Ekonomis Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa dalam tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama. Penilaian dapat dibagi menjadi dua yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif, seperti yang diungkapkan oleh Scriven (1967) yang dikutip oleh Asmawi Zaenul dan Nolehi Nasution bahwa : Penilaian formatif dilakukan dengan maksud memantau sejauhmanakah suatu proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan penilaian sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmana peserta idik telah dapat berpindah dari satu unit ke unit berikutnya. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1987 : 30) bahwa penilaian atau tes dapat dibagi sebagai berikut : a. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahankelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. b. Tes formatif, dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana siswa telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu. c. Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang besar. 64 Ada tiga sasaran pokok evaluasi menurut Tabrani (1994:212), yaitu : a. Segi tingkah laku, segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian dan keterampilan siswa sebagai akibat dari proses belajar mengajar. b. Segi isi pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru dalam Proses Belajar Mengajar. c. Segi yang menyangkut proses belajar mengajar itu sendiri, yaitu proses belajar mengajar perlu diberi tekanan secara objektif dari guru, sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid. Evaluasi dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya mengukur hasil belajar siswa melalui tes yang menghasilkan angka-angka, melainkan evaluasi pada Pkn ini harus diadakan pada saat proses belajar mengajar berlangsung, seperti yang diungkapkan oleh A. Kosasih Djahiri (1995 :53) sebagai berikut : Evaluasi jangan hanya diartikan THB atau ulangan yang cenderung bersifat administratif formal yakni mencari dan menentukan nilai atau angka (marking) melainkan momentum pengukuran diri dan atau penilaian diri (self evaluation) untuk redukasi atau remedial. Maka oleh karenanya sebaiknya frekuensi penilaian PPKN diperbanyak dengan pola penilaian yang beraneka ragam hal ini sesuai dengan pola evaluasi yang bersifat berkesinambungan dan multi sistem evaluasi. Evaluasi belajar pada mata pelajaran Pkn ini bukan hanya mementingkan aspek kognitif saja, tapi juga harus diperhatikan aspek afektifnya Tujuan penilaian afektif menurut S. Arikonto (1991 : 78) adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan bagi anak didiknya. 2. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai yang antara lain diperlukan sebagai bahan bagi perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua dan penentuan lulus tidaknya anak didik. 65 3. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik peserta didik. 4. Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik. Penulis dapat menyimpulkan bahwa penilaian merupakan suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik dengan menggunakan tes maupun nontes. Bagi siswa penilaian atau prestasi belajar sangat besar artinya karena dengan mengetahui hasil belajar yang dicapai, maka siswa akan mempunyai tolak ukur terhadap usaha yang dilakukannya tersebut. C. 1. Belajar Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan tingkah laku diri seseorang dan merupakan proses-proses dasar dari perkembangan hidupnya. Melalui belajar, manusia melakukan beberapa perubahan kualitatif sehingga tingkah lakunya berkembang. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Witherington yang dikutip oleh N. Purwanto (1996 : 84) mengemukakan bahwa : “Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.” 66 Pengertian belajar menurut D. Supriawan (1994 :34) bahwa : Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang sedang belajar, baik potensial maupun aktual. Perubahan-perubahan tersebut adalah dalam bentuk kemampuankemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang cukup lama dan perubahan-perubahan itu terjadi karena berbagai usaha yang dilakukan individu yang bersangkutan. Beberapa ahli mendefinisikan pengertian belajar dengan berbagai versi, tetapi tetap dengan intinya sekitar proses perubahan tingkah laku. Definisi belajar menurut W.S. Winkel (1996:15) mengatakan bahwa: Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungan dan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan sikap yang bersifat konstan atau tetap. Perubahan-perubahan itu dapat merupakan suatu yang baru yang segera nampak dalam perilaku nyata atau yang masih tinggal tersembunyi, mungkin juga perubahan hanya berupa penyempurnaan terhadap hal-hal yang sudah dipelajari. Proses belajar dapat berlangsung disertai kesadaran dan intensif tetapi itu tidak mutlak perlu. Menurut Tabrani, belajar dapat diartikan sebagai berikut : Belajar adalah proses perbaikan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dari penelitian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan dan pengalaman yang terorganisir. (Tabrani, 1994:8) Menurut Slameto, (1995:2) mendefinisikan pengertian belajar adalah sebagai berikut : “ Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.” 67 Belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang usia sejak lahir sehingga akhir hayatnya, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Syarif Thayeb (1976:3) tentang pendidikan seumur hidup. Konsep pendidikan seumur hidup artinya usaha pendidikan dimulai sejak seorang anak dilahirkan sampai akhir hayat. Disamping itu pendidikan tidak hanya diberikan secara formal, tetapi pendidikan non formal juga memainkan peranan yang menentukan. Kosasih Djahiri (1994 : 3) menguraikan sejumlah rumusan mengenai pengertian dan hakekat belajar adalah sebagai berikut : a. Belajar adalah suatu proses dialog antar potensi diri dengan berbagai media pengajaran dan melalui berbagai reka upaya kegiatan sehingga mampu menyerap (menginternalisasikan dan mempribadikan) bahan ajar menjadi milik dirinya. b. Belajar adalah proses transaksi atau interaksi antar struktur potensi diri guru atau sesuatu sehingga terjadi proses internalisasi atau personalisasi sesuatu serta terjadi perubahan diri. c. Belajar adalah proses kegiatan internalisasi sesuatu sehingga terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Belajar pada hakekatnya menyangkut proses manusiawi yang memerlukan proses dan pentahapan serta kematangan diri siswa. The Liang Gie (1997 : 6) merumuskan kegiatan belajar sebagai berikut : Belajar adalah segenap rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya sedikit banyak menetap. Uraian mengenai belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses usaha atau interaksi yang dilakukan oleh individu secara sengaja dan disadari untuk memperoleh suatu yang baru dan perubahan-perubahan pengalaman itu sendiri akan nampak dalam kehidupan sehari-hari dalam penguasaan diri terhadap hal-hal yang baru seperti lingkungannya, keterampilan, 68 kebiasaan, emosional, kesungguhan, pengetahuan, pemahaman, sikap dan hubungan sosial dengan sesama. Perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar secara sistematik dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. 2. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar Menurut Tabrani (1994:81) perubahan tingkah laku dapat dikatakan sebagai perubahan dalam belajar apabila memiliki ciri sebagai berikut : a. Perubahan terjadi dengan sadar b. Perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah f. Perubahan mencakup seluruh perubahan tingkah laku. Ciri-ciri perubahan tingkah laku tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Perubahan terjadi secara sadar Maksudnya individu yang belajar dapat merasakan dan mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. b. Perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional Perubahan yang terjadi dalam individu berlangsung kontinyu dan statis serta perubahan itu berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. 69 c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Perubahan yang diperoleh merupakan suatu yang lebih baik dari sebelumnya dan perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan ada usaha individu untuk belajar. d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar akan menetap dan tidak akan hilang begitu saja beberapa saat, melainkan akan makin bertambah terus apabila hal ini sering digunakan dan latihan. e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah Perubahan tingkah laku itu terjadi karena perbuatan belajar yang senantiasa mempunyai tujuan dan mempunyai arah yang tepat. f. perubahan yang terjadi mencakup seluruh aspek tingkah laku Sebagai hasil belajar, perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah proses belajar meliputi perubahan tingkah laku secara menyeluruh baik sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Belajar bukan merupakan suatu tujuan, melainkan suatu proses mencapai tujuan. Sedangkan pengertian proses lebih bersifat “cara” mencapai tujuan, jadi merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. Selain itu belajar juga merupakan suatu pengalaman, dan pengalaman itu sendiri diperoleh berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya.