STUDI HISTOPATOLOGI PENGARUH EKSTRAK MINYAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) PADA ORGAN PERTAHANAN AYAM BROILER ZHAVIERA FETRIZA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Histopatologi Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Organ Pertahanan Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Zhaviera Fetriza NIM B04080134 ABSTRAK ZHAVIERA FETRIZA. Studi Histopatologi Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Organ Limfoid Ayam Broiler. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan MAWAR SUBANGKIT. Nigella sativa yang dikenal dengan nama jintan hitam adalah tanaman herbal yang banyak digunakan dalam mengobati berbagai penyakit, termasuk sebagai anti kanker. Tujuan penelitian ini adalah melihat perubahan secara histopatologi pada organ limfoid ayam broiler akibat pengaruh pemberian jintan hitam (Nigella sativa). Sebanyak 45 ekor ayam dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok A diberikan Nigella sativa, vaksin ND, IBD dan AI, kelompok B diberikan Nigella sativa, vaksin ND dan IBD, yang terakhir kelompok K (kontrol) yang diberikan vaksin ND dan IBD. Setiap hari N. sativa diberikan peroral sebanyak 0,02 ml pada kelompok A dan kelompok B yang dimulai dari minggu ke-2 hingga minggu ke-6. Selanjutnya setiap minggunya sebanyak 3 ekor dari masing-masing kelompok ayam dinekropsi dan diproses menjadi sediaan histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Parameter yang dipelajari meliputi mengukur luas korteks timus, luas pulpa putih limpa dan folikel limfoid bursa Fabricius dan kepadatan limfosit di setiap organ limfoid. Hasil menunjukkan perubahan histologi pada ukuran luas korteks timus, pulpa putih limpa, folikel limfoid bursa Fabricius dan juga kepadatan limfosit pada kelompok perlakuan (A dan B) lebih luas dari kelompok kontrol. Secara statistik hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan nyata ( p<0,05 ) antara di dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (A dan B). Jintan hitam (Nigella sativa) memberikan manfaat positif pada organ limfoid ayam broiler. N. sativa dapat meningkatkan kerja sistem kekebalan tubuh dalam ayam broiler. Kata kunci: ayam broiler, bursa Fabricius, histopatologi, limpa, N. sativa, timus ZHAVIERA FETRIZA. Histopathology study on the Effect of Black Cumin (Nigella sativa) Oil Extract in Lymphoid Organs of Broiler Chickens. Supervised by SRI ESTUNINGSIH and MAWAR SUBANGKIT Nigella sativa, known as black cumin is a herb that is widely used in treating various diseases, including as an anti-cancer. The purpose of this study is to study histologically the lymphoid organs of broiler chickens changes due to the effect of black cumin (Nigella sativa). A total 45 chickens were divided into 3 groups: group A was given Nigella sativa, ND, IBD and AI vaccine, group B was given Nigella sativa, ND and IBD vaccines, the last group K (control) was given ND and IBD vaccines. Commercial preparation of N. sativa treated every day orally as 0.02 ml every chicken in group A and group B starting from 2th to 6th week. Furthermore, every week 3 chickens out of each groups were sacrificed for necropsy and processed to histopathological slides with Hematoxylin-Eosin staining. The parameters studied were area of thymic cortical, splenic white pulp, lymphoid follicles of Fabricius bursa and lymphocyte density in each lymphoid organs. Result shown that histologically increasing the area of thymic cortical, white pulp of the spleen, lymphoid follicle bursa of Fabricius as well as lymphocyte density of the treated groups mostly greater than control. Statistically the results showed there was a difference (p<0.05) between Control group and treated group (A and B). Black Cumin (Nigella sativa) Extract is give positive beneficial on Lymphoid Organs of Broiler Chickens. Nigella sativa able to enhance the immune system in broiler chickens. Key words: broiler chicken, bursa Fabricius, histopathology, N. sativa, spleen, thymus STUDI HISTOPATOLOGI PENGARUH EKSTRAK MINYAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) PADA ORGAN PERTAHANAN AYAM BROILER ZHAVIERA FETRIZA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Judul Skripsi : Studi Histopatologi Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Organ Pertahanan Ayam Broiler Nama : Zhaviera Fetriza NIM : B04080134 Disetujui oleh Dr drh Sri Estuningsih, MSi APVet Pembimbing I drh Mawar Subangkit Pembimbing II Diketahui oleh drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 ini ialah studi histopatologi pengaruh pemberian herbal, dengan judul Studi Histopatologi Pengaruh Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Organ Pertahanan Ayam Broiler. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Sri Estuningsih, MSi APVet dan drh Mawar Subangkit selaku pembimbing skripsi dan drh. Budhy Jasa Widyananta sebagai dosen pembimbing akademik atas ilmu, waktu, dukungan, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan selama ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dr drh Denny Widaya Lukman, MSi yang telah memberikan banyak saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, kakak, dan keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang-orang yang mendukung dan membantu penulis dalam menyusun skripsi : seluruh staf Bagian Patologi FKH IPB. Teman senasib seperjuangan Mutia dan Intan Junita, Geng Ikan, Luwak Kampus (Marlina, Ricco, Purnomo, dan Mursyid), Keluarga besar LAWALATA IPB, Puriers (Mimi, Dewi, Eva, Ken dan Ocha), Panitia Kurban 1433 H (Made, Awan, Rahmah, Khansaa, dan Jami), Afdi, Tizani, Irene A, Riris, Agung Sudomo, dan Alex Yungan Harahap atas semangat, bantuan, nasihat, dan dukungannya, serta seluruh Avenzoar tercinta dan nama-nama yang tidak bisa penulis cantumkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2013 Zhaviera Fetriza DAFTAR ISI DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaat 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Ayam Pedaging (Broiler) 2 Organ-Organ Limfoid 4 Mekanisme Pertahanan 7 Program Vaksinasi pada Ayam Broiler 7 Jintan Hitam (Nigella sativa) 8 METODE 10 Tempat dan Waktu Penelitian 10 Alat dan Bahan 10 Pelaksanaan Penelitian 10 Persiapan Kandang 10 Pengelompokkan Ayam 11 Vaksinasi 11 Pemberian Jintan Hitam 12 Pengolahan sampel penelitian 12 Parameter Penelitian 12 Analisis Data 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Perubahan histopatologi pada timus 13 Perubahan histopatologi pada limpa 15 Perubahan histopatologi pada bursa Fabricius 17 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 RIWAYAT HIDUP 25 DAFTAR TABEL 1 Kandungan protein, harga produk, dan harga protein hewani pada beberapa jenis produk peternakan 1 2 Pertambahan bobot badan beberapa strain ayam broiler pada akhir minggu 3 3 Pembagian kelompok perlakuan pada ayam 11 4 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas korteks dan kepadatan sel pada organ timus ayam broiler 14 5 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas pulpa putih dan kepadatan sel pada organ limpa ayam broiler 16 6 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas folikel limfoid dan kepadatan sel pada organ bursa Fabricius ayam broiler 18 DAFTAR GAMBAR 1 Histologi bursa Fabricius 5 2 Histologi limpa 6 3 Histologi timus 6 4 Histopatologi timus 13 5 Kepadatan sel pada korteks timus 13 6 Histopatologi limpa 16 7 Kepadatan sel pada folikel limfoid (pulpa putih) limpa 16 8 Histopatologi bursa Fabricius 18 9 Kepadatan sel pada folikel limfoid bursa Fabricius 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam merupakan hewan vertebrata yang istimewa dibanding dengan hewan vertebrata domestik lainnya, karena mampu menghasilkan telur dan daging sebagai sumber protein hewani yang sudah umum dikenal oleh masyarakat. Awalnya ayam broiler komersial hanya berkembang di benua Amerika dan Eropa, sejalan dengan perkembangan globalisasi, penyebaran penduduk, dan kemudahan sarana transportasi, ayam broiler komersial yang telah dikembangkan potensi genetiknya menyebar hampir ke seluruh pelosok dunia. Pada awal perkembangan ayam broiler komersial tingkat produktivitas rendah karena ayam broiler pada saat itu juga digunakan sebagai ayam petelur (Fadilah dan Polana 2004). Para ahli genetik secara terus-menerus melakukan penelitian, persilangan, dan seleksi yang ketat sehingga menghasilkan varietas ayam murni yang khusus menghasilkan daging. Kesehatan ternak ayam pun sangat diperhatikan untuk menjamin daging atau telur ayam yang beredar di masyarakat aman untuk dikonsumsi (Fadilah 2004). Ayam juga merupakan sumber protein hewani yang baik karena mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang terjangkau oleh masyarakat Indonesia. Kandungan protein daging ayam tidak jauh berbeda dengan protein daging sapi tetapi dapat diperoleh dengan harga yang cukup terjangkau sesuai dengan Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Kandungan protein, harga produk, dan harga protein hewani pada beberapa jenis produk peternakan Jenis Produk Kandungan Proteina) Daging Sapi Susu Sapi Daging ayam 19.8 3.2 18.2 Harga Produk (tiap kg)b) Rp65.000 Rp7.000 Rp20.000 Harga Protein (tiap gram)c) Rp3.28 Rp2.19d) Rp1.10 Keterangan: a) Ilmu Gizi (Sediaoetama 2000), b) Harga eceran Juli 2011 hasil suvei di sekitar tempat tinggal penulis, c) Harga hasil perhitungan penulis d) 1 liter susu dianggap setara 1 kg. Sumber: Baisa (2011) Perkembangan bidang peternakan unggas yang begitu pesat mengakibatkan dinamika di dalam bisnis dan industri komoditas tersebut menjadi sangat tinggi dan menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah yang ditimbulkan yaitu adanya penyakit pada ayam pedaging (broiler). Beberapa tahun belakangan distribusi produk perunggasan menjadi penyebab penyebaran penyakit menular terutama kasus flu burung (Avian Influenza). Permasalahan flu burung menjadi semakin mengkhawatirkan ketika virus tersebut menginfeksi manusia yang menyebabkan kematian. Cara mengantisipasi dan mencegah kejadian infeksi virus flu burung yang telah merenggut jiwa manusia, pemerintah menetapkan kasus flu burung sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) tanggal 19 September 2005. Sejalan dengan kebijakan ini, pengendalian dan pencegahan flu burung menjadi domain kesehatan manusia. Undang-undang yang mengaturnya ialah Undang-Undang No. 2 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Muladno et al. 2008). Menurut Fadilah (2004), pemeliharaan ayam broiler komersial di daerah beriklim tropis seperti Indonesia banyak menghadapi kendala pemeliharaan. Selain pada musim panas, pemeliharaan ayam broiler komersial juga sering menghadapi berbagai kendala pada musim hujan, termasuk di dalamnya musim pancaroba (peralihan dari musim kemarau ke musim hujan). Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk penanggulangan penyakit seperti vaksinasi, biosecurity, pemberian vitamin hingga cara yang belum lazim dilakukan adalah pemberian herbal. Sudah sejak lama pengobatan secara herbal digunakan pada manusia, manfaatnya pun sudah tidak diragukan lagi, sedangkan pemberian herbal pada hewan belum banyak digunakan dan manfaatnya pun belum diketahui. Jintan hitam termasuk herbal yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta mempunyai kandungan etanol di dalam biji jintan hitam dapat meningkatkan jumlah sel limfosit dan monosit. Jintan hitam dapat meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T supressor sebesar 72%, yang berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel kekebalan tubuh (El-Dakhakhny et al. 2002). Alasan tersebut yang mendorong untuk dilakukan penelitian pemberian jintan hitam pada ayam broiler. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap organ pertahanan (limfoid) ayam broiler. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi pengaruh ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap peningkatan status kekebalan pada ayam broiler dengan melihat respon organ limfoid sesuai dengan dosis yang diberikan. TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging (Broiler) Ayam pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia tahun 1980-an, dimana pemegang kekuasaan mencanangkan penggalakkan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya (Rasyaf 2008). Masyarakat Indonesia telah mengenal ayam broiler dengan berbagai kelebihannya. Waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, hanya 3-4 minggu sudah dapat dipanen, menyebabkan banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan di berbagai wilayah Indonesia (Bappenas 2000). Menurut Amarullah (2004), pertumbuhan ayam yang cepat ini harus diimbangi dengan ketersediaan pakan 3 yang cukup, karena kekurangan pakan akan sangat mengganggu laju pertumbuhan dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan. Menurut Fadilah (2004) klasifikasi ayam adalah: Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Aves Subkelas : Neornithes Superorder : Carinatae Genus : Galus Spesies : Galus domesticus Pertumbuhan Ayam Broiler Keunggulan ayam broiler akan terbentuk bila didukung oleh lingkungan karena sifat genetisnya saja tidak menjamin keunggulan itu akan terlihat. Ada bibit ayam broiler yang pada masa awalnya tumbuh dengan cepat, sedangkan dimasa akhir pertumbuhan menjadi normal ataupun sebaliknya. Hal ini tentunya tergantung pada orang atau lembaga yang beternak ayam itu (Rasyaf 2008). Pola pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pertambahan bobot badan beberapa strain ayam broiler pada akhir minggu Strain Ayam 1 Bobot Badan Rata-rata (Gram) Tiap Minggu 2 3 4 5 Isa Vedette 120 380 753 1.237 1.784 Hybro 150 410 783 1.267 1.814 Ross 162 422 795 1.279 1.826 Cobb 190 405 778 1.262 1.809 NewLohman 165 433 823 1.336 1.789 Hubbad 150 410 783 1.267 1.814 Sumber: Permana (2008) 4 Organ-Organ Limfoid Respon imun yang sebenarnya adalah sel limfosit, meskipun antigen yang terperangkap juga diproses oleh sel dendritik, makrofag dan sel B. Limfosit adalah sel berbentuk bulat kecil yang utama di dalam organ antara lain limpa, limfonodus dan timus yang disebut organ limfoid. Organ yang mengatur pematangan limfosit disebut organ limfoid primer, limfosit dibagi menjadi dua yang biasa disebut limfosit T dan limfosit B berdasarkan organ tempat mereka berkembang. Semua sel T berkembang di timus, sedangkan sel B berkembang di organ yang berbeda tergantung dari spesies hewan tersebut (Tizard 2004). Organ limfoid primer akan menghasilkan sel-sel limfoit yang akan dimatangkan di organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas timus dan sumsum tulang. Sel-sel limfosit ini disebut limfosit B dan T, karena berturutturut mengalami proses pemasakan pada bone marrow (sumsum tulang) dan thymus (timus). Sel-sel limfosit yang telah mengalami pematangan akan segera memasuki peredaran darah untuk menuju organ limfoid sekunder (Stewart 2004). Organ limfoid sekunder (organ limfoid periferal) yang terdiri atas organ limfonodus, limpa, serta jaringan limfoid mukosa merupakan tempat terjadinya penangkapan antigen oleh sel-sel immunokompeten (Rao 2010). Organ limfoid sekunder menangkap mikroorganisme dan bahan-bahan asing lain serta menyediakan tempat untuk pematangan sel yang akan digunakan dalam melawan benda-benda asing serta menghasilkan reaksi sistem kekebalan (Stewart 2004). Bursa Fabricius Menurut Tizard (2004), bursa Fabricius adalah organ yang hanya terdapat pada unggas. Sama seperti timus, bursa Fabricius mempunyai ukuran maksimal pada ayam sekitar 1-2 minggu setelah menetas dan berkurang seiring pertambahan usia sehingga sulit diidentifikasi pada burung yang berumur tua. Bursa Fabricius mempunyai fungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi sel limfosit B, kemudian sel limfosit akan masuk ke sirkulasi dan berperan untuk menerima atau memberi reaksi terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Folikel limfoid pada bursa Fabricius dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu folikel limfoid besar yang mempunyai batas antara korteks dan medula dan folikel- limfoid kecil yang tidak mempunyai batas antara korteks dan medula yang jelas, merupakan prekusor folikel limfoid yang lebih besar. Sel B secara cepat berproliferasi dengan struktur yang normal di dalam folikel limfoid yang lebih besar, yang berkorelasi dengan pemulihan respon antibodi secara parsial. Folikel limfoid yang lebih kecil tidak mampu memproduksi sel B yang responsif terhadap antigen (Withers et al. 2006). Folikel limfoid terdiri atas limfosit B 85-95%, limfosit T < 4%, sisanya adalah sel lainnya seperti makrofag atau sel dendritik atau RES (Khan & Hashimoto 1996 diacu dalam Kim et al. 2000). 5 Gambar 1 Histologi bursa Fabricius. (1) Lumen. (2) Epitel pseudostratified. (3) Folikel limfoid. (4) Muskularis. (Sumber: Bacha LM & Bacha WJ 2000) Limpa Limpa merupakan salah satu organ sistem pertahanan yang memegang peranan penting pada unggas. Limpa diklasifikasikan sebagai organ pertahanan berdasarkan struktur dan sel-sel darah yang disimpan dan dimiliki organ ini. Limpa terletak pada sebelah kanan proventrikulus dan ventrikulus (Pope 1995). Limpa merupakan organ kompleks dengan banyak fungsi. Salah satu fungsi limpa adalah sebagai penyaring (filter) darah dan menyimpan zat besi untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesa hemoglobin (Tizard 2004). Kapsula limpa akan terhubung langsung dengan sel-sel parenkimnya. Sel parenkim limpa terdiri atas pulpa putih dan pulpa merah yang merupakan komponen utama dari limpa. Pulpa putih membentuk nodul (folikel) yang di dalamnya terdapat germinal center. Gambaran histopatologi pulpa merah banyak berisi eritrosit, makrofag, dan sinusoid. Pulpa merah merupakan tempat eritrosit dihancurkan (Ward et al. 1999). Limpa secara histologis tampak tersusun dari beberapa bagian, yaitu: stroma (terdiri dari kapsul dan trabekula), parenkim (terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih) dan daerah marginal (Hartono 1995). Kapsula terdiri atas kapsula serosa dan kapsula fibrosa. Kapsula serosa merupakan bagian yang menutupi seluruh permukaan limpa kecuali daerah hilus tempat pembuluh darah masuk. Kapsula fibrosa terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang mengandung otot polos, pembuluh darah dan limfe (Hartono 1995). Pada trabekula terdapat sekat-sekat tidak sempurna dengan unsur-unsur yang sama, membentuk rongga-rongga yang saling berhubungan berisi jaringan lunak yang disebut pulpa limpa (Hartono 1995). 6 Gambar 2 Histologi limpa. (1) Pulpa putih. (2) Pulpa merah. (3) Trabekula. (4) Epitel penutup (Sumber: Eroschenko 2001) Timus Timus adalah organ limfoid primer pada ayam, terletak pada sisi kanan dan kiri saluran pernafasan (trakea). Warnanya pucat kuning kemerah-merahan, bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Setiap lobus dihubungkan oleh jaringan ikat dan membentuk suatu untaian yang berjalan dekat dengan vena jugularis (Getty 1975). Besarnya timus relatif bervariasi, ukuran relatif yang paling besar terdapat pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu pubertas. Sesudah dewasa timus mengalami atrofi pada parenkhimnya dan korteks diganti oleh jaringan lemak (Fawcett 2002). Timus dikelilingi oleh jaringan ikat yang berupa kapsula yang berhubungan dengan septa tipis yang membaginya secara tidak sempurna menjadi lobules. Bagian tengahnya tiap lobules disebut eticul sedangkan bagian tepinya disebut koreks. Korteks timus paling utama terdiri dari eticulum epitel dan limfosit. Sel epitel stelata memiliki inti lonjong, besar dan pucat dengan penjuluran bercabang panjang yang banyak mengandung filament mikro dan saling berhubungan kuat dengan desmosom. Sel epitel membentuk balutan berkesinambungan pada tepi lobules sekitar ruang perivaskula, yang merupakan bagian penting antara darah dan timus (Dellman 1989). Gambar 3 Histologi timus. (1) Kapsula. (2) Korteks. (3) Medula. (Sumber: Aughey dan Frey 2001) 7 Mekanisme Pertahanan Antigen yang masuk ke dalam tubuh pertama kali akan dijerat sehingga dapat diketahui sebagai bahan asing. Materi yang telah diketahui sebagai bahan asing, kemudian oleh makrofag disampaikan ke sel limfosit melalui pembentukan berbagai sitokin ke sistem pembentuk antibodi atau ke sistem kebal berperantara sel. Sistem kebal ini harus menyimpan ingatan tentang kejadian ini sehingga pada paparan berikutnya dengan antigen yang sama, tanggapannya akan jauh lebih efisien (Tizard 2004). Antibodi bekerja melalui dua cara yang berbeda untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyebab penyakit yaitu: (1) dengan cara langsung menginaktivasi agen penyebab penyakit, (2) dengan mengaktifkan sistem komplemen yang kemudian akan menghancurkan agen penyakit tersebut (Hartati 2005). Tubuh makhluk hidup setiap hari akan terpapar berbagai jenis mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit. Untuk menghadapi hal tersebut tubuh memiliki sistem kekebalan tubuh atau sistem imun. Tubuh makhluk hidup memiliki dua sistem dasar pertahanan imun, yakni pertahanan imun spesifik dan pertahanan imun non spesifik. Pertahanan imun spesifik adalah pertahanan yang melibatkan reaksi antigen dan antibodi dan berlaku spesifik untuk jenis antigen tertentu, sedangkan pertahanan non spesifik diperantarai oleh produk-produk limfosit dan bertanggung jawab terhadap reaksi alergi terlambat, penolakan jaringan asing dan penolakan sel tumor (Tizard 2004). Kekebalan spesifik melibatkan limfosit B yang mempunyai reseptor pada permukaan terhadap antigen tertentu. Bila ada antigen yang menempel pada reseptor, maka sel limfosit B akan terangsang untuk membelah dan sel-selnya akan diubah menjadi sel plasma. Sel plasma ini akan mensekresikan antibodi ke dalam sirkulasi umum. Antibodi yang beredar berupa fraksi gama-globulin sehingga seringkali antibodi disebut dengan imunoglobulin (Tizard 2004). Program Vaksinasi pada Ayam Broiler Salah satu cara untuk mencegah penyakit pada peternakan ayam yaitu dilakukannya program vaksinasi. Vaksinasi atau pemberian vaksin adalah infeksi buatan yang terkontrol. Vaksinasi akan berhasil jika ditunjang oleh penggunaan vaksin yang berkualitas tinggi dengan dasar prinsip antigen vaksin harus diberikan terlebih dahulu pada ayam sebelum terjadinya proses infeksi oleh virus lapang. Cara pemberian vaksin juga mempengaruhi hasil vaksinasi. Selain itu, program vaksinasi, vaksinator, dan peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan ayam, termasuk variasi umur dan status kesehatan ayam, kesemuanya memegang peranan dalam keberhasilan penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh virus (Machdum 2009). Program vaksinasi tidak ada yang baku antara satu peternakan dengan peternakan yang lainnya. Tidak hanya jenis vaksin yang digunakan, tetapi program vaksinasinya pun beragam. Semua program vaksinasi sebaiknya disesuaikan dengan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau di wilayahnya (Fadilah 2004). Vaksin dapat merangsang sistem imun bawaan (nonspesifik) dan adaptif (spesifik). Protein antigen yang biasanya disuntikkan bersama-sama dengan adjuvant seperti garam aluminium. Adjuvant mempertahankan antigen di lokasi 8 suntikan atau merangsang respon kekebalan lokal dan bawaan seperti produksi proinflammatory sitokin oleh makrofag. Hal ini memberikan sinyal bahaya yang mendukung sel dendritik kemudian antigen diambil oleh makrofag dan sel dendritik. Sel dendritik yang kemudian diaktifkan dan bermigrasi ke limfonodulus regional, dimana terdapat akumulasi antigen yang telah diproses di permukaan. Hal yang kurang diperhatikan dalam program vaksinasi adalah keberadaan antibodi yang berasal dari induk. Baik embrio unggas maupun unggas muda mendapatkan imunitas pasif melalui transfer antibodi induk dari serum ke kuning telur (Camenisch et al. 1999). Antibodi asal induk dihasilkan dari sekresi kelenjar di saluran telur (oviduct), titernya rendah pada embrio dan akan meningkat drastis pada beberapa hari sebelum menetas. Transfer antibodi asal induk melawan patogen tertentu mempunyai peranan penting dalam melindungi anak ayam sebelum kekebalan aktifnya berkembang. Anak ayam boleh divaksinasi setelah titer antibodi asal induknya menurun karena hal ini akan menentukan respon ayam terhadap awal vaksinasi. Antibodi asal induk secara normal akan melindungi anak ayam selama 1-3 minggu, tetapi melalui pengulangan vaksinasi menggunakan vaksin adjuvant minyak, kekebalan dapat diperpanjang selama 4-5 minggu (Lukert dan Saif 1997). Program vaksinasi disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek manajemen, khususnya pengamanan biologis yang ketat dan faktor stres lingkungan. Aspek manajemen yang dimaksud dalam pertimbangan program vaksinasi adalah pemenuhan kebutuhan pokok ayam. Kebutuhan pokok ayam mencakup udara yang kaya akan oksigen, air yang berkualitas (bebas pencemaran logam berat, dan mikroorganisme patogen) serta lingkungan dengan pH normal (6,5-7,2) dan pakan yang berkualitas dengan nilai gizi seimbang sesuai kebutuhan masing-masing tipe dan umur ayam. Pengamanan biologis yang perlu dipertimbangkan yaitu program sanitasi dan desinfeksi untuk menekan populasi dan keganasan virus (Wiryawan 2009). Jintan Hitam (Nigella sativa) Tanaman obat adalah tanaman yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan, dalam hal ini obat tradisional yang khasiatnya secara phytoterapi juga masih harus diteliti. Sebagian besar tanaman mengandung ratusan jenis khasiat, baik yang telah diketahui jenis dan khasiatnya ataupun yang belum diketahui jenis dan khasiatnya. Senyawa kimia merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan obat dari berbagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Raharja dan Tan 2007). 9 Menurut Hutapea (1994), tanaman jintan hitam diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranunculales Suku : Ranunculaceae Marga : Nigella Jenis : Nigella sativa Semak semusim dengan tinggi mencapai kurang lebih 30 cm. Batang tegak, lunak, beralur, berbulu kasar, rapat atau jarang-jarang dan disertai bulu-bulu yang berkelenjar serta berwarna hijau kemerahan. Daun hijau, tunggal, lanset berbentuk garis, daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgit, dan pertulangan menyirip. Bunga berwarna putih kekuningan, majemuk, berbentuk karang, benang sari banyak dengan tangkai dan kepala sari berwarna kuning; mahkota berbentuk corong, umumnya berjumlah 8, agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek; kelopak bunga 5, bulat telur, ujung agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Buah polong, bulat panjang, dan berwarna coklat kehitaman. Biji kecil, bulat, jorong berukuran 3mm, berkelenjar, dan berwarna hitam juga memiliki akar tunggang berwarna coklat. Jintan hitam diduga didatangkan dari India dan wilayah-wilayah sekitarnya. Jenis ini tumbuh dari daerah Levant ke arah timur Samudera Indonesia sebagai gulma musiman. Penyebarannya meliputi Jawa, Sumatera dan daerah sekitarnya. Budidaya dalam rangka perbanyakannya dengan menggunakan biji. Di Indonesia, tumbuhan ini pada umumnya belum dibudidayakan. Jenis ini terasa pahit, berbau wangi, dan berkhasiat sebagai galaktogogum, diuretik, karminatif, diaforetik, purgatif, dan astringen. Biji dan daunnya mengandung saponin (melantin), minyak atsiri, minyak lemak, nigelan (zat pahit), zat samak, saponin melantin, nigelon, thymoquinone dan polifenol B (Hutapea 1994). Menurut Rouhou (2006), studi yang dilakukan mengungkapkan bahwa biji dari Nigella sativa kaya akan sumber nutrisi penting dan memberikan efek positif bagi kesehatan manusia. Nigella sativa juga merupakan alternatif untuk sumber asam lemak essensial. Manfaat Nigella sativa Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh El-Dakhakhny et al. (2002) Nigella sativa memiliki khasiat, antara lain: Antibakteri Karena kandungan minyak atsiri dan volatil pada Nigella sativa efektif melawan bakteri seperti Vibrio cholera dan Shigella sp. Antiradang Minyak Nigella sativa berguna untuk mengurangi efek radang sendi. Turunan dari fixed oil, Nigella sativa yaitu thymoquinone merupakan agen anti peradangan. 10 Antitumor Karena Nigella sativa mengandung asam lemak berantai panjang yang dapat mencegah pembentukan Erlich Ascites Carcinoma (EAC) dan sel Dalton’s Lymphoma Ascites (DLA) yang merupakan jenis sel kanker yang umum ditemukan. Memperkuat sistem kekebalan tubuh Kandungan etanol di dalam biji Nigella sativa dapat meningkatkan jumlah sel limfosit dan monosit. Nigella sativa dapat meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T supresor sebesar 72% yang berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel kekebalan. METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 sampai Juni 2012. Bertempat di Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC (Day Old Chick) sebanyak 45 ekor, larutan gula, pakan, air minum, sekam sebagai alas kandang, dan Vitachick® (mengandung multivitamin dan antibiotik). Proses pembuatan preparat histopatologi dan pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) dibutuhkan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, NaCl fisiologis, aquadest, etanol konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%), etanol absolut, xylol, HE, lithium karbonat, mounting medium, dan parafin. Bahan untuk perlakuan berupa minyak ekstrak jintan hitam (sediaan komersil), vaksin IBD, vaksin ND, dan vaksin AI. Alat yang digunakan selama penelitian yaitu kandang pemeliharaan ayam dengan pemisah untuk tiga kelompok, peralatan nekropsi, object glass, cover glass, sakura®automatic tissue processor, refrigerator, mikrotom, mikroskop cahaya, dan electronic eyepiece® camera beserta seperangkat komputer untuk pengambilan gambar jaringan. Perangkat lunak imageJ® untuk Microsoft® Windows® untuk mengukur parameter setiap organ. Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan kandang Kandang terlebih dahulu didesinfeksi menggunakan deterjen dan desinfektan sebelum digunakan. Selain proses desinfeksi dilakukan juga proses pengapuran dan fumigasi menggunakan larutan formalin 10% v/v. 11 b. Pengelompokan ayam Penelitian ini menggunakan ayam broiler berumur satu hari (day old chick) dengan bobot berkisar 60 gram. Hari pertama diberikan larutan gula 1% untuk memberikan tambahan tenaga pada ayam. Masa adaptasi dilakukan selama satu minggu untuk mengembalikan kondisi ayam yang stress akibat pemindahan dan transportasi. Selama masa adaptasi ayam dikelompokkan menjadi dua kandang. Kemudian ayam didistribusikan ke dalam tiga kelompok perlakuan setelah satu minggu masa adaptasi hanya diberi pakan dan minum. Saat umur ayam 0-7 hari alas kandang dilapisi koran dan pakan diberikan dengan cara ditebarkan di lantai kandang. Ketika ayam berumur 8 hari alas kandang diganti menggunakan sekam padi yang diganti secara berkala. Pemberian air minum diberikan ad libitum (selalu tersedia) yang ditambahkan Vitachick® setiap hari selama masa pemeliharaan (42 hari), pemberian pakan juga diberikan secara ad libitum. Pengelompokan tiga kelompok ayam terdapat pada Tabel 3 Tabel 3 Pembagian kelompok perlakuan pada ayam K Jumlah Ayam (ekor) 15 A 15 B 15 Kelompok Perlakuan Vaksinasi ND Vaksinasi IBD Jintan hitam 1 tetes (0.02 ml)/ekor/hari Vaksinasi ND Vaksinasi IBD Vaksinasi AI Jintan hitam 1 tetes (0.02 ml)/ekor/hari Vaksinasi ND Vaksinasi IBD c. Vaksinasi Vaksin yang diberikan adalah vaksin New Castle Disease (ND) berupa vaksin hidup, vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) berupa vaksin hidup, dan vaksin Avian Influenza (AI) berupa vaksin inaktif. Vaksin ND diberikan pada hari ke-11 menggunakan vaccine strain B1 sedangkan vaksin hari ke-19 menggunakan live vaccine strain La Sota. Rute vaksinasi diberikan secara eye drop (tetes mata). Vaksin aktif IBD diberikan secara per oral dicampur dengan susu skim tanpa lemak pada hari ke-22. Vaksin AI diberikan pada hari ke-28 menggunakan killed vaccine dengan rute pemberian sub kutan di daerah leher. 12 d. Pemberian jintan hitam Jintan hitam diberikan sebanyak 0.02 ml/hari/ekor pada minggu kedua hingga minggu keenam. Pemberian jintan hitam pada ayam dilakukan per oral dengan cara dicekokkan. e. Pengambilan sampel organ, nekropsi, dan pembuatan preparat histopatologi Pemisahan kelompok dimulai pada minggu kedua. Ayam di nekropsi satu minggu sekali dari minggu ke-2 hingga ke-6, diambil 3 ekor dari masingmasing kelompok secara acak. Organ yang diambil yaitu limpa, timus, dan bursa Fabricius. Larutan BNF 10% disiapkan untuk fiksasi organ yang diambil. Trimming (memotong organ di bagian tengah setebal 3 mm yang akan dijadikan preparat histopatologi) dilakukan setelah larutan BNF 10% berpenetrasi sempurna ke dalam organ. Potongan organ dibuat preparat histopatologi menggunakan tissue embedding console lalu diberi pewarnaan Hematoxilin Eosin (HE). Sediaan diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dan dibuat foto lalu dilihat kembali untuk dapat diukur menggunakan ImageJ® sesuai parameter penelitian. f. Parameter Penelitian Pengamatan organ pertahanan ayam menggunakan mikroskop cahaya dan digital electronic eyepiece camera. Data kuantitatif diperoleh menggunakan perangkat lunak ImageJ® sebanyak 10 lapang pandang. Penghitungan luas korteks timus dihitung dengan menu polygon (bentuk gambar) yang ada pada layar utama ImageJ®, menghitung luas seluruh timus dikurangi luas medula timus, luas folikel limfoid bursa Fabricius dihitung dengan menghitung luas rata-rata folikel limfoid dengan perbesaran 4x lensa objektif menggunakan menu polygon. Penghitungan luas pulpa putih pada limpa dihitung dengan menu stack to RGB (pilih menu image-color-Stack to RGB) pada ImageJ® lmenggunakan perbesaran 10x lensa objektif. Parameter lainnya yaitu kepadatan sel pada folikel limfoid masing-masing organ yaitu limpa, bursa Fabricius dan timus dengan pengamatan mikroskop perbesaran 100x dan dihitung dengan menu cell counter ImageJ® (pilih menu Plugins-particles analysis-cell counter). g. Analisis Data Data pengamatan histopatologi terhadap seluruh parameter penelitian dicari rataan serta simpangan bakunya secara statistik dengan menggunakan Uji Sidik Ragam (ANOVA) dalam perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System) produksi SAS Institute Inc. yang dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa Fabricius) dan jaringan limfoid sekunder (limpa dan semua mukosa yang berkaitan dengan lingkungan, saluran pencernaan, saluran pernafasan, saluran reproduksi). Sistem limfoid ayam terdiri dari organ yang khas, dibagi ke dalam dua morfologi dengan komponen fungsional yang berbeda (Akter et al. 2006). Timus adalah organ pertama menjadi limfoid selama kehidupan embrio, karena disebut limfoblas asal-darah dari kantung kuning telur, dan hati. Timus bekerja tergantung pada sel limfosit yang lebih kecil dan juga bertanggung jawab untuk mediator kekebalan, termasuk fungsi immunosurvailance. Lobulus timus adalah struktur sangat dinamis. Limfosit secara kontinu diproduksi di korteks, dan meskipun sebagian mengalami apoptosis dan dimakan makrofag namun banyak yang bermigrasi ke medula dan memasuki aliran darah melalui dinding vena pasca kapiler (Fawcett 2002). Hasil uji statistik data pengamatan dalam penelitian ini dan gambaran mikroskopi/ histopatalogi dapat dilihat pada Gambar 4, Gambar 5 dan Tabel 4. A B C Gambar 4 Histopatologi timus (A) kelompok kontrol, (B) Kelompok A, (C) kelompok B A B C Gambar 5 Kepadatan sel pada korteks timus perbesaran 100x (A) kelompok kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B 14 Tabel 4 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas korteks dan kepadatan sel pada organ timus ayam broiler dalam luas lapang pandang 20 000µm2 Parameter Luas korteks (µm) Kepadatan sel Minggu ke- Kelompok 2 K 1.763±0.75ª A 2.671 ±1.33ª B 2.212±0.76ª 3 2.695±0.11ab 3.583±0.79ª 1.773±0.77b 4 2.213 ±0.76ª 3.137 ±0.76ª 2.234±0.81ª 5 1.763 ±0.75ª 2.675 ±0.03ª 1.798±0.78ª 6 1.751 ±0.73ª 2.169 ±1.44ª 1.785±0.79ª 2 293.67±13.65 a a 351.67±69.22 329.67±49.01a 3 321.33±21.08a 358.33±50.05a 375±37.81a 4 292.67±56.90b 399.33±6.43a 384.67±36.46a 5 285.33±10.40b 350±13.05ab 344.67±57.58a 6 282.67±25.87a 342.67±60.96a 329±48.44a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok. Pengamatan terhadap luas korteks timus dimaksudkan untuk melihat aktivitas proliferasi limfosit. Proliferasi limfosit merupakan penanda adanya fase aktivasi dari respon imun tubuh. Penghitungan luas korteks antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (A dan B) menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) pada minggu ketiga. Menurut Schleicher dan Saleh (2000), kandungan asam lemak yang tinggi terutama asam linoleat dan asam linolenat dalam jintan hitam mampu meningkatkan sistem imun tubuh dengan cara meningkatkan proliferasi limfosit untuk menghasilkan antibodi. Pada minggu keempat terdapat penurunan untuk luas korteks pada kelompok K, A, dan kenaikan pada kelompok B namun tidak berbeda nyata. Pada minggu kelima dan keenam terjadi penurunan kembali pada semua kelompok dengan nilai kelompok A lebih tinggi dibandingkan dua kelompok lainnya. Hal tersebut dikarenakan kelompok A memiliki respon yang paling baik terhadap vaksinasi yang diberikan. Pemberian Nigella sativa menunjukkan bahwa kelompok A dan B lebih responsif terhadap vaksin yang diberikan. Terlihatnya peningkatan luasan korteks terlihat pada minggu ketiga dan keempat. Peningkatan jumlah timosit pada korteks kemungkinan terjadi karena adanya gertakan dari antigen asal vaksin. Antigen pertama kali masuk melewati epitel, masuk ke aliran limfatik, mengalir ke kelenjar getah bening regional dan bersirkulasi dalam peredaran darah (Cheville 2006). Apabila ada rangsangan antigen, sel timosit yang teraktivasi berpindah dari korteks ke jalur medula lalu keluar ke peredaran darah melalui saluran limfe eferen (Searcy 1995). Hal ini terlihat penurunan kembali setelah minggu ketiga dan keempat. Kepadatan sel dihitung sebagai parameter respon kekebalan tubuh dari organ limfoid timus. Kelompok yang diberi perlakuan jintan hitam menunjukkan respon yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Respon berbeda nyata pada minggu keempat sesuai dengan luas korteks timus setelah pemberian vaksin AI. Jintan hitam diketahui memiliki efek imunomodulator, dimana pemberian 15 jintan hitam dapat meningkatkan rasio CD4+ dan CD8+ serta meningkatkan jumlah sel natural killer (Omar et al. 1999; Salem 2005). Kelompok A dan kelompok B cenderung memiliki nilai kepadatan sel limfosit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K. Hal ini disebabkan aktivitas proliferasi limfosit yang didukung oleh pemberian jintan hitam. Menurut Gerige et al. (2009) ekstrak minyak jintan hitam yang diperoleh dari biji jintan hitam mengandung 36%-38% fixed oil, protein, tanin, alkaloid, saponin, dan 0,4%-2,5% minyak essensial yang bersifat volatile (mudah menguap). Komponen utama dari fixed oil ini yaitu asam lemak tak jenuh dan asam eicosadienoic. Minyak essensial yang telah dianalisis memiliki kandungan utama yaitu thymoquinone. Zat aktif thymoquinone (2-isopropyl-5-methylbenzo-1,4-quinone) mampu meningkatkan respon imun dalam organ limfoid dengan cara memacu fungsi berbagai komponen sistem imun nonspesifik (fagosit, sel NK) dan sistem imun spesifik (proliferasi sel T dan sel B yang memproduksi antibodi) (Anderson 1999). Minggu keempat kelompok yang diberi jintan hitam menunjukkan kepadatan sel tertinggi. Hal ini merupakan reaksi dari vaksin AI yang diberikan pada hari ke-28 dan organ timus memiliki respon positif terhadap pemberian jintan hitam. Menurut Al-Jawfi et al. (2008) jintan hitam meningkatkan kekebalan tubuh selain dengan meningkatkan limfoblas juga dengan cara meningkatkan fungsi dari T helper dan fungsi sel NK. Jintan hitam (Nigella sativa) juga dapat meningkatkan produksi interleukin 1, interleukin 2, serta meningkatkan jumlah leukosit. Pada minggu kelima dan minggu keenam cenderung terjadi penurunan kepadatan sel. Pada minggu keempat dan kelima terdapat perbedaan nyata (p<0.05) diantara ketiga kelompok (K, A dan B). Hal ini menunjukkan Nigella sativa berpengaruh pada kelompok A dan kelompok B. Jintan hitam dapat meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T supressor sebesar 72% yang berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel kekebalan tubuh (El-Dakhakhny et al. 2002). Perubahan histopatologi pada limpa Pulpa putih merupakan jaringan limfoid pekat yang dikelilingi periarterial sheat (PALS), berbentuk lingkaran atau lonjong dengan interval tertentu, disebut Lymphonodus Corpusculus Malphigi. Pada pulpa putih terdapat limfosit besar, sedang, dan kecil. Jumlah limfosit tinggi pada limpa berasal dari limfosit sirkulasi yang masuk ke limpa melalui sinus venosus untuk tinggal di daerah tertentu dalam pulpa putih (Hartono 1995). Menurut Jubb et al. (2006), pusat germinativum dari limpa memegang peranan penting dalam respon humoral, yaitu dengan produksi antibodi dan menentukan kelanjutan sel-B memori ke organ limfoid perifer. Hasil uji statistik data pengamatan dalam penelitian ini dan gambaran mikroskopi/ histopatalogi dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7 dan Tabel 5. 16 B A Gambar 6 C Histopatologi Limpa perbesaran 10x (A) kelompok kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B A B C Gambar 7 Kepadatan sel pada folikel limfoid (pulpa putih) perbesaran 100x (A) kelompok kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B Tabel 5 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas pulpa putih dan kepadatan sel pada organ limpa ayam broiler dalam luas lapang pandang 20 000µm2 Parameter Luas pulpa Kepadatan sel Minggu ke- Kelompok 2 3 K 1.725±1.07ª 2.896±0.09ª A 2.287±1.03ª 2.902±0.06ª B 2.284±1.02ª 2.837±0.02ª 4 1.107±0.00ª 2.354±1.08ª 1.673±1.00ª 5 2.839±0.12ª 2.851±0.060ª 2.271±1.01ª 6 1.701±1.04ª 2.226±0.97ª 2.138±1.23ª a 54.67±5.03a a 2 52.33±12.70 58.67±2.65 3 68.00±12.12a 74.33±9.61a 61.30±4.93a 4 56.67±1.53a 71.00±17.35a 52.67±2.52a 5 54.00±9.54b 74.00±7.81a 61.33±3.21ab 6 56.33±2.52a 64.00±5.57a 69.00±15.59a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok. 17 Tabel 3 menunjukkan bahwa luas pulpa putih limpa tidak ada perbedaan nyata (p>0.05) antara kelompok perlakuan (A dan B) dengan kelompok kontrol, tetapi kelompok perlakuan memiliki kecenderungan mempunyai luas pulpa putih lebih besar. Menurut El-Kadi dan Kandil (1987), jintan hitam merupakan salah satu herbal yang potensial sebagai imunomodulator. Beberapa senyawa yang terkandung pada jintan hitam dapat meningkatkan respon imun dalam organ limfoid. Peningkatan respon imun dalam organ limpa dapat dilihat dengan mengukur bagian folikel limfoid (pulpa putih) atau menghitung jumlah sel limfosit (Tan dan Vanitha 2004). Vaksin yang diberikan pada hari ke-19 (vaksin ND) dan hari ke-28 (vaksin AI) menyebabkan luas folikel limfoid limpa meningkat pada minggu ketiga dan kelima dibandingkan minggu sebelumnya. Menurut Tizard (2004), apabila ada antigen yang masuk, pusat germinativum akan mengalami hiperplasia yang akan menyebabkan diameter folikel meningkat. Sejalan dengan pertambahan luas pulpa putih, terjadi peningkatan kepadatan sel pada minggu ketiga dan kelima pada kelompok yang diberi perlakuan jintan hitam (A dan B). Kelompok kontrol menunjukkan nilai yang tidak dinamis atau relatif stabil dari minggu kedua sampai keenam meskipun respon yang diberikan tidak berbeda nyata. Penambahan jumlah kepadatan sel pada kelompok ayam yang diberi perlakuan jintan hitam adalah akibat efek senyawa jintan hitam yang bersifat sebagai imunomodulator. Menurut El-Kadi et al. (1989), jintan hitam merupakan salah satu herbal yang potensial sebagai imunomodulator. Beberapa senyawa pada jintan hitam dapat meningkatkan aktivitas respon imun pada organ limpa. Peningkatan kepadatan sel pulpa putih sejalan dengan dengan pertambahan luas pada pulpa putih. Menurut Schleicher dan Saleh (2000), kandungan asam lemak yang tinggi terutama asam linoleat dan asam linolenat dalam jintan hitam mampu meningkatkan sistem imun tubuh dengan cara meningkatkan proliferasi limfosit untuk menghasilkan antibodi. Perubahan histopatologi pada bursa Fabricius Bursa Fabricius merupakan organ limfoid primer pada unggas terutama ayam. Struktur dasar bursa Fabricius adalah folikel bursa, folikel disusun oleh folikel interaktif dari pertambahan sel epitel dan mesenkim. Beberapa folikel yang sudah matang tetap berada pada medula dan korteks. Korteks dan medula disusun oleh membran basal yang bersambungan dengan membran basal dari permukaan epithelium. Struktur utama bursa Fabricius adalah folikel bursa yang berkembang dari pertumbuhan interaktif sel epitel dan sel mesenkim. Makrofag ditemukan di dalam bursa Fabricius, meskipun jumlahnya sedikit dibandingkan limfosit B. Kenyataannya pada kondisi normal, keberadaan makrofag disamarkan oleh populasi limfosit (Riddel 1987). Hasil uji statistik data pengamatan dalam penelitian ini dan gambaran mikroskopi/ histopatalogi dapat dilihat pada Gambar 8, Gambar 9 dan Tabel 6. 18 A B C Gambar 8 Hitopatologi bursa Fabricius perbesaran 4x (A) kelompok kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B A C B Gambar 9 Kepadatan sel pada folikel limfoid bursa Fabricius perbesaran 100x (A) kelompok kontrol, (B) kelompok A, (C) kelompok B Tabel 6 Pengaruh pemberian jintan hitam terhadap luas folikel limfoid dan kepadatan sel pada organ bursa Fabricius ayam broiler dalam luas lapang pandang 20 000µm2 Parameter Luas folikel limfoid (µm) Kepadatan sel Minggu ke- Kelompok K b A B 272.69±64.96ª 267.86±25.61ª 2 112.6±104.25 3 149.08±133.61ª 257.39±132.6ª 151.39±8.22ª 4 92.5±158.94ª 265.8±25.94ª 99.3±170.82ª 5 89.2±153.38ª 197.2±174.19ª 98.1±168.75ª 6 157±140.9 6ª 302.7±151.79ª 176±12.98ª 2 64±10.54c 150±16.52a 97±16.82b 3 63±15.87c 156±22a 99.33±13.05b 4 67±18.36b 130.67±25.03a 85±7.21b b Luas folikel limfoid bursa Fabricius76±17 menunjukkan bahwa ada aperbedaan 5 139.33±9.07 75.67±21.13b 6 71.67±16.17b 126±22.61a 77±7.55b Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok. 19 Luas folikel limfoid bursa Fabricius menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata (p<0.05) pada minggu kedua. Minggu berikutnya terjadi peningkatan luas folikel limfoid pada kelompok yang diberi jintan hitam. Kandungan thymoquinone yang terdapat pada jintan hitam berfungsi sebagai anti depresan melalui mekanisme penghambatan dari pelepasan histamin yang nantinya akan mereduksi nilai cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) (Abdel-Sater 2009). Stres menginduksi kenaikan cAMP intraseluler yang menyebabkan adanya penekanan sistem imun, contohnya dengan menghambat proliferasi limfosit dan antibodi (Glaser et al. 1990) Pengamatan pada tabel hasil luas folikel limfoid bursa Fabricius menunjukkan kelompok A dan B yang diberikan Nigella sativa mempunyai luasan folikel lebih besar daripada kelompok kontrol. Nigella sativa tidak hanya memiliki efek imunostimulan pada sistem imun spesifik, tetapi juga terdapat pada beberapa reaksi sistem imun yang non spesifik seperti inflamasi dan proliferasi monosit (Rajput et al. 2007). Proliferasi limfosit merupakan penanda adanya fase aktivasi dari respon imun tubuh. Proliferasi limfosit ini berupa peningkatan produksi limfoblas yang kemudian menjadi limfosit. Secara mikroskopis dapat terlihat pembesaran organ-organ limfoid (Ganong 2003). Kepadatan sel dari folikel limfoid bursa Fabricius menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p<0.05) untuk semua kelompok setiap minggunya. Kelompok yang diberi jintan hitam memiliki kepadatan sel limfosit lebih tinggi. Kandungan thymoquinone pada jintan hitam menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, produksi interferon, melindungi kerusakan sel oleh infeksi virus, menghancurkan sel tumor, dan meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi sel-B (GaliMuhtasib et al. 2007). Menurut Randhawa (2008), di dunia kedokteran hewan, efek samping yang menguntungkan dari biji dan minyak Nigella sativa untuk penyakit infeksius, bahkan pernah dilaporkan bahwa penambahan biji Nigella sativa pada pakan kerbau dan domba akan meningkatkan berat badan dan reproduksi, serta penambahan Nigella sativa dalam pakan ayam broiler akan meningkatkan imunitas dan konversi pakan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian jintan hitam pada ayam broiler memiliki potensi sebagai imunomodulator. Hal ini dilihat dari gambaran histopatologi limpa, bursa Fabricius dan timus. Jintan hitam meningkatkan aktivitas organ limfoid yang tercermin pada pemberian vaksinasi. Perbedaan nyata terlihat pada kepadatan sel pada folikel limfoid masing-masing kelompok perlakuan. 20 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian Nigella sativa pada unggas yang dipelihara dalam waktu yang lama dan penambahan jumlah ulangan sampel penelitian untuk melihat pengaruh Nigella sativa secara maksimal. 2. Perlu dilakukan penelitian Nigella sativa dengan pemberian berbagai dosis. DAFTAR PUSTAKA Abdel-Sater KA. 2009. Gastroprotective effects of Nigella sativa oil on the formation of stress gastritis in hypothyroidal rats. J Physiol Pathophysiol Pharmacol. 1:143-149. Akter SH, Khan MZI, Jahan MR, Karim MR, Islam MR. 2006. Histomorphological study of the lymphoid tissues of broiler chicken. J Vet Med. 4:87-92. Al-Jawfi KAM, Magda MAH, Ahmed M. 2008. Effect of Nigella sativa oil on hamster lymphocytes secondary to MDBA-induced carcinogenesis. J Suez Canal Med. 11:75-80. Amrullah IK. 2004. Seri Beternak Mandiri: Nutrisi Ayam Broiler. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunungbudi. Hlm: 32. Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical Correlates. London (UK): mansoon Publishing. Hlm: 252. Anderson WL. 1999. Immunology. England (UK): Fence Creek Pub. Hlm: 7-22. Bacha LM, Bacha WJ. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. Ed ke-2. Philadelpia (USA): Lippincott Williams and Wilkins. Hlm: 84. Baisa YH. 2011. Gambaran kinerja ayam pedaging yang di vaksinasi dengan berbagai tingkat dosis vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2000. Budidaya Ayam Ras Pedaging. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan: Jakarta (ID). http://www.ristek.go.id. [5 Januari 2012]. 21 Camenisch G, Mauro T, Dmitri C, Ivica K, Vickram S, Jaime C, Patrick s, Roland HW, Max G. 1999. General applicability of chicken egg yolk antibodies: the performance of IgY immunoglobulins raised against the hypoxia-inducible factor 1α. J The Faseb. 13:81-88. Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. Philadelphia (US): Black Well Publishing Profesional. Hlm: 155-157. Dellman B. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I. Penerjemah Hartono R. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Hlm: 14-43. El-Dakhakhny M, Madi NJ, Lambert N, Ammon HP. 2002. Nigella sativa oil, nigellone and derived thymoquinone inhibit synthesis of 5-lipoxygenase products in polymorphonuclear leukocytes from rats. J Ethnopharmacol. 8:161-164. El-Kadi A, Kandil O. 1987. The black seed (Nigella sativa) and immunity: its effect on human cell subsets. Fed Proc.46:1222-1226. El-Kadi A, Kandil O, Tabuni AM. 1989. Nigella sativa and cell mediated immunity. Arch AIDS Res. 1:232-233. Eroschenko VP. 2008. DiFIORE’S Atlas of Histology with Functional Correlations. Ed ke-11. Philadelpia (US): Lippincott Williams and Wilkins. Hlm: 209. Fadilah R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Ed rev. Tangerang (ID): PT AgroMedia Pustaka. Hlm: 1-3. Fadilah R, Polana A. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Depok (ID): PT. AgroMedia Pustaka. Hlm: 25-27. Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi. Ed ke-12. Tambayong J, penerjemah. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: A Text Book of Histologi. Gali-Muhtasib A, El-Najjar N, Schneider-Stock R. 2007. The medicinal potential of black seed (Nigella sativa) and its components. Adv in Phytomed. 2:133153. Gerige SJ, Gerige MKY, Rao M, Ramanjaneyulu. 2009. GC-MS analysis of Nigella sativa seeds and antimicrobial activity of its volatile oil. Braz arch Biol Technol. 52:1189-1192. Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s. The Anatomy of Domestic Animals. Ed ke5. Philadelphia (US): Saunders Company. Hlm: 76. 22 Glaser R, Susan K, William PL, Robert HB. 1990. Physiological stress-induced modulation of interleukin 2 receptor gene expression and interleukin 2 production in perpheral blood leukocytes. Arch Gen Psychiatry. 47:707-712. Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID): EGC. Hlm: 512-599. Hartati Y. 2005. Respon kekebalan vaksin avian influenza inaktif pada ayam indukan pedaging strain Hubbard (studi kasus pada peternakan ayam indukan pedaging) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hartono R. 1995. Histologi Veteriner: Sitologi dan Jaringan Dasar. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Hlm 20-23. Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, DEPKES RI. Hlm: 243-245. Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N. 2006. Pathology of Domestic Animal. Ed ke5. Philadelphia (US): Elsevier Saunders. Hlm: 108. Khan, MZ, Hashimoto Y. 1996. An immunohistochemical analysis of T cell subsets in the chicken bursa of Fabricius during postnatal stages of development. J Vet Med Sci. 58:1231–1234. Kim IJ, You SK, Kim H, Yeh HY, Sharma JM. 2000. Characteristics of bursal T lymphocytes induced by infectious bursal disease virus. J Virol. 74(19):8884–8892. Lukert PD, Saif YM. 1997. IBD. MS Hofsttad, HJ Barnes, BW Calnek, WM Reid, HW Yoder, editor. Iowa (US): Iowa University Pr. Terjemahan dari: Disease of Poultry. Ed ke-9. Machdum N. 2009. Vaksinasi, Mencegah Penyakit yang Disebabkan oleh Virus. Invovet. Ed ke-174: 28-30. Muladno, Sofyan Sjaf, Ahmad YA,Iswandari. 2008. Struktur Usaha Broiler di Indonesia. Jakarta (ID): CV Mus. Hlm: 18-24. Omar A, Ghosheh S, Abdulghani A, Houdi A, Crookscor PA. 1999. High performance liquid chromatographic analysis of the pharmacologically active quinones and related compounds in the oil of the black seed (L. Nigella sativa). J Pharm Biomed Anal. 19:757– 62. Permana A. 2008. Beternak Ayam Broiler. Jakarta (ID): Multazam Mulia Utama. Hlm: 2. Pope CR. 1995. Avian Histopathology. Ed ke-2. The American Association of Avian Pathologiest. Hlm: 56-58. 23 Raharja K, Tan HT. 2007. Obat-obat Penting: Khasiat, Pengunaan, dan Efek Sampingnya. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Hlm: 237. Rajput ZI, HuS, XiaoC, ArijoAG. 2007. Adjuvant effect of saponin on animal immune responses. J Zhejiang University. 8:153-161. Randhawa MA. 2008. Black seed, Nigella sativa, deserves more attention. J Ayub Med Coll Abbottabad. 20(2). Rao DG. 2010. A Text Book on Systemic Pathology of Domestic Animals. Lucknow: ibdc publisher. Hlm: 205-211. Rasyaf M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hlm: 7-15. Riddel. 1987. Avian Histopathology. American Association of Avian Pathologis. Pennsylvania (US): University of Pennsylvania Rouhou SC. 2006. Nigella sativa L.: chemical composition and physicochemical characteristics of lipid fraction. J Food Chem. 101:637-681. Salem ML. 2005. Immunomodulatory and therapeutic effect of Nigella sativa L. seed. Int Immunopharmacol. 5:1749-177. Searcy GP. 1995. Hemopoietic System. Carlton WM, McGavin MD, editor. Terjemahan dari: Thomson's Special Veterinary Pathology. New York (US): Mosby Yearbook. Ed ke-2. Sediaoetama AD. 2000 . Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Hlm: 24. Schleicher P, Saleh M. 2000. Black Cumin: The Magical Egyptian Herb For Allergies, Asthma, And Immune Disorders. Vermont: Inner Traditions International. Hlm: 5-6. Stewart G. 2004. The immune System. Texas (TX): Chelsea House Pub. Hlm: 710. Tan BKH, Vanitha J. 2004. Imunomodulatory and Antimicrobial Effects of Some Traditional Chinese Medicinal Herbs: a review current medicinal chemistry 11: 1423-1430. Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology An Introduction. Ed ke-7. Philadelpia (US): Saunders. Hlm: 78-79 24 Ward JM, Mann PC, Morishima H, Frith CH. 1999. Thymus, Spleen and lymph Nodes. Maronpot RR, GA Boorman, BW Gaul, editor. Terjemahan dari: Pathology of Mouse Reference and Atlas. Viena: Cache River Pr. Hlm: 333357. Wiryawan W. 2009. Pengebalan Terhadap Gumboro. http://broilermitraperkasa.blogspot.com/2009/08/pengebalan-terhadapgumboro. html. [23 Februari 2012]. Withers DR, Davison F, Young JR. 2006. Diversified bursal medullary B cells survive and expand independently after depletion following neonatalinfectious bursal disease virus infection. J Immunol. 117:558-565. 25 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada 1 Mei 1990. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara dari pasangan M. Darajat Suradiraja dan Nia Nurlia. Penulis mengenyam pendidikan formal di SMA Negeri 3 Bandung (2008). Tahun 2008 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwa Liar (SATLI) dan unit kegiatan mahasiswa LAWALATA serta menjadi panitia Kurban 1433 H, asisten praktikum beberapa mata kuliah dan kepanitiaan pada kegiatan di lingkungan kampus.