pengaruh metode pemberian pakan terhadap

advertisement
PENGARUH METODE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KEPADATAN
ROTIFER
Oleh :
Heru Salamet, Hariyano dan Rusli Raiba
Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon
[email protected]
Abstrak
Beberapa hatchery dalam kultur rotifer pada tahap mempertahankan kepadatan, memberikan
pakan alami fitoplankton kedalam bak kultur secara langsung pada satu titik. Sedangkan pemberian
pakan tambahan seperti ragi dan lainnya menggunakan metode sebar langsung kepermukaan areal
kultur sehingga kadang tidak diketahui ketersediaan pakan dalam wadah kultur berapa lama. Untuk
lebih mendapatkan kepadatan optimal maka dan lamanya pakan akan habis dalam media kultul, pada
kegiatan ini ditekankan pada metode pemberian pakan secara tetes (metode tetes) yang telah diatur
waktunya. Sehingga dapat diketahui lamanya pakan yang diberikan dan diharapkan dapat
mengoptimalkan kepadatan rotifer.
Kegiatan ini dilaknsanakan pada bulan Januari-April 2014 pada arel budidaya rotifer Balai Perikanan
Budidaya Laut Ambon. Kultur murni rotifer diencerkan pada volume air wadah sesuai volume yang
diinginkan. Wadah yang digunakan berjumlah enam buah dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama
rotifer yang dikultur diberi pakan sesuai dengan dosis harian yang dilakukan pada kultur rotifer namun
pemberiannya sekaligus disebar kedalam wadah pemeliharaan. Wadah kedua diberikan pakan dengan
dosis yang sama namun pemberiannya ditetes pada beberapa titik pemberian dalam selang waktu
tertentu.
Hasil kegiatan selama tiga bulan masa pemeliharaan diperoleh bahwa metode tetes pada saat
pemberian pakan memberikan kepadatan terbaik (66 ind/ml) bila dibandingkan dengan metode sebar
(20 ind/ml).
Kata Kunci : Metode Pemberian, rotifer, pakan
EFFECT OF METHOD OF GIVING FEED TO THE DENSITY ROTIFER
by:
Heru Salamet, Hariyano and Rusli Raiba
Ambon Mariculture Development Center, Email :bbl [email protected]
abstract
Some hatcheries in rotifer culture at the stage of maintaining density, providing natural food
phytoplankton culture directly into the tub at one point. While feeding the yeast and other extras such
as using direct spread to the surface area of the culture that sometimes unknown availability of food in
the container culture how long. To further obtain the optimum density and length of the feed will be
exhausted in kultul media, these activities focused on methods of feeding in drops (drip method) which
has been timed. So it can be given feed length and is expected to optimize the density of rotifers.
This activity dilaknsanakan January-April 2014 the cultivation of rotifer arel Mariculture Center
Ambon. Pure culture of rotifer diluted in water volume container according desired volume. The
containers used were six with two treatments. The first treatment of cultured rotifers were fed
according to the daily dose is done on rotifer culture but the gift once deployed into the container
maintenance. The second container is given feed with the same dose, but at some point ditetes gift
giving in a certain time interval.
The results of the activities during the three-month maintenance period shows that the method
drops at the time of feeding provides the best density (66 ind / ml) when compared with the scatter
method (20 ind / ml).
Keywords: Methods of Giving, rotifers, feed
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Zooplankton adalah hewan perairan mikroskopik atau sebagian darinya hewan pemangsa ukuran relatif
besar didalam suatu lingkungan ekosistim perairan yang memakan fitoplankton dan bentuk kedua dari link
jaring makanan. Hewan zooplankton ini mempunyai sifat berenang pasif, terapung atau menentang aliran air
dan sebagian kecil yang mempunyai kemampuan untuk berenang. Didalam sistim perairan, zooplankton
berenang atau melakukan pergerakan ke arah konsentrasi populasi fitoplankton untuk melakukan
pemangsaan sebagai sumber makanannya. Manfaat daripada pakan alami zooplankton adalah sebagai pakan
hidup primer bagi kultivan budidaya ikan. Pada beberapa tahun akhir-akhir ini, rotifer dan naupli artemia telah
dimanfaatkan sebagai pakan awal untuk larva ikan dan crustacea. Pada usaha budidaya komersial untuk
pembenihan udang dan ikan sering menggunakan zooplankton seperti copepoda, protozoa dan larva dari
oyster dan clam tetapi untuk jenis-jenis rotifer daphnia dan artemia mempunyai efektifitas yang lebih baik.
Sebagai contoh, rotifer mempunyai kemampuan pertumbuhan yang lebih baik dan berguna untuk bididaya
perikanan karena mempunyai kecepatan reproduksi ukuran kecil, kecepatan berenang lambat, kualitas nutrisi
tinggi dan mudah di kutur. Sebagai contoh dari sejumlah ribuan rotifer dengan pemberian pakan yang baik
dapat menghsilkan lebih dari jutaaan rotifer dalam waktu 5 – 7 hari pada kondisi temperatur air 250C.
Zooplankton juga merupakan kontrol sumber pakan hidup di dalam hatchery (pembenihan). Secara
komposisi biokomia dari rotifer dan artemia terjadi suatu hubungan yang tertutup terhadap material yang
dimakanannya. Rotifer dan artemia memakan makanan yang spesifik untuk menghasilkan asam lemak, asam
amino, vitamin dan bahkan antibiotik yang dapat ditransfer ke larva ikan dan invertebrata. Sebagai contoh
kejadian yang telah dicatat di dalam hatchery ikan “clownfish”, dimana didalam bak-bak larva terjadi
pengurangan vitamin B12 dalam media yang akhirnya untuk beberapa minggu kematian larva ikan tersebut
cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh pakan hidup yang diberikan ke ikan itu berupa rotifer yang kekurangan
vitamin B12. Kekurangan vitamin B12 pada rotifer ini sebagai akibat dari pakan fitoplankton (Pyramimonas sp.)
yang dapat dikultur dan tumbuh baik dengan tanpa trace nutrien vitamin B12. Sebagai akibatnya larva ikan
juga mengalami defisiensi vitamin B12 dalam tubuhnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat
kelulus hidupan larva.
Selain trace nutrien vitamin, juga kandungan lemak esensial (HUFA) dalam pakan larva baik dari jenis
fitoplankton maupun zooplankton perlu diperhatikan, karena akan mempengaruhi tingkat kelulushidupan dan
daya imun larva ikan.
Pada saat pertama kali larva makan perlu diperhatikan jenis dan ukuran partikel pakan yang dapat
dicerna. Tersedianya pakan yang sesuai dengan ukuran bukaan mulut merupakan salah satu aspek penting
untuk larva yang baru menetas dengan sedikit atau tidak adanya cadangan kuning telur. Pakan yang tersedia
untuk larva harus memenuhi tiga criteria, yaitu ukuran yang sesuai sehingga memudahkan untuk menangkap
dan mengkonsumsi, harus selalu tersedia dalam jumlah yang mencukupi, dan mengandung nutrient pakan
yang essensial.
Peranan penting pakan alami bagi pertumbuhan larva pada awal pemeliharaannya juga disebabkan
ukuran pakan alami yang relatif kecil, sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva. Bukaan mulut larva ikanikan laut berbeda satu sama lainnya. Hal ini menyebabkan perlunya pemilihan jenis pakan alami yang tepat
sebagai pakan larva. Salah satu pakan alami yang dapat digunakan sebagai pakan awal larva adalah Rotifera
(Brachionus plicatilis).
Rotifer merupakan pakan alami yang cocok diberikan pada pemeliharaan larva, karena selain memiliki
ukuran tubuh yang kecil juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik. Namun dari beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kandungan asam lemak n-3 HUFA, terutama asam-asam lemak (EPA, eicosapentaenoic
acid) dan DHA (dcosahexaenoic acid) dari rotifer sangat rendah. Padahal EPA dan DHA merupakan asam lemak
tidak jenuh berantai panjang yang berperan penting dalam menunjang tingkat kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva. Hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa rotifer tampaknya juga mempunyai
kemampuan terbatas untuk memperpanjang EPA. Oleh karena itu untuk mengatasi masa kritis yang terjadi
pada fase pemeliharaan larva diperlukan perbaikan nutrient pada rotifer dengan cara meningkatkan
kandungan asam lemak essentialnya melalui pengkayaan dengan EPA dan DHA sehingga mampu
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup (sintasan).
Disamping pemberian nutrisi, metode pemberian pakan yang baik juga dapat mempengaruhi kepadatan
dari rotifer yang dipelihara. Selama ini dalam budidaya rotifer media kultur disiapkan diawal sebelum rotifer
ditebar, selanjutnya penambahan pupuk dilakukan bila kultur ini berlanjut. Cara ini merupakan salah satu cara
yang diyakini dapat mempertahankan kepadatan rotifer, namun disisi lain terbuka ruang untuk menghambat
pertumbuhan dan kepadatan rotifer. Ketersediaan pakan yang berlebihan dapat menumbuhkan organisme
lain hidup bersama rotifer sehingga dikhawatirkan pada saat pemberian pakan pada larva organism ini ikut
terbawa.
Beberapa hatchery dalam kultur rotifer pada tahap mempertahankan kepadatan, memberikan pakan
alami fitoplankton kedalam bak kultur secara langsung pada satu titik. Sedangkan pemberian pakan tambahan
seperti ragi dan lainnya menggunakan metode sebar langsung kepermukaan areal kultur sehingga kadang
tidak diketahui ketersediaan pakan dalam wadah kultur berapa lama. Untuk lebih mendapatkan kepadatan
optimal maka dan lamanya pakan akan habis dalam media kultul, pada kegiatan ini ditekankan pada metode
pemberian pakan secara tetes (metode tetes) yang telah diatur waktunya. Sehingga dapat diketahui lamanya
pakan yang diberikan dan diharapkan dapat mengoptimalkan kepadatan rotifer.
1.2.
Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan kegiatan ini adalah penerapan metode tetes pada budidaya rotifer untuk melihat tingkat
kepadatan rotifer yang dihasilkan. Dan sasarannya ditemukan paket teknologi yang lebih aplikatif.
II.
2.1.
MATERIAL DAN METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan ini dilaknsanakan pada bulan Januari-April 2014 pada arel budidaya rotifer Balai Perikananan
Budidaya Laut Ambon.
2.2.
Alat dan Bahan
a. Alat
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain:
No
1.
2.
Alat
Wadah Kultur
Peralatan aerasi
3.
4.
5.
6.
Alat ukur
Peralatan Kerja
Selang sipon
Botol infuse
Spesifikasi
Kapasitas 100-150 lietr
Selang, batu aerasi dank
ran aerasi
Micrometer
Ember, gayung dan baskom
Kancas
500 – 1000 ml
7.
8.
Pipet tetes/volumetric
Kaca Pembesar
10 ml
-
Kegunaan
Wadah pemeliharaan rotifer
Suplai udara
Menghitung kepadatan
Sarana pendukung
Mengeluarkan kotoran
Untuk pengaturan penetesan
pakan
Menghitung kepadatan
Perbesar sampel
b. Bahan
bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Bahan yang digunakan
No
Bahan
Spesifikasi
Kegunaan
1.
Enrichment
Pufa, scootemulsion, GUDA
Nutrisi pakan
2
Zooplankton
Rotifer
Pakan larva ikan
3
Fitoplankton/Ragi
Ragi
Pakan Rotifer
2.3.
Metode
Kultur murni rotifer diencerkan pada volume air wadah sesuai volume yang diinginkan. Wadah yang
digunakan berjumlah enam buah dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama rotifer yang dikultur diberi pakan
sesuai dengan dosis harian yang dilakukan pada kultur rotifer namun pemberiannya sekaligus disebar kedalam
wadah pemeliharaan. Wadah kedua diberikan pakan dengan dosis yang sama namun pemberiannya ditetes
pada beberapa titik pemberian dalam selang waktu tertentu. Pakan yang diberikan adalah ragi yang telah
diberikan pengkayaan dengan scootemultion atau pengkaya lainnya terlebih dahulu sebelum diberikan.
2.4.
Metode Pengumpulan Data
Data kepadatan rotifer tiap perlakuan diambil dengan pipet tetes, kemudian ditaruh dimikrometer atau
menggunakan pipet volumemetrik dibantu dengan kaca pembesar untuk dihitung kepadatannya. Kepadatan
total kemudian dikali dengan total volume wadah kultur. Data diambil tiap hari secara acak pada beberapa titik
2.5.
Analisa Pengumpulan Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Jumlah rotifer = Jumlah rotifer terambil
Volume air sampling
x Volume air total
Untuk mendapat data yang lebih lengkap dapat juga dilihat ukuran rotifer yang dihasilkan. Data
selanjutnya dianalisa menggunakan
ONE WAY ANOVA untuk melihat pengaruh kedua perlakuan
menggunakan program EXCEL.
III.
3.1.
HASIL
Pola Pertumbuhan Kepadatan Rotifer
Pola pertumbuhan kepadatan rotifer terhadap metode sebar dan tetes dapat dilihat pada Gambar 1
dibawah ini. Pada gambar terlihat bahwa rotifer yang dikultur dengan metode pemberian pakan yang disebar
dan tetes menunjukkan pola yang berbebeda. Pada metode sebar terlihat bahwa grafik kepadat mulai naik
pada hari ke 3 kultur dan mengalami dua kali puncak pertumbuhan yaitu pada hari ke-7 dan 12 dengan
kepadatan 20 ind/ml. sedangkan metode tetes juga menunjukkan hasil yang berbeda dimana pada hari kedua
kultur sudah mulai bertambah kepadatan dengan puncak kepadatan pertama pada hari ke-5 dengan
kepadatan 28 ind/ml, kemudian turun kembali pada ke-7 (10 ind/ml) kemudian mencapai puncak kepadatan
pada hari ke-12 dengan kepadatan mencapai 66 ind/ml. Kedua metode juga menunjukkan penurunan
kepadatan dihari sama yaitu hari ke-16.
70
60
50
Kepadatan
(ind/ml)
40
Metode Sebar
30
Metode Tetes
20
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hari Ke-
Gambar 1. Pola Pertumbuhan dan Kepadatan Rotifer
3.2.
Analisa Sidik Ragam One Way Anova
Berdasarkan analisa one way ANOVA yang dilakukan terlihat bahwa metode pemberian pakan dengan
system ditetes memberikan pertambahan kepadatan yang signifikan (FHit = 11,54 > dari FTabel = 4,15).
IV.
4.1.
PEMBAHASAN
Pola Pertumbuhan dan Kepadatan Rotifer
Sama seperti halnya organism lain, rotifer juga mengalami pertumbuhan, walaupun pertumbuhan
maksimal hanya beberapa hari. Berdasarkan Gambar 1 diatas pola pertumbuhan dan kepadatan rotifer yang
dikultur berkisar antara 16-17 hari. Dimana terdapat dua titik penurunan kepadatan yaitu hari ke-7 dan hari ke
16. Penurunan pada hari ke-7 mungkin disebabkan pada awal kultur rotifer jantan yang lebih banyak dan
setelah hari tersebut beralih ke rotifer betina. Redjeki (1999) menyatakan bahwa Lama hidup Brachionus
plicatilis betina berkisar antara 12-19 hari dan umur Brachionus plicatilis jantan berkisar antara 3-6 hari. Antara
bentuk jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang mencolok yaitu, Brachionus jantan memiliki bentuk
tubuh yang jauh lebih kecil daripada yang betina dan juga mengalami degenerasi dan yang jantan biasanya
muncul pada musim-musim tertentu saja baik secara parthenogenesis.
Kepadatan optimum yang diperoleh dalam kegiatan ini 66 ind/ml, karena pakan yang digunakan untuk
rotifer adalah ragi sehingga kepadatan optimum otifer belum tercapai. Menurut Redjeki (1999), Rotifer yang
dibudidayakan dengan pakan ragi roti saja mempunyai nilai gizi yang relatif lebih rendah bila dibandingkan
dengan yang diberi pakan Chlorella sp . dan Rachmasari (1989) menyatakan bahwa untuk mendapatkan rotifer
yang lebih baik disarankan agar dalam memberikan pakan Chlorella sebaiknya dengan kepadatan 2,13- 3,5 x I
juta sel/ml. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa kepadatan Tetraselmis dan Chlorella sebesar 5 juta
sel/ml dan ragi roti sebanyak 1-2 g/berat badan/1 juta rotifer akan diperoieh rotifer sebanyak 500-700 ekor/ml
selama 3 minggu dengan inokulasi awal 10 ekor/ml.
Berkaitan dengan penerapan metode yang digunakan pada kegiatan ini terlihat bahwa rotifer yang
dikultur dengan metode pemberian pakan metode tetes lebih baik dari metode sebar yang selama ini
digunakan. Baiknya metode tetes terhadap kepadatan ini mungkin disebabkan oleh perolehan pakan yang
lebih baik dengan metode sebar yang langsung kepermukaan. Metode tetes dirancang sedemikan rupa
sehingga pakan yang diberikan itu teratur dalam jumlah dan waktu tertentu sehingga peluang mendapat
makanan bagi rotifer lebih baik bila dibandingkan dengan metode sebar yang langsung dan sekali untuk satuan
waktu tertentu. Rahmasari (1989) menyatakan bahwa Jumlah dan kualitas makanan rotifer sangat
mempengaruhi populasi rotifer. Selanjutnya (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995) mengatakan bahwa pakan
diambil secara terus menerus sambil berenang. Makanan utama dari rotifera adalah phytoplankton dan
plankton lainnya, detritus dan bahan-bahan organik terutama yang mengendap di dasar perairan. Brachionus
plicatilis juga pemakan segala dan partikel-partikel yang berukuran sesuai dengan besar alat penghisapnya.
4.2.
Analisa Sidik Ragam One Way Anova
Untuk menganalisa data yang ada lebih lanjut maka dilakukan analisa ANOVA Berdasarkan analisa one
way ANOVA yang dilakukan terlihat bahwa metode pemberian pakan dengan system ditetes memberikan
pengaruh signifikan terhadap pertambahan kepadatan (FHit = 11,54 > dari FTabel = 4,15). Hasil uji BNT yang
menunjukkan bahwa metode tetes memberikan pertambahan kepadatan yang optimal.
V.
5.1.
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah:
Metode tetes pada saat pemberian pakan memberikan kepadatan terbaik (66 ind/ml) bila dibandingkan
dengan metode sebar (20 ind/ml).
5.2.
Saran
Disarankan dalam kultur rotifer menggunakn metode tetes pada saat pemberian pakan dan dalam
wadah yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Isnansetyo, A. Dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan Alami Untuk
Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Rachmasari, 1989. Studi pertumbuhan rotifer (Brachionus plicatilis) dengan pakan Chlorella sp. Tetraselmis dan
ragi roti. Fak. Perikanan, Institut Pertanian Bogor : 72 pp.
Redjeki Sri. 1999. Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis). Oseana, Volume XXIV, Nomor 2,1999 : 27-43.
Download