problematik lingkungan pesisir

advertisement
PROBLEMATIK LINGKUNGAN PESISIR-LAUTAN DI
JAWA TIMUR
(smno.psdl.ppsub)
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Jawa Timur merupakan propinsi yang memiliki kawasan laut hampir empat kali luas
daratannya dengan garis pantai kurang lebih 2.916 km. Propinsi Iawa Timur memiliki kawasan
pesisir dan lautan yang luas beserta kandungan kekayaan sumberdaya hayati laut yang
melimpah, seperti ikan, rumput laut, hutan mangrove, terumbu karang, dan biota lainnya.
Sumberdaya hayati laut ini merupakan sumber pangan masa depan yang wajib dikembangkan
dan dilestarikan agar dapat tetap menjadi penunjang utama bagi kesejahteraan masyarakat.
Usaha peningkatan pendayagunaan sumberdaya hayati laut berperan ganda. Selain
meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat nelayan, penyediaan pangan khusus
protein hewani, dan juga dapat meningkatkan pendapatan negara. Berbagai permasalahan dapat
muncul oleh pemanfaatan pesisir dan lautan yang mengabaikan prinsip-prinsip linkungan. Laut
sering diperlakukan sebagai penampung sampah, limbah industri dan limpasan bahan kimia
pertanian. Ekaploitasi wilayah pesisir dan laut kian meluas, sehingga mempunyai dampak
negatif terhadap sumberdaya hayati laut.
Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai
sifat yang kompleks, dinamis, dan unik karena pengaruh dari dua ekosistem, yaitu ekosistem
lautan dan daratan. Di lain pihak wilayah pesisir merupakan wilayah tempat berbagai kegiatan
sosial dan ekonomi, antara lain, pemukiman, industri, perhubungan, dan areal produksi pertambakan. Sebagai suatu kawasan yang penting, keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya
pesisir hanya dimungkinkan dapat dicapai jika pengelolaan pesisir didasarkan pendekatan
pengelolaan lingkungan secara ramah dan terpadu.
Pendekatan tersebut memerlukan pemahaman terhadap karakteristik dari struktur,
fungsi, dan dinamika lingkungan wilayah pesisir. Pendekatan harus diarahkan pada pencapaian
keseimbangan antara potensi dan daya dukung sumberdaya alam, dipadukan dengan kebutuhan
sosial dan mengakomodasikan kegiatan kehidupan yang ada.
Pada hakekatnya pembangunan perikanan merupakan kegiatan untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani dan nelayan melalui pengelolaan sumberdaya alam
dengan faktor produksi berupa tenaga kerja manusia, teknologi dan modal. Oleh karena itu
pembangunan perikanan diarahkan untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna yang optimal
secara berkelanjutan yang berarti mengandung muatan teknologi, ekonomis, ekologis dan
sosiokultural. Aspek teknologi menunjang adanya efisiensi dan produktifitas, aspek eknomis
menghendaki adanya niali tambah yang selalu meningkat. Sementara itu aspek ekologis
mensyaratkan pembangunan sekaligus memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Sedangkan aspek sosiokultural menunjang pemerataan yang menekankan pada pengembangan
sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaannya yang mengakomodasikan sepenuhnya
kebutuhan dan keterlibatan masyarakat nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Nelayan Jawa Timur berdasarkan pada jangkauan daerah penangkapannya dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) nelayan yang bekerja di pantai; 2) lepas pantai, dan
3) laut lepas (samudera). Daerah-daerah penangkapan ini pada kenyataannnya tidak dapat
dipisahkan secara tegas. Pengelompokan ini berkaitan erat dengan kedalaman perairan, yang
kemudian mempengaruhi jenis ikan yang diburu pada masing-masing unit kerja, alat tangkap
yang dipakai, armada penangkapan dan modal kerja yang diperlukan. Disampin itu daerahdaerah penangkapan ini, sampai saat ini masih didominasi oleh usaha nelayan skala kecil.
1.2
Permasalahan
Kawasaan Selatan Jawa Timur yang meliputi Kabupaten Pacitan, Ponorogo,
Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Lumajang, Jember dan Banyuwangi relatif tertinggal tingkat
kesejahteraannya dibandingkan dengan kawasan lain di Jawa Timur. Ketertinggalan kawasan
selatan tersebut diesebabkan antara lain oleh kondisi geografis, masih belum optimalnya
pemanfaatan sumberdaya alam terutama sumberdaya kelautan.
Kebijakan Gubernur Jawa Timur yang menitikberatkan dan melakukan percepatan
pembangunna di kawasan selatan adalah tepat dan strategis, kerena itu sudah selayaknya
mendapatkan sambutan dan dukungan penuh dari segenap lapisan masyarakat.
Proses percepatan pembangunan di kawasan selatan tersebut dapat dilakukan apabila
mendapatkan daya dukung dari pemerintah dan masyarakat, serta dengan memanfaatkan
semaksimal mungkin seluruh sumberdaya yang ada dengan meningkatkan sarana dan prasarana
serta menggali dan mengelola secara optimal dan bersekenanbungan
Salah satu sumberdaya yang sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan adalah
sumberdaya kelautan, dimana samapai saat ini dirasa belum maksimal dalam pemanfaatannya.
Dalam rangka memanfaatkan sumberdaya kelautan kawasan ini pertama-tama diperlukan
informasi yang cukup memadai tentang kandungan potensi pesisir dan laut dalam usaha
membuat perencanaa dan pengembangannya.
Wilayah pesisir dan lautan merupakan sumberdaya milik bersama (common property
resources), sehingga berlaku rejim open acces management artinya, siapa saja boleh
memanfaatkan wilayah ini untuk berbagai kepentingan. Setiap pengguna ingin memanfaatkan
secara maksimal dan sukar dilakukan pengendalian. Sifat dari kepemilikan bersama ini juga
menyebabkan pengguna (users) menjadi kurang peduli terhadap status sumberdaya, dan
cendrung menggunakan cara-cara yang disktruktif demi keuntungan jangka pendek. Sehingga
sering kali terjadi kehancuran ekosistem sebagai akibat dari tragedi bersama (tragedy of the
mommon).
Dengan karakteristik wilayah pesisir dan lautan seperti di atas, maka jelas bahwa
pemanfaatan wilayah pesisir dan laut secara optimal berkesinambungan hanya dapat terwujud
jika pengelolaannya dilakukan secara teradu, menerapkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan (sustainabble development principles) dan pendekatan pembangunan secara
berhati-hati (precauntionary approarch). Secara spesifik permasalahan wilayah pesisir dan
lautan adalah sebagai berikut:
(1)
Kerusakan fisik ekosistem wilayah pesisir dan laut umumnya terjadi pada ekosistem
mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Hilangnya mangrove dan rusaknya
sebagian terumbu karang telah mengakibatkan terjadinya erosi pantai. Erosi ini
diperburuk lagi oleh perencanaan dan pengembangan wilayah yang tidak tepat;
(2)
Over-eksploitasi sumberdaya hayati laut. Banyaknya sumberdaya alam wilayah
opesisir dan lautan telah mengalami over-eksploitasi. Beberapa stok sumberdaya ikan
telah mengalami kondisi tangkap lebih (over fishing). Kondisi over fishing ini bukan
hanya disebabkan oleh tingkat penangkapan yang melampaui potensi sumberdaya
perikanan, tetapi juga disebabkan karena kualitas lingkungan laut sebagai habitat ikan
mengalami penurunan atau kerusakan oleh pencemaran dan degradasi fisik hutan
mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan,
asuhan, dan mencari makan (nursery ground) sebagian besar biota laut;
(3)
Pencemaran. Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan laut pada saat ini
telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama pencemaran
pesisir dan laut biasanya berasal dari kegiatan di darat (land based pollotion sources),
yaitu: kegiatan industri, kegiatan rumah tangga dan kegiatan pertanian. Bahan utama
yang terkandung dalam buangan limbah tdari ketiga sumber tersebut berupa sedimen,
unsur hara, pestisida, organisme patogen, dan sampah;
(4)
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM). Sejumlah faktor yang menjadi
pembatas dari aspek sumberdaya manusia adalah kurangnya pendekatan terpadu dan
interdisipliner dalam pendidikan dan latihan. Tidak adanya program yang khusus
tentang pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Pengembangan tenaga ahli dan tenaga
teknis, pengembangan masyarakat pesisir sebagi subyek dan obyek dari pembangunan
sangat lemah. Sementara itu banyak maslaha yang khas dalam pembangunan wilayah
pesisir dan laut yang belam dapat dipecahkan karena keterbatasan sumberdaya masian.
Hal ini disebabkan secara tradisional pendidikan, pelatihan dan kursus-kursus diarahkan
untuk pembangunan yang berbasis di darat;
(5)
Kemiskinan masyarakat pesisir. Hingga saat ini sebagian besar masyarakat pesisir
masih diliit kemiskinan. Berbagai fomena keruskan lingkungan pesisir dan laut bukan
hanya disebabkan oleh industrialisasi, tetapi juga seringkali diakibatkan oleh penduduk
miskin yang karena terpaksa (ketiadaan alternatif mata pencaharian) haurs
mengeksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang secara ekologis rentan (seperti
terumbu karang, daerah asuhan dan pemijahan ikan) atau dengan cara-cara yang tidak
ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan racun untuk menangkap ikan;
(6)
Kurangnya koordinasi dan kerjasama antar pelaku pembanugan (stake holder)
kawasan pesisir. Kurangnya koordinasi dan kerjasama antar pelaku pembangunan dan
sekaligus pengelola di kawasan pesisir, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat.
Kurangnya koordinasi antar pelaku pengelola terlihat dalam berbagai kegiatan
pembangunan pembangunan di kawasan pesisir masih dilakukan secara sektoral oleh
masing-masing pihak;
(7) Koflik penggunaan ruang. Konflik penggunaan ruang di kawasan pesisir dan laut
sering terjadi karena belum adanya tata ruang untuk kawasan ini yang dapat dijadikan
acuan oleh segenap sektor yang berkepentingan. Beberapa kegiatan yang berpotensi
menimbulkan koflik penggunaan ruang di kawasan pesisir dan laut adalah pertanian dan
kegiatan di daerah hulu lainnya, aquakultur, perikanan laut, pemukiman, pertambangan
dan energi, perhubungan dan pariwisata. Penyebab utama dari konflik tersebut, adalah
karean tidak adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang dan alokasi sumberdaya
yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan;
(8)
Lemahnya penegakan hukum. Hukum pengelolaan wilayah pesisir dan laut meliputi
semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan secara resmi oleh lembagalembaga pemerintah untuk mengatur hubungan manusia dengan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan. Dengan adanya undang-undang pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan seharusnya maslaha perbaikan lingkungan pesisir menjadi fokus
utama dalam pengelolaan suatu kawasan atau wilayah pesisir. Tetapi pada kenyataannya
kerusakan wilayah pesisir dan degradasi habitat selalu terjadi dan terus berlangsung.
Hal ini karena lemahnya penegakan hukum (law enforcement);
Dalam usaha tersebut perlu adanya pengumpulan data potensi pesisir dan laut utamanya daerah
selatan Kabupaten Tulungagung, Trenggalek dan Pacitan.
PENDEKATAN KONSEPTUAL
3.1.
Analisis Potensi dan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan
3.1.1. Pendahuluan
Aktivitas pembangunan tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan sumberdaya alam
dan jasa-jasa lingkungan hidup. Kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk
menunjang kebutuhan pembangunan bersifat tidak tak-terbatas. Hal ini mengandung makna
bahwa sejalan dengan peningkatan kebutuhan pembangunan, mau tidak mau tingkat
kelangkaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan hidup akan semakin nyata. Dalam
hubungan ini, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam bernegara telah menggariskan
bahwa pemanfaatan sumberdaya alam adalah untuk sebesar-besar kemakmuran seluruh
masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan, penggunaan sumberdaya alam dan jasa
lingkungan hidup harus sebijaksana mungkin sehingga tidak mengakibatkan kerusakan
lingkungan yang dapat mengancam kelestariannya.
Penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam proses pembangunan
harus memperhatikan konservasi dan upaya rehabilitasi untuk melestarikannya, keseimbagan
alam harus dijaga, dan timbulnya dampak negatif harus dikendalikan seminimum mungkin.
Dalam hubungan ini maka penting diketahui secara tepat potensi dan kondisi sumber-daya
alam dan lingkungan hidup yang ada sekarang serta kecenderungan-kecenderungan di masa
mendatang. Selain itu juga perlu diperhitungkan kerusakan dan degradasi lingkungan hidup
akibat eksploitasi sumberdaya alam. Untuk itu perlu diketahui berbagai metode untuk menilai
potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup sebagai dasar bagi penyusunan kebijakan
pengelolaannya.
Kegiatan pembangunan memerlukan modal dasar sumber daya alam untuk mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Hal ini berkonsekuensi pada tingkat
pemanfaatan sumberdaya alam yang cukup tinggi, yang dapat mengarah kepada eksplotasi
sumberdaya alam dan pada akhirnya dapat mengurangi ketersediaan sumber daya alam.
Sehubungan dengan hal ini maka optimasi penggunaan sumberdaya alam harus dapat dicapai
dengan keterpaduan pertimbangan aspek-aspek ekonomi dan keles-tarian sumberdaya alam
dan lingkungan hidup.
3.1.2. Karakteristik dan Batasan
Sumberdaya alam kelautan dapat meliputi semua benda hidup dan mati yang ada di
laut. Namun demikian penggunaan istilah "sumberdaya alam" secara tradisional menunjuk
kepada sumberdaya dan sistem-sistem yang terdapat secara alamiah dan berguna bagi manusia
atau dapat dimanfaatkan oleh manusia pada tingkat teknologi, ekonomi dan sosial-budaya yang
ada. Akan tetapi pada jaman sekarang pengertian tersebut harus diperluas untuk dapat
mencakup sistem-sistem lingkungan dan sistem-sistem ekologi (ekosistem).
Penggunaan sumberdaya alam mencakup konsumsi langsung seperti ikan hasil
tangkapan, hasil tambak air-payau, wisata-bahari, garam, dan kayu bakau. Dalam beberapa
kasus ternyata sumberdaya alam dapat bersifat multi-guna.
Beberapa cadangan sumberdaya alam bersifat dapat diperbarui (renewable) oleh
proses alamiah atau dibantu manusia, sedangkan sumberdaya alam lainnya tidak dapat
diperbarui (non-renewable). Radiasi surya, angin, enerji pasang-surut, budidaya perikanan,
dan air permukaan dianggap sebagai sumberdaya alam yang dapat diperbarui; sedangkan bijih
mineral dan bahan bakar fosil dianggap tidak dapat diperbarui. Sifat dapat-pulih ini seringkali
sangat tergantung pada metode pengelolaan non-destruktif yang diterapkan, karena beberapa
macam perubahan sumberdaya alam sifatnya tidak dapat balik (irreversible).
3.1.3. Isu-isu pokok tentang sumberdaya alam kelautan
(1).
(2).
(3).
"Lokasi cadangan/potensi sumberdaya yang tersebar". Potensi ikan/hasil tangkapan
dianggap sangat banyak dan setiap tahun senantiasa diketemukan potensi baru, tetapi
lokasi cadangan tersebut tersebar luas dan tidak sama dengan lokasi pusat
konsumsinya. Hal ini akan mendatangkan berbagai implikasi, terutama dalam konteks
hubungan antara produsen dan konsumen.
"Pergeseran historis dari ketergantungan pada sumberdaya alam dapat pulih ke arah
ketergantungan pada sumberdaya yang tidak dapat pulih". Sebagai teladan adalah
pergeseran konsumsi bahan bakar, mulai dari kayu bakar beralih ke batu-bara, minyak
dan gas bumi, dan kemudian mengarah kepada enerji nuklir. Dalam bidang perikanan
telah terjadi pergeseran dari penggunaan bahan pakan alami ke arah enerji mekanik
dan pakan sintetik .
Evaluasi kontemporer tentang "kebijakan masa lalu tentang penggunaan sumberdaya
alam". Berbagai kejadian membuktikan adanya eksploitasi sumberdaya alam kelautan
(4).
(5).
(6).
secara tidak bijaksana yang mengakibatkan degradasi. Kebijakan-kebijakan yang
keliru ini telah menimbulkan berbagai bencana dan eksternalitas lingkungan.
"Peranan dan pentingnya sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan hidup
kelautan" sebagai faktor penentu pertumbuhan ekonomi .
Kebanyakan analisis
mengenai sebab-sebab pertumbuhan ekonomi telah menempatkan perhatiannya pada
perkembangan teknologi dan perbaikan sumberdaya manusia, tetapi sangat sedikit
memperhatikan peranan jasa lingkungan kelautan sebagai media pembuangan limbah.
"Semakin berkembangnya ketergantungan kepada cadangan sumberdaya alam yang
semakin inferior". Bukti-bukti menunjukkan bahwa kualitas dan produksi /hasil
tangkapan semakin rendah dibandingkan dengan hasil-hasil pada masa lalu.
"Peranan yang harus diberikan kepada proses dan mekanisme pasar" dalam
menentukan bagaimana sumberdaya alam harus dikelola pada masa-masa mendatang.
Secara historis telah terbukti bahwa mekanisme pasar memainkan peranan penting
dalam menentukan aktivitas eksplorasi dan laju penggunaan sumberdaya alam
kelautan. Inovasi teknologi telah secara meyakinkan mengakibatkan perubahan
harga-harga relatif sumberdaya alam.
3.1.4. Cadangan, Tingkat Penggunaan, dan Eksplorasi
Istilah "cadangan, reserves" secara klasik dapat digunakan untuk menyatakan
kuantitas dan kualitas sumberdaya tertentu yang telah diketahui keberadaannya. Walaupun
demikian data sumberdaya seringkali berubah dan masih dihantui oleh ketidak-pastian.
Beberapa alasannya adalah (1) belum adanya penggunaan secara baku istilah-istilah
"sumberdaya, sumberdaya dasar dan cadangan sumberdaya"; (2) ketidak-pastian geologis:
deskripsi dan inventarisasi kuantitas, kualitas, dan lokasi yang menjadi subyek kesalahan
pendugaan; (3) konsep tentang cadangan sumberdaya yang secara sosial sesuai seringkali
tergantung pada lingkungan teknologi dan ekonomi.
3.1.5. Kelangkaan Sumberdaya
Pertanyaan sederhana yang sangat merisaukan adalah apakah tingkat "kelangkaan
sumberdya alam" semakin meningkat atau menurun?. Untuk menjawab pertanyaan krusial
tersebut perlu dipahami lebih dahulu bagaimana konsepsi tentang "kelangkaan". Beberapa
pakar ekonomi sumberdaya berpendapat bahwa "sesuatu komoditi yang mempunyai harga
positif dalam pasar kompetitif adalah langka".
Fisher (1978) menyatakan bahwa suatu indeks yang ideal bagi "kelangkaan" harus
mampu mengukur "sacrify" langsung dan tidak langsung yang dilakukan untuk mendapatkan
suatu unit sumberdaya. Berbagai indeks "kelangkaan" telah diusulkan, beberapa di antaranya
adalah (1) harga komoditi sumberdaya alam, (2) "rental atau royalty" untuk lahan yang
mengandung sumberdaya, (3) biaya ekstraksi fisik (tidak termasuk 'royalty'), dan (4) ukuranukuran yang menyatakan sampai dimana kapital dan tenagakerja dapat disubstitusikan untuk
menggantikan masukan sumberdaya alam dalam suatu proses produksi.
Barnett dan Morse (1963) mengusulkan tiga macam hipotesis tentang "kelangkaan",
yaitu (1) bahwa biaya riil satuan produksi telah meningkat dengan waktu, (2) biaya produksi
komoditi ekstraktif telah meningkat relatif terhadap biaya produksi dari semua komoditi nonekstraktif, dan (3) bahwa harga-harga riil komoditi ekstraktif telah meningkat relatif terhadap
harga-harga riil komoditi non-ekstraktif.
3.1.6. Faktor yang mempengaruhi kelangkaan
a. Perubahan teknologi
Kemajuan teknologi telah memungkinkan terjadinya hal-hal penting yang secara
langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kelangkaan sumberdaya alam, yaitu: (a)
peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam; (b) peningkatan 'recovery' sumberdaya
alam, baik dengan jalan meminimumkan limbah ataupun dengan meng-gunakan bahan mentah
yang kualitasnya lebih rendah; (c) memungkinkan penggunaan sumberdaya alam yang semula
belum dapat digunakan; (d) memungkinkan penciptaan produk baru untuk mendukung fungsi
dari produk yang lama.
b.
Substitusi sumberdaya
Sumberdaya yang kualitasnya kurang baik menggantikan sumberdaya yang
kualitasnya lebih baik. Misalnya, substitusi dalam proses produksi pakan ternak terjadi antara
tepung ikan dan tepung non-ikan. Substitusi dalam sektor konsumsi, misalnya konsumsi ikan
hasil tangkapan dna ikan hasil budidaya.
c. Perdagangan atau pertukaran
Perbaikan sarana dan prasarana transportasi telah mengakibatkan sumberdaya alam
yang lokasinya jauh menjadi lebih kompetitif secara ekonomis. Misalnya penggunaan hasilhasil tangkapan oleh masyarakat di pedalaman/pegunungan yang jauh dari pantai.
d. Penemuan ("Discovery")
Perluasan metode-metode eksplorasi tradisional untuk menemukan deposit baru.
Penyempurnaan teknik eksplorasi, seperti metode geo-fisik dan geo-kimia, pengamatan dengan
satelit, dan lainnya.
3.1.7. Prinsip Pengembangan Potensi Sumberdaya Alam
Para pengelola sumberdaya mempunyai tugas yang sulit menyelesaikan konflikkonflik pandangan dan permintaan sumberdaya. Pengelolaan sumberdaya memerlukan
keterampilan dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu. Selain itu, pengelolaan ini merupakan
aktivitas politik yang melibatkan pengaturan-pengaturan dari berbagai minat dan kepentingan.
Pola agensi, peraturan perundangan dan kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan
isu-isu sumberdaya dan lingkungan tertentu lazim disebut "struktur kelembagaan". Struktur
kelembagaan ini merupakan kendaraan yang dapat digu-nakan untuk melakukan kegiatan.
Struktur ini biasanya terdiri atas berbagai agensi, publik dan privat, aktor-aktor dan peraturanperundangan. Para aktor perlu dikomando di dalam suatu perwakilan agar supaya dapat
melakukan sesuatu secara profesional dan permanen. Selanjutnya agensi-sgensi ini
memerlukan otorita legal untuk dapat bertindak. Mereka memerlukan otorita legal untuk dapat
menggunakan anggaran yang tersedia, sedangkan peraturan-perundangan menetapkan
kegiatan-kegiatan apa yang dapat dilakukannya. Agensi-agensi ini bukan merupakan organisasi
impersonal yang robotik, tetapi mereka tersusun atas individu-individu dari latar-belakang
yang berbeda-beda dan mempunyai hak dan tanggung-jawab sendiri-sendiri. Para aktor ini
mengadministrasikan, membuat dan mengamankan pelaksa-naan kebijakan yang relevan.
Dalam mendefinisikan suatu problem untuk pengelolaan sumberdaya ada dua thema
yang sangat menarik: (1) bagaimana minat sumberdaya atau lingkungan dimasukkan ke dalam
agenda kegiatan, atau bagaimana situasi sumberdaya dan lingkungan menjadi isu penting; dan
(2) teknik-teknik survei dan inventarisasi yang membantu mendefinisikan tingkat isu. Dalam
rangka penentuan apa yang dilakukan terhadap problem, ada dua perangkat teknik, yaitu (1)
teknik-teknik yang membantu proses pemilihan antara dua atau lebih kebijakan atau kegiatan,
dan (2) teknik-teknik yang membantu menetapkan konteks untuk evaluasi kebijakan atau
kegiatan .
(a)
Identifikasi Problematik Pengelolaan Kelautan
Banyak aspek dari pengelolaan sumberdaya kelautan yang bersifat politis, termasuk
juga identifikasi problem dan isu-isu lingkungan. Anthony Downs (1972) telah mengemukakan
suatu idea tentang "stress" sebagai suatu "trigger" bagi kegiatan yang akan memasuki
prespektif yang luas dan lama dengan mende-finisikan konsep "issue attention cycle" yang
terdiri atas lima fase.
Dalam fase pra-problem, hanya ada sedikit orang yang berminat dan tertarik pada
suatu situasi tertentu. Belum tampak jelas adanya respon dari pengelola sumberdaya dan
pembuat kebijakan. Orang yang tertarik ini dapat memperluas opininya melalui media massa,
sehingga mampu membangkitkan minat masyarakat, dan munculnya tanda-tanda adanya
"perhatian = stress" terhadap isu yang ada, sehingga penentu kebijakan dipaksa untuk
bertindak. Kalau tidak ada tindakan nyata maka "stress" tersebut akan berlangsung terus.
Kalau ada kebijakan baru yang diambil, Downs berpendapat bahwa minat masyarakat secara
bertahap akan bergeser ke arah konsekwensi dari kebijakan-kebijakan baru tersebut, biayabiayanya dan efektivitasnya. Hal ini akan melibatkan perhitungan biaya dan manfaat, atau
kerugian-kerugiannya. Perkembangan selanjutnya adalah menolak atau menerima kebijakan
tersebut. Akhirnya isu masyarakat akan memasuki fase Pasca-problem, sehingga hanya
beberapa orang yang tertarik untuk terus memantau perkembangan situasi.
Fase
Pra-Problem
Alarmed
discovery &
Euphoric
enthusiasm
Fase
Pasca
Problem
Penurunan minat
publik secara
bertahap
Perhitungan biaya
perkembangan
situasi lingkungan
Gambar 3.1. Model Issue-Attention Cycle (Downs, 1972)
Bagaimana cara munculnya problem dapat membantu menjelaskan isu macam apa
yang dapat menarik perhatian serta tindakan apa yang mempunyai peluang yang bagus untuk
berhasil dilakukan. Isu-isu yang mempunyai gejala yang jelas cenderung untuk bertahan lama
dan mendapat perhatian masyarakat secara luas.
(b)
Inventarisasi dan Pengembangan Potensi Sumberdaya
Inventarisasi sumberdaya alam merupakan prasyarat bagi program penge-lolaan yang
efektif. Dalam rangka untuk menduga ketersediaan sumberdaya, daya dukungnya dan
kesesuaiannya bagi pembangunan, analis sumberdaya memerlukan informasi yang memadai
untuk menjelaskan situasi sumberdaya yang ada.
Para analis sumberdaya alam dapat membujuk pemerintah untuk melengkapi
instrumentasi dengan generasi satelit mutakhir untuk menyempurnakan data yang tersedia dari
foto LANDSAT. Harus disadari bahwa satelit pertama yang pernah diluncurkan telah
dirancang secara khusus untuk menyediakan data sumberdaya bumi masih merupakan satelit
percobaan. Dua satelit LANDSAT berikutnya sangat berguna bagi peneliti untuk meman tau
bencana alam, polusi dan perubahan tataguna lahan. Sedangkan LANDSAT-4 dan generasi
satelit yang lebih baru akan meningkatkan resolusi gambarnya sehingga kualitas informasinya
lebih baik.
(c)
Analisis klasifikasi dan kapabilitas
Inventarisasi potensi sumberdaya alam kelautan hanya merupakan fase pertama dalam
suatu proses yang melibatkan analisis bagi tujuan-tujuan kebijakan pengembangannya.
Klasifikasi data sumberdaya menyediakan landasan bagi penyusunan rencana tataruang laut
sebelum dirancang proyek-proyek yang detail. Zonasi ke dalam "kategori-kategori"
penggunaannya sangat berguna bagi para pengelola sumberdaya dalam menghadapi tekanan
dari berbagai ekegiatan tradisional dan eksploitasi untuk keperluan enerji, mineral dan
kepentingan industri.
Suatu teladan dari proses analisis ini adalah pemetaan dan evaluasi potensi wilayah
pesisir-pantai dalam rangka pengembangan wilayah .
(d)
Analisis Daya Dukung
Daya dukung merupakan produk dari keputusan pengelolaan, dan lebih merupakan
konsepsi pengambilan keputusan dari pada konsep ilmiah. Daya dukung suatu ekosistem
merupakan kemampuannya untuk mendukung pemanfaatan / konsumsi hingga batas-batas
tertentu. Kalau batas-batas ini terlampaui, "deminishing return" akan mulai terjadi dan
akhirnya mengarah kepada eksploitasi yang berlebihan yang mengakibatkan degradasi
ekosistem .
Batas-batas kapabilitas mengalami perubahan, kapabilitas fisik terus direvisi sesuai
dengan perkembangan teknologi dan regulasi pengelolaan, sedang konsumen menilai-kembali
prioritas sumberdayanya dalam kaitannya dengan lingkungan budayanya. Aplikasi yang paling
general dari konsep "Daya Dukung" berkaitan dengan filosofi "Limits to Growth". Pendekatan
New-Malthusian terhadap isu ketidak-seimbangan populasi-sumberdaya ini telah menarik
perhatian banyak pihak terhadap bahaya-bahaya over-eksploitasi ekosistem dan sumberdaya
kelautan. Akan tetapi umumnya respons terhadap argumentasi daya dukung ini cenderung
untuk bersifat "technical fix".
Kebanyakan penelitian daya dukung kelautan telah dipusatkan pada perencanaan
sistem produksi perikanan, kehutanan (bakau) dan wisata-bahari. Para peneliti mengukur
kemampuan sumberdaya untuk mampu menahan tingkat penggunaan dan mengkaji bagaimana
konsumen menerima daya dukung.
(e)
Teknik evaluasi proyek
Penggunaan kajian inventarisasi, potensi dan kapabilitas serta evaluasi sangat penting
bagi pengelola sumberdaya untuk menetapkan kerangka-kerja selanjutnya yaitu evaluasi
proyek dan review kebijakan. Akan tetapi pada fase ini alternatif usulan proyek dievaluasi
dengan menggunakan tekik-teknik khusus , seperti analisis biaya-manfaat proyek, pendugaan
dampak lingkungan, pendugaan resiko, dan lainnya.
(1)
Analisis Biaya-Manfaat (Benefit-Cost Analysis)
Salah satu prosedur yang pertama kali diadopsi sebagai alat bantu obyektif dalam
pengelolaan sumberdaya adalah analisis biaya-manfaat (ABM). Perhitungan suatu nisbah
dengan jalan membagi estimasi manfaat dengan biaya-biaya untuk mendapatkan satu unit
manfaat per unit biaya terbukti sangat berguna dalam menjawab tiga tipe pertanyaan. Apakah
proyek layak? Apakah proyek mempunyai ukuran otimum, yang kalau dilampaui akan
meningkatkan skala dis-ekonomiknya? Manakah di antara beberapa proyek yang harus
dipilih?. ABM dapat membantu dalam menetapkan kelayakan program atau memilih salah
satu di antaranya. Kelemahan dari analisis ini terletak pada pemilihan peubah yang
dimasukkan dalam ABM dan dalam prosedur perhitungan yang diadopsi untuk mengkonversi
peubah-peubah menjadi satuan moneter. Beberapa peubah seperti kehidupan alami yang akan
dilindungi sebagai akibat dari tindakan pengendalian pembangunan merupakan manfaat yang
intangible. Dan berapa nilai moneter yang harus diberikan kepadanya?.
ABM akan dapat bekerja sebagai alat bantu yang efektif hanya apabila landasan
hukum dan prosedur diterapkan secara jujur oleh seluruh pihak yang terlibat dalam proses
keputusan politik.
(2)
Pendugaan Dampak Lingkungan
Minat terhadap efek pembangunan ekonomi dan dominasi nilai-nilai materialistik
tumbuh dengan pesatnya sejak tahun 1970-an. Hal ini telah diikuti oleh berbagai bentuk
regulasi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan hidup di berbagai sektor pembangunan.
Salah satu dari regulasi tersebut adalah Pendugaan Dampak Lingkungan, yang pada
hakekatnya ingin mengetahui sampai sejauh mana suatu kegiatan pembangunan menimbulkan
dampak negatif terhadap sumberdaya alam, ekosistem dan kualitas lingkungan hidup.
Pada umumnya ada lima unsur yang harus tercakup dalam proses pendugaan dampak
lingkungan, yaitu:
(i)
Dampak lingkungan dari kegiatan/proyek yang diusulkan,
(ii)
Efek buruk terhadap lingkungan yang tidak dapat dihindarkan kalau proyek
dilaksanakan,
(iii) Alternatif dari proyek yang diusulkan,
(iv) Hubungan antara penggunaan lingkungan hidup lokal jangka pendek dengan
pemeliharaan dan perbaikan produktivitas jangka panjang, dan
(v)
Sumberdaya irreversibel yang akan dilibatkan dalam usulan proyek.
Berbagai metode pendugaan dampak telah dikembangkan dan masih terus diusahakan
untuk disempurnakan sejalan dengan kompleksitas perilaku lingkungan hidup dan kebutuhan
pembangunan. Salah satunya adalah Metode Matriks Leopold, yang merupakan matriks
interaksi antara peubah-peubah lingkungan hidup dan kegiatan proyek. Matriks ini lazim
digunakan untuk identifikasi dampak yang diakibatkan oleh kegiatan proyek. Problem serius
yang dihadapi oleh metode ini ialah bahwa evaluator harus mampu menerapkan indeks yang
sama bagi besaraan dan kepentingan dampak lingkungan dari kasus-kaus yang identik atau
serupa. Bagaimana tingkat jeleknya dampak lingkungan yang dapat diberi skor maksimum 10
? Bagaimana penyekalaan dan skoring dapat dijamin konsisten?
Untuk mengatasi sebagian dari kelemahan ini, telah dikembangkan suatu sistem
rasional untuk estimasi indeks dampak lingkungan yang mencakup berbagai tipe degradasi
lingkungan. Sebagai teladan adalah kasus kualitas air, pendekatan yang konsisten untuk
estimasi dampak dapat dicapai dengan menggunakan model khusus. Air bersih mempunyai
BOD kurang dari 2 ppm, kalau air mengandung BOD lebih dari 2 ppm maka ia tergolong air
yang tidak bersih, sedikit tercemar, atau sangat tercemar. Kurva dapat diturunkan dengan
menggunakan metode estimasi Delphi (expert systems). Beberapa pakar dalam bidangnya
yang relevan diminta untuk menggambarkan pandangannya terhadap bentuk kurva tersebut.
Kalau semua opini pakar tersebut bersesuaian maka model hubungan dapat diterima sebagai
hal yang dianggap benar. Cara-cara seperti ini hanya dapat dilakukan kalau pengetahuan atau
informasi tentang perilaku lingkungan telah tersedia.
(3)
Analisis resiko
Penggunaan analisis resiko dalam evaluasi proyek cenderung untuk memperluas
analisis biaya-manfaat konvensional (menambahkan dimensi resiko) dan pendugaan dampak
lingkungan (mengevaluasi alternatif lokasi dengan alasan keamanan). Teknik analisis resiko
telah berkembang dalam hubungannya dengan perkembangan instalasi- instalasi yang
mengadung bahaya potensial, seperti pusat pembangkit bertenaga nuklir, fasilitas enerji gas
cair dan industri pengolahan.
Pada saat sekarang salah satu metode untuk menentukan peluang terjadinya bencana
ialah dengan "analisis fault-tree atau event-tree, analisis pohon kejadian". Teknik analisis
"fault-tree" ini digunakan untuk meramalkan perkiraan kegagalan sistem kalau pengalaman
aktual dari kegagalan tersebut sangat rendah. Agar supaya teknik ini dapat diaplikasikan,
tingkat kegagalan dari komponen-komponen sistem harus diketahui. Sedangkan teknik analisis
pohon-kejadian digunakan untuk kondisi yang sebaliknya. Misalkan saja, seseorang
mengasumsikan bahwa suatu kejadian initial telah terjadi dan cabang-cabang dari kejadian ini
dilacak melalui sistem. Dari analisis sifat ini maka peluang terjadinya "peristiwa" dihitung
bersama dengan konsekwensi-konsekwensinya. Dalam kasus pusat pembangkit tenaga nuklir
dan fasilitas gas cair, penyebaran spatial polutan-polutan-nya diukur dengan melalui
pemodelan kondisi cuaca pada berbagai waktu dalam setahun.
Komparatif analisis resiko dan analisis biaya manfaat merupakan prosedur utama yang
lazim digunakan untuk menduga akseptabilitas suatu resiko. Hingga sekarang para pembuat
kebijakan lebih cenderung untuk menerima bahwa benefit-benefit dibarengi dengan tingkat
resiko yang rendah dibandingkan dengan resiko dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel 3.1. Proses pendugaan resiko
Fase-fase
Identifikasi
bahaya
Tujuan
Pengenalan adanya bahaya
alam/ buatan manusia
Metodologi
Persepsi sensori; pengalaman; investigasi ilmiah
Estimasi
resiko
Pengukuran peluang
terjadinya bahaya dan estimasi
Konsekwensinya
Probabilistic risk assesment (PRA); teknik delphi
Pengalaman orang bijak
atau pendekatan intuitif
Evaluasi
resiko
Judgement tentang aseptabilitas
resiko
Analisis komparatif resiko
analisis biaya manfaat.
Pengambilan
keputusan
Penerimaan; penolakan
atau modifikasi resiko
Regulasi; pengamanan;
pemantauan melalui
review umum
3.1.8. Penggunaan Sumberdaya Alam Secara Optimal
Melalui berbagai cara telah dapat dibuktikan bahwa ketersediaan sumberdaya alam
akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Informasi tentang sektor-sektor
ekonomi penghasil komoditi sumberdaya alam sangat diperlukan untuk (1) lebih memahami
ide-ide tentang pola pemanfaatan sumberdaya alam yang optimum secara sosial, (2) bagaimana
mekanisme pasar kompetitif mendekati pola-pola pemanfaatan sumberdaya alam yang optimallestari, dan (3) menentukan hubungan yang ada antara harga komoditi sumberdaya alam, biaya
produksi, dan biaya kelangkaan dengan kelangkaan fisik.
Meskipun karakterisasi dari pola penggunaan sumberdaya alam secara optimum-sosial
masih sangat abstrak, namun ia mampu menyediakan peringatan terhadap keragaan dari
berbagai macam struktur pasar. Dengan adanya gejala-gejala meningkatnya harga-harga
produk ikan, dan diikuti oleh kekhawatiran tentang ketersediaan sumberdaya kelautan dapat
habis, maka telah muncul berbagai keraguan tentang konsep bahwa "free enterprise di dalam
tatanan pasar bebas" akan mampu mewujudkan pola pemanfaatan sumberdaya alam dapathabis secara optimum-sosial. Harus dibedakan antara kebutusan-keputusan jangka pendek dan
jangka panjang. Sangatlah logis bahwa kecenderungan jangka panjang akan mencerminkan
pola pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Dalam banyak hal tentang kelautan
kita tertarik dalam masalah jangka panjang, dan kita ingin mengkaji bagaimana mekanisme
pasar diharapkan dapat bekerja mengalokasikan sumberdaya kelautan atas waktu yang
panjang. Bagaimana pasar realistis menentukan pola penggunaan sumberdaya alam
dibandingkan dengan pola penggu naan optimum teoritis. Pasar-pasar ini juga akan
menghasilkan data yang dapat kita kaji, data tentang harga komoditi sumberdaya alam, rentabilitas kelangkaan, biaya ekstraksi, kuantitas yang diproduksi, dan kuantitas yang diperkirakan
ada dalam cadangan. Apa yang dapat kita kaji dari data ini tentang efektivitas mekanisme
pasar aktual? Dapatkah kita mendeteksi kapan perekonomian nasional atau global akan
mengalami krisis sumberdaya alam? Dan akhirnya dapatkah kita mempermasalahkan
kemanfaatan beberapa variabel sebagai indeks kelangkaan sumberdaya alam.
3.1.9. Faktor-faktor Untuk Mengatasi Kelangkaan Sumberdaya Alam
Kondisi ketersediaan sumberdaya alam mempengaruhi potensial produktif dari suatu
sistem ekonomi di suatu wilayah melalui berbagai cara. Kita juga menyadari bahwa perubahan
IPTEK dalam bidang produksi komoditi / sumberdaya alam dapat membantu mengatasi
kecenderungan kenaikan harga sumberdaya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa kelangkaan
sumberdaya alam dapat berdampak kepada kenaikan biaya-biaya produk sumberdaya alam dan
degradasi lingkungan.
(a)
Inovasi Teknologi
Menurut Rossenberg (1972), bagian penting dari historis proses inovasi merupakan
respon dari kelangkaan sumberdaya alam.
(b)
Proses Penemuan Potensi Sumberdaya Alam
Penemuan potensi/cadangan baru telah menjadi faktor penting dalam pertumbuhan
ekonomi dan industrialisasi di suatu negara. Sebagai teladan adalah penemuan cadangan
minyak bawah tanah dan bawah laut. Keberhasilan penemuan cadangan baru tersebut ternyata
berkaitan erat dengan kemajuan teknologi penemuan dan pendugaan cadangan sumberdaya
alam seperti berikut ini.
(1). Teknik Penginderaan jauh. Teknologi ini menyediakan catatan informasi yang
lengkap dan rinci tentang terrain untuk mengenali ciri-ciri permukaan dan bawah
permukaan. Dapat digunakan sebagai peta dasar atau diintegrasikan dengan foto-mosaik
stereoskopik. Kegunaan pokok meliputi (a) bidang geologi, (b) pemetaan dan survei
kelautan , (c) survei vegetasi, dan (d) survei penggunaan kawasan pesisir-pantai. Perkembangan mutahir telah terjadi dalam teknologi fotografi satelit.
(2). Teknik Survei Kelautan. Teknik-teknik ini sangat vital bagi para insinyur dalam
mengevaluasi konstruksi dan tapak jalan raya, pencarian bahan mineral tambang (bahan
galian), mengevaluasi potensi , dan perencanaan pemukiman. Beberapa metode dan
teknik modern yang dikenal adalah (a) metode geofisik: elektrik, gravimetrik, magnetik,
dan seismik; (b) metode geo-kimia: analisis logam mulia.
(4). Survei dan Pemetaan Potensi Sumberdaya. Pengelolaan sumberdaya secara rasional
memerlukan data dan informasi tentang lokasi, komposisi, kondisi, dan tingkat
pemanfaatan. Penyediaan data dan informasi ini memerlukan dukungan teknologi yang
tepat, seperti penginderaan jauh, sampling statistik, dan observasi lapangan lainnya.
POTENSI DAN PERMASALAHAN
4.1 Potensi Rumput Laut
4.1.1 Sumberdaya Rumput Laut di Kabupaten Trenggalek
Usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Kabupaten Trenggalek dilakukan
oleh petani rumput laut di Teluk Karanggongso, kecamatan Watulimo. Usaha dilakukan baru
dimulai tahun ini sehingga masih dalam taraf uji coba dan belum diketahui keberhasilannya
untuk tahun yang akan datang.
Spesifikasi teknik budidaya berbeda dengan sistem baik di Madura, Pacitan atau di
Probolinggo, yaitu dengan sistem tali apung (Gambar 4.1.5.5). Pada sistem ini Eucheuma
ditanam dengan cara mengikatkan bibit pada tali-tali sepanjang 50 m, sehingga dalam 1 unit
usaha kurang lebih berukuran 50 x 20 m. Tali serta bibit dengan berat pert titik 30 g dan pertali
24 kg ditempatkan di laut dengan menggunakan pelampung botol-botol plastik setiap jarak
tertentu agar tali tidak tenggelam. Pada ujung tali diikatkan pemberat dari beton untuk menjaga
agar tali tidak hanyut terbawa arus.
pelampung
tali untuk penanaman
pemberat
Gambar 4.1
Sistem tali apung yang digunakan oleh petani di Teluk Karanggongso,
Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek
Panen dilakukan setelah berat mencukupi, tepatnya setelah Eucheuma berumur 45
hari. Perlakuan paska panen yaitu penjemuran dilakukan selama 3 hari dengan diberi garam.
Produk kering dipasarkan di Surabaya dan Jakarta dengan harga dasar Rp. 2500,- /Kg kering.
Untuk budidaya Eucheuma di Teluk Karanggongso, keadaan lingkungan khususnya
dari sudut keterlindungan, gerakan air, dasar perairan, kejernihan, dll sangat mendukung, tetapi
dengan adanya penyu di wilayah ini akan cukup mengganggu (Tabel 4.1.5.5). Karena petani
masih melakukan uji coba, maka keberhasilan budidaya di daerah ini untuk tahun mendatang
masih harus dibuktikan.
Tabel 4.1
Parameter dan Kondisi lingkungan Teluk Karanggongso di Kecamatan
Watulimo, Kabupaten Trenggalek untuk budidaya Eucheuma.
PARAMETER
KRITERIA
Keterlindungan
terlindung, ada coral reef
Gerakan air
20-30 cm/dt
Dasar perairan
Kedalaman saat surut
Kejernihan
Salinitas
Pencemar
Hewan herbivora
Keterjangkauan
Tenaga kerja lokal
pasir dan pecahan karang
>100 cm
5m
32-34 o/oo
tidak ada
penyu
sedang
sedang
4.1.2 Sumberdaya Rumput Laut di Kabupaten Pacitan
Kabupaten Pacitan merupakan sentra produksi rumput laut di Jawa Timur selain
Sumenep. Di Kabupaten Pacitan, sentra produksi ada di beberapa tempat, diantaranya Pantai
Ngadirejo, Teluk Egelon dan Pantai Batukaros.
Di Pacitan khususnya di daerah Teluk Segoro Anakan, Desa Sidomulyo, Kecamatan
Ngadirejo, rumput laut diusahakan baik dengan cara budidaya di pantai maupun pengambilan
secara alami. Ada 2 jenis yang diupayakan, pembudidayaan dilakukan untuk jenis Eucheuma,
sedangkan jenis penghasil agar termasuk Gracilaria, biasa disebut oleh penduduk setempat
dengan "pakisan" diperoleh dari pengambilan alami.
Eucheuma
Budidaya Eucheuma telah dilakukan sejak tahun 1998 yang pada saat itu jumlah
petani yang mengusahakan berjumlah 16 orang. Pada saat ini jumlah petani sekitar 10 orang.
Hal ini disebabkan oleh menurunnya minat petani karena harga yang rendah.
Sistem budidaya yang dilakukan di Teluk Segoro Anakan adalah sistem rakit apung
dengan ukuran rakit 8 x 6 m, lebih kecil dari rakit yang digunakan di Sumenep, Probolinggo
maupun Situbondo. Jarak antar tali ris 20 cm. Jumlah rakit yang dimiliki seorang petani
bervariasi, dan ada yang mencapai 32 rakit. Bibit yang digunakan kurang lebih 12 Kg untuk
sebuah rakit. Budidaya dilakukan selama 40 hari, dan pada saat panen diperoleh 120 Kg berat
basah, atau setelah penjemuran selama 7 hari, untuk sekali panen menghasilkan sekitar 60 - 80
Kg berat kering.
Musim kemarau merupakan bulan-bulan terbaik melakukan budidaya, dan
kebalikannya musim hujan merupakan bulan-bulan yang kurang baik. Berdasarkan musim
tersebut, dalam 1 tahun dalam musim kemarau, panen dilakukan sebanyak 3-4 kali panen.
Tabel 4.2a Kondisi ekologis di Teluk Segoro Anakan, Ngadirejo.
PARAMETER
Keterlindungan
Gerakan air
Dasar perairan
Kedalaman saat surut
Kehjernihan
Salinitas
Pencemar
Hewan herbivora
Keterjangkauan
Tenaga kerja lokal
KRITERIA
Terlindung
20-30 cm/dt
pasir dan pecahan karang
30-60 cm
3-5 m
32-34 o/oo
tidak ada
ikan dan bulu babi
Sedang
Banyak
Tidak mendukungnya musim ini juga menjadi penghambat bagi para petani rumput
laut di Teluk Segoro Anakan ini, sehingga petani kadangkala mengalami kerugian. Selain itu
adanya hewan pemangsa seperti ikan dan bulu babi menjadi masalah tersendiri (Tabel 4.2a).
Lokasi ini sering dipergunakan untuk singgahnya kapal/perahu bersandar disaat ombak besar.
Rumput laut dipasarkan ke pengepul yang ada di Surabaya dan ke Jakarta dangan
harga yang relatif rendah (Rp. 2000,-) dan dibawah BEP. Pada umumnya petani mengharapkan
harga jual yang lebih baik.
Di Teluk Egelon (Tabel 4.2b) memiliki kondisi lingkungan yang tidak jauh berbeda
berbeda. Kejernihan lebih baik dari pada di lokasi pertama, tetapi kedalamannya terlalu besar
pada saat surut. Lokasi ini juga dipakai sebagai doking perahu-perahu yang besar sehingga
akan mengganggu budidaya.
Tabel 4.2b Kondisi Ekologis di Teluk Egelon.
PARAMETER
Keterlindungan
Gerakan air
Dasar perairan
Kedalaman saat surut
Kejernihan
Salinitas
Pencemar
Hewan herbivora
Keterjangkauan
Tenaga kerja lokal
KRITERIA
Terlindung
20-30 cm/dt
pasir dan pecahan karang
> 100 cm
4-5 m
32-34 o/oo
tidak ada
ikan dan bulu babi
Sedang
Sedang
Gracilaria
Produksi Gracilaria atau dengan nama lokal "pakisan" di Pacitan merupakan
pengambilan alami yang dilakukan oleh nelayan secara sambilan. Setiap nelayan memperoleh
minimal 2 Kg basah sekali mengambil di Teluk Segoro Anakan. Pengambilan dilakukan pada
saat surut terendah terutama bulan Agustus sampai dengan Oktober.
Gambar 4.1.5.6 menujukkan pola volume dan nilai produksi rumput laut dari
Kabupaten Pacitan yang diolah dari data Laporan Statistik Perikanan Jawa Timur. Produksi
dari kabupaten ini cenderung fluktuatif antara tahun 1992-1994, tetapi kemudian pada tahuntahun berikutnya (1995-1998) cenderung konstan dan berada pada angka kisaran 100 ton. Nilai
produksi terlihat fluktuatif antara 1992-1996, tetapi pada tahun berikutnya antara 1997-1998
menunjukkan perbaikan.
300
250
200
150
100
50
0
1996dari 1997
1994 laut1995
1993 rumput
1992 produksi
Gambar 4.2. Volume
dan nilainya
Kabupaten Pacitan tahun 1992-1998.
1998
4.2 Potensi tambak
Nilai (xRp.1.000.000)
Ton
4.2.1 Potensi Tambak Tulungagung
- Potensi
Luas lahan bersih tambak di Kabupaten Malang dari tahun 1994–1998 mengalami
peningkatan, yaitu dari4,00 hektar menjadi 9,00 hektar. Komoditas yang dipelihara
hanya ada 1 jenis yaitu udang windu. Produksinya mengalami peningkatan dengan
adanya peningkatan padat tebar.
Komoditas ikan lainnya yang ada di tambak kabupaten Tulungagung tidak ada
karena semua tambak dikelola secara intensif dengan pola pemeliharaan sistem
monokultur.
- Permasalahan
Hasil wawancara dengan beberapa responden petani tambak yang diambil contoh
mengatakan bahwa masalah yang dihadapi dalam budidaya tambak adalah
masalah pertumbuhan lambat. Walapun ini belum mempengaruhi produksinya.
- Upaya pemecahan
Upaya yang dilakukan petani tambak adalah melakukan perbaikan kualitas benih
dan kualitas pakan. Disamping itu juga melakukan pencegahan timbulnya penyakit
dengan melakukan pengontrolan kualitas air secara kontinyu.
4.3. Potensi wisata
4.3.1 Potensi Wisata Kabupaten Pacitan
Obyek wisata di Kabupaten Pacitan mempunyai ciri rata-rata pantainya berpasir
karang (pasir putih). Dari ke tiga obyek wisata bahari , yaitu : (1) Pantai Teleng Ria, (2) Pantai
Srau, dan (3) Pantai Klayor, yang sudah dikelola hanya pantai Srau. Adapun penilaian potensi
kepariwisataan dari masing-masing obyek wisata tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Obyek wisata pantai Teleng Ria yang berhadapan langsung dengan Samudera India,
dengan ciri gelombang besar dan dasar pantai yang curam. Dari segi potensi SDA
pariwisatanya berpotensi untuk dikembangkan, walau saat sekarang berpotensi dari segi pasar
karena sarana dan prasaranya yang tidak memadai.
Obyek wisata pantai Teleng Ria terletak di pantai selatan Kabupaten Pacitan yang
berhadapan langsung dengan Samudera India. Di mana secara prinsip mempunyai ciri sama
dengan pantai-pantai lainnya yang berhadapan langsung dengan Samudera India yaitu
gelombang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang terjal. Hal tersebut pantai-pantai
yang berhadapan dengan Samudera cenderung kurang memungkinkan untuk berenang. Melihat
dari hasil penilaian di atas dari segi SDA pariwisata sangat baik, tetapi sarana penunjang
kurang memadai. Dalam arti kata belum dikelola dengan baik sesuai dengan standartrisasi
tujuan wisata.
Obyek wisata Pantai Srau adalah salah satu obyek wisata di Kabupaten Pacitan yang
sudah masuk ke kalender wisata Jawa Timur. Hal tersebut mengingat potensi SDA pariwisata
yang sangat baik (potensi), karena karakteristik alamnya. Obyek wisata ini cukup menjanjikan
untuk dikembangkan, karena saat ini sarana dan prasarana kurang memadai. Dengan demikian
perlu adanya pengembangan sarana dan prasarananya sehingga betul-betul akomodatif sebagai
tujuan wisata. Mengingat daerah ini berbatasan dengan Jawa Tengah (dekat dengan Kota Solo
dan Yogyakarta).
Obyek wisata pantai Klayor yang berhadapan langsung dengan Samudera India,
dengan ciri gelombang besar dan dasar pantai yang curam. Dari segi potensi SDA
pariwisatanya berpotensi untuk dikembangkan, walau saat sekarang berpotensi dari segi pasar
karena sarana dan prasaranya yang tidak memadai.
Obyek wisata pantai Klayor terletak di pantai selatan Kabupaten Pacitan yang
berhadapan langsung dengan Samudera India. Di mana secara prinsip mempunyai ciri sama
dengan pantai-pantai lainnya yang berhadapan langsung dengan Samudera India yaitu
gelombang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang terjal. Hal tersebut pantai-pantai
yang berhadapan dengan Samudera cenderung kurang memungkinkan untuk berenang. Melihat
dari hasil penilaian di atas dari segi SDA pariwisata sangat baik, tetapi sarana penunjang
kurang memadai. Dalam arti kata belum dikelola dengan baik sesuai dengan standartrisasi
tujuan wisata.
4.3.2 Potensi Wisata Kabupaten Tulungagung
Potensi pariwisata bahari Kabupaten Tulungagung terdiri dari Obyek Wisata Pantai
Popoh dan Sidem, Pantai Molang, Pantai Sine, Pantai Brumbun serta Pantai Dlodo
Obyek Wisata Pantai Molang juga berhadapan langsung dengan laut lepas Samudera
India. Seperti obyek wisata pantai yang lain, obyek wisata ini memiliki karakteristik
bergelombang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang terjal. Dilihat dari segi
potensi SDA-nya sebagai tempat wisata penilaiannya sangat baik. tetapi sarana dan
prasarananya kurang memadai. Dilihat dari segi daya tarik sangat baik sehingga cukup
potensial untuk dikembangkan.
Obyek Wisata Pantai Sine berhadapan langsung dengan laut lepas Samudera India.
Seperti obyek wisata pantai yang lain, obyek wisata ini memiliki karakteristik bergelombang
besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang terjal. Dilihat dari segi potensi SDA-nya
sebagai tempat wisata penilaiannya sangat baik. tetapi sarana dan prasarananya kurang
memadai. Dilihat dari segi daya tarik sangat baik dan ditunjang dengan kondisi iklim yang
nyaman sehingga cukup potensial untuk dikembangkan.
Obyek Wisata Pantai Brumbun berhadapan langsung dengan laut lepas Samudera
India. Seperti obyek wisata pantai yang lain, obyek wisata ini memiliki karakteristik
bergelombang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang terjal. Dilihat dari segi
potensi SDA-nya sebagai tempat wisata penilaiannya sangat baik. tetapi sarana dan
prasarananya kurang memadai. Dilihat dari segi daya tarik sangat baik dan ditunjang dengan
kondisi iklim yang nyaman sehingga cukup potensial untuk dikembangkan.
Obyek Wisata Pantai Dlodo berhadapan langsung dengan laut lepas Samudera India.
Seperti obyek wisata pantai yang lain, obyek wisata ini memiliki karakteristik bergelombang
besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang terjal. Dilihat dari segi potensi SDA-nya
sebagai tempat wisata penilaiannya sangat baik. tetapi sarana dan prasarananya kurang
memadai. Dilihat dari segi daya tarik sangat baik dan ditunjang dengan kondisi iklim yang
nyaman sehingga cukup potensial untuk dikembangkan.
4.3.3 Potensi Wisata Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Trenggalek memiliki beberapa kawasan obyek wisata bahari karena
terdapat beberapa wilayah Kecamatan yang berada di pinggir selatan Pulau Jawa. Dari sekian
banyak obyek wisata bahari yang ada, hanya beberapa saja yang sudah dikelola dan masih
banyak lagi yang belum dikelola dengan baik.
Potensi pariwisata bahari Kabupaten Trenggalek yang sudah dan belum dikelola ini
sebanyak 8 (delapan) lokasi, yaitu : (1) Pantai Damas, (2) Pantai Karang Gongso, (3) Pantai
Prigi, (4) Pantai Pelang, (5) Pantai Konang, (6) Pantai Blado, (7) Pantai Ngadipuro, dan (8)
Pantai Ngampiran.
Adapun hasil penilaian potensinya masing-masing lokasi dapat dilihat sebagai berikut
:
Obyek wisata Pantai Damas berhadapan langsung dengan laut lepas dan Samudera
India mempunyai garis pantai berpasir putih sepanjang 2 km. Potensi obyek wisata bahari ini
berdekatan dengan kawasan obyek wisata pantai Prigi. Dilihat dari potensi SDA sebagai obyek
wisata maka pantai Damas sangat baik, selain itu obyek wisata bahari ini sudah ditunjang oleh
sarana dan prasarana yang cukup memadai, sehingga hanya membutuhkan pengelolaan dan
pemasaran yang baik
Obyek wisata Karang Gongso adalah salah satu obyek wisata bahari yang terdapat di
Kabupaten Trenggalek yang diandalkan karena memiliki hamparan pasir putih bersih
sepanjang 4 Km. Obyek wisata ini juga berhadapan langsung dengan laut lepas dan Samudera
India. Dilihat dari potensi SDA sebagai obyek wisata maka pantai Karang Gongso sangat baik,
selain itu obyek wisata bahari ini sudah ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai,
sehingga hanya membutuhkan pengelolaan dan pemasaran yang baik
Obyek wisata Pantai Prigi ini terdapat pada teluk Prigi yang tidak secara langsung
berhadapan dengan laut lepas dan Samudera India. Pada obyek wisata ini selain pantai yang
indah terdapat pula kegiatan perikanan dengan TPI-nya yang ramai dengan para nelayannya.
Selain itu disekitar Pantai Prigi telah berdiri sebuah Hotel walau tidak begitu megah. Dilihat
dari potensi SDA sebagai obyek wisata maka pantai Prigi sangat baik, selain itu obyek wisata
sudah ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai, sehingga hanya membutuhkan
pengelolaan dan pemasaran yang baik
Obyek wisata Pantai Pelang ini berhadapan langsung dengan laut lepas Samudera
India. Melihat dari segi potensi SDA-nya sebagai tempat wisata penilaiannya sangat baik. Hal
tersebut ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai, sehingga obyek
wisata pantai Pelang hanya dibutuhkan peningkatan pengelolaannya dan pemasarannya. Untuk
mengetahui keadaan obyek wisata pantai ini
Obyek wisata Pantai Konang terletak di sebelah selatan Kabupaten Trenggalek yang
menghadap ke laut lepas dan Samudera Hindia. Seperti obyek wisata bahari yang terletak di
sebelah selatan Pulau Jawa pada umumnya, obyek wisata Pantai Konang tergolong wisata
Pantai yang memiliki resiko yang amat besar karena obyek wisata pantai ini memiliki
gelombang yang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang terjal. Dilihat dari potensi
SDA sebagai obyek wisata bahari maka pantai Konang sangat baik, namun keadaan sarana dan
prasarananya kurang memadai.
Obyek wisata Pantai Blado terletak di sebelah selatan Kabupaten Trenggalek yang
secara prinsip mempunyai ciri sama dengan pantai-pantai lainnya yang berhadapan langsung
dengan Samudera India yaitu gelombang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang
terjal, sehingga kurang memungkinkan untuk berenang. Sebelah selatan obyek wisata pantai
Blado ini terdapat sebuah Pulau Kecil yang di dalamnya merupakan tempat bersarangnya
burung wallet. Obyek wisata Pantai Blado memiliki hamparan pasir yang sangat luas. Dilihat
dari potensi SDA sebagai obyek wisata bahari maka pantai Blado sangat baik, namun keadaan
sarana dan prasarananya kurang memadai.
Obyek wisata Pantai Ngadipuro secara prinsip mempunyai ciri sama dengan pantaipantai yang ada di sebelah selatan Kabupaten Trenggalek lainnya yaitu berhadapan langsung
dengan Samudera India yaitu gelombang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang
terjal. Dilihat dari potensi SDA sebagai obyek wisata bahari maka pantai Ngadipuro sangat
baik, namun keadaan sarana dan prasarananya kurang memadai.
Obyek wisata Pantai Ngampiran secara prinsip mempunyai ciri sama dengan pantaipantai yang ada di sebelah selatan Kabupaten Trenggalek lainnya yaitu berhadapan langsung
dengan Samudera India yaitu gelombang besar, arus pasang dan surut, dan dasar pantai yang
terjal, sehingga tidak memungkinkan orang untuk berenang. Dilihat dari potensi SDA sebagai
obyek wisata bahari maka pantai Ngampiran sangat baik, namun keadaan sarana dan
prasarananya kurang memadai.
4.4 Potensi Perikanan
4.4.1
1.
Potensi Lestari (MSY) Perikanan Tangkap
Estimasi Potensi Perikanan Tangkap Kabupaten Tulungagung
Tabel 4.3
Catch per Unit Effort Perikanan Tangkap Kabupaten
Tulungagung
TAHUN
PRODUKSI
(TON)
Y(i)
1995
1996
1997
1998
Total
Rata-rata
y = 1,1804x - 516,76
MSY = Catch Optimum = Copt
Copt = 56557,29
f(MSY) = Effort Optimum = Eopt
Eopt = 218,8919
1503,3
1129,1
2528,8
3635,8
8797
2199,25
USAHA
PENANGKAPAN
f(i)
X axis
440
442
443
443
1768
442
CpUE
Y(i)/f(i)
Y axis
3,416591
2,554525
5,708352
8,207223
CpUE
Estimasi Perikanan Tangkap Kabupaten Tulungagung
Dengan Model Schaefer
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
439.5
y = 1.1804x - 516.76
R² = 0.4338
Data
Estimasi
440
440.5
441
441.5
442
442.5
443
443.5
Effort
Gambar 4.3 Catch per Unit Effort Perikanan Tangkap Kabupaten
Tulungagung
Berdasarkan estimasi nilai Copt dan Eopt, maka kondisi perikanan tangkap dari Kabupaten
Tulungangung adalah underfishing.
2.
Estimasi Potensi Perikanan Tangkap Kabupaten Trenggalek
Tabel 4.4 Catch per Unit Effort Perikanan Tangkap Kabupaten
Trenggalek
PRODUKSI (TON)
TAHUN
Y(i)
1995
1996
1997
1998
Total
Rata-rata
4482,8
6522,6
6425
1987,3
19417,7
4854,425
USAHA
PENANGKAPAN
f(i)
X axis
1104
1202
1306
1297
4909
1227,25
CpUE
Y(i)/f(i)
Y axis
4,060507
5,426456
4,919602
1,532228
y = -0,0053x + 10,518
MSY = Catch Optimum = Ce
Ce = 5218,317
f(MSY) = Effort Optimum = Eopt
Ee = 992,2642
CpUE
Estimasi Perikanan Tangkap Kabupaten Trenggalek
Dengan Model Schaefer
6
5
4
3
2
1
0
1050
y = -0.0053x + 10.518
R² = 0.085
Data
Estimasi
1100
1150
1200
1250
1300
1350
Effort
Gambar 4.4. Catch per Unit Effort Perikanan Tangkap Kabupaten
Trenggalek
Berdasarkan estimasi nilai Copt dan Eopt, maka kondisi perikanan tangkap dari Kabupaten
Trenggalek adalah underfishing.
3.
Estimasi Potensi Perikanan Tangkap Kabupaten Pacitan
Tabel 4.5 Catch per Unit Effort Perikanan Tangkap Kabupaten Pacitan
PRODUKSI (TON)
TAHUN
Y(i)
1995
1996
1997
1998
Total
Rata-rata
1730,3
1714,4
2376,2
2462,3
8283,2
2070,8
USAHA
PENANGKAPAN
f(i)
X axis
483
481
761
763
2488
622
CpUE
Y(i)/f(i)
Y axis
3,582402
3,564241
3,12247
3,22713
y = -0,0014x + 4,2583
MSY = Catch Optimum = Copt
Copt = 3238,057
f(MSY) = Effort Optimum = Eopt
Eopt = 1520,821
CpUE
Estimasi Perikanan Tangkap Kabupaten Pacitan
Dengan Model Schaefer
3.7
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3
y = -0.0014x + 4.2583
R² = 0.9635
Data
Estimasi
250
350
450
550
650
750
850
Effort
Gambar 4.5 Catch per Unit Effort Perikanan Tangkap Kabupaten Pacitan
Berdasarkan estimasi nilai Copt dan Eopt, maka kondisi perikanan tangkap dari Kabupaten
Pacitan adalah underfishing.
PENUTUP
"Lokasi cadangan/potensi sumberdaya yang tersebar". Potensi ikan/hasil tangkapan
dianggap sangat banyak dan setiap tahun senantiasa diketemukan potensi baru, tetapi lokasi
cadangan tersebut tersebar luas.
Potensi sumberdaya lautnya antara Kabupaten Tulungagung, Trenggalek dan
Pacitan tidak ada perbedaan tetapi potensi pesisirrnya cukup segnifikan perbedaannya
Potensi perikanan yang sudah dikelolala cukup baik adalah Kab. Trenggalek dengan
hasil ikan yang dominan ikan Cakalang, Tongkol, Tengiri, Tuna dan Kembung
Penangkapan ikan Tuna sesuai dengan migrasi ikan Tuna dari arah barat ke timur
sesuai dengan pengbaruh musim barat dan timur
Download