proteksi radiasi di instalasi radiodiagnostik rsud dr. moewardi

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAPORAN KHUSUS
PROTEKSI RADIASI DI INSTALASI RADIODIAGNOSTIK
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Oleh:
Soraya Noor Fadhila
NIM. R0008072
PROGRAM D-III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Tugas Akhir dengan judul : PROTEKSI RADIASI DI INSTALASI
RADIODIAGNOSTIK RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Soraya Noor Fadhila , NIM : R0008072, Tahun : 2011
Telah diuji dan disahkan di hadapan
Penguji Tugas Akhir
Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kedokteran UNS Surakarta
Pada Hari .............Tanggal ............... 20....
Pembimbing II
Pembimbing I
Cr. Siti Utari, Dra, M.Kes
NIP. 19540505 198503 2 001
Harninto, dr., MS, Sp.Ok
Ketua Program
D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja,
Sumardiyono, SKM, Mkes
NIP. 19650706 198803 1 002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PERUSAHAAN
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
PROTEKSI RADIASI DI INSTALASI RADIODIAGNOSTIK
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.
Soraya Noor Fadhila1
Tujuan: Tenaga kerja, peralatan, dan lingkungan kerja Instalasi Radiodiagnostik
mengandung potensi bahaya sehingga diperlukan upaya proteksi terhadap pekerja
radiasi sehingga paparan radiasi tidak berlebih. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui Proteksi Radiasi sehingga dapat mencegah efek tidak baik bagi kesehatan
pekerja.
Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang
memberikan gambaran tentang proteksi radiasi di istalasi radiodiagnostik.
Pengambilan data dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara
kepada karyawan serta studi kepustakaan.
Hasil: Radiodiagnostik adalah tempat kerja yang di dalamnya terdapat potensi
bahaya radiasi. Untuk mencegah terjadinya paparan radiasi berlebih yakni dengan
proteksi radiasi terhadapa pekerja radiasi. Meliputi peralatan proteksi dan protektif
radiasi, Nilai Batas Dosis, dan upaya-upaya pengendalian agar paparam radiasi tidak
membahayakan pekerja, pasien, maupun lingkungan di Instalasi Radiodiagnostik.
Data yang diperoleh kemudian dibahas dengan peraturan yang tertulis di BAPETEN
tentang Materi rekualifikasi petugas proteksi radiasi di bidang kesehatan, Kepmenkes
1014/MENKES/SK/XI/2008, dan peraturan lainnya yang tertuang dalam tugas akhir
ini.
Simpulan: Rumah sakit telah melaksanakan proteksi radiasi di instalasi
radiodiagnostik sehingga pekerja terhindar dari paparan radiasi yang berlebih sesuai
dengan BAPETEN tentang Materi rekualifikasi petugas proteksi radiasi di bidang
kesehatan dan peraturan lainnya mengenai proteksi radiasi. Saran yang diberikan
adalah rumah sakit segera memperbaiki pemasangan sumber radiasi di satu tempat
dan dalam hal penanganan kebocoran ruang radiasi.
Kata kunci
1.
: Proteksi Radiasi
Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret.
commitivto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah, rahmat,
karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan magang serta
penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul
PROTEKSI RADIASI DI
INSTALASI RADIODIAGNOSTIKRSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Laporan ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat kelulusan di Program D.III
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis telah dibantu
dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Bapak Prof. Dr. A.A Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Lama Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Baru Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK. Sp.Ok, selaku Ketua Program Lama D-III
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Baru D-III Hiperkes
dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surrakarta.
Bapak Harninto, dr., MS, Sp.Ok, selaku Pembimbing I.
Ibu Cr. Siti Utari, Dra, M.Kes, selaku Pembimbing II.
Bapak drg. R. Basoeki Soetardjo, MMR, selaku Direktur RSUD dr. Moewardi
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk pelaksanaan magang di RSUD dr.
Moewardi.
Bapak Imam T. Prasetyo, selaku Kepala Bagian IPSRS RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
Bapak Heru Yulistianto, ST, M.Si, selaku Pembimbing Lapangan yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan PKL
berlangsung.
Bapak Marjuki, S.St selaku Pembimbing Lapangan yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan PKL berlangsung.
Seluruh Staf IPSRS dan bagian Diklat RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Keluarga besarku yang memberi bantuan baik moral maupun spiritual.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
berperan serta membantu penyelesaian laporan ini.
commitv to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah, rahmat dan
perlindungan-Nya atas semua budi luhur dan nama baik dari semua pihak tersebut
diatas. Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan
manfaat bagi penulis dan pembaca.
Surakarta, 07 Juni 2011
Penulis,
Soraya Noor Fadhila
commitvito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ...................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ..............................................................................
v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. . Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Perumusan Masalah ....................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ......................................................... 3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka .......................................................... 5
1. Radiodiagnostik .................................................... 5
2. Radiasi .................................................................... 5
3. Kecelakaan Radiasi ................................................ 11
4. Efek Radiasi ............................................................ 13
5. Pekerja Radiasi........................................................ 15
vii
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Nilai Batas Dosis .................................................... 18
7. Upaya Proteksi ....................................................... 21
B. Kerangka Pemikiran ..................................................... 40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ......................................................... 41
B. Lokasi Penelitian ........................................................... 41
C. Objek Penelitian ............................................................ 41
D. Sumber Data .................................................................. 41
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 42
F. Pelaksanaan ................................................................... 43
G. Analisis Data ................................................................. 44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................ 45
B. Pembahasan .................................................................. 50
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................. 60
B. Saran ............................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Table 1. Perbedaan pemancar sinar X dan sinar Gamma............................ 10
Tabel 2. Jenis Peralatan Protektif dan Proteksi Radiasi .............................. 35
Tabel 3. Jenis sarung tangan sesuai potensi bahaya .................................... 38
Tabel 4. Tebal dinding penahan primer untuk berbagai sumber radiasi ..... 52
commitixto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Salah satu alat yang digunakan dalam pemanfaatan sumber radiasi yaitu
CT-Scan................................................................................................... 8
Gambar 2. Ruang control CT-Scan dari balik tabir atau shielding ........................... 9
Gambar 3. Skema kerangka pemikiran ...................................................................... 40
Gambar 4. Film badge ............................................................................................... 46
Gambar 5. Surveymeter ............................................................................................. 46
Gambar 6. Apron tiroid ............................................................................................. 47
Gambar 7. Gloves ....................................................................................................... 47
Gambar 8. Apron tubuh berlapis timbal 2 mm .......................................................... 48
Gambar 8. Petugas radiasi berlindung dibalik tabir atau shielding............................ 49
commitx to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat keterangan selesai magang.
2. Daftar peralatan sumber radiasi di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
3. Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 05-P/kaBAPETEN/I-03.
4. Lampiran Pernyataan Kebijakan Keselamatan Nuklir Badan Pengawas Tenaga
Nuklir.
5. Prosedur Tetap Penggunaan Alat Proteksi Radiasi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
6. Prosedur Tetap Proteksi Radiasi Terhadap Pasien RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
7. Prosedur Tetap Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
commitxito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan industrialisasi yang berlangsung cepat melalui penerapan
teknologi maju baik dalam bentuk mekanisasi maupun modernisasi interaksi
antara mesin sebagai alat produksi, manusia sebagai tenaga kerja pengoperasian
mesin, dan lingkungan kerja tempat berlangsungnya proses produksi harus dapat
berjalan serasi, agar dapat dicapai produktivitas yang sebaik-baiknya bagi
perusahaan. Proses kemajuan ini memerlukan tingkat keselamatan dan kesehatan
kerja yang lebih tinggi (Tarwaka, 2008).
Rumah sakit oleh World Health Organization atau disingkat WHO (1957)
diberikan batasan yaitu suatu bahagian menyeluruh (Integrasi) dari organisasi dan
medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat
baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau
pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan
tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial (Asta, 2008).
Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik
khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari
sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta,
maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti rumah sakit kelas
A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi
1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan
menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan
radiasi pengion dan non pengion (Kepmenkes 1014/Menkes/SK/XI/2008).
Menurut Tim Bapeten (2003a), kecelakaan radiasi merupakan suatu keadaan
tidak normal yang timbul karena tidak terkendalinya sumber radiasi yang secara
langsung atau tidak langsung dapat membahayakan jiwa, kesehatan dan harta
benda. Kecelakaan radiasi mempunyai ciri adanya medan radiasi yang tinggi atau
terjadinya pelepasan zat radioaktif yang tidak dapat dikendalikan dalam jumlah
cukup besar sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan efek yang serius atau
kematian (Bapeten, 2003a)
Efek radiasi tergantung dari dose ekivalen yang diterima, dose rate, jaringan
terkena, jumlah atau luasnya area terpajan. Sekecil apapun radiasi yang diterima
akan berpengaruh karena akan terakumulasi. Secara alami sel kita juga
mempunyai kemampuan untuk memperbaiki apabila ada kerusakan, tentu saja
tergantung seberapa parah kerusakan yang diderita. Sesuai dengan kenyataan
tersebut maka dosis radiasi kecil yang diberikan secara berkala akan menimbulkan
efek berbeda jika radiasi diberikan sekaligus dalam dosis besar (Taspirin, 2009).
RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebagai rumah sakit pemerintah memiliki
Instalasi Radiodiagnostik yang menggunakan pesawat sinar-X mendeteksi
berbagai penyakit yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion.
Berdasarkan hal tersebut RSUD Dr. Moewardi Surakarta mempunyai komitmen
untuk memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion serta PP Nomor 33 tahun 2007 tentang Keselamatan
Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radiaoaktif (Muhtarom, 2011).
Karena hal tersebut penulis menyusun tugas akhir mengenai Proteksi Radiasi
di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat
dibuat
rumusan
masalah:
Bagaimanakah
Proteksi
Radiasi
di
Instalasi
Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakata?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Proteksi Radiasi di Instalasi
Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakata.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
1. Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi terhadap Proteksi
Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik sehingga dapat mewujudkan lingkungan
rumah sakit dan tempat kerja yang aman dan sehat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
2. Penulis
a.
Diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang
Proteksi Radiasi di rumah sakit.
b.
Diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama di
program studi D-III Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
3. Program D-III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Diharapkan dapat menambah perbendaharaan kepustakaan mengenai
Proteksi Radiasi di rumah sakit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Radiodiagnostik
Pada era maju sekarang ini, umumnya layanan radiologi telah
dikelompokkan menjadi 2 (dua) prosedur, yaitu radiologi diagnostik dan
intervensional. Radiologi diagnostik adalah cabang ilmu radiologi yang
berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk prosedur
diagnosis, sedangkan radiologi intervensional adalah cabang ilmu
radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk
memandu prosedur perkutaneus seperti pelaksanaan biopsi, pengeluaran
cairan, pemasukan kateter, atau pelebaran terhadap saluran atau pembuluh
darah yang menyempit (Togap, 2006).
Radiodiagnostik
merupakan
salah
satu
cabang
ilmu
yang
dikembangkan setelah ditemukannya sinar-X oleh Wilhem Conrad
Rontgen pada tahun 1895. Pemanfaatan sinar-X di radiodiagnostik adalah
sebagai penegak diagnosa suatu kelainan atau penyakit. Dan sejak itu
radiodiagnostik menjadi salah satu pemeriksaan dalam dunia kedokteran
(Tris, 2011).
2. Radiasi
a. Pengertian radiasi
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Radiasi merupakan salah satu bahaya potensial yang ada di sarana
kesehatan. Radiasi pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi
dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium
(Taspirin, 2009).
Radiasi yang ada di tempat kerja dan mempunyai pengaruh
kepada tenaga kerja dan pekerjaannya terdiri dari:
1) Radiasi elektromagnetis,
yaitu
gelombang-gelombang mikro
(microwave), radiasi laser, radiasi panas, sinar ultraviolet, sinar
infra merah, sinar-X dan sinar gamma.
2) Radiasi
radioaktif,
yaitu
sinar-sinar
dari
bahan
radioaktif
.
Radiasi elektromagnetik dalam bidang medik adalah radiasi yang
dikeluarkan peralatan seperti pesawat sinar-X, sinar gamma, gelombang
micro,
inframerah,
ultraviolet,
maupun
pesawat
ultrasonografi
(Taspirin, 2009).
Radiasi di Instalasi radiodiagnostik rumah sakit digunakan untuk
sumber pelayanan kepada pasien yang membutuhkan radiasi untuk
membantu menegakkan diagnose penyakit, komponen lainnya yaitu
pekerja radiasi, masyarakat umum yang terdiri dari keluarga pasien dan
tenaga medis lainnya (Taspirin, 2009).
b. Sumber Radiasi
Semua individu menerima radiasi alami namun saat ini berbagai
tes diagnostik merupakan sumber terbesar pajanan radiasi sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
harus dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi radiasi tersebut.
Walaupun radiasi ionisasi dianggap memiliki potensi bahaya, resiko ini
harus dipertimbangkan selain berbagai manfaat yang akan didapatkan
oleh pasien (Pradip, 2007).
Sumber radiasi pada sarana kesehatan yang paling sering
digunakan adalah sinar-X sedangkan partikel alpha, beta, dan gamma
hanya
digunakan
pada
rumah
sakit
yang
memiliki
instalasi
radiodiagnostik, radioterapi dan kedokteran nuklir (Taspirin, 2009).
Radiasi gamma termasuk jenis radiasi elektromagnetik. Sinar
gamma identik dengan sinar-X karena keduanya termasuk radiasi
elektromagnetik, namun panjang gelombang sinar gamma lebih pendek
dibandingkan sinar-X. Gamma memiliki daya tembus paling besar
dibandingkan alpha dan beta, namun daya ionisasinya paling kecil.
Radionuklida yang dapat mengeluarkan sinar gamma adalah Cobalt
(Co-60) dan Cesium (Cs-137) (Taspirin, 2009).
Contoh alat yang digunakan dalam pemanfaatan sumber radiasi
adalah CT-scan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Gambar 1. Salah satu alat yang digunakan dalam pemanfaatan sumber radiasi
yaitu CT-Scan
Sumber : Data Sekunder (Dokumen Tim Blog Wikipedia, 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Gambar 2. Ruang control CT-Scan dari balik tabir atau shielding.
Sumber : Data Sekunder (Dokumen Tim Blog Wikipedia, 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Perbedaan pemancar sinar-X dan sinar Gamma dapat dilihat pada
Tabel 1. Sinar elektromagnetik ini menyebabkan kelainan-kelainan di
tubuh dan di kulit sesuai dosisnya. Pencegahan dilakukan dengan
pengukuran dosis (dosimeter) dari sinar dan sebagai batas aman tidak
Tabel 1. Perbedaan pemancar sinar X dan sinar Gamma
No
1
2
Sinar-X
Sinar Gamma
Dipancarkan
oleh
alat
pemancar sinar-X
Pancaran
sinarnya
terkendalikan artinya jika
diperlukan
baru
alat
dinyalakan (switch on)
Dipancarkan
oleh
sinar
radioisotop
Pancaran
sinarnya
tak
terkendalikan, artinya sinar
terus dipancarkan sehingga
diperlukan alat penyimpanan
(kamera) jika
sinar tak
terkendalikan
Mempunyai waktu paruh,
dimana
aktivitas
sumber
menjadi separuhnya setelah
waktu paruh terlampaui
Energinya tetap, tergantung
dari macam isotop yang
dipakai
Intensitasnya kecil
Pemeliharaannya mudah dan
tidak mudah rusak
Harganya relatif murah
3
Waktu habisnya alat tak
diketahui tergantung dari si
pemakai alat
4
Energinya dapat diatur sesuai
dengan
energi
yang
dikehendaki
Intensitasnya lebih besar
Pemeliharaannya sukar dan
mudah rusak
Harganya mahal
5
6
7
8
9
Alatnya besar, sukar cara set
up nya (mengatur posisi
sumber film dan benda yang
akan diperiksa)
Kalau ada kerusakan mudah
penanganannya,
listrik
dimatikan maka sinar tidak
memancar
Banyak
dipakai
pada
pemeriksaan
metal
tipis
dengan sensitivitas tinggi
Alatnya kecil, mudah cara set
up nya
Kalau ada kerusakan sukar
untuk
menangani
karena
sumber
terus
menerus
memancarkan sinar gamma
10
Banyak
dipakai
pada
pemeriksaan metal tebal dan
tipis
dengan
sensitivitas
menengah
Sumber : Data Sekunder (Dokumen Pusat K3, 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Sinar-X dibuat dengan cara menembakkan awan elektron pada
bahan target seperti Tungsten di dalam tabung vakum. Semakin tinggi
arus yang digunakan semakin tinggi daya tembusnya. Sumber terbuka
biasanya dalam bentuk cairan yang dapat diberikan kepada pasien
dengan cara disuntikkan ataupun diminum misalnya Yodium (I-131)
(Taspirin, 2009).
3. Kecelakaan Radiasi
Menurut Peraturan Pemerintah 63 tahun 2000 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, kecelakaan radiasi
adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi,
kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus
timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi
yang melampaui batas keselamatan.
Kecelakaan radiasi merupakan suatu keadaan tidak normal yang
timbul karena tidak terkendalinya sumber radiasi yang secara langsung
atau tidak langsung dapat membahayakan jiwa, kesehatan dan harta benda.
Kecelakaan radiasi mempunyai ciri adanya medan radiasi yang tinggi atau
terjadinya pelepasan zat radioaktif yang tidak dapat dikendalikan dalam
jumlah cukup besar sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan efek
yang serius atau kematian (Tim Bapeten, 2003a).
Menurut Tim Bapeten (2003a), faktor utama kecelakaan terjadi
sebagai akibat tiga faktor utama yaitu faktor manusia, faktor instalasi atau
peralatan teknis, dan faktor sarana atau lingkungan kerja. Penyebab
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
timbulnya kecelakaan yang berkaitan dengan ketiga faktor tersebut secara
umum dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
a. Kondisi instalasi dan lingkungan
Keadaan fisik atau lingkungan instalasi yang berbahaya sehingga
memungkinkan atau terdapat peluang terjadinya suatu kecelakaan.
Kondisi instalasi yang tidak aman ini dapat dikendalikan dengan
peralatan yang mempunyai sistem pengaman yang baik dan teruji, serta
adanya prosedur keselamatan kerja yang memadai.
b. Tindakan operator
Tindakan yang menyimpang dari operator terhadap prosedur
keselamatan dan segala ketentuan keselamatan.
Hal tersebut diatas antara lain disebabkan karena faktor-faktor
sebagai berikut :
1) Kurang pengetahuan tentang cara kerja peralatan, mesin, instalasi
atau sifat bahan yang digunakan.
2) Tidak atau kurang memiliki ketrampilan.
3) Memiliki cacat tubuh yang tidak tampak.
4) Bekerja dalam keadaan letih dan lesu.
5) Sikap dan tingkah laku kerja yang tidak sesuai ketentuan.
Menurut Tim Bapeten (2003a), potensi bahaya radiasi secara
umum dapat dibagi dalam dua kategori :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
1) Potensi bahaya radiasi sebagai akibat adanya kegiatan operasi
fasilitas atau instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir (penelitian,
energi listrik, kesehatan, industri dan sebagainya).
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa setiap fasilitas
atau instalasi nuklir harus mempunyai izin dari BAPETEN, maka
segala resiko dan dampak radiasi yang mungkin akan terjadi telah
dihipotesiskan atau diramalkan dalam Laporan Analisis Keselamatan
(LAK) sehingga tindakan pencegahan dari potensi bahaya telah
dapat ditentukan sesuai dengan karakteristik fasilitas. Sebagai contoh
adalah pembatasan dosis, pemonitoran radiologi, pembagian daerah
kerja dan sebagainya.
2) Potensi bahaya radiasi yang timbul sebagai akibat terjadinya
kecelakaan radiasi.
Dalam kondisi ini diperlukan tindakan penanggulangan atau
intervensi untuk mengurangi penerimaan penyinaran yang lebih
tinggi agar dosis yang diterima personil serendah mungkin. Jika
kecelakaan menyebabkan tercemarnya lingkungan maka diperlukan
suatu tindakan untuk mengembalikan kondisi lingkungan seperti
semula.
4. Efek radiasi
Efek radiasi tergantung dari dose ekivalen yang diterima, dose rate,
jaringan terkena, jumlah atau luasnya area terpajan. Sekecil apapun radiasi
yang diterima akan berpengaruh karena akan terakumulasi. Secara alami
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
sel kita juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki apabila ada
kerusakan, tentu saja tergantung seberapa parah kerusakan yang diderita.
Sesuai dengan kenyataan tersebut maka dosis radiasi kecil yang diberikan
secara berkala akan menimbulkan efek berbeda jika radiasi diberikan
sekaligus dalam dosis besar (Taspirin, 2009).
Efek
radiasi
pengion
adalah
mutagenik,
karsinogenik
dan
teratogenik. Anak-anak lebih sensitif daripada orang dewasa. Akibat buruk
dari radiasi pengion dikenal sebagai efek somatik apabila diderita oleh
orang yang terkena radiasi dan disebut efek herediter apabila dialami oleh
keturunannya (Taspirin, 2009).
Gelombang mikro mempunyai pengaruh kepada tenaga kerja yang
bekerja di daerah sumber radiasi. Pengaruhnya terutama gangguan faal
tubuh. Sindroma klinis terbagi tiga, yaitu stadium permulaan, stadium
dengan gejala-gejala menengah dan stadium lanjut. Pada stadium pertama
gejala-gejalanya adalah asthenia yang berupa perubahan vasovegetatif
jenis vagotonik. Prosesnya reversibel dan segera pulih kembali setelah
radiasi berhenti. Pada tingkat lanjut terdapat kelainan neuro-vaskuler yang
ditandai perubahan-perubahan pada tonus pembuluh darah, paroxysma,
dan kecenderungan kuatnya reaksi simpatis. Gambaran klinis menyerupai
sindroma gangguan diencephalon dengan perubahan-perubahan sangat
terlihat pada electroencephalogram. Pada tingkat ini, proses pathologis
kecil, kemungkinan dapat p
1996).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Sinar elektromagnetik lainnya menyebabkan kelainan-kelainan di
tubuh dan di kulit sesuai dengan dosisnya. Salah satu contoh kelainan
adalah luka bakar oleh sinar-X ataupun sinar gamma. Akibat-akibat
lainnya adalah impotensi, kerusakan system hemopolitik, dan leukemia.
Pencegahan dilakukan dengan pengukuran dosis tidak melebihi dosis
.
5. Pekerja radiasi
Pekerja Radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir
atau instansi radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi
tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum. Adapun di dalamnya
adalah Petugas Proteksi Radiasi (PPR) yaitu petugas yang ditunjuk oleh
pengusaha instalasi dan oleh Badan Pengawas yang dinyatakan mampu
melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi
(Muhtarom, 2011).
Begitu pula perhatian dalam hal tugas pokok tenaga kerja yang
berada di Instalasi Radiodiagnostik yang mampu menjadi faktor
pendukung dalam penerapan keselamatan kerja radiasi itu sendiri, antara
lain:
a. Pekerja radiasi
Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 pasal 1 no. 10,
pekerja radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau
instalasi yang berhubungan dengan radiasi pengion yang diperkirakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum
(Tim Pusat K3, 2010).
Menurut Tim Pusat K3 (2010), semua pekerja Radiasi merupakan
bagian dari organisasi proteksi radiasi yang memiliki tanggung jawab
dan kewajiban terhadap keselamatan radiasi di daerah kerjanya antara
lain :
1) Mengetahui, memahami, dan melaksanakan semua ketentuan
keselamatan kerja radiasi.
2) Memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan radiasi yang
tersedia, bertindak secara hati-hati serta bekerja secara aman untuk
melindungi dirinya sendiri dan pekerja lain.
3) Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya
kepada Petugas Proteksi Radiasi.
4) Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang dirasakan, yang
diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke
dalam tubuh pekerja.
b. Petugas Proteksi Radiasi (PPR)
Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 pasal 1 no. 9,
pekerja radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh Pengusaha Instalasi
Atom dan oleh Bapeten dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan
yang berhubungan dengan proteksi radiasi.
Menurut Kepmenkes RI 1014/MENKES/SK/XI/2008, petugas
proteksi radiasi merupakan bagian dari organisasi proteksi radiasi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
memiliki tanggung jawab dan kewajiban terhadap keselamatan radiasi
di daerah kerjanya antara lain :
1)
Memantau aspek operasional Proteksi dan Keselamatan Radiasi.
2)
Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan Proteksi
Radiasi, dan memantau pemakaiannya.
3)
Meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di
semua tempat dimana pesawat sinar-X digunakan.
4)
Memberikan konsultasi
yang
terkait dengan Proteksi dan
Keselamatan Radiasi.
5)
Berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi.
6)
Memelihara rekaman.
7)
Mengidentifikasi
kebutuhan
dan
mengorganisasi
kegiatan
pelatihan.
8)
Melaksanakan pelatihan penanggulangan dan pencarian keterangan
dalam hal kedaruratan.
9)
Melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan
operasi yang berpotensi Kecelakaan Radiasi.
10) Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program
Proteksi dan Keselamatan Radiasi dan verifikasi keselamatan yang
diketahui oleh Pemegang Izin untuk dilaporkan kepada Kepala
Bapeten.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
11) Melakukan inventarisasi zat radioaktif.
Dalam Peraturan pemerintah no 11 tahun 1975 Bab III mengenai
Petugas dan Ahli Proteksi Radiasi, antara lain:
1) Pasal 4 : setiap instalasi atom harus mempunyai sekurangkurangnya seorang petugas proteksi radiasi.
2) Pasal 5 : setiap penguasa instalasi atom dengan persetujuan instansi
yg berwenang diwajibkan menunjuk dirinya sendiri atau orang lain
dibawahnya selaku petugas proteksi radiasi.
PPR
bertanggungjawab
atas
segala
sesuatu
yang
berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam lingkungan
kekuasaanya kepada penguasa instalasi atom.
3) Pasal 6 : PPR berkewajiban menyusun pedoman kerja, instruksi,
dan lain-lain yang berlaku dalam lingkungan instalasi atom yang
bersangkutan.
4) Pasal 7 : untuk mengawasi ditaatinya peraturan-peraturan
keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli PPR oleh
instalasi yang berwenang.
Ahli PPR diwajibkan memberikan laporan kepada instansi
yang berwenang dan Menteri Tenaga Kerja dan Koperasi secara
berkala.
6. Nilai Batas Dosis
Pembatasan dosis radiasi baru dikenal pada tahun 1928, yaitu sejak
dibentuknya organisasi internasional untuk proteksi radiasi (International
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Commission on Radiological Protection/ICRP). Pelopor proteksi radiasi
yang terkenal adalah seorang ilmuwan dari Swedia bernama Rolf Sievert.
Ia lahir pada tahun 1896 ketika Henri Becquerel menemukan zat radioaktif
alam. Sievert kemudian diabadikan sebagai satuan dosis paparan radiasi
dalam sistem Satuan Internasional (SI). 1 Sievert (Sv) menunjukkan
berapa besar dosis paparan radiasi dari sumber radioaktif yang diserap oleh
tubuh per satuan massa (berat), yang mengakibatkan kerusakan secara
biologis pada sel/jaringan (Fakhrul, 2008).
Ketentuan tentang Nilai Batas Dosis menurut Tim Pusat K3 (2010),
dimaksudkan untuk mengatur dengan lebih tegas nilai pemaparan dan
dosis radiasi tertinggi yang masih diizinkan untuk diterima oleh pekerja
radiasi dalam menjalankan pekerjaannya sesuai dengan Bab II pasal 3
Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja
Terhadap Radiasi. Setiap Pengusaha Instalasi atom diizinkan menentukan
sendiri nilai batas dosis yang sesuai dengan kondisi setempat asal tidak
melebihi nilai tertinggi yang diterapakan dalam ketentuan ini.
Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima didasarkan atas dasar
rumus akumulasi sebagai berikut : D = 5 (N-18) dengan pengertian bahwa
D adalah dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang
pekerja radiasi selama masa kerjanya, dinyatakan dalam rem. N adalah
usia pekerja radiasi yang bersangkutan, dinyatakan dalam tahun.
Sedangkan 18 adalah usia daripada seseorang yang diizinkan bekerja
dalam medan radiasi, dinyatakan dalam tahun (Tim Pusat K3, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Dosis yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi
merupakan jumlah dosis yang berasal dari radiasi eksterna dan radiasi
interna, tetapi tidak termasuk dosis yang diterima dari radiasi maksudmaksud medis. Dalam hal ini Nilai Batas Dosis yang memenuhi standard
internasional ICRP No. 60 tahun 1990 yaitu untuk petugas atau pekerja
radiasi adalah 5 mSv per tahun dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama
lima tahun berturut-turut tidak melebihi dari 1 mSv dalam satu tahun (Tim
Pusat K3, 2010).
Dosis yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi
didasarkan atas pengaruhnya pada organ tubuh yang paling sensitif
terhadap radiasi yaitu sumsum tulang merah (red bone marrow), kelenjar
kelamin (gonad), dan tubuh secara keseluruhan. Apabila dosis akumulasi
pekerja radiasi untuk jangka waktu tertentu tidak diketahui harus dianggap
bahwa pekerja tersebut telah menerima dosis radiasi sebesar Nilai Batas
Tertinggi untuk jangka waktu tersebut (Tim Pusat K3, 2010).
Jika dosis melebihi Nilai Batas Dosis (NBD), maka dalam upayanya
sesuai ketentuan Bapeten no. 6 tahun 2010 tentang Pemantauan Kesehatan
untuk Pekerja Radiasi bagian 4 pasal 12 tentang Penatalaksanaan
Kesehatan Pekerja yang Mendapat Paparan Radiasi Berlebih, antara lain :
a. Kajian terhadap dosis yang diterima
b. Konseling
c. Pemeriksaan kesehatan dan tindak lanjut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
7. Upaya proteksi
Menurut Taspirin (2009), pengendalian adalah hal yang paling
mendasar dari proteksi radiasi. Ada tiga prinsip dalam proteksi radiasi
yaitu pengendalian waktu, jarak dan shielding.
a. Waktu
Pengaturan waktu adalah metoda penting untuk mengurangi
penerima dosis radiasi. Waktu yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan radiasi diusahakan secepat
mungkin.
b. Jarak
Dalam pengendalian jarak, berlaku hukum kuadrat terbalik yaitu
semakin besar jarak dari sumber maka dosis radiasi ditempat tersebut
jauh semakin kecil. Pengendalian radiasi hambur dari ruang
pemeriksaan rontgen dapat dilakukan dengan menjaga jarak minimal
3 meter dari tabung sinar X.
c. Shielding
Ruang radiologi dan kedokteran nuklir harus mempunyai
dinding dari beton yang lebih tebal atau adanya timbal pelapis
sehingga dapat menyerap semua energi radiasi yang melaluinya.
Pada jendela perlu disisipkan kaca timbal sehingga petugas dapat
mengawasi pasien selama pemeriksaan dengan aman.
Menurut dr. Mardiatmo, 2008 dalam Prosedur Tetap mengenai
Penggunaan Alat Proteksi Radiasi (Lampiran 5), antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
a. Setiap pekerja radiasi harus berlindung di belakang tabir proteksi
(tembok beton atau Pb (timah hitam)).
b. Menggunakan tabir Pb (timah hitam) yang dilengkapi dengan
kaca Pb (timah hitam).
c. Setiap pekerja radiasi memakai apron.
d. Penggunaan radiasi seefektif mungkin sehingga mengurangi
radiasi hambur.
e. Mencegah pengulangan foto.
f. Mengatur jarak antara petugas radiasi dengan sumber radiasi.
Upaya-upaya
proteksi
yang
dilakukan
oleh
Instalasi
Radiodiagnostik adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan
Sesuai peraturan yang berlaku, maka pekerja radiasi harus
diperiksa kesehatannya sebelum mulai bekerja, selama bekerja
minimal setahun sekali, dan saat berhenti sebagai pekerja radiasi.
Mengingat adanya kemungkinan pindahnya seorang pekerja
radiasi ke instalasi lain, maka diperlukan suatu koordinasi
pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi bagi instalasi-instalasi yang
menggunakan radiasi, sehingga data kesehatan sebelumnya bisa
dipindahkan dengan cara yang mudah di tempat kerja yang baru.
Data kesehatan tersebut sangat penting untuk memantau kesehatan
pekerja radiasi, masalah ansuransi maupun untuk menunjang
penanganan medik pada kasus kecelakaan radiasi (Bambang, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Pengawasan
kesehatan
terhadap
pekerja
didasarkan pada prinsip-prinsip pemeriksaan
radiasi
harus
kesehatan
pada
umumnya. Pengawasan kesehatan meliputi :
1) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
Pemeriksaan ini meliputi penyelidikan terhadap riwayat
kesehatannya termasuk semua penyinaran terhadap radiasi
pengion dari pekerjaan sebelumnya yang diketahui diterimanya
atau dari pemeriksaan dengan pengobatan medik dan juga
peneyelidikan secara klinik untuk menentukan keadaan umum
kesehatannya. Pemeriksaan khusus dilakukan terhadap organ
yang dianggap peka terhadap radiasi misalnya pemeriksaan
hematologi, dermatologi, ophtalmologi, paru-paru, neurologi dan
atau kandungan (Dartini, 2007).
Pemeriksaan
kesehatan
sebelum
masa
kerja
akan
memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan pekerja
radiasi pada saat akan mulai bekerja dan penyakit-penyakit apa
saja yang pernah diderita. Masukan ini akan diperlukan sebagai
bahan acuan untuk setiap perubahan keadaan kesehatan yang
terjadi di kemudian hari waktu ia bekerja di medan radiasi.
Pemeriksaan kesehatan ini pada prinsipnya sama seperti halnya di
tempat kerja lainnya, tetapi harus disertakan aspek-aspek yang
merefleksikan efek kesehatan spesifik pada pekerja radiasi.
Temuan awal harus dijadikan sebagai dasar uji kesehatan pekerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
sesuai tugasnya dan sebagai referensi (pembanding) terhadap
perubahan yang terjadi selama beekrja dan sesudahnya (Tetriana
dan Evalisa, 2007).
2) Pemeriksaan kesehatan berkala selama bekerja
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk menentukan
keadaan
kesehatan
pekerja
dalam
menjalankan
tugasnya.
Pemeriksaan ini dilakukan sekurang-kurangnya satu tahun sekali
atau lebih tergantung pada kondisi penyinaran yang diterima oleh
pekerja (Dartini, 2007).
Pemeriksaan kesehatan selama masa kerja dilakukan secara
berkala minimal sekali dalam setahun. Pemaparan terhadap
radiasi dan peristiwa kontaminasi dengan zat radioaktif dapat saja
terjadi tanpa diketahui oleh si pekerja radiasi, karena itu
diperlukan usaha untuk mendeteksi akibat yang ditimbulkannya.
Di pihak lain, perubahan kondisi kesehatan pekerja radiasi dapat
nampak seolah-olah sebagai akibat radiasi pengion namun pada
kenyataannya ditimbulkan oleh penyebab lain. Frekuensi uji
berkala seharusnya minimal sekali dalam setahun, bergantung
pada umur dan kesehatan pekerja, sifat tugas, dan tingkat pajanan
terhadap radiasi (Tetriana dan Evalisa, 2007).
3) Pemeriksaan kesehatan pada waktu pemutusan hubungan kerja
Setiap pekerja radiasi pada saat memutuskan hubungan
kerja dengan instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
sumber radiasi diwajibkan menjalankan pemeriksaan kesehtaan
secara teliti
dan menyeluruh
atas
beban
instalasi
yang
memanfaatkan sumber radiasi. Dokter instalasi dapat menentukan
perlunya pengawasan kesehatan setelah putusnya hubungan kerja
untuk mengawasi kesehatan orang yang bersangkutan selama
dianggap perlu atas biaya pengusaha instalasi (Dartini, 2007).
Pada waktu berhenti sebagai pekerja radiasi, pekerja
tersebut akan
mendapatkan
pemeriksaan
kesehatan
untuk
menentukan kondisi kesehatannya pada saat berhenti bekerja. Jika
diperlukan dapat diberikan pemeriksaan tambahan sebagai tindak
lanjut (follow up). Petugas kesehatan pada unit medik fasilitas
nuklir sebaiknya memahami cara dan kondisi kerja sebagai
pekerja radiasi serta bahaya radiasi yang mungkin akan
mengancamnya (Tetriana dan Evalisa, 2007).
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia No. 172/MENKES/PER/III/1991, maka pemeriksaan
kesehatan pekerja radiasi terdiri dari:
a) Pemeriksaan jasmani (fisik)
b) Pemeriksaan laboratorium
c) Pemeriksaan lain yang dianggap perlu
b. Proteksi Paparan Radiasi
Untuk menjamin kesehatan pekerja radiasi tetap dalam kondisi
aman dan terkendali maka kegiatan pemeriksaan kesehatan pekerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
radiasi harus didukung juga oleh ketentuan yang mengatur cara-cara
yang aman dalam penggunaan radiasi. Di dalam Peraturan
Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang
Terhadap
gamblang
mengenai asas-asas proteksi radiasi yang terdiri dari asas justifikasi
(justification of practices), limitasi (dose limitation), dan optimisasi
(optimization of protection and safety) untuk setiap kegiatan yang
mengakibatkan penerimaan dosis radiasi pada seseorang berdasarkan
rekomendasi ICRP. Keempat asas yang telah dikenal secara luas
tersebut khususnya di lingkungan penguasa instalasi dan pengguna
adalah sebagai berikut :
1) Asas justifikasi, yaitu setiap kegiatan yang memanfaatkan
radioaktif atau sumber radiasi lainnya hanya boleh dilakukan
apabila menghasilkan keuntungan yang lebih besar kepada
seseorang yang terkena penyinaran radiasi atau bagi masyarakat,
dibandingkan dengan kerugian yang mungkin diakibatkan,
dengan memperhatikan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan faktor
lainnya yang sesuai. Dalam melakukan pengkajian perlu
diperhitungkan pula estimasi kerugian yang berasal dari
penyinaran yang tidak dapat diramalkan sebelumnya.
2) Asas limitasi, yaitu penerimaan dosis oleh seseorang tidak boleh
melampaui nilai batas dosis yang ditetapkan Badan Pengawas
(BP). Yang dimaksud nilai batas dosis disini adalah dosis radiasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama 1
(satu) tahun dan tidak bergantung pada laju dosis. Penetapan nilai
batas dosis ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk
tujuan medik yang berasal dari radiasi alam.
3) Asas optimisasi, yaitu proteksi dan keselamatan terhadap
penyinaran yang berasal dari sumber radiasi yang dimanfaatkan,
harus diusahakan sedemikian rupa sehingga besarnya dosis yang
diterima seseorang dan jumlah orang yang tersinari sekecil
mungkin dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi.
Terhadap dosis perorangan yang berasal dari sumber radiasi harus
diberlakukan pembatasan dosis yang besarnya harus dibawah
nilai batas dosis (Tetriana dan Evalisa, 2007).
Menurut Tim Bapeten (2003a), dalam hal proteksi radiasi
khusus untuk peralatan diagnostik:
1) Penyinaran radiasi medik sekecil mungkin yang bisa dicapai
dengan
tetap
mendapatkan
informasi
diagnostik
yang
diperlukan.
2) Parameter seperti tegangan, arus, posisi titik fokus, dinyatakan
secara jelas dan akurat.
3) Piranti yang secara otomatik bahwa radiasi selesai setelah
mencapai waktu tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
4) Untuk fluroskopi, piranti yang menghidupkan tabung dengan
cara ditekan terus-menerus harus dilengkapi dengan pembatas
waktu penyinaran atau pemantau dosis masuk kulit.
Menurut dr. Mardiatmo, 2008 dalam Prosedur Tetap mengenai
Proteksi Radiasi Terhadap Pasien (Lampiran 6), antara lain:
1) Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter.
2) Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.
3) Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa
sehingga sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.
4) Menggunakan proteksi atau apron untuk penderita, misal proteksi
untuk gonad, dan lain-lain.
5) Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau tidak terlalu
dibutuhkan.
6) Apabila pemeriksaan sangat dibutuhkan kepada penerita yang
sedang hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan
load, sehingga janin terhindar dari radiasi.
Menurut dr. Mardiatmo, 2008 dalam Prosedur Tetap mengenai
Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan (Lampiran 7), antara lain:
1) Penempatan sinar-X harus ditempatkan di ruang yang kedap
radiasi.
2) Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat sinarX baik lewat tembok dan pintu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
3) Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dengan
lampu merah dalam keadaan menyala berarti sedang terjadi
pemeriksaan.
4) Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan
tersebut ada daerah radiasi.
5) Memberi pengertian kepada pengantar penderita agar tidak ikut
masuk kedalam ruang pemeriksaan.
c. Peralatan Protektif dan Proteksi Radiasi
Menurut Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang
Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
pasal 18 tentang Peralatan Proteksi Radiasi dan Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1969 tentang Pemakaian Isotop Radioaktip
mempunyai peralatan teknis
yang diperlukan untuk melakukan penyimpanan isotop dengan baik,
untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi
Peralatan protektif dan peralatan proteksi radiasi adalah
beberapa alat atau rancangan yang digunakan oleh Instalasi
Radiologi dalam hal keselamatan pekerja untuk menghindari paparan
yang melebihi nilai batas dosis. Sehingga para pekerja merasa aman
dan nyaman dalam melakukan pekerjaannya dan terjaminnya
kesehatan mereka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
1) Peralatan Protektif Radiasi
Sebagai peralatan protektif harus sesuai dengan rancangan
yang
sudah
ditentukan
oleh
Kepmenkes
1014/MENKES/SK/XI/2008. Pendekatan yang dipakai dalam
menetapkan jenis dan luas ruangan adalah :
a) Fungsi ruangan/jenis kegiatan
b) Proteksi terhadap bahaya radiasi bagi petugas, pasien,
lingkungan
c) Efisiensi
Disisi lain juga tercantum adanya persyaratan ruangan :
a) Letak unit/instalasi radiologi hendaknya mudah dijangkau dari
ruangan gawat darurat, perawatan intensive care, kamar bedah
dan ruangan lainnya.
b) Di setiap instalasi radiologi dilengkapi dengan alat pemadam
kebakaran dan alarm sesuai dengan kebutuhan.
c) Suhu ruang pemeriksaan 20-24 °C dan kelembaban 40 - 60 %.
d) Suhu untuk alat sesuai dengan kebutuhan alat tersebut.
Persyaratan ruangan, meliputi jenis, kelengkapan dan
ukuran/luas ruangan yang dibutuhkan sebagai berikut :
a) Ketebalan dinding
Bata merah dengan ketebalan 25 cm (duapuluh lima
sentimeter) dan kerapatan jenis 2,2 g/cm3 (dua koma dua gram
per sentimeter kubik), atau beton dengan ketebalan 20 cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
(duapuluh sentimeter) atau setara dengan 2 mm (dua
milimeter) timah hitam (Pb), sehingga tingkat 26 Radiasi di
sekitar ruangan Pesawat sinar-X tidak melampaui Nilai Batas
Dosis 1 mSv/tahun (satu milisievert per tahun).
b) Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai
dengan kebutuhan.
c) Pintu dan ventilasi.
(1)Pintu ruangan Pesawat sinar-X dilapisi dengan timah hitam
dengan ketebalan tertentu sehingga tingkat Radiasi di
sekitar ruangan Pesawat sinar-X tidak melampaui Nilai
Batas Dosis 1 mSv/tahun (satu milisievert per tahun).
(2)Ventilasi setinggi 2 (dua) meter dari lantai sebelah luar agar
orang di luar tidak terkena paparan radiasi.
(3)Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu
merah yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai
tanda sedang dilakukan penyinaran (lampu peringatan tanda
bahaya radiasi).
d) Pada tiap-tiap sambungan Pb, dibuat tumpang tindih atau
overlapping.
e) Jenis dan ukuran ruangan:
(1) Ruang penyinaran atau Ruang sinar-X
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Ukuran ruangan sesuai dengan kebutuhan atau
besarnya alat. Sedangkan untuk ruang sinar-X tanpa
fluroskopi, minimal:
(a) Alat dengan kekuatan s/d 125 KV: 4m(p) x 3m(l) x
2,8m(t)
(b) Alat dengan kekuatan >125 KV: 6,5m(p) x 4m(l) x
2,8m(t)
(c) Ruang sinar-X fluoroskopi: 7,5m(p) x 5,7m(l) x 2,8m(t)
(2) Ruang CT-Scan
Ukuran ruangan adalah 6m (p) x 4m (l) x 3m (t) dan
dilengkapi dengan:
(a) Ruang operator
(b) Ruang mesin
(c) Ruang AHU/chiller
2) Peralatan Proteksi Radiasi
a) Film Badge
Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personil
monitoring yang terdiri dari sebuah paket yang berisi dua
lempeng film dental (untuk sinar-X atau gamma) atau tiga
buah lempeng film dental (untuk sinar-X dan gamma, netron)
yang dibungkus dalam suatu kertas kedap sinar dan dikenakan
dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai. Kedua film
yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif (Tim
Bapeten, 2003a).
Proses yang terjadi pada pemonitor perorangan yang
mempergunakan film ini sama dengan proses yang terjadi pada
waktu melakukan radiografi pada bidang medis (Tim Bapeten,
2003a).
Prinsip dasar yang terjadi pada film badge adalah adanya
kehitam-hitaman pada film. Kehitam-hitaman pada film
tersebut yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan
atau diplot pada grafik standar antara kerapatan dengan dosis.
Pengukuran dosis film badge didasarkan pada fakta bahwa
radiasi pengion akan menyinari perak bromide yang terdapat
pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan kehitaman
pada film tersebut. Tingkat kehitaman yang juga disebut
sebagai densitas optis dari film tersebut secara tepat dapat
diukur dengan menggunakan densitometer fotolistrik yang
pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya
yang dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari
film yang terkena radiasi secara kulitatif berhubungan dengan
besarnya penyinaran radiasi (Tim Bapeten, 2003a).
Dengan perbandingan densitas optis dari film yang
dikenakan oleh seseorang yang terkena radiasi terhadap
densitas film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
diketahui, maka penyinaran terhadap film yang dikenakan oleh
seseorang tersebut dapat ditentukan (Tim Bapeten, 2003a).
b) Thermoliminescence Dosimeter (TLD)
Beberapa kristal termasuk CaF2 yang menggunakan Mn
sebagai pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan cahaya
apabila Kristal-kristal tersebut dipanaskan setelah dikenai
radiasi.
Kristal-kristal
tersebut
dinamakan
kristal
termoluminesens (kristal pendar panas) (Tim Bapeten, 2003a).
Penyerapan energi radiasi oleh kristal mengakibatkan
timbulnya atom-atom dalam kristal sehingga menghasilkan
elektron-elektron dan lubang-lubang bebas dalam kristal
pendar panas. Elektron-elektron ini ditangkap oleh pemancar
dalam kisi-kisi kristalin sehingga dapat menghalangi timbulnya
energi dalam kristal tersebut (Tim Bapeten, 2003a).
Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang
ditimbulkan sebagai cahaya. Pengukuran keluaran cahaya
bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu dimana keluaran
cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi
pengikat elektron pada lubang di dalam tangkapan tersebut.
Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan jumlah elektron
yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi
yang diserap dari radiasi pengion (Tim Bapeten, 2003a).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat
pemanasan kristal standar panas secara langsung sebanding
dengan dosis radiasi yang diserap oelh kristal tersebut (Tim
Bapeten, 2003a). Beberapa peralatan protektif dan peralatan
proteksi radiasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Peralatan Protektif dan Proteksi Radiasi
Jenis Rumah
Sakit
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Peralatan
Radiasi
Protektif Peralatan
Radiasi
Lead apron, tebal 0,250,5 mm Pb
Sarung tangan, 0,25-0,5
mm Pb
Kacamata Pb, 1 mm
Pelindung tiroid Pb, 1
mm Pb
Pelindung gonad Pb, 0.25
0.5 mm Pb
Tabir mobile minimal
200 cm (t)x100
cm (l) setara 2 mm Pb +
kaca Pb, ukuran kaca
sesuai kebutuhan, tebal
2 mm Pb
Lead apron, tebal 0.25 0,5 mm Pb
Sarung tangan, 0.25 0.5
mm Pb
Kaca mata Pb, 1 mm Pb
Pelindung tiroid Pb, 1
mm Pb
Pelindung gonad Pb, 0.25
0.5 mm Pb
Tabir mobile minimal
200 cm (t)x100
cm (l) setara 2 mm Pb,
ukuran kaca
sesuai kebutuhan, tebal 2
mm Pb
Lead apron, tebal 0.25 -
commit to user
Proteksi
Surveymeter
Digital
pocket
dosimeter
Film badge atau TLD
Surveymeter
Digital
pocket
dosimeter
Film badge atau TLD
Film badge atau TLD
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Kelas D
0,5 mm Pb,
Neck Pb, 0.25 0.5 mm
Pb
Gonad Pb, 0.25 0.5 mm
Pb
Kaca mata Pb, 1 mm Pb
Tabir mobile minimal
200 cm (t)x100
cm (l) setara 2 mm Pb,
ukuran kaca
sesuai kebutuhan, tebal 2
mm Pb
Lead apron, tebal 0.25 - Film badge atau TLD
0,5 mm Pb,
Kacamata Pb, 1 mm Pb
Pelindung gonad Pb, 0.25
0.5 mm
Pb
Tabir mobile minimal
200 cm (t)x100
cm (l) setara 2 mm Pb +
kaca Pb, ukuran kaca
sesuai kebutuhan, tebal
2 mm Pb
Sumber : Data Sekunder
1014/MENKES/SK/XI/2008)
(Dokumen
KEPMENKES
c) Alat Pelindung Diri
Semua alat pelindung diri harus diperhatikan dengan
seksama dan disimpan dengan baik ketika tidak digunakan.
Semua alat pelindung diri harus dalam kondisi bersih dan siap
digunakan, jadwal pemeliharaan oleh produsen harus diingat
dan dilakukan termasuk pergantian bagian yang rusak atau
terjadwal untuk diganti (Tim Pusat K3, 2009).
(1) Alat pelindung mata (Goggles)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Salah satu masalah tersulit dalam pencegahan
kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa
mata. Orang yang tidak terbiasa dengan kacamata
biasanya tidak memakai perlidungan tersebut dengan
alasan
mengganggu
pelaksanaan
pekerjaan
dan
Menurut Tim Pusat K3 (2009), goggles mempunyai
fungsi untuk melindungi mata dari:
(a) Percikan bahan-bahan korosif.
(b) Kemasukan
debu
atau
partikel-partikel
yang
melayang di udara.
(c) Lemparan benda-benda kecil.
(d) Pancaran gas atau uap kimia yang dapat menyebabkan
iritasi mata.
(e) Radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion
maupun tidak mengion.
(f) Benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.
Menurut Tim Pusat K3 (2009), goggles mempunyai
spesifikasi atau ketentuan sebagai berikut:
(a) Tahan terhadap api.
(b) Tahan terhadap lemparan atau percikan benda kecil.
(c) Lensa tidak boleh memiliki efek distorsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
(d) Mampu menahan radiasi gelombang elektromagnetik
pada panjang gelombang tertentu.
(2) Alat pelindung tangan (Sarung tangan atau Gloves)
Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja
dengan pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan
Menurut Tim Pusat K3 (2009), gloves mempunyai
fungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari
pajanan api, panas, dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi
mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan,
tergores, terinfeksi. Alat pelindung tangan harus sesuai
antara potensi bahaya dengan bahan sarung tangan yang
dikenakan pekerja. Potensi bahaya dan bahan sarung
tangan yang sesuai dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis sarung tangan sesuai potensi bahaya
Potensi bahaya
Radiasi mengion
Sarung tangan
Karet atau kulit yang dilapisi
dengan Pb
Benda-benda tajam atau kasar Kulit atau PVC, kulit yang
dilapisi logam kromium
Asam dan alkali yang korosif
Karet
Pelarut organik
Karet sintetis
Benda-benda panas
Kulit atau asbes
Sumber : Data Sekunder (Dokumen Pusat K3, 2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
(3) Pakaian pelindung (Apron)
Menurut Tim Pusat K3 (2009), pakaian pelindung
berfungsi untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh
dari kotoran, debu, bahaya percikan bahan kimia, radiasi,
panas, bunga api maupun api. Untuk spesifikasinya adalah
pakaian pelindung dari kulit untuk tenaga kerja yang
mengerjakan
pengelasan,
pakaian
pelindung
untuk
pemadam kebakaran, pakaian pelindung untuk pekerja
yang terpajan radiasi tidak mengion, pakaian pelindung
untuk pekerja yang terpajan radiasi mengion, pakaian
pelindung terbuat dari plastik untuk tenaga kerja yang
bekerja kontak dengan bahan kimia.
d) Surveymeter
Menurut Tim Bapeten (2003b), surveymeter adalah alat
yang digunakan untuk mengetahui tingkat radiasi di suatu
tempat dalam satuan laju dosis. Pemilihan surveymeter yang
akan digunakan harus didasarkan pada jenis radiasi, energi
radiasi, dan kondisi tempat kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
B. Kerangka Pemikiran
Rumah Sakit
Radiodiagnostik
1.
2.
Radiasi
Sumber Radiasi : sinar X,
sinar alfa, beta, dan
gamma
Potensi Bahaya Radiasi
Terkendali
Sesuai NBD
5 mSv
Upaya Proteksi
Oleh dan untuk pekerja radiasi :
1. Pemeriksaan
a. Sebelum bekerja
b. Berkala selama bekerja
c. Saat pemutusan hubungan
kerja
2. Proteksi radiasi, pengendalian :
a. Waktu
b. Jarak
c. Shielding
d. Peralatan protektif dan proteksi
radiasi :
1) Rancangan ruangan (tebal
dinding, tebal lapisan Pb,
luas ruangan)
2) Peralatan proteksi (Film
badge, TLD, alat pelindung
diri (pelindung mata,
pelindung tangan,
pelindung tubuh),
surveymeter)
Gambar 3. Skema kerangka pemikiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan
memberikan gambaran mengenai suatu pokok permasalahan menurut apa adanya,
bersifat informatif sehingga pesan yang tersurat dapat tersampaikan kepada
pembacanya (Hartoto, 2009).
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk mengadakan penelitian adalah Rumah Sakit
Umum Dr. Moewardi Surakarta Jalan Kolonel Soetarto 132 Surakarta.
C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian
Penulisan laporan ini dititikberatkan pada Proteksi Radiasi di Instalasi
Radiodiagnostik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
D. Sumber Data
Data yang diperoleh berasal dari:
1. Data Primer
41
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara dan tanya jawab
kepada bagian yang terkait yaitu bagian Instalasi Radiodiagnostik di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
2. Data Sekunder
Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan mempelajari buku,
laporan dan data lain yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi di rumah
sakit.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah:
1.
Observasi
Observasi ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap lingkungan kerja untuk memperoleh data tentang
penerapan Proteksi Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
2.
Teknik Wawancara
Peneliti mengadakan tanya jawab dengan bagian yang terkait yaitu
bagian Radiodiagnostik
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
3.
Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data dan mempelajari
dokumen dan catatan-catatan rumah sakit yang berhubungan dengan Proteksi
Radiasi di rumah sakit.
4.
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan membaca literatur-literatur yang
berhubungan dengan data yang diperoleh dari rumah sakit untuk memperoleh
pengetahuan secara teoritis mengenai Proteksi Radiasi rumah sakit.
F. Pelaksanaan
Masa pelaksanaan magang selama 1 bulan dimulai tanggal 1 sampai dengan
31 Maret 2011. Dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
1. Tanggal 1
14 Maret 2011 PKL di Instalasi Sanitasi.
2. Tanggal 15 Maret 2011 observasi ke boiler.
3. Tanggal
17
Maret
2011
observasi
ke
Instalasi
Radiologi
yaitu
Radiodiagnostik dan Radioterapi.
4. Tanggal 19 Maret 2011 observasi ke genset.
5. Tanggal 21 Maret 2011 observasi dan wawancara kepala bagian Instalasi
Radiodiagnostik.
6. Tanggal 24 Maret 2011 observasi dengan melihat secara langsung prosedur
penyinaran yang dilakukan di ruang CT-scan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
7. Tanggal 26 maret 2011 dokumentasi di ruang CT-Scan dipandu kepala bagian
Instalasi Radiodiagnostik.
8. Tanggal 30 Maret 2011 pelatihan APAR beberapa karyawan RSUD Dr.
Moewardi.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriptif dengan pedomanpedoman dan standar yang ada mengenai pikiran logis dalam pemecahan masalah
yang ada, sehingga mampu memberikan gambaran dengan jelas mengenai Proteksi
Radiasi di rumah sakit pada umumnya dan RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada
khususnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Alat Protektif dan Proteksi Radiasi
Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi memiliki 6 ruangan
penyinaran sinar-X.
Alat protektif radiasi disini adalah Tabir (Shielding) dari segi rancangan
untuk ruang sinar-X, antara lain
a. Tebal dinding tabir (shielding) adalah setebal 50 cm.
b. Penahan utama (primary barrier) untuk ruangan sinar-X di instalasi
Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi dilapisi dengan Pb (timah hitam) 2
mm.
c. Luas ruangan 4 x 6 meter dan tinggi 3 meter.
Alat proteksi radiasi untuk petugas radiasi, pasien maupun pengunjung
(yang berada di dalam ruangan radiasi) yang digunakan atau tersedia di
Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi antara lain :
1) Bagi petugas radiasi :
a) Apron tubuh atau Lead apron
b) Gloves
c) Goggles
d) Film Badge, dapat dilihat pada Gambar 4.
45
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Gambar 4. Film Badge
Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta)
e) Surveymeter, dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Surveymeter
Sumber :Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta)
2) Bagi pasien penyinaran radiasi :
a) Apron tubuh atau Lead apron
b) Apron tiroid, dapat dilihat pada Gambar 6.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Gambar 6. Apron Tiroid
Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta)
c) Apron gonad
d) Gloves, dapat dilihat pada Gambar 7.
e) Goggles
Gambar 7. Gloves
Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta)
3) Bagi pengunjung jika harus mendampingi pasien masuk di ruang
penyinaran :
a) Apron tubuh atau Lead apron, dapat dilihat pada Gambar 8.
b) Gloves
c) Goggles
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Gambar 8. Apron tubuh berlapis Pb 2 mm.
Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta)
2. Nilai Batas Dosis
Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi mencatat hasil dari
Nilai Batas Dosis (NBD) petugas atau pekerja yang berada atau secara
langsung menangani pasien dengan menggunakan sumber radiasi adalah 5
mSv per tahun. Nilai Batas dosis dapat dilihat atau diketahui dari Personal
Monitoring Radiasi yang kemudian dikirim ke Bapeten Pusat untuk
mengetahui hasilnya.
3. Prosedur Proteksi Paparan Radiasi
Penulis telah mendapatkan penjelasan mengenai prosedur yang
dilakukan mencegah dan atau mengurangi paparan radiasi di Instalasi
Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sasaran proteksi radiasi ini
adalah petugas radiasi, pasien dan lingkungan.
a. Prosedur proteksi terhadap petugas radiasi ketika penyinaran sedang
berlangsung antara lain :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
1)
harus berlindung di balik tabir berupa dinding berlapis timbal. Dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Petugas radiasi berlindung dibalik tabir atau shielding.
Sumber : Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta
2) Menggunakan alat pelindung diri.
3) Memasang Personal Monitoring Radiasi yaitu film badge.
b. Prosedur proteksi terhadap pasien ketika penyinaran sedang berlangsung,
antara lain :
1) Meminimalkan frekuensi paparan.
2) Pemotretan harus berdasar pertimbangan klinis (asas manfaat).
3) Penyinaran sesuai kebutuhan klinis.
4) Menghindari pemotretan ulang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
c. Prosedur proteksi terhadap lingkungan, antara lain :
1) Ada tanda peringatan berupa nyala lampu merah bahwa pesawat sinar-X
sedang dioperasikan.
2) Bagi pengunjung yang memang harus ada disamping pasien maka
menggunakan alat pelindung diri berupa apron.
3) Arah berkas sinar tidak boleh diarahkan ke arah kerumunan.
B. Pembahasan
1.
Alat Protektif dan Proteksi Radiasi
Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi memiliki 6 ruangan
penyinaran sinar-X.
Alat protektif radiasi disini adalah Tabir (Shielding) dari segi rancangan
untuk ruang sinar-X, antara lain
a.
Tebal dinding tabir (shielding) adalah setebal 50 cm.
b.
Untuk rancangan timbal instalasi Radiodiagnostik rumah sakit pada
penahan utama (primary barrier) di instalasi Radiodiagnostik RSUD
Dr. Moewardi, dalam hal ini untuk ruangan sinar-X adalah dengan
berlapiskan Pb 2 mm.
c.
Lebar ruangan 4 x 6 meter dan tinggi 3 meter. Luas ruangan ini
bertujuan agar sisa penyinaran berupa radiasi segera terionisasi di
udara sehingga jika ruangan terlalu sempit maka dikhawatirkan sisa
radiasi masih berada di ruangan dan tidak terionisasi di udara yang
membahayakan pula bagi pekerja radiasi. Ruang penyinaran dan alat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
CT-scan dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan ruang kontrol CTscan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Ruang penyinaran CT-Scan
Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta)
Gambar 5. Ruang control CT-Scan dari balik tabir atau shielding.
Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Menurut penjelasan dari Muhtarom (2011), ketika pesawat sinar-X
dioperasikan maka yang berada di ruang penyinaran radiasi hanya pasien
sedangkan pekerja radiasi berlindung di balik tabir. Setelah penyinaran,
paparan radiasi masih terkandung di dalam ruangan tersebut namun sisa
radiasi sudah terionisasi di udara.
Menurut
Kepmenkes
1014/MENKES/SK/XI/2008,
ruangan
pemeriksaan di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi sudah sesuai
digunakan untuk pasien dan pekerja radiasi, karena memiliki luas dan tinggi,
yaitu luas 4 x 6 meter dan tinggi 3 meter. Dengan ruangan seperti itu maka
sisa radiasi mudah terionisasi di udara sehingga meminimkan paparan yang
berlebih setelah penyinaran. Dan menurut Soedardjo (1999), Tebal dinding
beton atau timbal penahan utama (primary barrier) di RSUD Dr. Moewardi
sudah sesuai, yaitu tebal beton 50 cm dilapisi Pb (timah hitam) 2 mm. Tebal
dinding penahan primer untuk beberapa sumber radiasi dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Tebal dinding penahan primer untuk berbagai sumber radiasi
Sumber
Radiasi
Ketebalan Penahan Utama
Timbal (mm)
Sinar-X,
dokter gigi,
Sinar-X,
diagnostik
rumah sakit
Dinding Beton (cm)
0,5
5
2
25
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Sinar-X,
10
50
industri
(250 kV)
Iridium-192
70
60
(1 TBq)
Cobalt-60
180
80
(185 GBq)
Sumber : Data Sekunder (Soedardjo, 1999. Pusat Pengembangan Teknologi
Keselamatan Nuklir-BATAN. Tangerang)
Secara keseluruhan alat proteksi radiasi untuk petugas radiasi, pasien
maupun pengunjung (yang berada di dalam ruangan radiasi) yang digunakan
atau tersedia di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi antara lain :
a. Lead apron
b. Apron thyroid
c. Gloves
d. Film badge
e. Surveymeter
Untuk apron gonad dan goggles tersedia namun tidak digunakan karena
sudah rusak. Alat proteksi radiasi ini berlapis Pb (timah hitam) 2 mm. Lebih
digunakan oleh pasien yang secara langsung terpapar. Sebagai contoh adalah
pasien yang harus diperiksa melalui penyinaran adalah organ thoraks atau
dada maka organ lainnya diberi pelindung dengan apron-apron tersebut di atas
terutama untuk organ reproduksi yang paling rawan terpapar radiasi. Sehingga
pemotretan atau penyinaran atas dasar pertimbangan klinis (asas manfaat) dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
sesuai kebutuhan. Namun, jika petugas di instalasi tersebut atau pekerja
radiasi harus menemani pasien maka diwajibkan untuk menggunakan apron.
Dan untuk mengetahui ada atau tidaknya kebocoran dinding timbal
digunakan alat yang bernama Surveymeter. Jika ada kebocoran maka anak
panah penunjuk angka akan bergerak stabil.
RSUD Dr. Moewardi dalam hal alat protektif dan proteksi radiasi
berdasarkan Kepmenkes 1014/MENKES/SK/XI/2008 untuk Rumah Sakit
Kelas A dalam hal alat protektif maupun proteksi radiasi antara lain memiliki
Lead apron tebal 0.25 - 0,5 mm Pb, Sarung tangan 0.25
0.5 mm Pb, Kaca
mata Pb 1 mm Pb, Pelindung tiroid Pb 1 mm Pb, Pelindung gonad Pb, 0.25
0.5 mm Pb, Tabir dengan ketebalan 25 cm tebal 2 mm Pb, Surveimeter, film
badge atau TLD. Dan pengadaannya proteksi berdasar Peraturan Pemerintah
no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan
Radiasi Pengion pasal 18 tentang Peralatan Proteksi Radiasi dan Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1969 tentang Pemakaian Isotop Radioaktip Radiasi
pasal 6 yang berbunyi mempunyai peralatan teknis yang diperlukan untuk
melakukan penyimpanan isotop dengan baik, untuk menjamin perlindungan
terhadap radiasi.
2.
Nilai Batas Dosis
Di
Instalasi
Radiodiagnostik
RSUD
Dr.
Moewardi
mencatat
bahwasannya hasil dari Nilai Batas Dosis (NBD) petugas atau pekerja radiasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
adalah 5 mSv per tahun. Nilai Batas dosis diketahui dari Personal Monitoring
Radiasi dan dikirim ke Bapeten Pusat untuk mengetahui hasilnya.
Nilai Batas Dosis selain digunakan untuk membatasi penerimaan dosis
juga digunakan dalam menentukan antara sumber radiasi, pekerja, petugas
pengangkut, dan masyarakat serta harta benda seperti film fotografi dan bahan
berbahaya dan beracun. Menurut
ICRP No. 60 tahun 1990 yaitu untuk
petugas atau pekerja radiasi adalah 5 mSv per tahun dengan syarat bahwa
dosis rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak melebihi dari 1 mSv
dalam satu tahun dan menurut Bapeten no 01/Ka-Bapeten/V-99 tentang Nilai
Batas Dosis serta Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang
Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion Bab III
mengenai Sistem Pembatasan Dosis Pasal 3 sampai dengan Pasal 6.
3.
Prosedur Proteksi Paparan Radiasi
Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Moewardi dalam penelitiannya
mendapat penjelasan mengenai Prosedur Proteksi Paparan Radiasi itu sendiri.
Upaya proteksi yang dlikakukan berdasarkan prinsip proteksi radiasi antara
lain waktu, jarak, dan shielding. Di bawah ini adalah prosedur-prosedur yang
dilakukan serta penjelasannya.
a. Upaya proteksi terhadap petugas radiasi ketika penyinaran berlangsung
antara lain :
1) Ketika alat penyinaran (CT-Scan)
harus berlindung di balik tabir berupa dinding berlapis timbal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Pekerja radiasi sudah melakukan hal yang benar disini yaitu
berlindung dibalik tabir atau shielding agar aman dari paparan radiasi
yang dikeluarkan oleh alat yaitu CT-Scan, alat yang diunggulkan di
RSUD Moewardi dalam hal Radiologi.
2) Menggunakan alat pelindung diri.
Alat pelindung diri berupa apron digunakan jika mengharuskan
pekerja radiasi berada di ruang pemeriksaan saat penyinaran dan
ketika berhubungan langsung dengan alat itu sendiri. Disediakan di
setiap ruangan.
3) Personal Monitoring Radiasi.
Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi menggunakan
Film Badge yang setiap bulannya Instalasi Radiodiagnostik mendapat
kiriman Film Badge dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Untuk mengetahui berapa besar paparan pada pekerja dilihat dari
tingkat kehitaman foto. Film Badge dipakai dengan cara :
a) Ambil holder film badge yang telah berisi film badge sesuai bulan
pemakaian.
b) Pasang pada bagian pinggang depan pekerja.
c) Diletakkan di bagian depan film badge menghadap ke depan.
d) Lepaskan film badge bila selesai masa kerja.
e) Proses film badge di BPFK sebulan sekali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Secara keseluruhan untuk proteksi radiasi terhadap petugas radiasi
sudah
tercantum
dalam
Prosedur
Tetap
(Protap)
di
Instalasi
Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi mengenai Penggunaan Alat Proteksi
Radiasi antara lain:
1) Setiap pekerja radiasi harus berlindung di belakang tabir proteksi
(tembok beton atau Pb).
2) Menggunakan tabir Pb yang dilengkapi dengan kaca Pb.
3) Setiap pekerja radiasi memakai apron.
4) Penggunaan radiasi seefektif mungkin sehingga mengurangi radiasi
hambur.
5) Mencegah pengulangan foto.
6) Mengatur jarak antara petugas radiasi dengan sumber radiasi.
Prosedur pemakaian Personal Monitoring sudah sesuai dengan
Program Proteksi Radiasi yang dibuat di Instalasi Radiologi RSUD Dr.
Moewardi
pada
umumnnya
yang
memiliki
2
Instalasi
yaitu
Radiodiagnostik dan Radioterapi dimana untuk Program Proteksi dalam hal
prosedur pemakaian Personal Monitoring atau proteksi utuk personil
disamakan.
b. Untuk prosedur proteksi pada pasien maupun lingkungan, antara lain :
1) Prosedur proteksi terhadap pasien ketika penyinaran sedang berlangsung
antara lain :
a) Meminimalkan frekuensi paparan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
b) Pemotretan harus berdasar pertimbangan klinis (asas manfaat).
c) Penyinaran sesuai kebutuhan klinis.
d) Menghindari pemotretan ulang.
2) Prosedur proteksi terhadap lingkungan, antara lain :
a) Ada tanda peringatan berupa nyala lampu merah dan tulisan bahwa
pesawat sinar-X sedang dioperasikan.
b) Bagi pengunjung yang memang harus ada disamping pasien maka
menggunakan alat pelindung diri berupa apron.
c) Arah berkas sinar tidak boleh diarahkan ke arah kerumunan.
Sebagaimana dalam Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang
Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, antara lain:
1) Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter.
2) Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.
3) Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa sehingga
sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.
4) Menggunakan proteksi atau apron untuk penderita, misal proteksi
untuk gonad, dan lain-lain.
5) Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau tidak terlalu
dibutuhkan.
6) Apabila pemeriksaan sangat dibutuhkan kepada penerita yang sedang
hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan load,
sehingga janin terhindar dari radiasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Dan upaya proteksi yang lain adalah Prosedur Tetap RSUD Dr.
Moewardi tentang Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan, antara lain:
1) Penempatan sinar-X harus ditempatkan diruang yang kedap radiasi.
2) Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat sinar-X
baik lewat tembok dan pintu.
3) Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dengan
lampu merah dalam keadaan menyala berarti sedang terjadi
pemeriksaan.
4) Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan tersebut
ada daerah radiasi.
5) Memberi pengertian kepada pengantar penderita agar tidak ikut
masuk kedalam ruang pemeriksaan.
Sedangkan dalam prinsip Alara (as low as reasonably achievable)
adalah konsep dalam teknologi nuklir yang mempersyaratkan bahwa
rancangan, penggunaan sumber radiasi dan kegiatan yang berhubungan
dengan radiasi pengion, haruslah sedemikian rupa sehingga paparan radiasi
yang
ditimbulkan
sekecil
mungkin
yang
dapat
memperhatikan kelayakan teknis, ekonomi dan sosial.
commit to user
dicapai
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Alat Protektif dan Proteksi Radiasi
Alat protektif dan proteksi radiasi di Instalasi Radiodiagnostik
RSUD Dr. Moewardi dalam hal ini sudah sesuai dengan Kepmenkes
1014/MENKES/SK/XI/2008 yaitu dalam hal shielding, lead apron, gloves,
film badge, surveymeter, apron thyroid. Namun ada yang belum sesuai
yaitu goggles dan apron gonad dikarenakan rusak dan tidak layak pakai.
Pengadaan program dalam hal proteksi radiasi sudah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan
Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion pasal 18 tentang
Peralatan Proteksi Radiasi dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969
tentang Pemakaian Isotop Radioaktip Radiasi pasal 6 yang berbunyi
mempunyai
peralatan
teknis
yang
diperlukan
untuk
melakukan
penyimpanan isotop dengan baik, untuk menjamin perlindungan terhadap
radiasi
2. Nilai Batas Dosis
Nilai Batas Dosis (NBD) untuk petugas atau pekerja radiasi di
Instalasi Radiodiagnostik sudah memenuhi standard internasional ICRP
No. 60 tahun 1990, yaitu untuk petugas atau pekerja radiasi adalah 5 mSv
per tahun dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama lima tahun berturut-
commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
turut tidak melebihi dari 1 mSv dalam satu tahun dan menurut Bapeten no
01/Ka-Bapeten/V-99 tentang Nilai Batas Dosis serta Peraturan Pemerintah
no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion Bab III mengenai Sistem Pembatasan Dosis
Pasal 3 sampai dengan Pasal 6.
3. Prosedur Proteksi Paparan Radiasi
Prosedur proteksi terhadap petugas dan atau pekerja radiasi ketika
penyinaran sedang berlangsung sudah sesuai dengan Program RSUD Dr.
Moewardi itu sendiri yaitu dengan memprogram proteksi radiasi sebagai
program kerja Instalasi Radiodiagnostik dan Prosedur Tetap (Protap) di
Instalasi Radiodiagnostik mengenai Penggunaan Alat Proteksi Radiasi dan
Program Proteksi Radiasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Sedangkan prosedur proteksi terhadap pasien maupun lingkungan
sudah berdasarkan Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang Proteksi
Radiasi Terhadap Pasien, Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang
Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan, serta prinsip Alara (as low as
reasonably achievable) adalah konsep dalam teknologi nuklir yang
mempersyaratkan bahwa rancangan, penggunaan sumber radiasi dan
kegiatan yang berhubungan dengan radiasi pengion, haruslah sedemikian
rupa sehingga paparan radiasi yang ditimbulkan sekecil mungkin yang
dapat dicapai dengan memperhatikan kelayakan teknis, ekonomi dan
sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
Di Instalasi Radiodiagnostik
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
dilakukan oleh pihak Radiodiagnostik sendiri dimana mereka adalah salah
satu anggota K3RS. Sehingga membahayakan bagi pekerja radiasi yang bisa
terpapar lebih dari Nilai Batas Dosis. Secara keseluruhan RSUD Dr.
Moewardi terutama di bagian Radiodiagnostik sudah memenuhi standard
dalam hal Proteksi Radiasi.
B. Saran
Dari hasil penelitian penulis ingin memberikan saran yang mungkin
bermanfaat dan dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi pihak RSUD Dr.
Moewardi.
1. Memberikan
penyuluhan
khusus
bagi
pekerja
radiasi
untuk
lebih
memperhatikan kesehatan pribadi pada saat kontak langsung paparan sumber
radiasi yaitu sinar-X dan perlunya peggunaan APD sebagai upaya pencegahan
terhadap penyakit akibat kerja.
2. Memberikan penyuluhan khusus bagi pekerja radiasi untuk memakai alat
pelindung diri dalam bekerja sebagai upaya proteksi terhadap paparan radiasi
yang akan menyebabkan penyakit akibat kerja.
3. Perlunya penanganan segera pada ruang sinar-X yang didapati mengalami
kebocoran pada dinding ruang radiasi sinar-X sehingga mampu menjamin
keselamatan pekerja radiasi itu sendiri dalam pekerjaannya.
4. Perlunya penanganan segera dalam hal alat pelindung diri yang rusak untuk
diganti dengan yang baru agar dapat digunakan untuk proteksi radiasi itu di
Radiodiagnostik.
commit to user
Download