Pengelolaan Nyeri pada Tn. T dengan Tumor Abdomen di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga Francisco Ornai*, Joyo Minardo**, Maksum*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Tumor merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan pada jaringan-jaringan tubuh tertentu. Jaringan yang rusak akan membesar dan menggelembung karena berkumpulnya jaringan lendir atau cairan lendir pada jaringan organ yang rusak. Untuk memberikan gambaran nyata tentang pemberian asuhan keperawatan pada Tn. T dengan tumor abdomen di ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien dalam memenuhi kebutuhan pencegahan nyeri. Pengelolaan nyeri tumor Abdomen dilakukan selama 2 hari pada Tn T. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang. Hasil pengelolaan didapatkan luka tidak mengalami tanda-tanda infeksi maupun inflamasi, dan tidak menyebabkan masalah komplikasi lain akibat dari adanya luka pada pasien. Analisa nyeri pada Tn. T, yaitu pada hari pertama pengelolaan nyeri pada bagian posisi abdomen, nyeri terasa perih dan seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, dan hilang timbul, sehingga setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, nyeri berkurang dengan skala 3, nyeri pada perut kanan atas atau bagian yang habis dioperasi, terasa perih dan seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul. Saran bagi institusi pelayanan kesehatan diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) di berbagai rumah sakit. Kata Kunci : Pengelolaan nyeri Latar Belakang Tumor merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan pada jaringanjaringan tubuh tertentu. Jaringan yang rusak akan membesar dan menggelembung karena berkumpulnya jaringan lendir atau cairan lendir pada jaringan organ yang rusak. Terkonsentrasinya lendir pada tempat tertentu terjadi karena sistem penghancuran benda asing (fagosit) secara terus menerus. Akibatnya pada tempat tertentu akan membesar dan membengkak (Yunita, 2010). Kata 'tumor' tidak harus berarti kanker. Ada dua kategori tumor­ jinak dan ganas dan perbedaan ini sangatlah penting. Tumor jinak bukanlah kanker. Namun hanya sekedar kumpulan sel yang, meskipun masih mirip dengan jaringan tempat asalnya misalnya otot, saraf, lemak, pembuluh darah, dan sebagainya-mulai menggandakan diri lebih cepat dari normal. Sel tetap utuh, membentuk suatu kapsul, dan hanya tumbuh mengembang. Sangat berbeda dengan tumor ganas. Sel tumor ganas tidak tinggal di dalam kelompok yang tegas dan bertepi jelas, serta terpisah dari jaringan sekitarnya. Namun bersifat invasif, meregang keluar dalam bentuk kolom-kolom yang menyebar ke jaringan di dekatnya, menerobos barier tubuh, menyebar di sepanjang permukaan bertunas ke dalam pembuluh darah dan getah bening dan biasanya bereproduksi dan tumbuh dengan kecepatan yang lebih cepat daripada sel-sel normal (Youngson, 2005). Tumor ada dua jenis yaitu tumor pasif dan tumor aktif. Tumor pasif terjadi bila proses membesarnya lambat, sedangkan tumor aktif terjadi bila proses membesarnya cepat. Tumor pasif bisa tumbuh pada organ tubuh mana saja, sedangkan tumor aktif tumbuh pada tempat-tempat tertentu. Tumor tidak ganas bisa tumbuh pada seluruh permukaan kulit, sedangkan tumor ganas bisa tumbuh pada kelencar kelenjar yang ada di dalam perut (Yunita, 2010). Tumor dalam perut bisa berbentuk polip, walupun tidak ganas, tetapi sering menyebbakan perdarahan dalam tinja. Lebih dari separuh penderita polip dalam usus besarnya, akhirnya menjadi kanker (Hariana, 2015). Adanya tumor dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan benjolan pada perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Misalnya sebuah kista yang tidak seberapa besar tetapi terletak didepan rahim dapat menekan kandung kemih, sedang suatu kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut. Tekanan tumor dapat pula mengakibatkan sembelit, bengkak pada tungkai (Harmanto, 2005). Tumor merupakan istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya pertumbuhan massa (solid/padat) atau jaringan abnormal dalam tubuh yang meliputi tumor jinak (benigna tumor) dan tumor ganas (malignant tumor). Tumor ganas lebih dikenal sebagai kanker. Massa ini timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan pertumbuhan dan regenerasi sel. Pertumbuhan sel yang tidak terkendali disebabkan kerusakan DNA yang mengakibatkan mutasi (perubahan genetik yang bersifat menurun) pada gen vital yang bertugas mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasimutasi tersebut disebabkan agen zat-zat kimia atau fisik yang dinamakan sebagai karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) maupun diwariskan. Tumor ada yang jinak ada pula yang ganas. Tumor disebut jinak jika kecepatan pembelahan selnya relative tidak terlalu tinggi dan sel-sel hasil pembelahan yang cepat tersebut masih menunjukkan keabnormalan yang relative rendah. Tumor jinak biasanya terbungkus oleh semacam selaput yang membuat jaringan. Kumpulan sel-sel tumor yang terpisah dengan jaringan normal disekitarnya dan tidak dapat menyebar kebagian tubuh lain. Hal tersebut menyebabkan tumor jinak umumnya relative mudah diangkat dengan jalan pembedahan dan tidak membahayakan kesehatan penderitanya (Abdurahman, dkk. 2008). Metode Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien dalam memenuhi kebutuhan pencegahan nyeri. Pengelolaan nyeri tumor Abdomen dilakukan selama 2 hari pada Tn T. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang Tumor ganas kecepatan pembelahannya sangat tinggi dan selselnya menunjukkan keabnormalan yang relative besar. Tambahan lagi tumor ganas umumnya tidak terbungkus oleh selaput sebagaimana pada tumor jinak sehingga sukar diangkat sampai bersih melalui pembedahan. Itu sebabnya tumor ganas umumnya dimatikan selselnya dengan penyinaran atau dengan kemoterapi (pengobatan dengan zat kimia yang bekerja membunuh sel-sel tumor (Abdurahman, dkk. 2008). Penatalaksanaan tumor secara umum ada dua yaitu suportif dan definitif. Penatalaksanaan secara suportif terdiri dari analgetik, anti kejang dan anti dema. Penatalaksanaan secara definitif yaitu pembedahan, radiosurgery, radiasi dan kemoterapi (Dewanto, 2009). Pemberian kemoterapi bertujuan untuk mengurangi kemungkinan hidup sel tumor, mempertahankan konsentrasi toksis kemoterapi untuk sel tumor yang mungkin tumbuh dan mengobati okul metastate tumor yang mungkin telah terdapat saat dilakukan operasi (Manuaba, 2008) Tumor merupakan penyakit yang mengkhawatirkan karena menjadi penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia yang meninggal (Riskesdas, 2007). Riset juga menyatakan bahwa setiap 1000 orang terdapat sekitar 4 penderita tumor. Faktor ini terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya sehingga dalam kurun waktu 10 tahun (2005-2015) WHO memperkirakan jumlah kematian karena tumor rata-rata 8,4 juta setiap tahun dan tahun 2015 mencapai 9 juta jiwa. Menurut Riskesdas (2007) dimana hasil diagnosa oleh tenaga kesehatan prevalensi penyakit tumor di Indonesia adalah 4,3%, sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah DI Yogyakarta (9,6%), selanjutnya Jawa Tengah (8,1%) dan DKI Jakarta (7,4%). Data tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ke dua untuk prevalensi tumor di Indonesia (Riskesdas, 2007: 115). Data pasien penderita tumor abdomen di RSUD Salatiga sampai tahun 2015 tidak ada kasus. Kasus pasien dengan tumor abdomen baru terjadi pada Bulan April 2016 yaitu hanya satu kasus dan penulis melakukan pengkajian terhadap pasien tersebut. Berdasarkan data di atas dapat menjadi daya ketertarikan sebagai pacuan untuk mengambil kasus ini. Maka penulis mengambil kasus tersebut sebagai penyusunan laporan komprehensif dengan mengambil judul “Pengelolaan nyeri pada Tn. T dengan tumor abdomen di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga”. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, validasi data dan identifikasi pola atau masalah (Hidayat, 2008). Proses pengkajian yaitu melakukan pengumpulan riwayat kesehatan, melakukan pengkajian kesehatan, wawancara dengan pasien (autoanamnesis) dan orang terdekat pasien (alloanamnesis), meneliti catatan kesehatan (Smeltzer, 2002). Sumber data didapatkan dari klien, keluarga, teman dekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan diagnostik dan laboratorium (Potter & Perry, 2005). Tumor abdomen merupakan massa yang padat dengan ketebalan yang berbeda-beda, yang disebabkan oleh sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal, sehingga sel tersebut berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya (Kusuma, 2011). Pada Kasus Tn.T, Tn.T mengeluh nyeri di perut pada abdomen kanan atas selama kurang lebih 1 bulan sebelum dirawat di rumah sakit. Pada saat melakukan pengkajian, penulis tidak mengkaji apakah Tn.T sebelum pembedahan (eksisi) mengeluh demam, ataupun diare. Ini merupakan kekurangan penulis saat melakukan pengkajian. Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis tumor abdomen akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan 39 dengan lelaki mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genetalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau gangguan ginekologi lainnya. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis tumor abdomen, bila diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi setiap 1-2 jam. Ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi diagnostik (Sjamsuhidajat, 2010). Pada kasus ini, Tn.T menjalani pembedahan/eksisi pada tanggal 4 April 2016 dengan hasil terdapat balutan pada perut kanan atas pada saat diikaji pasien masih agak lemah, tampak menahan kesakitan saat bergerak. Diagnosa keperawatan yang muncul pada tumor abdomen. Pada kasus Tn.T, ditemukan diagnosa mengeluh nyeri diperut kanan atas. Hal ini sesuai teori bahwa pada kasus tumor abdomen, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sebagai prioritas diagnosa keperawatan karena nyeri pasca operasi merupakan nyeri akut secara serius yang mengancam proses penyembuhan klien, yang harus menjadi prioritas perawatan. Nyeri pasca operasi yang akut menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi akibat imobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika nyeri akut tidak terkontrol (Potter, 2006). Selain itu apabila diagnosa ini tidak diatasi, dapat mengakibatkan ancaman bagi klien atau orang lain mempunyai prioritas tertinggi (Potter, 2005). Hal ini didukung dengan hasil pengkajian pada tanggal 5 April 2016 didapatkan data subyektif klien mengatakan terasa sakit atau nyeri pada luka bekas operasi atau eksisi, TD: 120/90 mmHg, N: 84x/menit, RR: 20x/menit, S: 37oC. Data tersebut sesuai dengan batasan karakteristik mayor diagnosa keperawatan nyeri. Alasan penulis memprioritaskan diagnosa nyeri sebagai diagnosa pertama dikarenakan masalah nyeri tersebut akan sangat mengganggu kenyamanan pasien. Jika nyeri tidak segera diatasi maka akan menimbulkan nyeri yang bertambah, dapat mengganggu hubungan personal atau mempengaruhi makna kehidupan serta dapat mempengaruhi kebutuhan fisiologis yang lain misalnya gangguan istirahat tidur pasien dan kebutuhan nutrisi (Potter dan Perry, 2006). Rencana keerawatan yang dilakukan penulis untuk mengurangi nyeri yang dialami pada Tn. T yaitu dengan intervensi pertama intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri yang di alami Tn. T dengan intervensi yang pertama kaji ulang nyeri pasien yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan skala nyeri. Intervensi yang kedua yaitu mengatur posisi senyaman mungkin yang bertujuan supaya grafitasi melakukan eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen. Intervensi yang yang ketiga yaitu monitor tanda-tanda vital yang bertujuan untuk melihat atau memonitor rentang normal keadaan tanda-tanda vital pasien. Intervensi yang keempat yaitu ajarkan tehnik penanganan nyeri yaitu teknik relaksasi yang bertujuan untuk menurunkan nyeri dan meningkatkan relaksasi, dengan membantu pasien dalam merespon nyeri sehingga mengurangi ketegagan otot dan meningkatkan kenyamanan serta meningkatkan koping simpatis. Menurut Muttaqin (2011), rencana tindakan keperawatan sebagai prioritas utama untuk mengatasi nyeri akut dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teratasi dengan kriteria hasil pasien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, skala nyeri 0-1, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, pasien tidak gelisah. Intervensi yang dilakukan meliputi Observasi, Nursing Planning, Education, Colaboration (ONEC). Pada kasus Tn.T, penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 2x24 jam karena nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu penanganan terlebih dahulu karena nyeri berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, rasa nyaman dan harus dipenuhi (Potter & Perry, 2005) dan kriteria hasil yang ditulis penulis yaitu pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-1 (0-10); tanda-tanda vital dalam batas normal karena tanda-tanda vital dilakukan untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh baik keadaan metabolisme, perubahan pada sistem kardiovaskuler, fungsi pernapasan, maupun menilai kemampuan sistem kardiovaskuler (Hidayat, 2008); pasien tampak rileks dan pasien tidak tampak meringis kesakitan karena meringis atau ekspresi wajah yang menyeringai, menggeretak gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, menekuk salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim atau membengkok merupakan contoh ekspresi atau respon perilaku nyeri secara nonverbal (Potter, 2006). Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, menyelia, dan mengevaluasi kerja anggota staf, dam mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien. Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan. Setelah rencana dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan tindakan (Bulechek & McCloskey, 1995; dikutip dari Potter, 2005). Implementasi pada Tn.T sesuai dengan intevensi yang telah direncanakan, yaitu mengkaji ulang nyeri pasien, mengatur posisi senyaman mungkin, mengukur tanda-tanda vital, mengajarkan teknik penanganan nyeri yaitu teknik relaksasi. Implementasi pada Tn.T, dapat dilakukan penulis sesuai rencana tindakan keperawatan yang ada. Saat melakukan tindakan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien kooperatif. Ada beberapa tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana tindakan keperawatan antara lain mengkaji tanda-tanda vital, memberikan posisi supine, merawat tomor abdomen. Pada tanggal 4 dan 5 April 2016, penulis melakukan implementasi mengkaji tanda-tanda vital dan memberikan posisi supine. Pertama, mengkaji tanda-tanda vital. Ini dilakukan karena pada nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat (Potter, 2006). Hasil yang didapatkan pada tanggal 4 April 2016 yaitu tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit, dan suhu 36,4°C. Sedangkan hasil pemeriksaan pada tanggal 5 April 2016 yaitu tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit, dan suhu 37°C. Kedua, memberikan posisi supine. Menurut Muttaqin (2005), pemberian posisi semifowler dapat mengurangi nyeri karena posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Sedangkan pada kasus Tn.T, penulis memberikan posisi supine karena posisi supine merupakan posisi yang nyaman bagi pasien sesuai keadaannya. Untuk mengurangi tekanan pada daerah abdomen, pasien diminta untuk menekuk kedua lututnya yang ditumpu dengan bantal. Setelah mengukur tanda vital maka penatalaksanan untuk relaksasi genggam jari dilakukan, pasien diminta untuk rileks dan mengatur nafas, setelah mulai bernafas secara teratur, penulis mulai menggenggam ibu jari tangan kanan dengan tekanan lembut hingga terasa denyut nadi. Pasien diminta untuk tetap berkonsentrasi dengan aturan nafas. Genggaman jari selama kurang lebih 3-5 menit dan beralih untuk tiap jari yang lain. Waktu relaksasi lebih kurang 30 menit. Saat penatalaksanaan ini diberikan pula edukasi kepada keluarga pasien untuk turut membantu melakukan relaksasi saat pasien mengalami nyeri. Setelah terapi selesai pasien mengatakan nyeri terkadang masih dirasakan. Skala nyeri masih sama. Saat terapi selesai pasien masih mengeluhkan rasa nyeri yang sama, hasil evaluasi setelah pemberian terapi relaksasi selesai menunjukkan jika terapi relaksasi kurang efektif dalam meurunkan intensitas nyeri pada dua jam pertama setelah pasien keluar dari recovery room. Pada tanggal 5 April 2016, penulis melakukan tindakan keperawatan yaitu mengobservasi KU pasien, mengkaji tandatanda infeksi, menjaga kebersihan sekita luka bekas operasi, memonitor TTV, melakukan perawatan luka bekas operasi dan melepas infus. Menurut Muttaqin (2005), intervensi pada nyeri pada abdomen tidak ada perawatan luka akan tetapi, melihat kebutuhan perawatan luka dilakukan penulis karena luka operasi atau eksisi dapat menyebabkan infeksi dimana infeksi dapat berkembang menjadi selulitis, abses, dan sepsis karena adanya pathogen yang berkembang biak sehingga menyebabkan nyeri (Sjamsuhidajat, 2005). Cedera atau infeksi menyebabkan nekrosis jaringan dan sebagai akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin, dan serotonin. Mediator kimiawi ini meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan, protein, dan sel memasuki ruang interstisial. Cairan yang terakumulasi tampak sebagai pembengkakan lokal. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan pada ujung saraf dan menyebabkan nyeri (Potter & Perry, 2005). Sedangkan penulis melakukan tindakan keperawatan melepas infus karena dokter yang merawat Tn.T memperbolehkan pasien untuk pulang dan dirawat di rumah atau rawat jalan. Pasien pulang pada tanggal 5 April 2016 pada pukul 14.00 WIB. Adapun secara ringkas implementasi keperawatan dapat dilakukan 3 tahap sebagai berikut. a. Untuk diagnosa 1 implementasi telah dilakukan sesuai dengan rencana dan telah mengajarkann teknik relaksasi napas dalam pada pasien. b. untuk diagnosa ke II implementasi telah dilakukan sesuai dengan rencana dan telah dilakukan penyuluhan tentang gizi c. untuk diagnosa ke III implementasi telah dilakukan sesuai dengan rencana yang dibuat dan dilakukan penyuluhan tentang penyakit tumor abdomen. d. Untuk diagnosa ke IV implementasi telah diajarkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat yaitu mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. e. Untuk diagnosa ke V implementasi telah dilakukan sesuai dengan rencana dan telah dilakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik. Evaluasi pada Tn.T dilakukan dengan metode SOAP. Pada evaluasi hari pertama pengelolaan, penulis belum mampu mengatasi masalah keperawatan nyeri akut karena masa penyembuhan pasien masih memerlukan waktu dan karena keterbatasan waktu penulis tidak dapat mengobservasi pasien selama 24 jam sehingga rencana tindakan keperawatan dilanjutkan pada hari kedua pengekelolaan penulis tanggal 5 April 2016 atau hari ke-II post eksisi dan evaluasi hari kedua pengelolaan, pasien mengatakan masih merasakan nyeri walaupun skala nyeri berkurang. Ini menandakan adanya masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian oleh karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan oleh penulis sehingga intervensi perlu dilanjutkan. Kekurangan pada kasus ini, penulis tidak dapat mengatasi masalah nyeri akut secara sempurna atau dengan skala 0 atau melanjutkan rencana tindakan keperawatan. Hal ini dikarenakan, pasien diijinkan pulang atau rawat jalan pada hari ke-II post eksisi abdomen. Kesimpulan Berdasarkan data di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada pengkajian, pasien merupakan post eksisi abdomen hari ke-II dan 2. 3. 4. 5. 6. 7. didapatkan data subyektif yaitu pasien mengatakan nyeri, nyeri perih seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada perut kanan atas atau bagian yang habis dioperasi, skala nyeri 6, dan nyeri hilang timbul. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan abdomen). Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Rencana tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi nyeri yaitu observasi tanda-tanda vital, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler), batasi pengunjung, ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan), dan kolaborasi dengan tim medis lain yaitu pemberian analgesik. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri pada Tn.T antara lain mengobservasi tandatanda vital, mengkaji karakteristik, memberikan posisi yang nyaman mengajarkan teknik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan), membatasi pengunjung, melakukan perawatan luka atau medikasi, melepas infus, mengkolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian analgesik. Evaluasi masalah nyeri belum teratasi secara maksimal (skala 0-1) atau masalah teratasi sebagian dan intervensi dihentikan karena pasien dinyatakan boleh pulang atau diperbolehkan rawat jalan oleh dokter yang merawat. Analisa nyeri pada Tn.T yaitu pada hari pertama pengelolaan, nyeri pada bagian perut kanan atas melihat dari anatomis posisi abdomen, nyeri terasa perih dan seperti ditusuktusuk, skala nyeri 6, dan hilang timbul sehingga setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, nyeri berkurang dengan skala 3, nyeri pada perut kanan atas atau bagian yang habis dioperasi, terasa perih dan ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul. Saran Dengan adanya uraian di atas maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) di berbagai rumah sakit. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan tenaga kesehatan menyadari pentingnya penerapan asuhan keperawatan yang konsisten dan sesuai dengan teori dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, sehingga pasien akan mendapatkan perawatan yang holistik dan komprehensif. 3. Bagi institusi pendidikan Diharapkan agar dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan yang berkualitas dan professional, guna terciptanya perawat-perawat yang profesional, terampil, cekatan dan handal dalam memberikan asuhan keperawatan. 49 Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman, dkk., (2008). Karakteristik Tumor Ganas. Bandung: Grafindo Media Pratama, Bandung Carwin, Elizabeth, (2010). Buku Patofisiologi. Jakarta: EGC Saku Dewanto, (2009). Kejang pada Anak. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit. Jakarta: EGC. Depkes RI, (2007). RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Gale, Danielle, (2010). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC Hariana, A, (2015). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2. Jakarta: Penebar Swadaya Harmanto, (2005). Ibu Sehat Cantik dengan Herbal. Jakarta: Elex Media Computindo Hidayat, A. Aziz Alimul, (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika -------------------------------.(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1., Jakarta: Salemba Medika. Kusuma, Budi, (2011). Ilmu Patologi. Jakarta: EGC Manuaba, IBG, (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala, (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Oswari, B, (2010). Penyakit Penaggulangan. Jakarta: FKUI dan Potter, P.A, & Perry, A.G, (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC. Potter, Patricia A, (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses dan Praktik / Patricia A. Potter, Anne Griffin ; Alih bahasa, Yasmin Asih et al. Editor edisi Bahasa Indonesia, Devi Yulianti, Monika Ester. EGC, Jakarta. Sjamsuhidajat, (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo...(dkk), EGC, Jakarta. Youngson, Robert, (2005). Antioksidan Manfaat Vitamin C dan E Bagi Kesehatan. Gramedia EGC Yunita, (2010). Hubungan Antara Karakteristik Responden, Kebiasaan Makan dan Minum Serta Pemakaian NSAID dengan Terjadinya Gastritis pada Mahasiswa Kedokteran. Retrived Mei, 2016. From http://adln.lib.unair.ac.id/