Pengelolaan Nyeri pada Tn. T dengan Tumor Abdomen di Ruang

advertisement
Pengelolaan Nyeri pada Tn. T dengan Tumor Abdomen di Ruang Flamboyan
2 RSUD Salatiga
Francisco Ornai*, Joyo Minardo**, Maksum***
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Tumor merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan pada jaringan-jaringan tubuh
tertentu. Jaringan yang rusak akan membesar dan menggelembung karena berkumpulnya jaringan
lendir atau cairan lendir pada jaringan organ yang rusak. Untuk memberikan gambaran nyata
tentang pemberian asuhan keperawatan pada Tn. T dengan tumor abdomen di ruang Flamboyan 2
RSUD Salatiga.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien dalam
memenuhi kebutuhan pencegahan nyeri. Pengelolaan nyeri tumor Abdomen dilakukan selama 2 hari
pada Tn T. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang.
Hasil pengelolaan didapatkan luka tidak mengalami tanda-tanda infeksi maupun inflamasi, dan
tidak menyebabkan masalah komplikasi lain akibat dari adanya luka pada pasien. Analisa nyeri pada
Tn. T, yaitu pada hari pertama pengelolaan nyeri pada bagian posisi abdomen, nyeri terasa perih dan
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, dan hilang timbul, sehingga setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 hari, nyeri berkurang dengan skala 3, nyeri pada perut kanan atas atau bagian
yang habis dioperasi, terasa perih dan seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul.
Saran bagi institusi pelayanan kesehatan diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat
mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) di
berbagai rumah sakit.
Kata Kunci
: Pengelolaan nyeri
Latar Belakang
Tumor merupakan penyakit yang
disebabkan oleh kerusakan pada jaringanjaringan tubuh tertentu. Jaringan yang
rusak
akan
membesar
dan
menggelembung karena berkumpulnya
jaringan lendir atau cairan lendir pada
jaringan
organ
yang
rusak.
Terkonsentrasinya lendir pada tempat
tertentu
terjadi
karena
sistem
penghancuran benda asing (fagosit)
secara terus menerus. Akibatnya pada
tempat tertentu akan membesar dan
membengkak (Yunita, 2010).
Kata 'tumor' tidak harus berarti
kanker. Ada dua kategori tumor­ jinak
dan ganas dan perbedaan ini sangatlah
penting. Tumor jinak bukanlah kanker.
Namun hanya sekedar kumpulan sel
yang, meskipun masih mirip dengan
jaringan tempat asalnya misalnya otot,
saraf, lemak, pembuluh darah, dan
sebagainya-mulai menggandakan diri
lebih cepat dari normal. Sel tetap utuh,
membentuk suatu kapsul, dan hanya
tumbuh mengembang. Sangat berbeda
dengan tumor ganas. Sel tumor ganas
tidak tinggal di dalam kelompok yang
tegas dan bertepi jelas, serta terpisah
dari jaringan sekitarnya. Namun bersifat
invasif, meregang keluar dalam bentuk
kolom-kolom yang menyebar ke jaringan
di dekatnya, menerobos barier tubuh,
menyebar di sepanjang permukaan
bertunas ke dalam pembuluh darah dan
getah bening dan biasanya bereproduksi
dan tumbuh dengan kecepatan yang
lebih cepat daripada sel-sel normal
(Youngson, 2005).
Tumor ada dua jenis yaitu tumor
pasif dan tumor aktif. Tumor pasif terjadi
bila proses membesarnya lambat,
sedangkan tumor aktif terjadi bila proses
membesarnya cepat. Tumor pasif bisa
tumbuh pada organ tubuh mana saja,
sedangkan tumor aktif tumbuh pada
tempat-tempat tertentu. Tumor tidak
ganas bisa tumbuh pada seluruh
permukaan kulit, sedangkan tumor ganas
bisa tumbuh pada kelencar kelenjar yang
ada di dalam perut (Yunita, 2010).
Tumor dalam perut bisa berbentuk
polip, walupun tidak ganas, tetapi sering
menyebbakan perdarahan dalam tinja.
Lebih dari separuh penderita polip dalam
usus besarnya, akhirnya menjadi kanker
(Hariana, 2015). Adanya tumor dalam
perut bagian bawah bisa menyebabkan
benjolan pada perut. Tekanan terhadap
alat-alat disekitarnya disebabkan oleh
besarnya tumor atau posisinya dalam
perut. Misalnya sebuah kista yang tidak
seberapa besar tetapi terletak didepan
rahim dapat menekan kandung kemih,
sedang suatu kista yang lebih besar
tetapi terletak bebas di rongga perut
kadang-kadang hanya menimbulkan rasa
berat dalam perut. Tekanan tumor dapat
pula mengakibatkan sembelit, bengkak
pada tungkai (Harmanto, 2005).
Tumor merupakan istilah umum
yang digunakan untuk menjelaskan
adanya
pertumbuhan
massa
(solid/padat) atau jaringan abnormal
dalam tubuh yang meliputi tumor jinak
(benigna tumor) dan tumor ganas
(malignant tumor). Tumor ganas lebih
dikenal sebagai kanker. Massa ini timbul
sebagai akibat dari ketidakseimbangan
pertumbuhan dan regenerasi sel.
Pertumbuhan sel yang tidak terkendali
disebabkan kerusakan DNA yang
mengakibatkan
mutasi
(perubahan
genetik yang bersifat menurun) pada gen
vital
yang
bertugas
mengontrol
pembelahan sel. Beberapa mutasi
mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel
normal menjadi sel kanker. Mutasimutasi tersebut disebabkan agen zat-zat
kimia atau fisik yang dinamakan sebagai
karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara
spontan (diperoleh) maupun diwariskan.
Tumor ada yang jinak ada pula
yang ganas. Tumor disebut jinak jika
kecepatan pembelahan selnya relative
tidak terlalu tinggi dan sel-sel hasil
pembelahan yang cepat tersebut masih
menunjukkan
keabnormalan
yang
relative rendah. Tumor jinak biasanya
terbungkus oleh semacam selaput yang
membuat jaringan. Kumpulan sel-sel
tumor yang terpisah dengan jaringan
normal disekitarnya dan tidak dapat
menyebar kebagian tubuh lain. Hal
tersebut menyebabkan tumor jinak
umumnya relative mudah diangkat
dengan jalan pembedahan dan tidak
membahayakan kesehatan penderitanya
(Abdurahman, dkk. 2008).
Metode
Metode yang digunakan adalah
memberikan
pengelolaan
berupa
perawatan pasien dalam memenuhi
kebutuhan
pencegahan
nyeri.
Pengelolaan nyeri tumor Abdomen
dilakukan selama 2 hari pada Tn T. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan
teknik
wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi dan
pemeriksaan penunjang
Tumor
ganas
kecepatan
pembelahannya sangat tinggi dan selselnya menunjukkan keabnormalan yang
relative besar. Tambahan lagi tumor
ganas umumnya tidak terbungkus oleh
selaput sebagaimana pada tumor jinak
sehingga sukar diangkat sampai bersih
melalui pembedahan. Itu sebabnya
tumor ganas umumnya dimatikan selselnya dengan penyinaran atau dengan
kemoterapi (pengobatan dengan zat
kimia yang bekerja membunuh sel-sel
tumor (Abdurahman, dkk. 2008).
Penatalaksanaan tumor secara
umum ada dua yaitu suportif dan
definitif. Penatalaksanaan secara suportif
terdiri dari analgetik, anti kejang dan anti
dema. Penatalaksanaan secara definitif
yaitu pembedahan, radiosurgery, radiasi
dan kemoterapi (Dewanto, 2009).
Pemberian kemoterapi bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan hidup sel
tumor, mempertahankan konsentrasi
toksis kemoterapi untuk sel tumor yang
mungkin tumbuh dan mengobati okul
metastate tumor yang mungkin telah
terdapat
saat
dilakukan
operasi
(Manuaba, 2008)
Tumor merupakan penyakit yang
mengkhawatirkan
karena
menjadi
penyebab kematian nomor tujuh di
Indonesia dengan persentase 5,7 persen
dari keseluruhan penduduk Indonesia
yang meninggal (Riskesdas, 2007). Riset
juga menyatakan bahwa setiap 1000
orang terdapat sekitar 4 penderita
tumor. Faktor ini terus meningkat pada
tahun-tahun berikutnya sehingga dalam
kurun waktu 10 tahun (2005-2015) WHO
memperkirakan jumlah kematian karena
tumor rata-rata 8,4 juta setiap tahun dan
tahun 2015 mencapai 9 juta jiwa.
Menurut Riskesdas (2007) dimana
hasil diagnosa oleh tenaga kesehatan
prevalensi penyakit tumor di Indonesia
adalah 4,3%, sedangkan provinsi dengan
prevalensi tertinggi adalah DI Yogyakarta
(9,6%), selanjutnya Jawa Tengah (8,1%)
dan DKI Jakarta (7,4%). Data tersebut
menunjukkan bahwa Provinsi Jawa
Tengah menduduki peringkat ke dua
untuk prevalensi tumor di Indonesia
(Riskesdas, 2007: 115). Data pasien
penderita tumor abdomen di RSUD
Salatiga sampai tahun 2015 tidak ada
kasus. Kasus pasien dengan tumor
abdomen baru terjadi pada Bulan April
2016 yaitu hanya satu kasus dan penulis
melakukan pengkajian terhadap pasien
tersebut.
Berdasarkan data di atas dapat
menjadi daya ketertarikan sebagai
pacuan untuk mengambil kasus ini. Maka
penulis mengambil kasus tersebut
sebagai
penyusunan
laporan
komprehensif dengan mengambil judul
“Pengelolaan nyeri pada Tn. T dengan
tumor abdomen di Ruang Flamboyan 2
RSUD Salatiga”.
Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data, validasi data dan
identifikasi pola atau masalah (Hidayat,
2008). Proses pengkajian yaitu melakukan
pengumpulan
riwayat
kesehatan,
melakukan
pengkajian
kesehatan,
wawancara
dengan
pasien
(autoanamnesis) dan orang terdekat
pasien (alloanamnesis), meneliti catatan
kesehatan (Smeltzer, 2002).
Sumber data didapatkan dari klien,
keluarga, teman dekat, anggota tim
perawatan kesehatan, catatan kesehatan,
pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan
diagnostik dan laboratorium (Potter &
Perry, 2005).
Tumor
abdomen
merupakan
massa yang padat dengan ketebalan yang
berbeda-beda, yang disebabkan oleh sel
tubuh yang mengalami transformasi dan
tumbuh secara autonom lepas dari kendali
pertumbuhan sel normal, sehingga sel
tersebut berbeda dari sel normal dalam
bentuk dan strukturnya (Kusuma, 2011).
Pada Kasus Tn.T, Tn.T mengeluh nyeri di
perut pada abdomen kanan atas selama
kurang lebih 1 bulan sebelum dirawat di
rumah sakit. Pada saat melakukan
pengkajian, penulis tidak mengkaji apakah
Tn.T sebelum pembedahan (eksisi)
mengeluh demam, ataupun diare. Ini
merupakan kekurangan penulis saat
melakukan pengkajian.
Meskipun pemeriksaan dilakukan
dengan cermat dan teliti, diagnosis tumor
abdomen akut masih mungkin salah pada
sekitar 15-20% kasus.
Kesalahan diagnosis lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan
39
dengan lelaki mengingat pada perempuan,
terutama yang masih muda sering timbul
gangguan yang menyerupai apendisitis
akut. Keluhan itu berasal dari genetalia
interna karena ovulasi, menstruasi, radang
di pelvis, atau gangguan ginekologi lainnya.
Untuk menurunkan angka kesalahan
diagnosis tumor abdomen, bila diagnosis
meragukan,
sebaiknya
penderita
diobservasi di rumah sakit dengan
frekuensi setiap 1-2 jam. Ultrasonografi
dapat meningkatkan akurasi diagnostik
(Sjamsuhidajat, 2010). Pada kasus ini, Tn.T
menjalani
pembedahan/eksisi
pada
tanggal 4 April 2016 dengan hasil terdapat
balutan pada perut kanan atas pada saat
diikaji pasien masih agak lemah, tampak
menahan kesakitan saat bergerak.
Diagnosa
keperawatan
yang
muncul pada tumor abdomen. Pada kasus
Tn.T, ditemukan diagnosa mengeluh nyeri
diperut kanan atas.
Hal ini sesuai teori bahwa pada
kasus tumor abdomen, diagnosa nyeri akut
berhubungan
dengan
terputusnya
kontinuitas jaringan sebagai prioritas
diagnosa keperawatan karena nyeri pasca
operasi merupakan nyeri akut secara
serius
yang
mengancam
proses
penyembuhan klien, yang harus menjadi
prioritas perawatan. Nyeri pasca operasi
yang akut menghambat kemampuan klien
untuk terlibat aktif dan meningkatkan
risiko komplikasi akibat imobilisasi.
Rehabilitasi
dapat
tertunda
dan
hospitalisasi menjadi lama jika nyeri akut
tidak terkontrol (Potter, 2006). Selain itu
apabila diagnosa ini tidak diatasi, dapat
mengakibatkan ancaman bagi klien atau
orang lain mempunyai prioritas tertinggi
(Potter, 2005). Hal ini didukung dengan
hasil pengkajian pada tanggal 5 April 2016
didapatkan
data
subyektif
klien
mengatakan terasa sakit atau nyeri pada
luka bekas operasi atau eksisi, TD: 120/90
mmHg, N: 84x/menit, RR: 20x/menit, S:
37oC.
Data tersebut sesuai dengan
batasan karakteristik mayor diagnosa
keperawatan nyeri. Alasan penulis
memprioritaskan diagnosa nyeri sebagai
diagnosa pertama dikarenakan masalah
nyeri tersebut akan sangat mengganggu
kenyamanan pasien. Jika nyeri tidak segera
diatasi maka akan menimbulkan nyeri yang
bertambah, dapat mengganggu hubungan
personal atau mempengaruhi makna
kehidupan serta dapat mempengaruhi
kebutuhan fisiologis yang lain misalnya
gangguan istirahat tidur pasien dan
kebutuhan nutrisi (Potter dan Perry, 2006).
Rencana
keerawatan
yang
dilakukan penulis untuk mengurangi nyeri
yang dialami pada Tn. T yaitu dengan
intervensi pertama intervensi keperawatan
untuk mengatasi nyeri yang di alami Tn. T
dengan intervensi yang pertama kaji ulang
nyeri pasien yang bertujuan untuk
mengetahui perkembangan skala nyeri.
Intervensi yang kedua yaitu mengatur
posisi senyaman mungkin yang bertujuan
supaya grafitasi melakukan eksudat
inflamasi dalam abdomen bawah atau
pelvis, menghilangkan tegangan abdomen.
Intervensi yang yang ketiga yaitu monitor
tanda-tanda vital yang bertujuan untuk
melihat atau memonitor rentang normal
keadaan tanda-tanda vital pasien.
Intervensi yang keempat yaitu ajarkan
tehnik penanganan nyeri yaitu teknik
relaksasi
yang
bertujuan
untuk
menurunkan nyeri dan meningkatkan
relaksasi, dengan membantu pasien dalam
merespon nyeri sehingga mengurangi
ketegagan otot dan meningkatkan
kenyamanan serta meningkatkan koping
simpatis.
Menurut Muttaqin (2011), rencana
tindakan keperawatan sebagai prioritas
utama untuk mengatasi nyeri akut dengan
tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau
teratasi dengan kriteria hasil pasien
melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diatasi,
skala
nyeri
0-1,
dapat
mengidentifikasi
aktivitas
yang
meningkatkan atau menurunkan nyeri,
pasien tidak gelisah. Intervensi yang
dilakukan meliputi Observasi, Nursing
Planning, Education, Colaboration (ONEC).
Pada
kasus
Tn.T,
penulis
melakukan rencana tindakan keperawatan
selama 2x24 jam karena nyeri tidak dapat
diatasi dalam waktu singkat dan perlu
penanganan terlebih dahulu karena nyeri
berhubungan dengan kebutuhan fisiologis,
rasa nyaman dan harus dipenuhi (Potter &
Perry, 2005) dan kriteria hasil yang ditulis
penulis yaitu pasien mengatakan nyeri
berkurang atau hilang dengan skala nyeri
0-1 (0-10); tanda-tanda vital dalam batas
normal karena tanda-tanda vital dilakukan
untuk mendeteksi adanya perubahan
sistem tubuh baik keadaan metabolisme,
perubahan pada sistem kardiovaskuler,
fungsi pernapasan, maupun menilai
kemampuan
sistem
kardiovaskuler
(Hidayat, 2008); pasien tampak rileks dan
pasien tidak tampak meringis kesakitan
karena meringis atau ekspresi wajah yang
menyeringai, menggeretak gigi, memegang
bagian tubuh yang terasa nyeri, menekuk
salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh
yang tidak lazim atau membengkok
merupakan contoh ekspresi atau respon
perilaku nyeri secara nonverbal (Potter,
2006).
Implementasi mencakup melakukan,
membantu, atau mengarahkan kinerja
aktivitas
kehidupan
sehari-hari,
memberikan arahan perawatan untuk
mencapai tujuan yang berpusat pada klien,
menyelia, dan mengevaluasi kerja anggota
staf, dam mencatat serta melakukan
pertukaran informasi yang relevan dengan
perawatan kesehatan berkelanjutan dari
klien. Implementasi menuangkan rencana
asuhan kedalam tindakan. Setelah rencana
dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan
dan prioritas klien, perawat melakukan
intervensi keperawatan spesifik, yang
mencakup tindakan perawat dan tindakan
(Bulechek & McCloskey, 1995; dikutip dari
Potter, 2005).
Implementasi pada Tn.T sesuai
dengan intevensi yang telah direncanakan,
yaitu mengkaji ulang nyeri pasien,
mengatur posisi senyaman mungkin,
mengukur tanda-tanda vital, mengajarkan
teknik penanganan nyeri yaitu teknik
relaksasi.
Implementasi pada Tn.T, dapat
dilakukan penulis sesuai rencana tindakan
keperawatan yang ada. Saat melakukan
tindakan keperawatan, penulis tidak
mengalami kesulitan karena pasien
kooperatif. Ada beberapa tindakan
keperawatan yang dilakukan penulis sesuai
rencana tindakan keperawatan antara lain
mengkaji tanda-tanda vital, memberikan
posisi supine, merawat tomor abdomen.
Pada tanggal 4 dan 5 April 2016,
penulis melakukan implementasi mengkaji
tanda-tanda vital dan memberikan posisi
supine. Pertama, mengkaji tanda-tanda
vital. Ini dilakukan karena pada nyeri akut,
denyut jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernapasan meningkat (Potter,
2006). Hasil yang didapatkan pada tanggal
4 April 2016 yaitu tekanan darah 140/90
mmHg, nadi 80 kali per menit, pernapasan
20 kali per menit, dan suhu 36,4°C.
Sedangkan hasil pemeriksaan pada tanggal
5 April 2016 yaitu tekanan darah 120/90
mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan
20 kali per menit, dan suhu 37°C. Kedua,
memberikan posisi supine. Menurut
Muttaqin (2005), pemberian posisi semifowler dapat mengurangi nyeri karena
posisi ini mengurangi tegangan pada insisi
dan organ abdomen yang membantu
mengurangi nyeri. Sedangkan pada kasus
Tn.T, penulis memberikan posisi supine
karena posisi supine merupakan posisi
yang nyaman bagi pasien sesuai
keadaannya.
Untuk mengurangi tekanan pada
daerah abdomen, pasien diminta untuk
menekuk kedua lututnya yang ditumpu
dengan bantal. Setelah mengukur tanda
vital maka penatalaksanan untuk relaksasi
genggam jari dilakukan, pasien diminta
untuk rileks dan mengatur nafas, setelah
mulai bernafas secara teratur, penulis
mulai menggenggam ibu jari tangan kanan
dengan tekanan lembut hingga terasa
denyut nadi. Pasien diminta untuk tetap
berkonsentrasi dengan aturan nafas.
Genggaman jari selama kurang lebih 3-5
menit dan beralih untuk tiap jari yang lain.
Waktu relaksasi lebih kurang 30 menit.
Saat penatalaksanaan ini diberikan pula
edukasi kepada keluarga pasien untuk
turut membantu melakukan relaksasi saat
pasien mengalami nyeri. Setelah terapi
selesai pasien mengatakan nyeri terkadang
masih dirasakan. Skala nyeri masih sama.
Saat terapi selesai pasien masih
mengeluhkan rasa nyeri yang sama, hasil
evaluasi setelah pemberian terapi relaksasi
selesai menunjukkan jika terapi relaksasi
kurang efektif dalam meurunkan intensitas
nyeri pada dua jam pertama setelah pasien
keluar dari recovery room.
Pada tanggal 5 April 2016, penulis
melakukan tindakan keperawatan yaitu
mengobservasi KU pasien, mengkaji tandatanda infeksi, menjaga kebersihan sekita
luka bekas operasi, memonitor TTV,
melakukan perawatan luka bekas operasi
dan melepas infus. Menurut Muttaqin
(2005), intervensi pada nyeri pada
abdomen tidak ada perawatan luka akan
tetapi, melihat kebutuhan perawatan luka
dilakukan penulis karena luka operasi atau
eksisi dapat menyebabkan infeksi dimana
infeksi dapat berkembang menjadi
selulitis, abses, dan sepsis karena adanya
pathogen yang berkembang biak sehingga
menyebabkan nyeri (Sjamsuhidajat, 2005).
Cedera atau infeksi menyebabkan nekrosis
jaringan dan sebagai akibatnya tubuh
mengeluarkan
histamin,
bradikinin,
prostaglandin, dan serotonin. Mediator
kimiawi ini meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah kecil. Cairan, protein, dan
sel memasuki ruang interstisial. Cairan
yang terakumulasi tampak sebagai
pembengkakan lokal. Pembengkakan
jaringan yang terinflamasi meningkatkan
tekanan
pada
ujung
saraf
dan
menyebabkan nyeri (Potter & Perry, 2005).
Sedangkan penulis melakukan tindakan
keperawatan melepas infus karena dokter
yang merawat Tn.T memperbolehkan
pasien untuk pulang dan dirawat di rumah
atau rawat jalan. Pasien pulang pada
tanggal 5 April 2016 pada pukul 14.00 WIB.
Adapun secara ringkas implementasi
keperawatan dapat dilakukan 3 tahap
sebagai berikut.
a. Untuk diagnosa 1 implementasi telah
dilakukan sesuai dengan rencana dan
telah mengajarkann teknik relaksasi
napas dalam pada pasien.
b. untuk diagnosa ke II implementasi
telah dilakukan sesuai dengan
rencana
dan
telah
dilakukan
penyuluhan tentang gizi
c. untuk diagnosa ke III implementasi
telah dilakukan sesuai dengan
rencana yang dibuat dan dilakukan
penyuluhan tentang penyakit tumor
abdomen.
d. Untuk diagnosa ke IV implementasi
telah diajarkan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat yaitu mengajarkan
teknik relaksasi napas dalam.
e. Untuk diagnosa ke V implementasi
telah dilakukan sesuai dengan
rencana
dan
telah
dilakukan
perawatan luka dengan menggunakan
teknik septik dan aseptik.
Evaluasi pada Tn.T dilakukan
dengan metode SOAP. Pada evaluasi hari
pertama pengelolaan, penulis belum
mampu mengatasi masalah keperawatan
nyeri akut karena masa penyembuhan
pasien masih memerlukan waktu dan
karena keterbatasan waktu penulis tidak
dapat mengobservasi pasien selama 24
jam
sehingga
rencana
tindakan
keperawatan dilanjutkan pada hari kedua
pengekelolaan penulis tanggal 5 April 2016
atau hari ke-II post eksisi dan evaluasi hari
kedua pengelolaan, pasien mengatakan
masih merasakan nyeri walaupun skala
nyeri berkurang. Ini menandakan adanya
masalah keperawatan nyeri akut teratasi
sebagian oleh karena belum sesuai dengan
kriteria hasil yang telah ditetapkan oleh
penulis
sehingga
intervensi
perlu
dilanjutkan. Kekurangan pada kasus ini,
penulis tidak dapat mengatasi masalah
nyeri akut secara sempurna atau dengan
skala 0 atau melanjutkan rencana tindakan
keperawatan. Hal ini dikarenakan, pasien
diijinkan pulang atau rawat jalan pada hari
ke-II post eksisi abdomen.
Kesimpulan
Berdasarkan data di atas dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada pengkajian, pasien merupakan
post eksisi abdomen hari ke-II dan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
didapatkan data subyektif yaitu
pasien mengatakan nyeri, nyeri perih
seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada
perut kanan atas atau bagian yang
habis dioperasi, skala nyeri 6, dan
nyeri hilang timbul.
Diagnosa keperawatan yang muncul
yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera fisik (pembedahan
abdomen).
Nyeri
merupakan
pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial (Smeltzer & Bare, 2002).
Rencana tindakan keperawatan yang
diberikan untuk mengatasi nyeri yaitu
observasi tanda-tanda vital, kaji
karakteristik nyeri, berikan posisi yang
nyaman (supine atau semi-fowler),
batasi pengunjung, ajarkan teknik
relaksasi (nafas dalam) atau distraksi
(mendengarkan musik, menonton tv,
imajinasi
pemandangan),
dan
kolaborasi dengan tim medis lain
yaitu pemberian analgesik.
Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengurangi nyeri pada Tn.T
antara lain mengobservasi tandatanda vital, mengkaji karakteristik,
memberikan posisi yang nyaman
mengajarkan teknik relaksasi (nafas
dalam) atau distraksi (mendengarkan
musik, menonton tv, imajinasi
pemandangan),
membatasi
pengunjung, melakukan perawatan
luka atau medikasi, melepas infus,
mengkolaborasi dengan tim medis
lain untuk pemberian analgesik.
Evaluasi masalah nyeri belum teratasi
secara maksimal (skala 0-1) atau
masalah teratasi sebagian dan
intervensi dihentikan karena pasien
dinyatakan boleh pulang atau
diperbolehkan rawat jalan oleh dokter
yang merawat.
Analisa nyeri pada Tn.T yaitu pada
hari pertama pengelolaan, nyeri pada
bagian perut kanan atas melihat dari
anatomis posisi abdomen, nyeri
terasa perih dan seperti ditusuktusuk, skala nyeri 6, dan hilang timbul
sehingga setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 hari, nyeri
berkurang dengan skala 3, nyeri pada
perut kanan atas atau bagian yang
habis dioperasi, terasa perih dan
ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul.
Saran
Dengan adanya uraian di atas maka
penulis memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan
institusi
pelayanan
kesehatan dapat mempertahankan
kualitas pelayanan kesehatan sesuai
Standar Operasional Prosedur (SOP)
di berbagai rumah sakit.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan
tenaga
kesehatan
menyadari pentingnya penerapan
asuhan keperawatan yang konsisten
dan sesuai dengan teori dalam
memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien, sehingga pasien akan
mendapatkan perawatan yang holistik
dan komprehensif.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan
agar
dapat
mempertahankan mutu pelayanan
pendidikan yang
berkualitas dan
professional,
guna
terciptanya
perawat-perawat yang profesional,
terampil, cekatan dan handal dalam
memberikan asuhan keperawatan.
49
Asuhan
Keperawatan
Medikal
bedah. Jakarta : Salemba medika.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman,
dkk., (2008). Karakteristik
Tumor Ganas. Bandung: Grafindo
Media Pratama, Bandung
Carwin,
Elizabeth, (2010). Buku
Patofisiologi. Jakarta: EGC
Saku
Dewanto, (2009). Kejang pada Anak. Panduan
Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit. Jakarta: EGC.
Depkes RI, (2007). RISKESDAS Riset Kesehatan
Dasar
2007.
Jakarta:
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia
Gale, Danielle, (2010). Rencana Asuhan
Keperawatan Onkologi. Jakarta :
EGC
Hariana, A, (2015). Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya. Seri 2. Jakarta: Penebar
Swadaya
Harmanto, (2005). Ibu Sehat Cantik dengan
Herbal.
Jakarta:
Elex
Media
Computindo
Hidayat, A. Aziz Alimul, (2008). Pengantar
Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika
-------------------------------.(2005).
Pengantar
Ilmu Keperawatan Anak 1., Jakarta:
Salemba Medika.
Kusuma, Budi, (2011). Ilmu Patologi. Jakarta:
EGC
Manuaba, IBG, (2008). Ilmu Kebidanan,
Penyakit
Kandungan
&
Keluarga Berencana
Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala, (2011).
Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Oswari,
B,
(2010).
Penyakit
Penaggulangan. Jakarta: FKUI
dan
Potter, P.A, & Perry, A.G, (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume
2.Alih
Bahasa
:
Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
Potter,
Patricia A, (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep,
proses dan Praktik / Patricia A.
Potter, Anne Griffin ; Alih bahasa,
Yasmin Asih et al. Editor edisi
Bahasa Indonesia, Devi Yulianti,
Monika Ester. EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat, (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi II. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G,
(2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa
oleh Agung Waluyo...(dkk), EGC,
Jakarta.
Youngson, Robert, (2005). Antioksidan
Manfaat Vitamin C dan E Bagi
Kesehatan. Gramedia EGC
Yunita, (2010). Hubungan Antara Karakteristik
Responden, Kebiasaan Makan dan
Minum Serta Pemakaian NSAID
dengan Terjadinya Gastritis pada
Mahasiswa Kedokteran. Retrived
Mei,
2016.
From
http://adln.lib.unair.ac.id/
Download