Penataan ruang dan Pertanahan

advertisement
BAB 19
PENATAAN RUANG DAN PERTANAHAN
BAB 19
PENATAAN RUANG DAN PERTANAHAN
A. UMUM
I.
PENDAHULUAN
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
menyebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang
daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai sate kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang daratan
adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan darat
an, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis
laut terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan
di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut garis taut terendah,
termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya di mana
Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi. Ruang udara adalah
ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan
sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi di mana
Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
535
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang, baik yang direncanakan maupun tidak. Adapun penataan
ruang pada hakikatnya adalah proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Secara
lebih spesifik, penataan ruang dapat diartikan sebagai suatu upaya
untuk mewujudkan tata ruang yang terencana, dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan
sosial, interaksi antarlingkungan, tahapan dan pengelolaan pembangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber
daya manusia yang ada dan tersedia, dengan selalu mendasarkan
pada kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar
besarnya kemakmuran rakyat.
Prinsip penataan ruang adalah pemanfaatan ruang bagi semua
kepentingan secara terpadu, efektif dan efisien, serasi, selaras,
seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan, dan
perlindungan hukum. Adapun penataan ruang bertujuan untuk
terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan,
terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung
dan kawasan budi daya, serta tercapainya pemanfaatan ruang yang
berkualitas.
Amanat UUD 1945 seperti yang diuraikan dalam Penjelasan
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang menyebutkan bahwa
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi
adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu, harus
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Penguasaan tanah oleh negara mempunyai arti
bahwa negara mempunyai wewenang untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaannya. Atas dasar hak menguasai ini, negara dapat
menentukan bermacam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan
dan dipunyai oleh orang perorang, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain, serta badan-badan hukum.
536
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria dan Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan menyebutkan bahwa
tanah secara fisik dapat diartikan sebagai permukaan bumi. Atas
dasar pemanfaatannya, penggunaan tanah dapat dibedakan dalam
dua bentuk, yaitu penggunaan untuk hutan dan penggunaan lain
nya. Atas dasar fungsinya, kawasan dibedakan dalam kawasan budi
daya dan kawasan lindung. Sebaliknya, berdasarkan penguasaan
dan atau pemilikannya, tanah dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh negara dan tanah hak sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Penataan pertanahan adalah upaya penataan aspek fisik pemanfaatan tanah dan penataan aspek hukum penguasaan tanah
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan. Upaya penataan
pertanahan secara keseluruhan dilakukan melalui dua pendekatan
yang dilaksanakan secara saling melengkapi, yaitu pendekatan fisik
penataan penggunaan atau pemanfaatan tanah dan pendekatan aspek
hukum penataan atau legalitas penguasaan tanah. Kegiatan penataan penggunaan tanah secara berencana merupakan upaya pengendalian penggunaan tanah untuk mewujudkan kemakmuran rakyat
yang sebesar-besarnya. Sebaliknya, kegiatan penataan penguasaan
tanah merupakan suatu upaya untuk mengatur pemberian status
hukum atas tanah yang diarahkan agar pemanfaatannya dapat
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan makin meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan
pembangunan, sumber daya alam, terutama lahan dan air yang
terbatas jumlahnya perlu direncanakan dengan baik agar pemanfaatannya seefektif dan seefisien mungkin, untuk menjamin
pembangunan yang berkelanjutan dan bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat secara merata. Penataan ruang dan penataan
pertanahan merupakan perangkat untuk mengupayakan tercapainya
hal-hal tersebut. Melalui penataan ruang, pemanfaatan sumber
daya alam seperti lahan dan air dilaksanakan seoptimal mungkin,
di samping mencegah terjadinya benturan berbagai kepentingan
537
dalam pemanfaatan ruang. Penataan pertanahan merupakan pendukung pelaksanaan rencana pemanfaatan ruang yang dijabarkan
dalam rencana tata guna tanah.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 memberikan
arahan bahwa dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II)
pendayagunaan sumber daya alam sebagai pokok kemakmuran
rakyat tersebut dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya
dengan mengutamakan sebesar-besar kesejahteraan rakyat serta
memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Tata ruang nasional
yang berwawasan nusantara dijadikan pedoman bagi perencanaan
pembangunan agar penataan lingkungan hidup dan pemanfaatan
sumber daya alam dapat dilakukan secara aman, tertib, efisien, dan
efektif.
GBHN 1993 mengamanatkan bahwa air, tanah, dan lahan
yang mempunyai nilai ekonomi dan fungsi sosial, pemanfaatannya
perlu diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang
terkoordinasi bagi sebesar-besar kesejahteraan rakyat melalui
berbagai penggunaan, terutama untuk keperluan permukiman,
pertanian, kehutanan, industri, pertambangan dan kelistrikan, serta
prasarana pembangunan lainnya. Tata guna air dan tata guna lahan
serta kehutanan diselenggarakan secara terpadu sehingga menjamin
kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Perhatian khusus perlu diberikan pada konservasi dan rehabilitasi lahan
kritis, pemeliharaan wilayah peresapan dan daerah aliran sungai,
serta sumber air lainnya.
Penataan ruang dan penataan pertanahan dalam PJP II dan
Repelita VI disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan
pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas.
538
II. PENATAAN RUANG DAN PENATAAN PERTANAHAN
DALAM PJP I
Upaya penataan ruang dalam rangka pembangunan nasional
telah dimulai sejak Repelita I. Kegiatan penataan ruang pada PJP I
diawali dengan penyusunan rencana garis besar kota dan rencana
induk kota dengan maksud untuk dapat memberikan arahan bagi
pembangunan di kawasan kota. Sesuai dengan kegiatan
pembangunan yang terus meningkat, kegiatan penataan ruang
terus dikembangkan dengan memperkenalkan konsep yang lebih
luas lagi cakupannya, yaitu wilayah pembangunan. Dengan konsep
itu, berbagai kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan
prasarana di suatu wilayah, telah dapat diarahkan strukturnya
sehingga hasil pembangunan dapat lebih efisien. Konsep wilayah
pembangunan ini terus dikembangkan dengan memasukkan analisis
keterkaitan fungsi wilayah dan analisis distribusi aliran barang dan
penumpang untuk menentukan batas suatu satuan wilayah pembangunan.
Pada akhir PJP I konsep penataan ruang telah berkembang
menjadi upaya yang ditujukan untuk memadukan berbagai kegiatan
pembangunan di daerah tingkat I dan tingkat II serta kawasan
khusus dan prioritas melalui analisis struktur ruangnya dan potensi
sumber daya alam yang ada. Di samping itu, kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh beberapa sektor, seperti industri
dan kehutanan juga telah memasukkan pertimbangan aspek ruang
di dalam perencanaannya, seperti wilayah pusat pertumbuhan
industri (WPPI), dan tata guna hutan kesepakatan (TGHK). Dalam
konsep yang telah berkembang itu, dicakup pula tujuan
pembangunan yang berkelanjutan.
Untuk meningkatkan koordinasi antarkegiatan dalam penataan
ruang, di bidang kelembagaan telah dibentuk Tim Tata Ruang
Nasional, yang diikuti oleh pembentukan Tim Tata Ruang Daerah
di beberapa propinsi. Tugas dan fungsi Tim Tata Ruang Nasional
539
dan Daerah itu adalah melakukan koordinasi kegiatan penataan
ruang di tingkat nasional dan daerah. Tim Tata Ruang Nasional itu
pada tahun 1993 dimantapkan menjadi Badan Koordinasi Tata
Ruang Nasional.
Dalam PJP I, untuk melaksanakan kegiatan penataan ruang
telah ditetapkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang
.
Penataan Ruang. Penetapan tersebut mengikuti beberapa peraturan
perundangan lainnya yang erat kaitannya dengan penataan ruang
seperti Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 t e n tang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dan Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia,
serta berbagai peraturan lain seperti peraturan tentang pengelolaan
kawasan lindung, dan penggunaan tanah bagi pembangunan
kawasan industri. Beberapa undang-undang yang berkaitan dengan
konsep penataan ruang bahkan sudah ditetapkan sebelum PJP I,
yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, dan Undang-Undang No.
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
Pada tingkat daerah telah ditetapkan peraturan daerah tentang
rencana tata ruang wilayah dati I sebanyak 7 buah, yang sebanyak
3 buah sudah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri. Lebih lanjut
telah pula ditetapkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah dati II sebanyak 44 buah..
Untuk mendukung pelaksanaan program penataan ruang ini
juga telah dilakukan berbagai kegiatan, seperti peningkatan
kemampuan penataan ruang melalui berbagai upaya pelatihan,
pengembangan sistem informasi sumber daya lahan di daerah, serta
pengaturan dan pembinaan kelembagaan penataan ruang, baik di
tingkat nasional maupun daerah. Juga melalui program
inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup telah
540
dilakukan kegiatan pemetaan dasar untuk seluruh wilayah Indonesia dalam berbagai skala sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
Dalam kegiatan pemetaan dasar ini juga telah dilakukan kegiatan
survei penegasan batas internasional, yaitu penegasan batas dengan
Malaysia di Kalimantan sepanjang 1.740 kilometer dan dengan
Papua Nugini di Irian Jaya sepanjang 725 kilometer.
Hasil penataan ruang yang dicapai selama PJP I dimulai
dengan tersusunnya 58 rencana garis besar kota dan Sembilan
rencana induk kota. Atas dasar itu, kemudian berkembang konsep
wilayah pembangunan dan untuk keperluan perencanaan, wilayah
Indonesia dibagi dalam empat wilayah pembangunan utama, yang
kemudian dibagi lagi dalam wilayah pembangunan yang lebih
rendah tingkatannya. Wilayah pembangunan itu kemudian
disempurnakan lagi dengan tersusunnya satuan wilayah
pengembangan tingkat nasional (SWPTN), satuan wilayah
pengembangan (SWP), wilayah pengembangan parsial (WPP), dan
satuan wilayah permukiman (SWP). Selanjutnya, pada akhir PJP I
telah mulai disusun strategi nasional pengembangan pola tata ruang
(SNPPTR), dan telah selesai disusun rencana struktur tata ruang
propinsi (RSTRP) untuk seluruh propinsi dan rencana umum tata
ruang kabupaten dan kotamadya°(RUTRK) untuk seluruh
kabupaten dan kotamadya. Di samping itu, juga telah disusun
rencana detail tata ruang kawasan (RDTRK), seperti untuk
kawasan kritis Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), kawasan
pengembangan
industri
Jakarta-Bogor-Tanggerang-Bekasi
(Jabotabek), dan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-SidoarjoLamongan (Gerbangkertosusila), serta kawasan pertumbuhan Pulau
Batam dan Pulau Bintan. Khusus untuk istilah yang digunakan
dalam kegiatan penataan ruang juga mengalami perkembangan,
baik nama maupun pengertiannya. Pada akhir PJP I, istilah dan
pengertian RSTRP, RUTRK, dan RDTRK telah dikembangkan
sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang, yaitu masing-masing menjadi rencana tata ruang
wilayah (RTRW) propinsi dati I untuk RSTRP, rencana tata ruang
541
wilayah (RTRW) kabupaten/kotamadya dati II untuk RUTRK dan
rencana tata ruang wilayah (RTRW) kawasan untuk RDTRK.
Selain rencana tata ruang wilayah daerah juga telah disusun
rencana tata ruang sektoral, seperti untuk sektor industri telah
disusun delapan WPPI, yaitu WPPI Sumatera bagian utara,
Sumatera bagian selatan dan Banten, Jawa dan Bali kecuali Banten,
Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Batam dan Kalimantan Barat,
Indonesia timur bagian selatan, Indonesia timur bagian utara, Irian
Jaya dan Maluku. Di sektor kehutanan juga telah dihasilkan TGHK
untuk seluruh propinsi di Indonesia. Dalam TGHK tersebut telah
diatur alokasi kawasan untuk hutan lindung, suaka alam dan hutan
wisata, hutan produksi tetap dan terbatas serta hutan yang dapat
dikonversi.
Hasil PJP I dalam penataan pertanahan telah memberikan
sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional dan
memperkukuh ketahanan nasional. Kegiatan penataan pertanahan
ini telah dilakukan oleh berbagai instansi yang ditekankan pada
pemanfaatan penggunaan tanah dalam usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Dalam kegiatan penataan pertanahan kawasan hutan yang
bertujuan untuk menjamin kepastian fungsinya, maka sesuai
dengan TGHK telah dilakukan penetapan kawasan hutan tetap
seluas 113 juta hektare yang terdiri atas kawasan hutan lindung
seluas 30 juta hektare, kawasan suaka alam dan hutan wisata seluas
19 juta hektare, kawasan hutan produksi terbatas seluas 30 juta
hektare, dan kawasan hutan produksi tetap seluas 34 juta hektare.
Sampai pada akhir Repelita V telah dilaksanakan penataan batas
luar dan batas fungsi kawasan hutan tetap sepanjang 113.852
kilometer atau 32 persen dari total 352.000 kilometer yang harus
diselesaikan, dan peta dasar kehutanan skala 1:250.000 dan
1:50.000 untuk seluruh kawasan hutan.
542
Adapun untuk mendukung penggunaan dan pemanfaatan tanah
bagi pertambangan sudah dilakukan pemetaan geologi yang
meliputi pemetaan geologi bersistem, hidrogeologi, sumber daya
mineral, geokimia, batu bara, dan gambut. Sampai akhir Repelita
V telah berhasil diselesaikan seluruh peta geologi Pulau Jawa dan
sebagian besar peta geologi luar Pulau Jawa.
Kegiatan penataan pertanahan untuk kawasan bukan hutan,
atau bentuk penggunaan tanah lainnya, selama PJP I dititikberatkan
pada kegiatan pelayanan pemberian status hukum atas tanah dan
penyediaan data dasar pertanahan. Kegiatan pelayanan pada awal
PJP I dititikberatkan pada penertiban dan peningkatan pengelolaan
administrasi pertanahan melalui kegiatan penatagunaan tanah,
pengaturan penguasaan tanah, pengurusan hak-hak tanah dan
pendaftaran tanah, serta penyediaan data untuk mempersiapkan
pelaksanaan pelayanan di bidang keagrariaan. Data yang telah
disiapkan berupa peta penggunaan tanah dan peta kemampuan
tanah, peta pendaftaran tanah yang pengukuran dan pemetaannya
dilaksanakan melalui kegiatan terestris dan fotogrametris, serta
kegiatan pendataan penguasaan dan pemilikan tanah yang meliputi
identifikasi tanah negara dan identifikasi penguasaan dan pemilikan
tanah pertanian.
Sejalan dengan perkembangan permasalahan di bidang
pertanahan, kegiatan pelayanan diperluas lagi cakupannya dan
dimasukkan pula upaya pengkajian dan penyusunan berbagai
peraturan pelaksanaan undang-undang mengenai pertanahan,
penelitian, dan pengkajian terhadap masalah pertanahan,
peningkatan mutu sumber daya manusia, serta pemenuhan sarana
dan prasarana penunjang kegiatan di bidang pertanahan. Cakupan
itu makin bertambah sesuai dengan tuntutan pembangunan yang
makin bersifat lintas sektoral. Pelayanan kegiatan penataan
pertanahan ditambah lagi cakupannya dengan melaksanakan
pengukuran: pendaftaran dan penerbitan sertifikat tanah
transmigran, dan tanah yang diperuntukkan bagi perkebunan,
543
peternakan, perikanan, perumahan, dan tanah wakaf. Di samping
itu, untuk menunjang kegiatan penataan ruang, telah dilakukan
pemetaan penggunaan tanah perdusunan, pemetaan kemampuan
tanah, pemetaan penggunaan tanah daerah perkotaan, penyusunan
pola dasar tata guna tanah desa, data pokok pertanahan, dan
pemetaan tata guna kawasan khusus.
Sementara itu, untuk membantu masyarakat golongan ekonomi
lemah telah dilaksanakan perombakan struktur penguasaan tanah
melalui landreform. Selanjutnya, untuk memperoleh kepastian hak
dan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya, telah dilakukan
kegiatan pemberian sertifikat tanah secara masal melalui kegiatan
Proyek Operasi Nasional Pertanahan (Prona) yang dibiayai melalui
dana APBN ataupun swadaya masyarakat. Untuk mempercepat
kegiatan pelayanan administrasi pertanahan pada pertengahan PJP I,
telah mulai dilakukan pemotretan udara kawasan kota dalam upaya
menunjang pengadaan data dasar pertanahan bagi penghitungan pajak bumi dan bangunan (PBB) di daerah perkotaan. Pada
akhir PJP I kegiatan pelayanan ini ditingkatkan dengan dukungan
sistem informasi pertanahan.
Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan pelayanan bagi
masyarakat dan penyelesaian masalah pertanahan kawasan bukan
hutan yang makin kompleks, telah dibentuk dan ditingkatkan
lembaga yang menangani penataan pertanahan, baik di pusat
maupun di daerah.
Dalam PJP I kegiatan penataan penguasaan tanah kawasan
bukan hutan telah dapat menetapkan dan menerbitkan sertipikat
untuk 18,1 persen persil tanah dari sekitar 67,5 juta persil tanah
yang ada di Indonesia. Di samping itu, beberapa kegiatan telah
berhasil dilaksanakan seperti identifikasi dan penegasan tanah
negara seluas 998.099 hektare, redistribusi tanah objek landreform
seluas 871 ribu hektare, dan konsolidasi tanah perkotaan di 119
lokasi serta penertiban administrasi landreform sebanyak 118.120
544
kepala keluarga. Selanjutnya, untuk kegiatan penatagunaan tanah,
telah pula dilaksanakan penyusunan data pokok pertanahan untuk
132 daerah tingkat II, atau 40,6 persen dari seluruh jumlah daerah
tingkat II. Kendati upaya penataan pertanahan kawasan bukan hutan
selama PJP I telah mencapai berbagai sasaran, tuntutan
penanganan masalah pertanahan makin meningkat karena kegiatan
pembangunan yang meningkat dengan pesat.
III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG
PEMBANGUNAN
Masalah penataan ruang dan penataan pertanahan dalam PJP I
memperoleh perhatian yang sangat besar, baik oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat. Diperkirakan dalam PJP II masalah
penataan ruang dan pertanahan akan semakin berat. Oleh karena
itu, perlu dikenali berbagai tantangan, kendala, dan peluang sehingga penataan ruang dan pertanahan akan memberi manfaat
sebesar-besarnya dan menunjang pembangunan nasional.
1.
Tantangan
Dalam Repelita VI pembangunan yang pesat di beberapa sektor, terutama sektor industri dan pertanian, sangat berkaitan dengan
tingginya kebutuhan untuk memanfaatkan ruang khususnya ruang
daratan. Sementara itu, pembangunan di sektor pertambangan dan
galian yang juga berkembang cukup pesat, di samping dapat
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup juga mempercepat proses penurunan potensi tanah, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi kegiatan pembangunan di masa yang akan datang.
Proses pembangunan yang digambarkan tersebut di atas, jika tidak
diwaspadai, dapat menyebabkan hasil yang satu dan lainnya tidak
saling mendukung, bahkan saling merugikan. Dengan demikian,
tantangan yang dihadapi adalah mengupayakan penataan ruang yang
mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan pemanfaatan
545
sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia serta pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Bersamaan dengan itu, tingginya sasaran pertumbuhan di
berbagai sektor pembangunan mengakibatkan kebutuhan akan
sumber daya alam termasuk tanah makin meningkat. Pemakaian
sumber daya alam dan tanah oleh suatu sektor akan mempengaruhi
kegiatan sektor lain yang juga memerlukan tanah dan sumber daya
alam yang sama. Apabila setiap sektor melakukan kegiatan tanpa
kendali, akibatnya akan mempercepat penurunan mutu lingkungan
hidup sehingga dapat berdampak negatif bagi pembangunan di
masa yang akan datang. Dengan demikian, tantangannya adalah
menjaga mutu lingkungan hidup agar tetap sejalan dengan tingginya sasaran pertumbuhan dan mutu kehidupan yang ingin
dicapai.
Selain pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan jumlah penduduk
juga-mempengaruhi kebutuhan akan lahan dan ruang. Sampai
dengan akhir Repelita VI jumlah penduduk Indonesia diperkirakan
akan mencapai 204 juta jiwa dengan kepadatan rata-rata sekitar
106,3 jiwa per kilometer persegi. Khusus untuk Pulau Jawa, pada
akhir Repelita VI jumlah penduduk diperkirakan mencapai 118 juta
jiwa dengan kepadatan rata-rata 899 jiwa per kilometer persegi.
Dengan jumlah penduduk yang besar dan kepadatan yang tinggi,
terutama di Pulau Jawa, kebutuhan akan sumber daya alam makin
meningkat pula, khususnya lahan serta sumber air bersih. Dengan
melihat hubungan masalah dan keadaan yang mungkin timbul
sebagai akibat dari proses pembangunan, tantangan dalam PJP II
adalah mengembangkan dan mengefektifkan penataan ruang dan
penataan pertanahan agar terwujud penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan secara optimal dan bertanggung jawab
untuk mencegah penurunan mutu lingkungan hidup.
Lebih dari dua pertiga bagian wilayah negara Republik
Indonesia adalah laut. Oleh karena itu, sudah saatnya diberikan
546
perhatian yang lebih besar pada upaya perlindungan dan
pemanfaatan potensi kelautan. Di samping itu, meningkatnya
perkembangan di bidang transportasi udara dan telekomunikasi
menuntut perhatian pada aspek tata ruang udara. Sehubungan
dengan itu, merupakan tantangan pula untuk mempersiapkan pola
pemanfaatan ruang laut dan ruang udara sebagai bagian dari
penataan ruang nasional. Dalam PJP II pembangunan daerah akan
meningkat pesat bersamaan dengan peningkatan pembangunan
sektoral. Pembangunan daerah yang makin meningkat itu akan
mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan ruang dan lahan.
Dalam hal penyusunan rencana tata ruang wilayah, timbul berbagai
masalah karena perencanaan pengembangan wilayah di daerah
masih mengacu pada pencapaian sasaran sektor tertentu di wilayah
yang bersangkutan dan kurang memperhatikan keserasian dengan
rencana pembangunan wilayah di sekitarnya. Hal itu sering
menyebabkan kurang efisiennya penggunaan sumber daya alam,
dan tercermin dengan masih adanya rencana tata ruang baik dati I
maupun dati II yang tidak serasi dengan rencana tata ruang daerah
yang berbatasan. Sehubungan dengan itu, tantangan lainnya adalah
mengembangkan pola tata ruang wilayah propinsi atau kabupaten
yang selaras dan serasi dengan wilayah sekitarnya, dengan
mengacu pada pola tata ruang yang lebih tinggi tingkatannya
dengan senantiasa mempertahankan karakteristik lingkungan alam,
lingkungan buatan dan lingkungan sosial masing-masing daerah.
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia tidak diikuti
dengan penyebaran penduduk secara merata. Di masa depan
penyebaran penduduk akan mengarah ke daerah perkotaan. Diperkirakan jumlah penduduk di perkotaan akan meningkat dari
34,0 persen pada akhir Repelita V menjadi 39,3 persen dari
seluruh penduduk Indonesia pada akhir Repelita VI. Bertambahnya
penduduk di daerah perkotaan menyebabkan meningkatnya
kebutuhan akan tanah perkotaan. Meningkatnya kebutuhan tanah di
satu pihak, sedangkan dilain pihak persediaannya makin terbatas,
dapat menyebabkan makin meningkatnya alih fungsi tanah,
termasuk tanah pertanian yang produktif.
547
Selain itu, pergeseran struktur ekonomi Indonesia dari sektor
pertanian ke sektor industri akan semakin intensif dalam PJP II.
Akan tetapi sebagian besar rakyat masih hidup dari sektor pertanian. Di sate pihak, jumlah penduduk yang tinggal di perdesaan
dan masih berusaha di sektor pertanian akan terus bertambah. Di
pihak lain, kegiatan pembangunan dengan penggunaan lahan
nonpertanian dalam jumlah besar menyebabkan makin kecilnya
lahan yang tersedia bagi usaha tani. Sebagai akibatnya, para petani
yang tidak mempunyai lahan bagi kegiatan usaha taninya akan
membuka dan menggarap lahan yang tidak mempunyai fungsi dan
status sebagai lahan pertanian. Keadaan seperti itu mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Sehubungan dengan itu, tantangan yang
dihadapi adalah mengendalikan pemanfaatan tanah termasuk alih
fungsi penggunaan tanah, serta mencegah penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan fungsi dan statusnya.
Lahan hutan makin terbatas jumlahnya karena banyak yang
sudah digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan, serta
banyak lahan hutan yang diterlantarkan. Pertambahan penduduk
dan berkembangnya kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat juga
menyebabkan perubahan penggunaan lahan, termasuk kawasan
hutan rakyat menjadi nonhutan. Akibatnya, masyarakat yang
tinggal di sekitar kawasan hutan rakyat dan mata pencahariannya
bergantung pada kawasan hutan tersebut mengalami kesulitan. Hal
itu akan mendorong mereka untuk mengolah secara liar lahan
hutan lainnya, semata-mata guna kehidupannya. Dengan demikian,
gangguan terhadap hutan akan menjadi lebih besar. Selain kawasan
hutan, yang perlu diperhatikan pula adalah kawasan lindung
lainnya di luar kawasan hutan misalnya daerah resapan air,
sempadan pantai, sempadan sungai dan lain sebagainya. Kawasan
lindung ini perlu dipertahankan fungsi lindungnya dan diamankan
dari berbagai kegiatan pembangunan yang dapat merusak fungsi
lindungnya. Oleh karena itu, tantangan berikutnya adalah
mencegah meluasnya penggunaan lahan di kawasan hutan dan
kawasan lindung lainnya, yang mengganggu fungsi lindung kawasan tersebut guna mempertahankan kelestarian fungsi dan
kemampuan lingkungan hidup.
548
Adanya kawasan yang pertumbuhannya jauh lebih cepat dari
kawasan lainnya, seperti kawasan Bopunjur, Jabotabek, Gerbangkertosusila, Bandung Raya, Medan-Belawan dan lain sebagainya
telah memerlukan ruang dan tanah yang makin banyak, yang
mengakibatkan timbulnya berbagai masalah. Sehubungan dengan
itu, tantangan lain adalah penataan kembali serta pengembangan
pola tata ruang dan penataan pertanahan bagi daerah yang cepat
pertumbuhannya, sehingga dapat dicegah dampak yang merugikan
masyarakat antara lain sebagai akibat benturan kepentingan dan
kesenjangan sosial ekonomi.
2.
Kendala
Mengingat kegiatan pembangunan yang dilakukan dalam PJP II
akan makin meningkat, terdapat berbagai kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan penataan ruang dan penataan pertanahan dalam
PJP II.
Kendala pertama adalah terbatasnya dan masih belum serasinya berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan penataan ruang dan penataan pertanahan. Hal itu telah
menyebabkan terjadinya tumpang tindih wewenang dan tanggung
jawab antarinstansi dalam pengelolaan penataan ruang dan penataan pertanahan, terutama menyangkut pola pemanfaatan ruang dan
kepastian hukum atas tanah. Walaupun peraturan perundangundangan telah ada, pads kenyataannya pelayanan untuk mendapatkan kepastian hukum masih dirasakan rumit dan sulit sehingga
timbul banyak masalah yang menyangkut status hukum atas tanah.
Hal ini berarti peraturan perundang-undangan yang ada masih
belum cukup untuk memberikan kepastian hukum dan memecahkan
berbagai permasalahan tata ruang dan penataan pertanahan yang
makin berkembang.
Pendekatan sektoral dalam pembangunan dirasakan masih kuat
dan kurangnya keterpaduan antarsektor juga merupakan kendala.
549
Keterbatasan ketersediaan data/informasi untuk penataan ruang
dan penataan pertanahan juga menjadi kendala. Upaya penataan
ruang dan penataan pertanahan memerlukan ketersediaan data
dasar dan informasi yang akurat dan rinci. Dengan demikian, pola
pemanfaatan ruang dapat disusun secara lebih tepat dalam
mencerminkan kebutuhan pembangunan di masa datang. Data
dasar yang tepat dan rinci penting bagi administrasi pertanahan
dalam kegiatan pendaftaran tanah, penentuan batas yang tegas dan
akurat, identifikasi tanah negara, serta pemberian status hukum
atas tanah.
3.
Peluang
Penataan ruang dan penataan pertanahan yang telah
diupayakan dalam PJP I merupakan modal dalam melaksanakan
kegiatan pembangunan selanjutnya, antara lain telah tersedia
rencana tata ruang daerah tingkat I dan daerah tingkat II serta
rencana tata ruang kawasan lainnya. Sistem evaluasi dan
perencanaan sumber daya lahan telah dikembangkan di seluruh
daerah tingkat I yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan penataan
ruang. Di samping itu, telah tersedia berbagai sistem administrasi
pertanahan, seperti sistem pelayanan pendaftaran dan sertifikasi
tanah, sistem penertiban administrasi landreform, sistem
konsolidasi tanah, dan sistem penatagunaan tanah.
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian
lingkungan hidup serta penataan ruang bagi pembangunan yang
berkelanjutan telah meningkat. Makin disadari pula bahwa
pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang
terpadu dan saling menunjang; saling mengisi antarsektor; antara
sektor dan daerah; serta antardaerah; dan dengan memperhatikan
kelestarian sumber daya alam dalam pemanfaatannya untuk
pembangunan.
Telah adanya lembaga dan tersedianya kemampuan penataan
ruang dan penataan pertanahan, baik di tingkat nasional maupun di
tingkat daerah, walaupun dalam jumlah terbatas merupakan modal
yang berharga pula untuk meningkatkan dan mengembangkan
kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan. Lembaga yang
telah terbentuk itu penting artinya bagi kegiatan penataan ruang
dan penataan pertanahan dalam PJP II, terutama dalam upaya
peningkatan desentralisasi dan otonomi ke daerah tingkat II.
IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN
PEMBANGUNAN
1.
Arahan GBHN 1993
GBHN 1993 memberikan arahan kebijaksanaan yang
berkenaan dengan penataan ruang dan penataan pertanahan sebagai
berikut.
Air, tanah, dan lahan yang mempunyai nilai ekonomi dan
fungsi sosial, pemanfaatannya perlu diatur dan dikembangkan
dalam pola tata ruang yang terkoordinasi bagi sebesar-besar
kesejahteraan rakyat melalui berbagai penggunaan, terutama untuk
keperluan permukiman, pertanian, kehutanan, industri, pertambangan, dan kelistrikan, serta prasarana pembangunan lainnya. Tata
guna air dan tata guna lahan serta kehutanan diselenggarakan
secara terpadu sehingga menjamin kelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Perhatian khusus perlu diberikan pada
konservasi dan rehabilitasi lahan kritis, pemeliharaan wilayah
peresapan dan daerah aliran sungai serta sumber air lainnya.
Penggunaan, penguasaan, pemilikan, dan pengalihan hak atas
lahan harus dapat menjamin kelangsungan usaha pertanian. Pemilikan lahan pertanian oleh perseorangan secara berlebihan, pemilikan
lahan pertanian yang sangat kecil, dan penguasaan lahan secara
absente dan diterlantarkan perlu dicegah agar terjaga fungsi tanah
sebagai faktor produksi dan sumber kehidupan yang layak bagi
petani.
551
Inventarisasi dan penatagunaan hutan ditingkatkan untuk
memantapkan status kawasan hutan, memanfaatkan hutan konversi
bagi penyediaan lahan untuk kepentingan pembangunan, serta
untuk melestarikan manfaat ekosistem dan keserasian tata lingkungan.
Tata guna lahan dikembangkan dengan memberikan perhatian
khusus pada pencegahan penggunaan lahan pertanian produktif
yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Penataan penguasaan tanah oleh negara diarahkan agar
pemanfaatannya dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, sedangkan penataan penggunaan tanah dilaksanakan secara berencana guna mewujudkan kemakmuran rakyat yang
sebesar-besarnya. Penataan penggunaan tanah perlu memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas
maksimum pemilikan tanah pertanian dan perkotaan, serta
pencegahan penelantaran tanah, termasuk berbagai upaya untuk
mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan
kepentingan rakyat. Kelembagaan pertanahan disempurnakan agar
makin terwujud sistem pengelolaan pertanahan yang terpadu,
serasi, efektif dan efisien, yang meliputi tertib administrasi, tertib
hukum, tertib penggunaan serta tertib pemeliharaan tanah dan
lingkungan hidup. Kegiatan pengembangan administrasi pertanahan
perlu ditingkatkan dan ditunjang dengan perangkat analisis dan
perangkat informasi pertanahan yang makin baik.
Selain pengarahan yang bersifat umum, GBHN juga memberi
arahan dalam berbagai sektor, yaitu seperti berikut ini.
Pembangunan industri dikembangkan secara bertahap dan
terpadu melalui penyebaran pembangunan industri di berbagai
daerah terutama di kawasan timur Indonesia, sesuai dengan potensi
masing-masing dan sesuai dengan pola tata ruang nasional.
Pembangunan pertanian perlu didukung oleh pengaturan tata
ruang dan tata guna lahan sehingga pemanfaatan tanah subur
diprioritaskan untuk lahan pertanian. Di dalam pembangunan
552
pertanian, penataan ruang perlu dilaksanakan agar perkembangan
sektor industri, permukiman, dan prasarana jalan tidak mengurangi
lahan pertanian yang produktif. Usaha diversifikasi, intensifikasi,
dan rehabilitasi pertanian perlu dilanjutkan dan ditingkatkan
dengan perencanaan dan penyelenggaraan yang makin terpadu dan
disesuaikan dengan kondisi tanah, air, dan iklim, pola tata ruang,
upaya pelestarian lingkungan hidup, pembangunan sektor lain,
serta kehidupan dan kebutuhan masyarakat setempat.
Sistem transportasi nasional ditata dan terus disempurnakan
serta disesuaikan dengan kebijaksanaan tata ruang dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Pengembangan pertambangan perlu diarahkan untuk
mendorong kegiatan ekonomi dengan mempertimbangkan prinsip
penggunaan lahan berganda dan pola tata ruang nasional melalui
kebijaksanaan optimasi manfaat dari pendayagunaan kekayaan
alam.
Pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan
manfaat bagi kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya dengan
tetap menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi hutan, dan
dengan mengutamakan pelestarian sumber daya alam dan fungsi
lingkungan hidup, memelihara tata air, serta untuk memperluas
kesempatan usaha dan lapangan kerja, meningkatkan sumber
pendapatan negara dan devisa serta memacu pembangunan daerah.
Pembangunan perkotaan ditingkatkan dan diselenggarakan
secara berencana dan terpadu dengan memperhatikan rencana
umum tata ruang, agar terwujud pengelolaan perkotaan yang efisien dan tercipta lingkungan yang sehat, rapi, aman, dan nyaman.
Pembangunan transmigrasi bertujuan memeratakan pembangunan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dengan berpegang
pada rencana tata ruang daerah dan wilayah serta pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
553
Perencanaan tata ruang di semua tingkatan harus memperhatikan pelestarian bangunan dan Benda yang mengandung nilai
sejarah.
Pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk harus memperhatikan kemampuan daya dukung alam dan harus sesuai dengan
tata ruang.
Pembangunan perumahan dan permukiman perlu lebih ditingkatkan dan diperluas hingga dapat makin merata dan menjangkau
masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan senantiasa memperhatikan rencana tata ruang dan keterkaitan serta keterpaduan
dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
2.
Sasaran
a.
Sasaran PJP II
Sasaran umum penataan ruang dan penataan pertanahan dalam
PJP II adalah terciptanya pola tata ruang wilayah nasional dan
daerah yang mantap; mantapnya proses penataan ruang secara terpadu, efektif dan efisien; terciptanya sistem administrasi pertanahan yang andal dan tertib yang memberi jaminan kepastian hukum
dan memenuhi rasa keadilan masyarakat; serta tersedianya ruang
gerak yang memadai bagi pembangunan dan penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara.
b.
Sasaran Repelita VI
Sasaran penataan ruang dan penataan pertanahan dalam Repelita VI adalah tersedianya sistem informasi yang mendukung
penataan ruang dan penataan pertanahan; meningkatnya kesadaran
dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam penataan ruang
dan penataan pertanahan; terwujudnya lembaga dan aparatur
penataan ruang dan penataan pertanahan yang berkualitas dan
berkemampuan tinggi serta terwujudnya keterpaduan penataan dan
554
pemanfaatan ruang untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
3.
Kebijaksanaan
Dalam mewujudkan sasaran penataan ruang dan penataan
pertanahan dalam Repelita VI, kebijaksanaan pokok yang akan
ditempuh adalah pengembangan kelembagaan melalui penetapan
organisasi pengelolaan yang mantap, dengan rincian tugas,
wewenang, dan tanggung jawab yang jelas, peningkatan
kemampuan aparatur yang dapat mendukung kegiatan penataan
ruang dan penataan pertanahan di pusat dan di daerah,
pemasyarakatan penataan ruang dan penataan pertanahan kepada
masyarakat dan dunia usaha, pemantapan pemanfaatan rencana
tata ruang sebagai acuan bagi pembangunan nasional dan daerah,
dengan perhatian khusus pada kawasan cepat berkembang/andalan/
strategis, pemantapan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk
pengamanan terhadap kawasan yang terdapat aset penting negara,
peningkatan sistem informasi, pemantauan dan evaluasi dalam
penataan ruang dan penataan pertanahan.
B.
I.
PENATAAN RUANG
PENGANTAR
Penataan ruang yang meliputi kegiatan perencanaan ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, bertujuan untuk menyusun suatu pola pemanfaatan ruang, baik di tingkat
nasional maupun di tingkat daerah yang berwawasan lingkungan.
Upaya ini secara garis besar mengatur pemanfaatan kawasan
lindung dan kawasan budi daya untuk mewujudkan keterpaduan
dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia; meningkatkan
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara
efektif, efisien dan tepat guna dalam usaha meningkatkan kualitas
sumber daya manusia; mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan
555
mencegah serta menanggulangi dampak negatif dari kegiatan pembangunan terhadap lingkungan; serta mewujudkan keseimbangan
antara kepentingan kesejahteraan dan kepentingan pertahanan
keamanan nasional.
Dalam penataan ruang dihadapi berbagai masalah, antara lain
rencana tata ruang yang ada saat ini masih berorientasi pada
batasan wilayah administrasi, perangkat hukum yang ada masih
terbatas dalam pengendalian pemanfaatan ruang, belum adanya
kesamaan pandangan dari berbagai instansi mengenai pentingnya
pembangunan yang dilandaskan pada pola tata ruang, serta terbatasnya ketersediaan data dasar dan informasi yang akurat dalam
penyusunan pola tata ruang, serta kemampuan kelembagaan
penataan ruang masih terbatas. Hal-hal tersebut merupakan
masalah yang perlu diatasi dalam kegiatan penataan ruang dalam
Repelita VI.
II. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN
1.
Sasaran
Selain sasaran umum yang telah diuraikan di atas, secara
khusus sasaran penataan ruang dalam Repelita VI adalah
tersedianya strategi dan rencana tata ruang nasional dan daerah,
khususnya bagi kawasan yang cepat berkembang/andalan/strategis,
yang mencakup pola tata ruang daratan, pola tata ruang lautan,
pola tata ruang udara, dan pola tata guna cumber daya alam lainnya
secara terpadu; makin mantapnya kegiatan pelaksanaan penataan
ruang nasional dan daerah, sejak dari proses perencanaan tata
ruang sampai kepada pengendalian pemanfaatan ruang yang ditunjang dengan penegakan hukum yang berwibawa; serta terbentuknya
mekanisme peran serta masyarakat dan dunia usaha yang efektif
dalam pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang secara
aktif dan bertanggung jawab; mantapnya sistem pengelolaan tata
ruang yang meliputi mekanisme, prosedur, standar, dan format
pengelolaan tata ruang; serta terbentuknya sistem pemantauan dan
556
evaluasi penataan ruang khususnya di kawasan yang cepat dan
kawasan andalan/strategis, termasuk wilayah perbatasan dengan
negara lain.
2.
Kebijaksanaan
Untuk mencapai berbagai sasaran penataan ruang, seperti
tersebut di atas dalam Repelita VI, dikembangkan kebijaksanaan
penataan ruang yang meliputi upaya pemantapan dan pengembangan pola tata ruang nasional dan daerah khususnya pada kawasan
yang cepat berkembang/andalan/strategis, pemantapan proses
penyusunan tata guna lahan, air, dan sumber daya alam lainnya
secara terpadu, pengembangan pola pemanfaatan ruang laut dan
ruang udara, penyempurnaan kelembagaan dan peningkatan
kemampuan aparatur penataan ruang, peningkatan peran serta
masyarakat dan dunia usaha dalam penataan ruang, dan
peningkatan penegakan hukum dalam penataan ruang.
a)
Pemantapan dan Pengembangan Pola Tata Ruang
Nasional, Daerah dan Kawasan
Kegiatan pembangunan nasional dan daerah, khususnya pada
kawasan yang cepat berkembang, diserasikan agar dapat mencegah
terjadinya tumpang tindih, benturan berbagai kepentingan dalam
pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan dan tidak
bertanggung jawab. Dalam kaitan itu, dikembangkan dan dimantapkan pola tata ruang nasional, daerah, dan kawasan cepat
berkembang/andalan/strategis .
b) Pemantapan Proses Penyusunan Tata Guna Lahan,
Air, dan Sumber Daya Alam Lainnya
Dalam mewujudkan pola tata ruang yang terpadu, serasi,
selaras, dan seimbang dilakukan penyusunan tata guna lahan, air,
dan sumber daya alam lainnya dalam satu pola tata ruang yang
menggambarkan keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan. Dalam proses penyusunannya dipertahankan
557
penggunaan tanah produktif untuk pertanian, kawasan hutan
dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, dan kawasan lindung
dipertahankan fungsi lindungnya.
c)
Pengembangan Pola Pemanfaatan Ruang Laut dan
Ruang Udara
Dalam PJP II potensi sumber daya alam, termasuk sumber
daya yang ada di lautan dan di udara, dimanfaatkan seoptimal
mungkin untuk mewujudkan sasaran di bidang ekonomi. Sejalan
dengan kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang, dalam
Repelita VI dikembangkan pola tata ruang laut dan tata ruang udara
yang terpadu dalam pola tata ruang nasional untuk meningkatkan peran sektor kelautan dan kedirgantaraan dalam menunjang
pencapaian sasaran pembangunan nasional di berbagai bidang.
d) Peningkatan Kelembagaan dan Kemampuan Aparatur
Penataan Ruang
Kegiatan penataan ruang ditingkatkan agar makin efektif,
dilengkapi dengan kelembagaan yang kuat, serta ditunjang dengan
aparat yang mampu dan terlatih, baik di tingkat nasional maupun di
tingkat daerah. Dalam pengembangan dan pemanfaatan kemampu
an kelembagaan diperjelas batas wewenang dan kewajiban masingmasing untuk menghindari tumpang tindih wewenang dan
kewajiban antarlembaga dalam penataan ruang.
e)
Peningkatan Peran Serta Masyarakat dan Dunia
Usaha
Peran serta masyarakat sangat penting dalam penataan ruang.
Dalam rangka mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha dalam
penataan ruang dikembangkan mekanisme yang melibatkan
masyarakat pada tahap tertentu dalam proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Peran serta masyarakat dikembangkan untuk menegakkan dan
memasyarakatkan ketentuan yang telah diatur di dalam rencana tata
558
ruang sehingga dapat berjalan dengan baik karena mendapat
dukungan masyarakat yang seluas-luasnya.
f)
Peningkatan Penegakan Hukum dalam Pelaksanaan
Peraturan Perundang-undangan Penataan Ruang
Untuk mendukung pengelolaan tata ruang dalam mengatur
keterpaduan serta keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
penggunaan sumber daya yang ada, baik di daratan, lautan maupun
udara, perangkat peraturan perundang-undangan dikembangkan
dan disempurnakan sehingga memberi arah yang jelas dan
memberi kepastian. Upaya ini meliputi pula penyerasian berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada serta penegakan hukum
untuk menjamin bahwa pembangunan berjalan dalam kerangka tata
ruang yang telah disepakati dan ditetapkan.
III. PROGRAM PEMBANGUNAN
Untuk mencapai sasaran dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan tersebut di atas, dikembangkan program yang terdiri atas
program pokok dan program penunjang.
1.
Program Pokok
Program Penataan Ruang
Program ini bertujuan untuk mengembangkan pola tata ruang
dan mekanisme pengelolaan yang menyerasikan berbagai kegiatan
pemanfaatan air, tanah, dan sumber daya alam lainnya serta untuk
meningkatkan keterpaduan penyelenggaraan tata guna air, tata
guna lahan, serta kehutanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan
dilaksanakan kegiatan sebagai berikut.
559
a.
Penyempurnaan dan Penjabaran Rencana Tata Ruang
Nasional, Daerah, dan Kawasan
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan arahan pemanfaatan
ruang bagi perencanaan pembangunan, baik sektoral maupun
daerah dan menjadi pedoman bagi proses pengendalian
pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia
dilakukan secara serasi, selaras dan seimbang. Di dalamnya
tercakup upaya :
1) pemantapan Strategi Nasional Pengembangan Pola Tata
Ruang yang menterpadukan matra daratan, lautan, dan
udara dalam satu rencana tata ruang nasional yang
memasukkan kepentingan kesejahteraan rakyat dan kepentingan pertahanan keamanan, serta menjabarkannya ke
dalam program pembangunan nasional dan daerah;
2) penterpaduan rencana tata ruang wilayah antardaerah
tingkat I dan rencana tata ruang wilayah antardaerah
tingkat II yang berbatasan atau yang mempunyai keterkaitan fungsi wilayah;
3) penyempurnaan rencana tata ruang wilayah daerah tingkat
I dan tingkat II, yang telah tersusun serta menjabarkannya
ke dalam program pembangunan daerah;
4) penyusunan rencana kawasan daerah tertinggal dan terpencil, kawasan timur Indonesia, kawasan pantai, kawasan perbatasan dengan negara lain, dan kawasan penting
bagi pertahanan keamanan;
5) penataan kembali kawasan yang mempunyai potensi
pertumbuhan cepat, seperti Jabotabek, Gerbangkertosusila, Bandung Raya, Medan dan sekitarnya, serta Ujungpandang, dan sekitarnya;
560
6) penataan kembali kawasan khusus, seperti kawasan perbatasan, Bopunjur, kawasan di sekitar taman nasional;
7) penyempurnaan kriteria penentuan dan pengelolaan
kawasan berfungsi lindung serta kawasan budi daya;
8) peningkatan kualitas aparatur penataan ruang.
b.
Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kegiatan ini bertujuan untuk menyelenggarakan pemanfaatan
ruang yang serasi, selaras, seimbang dan terpadu dan pemanfaatan
ruang yang berkualitas, dan meliputi upaya penyusunan serta
penyerasian berbagai peraturan pelaksanaan penataan ruang;
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penataan ruang;
penetapan mekanisme keikutsertaan masyarakat dalam penataan
ruang; serta peningkatan dan pengembangan tim tata ruang daerah.
2
Program Penunjang
a.
Program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup
Program ini adalah untuk meningkatkan jumlah dan mutu
informasi sumber daya alam serta mengembangkan neraca dan tata
guna sumber alam dan Lingkungan hidup untuk mengetahui daya
dukung dan menjamin sediaan sumber alam yang berkelanjutan.
Informasi mengenai sediaan, neraca serta daya dukung sumber
daya alam, dibutuhkan untuk penyempurnaan rencana tata ruang,
khususnya yang menyangkut pemanfaatan dan pelestarian sumber
daya alam.
b. Program Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan
Kedirgantaraan
Program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam
mendayagunakan dan memanfaatkan potensi kekayaan laut dan
561
sumber daya laut serta pemanfaatan dirgantara secara seimbang
bagi kepentingan kesejahteraan rakyat dan keperluan pertahanan
keamanan. Program ini dimaksudkan untuk melengkapi Strategi
Nasional Pengembangan Pola Tata Ruang dengan memasukkan
matra laut dan matra udara.
c.
Program Penataan Pertanahan
Program ini adalah untuk mengupayakan peningkatan dan
pengembangan sistem pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi,
efektif dan efisien sehingga pemanfaatan ruang dapat terkendali
dalam mewujudkan keadilan sosial dan kemakmuran rakyat.
d. Program Penerapan dan Penegakan Hukum
Program ini adalah untuk meningkatkan ketertiban dan
kepastian hukum sehingga masyarakat merasa mendapatkan
pengayoman dan perlindungan akan hak-haknya, juga untuk
pengendalian pemanfaatan ruang.
e.
Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan
Tata Ruang
Program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam
melaksanakan tugas penataan ruang bagi aparat pemerintah dan
pemahaman masyarakat mengenai tata ruang sehingga dapat
berkembang kesadaran dan peran serta aktif masyarakat dalam
pelaksanaan penataan ruang.
C. PENATAAN PERTANAHAN
I.
PENGANTAR
Penataan pertanahan bertujuan untuk mewujudkan empat tertib
dalam pemanfaatan tanah untuk menunjang pembangunan, yaitu
562
tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib
penggunaan tanah, serta tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan
hidup. Penataan pertanahan meliputi aspek fisik dari pemanfaatan
tanah dan aspek hukum dari penguasaan tanah.
Dalam penataan pertanahan ada beberapa masalah yang
dihadapi, yaitu perangkat hukum yang ada masih terbatas dalam
pelayanan untuk memberikan kepastian hukum atas tanah; pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya penataan
pertanahan bagi perlindungan hak-hak atas tanah berdasarkan
kepastian hukumnya juga masih terbatas; serta ketersediaan data
dasar dan informasi yang andal belum memadai.
II. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN
1.
Sasaran
Selain sasaran umum Repelita VI yang telah diuraikan di atas,
sasaran penataan pertanahan secara khusus dalam Repelita VI
adalah, tertibnya sistem administrasi pertanahan yang meliputi
penataan penguasaan, penataan penggunaan tanah, pemilikan dan
pengalihan hak atas tanah sesuai dengan kebutuhan pembangunan
yang menjamin keadilan sosial dan kemakmuran bagi seluruh
rakyat; terciptanya sistem administrasi pertanahan yang ditunjang
oleh perangkat analisis dan perangkat informasi yang baik dalam
proses pemberian perizinan, evaluasi, dan pemantauan penataan
pertanahan; tersedianya data/informasi pertanahan untuk mendukung kegiatan pembangunan; serta meningkatnya kemampuan
kelembagaan pertanahan untuk mewujudkan sistem pengelolaan
pertanahan yang terpadu, serasi, efektif, dan efisien.
2.
Kebijaksanaan
Untuk mencapai berbagai sasaran penataan pertanahan seperti
tersebut di atas dalam Repelita VI, dikembangkan kebijaksanaan
563
penataan pertanahan yang meliputi pengembangan sistem penataan
penguasaan, pemilikan dan pengalihan hak atas tanah; peningkatan
sistem penataan penggunaan tanah secara berencana;
penyempurnaan kelembagaan, pengembangan sistem administrasi
pertanahan dan penataan tanah hutan yang sesuai dengan kondisi
dan fungsi serta pemanfaatannya bagi sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
a) Pengembangan Penataan Penguasaan, Pemilikan, dan
Pengalihan Hak Atas Tanah
Penataan penguasaan, pemilikan, dan pengalihan hak
perorangan atas tanah, baik untuk kepentingan negara maupun
kepada badan usaha swasta harus memenuhi rasa keadilan
masyarakat. Pengalihan hak ini dalam pelaksanaannya sejauh
mungkin diupayakan agar masyarakat diberi peluang dalam bentuk
penyertaan modal dalam usaha terkait. Upaya penataan tersebut
dikembangkan agar dapat lebih memberikan jaminan kepastian
hukum atas penguasaan dan pemilikan tanah, serta sistem yang
dapat mengendalikan pengalihan hak atas tanah. Upaya tersebut
dimaksudkan agar penggunaan tanah dan pemanfaatan lahan dapat
benar-benar diatur guna menunjang pembangunan dengan tetap
memperhatikan fungsi sosial tanah, hukum adat tentang tanah yang
masih ada di daerah, serta hak rakyat atas tanah. Dalam kaitan itu,
pemusatan penguasaan dan penelantaran tanah, pemilikan tanah
pertanian yang sangat kecil dan penguasaan tanah secara absente
dikurangi dan dicegah. Selain itu, perhatian lebih besar akan
diberikan kepada masyarakat ekonomi lemah dalam mendapatkan
kepastian hukum hak atas tanah.
b) Peningkatan Penataan Penggunaan Tanah
Penataan penggunaan tanah ditingkatkan untuk menjamin agar
pemanfaatan sumber daya alam dilakukan seoptimal mungkin
dengan mengingat kelestarian dan fungsi lingkungannya. Proses
alih fungsi lahan dari satu penggunaan kepenggunaan lainnya
d i k e n d a l i k a n s e h i n gga l a h a n p e r t a n i a n ya n g p r o d u k t i f
564
dipertahankan dan lahan hutan tetap terlestarikan fungsinya. Di
samping itu, penataan penggunaan tanah memperhatikan tersedianya lahan garapan bagi petani di daerah perdesaan, dan lahan
hunian bagi masyarakat ekonomi lemah di daerah perkotaan, lahan
untuk kepentingan pembangunan kawasan industri, kawasan pertanian, kawasan transmigrasi, kawasan pertambangan, dan untuk
prasarana.
c)
Penyempurnaan Kelembagaan Penataan Pertanahan
Kelembagaan dan administrasi pertanahan disempurnakan
untuk dapat mewujudkan pengelolaan pertanahan yang terpadu,
serasi, efektif, dan efisien yang meliputi tertib administrasi, tertib
hukum, tertib penggunaan, serta tertib pemeliharaan tanah dan
lingkungan hidup.
d)
Pengembangan Administrasi Pertanahan
Kegiatan pengembangan administrasi pertanahan ditingkatkan
dan ditunjang dengan perangkat pengukuran, registrasi, analisis
dan perangkat informasi pertanahan yang makin baik. Di samping
itu, pengembangan administrasi pertanahan ditunjang dengan
pengembangan data dasar pertanahan dan kegiatan pengelolaan
dokumen pertanahan, serta pengkajian dan pengembangan
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
e) Penataan Tanah Hutan sesuai dengan Fungsinya serta
Pemanfaatannya bagi Sebesar-besar Kemakmuran
Rakyat
Dalam penataan tanah hutan, dijaga fungsi hutan sebagai
kawasan lindung. Apabila penataan tanah hutan diperuntukkan
sebagai hutan produksi, perhatian khusus diberikan kepada masyarakat yang ada di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang
mata pencahariannya bergantung pada hasil hutan.
565
III. PROGRAM PEMBANGUNAN
Untuk mencapai sasaran dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan tersebut di atas, dikembangkan program pokok dan program penunjang.
1.
Program Pokok
Program Penataan Pertanahan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan sistem pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi, efektif,
dan efisien. Program penataan pertanahan dilaksanakan melalui
kegiatan berikut.
a.. Penataan Penguasaan Tanah
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan sistem penataan, penguasaan, pemilikan, dan pengalihan hak atas tanah yang
dilakukan oleh negara. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
pendataan penguasaan pemilikan tanah, redistribusi tanah objek
landreform, penertiban administrasi landreform dan pembinaan
petani redistribusi, serta identifikasi dan penegasan tanah negara;
konsolidasi tanah perkotaan, konsolidasi tanah pertanian,
konsolidasi tanah permukiman masyarakat sekitar wilayah
transmigrasi, dan konsolidasi tanah dalam rangka kegiatan
permukiman perambah hutan, peningkatan dan pengembangan
kegiatan pengukuran dan pendaftaran tanah, serta sertifikasi tanah,
secara sistematis dan sporadis, termasuk peningkatan pelaksanaan
Prona; pengukuran kerangka dasar geodesi nasional dengan Global
Positioning System (GPS); penyempurnaan proses dan prosedur
pengurusan hak atas tanah, termasuk pengalihan hak atas tanah,
serta penertiban dan penyelesaian berbagai masalah pertanahan.
b. Penataan Penggunaan Tanah
Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan informasi penggunaan tanah yang berupa data dan peta untuk berbagai kegiatan
566
dalam perumusan kebijaksanaan, pembinaan, dan pengendalian
penggunaan tanah, serta penetapan batas penggunaan tanah bagi
perencanaan kegiatan pembangunan. Termasuk dalam kegiatan ini
adalah pemetaan dan pemutakhiran peta penggunaan tanah, pemetaan kemampuan tanah, dan pemetaan penggunaan tanah perkotaan; pengembangan sistem informasi geografi pertanahan; penyusunan rencana persediaan dan peruntukan serta pengendalian
penggunaan tanah.
c.
Penyempurnaan Kelembagaan dan Pengembangan
Administrasi Pertanahan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
kelembagaan pertanahan, baik yang ada di tingkat pusat maupun
daerah, melalui penyempurnaan organisasi dan pelatihan bagi
aparat pertanahan. Selain itu, juga dikembangkan sistem informasi
pertanahan di berbagai lembaga pertanahan di tingkat pusat dan
daerah, melalui pengembangan data dasar pertanahan dan jaringan
informasi pertanahan antarinstansi yang terkait dalam penanganan
masalah pertanahan. Di samping itu, dikembangkan pula cara
pengelolaan dokumen pertanahan dengan menggunakan teknologi
mutakhir, serta pengkajian dan pengembangan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Termasuk dalam cakupan
kegiatan ini adalah penyempurnaan organisasi pertanahan baik
yang ada di pusat maupun yang ada di daerah; pelatihan dan
peningkatan keterampilan aparat pertanahan; pengembangan data
dasar pertanahan, sistem informasi pertanahan dan jaringan informasi pertanahan antarlembaga terkait; pengembangan pengelolaan
dokumen pertanahan dengan penggunaan teknologi mutakhir;
pengkajian dan pengembangan peraturan perundang-undangan
mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan, peruntukan, dan
pengalihan hak atas tanah.
567
2.
Program Penunjang
a.
Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan
Pertanahan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam
melaksanakan tugas penataan pertanahan bagi aparat pemerintah
dan pemahaman masyarakat mengenai masalah-masalah pertanahan
serta ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang pertanahan.
b.
Program Penataan Ruang
Program ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan
mekanisme pengelolaan yang menyerasikan berbagai kegiatan
pemanfaatan air, tanah, dan sumber daya alam lainnya serta untuk
meningkatkan keterpaduan penyelenggaraan tata guna air, tata guna
lahan serta kehutanan yang akan mendukung penyelenggaraan
kegiatan penataan pertanahan.
c.
Program Pengembangan Informasi Pertanahan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan efektivitas pembangunan melalui pengembangan informasi pertanahan yang berkualitas dan andal. Program tersebut
menyediakan data dasar dan informasi pertanahan yang akurat,
lengkap, dan mutakhir untuk penataan pertanahan.
d.
Program Penerapan dan Pengembangan Hukum
Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan
kepastian hukum pertanahan dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa mendapatkan pengayoman dan perlindungan akan
hak-haknya atas tanah. Selain itu, dilakukan pula pengembangan
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
568
D. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM
REPELITA VI
Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan
baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang
penataan ruang dan pertanahan, yang akan dibiayai dengan
anggaran pembangunan selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99)
adalah sebesar Rp. 615.750,0 juta. Rencana anggaran pembangunan
penataan ruang dan pertanahan untuk tahun pertama dan selama
Repelita VI menurut sektor, sub sektor dan program dalam sistem
APBN dapat dilihat dalam Tabel 19-1.
569
Tabel 19—1
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN
PENATAAN RUANG DAN PERTANAHAN
Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99)
(dalam juta rupiah)
No.
Kode
Sektor/Sub Sektor/Program
10
SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP DAN TATA RUANG
102
Sub Sektor Tata Ruang
10.2.01
10.2.02
Program Penataan Ruang
Program Penataan Pertanahan
1994/95
1994/95 — 1998/99
23.420,0
72.000,0
128.980,0
486.770,0
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
A
ABRI
ADO
AGB
AIPI
AKAD
AKAN
AKL
akop
ALKI
AMD
amdal
APBD
APBN
APT
ASEAN
ASI
Astek
= Angkatan Bersenjata Republik
= Indonesia alokasi devisa otomatis
= anemia gizi besi
= Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
= antarkerja antardaerah
= antarkerja antarnegara
= antarkerja lokal
= akademi koperasi
= alur laut Kepulauan Indonesia
= ABRI Masuk Desa
= analisis mengenai dampak lingkungan
= anggaran pendapatan dan belanja daerah
= anggaran pendapatan dan belanja negara
= automatic pictures transmission
= Association of Southeast Asian Nations
= air susu ibu
= asuransi sosial tenaga kerja
B
balita
Bapedal
Bappeda
BBM
Bimas
BKD
BKK
BKLH
BKPMD
BLK
BLP
= bawah lima tahun
= Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
= Badan Perencanaan Pembangunan
= Daerah bahan bakar minyak
= bimbingan massal
= badan kredit desa
= badan kredit kecamatan
= Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup
= Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
= Balai Latihan Kerja
= bagian laba pemerintah
571
BOD
BPPT
BPR
BPRS
BRI
Bukopin
BUMN
= biochemical oxygen demand
= Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi
= bank perkreditan rakyat
= Bank Perkreditan Rakyat Syariat
= Bank Rakyat Indonesia
= Bank Umum Koperasi Indonesia
= badan usaha milik negara
C
CFC
CN
COD
= chlorofluorocarbon
= Casa Nusantara
= chemical oxygen demand
D
DAS
Dekopin
DKI
DLKD
DLKN
DME
DPC
DPD
DPPN
DPS
DRN
DSN
DTW
DWT
= daerah aliran sungai
= Dewan Koperasi Indonesia
= Daerah Khusus Ibukota
= Dewan Latihan Kerja Daerah
= Dewan Latihan Kerja Nasional
= distance measurement equipment
= Dewan Pimpinan Cabang
= Dewan Pimpinan Daerah
= Dewan Penelitian Pengupahan di Tingkat Nasional
= dana pembangunan semesta
= Dewan Riset Nasional
= Dewan Standardisasi Nasional
= daerah tujuan wisata
= dead weight ton
E
FOR
= enhanced oil recovery
572
F
FDM
FIR
FPB
= frequency division multiplexing
= flight information region
= fast patrol boat
G
GAKI
GBHN
GMF
GMS
GPS
GRK
GSO
GT
= gangguan akibat kurang iodium
= Garis-garis Besar Haluan Negara
= Garuda maintenance facility
= Geostationary Meteorology Satellite
= global positioning system
= gas rumah kaca
= Geostationary Orbit
= gross ton
H
hankam
hankamneg
HIP
hiperkes
HO
HPH
HRPT
I
ICAO
IDT
Ikopin
ILS
inmas
Inpres
ipeda
iptek
= pertahanan keamanan
= pertahanan keamanan negara
= hubungan industrial Pancasila
= higiene perusahaan dan kesehatan kerja
= honger oedeem
= hak pengusahaan hutan
= high resolution pictures transmission
= International Civil Aviation Organization
= Inpres Desa Tertinggal
= Institut Manajemen Koperasi Indonesia
= instrument landing system
= intensifikasi massal
= Instruksi Presiden
= iuran pembangunan daerah
= ilmu pengetahuan dan teknologi
573
IPTN
ISPA
= Industri Pesawat Terbang Nusantara
= infeksi saluran pernapasan akut
J
JOG
Jamsostek
K
K3
Kadin
KAKB
kamtibmas
KB
KBPR
KCK
KEP
Keppres
KFM
KIE
KIK
KIM
KJA
KJI
KJN
KK
KKB
KKPA
KMKP
konas
kopinkra
kopkar
koppas
KPD
KPI
574
= joint operation graphic
= jaminan sosial tenaga kerja
=keselamatan dan kesehatan kerja
=Kamar Dagang dan Industri Nasional
=Keluarga akseptor keluarga berencana
=keamanan dan ketertiban masyarakat
=Keluarga Berencana
=koperasi bank perkreditan rakyat
=kredit candak kulak
=kurang energi protein
=Keputusan Presiden
=kebutuhan fisik minimum
=komunikasi informasi dan edukasi
=kredit investasi kecil
=kalibrasi instrumentasi dan metrologi
=koperasi jasa audit
=klasifikasi jabatan Indonesia
=kamus jabatan Nasional
=kepala keluarga
=kesepakatan kerja bersama
=kredit koperasi primer untuk anggota
=kredit modal kerja permanen
=konsultasi pembangunan nasional
=koperasi industri kerajinan rakyat
=koperasi karyawan
=koperasi pedagang pasar
=kader pembangunan desa
=koperasi pembiayaan Indonesia
KPN
KPR-BTN
KPSA
KSP
KSU
KT
KTI
KUD
KUK
Impedes
KURK
KUT
KVA
=koperasi pegawai negeri
=Kredit Pemilikan Rumah - Bank Tabungan
=Negara Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam
=Koperasi simpan pinjam
=koperasi serba usaha
=kawasan terpadu
=kawasan timur Indonesia
=koperasi unit desa
=kredit usaha kecil
=kredit umum pedesaan
=kredit usaha rakyat kecil
=kredit usaha tani
=kurang vitamin A
L
LAGG
landsat
LDT
Lemigas
LEO
LFT
linmas
LIPI
LJKK
LKMD
LKS
LKT
LMT
LPD
LPK
LPN
LSD
LSDE
LSM
=Laboratorium Aero Gas Dinamika dan Getaran
=land satellite
=lingkungan desa terpadu
=Lembaga Minyak dan Gas Bumi
=low earth orbit
=laboratorium fisika terapan
=perlindungan masyarakat
=Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
=Lembaga Jaminan Kredit Koperasi
=Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
=lembaga kerja sama
=laboratorium kimia terapan
=laboratorium metalurgi terapan
=lembaga perkreditan desa
=lembaga perkreditan kecamatan
=lumbung pitih nagari
=lembaga sosial desa
=laboratorium sumber daya alam dan energi
=lembaga swadaya masyarakat
575
LTMP
LTP
LUK
= laboratorium termodinamika motor dan sistem
propulsi
= laboratorium teknologi proses
= laboratorium uji konstruksi
M
MEE
MEH
MIPA
= Masyarakat Ekonomi Eropa
= metode elemen hingga
= matematika dan ilmu pengetahuan alam
N
NAFTA
NDB
NKKBS
NOAA
Nonmigas
Non-KUD
NTB
= North America Free Trade Agreement
= non-direct beacon
= Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
= National Oceanic and Atmospheric Administration
= nonminyak dan gas bumi
= nonkoperasi unit desa
= Nusa Tenggara Barat
P
P4
P4
P2K3
PAD
PAU
Pb
PBB
PDB
PDRB
Perum PKK
PIR-Bun
PJP
PKGB
576
= Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
= Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
= Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
= pendapatan asli daerah
= pusat antaruniversitas
= plumbum
= pajak bumi dan bangunan
= produk domestik bruto
= produk domestik regional bruto
= Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan
Koperasi
= Perusahaan Inti Rakyat - Perkebunan
= pembangunan jangka panjang
= padat karya gaya baru
PKK
PKT
PMA
PMDN
PMP
posyandu
PP
PPBN
PPH
PPh
PPL
PPS
Pramuka
Prokasih
PSL
PSR
PT
PTE
PUGS
PUK
puskesmas
puslitbang
puspiptek
R
rakorbang
RDTR
RDTRK
repelita
Repelita VI
ristek
Rp
RPV
RRI
RS
RS
= Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
= pengembangan kawasan terpadu
= penanaman modal asing
= penanaman modal dalam negeri
= penyertaan modal pemerintah
= pos pelayanan terpadu
= peraturan perusahaan
= Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
= pola pangan harapan
= pajak penghasilan
= penyuluh pertanian lapangan
= penyuluh pertanian spesialis
= Praja Muda Karana
= Program Kali Bersih
= pusat studi lingkungan hidup
= primary survaillance radar
= perseroan terbatas
= Pasar Tunggal Eropa
= Pedoman Umum Gizi Seimbang
= pengurus unit kerja
= pusat kesehatan masyarakat
= pusat penelitian dan pengembangan
= pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknolog
= rapat koordinasi pembangunan
= rencana detail tata ruang
= rencana detail tata ruang kawasan
= rencana pembangunan lima tahun
= Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam
= riset dan teknologi
= rupiah
= remotely piloted vehicle
= Radio Republik Indonesia
= rumah sakit
= rumah sederhana
577
RSG
RSS
RSTRP
RTRW
RUTR
RUTRK
RVR
= reaktor serba guna
= rumah sangat sederhana
= rencana struktur tata ruang propinsi
= rencana tata ruang wilayah
= rencana umum tata ruang
= rencana umum tata ruang kota
= runway visual range
S
SAR
SBN
SD
SDM
SD-MI
SKK
SKPG
SLTP
SNI
SNPPTR
SPOT
SPPADO
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
SPSI
SROP
SSR
SWP
SWPTN
=
=
=
=
=
T
TERS
TG
TGHK
TKI
TKST
TKS-BUTSI
578
search and rescue
sarana bantu navigasi
sekolah dasar
sumber daya manusia
sekolah dasar - madrasah ibtidaiyah
standar kualifikasi keterampilan
sistem kewaspadaan pangan dan gizi
sekolah lanjutan tingkat pertama
Standar Nasional Indonesia
Strategi Nasional Pengembangan Pola Tata
Ruang systeme probotoire observation de terre
Sumbangan Pemerintah Pengganti Alokasi
Devisa Otomatis
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
stasiun radio pantai
secondary survaillance radar
satuan wilayah permukiman
satuan wilayah pengembangan tingkat nasional
= Tropical Earth Resources Satellite
= taman gizi
= tata guna hutan kesepakatan
= tenaga kerja indonesia
= tenaga kerja sukarela terdidik
= tenaga kerja sukarela - Badan Urusan Tenaga Kerja
Sukarela Indonesia
TMII
TPC
TPI
TPK
TPTI
TRI
= Taman Mini Indonesia Indah
= tactical pilotical chart
= Tebang Pilih Indonesia
= tempat pelayanan koperasi
= Tebang Pilih Tanam Indonesia
= tebu rakyat intensifikasi
U
UDKP
UK
UMC
UP2KAKB
UPGI
UPGK
UU
UUD
= Unit Daerah Kerja Pembangunan
= unit kerja
= universal maintenance center
= Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga
Akseptor Keluarga Berencana
= Usaha Perbaikan Gizi Institusi
= Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
= Undang-Undang
= Undang-Undang Dasar
V
VHF
VOR
= very high frequency
= VHF omni range
W
WHO
WPP
WPPI
WTW
= World Health Organization
= wilayah pengembangan parsial
= wilayah pusat pertumbuhan industri
= wilayah tujuan wisata
Z
ZEE
= Zona Ekonomi Eksklusif
579
Download