Teori Activity Based Cost Management (ABCM) Pendahuluan Professor John K. Shank dari Darmouth College, USA pada sebuah konferensi di New York yang diadakan oleh Institute of Management Accountants dalam rangka memperingati 75 tahun berdirinya lembaga itu, secara gamblang mengatakan: “Traditional accounting is at best useless, and at worst dysfunctional and misleading” Para peserta konferensi yang hadir tercengang dan terdiam sejenak mendengar kritik yang sangat tajam terhadap traditional accounting tersebut. Memang sebenarnya traditional accounting yang berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia dan dunia internasional sekalipun (PSAK, GAAP, IAS, IFRS) tidak cukup berguna bagi manajemen dalam membuat dan mengambil keputusankeputusan yang penting untuk kebutuhan operasionil maupun strategis perusahaan. Hal ini dapat dimaklumi karena bukan itu tujuan dari traditional financial accounting. Traditional accounting lebih banyak mengakomodasi kebutuhan para kreditur, membuat laporan perpajakan, memenuhi kewajiban pelaporan kepada lembaga-lembaga resmi yang diatur pemerintah, dan kebutuhan untuk menentukan nilai buku perusahaan pada saat itu dengan berbagai tujuan, a.l. untuk tujuan likuidasi. Kemunculan Activity Based Costing (ABC) sejak permulaan tahun 1980-an seakan memenuhi dahaga akan kebutuhan product and service costing technique yang lebih relevan dan berguna untuk pengambilan keputusan oleh manajemen perusahaan. Sebetulnya ABC tidak menggantikan traditional general ledger accounting tapi lebih kepada menerjemahkan arti dari data-data yang terdapat di general ledger dan menyusun kembali data-data tersebut sehingga bisa dipergunakan oleh end-users atau penggunanya, baik untuk tujuan strategis maupun operasionil. (lihat figure 1 dari buku Activity Based Cost Management oleh Gary Cokins) ABC menghilangkan distorsi yang diakibatkan oleh apa yang disebut broad-brush overhead allocators atau alokasi biaya yang dilakukan secara ‘gebyah-uyah’. ABC menggantikan metode alokasi biaya (cost allocations) yang lama dengan metode cost assignments yang jauh lebih realistik dan dengan sendirinya lebih akurat. Kemudian ditemukan bahwa data-data yang dipakai untuk menghitung ulang biaya-biaya product dan services berdasarkan ABC juga berguna untuk mengelola biaya-biaya proses dan mengukur kinerja yang selaras dengan proses-proses bisnis. Kegunaan ABC lebih jauh adalah dapat mengidentifikasikan celah-celah perbaikan dan mengukur keberhasilan suatu inisiatif perbaikan kinerja yang telah dijalankan. Perubahan paradigma yang dibutuhkan dalam implementasi ABC juga akan sangat membantu manajemen dalam melakukan perubahan-perubahan, khususnya behavioral change, yang kian diperlukan didalam organisasi. Dapat disimpulkan bahwa, dari sekian banyak costing methods, hanya metode ABC yang dapat memberikan support nyata terhadap pemikiran berbasis proses (process-based thinking) yang bermuara kepada pengambilan keputusan yang lebih cerdas (smart) oleh manajemen perusahaan. Kenapa ABC ? Era globalisasi dan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat telah memicu peningkatan persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi dalam usaha menarik customers. Persaingan tersebut tidak hanya persaingan bisnis dibidang menghasilkan produk (products) tetapi juga dibidang usaha pelayanan jasa (services). Persaingan menuntut perusahaan agar senantiasa kompetitif baik kualitas produk atau jasa yang diberikan maupun harga atau price yang harus dibayar oleh customers. Untuk menghasilkan produk atau jasa yang diberikan kepada customers, perusahaan harus mengeluarkan biaya-biaya. Besaran biaya-biaya ini merupakan salah satu faktor terpenting dalam menentukan harga yang harus dibayar oleh customers untuk produk atau jasa yang diperolehnya, setelah memperhitungkan keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan. Pada dasarnya biaya-biaya dapat dikelompokkan kedalam 2 golongan, yaitu : Biaya Langsung (Direct Costs) dan Biaya Tidak Langsung (Indirect Costs atau Overhead Costs). Direct Costs adalah biaya-biaya yang langsung bisa dikaitkan dengan satuan produk atau jasa yang dihasilkan/diberikan. Satuan produk atau jasa ini dalam istilah ABC disebut Cost Objects, sedangkan Overhead Costs tidak bisa langsung dikaitkan dengan Cost Objects. Penghitungan harga pokok produk atau jasa dengan menggunakan traditional accounting masih cocok untuk produk atau jasa yang homogen atau ragamnya tidak banyak dan proporsi overhead costs tidak terlalu besar. Apabila produk atau jasa memiliki keragaman produk tinggi, daerah pemasaran yang berbeda-beda ataupun channel pemasaran yang beragam, terlebih lagi bila proporsi overhead costs tinggi, penggunaan traditional accounting untuk menghitung harga produk atau jasa sudah tidak memadai lagi. Kesalahan atau ketidak-akuratan dalam menghitung biaya-biaya yang terkait dengan produk atau jasa tersebut dapat mengakibatkan kekeliruan dalam menentukan harga jual sehingga tidak kompetitif. Kesalahan ini juga bisa berakibat pada kekeliruan dalam mengambil keputusan untuk menentukan produk atau jasa apa yang harus mendapat prioritas pengembangan, di daerah pemasaran mana, di channel apa dst. Disamping akurasi, perlu juga diketahui pada tahapan proses mana terjadinya biaya untuk menghasilkan & mengantarkan produk atau jasa kepada customers, aktivitas apa saja yang dilakukan, dan apakah aktivitas-aktivitas tersebut semuanya diperlukan. Dengan mengetahui hal-hal tersebut diharapkan biaya-biaya akan lebih mudah dikendalikan. Apa itu ABC ? Pada umumnya biaya produk yang dihasilkan oleh traditional accounting memberikan informasi biaya yang terdistorsi. Distorsi timbul karena adanya ketidakakuratan dalam pembebanan overhead costs, sehingga bisa mengakibatkan kesalahan penentuan biaya, pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian. Distorsi biaya dapat merugikan perusahaan, terutama bagi perusahaan yang mengalami ketatnya persaingan, memerlukan perbaikan berkelanjutan, menerapkan TQM, fokus pada kepuasan pelanggan serta sangat terpengaruh oleh teknologi canggih. (Management Accounting, Hansen & Mowen, 2007). Pada awal tahun 1980-an sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas yang dirancang untuk mengatasi distorsi pada akuntansi biaya tradisional mulai populer digunakan, sistem akuntansi biaya ini disebut Activity-Based Costing (ABC). Dari persepektif akuntansi dapat dikatakan bahwa ABC merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk atau jasa yang lebih akurat. Secara sederhana Hansen & Mowen memaparkan metode ABC pertama-tama menelusuri biaya aktivitas dan kemudian produk. Asumsi yang mendasari adalah bahwa aktivitas-aktivitas memakai sumber-daya (resources), dan produk memakai (consume) aktivitas. Dengan demikian ABC adalah suatu sistem akuntansi biaya yang terfokus pada aktivitas-aktifitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. ABC menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yang bertindak sebagai faktor penyebab pengeluaran biaya dalam suatu organisasi. Biaya ditelusuri ke aktivitas dan baru kemudian ke produk/jasa atau cost objects. Sistem ABC mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah yang mengkonsumsi sumber daya atau resources dan bukannya produk/jasa. Dari perspektif manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke obyek biaya (cost objects) selain produk atau jasa, misalnya: biaya-biaya berdasarkan klasifikasi pelanggan dan jenis saluran distribusi, sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk pengendalian biaya dan pengambilan keputusan oleh manajemen. Apa Itu Aktivitas ? Aktivitas adalah tindakan yang diambil atau pekerjaan yang dilakukan oleh orang atau peralatan untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu adalah output dari aktivitas, output ditentukan oleh customer yang membutuhkan output dari aktivitas tersebut untuk di-consume olehnya apabila customer tersebut adalah end-user, atau sebagai input bagi sang customer jika dia dituntut oleh customer berikutnya untuk menghasilkan output lagi. Kumpulan dari aktivitas-aktivitas dinamakan proses yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan customer dari proses tersebut. Didalam suatu perusahaan dikenal banyak proses dan sub-proses sampai kepada subproses terkecil yang dinamakan aktivitas. Kategorisasi atau pengelompokan proses juga bermacam-macam dan bisa berbeda-beda pada setiap perusahaan. Sebagai contoh: Didalam sistem komputerisasi SAP, pengelompokan proses dibagi kedalam 4 bagian yang memperlihatkan alur supply chain, yaitu : Forecast to Stock (FTS) Request to Payment (RTP) Order to Cash (OTC) Business Planning & Monitoring (BPM) Pengelompokan proses menurut konsep manajement SGMM yang diadaptasi dalam buku AsMM (Robert Widjaja, 2010) adalah sebagai berikut: 1. Proses-proses Manajemen proses-proses orientasi normatif proses-proses pengembangan strategi proses-proses manajemen operatif 2. Proses-proses Bisnis atau proses-proses inti proses-proses customer o customer acquisition o customer retention o brand management proses-proses supply chain management 3. Proses-proses penunjang (support processes) proses-proses keuangan dan akuntansi proses-proses sumberdaya manusia proses-proses komunikasi dan teknologi informasi proses-proses lain sesuai dengan kebutuhan setiap perusahaan 4. Proses-proses berinovasi (process of innovating) Setiap proses mempunyai output yang ditujukan kepada customer dari proses tersebut. Untuk menghasilkan output diperlukan banyak aktivitas, setiap aktivitas mempunyai pemicu biaya atau disebut cost driver, biaya-biaya dari aktivitas diambilkan dari sumberdaya yang tersedia atau disebut resources. Salah satu perbedaan utama penghitungan harga pokok produk atau jasa antara traditional cost accounting dengan ABC adalah jumlah cost drivers (pemicu biaya) yang digunakan. Dalam sistem penentuan harga pokok produk atau jasa dengan metode ABC menggunakan cost driver dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam sistem traditional cost accounting yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit. Perusahaan yang menghasilkan aneka-ragam produk atau jasa dimana output yang dijual juga beragam berakibat pada banyaknya jenis biaya dan aktivitas yang terjadi, sehingga menuntut ketepatan pembebanan biaya overhead dalam penentuan harga pokok produk atau jasa. Metode ABC dinilai dapat mengukur secara cermat biaya-biaya yang keluar dari setiap aktivitas karena banyaknya cost driver yang digunakan dan relevan dalam melakukan overhead costs assignment, sehingga metode ABC dapat meningkatkan ketelitian dalam membuat perincian biaya dan lebih akurat dalam melakukan costs assignment. Metode ABC menganggap bahwa timbulnya biaya disebabkan oleh adanya aktivitas untuk menghasilkan produk atau jasa. Aktivitas-aktivitas diperlukan untuk menjalankan suatu proses dalam perusahaan agar dapat menghasilkan output yang diperlukan oleh dan diperuntukkan bagi customer, baik internal customers maupun external customers sampai kepada end-users berupa produk atau jasa.