Sistem Reproduksi pada Mamalia yang Diwakili Mencit (Mus

advertisement
Sistem Reproduksi pada Mamalia yang Diwakili Mencit (Mus musculus)
Untuk mengetahui sistem reproduksi pada mamalia, maka dilakukan
pengamatan pada tikus putih yang termasuk suku Muridae. Penggunaan tikus
putih disebabkan karena tikus putih hampir memiliki sistem organ yang sama
dengan manusia atau mamalia lainnya.
Klasifikasi mencit (Mus musculus) menurut Linnaeus (1758):
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Sauropsida
Ordo: Rodentia
Famili: Muridae
Genus: Mus
Spesies: Mus musculus
a. Sistem Reproduksi Mencit Jantan
Pada saat pengamatan, kami menemukan bahwa sistem reproduksi
mencit jantan tersusun atas organ genital eksternal dan internal. Pada
organ genital eksternal terdapat skrotum yang berupa kantong dan terletak
didepan anus mencit. Selain itu juga terdapat penis yang digunakan
sebagai alat kopulasi sebagian besar hewan mamalia. Toelihere (1985),
menjelaskan bahwa organ kopulatoris hewan jantan, penis, mempunyai
tugas ganda yaitu pengeluaran urin dan peletakan semen ke dalam saluran
reproduksi hewan betina. Penis terdiri dari akar, badan dan ujung bebas
yang berakhir pada kepala penis. Badan penis terdiri dari corpus
cavernosum penisyang relatif besar dan diselaputi oleh suatu selubung
fibrosa tebal berwarna putih, tunica albuginea.
Kami menemukan bahwa sistem reproduksi mencit jantan
tersusun atas sepasang testis berbentuk bulat telur yang merupakan lokasi
pembuatan sel gamet jantan, epididimis yang merupakan tempat
pemasakan spermatozoa mencit, dan juga terdapat saluran panjang yang
disebut vas deferens yang menghubungkan testis dengan kelenjar aksesori.
Di dalam sistem reproduksi mencit juga terdapat beberapa kelanjar
aksesori seperti vesikula seminalis dan prostate. Sistem reproduks mencit
jantan ini berakhir pada penis.
Testis pada mencit berbentuk bulat telur dan
berjumlah sepasang. Testis ini berkembang pada ujung
dorsal rongga peritoneum dan terletak dalam skrotum.
Menurut Partodiharjo (1992) Di dalam testis mencit terdiri
dari tubulus seminiferus dan jaringan stroma. Testis sebagai
organ kelamin primer mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan
spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan, dan mengsekresikan hormon
kelamin jantan, testosteron. Gonad jantan, atau testes (tunggal, testis),
terdiri dari banyak saluran yang melilit-lilit yang dikelilingi oleh beberapa
lapis jaringan ikat. Saluran inilah yang disebut tubula seminiferus
(seminiferous tubule), tempat sperma terbentuk. Sel-sel Leydig (Leydig
cell) yang terbesar di antara tubula seminiferus menghasilkan testosterone
dan androgen lain, yang merupakan hormone seks jantan (Campbell et al,
2003). Dinding tubulus seminiferus terdiri dari dua tipe sel yaitu sel yang
memproduksi sperma dan sel pendukung yang memproduksi cairan
sumber makanan sperma (Lane, 1980). Sel-sel pendukung tersebut dikenal
sebagai sel sertoli. Disamping itu, terdapat sel interstitial yang berada
diantara tubulus seminiferus yang nantinya akan memproduksi hormon
testosteron.
Dalam pengamatan, kami juga mengamati saluran
reproduksi pada mencit, diantaranya yang bisa kami amati
adalah epididimis dan vas deferens. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yatim, W (1996) bahwa saluran reproduksi jantan
terdiri dari: ductuli efferens, epididimis, vas deferens,
ductus ejakulatoris dan uretra. Epididimis merupakan
tempat pematangan dan penyimpan spermatozoa, di
dalam epididimis terdapat lapisan epitel yang membentuk
cairan lingkungan yang cocok bagi pematangan
spermatozoa. Epididimis ini bisa kami temukan di dibagian
permukaan dorsal testis. Epididimis adalah suatu struktur memanjang
yang bertaut rapat dengan testis. Ia mengandung ductus epididimis yang
sangat berliku-liku. Organ tersebut terdiri dari tubulus-tubulus yang
bersambung dari testis melalui ductus efferentes yang lembut
(Wischnitzers, 1967). Secara makroskopis, epididimis ini dibedakan
menjadi kepala (caput), badan (corpus) dan ekor (cauda) epididimis.
Selanjutnya yang kami amati adalah vas deferens. Vas
deferens atau ductus deferens adalah saluran yang berliku-liku yang
berjalan sejajar dengan epididimis yang mengangkut sperma dari ekor
epididimis ke urethra (Toelihere, 1985). Menurut Mukayat, D (1989),
fungsi vas deferens adalah untuk transportasi spermatozoa. Kedua vas
deferens yang terletak bersebelahan diatas vesica urinaria lambat laun akan
menebal dan membesar membentuk ampula. Selain itu dalam saluran
reproduksi mencit juga terdapat vas efferens, yang berupa saluran halus
dan bermuara pada kloaka.
Dalam pengamatan, kami juga menemukan
beberapa kelenjar seks aksesoris pada mencit jantan,
diantaranya kelenjar prostat, kelenjar bulbouretra, vesikula
seminalis dan ampula. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Fradson et al (2003), bahwa kelenjar
seks asesoris secara umum memiliki fungsi memproduksi
semen sebagai media transport sperma. Semen
menyediakan nutrisi untuk sperma, juga mengaktifkan
buffer dan kadar asam pada alat reproduksi jantan.
Kelenjar seks asesoris terdisi dari: ampula, vesikula
seminalis, kelenjar prostate dan kelenjar bulbouretra.
Kelenjar ampula bermuara pada ductuli efferens serta
memiliki fungsi untuk menambah volume dari semen.
Vesikula seminalis merupakan sepasang kelenjar dengan
lipatan-lipatan mukosa dan bercabang banyak. Kelenjar ini
berasal dari evaginasi vas deverens, karena itu strukturnya
sama.
Pada saat dilakukan pengamatan sperma dari testis yang dicacah,
dalam prosesnya ditambahkan larutan NaCl fisiologis 0,9%. Larutan NaCl
memberi sifat buffer, mempertahankan pH semen dalam suhu kamar,
bersifat isotonis dengan cairan sel, melindungi spermatozoa terhadap
coldshock dan penyeimbangan elektron yang sesuai. Namun penyimpanan
semen dengan larutan pengencer NaCl fisiologis hanya bisa digunakan
tidak lebih dari 60 menit setelah penampungan karena kurang
mengandung sumber energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa (Nilna,
2010).
Sperma pada pengamatan dengan pembesaran mikroskop 10 x 10
tampak seperti sebuah garis-garis yang sangat halus berwarna putih seperti
uban rambut dengan bagian ujung berupa bulatan. Garis-garis yang halus
itu merupakan bagain badan atau ekor sperma, sedangakan bulatan pada
bagian ujung merupakan kepala sperma. Untuk pembesaran 10 x 40 dari
tempat yang sama (testis) sperma lebih terlihat jelas dibandingkan dengan
pembesaran 10 x 10. Pada pembesaran 10 x 40 tampak bagian kepala
spermanya panjang dan agak runcing ujungnya atau bagian akrosomnya,
untuk bagian ekornya lebih terlihat besar dan berwarna ke abu-abuan. Pada
hasil pengamatan yang dapat diamati hanyalah bagian kepala dan ekornya
saja.( Campbell et al : 2004), menjelaskan bahwa sperma mempunyai
struktur sesuai dengan fungsinya, kepala sperma yang mengandung
nucleus haploid yang ditundungi oleh bagian khusus yaitu akrosom yang
mengandung enzim yang membantu sperma menembus sel telur.
Dibelakang kepala sperma mengandung sejumlah besar mitokondria yang
menyediakan ATP untuk pergerakan ekor. Sperma tidak dapat terlihat oleh
mata biasa, adapun jika yang keluar dari organ reproduksi jantan berupa
cairan putih itu biasanya disebut cairan semen. Semen terdiri dari bagian
padat dan bagian cair. Bagian padat ialah Spermatozoa, dan bagian cair
disebut plasma semen (air mani) (Yatim, W: 1994).Dalam pengamatan,
sperma yang kami amati tidak ada satupun yang bergerak atau biasa
disebut Necrozoospermia (Yatim,W : 1994). Penyebab banyaknya
kematian sperma tersebut karena suhu luar yang terlalu tinggi dimana
sperma tidak dapat mempertahankan dirinya. Suhu ruang yang cukup
tinggi ditambah lagi dengan adanya banyak individu yang mendukung
dalam peningkatan suhu ruangan serta lambatnya dalam memberikan
perlakuan terhadap sperma tersebut.
b. Sistem Reproduksi Mencit Betina
Dalam pengamatan, alat reproduksi luar mencit betina
terdiri dari vulva dan klitoris. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa pada mamalia termasuk mencit dilengkapi organ kelamin luar
(vulva) dan kelenjar susu (Partodihardjo, 1992).
Sistem reproduksi pada mencit betina tersusun atas sepasang ovarium di
dalam rongga pelvis yang berisi sel-sel telur mencit. Setelah ovarium,
terdapat saluran berkelok-kelok yang menghubungkan ovarium dengan
uterus, yakni oviduct atau tuba fallopi yang menjadi jalan keluar sel telur
menuju uterus (saluran telur) . Ovarium berfungsi sebagai
penghasil telur. Oviduk merupakan organ berbentuk tubuler
yang bergantung pada kedua sisi ovarium ke uterus. Oviduk
sebagai lumen menghubungkan rongga peritoneum dengan
rongga uterus yang digantungkan pada mesentrium.
Menurut Radiopoetro (1998), oviduk bagian posterior
berdilatasi membentuk uterus yang mensekresikan bungkus
telur.
Dalam pengamatan, kami menemukan bahwa mencit memiliki uterus
yang sangat berkembang, hal ini berkaitan dengan perkembangbiakan
mencit dengan cara melahirkan. Pada proses ini terjadi fertilisasi internal
dan perkembangan embrio pada sebagian besar mamalia terjadi di dalam
uterus.
Mencit memiliki uterus yang memanjang dan bertipe bicornis dengan 2
tanduk ovary yang tampak jelas. Pada bagian bawah uterus terdapat serviks.
Uterus terdiri atas sepasang yang terletak di kiri dan kanan dan berfungsi
sebagai alat transportasi sperma ke dalam tuba, pembentuk plasenta serta
tempat perkembangan embrio dan kelahiran mencit. Sistem reproduksi
mencit betina berakhir pada suatu muara yang disebut vagina.
Pada pengamatan sel telur mencit, kami menemukan bahwa pada sel
telur terdapat bagian yang gelap dan terang. Bagian yang terang merupakan
oosit, sedangkan bagian yang gelap merupakan sel-sel folikel. Sel telur
mencit bertipe isolesital, hanya mengandung sedikit yolk, sehingga untuk
pertumbuhan embrio selanjutnya telur tidak dikeluarkan dari tubuh induk,
tetapi seluruh perkembangan embrio terjadi didalam tubuh induk, mulai di
dalam ovidak dan dilanjutkan di dalam uterus. Seperti pada perkembangan
embrio katak, dan ayam. Perkembangan embrio mencit juga melalui tahapan
segmentasi, blastulasi, gastrulasi, neurulasi dan organogenesis
(Muctharomah,B : 2007).
Daftar Rujukan
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.
Jakarta: Erlangga.
Fradson, et al . 2003. Anatomy and Physiology of Farm Animal.
Australia: Blackwel Publishing.
Lane, D.R. 1980. Visceral System In Jone’s Animal Nursing, pp. 79-80. 3th Ed.
Pergamon Press, London.
Muchtarromah, B. 2007. Panduan Praktikum Struktur Perkembangan Hewan II.
Malang : Universitas Islam Negeri Malang.
Mukayat, D. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Nilna. 2010. Standar Operasional Pekerjaan Prosesing Sperma. Sumatera Barat:
Dinas Peternakan Propinsi.
Partodihardjo. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber.
Radiopoetro, 1998. Zoologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung:.Angkasa.
Wischnitzer. 1967. Anatomy : Atlas and Dissection Guide For Comparative
Anatomy. 2th Ed. W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Yatim, W. 1994. Embriologi. Bandung: Penerbit Tarsito.
Download