Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014 Destriana, Lesi area dan Tuberkulosis PERBANDINGAN LUAS LESI PADA FOTO RONSEN TORAKS ANTARA PASIEN TUBERKULOSIS PARU KASUS BARU BTA POSITIF DENGAN BTA NEGATIF STUDI KOHORT RETROSPEKTIF DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Devy Destriana MA, Indah Rahmawati, Joko Mulyanto1 1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ABSTRACT Pulmonary tuberculosis (Pulmonary TB) infected one third of the world population. Since 2009, Indonesia was the fifth that had the highest tuberculosis case in the world. In 2011, Case Detection Rate (CDR) of Central Java was 49,24%. The prevalence of pulmonary TB in RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto was 472 patients in 2012 until August 2013. Chest xray was the first investigation to diagnose pulmonary TB. The aims of this study was to knowing the differences of lesion area on chest x-ray between new cases of pulmonary TB patient with AFB smear positive and AFB smear negative. This is an Observational analytic with cohort retrospektif study, conducted 22 pulmonary TB patients with AFB smear positive and 22 pulmonary TB patients with AFB smear negative in RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Data were analyzed by Chi-square with significance level of p<0,05. Univariate analysis showed that the highest number of respondents were male (56,8%), and the highest of the age group was 15-25 years old group (27,3%). Bivariate analysis using Chi-square was obtained p= 0,011 (p<0,05). There were differences lesion area on chest x-ray between new cases of pulmonary TB patient with AFB smear positive and AFB smear negative. Key Words: Pulmonary Tuberculosis, Chest X-ray, Lesion area, AFB smear jumlah PENDAHULUAN penderita TB paru semakin Tuberkulosis paru (TB paru) telah meningkat seiring meningkatnya angka menginfeksi sepertiga penduduk dunia. kejadian HIV/AIDS. Empat puluh persen World Health Organization (WHO) pada dari jumlah penderita TB paru di dunia tahun berada di sebelas negara di Asia Tenggara 1993 merencanakan kedaruratan global penyakit TB paru karena pada termasuk sebagian besar negara di dunia, penyakit TB delapan juta penduduk terkena TB paru paru tidak terkendali disebabkan banyaknya baru aktif dan setiap tahun bertambah tiga penderita yang tidak berhasil disembuhkan juta penderita baru ( Aditama, 2003). (Depkes masa Departemen Kesehatan RI, menyatakan HIV/AIDS belum berkembang, TB paru bahwa 25% dari seluruh kematian akibat terjadi pada negara yang sedang atau belum TB paru di negara berkembang sebenarnya berkembang, namun sekarang pada negara dapat dicegah, dan 75% yang sudah maju seperti Eropa dan Amerika kelompok usia produktif yaitu 15 – 50 RI,2002). Sebelum Indonesia dengan perkiraan terjadi pada 550 Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014 Destriana, Lesi area dan Tuberkulosis tahun ( Depkes RI, 2007 ). Menurut gejala/pemeriksaan klinis, radiologis, dan Departemen kini laboratorium ( PDPI, 2012). Menurut penanggulangan TB paru di Indonesia WHO, diagnosis pasti TB paru berdasarkan menjadi lebih baik. Data statistik WHO pemeriksaan sputum secara mikroskopis menunjukkan Indonesia turun dari peringkat dengan menemukan kuman Mycobacterium tiga menjadi peringkat ke lima dunia tuberculosis. Pemeriksaan ini merupakan dengan pemeriksaan yang efisien, mudah, murah, Kesehatan, jumlah insiden terbanyak tuberkulosis pada tahun 2009 setelah India, dan China, Afrika Selatan, dan Nigeria (PPTI, (Srikanth,2009).Tetapi 2012). untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan Laporan Program Pemberantasan cukup cepat yaitu 2 kurang hari sensitif, penunjang lain (Lyanda,2004). Penyakit Menular yang dilakukan dinas Pemeriksaan yang 2004, ditemukan jumlah pasien TB paru diagnosis TB paru, memonitor respons kasus baru sebanyak 14.329 pasien dan pengobatan, meninggal 285 orang (1,99%). Jumlah menghambat penyebaran infeksi ialah foto kasus baru meningkat menjadi 17.523 ronsen toraks. Selain itu, foto ronsen toraks pasien pada tahun 2005 atau Case Detection merupakan cara yang praktis, cepat, dan Rate mudah untuk menemukan lesi TB paru sebesar 49,24%. Angka prevalensi penyakit TB paru di tahun 2005 dan untuk pertama kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun (CDR) membantu penunjang menegakkan membantu dalam (Ben-Salma,2009). untuk Jawa Tengah sebesar 56,95 per Berdasarkan teori yang ada biasanya 100.000 penduduk (Dinkes Jateng,2005). lesi luas terdapat pada sputum dengan BTA Tahun 2011, CDR sebesar 59,52%, jumlah positif (PDPI, 2012). Hal ini sesuai dengan ini mengalami peningkatan daripada tahun penelitian yang dilakukan oleh Suryani 2010 yaitu sebesar 55,38% ( Dinkes Jateng, (2007), yaitu bahwa terdapat korelasi yang 2011). kuat dan positif antara gambaran lesi Berdasarkan data yang didapat dari radiologis dengan nilai kepositivan BTA salah satu staf bagian rekam medik RSUD (Suryani,2007). Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto berbeda ditemukan oleh Mulyadi dkk angka prevalensi pasien TB paru pada tahun (2011) yaitu bahwa tidak terdapat hubungan 2012 sebanyak 282 orang dan 192 orang yang bermakna antara luas lesi dengan pada bulan Januari – 18 Agustus 2013 ( tingkat kepositivan ( p > 0,05) . Budi, 2013) Hasil Berdasarkan Berdasarkan penelitian perbedaan yang hasil Pedoman penelitian terdahulu di atas, peneliti ingin Paru, mengetahui apakah terdapat perbedaan luas diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan lesi berdasarkan foto ronsen toraks antara Penatalaksanaan Tuberkulosis 551 Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014 Destriana, Lesi area dan Tuberkulosis pasien tuberkulosis paru kasus baru BTA Analisis bivariat dalam penelitian positif dengan BTA negatif di RSUD komparatif ini, dilakukan terhadap 2 Margono Soekarjo, Purwokerto. variabel yang diduga berhubungan, yaitu status kepositifan BTA sebagai variabel METODE PENELITIAN Desain penelitian penelitian dengan observasional bebas ini adalah rancangan analitik dengan desain Cohort retrospektif, yang menghubungkan luas lesi pada foto ronsen torkas dengan pasien pada penelitian ini bersifat kategorikal dan luas lesi pada foto ronsen toraks sebagai variabel terikat pada penelitian ini bersifat kategorikal maka uji analisis data yang digunakan adalah uji analisis Chi-square. tuberkulosis paru kasus baru BTA positif dengan BTA negatif pada 44 pasien TB paru dewasa di RSUD Prof. dr. Margono Soekajo Purwokerto usia >15 tahun,tidak menderita penyakit paru lainnya seperti pneumotoraks dan efusi pleura, mengisi inform consent. Data dikumpulkan melalui HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik subjek penelitian ditunjukan oleh tabel 4.1 yang mencakup variabel kepositifan jenis kelamin,umur BTA. Berikut dan adalah karakteristik subjek penelitian data rekam medik pasien dan home visit. Berdasarkan jenis kelamin yang orang (50%), BTA positif + sebanyak 10 mendominasi ialah laki – laki yaitu 25 orang (22,8%), BTA positif ++ sebanyak 4 orang ( 56,8%) dan dari segi usia subjek orang ( 9,1%) dan BTA positif +++ penelitian terdapat 12 orang (27,3) berusia sebanyak 8 orang (18,2%). antara 15 sampai 25 tahun. Subjek peneliti Ratnasari (2012) mengatakan bahwa jumlah yang mempunyai BTA negatif sebanyak 22 penderita laki – laki lebih banyak daripada 552 Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014 Destriana, Lesi area dan Tuberkulosis perempuan, hasil ini dilihat dari tampilan orang lain memudahkan penularan penyakit radiologik yang disimpulkan laki – laki pada rentang usia produktif ini. Sesuai cenderung rentan menderita penyakit TB dengan data Depkes RI yang menyatakan paru dikarenakan laki – laki lebih banyak 75% penderita TB paru diperkirakan usia melakukan aktifitas sehingga lebih sering 15-59 tahun yang merupakan kelompok terpajan oleh penyebab penyakit ini usia paling produktif ( Depkes RI, 2007 ; Aktifitas yang tinggi dan kontak dengan WHO 2011). Dari tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa BTA negatif yaitu 9 orang (20,5%) minimum lesion terbanyak pada pasien sedangkan pasien dengan far advanced dengan BTA negatif yaitu 11 orang ( lesion yaitu 5 orang (11,4%) pada pasien 25,0%), untuk moderate lesion pada pasien BTA +++ Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan luas lesi pada foto Soekarjo Purwokerto. Sembiring (2005), melakukan ronsen toraks antara pasien tuberkulosis penelitian di RS Dr. Pringadi Medan paru kasus baru BTA positif dengan BTA dengan besar sampel 68 orang dewasa yang negatif di RSUD Prof. Dr. Margono menderita penyakit TB paru menyatakan 553 Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014 Destriana, Lesi area dan Tuberkulosis bahwa luas lesi berhubungan erat dengan perkembangan bakteri ( Adhitomo, 2006). kepositifan BTA, Penelitian yang dilakukan Nugroho (2004) semakin tinggi derajat kepositifan maka lesi di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru akan semakin luas ( Sembiring, 2005). Surakarta dengan besar sampel sebanyak 50 Berbeda dengan hasil penelitian Khair pasien didapatkan bahwa terdapat hubungan (2010) dan Mulyadi (2011) yang melakukn yang bermakna antara status gizi dengan penelitian di RSUD Zainoel Abidin Banda luas lesi radiologis penderita tuberkulosiss Aceh dengan jumlah sebanyak 34 pasien dengan P=0,05. bahwa pemeriksaan tidak terdapat sputum hubungan yang signifikan antara hasil pemeriksaan sputum KESIMPULAN Terdapat perbedaan luas lesi pada BTA dengan gambaran radiologi pada pasien TB paru (P>0,05). Namun, secara teori bahwa tingkat kepositifan BTA sputum penderita TB paru berpengaruh terhadap derajat luas lesi pada foto ronsen radiologi ( PDPI, 2012). Menurut foto ronsen toraks antara pasien TB paru kasus baru BTA positif dengan BTA negatif di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. DAFTAR PUSTAKA (Yoder et all, 2004), 1. penderita Tb paru dengan lesi kavitas lebih infektif dibandingkan dengan lesi 2. nonkavitas karena derajat kepositifan BTAnya yang tinggi. Hasil pemeriksaan BTA (-) yang lebih tinggi dibandingkan BTA (+) 3. kemungkinan besar disebabkan oleh efek pengobatan,sehingga BTA semula positif dapat berupa negatif (Sembiring,2005). Faktor lain yang 4. mempengaruhi luasnya lesi pada foto ronsen antara lain ialah status gizi pasien. Salah satunya kekurangan sehingga asupan dapat memperlama kalori sehingga memperberat proses dan penyembuhan. 5. Malnutrisi protein dan kalori meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan sering 6. menjadi sebab kesakitan dan kematian, sehingga menurunkan fungsi sel – sel imun dalam mencegah dan menghambat 7. Amin, Z. 2006. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:FKUI. Hal 988-993 Aditama, T.Y., Yulherina. 2003. Tuberkulosis: Diagnosis,Terapi dan Permasalahannya. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia. Hal 102-107. Adhitomo, Indrawan 2006. Hubungan Kadar Gula darah dengan Derajat Lesi Radiologis Penderita Tb Paru. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Ben-Selma, W., Ben-Kahla, I., Marzouk, M., Ferjeni, A., Ghezal, S ., Ben-Said, M., Boukadida, J. 2009. Rapid detection of Mycobacterium tuberculosis in sputum by patho-TB kit in comparison with direct microscopy and culture. Diagnostic Microbiology and Infection Disease. 65(3):232–235. Croffon, J., Horne, N., Miller, F. 2002. Tuberkulosis Klinis. Jakarta : EGC. Hal 93-102. Dahlan, M. S. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Hal 1-28 ; 139-142. Daniel,TM. 1999. Harison : PrinsipPrinsip Ilmu Penyakit Dalam. 554 Mandala of Health. Volume 7, Nomor 3, September 2014 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Tuberkulosis. Jakarta : EGC . Hal 799 – 818.. Departement Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2005. Profil Kesehatan Jawa Tengah, Semarang. Dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Profil kesehatan Jawa tengah. Available at http://www.dinkesjatengprov.go.id/dok umen/profil/profil2011/BAB%20IVI%202011a.pdf. Diakses tanggal 15 Juli 2013. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di Indonesia Januari – Juni 2011. Available at http://www.TBindonesia.or.id/pdf/201 1/IndonesiaReport2011.pdf . Diakses pada tanggal 14 Juli 2013. Khair,F., 2010.Hubungan Antara Pemeriksaan Sputum BTA dengan Gambaran Foto Toraks pada Penderita Tb paru di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. FK Muhammadiah Surakarta : Surakarta Lyanda, A. 2012. Rapid TB Test. Jurnal Tuberkulosis Indonesia 8: 1217. Manalu, H. S. 2010. Factor Affecting The Occurance Of Pulmonary TB and Efforts To Overcome. Jurnal Ekologi Kesehatan 9(4): 1340-1346. McAdams, H. P., Samei, E., Dobbins, J., Tourassi, G. D., Ravin, C. E. 2006. Recent Advances in Chest Radiography. Radiology 241 (3): 663 – 683.Mfinanga, G.S., Ngadaya, E., Mtandu, R., Mutayoba, B., Basra, D., Kimaro, G., et al. 2007. The quality of sputum smear microscopy diagnosis of pulmonary tuberculosis in Dar es Salaam, Tanzania. Tanzania Health Research Bull. 9(3):164–8. Destriana, Lesi area dan Tuberkulosis 16. Mulyadi.,Mudatsir., Nurlina. 2011. Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) Dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks Pada Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal Respirasi Indonesia 32(3): 133-137. 17. Nugroho, Andreas., 2004. Hubungan Antara Asupan Kalori dan Luas Lesi Radiologis Pada Penderita Tb Paru. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta 18. Rasad, S. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi 2. Jakarta :Divisi Radiodiagnostik. Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto mangunkusumo. Hal 90-92; 131137 . 19. Ratnasari, Nita,Yunianti., 2012. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Pada Penderita Tb Paru di BP4 Yogyakarta. Jurnal Tuberkulosis Indonesia.8:1829-5118 20. Robbins, S. L., Vinay, K. 1995.Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 21. Sembiring, Hilaludin. 2005. Hubungan Pemeriksaan dahak dengan Kelainan Radiologis pada penderita TBC Paru Dewasa. FK USU : Sumatera Utara. Hal 1-4 22. Weiss, M.G., Upleaker., Sommerfeld. 2008. Gender and TB : Socio Cultural Aspects. International Journal Tuberculosis Lung Diseases. 12(7): 825-866 555