bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, teori dan observasi mengenai benda-benda langit seperti bintang, planet, galaksi
serta benda eksotis lainnya mengalami kemajuan yang pesat. Beribu tahun silam,
manusia percaya bahwa bintang-bintang dilangit selalu hidup dan bersinar. Akan tetapi anggapan tersebut salah karena bintang memiliki masa hidup dan akhirnya mati.
Bintang disebut mati apabila telah menyelesaikan proses nukleosintesis dalam inti
bintang. Bintang yang telah menyelesaikan proses nukleosintesis tersebut akan meledak sehingga sebagian besar massanya akan terlempar menjauh dengan kecepatan
yang hampir mendekati kecepatan cahaya. Peristiwa ledakan yang sangat dahsyat
ini disebut sebagai supernova. Inti bintang tersebut mengalami keruntuhan gravitasi
kemudian dapat berubah menjadi tiga buah bintang antap1 yaitu katai putih, bintang
neutron, dan lubang hitam, bergantung pada massa awal bintang tersebut.
Eksistensi bintang neutron diprediksi oleh Landau, lulusan dari Leningrad
Physico-Technical Institute, dalam papernya tentang bintang antap pada tahun 1931.
Landau menghitung massa maksimum dari bintang katai putih dan membuat spekulasi kemungkinan adanya benda yang lebih padat dari katai putih. Pada bagian akhir
paper, Landau membuat kesimpulan bahwa pada bintang tersebut "kerapatan materi
menjadi sangat besar dan mencapai kerapatan inti atom, membentuk inti raksasa".
Pernyataan ini adalah penjelasan singkat mengenai materi rapat pada bagian dalam
bintang neutron yang diharapkan oleh Landau sebelum penemuan neutron (Landau,
1931).
Penemuan neutron oleh J. Chadwick membuat para fisikawan mulai mengkaji
lebih dalam adanya bintang yang lebih padat dari katai putih, yaitu bintang neutron.
Prediksi bintang neutron secara teoritik dikaji oleh W. Baade dan F. Zwicky pada
tahun 1934. Mereka berpendapat bahwa supernova menyebabkan bintang biasa berubah menjadi bintang neutron yang tersusun atas neutron-neutron sangat rapat dan
memiliki jari-jari yang sangat kecil serta mempunyai kerapatan yang sangat tinggi
1
Bintang antap yaitu bintang yang terkait dengan kerapatan yang tinggi (jarak antar molekul penyusunnya sangat dekat), berbeda dengan benda padat yang susunan molekulnya teratur (Adiswara,
2011)
1
2
(Baade, 1934). Kemudian pada tahun 1939, langkah yang paling penting dalam kajian bintang neutron dilakukan oleh R.C Tolman, J.R. Oppenheimer dan G.M. Volkoff,
yang merumuskan persamaan dasar untuk membangun model bintang neutron. Persamaan ini disebut Tolman-Oppenheimer-Volkoff (TOV) (Haensel, dkk., 2007).
Bintang neutron secara faktual pertama kali ditemukan ketika radiasi thermal
dari permukaan bintang neutron yang terisolasi dan mengalami pendinginan, ditangkap oleh detektor yang dipasang pada roket ketika keluar dari atmosfer Bumi. Pada
tahun 1967 peneliti astronomi Jocelyn Bell menemukan sinyal gelombang radio yang
sangat teratur melalui teleskop gelombang radio. Objek tersebut diberi nama pulsar
(pulsating radio sources). Setahun setelah publikasi Jocelyn, Gold mengemukakan
bahwa pulsar merupakan bintang neutron yang berotasi dengan kerapatan yang sangat tinggi, sehingga medan gravitasinya sangat kuat (Yasrina, 2011).
Model bintang neutron disusun secara teoritik berdasarkan data-data eksperimen yang diperoleh. Untuk dapat membangun model dan struktur bintang neutron,
mensyaratkan keterkaitan antara tekanan terhadap kerapatan, disebut equation of state (EOS), yaitu persamaan keadaan bintang neutron. Dengan menghitung EOS dari
bintang neutron, maka struktur bintang neutron dapat diketahui. Tinjauan untuk model EOS kerak dan inti bintang neutron berbeda-beda bergantung pada tekanan dan
kerapatannya, sehingga teori dan model tentang struktur bintang neutron pun berbedabeda (Haensel,dkk., 2007). Kerapatan di pusat bintang neutron raksasa diperkirakan
sebesar ∼ (5 − 10)ρ0 , dengan ρ0 = 2, 8 × 1014 g cm−3 , sering disebut kerapatan
inti normal. Kerapatan yang sangat besar tersebut menyebabkan materi penyusun inti bintang neutron berbeda dari penyusun inti atom yang hanya terdiri atas neutron
dan proton. Dalam sepuluh tahun pengamatan dan studi teoritik yang intens, struktur
dari materi dalam inti bintang neutron dan di beberapa persamaan keadaan bintang
neutron tersebut tetap menjadi misteri yang belum terpecahkan.
Untuk mengetahui struktur dan keadaan bintang neutron tidak dapat dilakukan secara langsung. Pengamatan yang dilakukan untuk bintang neutron hanya berdasarkan pada spektrum yang dipancarkan dan hasil yang diperoleh berupa luminositas,
energi spektrum (frekuensi dan panjang gelombang) dapat digunakan untuk mengetahui massa, jari-jari dan temperatur permukaan bintang neutron secara umum. Sedangkan struktur dan keadaan materi dalam bintang neutron tidak dapat diketahui
secara pasti melalui observasi. Berdasarkan data-data hasil observasi yang diperoleh,
diketahui bahwa rentang massa bintang neutron adalah 1,2M⊙ hingga 2M⊙, dan jarijari bintang neutron diperoleh 10 km hingga 14 km. Hasil yang diperoleh ini sesuai
3
dengan perhitungan komputasi untuk model bintang neutron secara teoritik. Oleh
karenanya, model teoritik yang dibangun untuk mengambarkan struktur dan keadaan bintang neutron dapat digunakan untuk mempelajari keadaan dan struktur bintang
neutron.
Pada dasarnya wilayah bintang neutron terdiri atas inti bintang dan selubung.
Inti bintang terdiri dari inti luar dan inti dalam. Bagian selubung bintang terdiri atas
atmosfer, lapisan lautan, kerak luar dan kerak dalam. Tiap bagian dari bintang neutron
memiliki kerapatan yang berbeda-beda. Pada permukaan bintang neutron, tekanannya rendah dan kerapatan bintang neutron berkisar beberapa g cm−3 . Sedangkan pada
bagian tengah (inti) bintang neutron, tekanannya melebihi 1036 dyn cm−2 dengan kerapatan lebih dari 1015 g cm−3 (Haensel, dkk., 2007).
Salah satu bagian dari bintang neutron yang penting untuk dikaji adalah kerak
dalam (inner crust). Pengkajian kerak dalam ini terkait dengan sifatnya seperti materi
penyusun kerak, keadaan dasar materi inti, persamaan keadaan, struktur serta komposisi materi yang terdapat pada kerak dalam tersebut. Kerak dalam yang memiliki
kerapatan sangat tinggi yaitu ∼ 1011 g cm−3 hingga ∼ 1014 g cm−3 tidak dapat ditentukan struktur dan komposisinya secara eksperimen. Keadaan dan komposisi materi
penyusun yang berada pada kerak dalam tersebut hanya bisa dikaji secara teoritis.
Berdasarkan kajian teoritis, pada kerak dalam tersusun atas inti yang kaya akan neutron akibat adanya proses neutrinosasi pada kerapatan yang tinggi. Kerapatan yang
tinggi juga menyebabkan terjadinya peristiwa tetesan neutron yang menghasilkan gas
neutron.
Kajian tentang kerak dalam bintang neutron sangat menarik, karena inti-inti
kaya neutron tersebut berbeda dengan inti atom yang ada di bumi. Disamping itu,
adanya kontribusi gas neutron pada kerak dalam memberikan permasalahan tersendiri karena materi dengan kerapatan sangat tinggi tersebut tidak dapat ditinjau secara
eksperimen dalam skala laboratorium. Pemodelan inti kaya akan neutron juga memerlukan pendekatan yang berbeda jika dibandingkan dengan pemodelan inti pada
atom biasa.
Pada inti atom biasa, dapat digunakan model tetes cairan yang didalamnya
terdapat rumus massa semi-empiris untuk menggambarkan sifat inti seperti energi
internal atau energi ikat inti serta massa inti. Akan tetapi, pada kerak dalam bintang
neutron intinya berbeda dengan inti atom biasa karena adanya faktor kompresi materi
akibat kerapatan sangat tinggi, sehingga inti yang awalnya dapat dipandang sebagai
tetes cairan dengan sifat materinya tidak termampatkan, kini menjadi tetes cairan
4
yang termampatkan karena faktor kerapatan tersebut. Pemodelan inti sebagai tetes
cairan termampatkan ini disebut Model Tetes Cairan Termampatkan (Compressible
Liquid Drop Model) yang merupakan perluasan dari Model Tetes Cairan ( Liquid
Drop Model) untuk menggambarkan keadaan materi inti pada kerak dalam bintang
neutron.
Keadaan kerak dalam yang hanya dapat dikaji secara teoritis menyebabkan
model serta pendekatan untuk menggambarkan materi penyusun kerak dalam menjadi beragam. Selain model tetes cairan termampatkan, terdapat pula pendekatan
lain yang digunakan untuk menggambarkan keadaan kerak dalam yaitu pendekatan
Hatree-Fock (HF) dengan interaksi nukleon-nukleon efektif dan Extended ThomasFermi (ETF). Persamaan dari ketiga pendekatan ini adalah sama-sama menjelaskan
sifat materi inti berdasarkan interaksi nukleon-nukleonnya sehingga hasil akhir yang
diperoleh berupa energi inti. Akan tetapi, pendekatan HF dan ETF tidak memberikan gambaran terpisah mengenai efek-efek dan kontribusi tiap besaran fisika terhadap
nilai energi inti yang diperoleh. Model tetes cairan termampatkan dapat menjelaskan
dengan baik pengaruh dan kontribusi tiap besaran atau parameter fisika terhadap energi serta keadaan materi pada kerak dalam. Keuntungan lain dari model tetes cairan
termampatkan ini adalah sangat sederhana tanpa melibatkan kuantum tetapi sangat
berguna untuk memahami lebih dalam keadaan materi inti pada kerak dalam.
Pada kajian ini akan ditelaah kembali bagaimana model tetes cairan termampatkan dalam menjelaskan keadaan dasar dari materi inti pada kerak dalam bintang
neutron. Dengan menggunakan model tetes cairan termampatkan (Compressible Liquid Drop Model), dapat diketahui sifat kerak dalam bintang neutron seperti struktur,
nuklida-nuklida penyusun kerak dalam, persamaan keadaan, serta sifat-sifat penting
lain yang ada didalamnya.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam
skripsi ini adalah bagaimana Model Tetes Cairan Termampatkan (Compressible Liquid Drop Model) dalam menjelaskan sifat materi penyusun kerak dalam pada bintang
neutron.
5
1.3
Batasan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka perlu dikemukakan batasanbatasan permasalahan agar pokok-pokok bahasan lebih terfokus, rinciannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Objek bintang neutron yang ditinjau hanya struktur kerak dalam pada suhu
mendekati nol.
2. Objek bintang neutron yang statik (non rotating) dan tidak mengalami akresi
(non accreating).
3. Inti ’pasta’ pada bagian bawah kerak dalam (mantel) tidak ditinjau.
4. EOS Sly hanya langsung digunakan pada contoh aplikasi Model Tetes Cairan
Termampatkan, tidak dikaji secara mendetail.
5. Keadaan materi inti pada kerak dalam yang ditinjau bersifat homogen dan berada pada keadaan dasar (ground state).
1.4
Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:
* Menelaah kembali Model Tetes Cairan Termampatkan (Compressible Liquid
Drop Model) dan aplikasinya untuk menjelaskan sifat dasar materi penyusun
kerak dalam pada bintang neutron.
1.5
Manfaat Penelitian
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang permasalahan bintang neutron, khususnya mengetahui sifat kerak dalam pada bintang neutron
dengan menggunakan Model Tetes Cairan Termampatkan (Compressible Liquid Drop
Model).
6
1.6
Tinjauan Pustaka
Kajian tentang model inti mulai berkembang setelah dikemukakannya teori
tentang struktur atom yang tersusun atas inti atom dan elektron yang mengelilinginya. Tidak seperti pada atom, belum ada satu model inti yang dapat digunakan untuk
menjelaskan semua sifat yang dimiliki oleh inti. Salah satu model inti adalah Model
Tetes Cairan (Liquid drop Model) yang mengasumsikan inti sebagai tetes cairan dengan kerapatan tinggi. Model ini dikembangkan oleh Neils Bohr yang menurutnya
nukleon-nukleon dalam inti berinteraksi kuat sekali (seperti molekul-molekul dalam
setetes cairan) yang berkerapatan tinggi sehingga nukleon-nukleon itu merupakan satu kesatuan. Pemodelan inti sebagai model tetes cairan ini bertujuan untuk dapat
menghitung massa inti dan energi ikat/energi internal inti. Massa inti merupakan
besaran penting untuk menentukan sifat keadaan dasar inti dan reaksi inti.
Pada tahun 1935, C. F. von Weizsäcker mengajukan Rumus Massa SemiEmpiris (RMSE) untuk menghitung massa inti dan memprediksikan kestabilan inti.
Rumus ini diformulasikan dengan asumsi inti sebagai tetes cairan. Dalam rumus ini,
Weizsäcker menghitung massa inti yakni mengurangi massa seluruh nukleon penyusun inti dengan energi ikat inti (dengan memperhatikan efek-efek makroskopik yang
mempengaruhi seperti efek volume, tegangan permukaan, Coulomb, pasangan, dan
lain-lain). Tahun 2004 J. M. Pearson dan S. Goriely kembali melakukan penelitian
tentang massa inti namun untuk aplikasi dalam astrofisika. Rumus massa inti yang
diaplikasi pada astrofisika dimulai dengan RMSE. Salah satu penggunaannya untuk
astrofisika adalah untuk mengetahui karakteristik dan struktur kerak dalam (inner
crust) bintang neutron.
Pendekatan awal yang dilakukan untuk menjelaskan kerak dalam adalah dengan menggunakan RMSE yang dikombinasikan dengan energi dari gas neutron untuk menghitung massa dari inti, dengan asumsi inti pada kerak dalam dipandang sebagai tetes cairan. Pada tahun 1965, Tsuruta dan Cameron memperkirakan nilai kerapatan transisi antara lapisan kerak-inti ρcc dan kerapatan tetes neutron (neutron drip)
ρN D yang merupakan faktor penting untuk membangun struktur kerak dalam bintang
neutron (Tsuruta dan Cameron, 1965). Langkah penting yang dilakukan untuk menjelaskan kerak dalam dilakukan oleh Lattimer, yang menyatakan bahwa inti pada kerak
dalam berbeda dengan inti pada atom. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya faktor
kerapatan yang berbeda-beda pada bintang neutron sehingga untuk menghitung massa inti pada kerak bintang neutron, model massa yang digunakan harus merupakan
7
fungsi kerapatan. Lattimer kemudian merumuskan kembali RSME Weizsäcker-Bethe
dengan meninjau kontribusi aspek makroskopik seperti energi volume, energi permukaan dan energi Coulomb sebagai fungsi kerapatan yang dikenal sebagai Model Tetes
Cairan Termampatkan (untuk kemudahan, ’model tetes cairan termampatkan’ atau
compressibel Liquid Drop Model disingkat menjadi CLDM) (Haensel, dkk., 2007).
Perhitungan CLDM untuk mengetahui keadaan dasar kerak dalam pada bintang neutron pertama kali dilakukan oleh BBP (Baym-Bethe-Pethick). Pada tahun
2000, perhitungan CLDM untuk kerak dalam bintang neutron dilakukan oleh Douchin dan Haensel (DH), dengan asumsi bahwa materi berada pada keadaan dasar
yaitu saat T =0. Perhitungan CLDM dilakukan berdasarkan pada interaksi nukleonnukleon (NN) efektif menggunakan EOS Sly. Berdasarkan perhitungan CLDM yang
dilakukan oleh DH, diperoleh komposisi dan struktur serta persamaan keadaan untuk
kerak dalam bintang neutron (Douchin dan Haensel, 2000).
Pada tahun 2004, Kei Iida dan Oyamatsu mengkaji hubungan tegangan permukaan pada CLDM terhadap kerapatan inti dan ketebalan kulit neutron (neutron skin).
Mereka menemukan bahwa tegangan permukaan mempengaruhi kerapatan inti akibat
dari interaksi nukleon yang ada dipermukaan inti berbeda dengan nukleon yang ada
dibagian dalam inti. Meningkatnya kerapatan inti menyebabkan inti akan kelebihan
neutron dan mempengaruhi ketebalan kulit neutron (Iida, 2004).
Penggunaan CLDM untuk mengkaji sifat kerak dalam pada bintang neutron
juga dikaji oleh W.G. Newton pada tahun 2012. Newton menambahkan pengaruh
energi simetri untuk parameter-parameter CLDM dalam menjelaskan sifat materi pada kerak dalam (inner crust) bintang neutron. Ia memprediksikan komposisi dari
kerak dalam, kerapatan pada wilayah transisi kerak-inti bintang neutron dan tekanannya, jangkauan kerapatan fase ′′ pasta′′ pada bagian terbawah kerak dalam berdasarkan data eksperimen dan teori-teori yang ada. Selain itu, diketahui bahwa persamaan
keadaan untuk PNM (Pure Neutron Matter) mempengaruhi komposisi kerak dalam
(Newton, 2012). Pada tahun 2015, Sulistyani mengkaji model tetes cairan dalam
penggunaannya untuk menjelaskan efek-efek yang memberikan kontribusi terhadap
energi ikat yaitu efek volume, efek permukaan, efek Coulomb, efek ganjil - genap
dan simetri pasangan pada materi kerak bintang neutron (Sulistyani, 2015).
Berdasarkan artikel-artikel yang telah ada tersebut, Penulis mengkaji dan menelaah kembali penggunaan CLDM pada kerak dalam (inner crust) bintang neutron
berkaitan dengan hubungan suku-suku yang ada dalam CLDM dan pengaruhnya terhadap komposisi dan sifat kerak dalam pada bintang neutron. Dalam hal menjelaskan
8
sifat kerak dalam tersebut, Penulis hanya meninjau aspek makroskopik dalam CLDM.
Sedangkan untuk aspek mikroskopik seperti koreksi kulit (shell correction) dan deformasi inti tidak ditinjau.
1.7
Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah berupa kajian teoritis yang berdasar pada literatur dan artikel ilmiah. Langkah awal penelitian adalah dengan mencari
literatur yang berkaitan dengan teori dari berbagai buku dan dari berbagai publikasi
artikel/makalah internasional yang digunakan atau yang akan dibahas. Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan analisa terhadap permasalahan yang disuguhkan
dan langkah terakhir adalah menarik kesimpulan.
1.8
Sistematika Penelitian
Skripsi ini terdiri dari enam bab yaitu
1. Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
2. Bab II berisi tentang penjelasan mengenai model tetes cairan. Dalam bab ini
akan dibahas mengenai model tetes cairan secara umum untuk inti atom, yang
berhubungan dengan efek volume, efek pemukaan, energi simetri, gaya Coulomb dan efek-efek lain yang mungkin mempengaruhi energi ikat inti.
3. Bab III berisi tentang bintang neutron. Dalam bab ini akan dibahas mengenai
proses awal terbentuknya bintang neutron, evolusi dari bintang neutron, lapisan
penyusun bintang neutron, persamaan kesetimbangan hidrostatik pada bintang
neutron dan keadaan dasar dari struktur kerak bintang neutron.
4. Bab IV berisi tentang model tetes cairan termampatkan dalam kerak dalam bintang neutron sebagai aplikasi untuk menjelaskan sifat kerak dalam bintang neutron.
5. Bab VI adalah kesimpulan dan saran. Bab ini berisikan kesimpulan dan uraian
singkat terkait penulisan serta saran-saran terkait kepenulisan.
Download