Bismillaahir rahmaanir rahiim,

advertisement
SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN KARDIOLOGI DI FK UNAIR – RSU
DR. SOETOMO
Tahun 1956 merupakan awal didirikannya Lembaga Kardiologi di Rumah
Sakit Simpang, yang dipimpin oleh Prof. Zaenal (Internist) dan dibantu dr.
Tedjasukmana, seorang kardiologis yang baru datang dari Belanda. Setelah
wafatnya Prof. Zaenal, tahun 1960, dr. Tedjasukmana ditarik ke RSU Dr.
Soetomo untuk membantu proses belajar mengajar.
Selang beberapa waktu kemudian, mulailah berdatangan beberapa staf
yang telah menyelesaikan pendidikan di Amerika, antara lain dr. Moh. Saleh,dr.
Mariani, dr. A.M Prasodo, dimana beliau-beliau tersebut merupakan peletak
dasar pengembangan kardiologi Surabaya
Pada tahun 1970, para staf yang telah mendapatkan pendidikan lanjutan
di Inggris mulai datang antara lain dr. Pramonohadi, dr. Soebagyo Singgih, dr.
Herlien Megawe, dr. Liem, dan dimulailah era bedah jantung di RSU Dr.
Soetomo.
Sejak tahun 1972 terjadilah perkembangan yang sangat baik dalam
bidang diagnostik invasif kardiologi. Apalagi setelah pada tahun 1973 dr.
Puruhito kembali dari Jerman, dan dimulailah era bedah jantung terbuka di
Surabaya. Saat itu tugas utama seksi invasif adalah mempertajam diagnostik
dalam menyiapkan penderita untuk operasi jantung. Perkembangan bedah
jantung menjadi lebih optimal dengan kedatangan tenaga-tenaga muda (Dr.Paul
Tahalele, Dr.Setiono Basuki, Dr.Agung Prasmono, Dr.Heru Kusbianto, Dr.Heru
Subroto, Dr.Yan Sembiring).
Tapi semua operasi jantung itu tentu saja berbiaya cukup tinggi, dan di
sinilah peran Yayasan Jantung Indonesia Jawa Timur dan ketuanya, Bapak
Mohamad Noer, dalam membantu pendanaan operasi-operasi tersebut.
Kemajuan teknologi serta keberhasilan yang tinggi di bidang bedah
jantung pada dekade 70-an menyebabkan koreksi bedah menjadi suatu pilihan
utama bagi penderita penyakit jantung. Namun dengan perkembangan ilmu serta
teknologi terbukalah ladang inovasi, sehingga ditemukan alternatif tindakan lain
selain tindakan bedah.
Tindakan intervensi non bedah ini dimulai oleh Andreas Gruentzig pada
tahun 1978 yang berhasil melakukan tindakan intervensi non bedah pada
penyakit vaskular (koroner). Langkah Gruentzig ini pun diikuti oleh era intervensi
pada katup. Tindakan-tindakan intervensi non bedah pada kasus-kasus
penyakit jantung katup ini dalam perjalanannya terbukti lebih efektif dan murah
sebagai terapi alternatif selain pembedahan. Yaitu dengan memakai kateter
balon atau disebut percutaneous balloon valvuloplasty.
INTERVENSI NON BEDAH PADA PENYAKIT JANTUNG KATUP MASA KINI
DAN MENDATANG
Masa Kini
Penyakit jantung katup yang akan saya bahas di sini pada dasarnya
adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh kelainan struktural dan atau
kelainan fungsi katup jantung. Bagaimana ia bisa muncul? Di negara miskin dan
berkembang, kelainan katup jantung tersebut terutama disebabkan oleh :
”inflamatory component” dari demam rheumatik.
Hal ini mudah dimengerti oleh karena penyakit ini erat kaitannya dengan
kondisi sosial ekonomi dan lingkungan. Kemiskinan, hutang negara yang
menumpuk, serta praktek korupsi, kolusi yang terus menyengsarakan rakyat
membuat penyakit demam
rematik ini
sulit
untuk dikendalikan. WHO
memperkirakan lebih dari 12 juta penduduk dunia menderita demam rheumatik
atau penyakit jantung katup, serta lebih dari 400.000 kasus kematian pertahun,
terutama anak dan dewasa muda.
Kemudian datanglah pergeseran patoetiologi kelainan jantung katup,
terutama pada beberapa dekade terakhir. Hal ini terutama terjadi di negaranegara maju dimana demam rheumatik telah berhasil dikendalikan.
Namun yang menarik adalah, frekuensi penyakit jantung katup relatif
masih sering terjadi. Kita tentu bertanya, mengapa angkanya tak menurun?
Ternyata hal ini disebabkan karena adanya pergeseran patoetiologi kelainan
jantung katup. Jika dahulu didominasi oleh demam rheumatik, menjadi berubah
oleh penyebab lain yang juga berkaitan dengan inflamatory component. Inilah
yang disebut keadilan Tuhan. Begitu sebuah negara menanjak maju, maka ia
pun diberi Tuhan beban yang lain sesuai kemampuannya. (tabel 1).
1. Demam rematik
(a) Akut
(b) Kronis
2. Penyakit katup terkait serotonin
(a) Carcinoid
(b) Terkait obat
(i) Ergot
(ii) Anorexogenic
(iii) Pergolide
(iv) Obat-obat lain
3. Penyakit degeneratif katup aorta terkait usia.
4. Hemodialisa dan tahap akhir penyakit ginjal kronis
5. Myxomatous “floppy” mitral valves
Tabel 1. Penyakit katup jantung terkait dengan ‘inflamatory component ‘
Dengan adanya pergeseran patoetiologi tersebut, maka secara garis
besar, penyakit jantung katup juga bisa dikelompokkan menjadi dua bagian
besar:
1. Penyakit Jantung Rematik
2. Emerging Valve Disease/ Tipe Modern :
a. Penyakit Infeksi Baru (AIDS)
b. Penyakit katup yang berhubungan dengan penggunaan obat
(terutama Appetite suppressant drug)
c. Idiopatik.
Meski demikian, selain dua bagian besar tersebut, perlu diingat bahwa
penyakit jantung katup tidak selalu disebabkan karena kelainan morfologi.
Karena pada sebagian yang lain penyakit jantung katup tersebut terjadi karena
gangguan fungsi. Misalnya pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan
kardiomiopati.
Adanya inovasi di bidang enginering peralatan sangat membantu
kemajuan di bidang intervensi kardiologi. Akibatnya banyak kasus-kasus yang
sebelumnya memerlukan tindakan pembedahan (surgical case), menjadi kasus
yang bisa ditangani tanpa adanya pembedahan (non-surgical case) . Hal ini juga
berlaku pada penanganan penyakit jantung katup.
Gambar 1. Anatomi Katup Mitral dan Prosedur PTMC
Di Surabaya tindakan intervensi non bedah untuk penyakit jantung katup,
terutama mitral stenosis telah mulai dikerjakan sejak tahun 1990, dan hasilnya
cukup memuaskan. Tindakan Percutaneus transvenous mitral commisurotomy
(PTMC) sebagai terapi pilihan untuk kasus mitral stenosis telah banyak
dipublikasikan sejak tahun 1992 di tingkat nasional maupun internasional (tabel
2).
1. Study on improvement outcome immediately Post PTMC(1992)
2. Study on improvement of functional capacity & pulmonary function test(1992)
3. Ten Years Follow Up after PTMC (1990 – 2000)
4. Several report regarding PTMC cases on certain conditions :

PTMC in multi valve disease(KOPERKI VII, Bandung, 1994 and Indian Heart
Journal 1996; 48 : 530-31)

PTMC during pregnancy(Obstetri & Ginekologi Journal 1998; 7 (1): 39-46)

PTMC after mitral valve (bioprothesa) replacement(KOPERKI VII , Denpasar,
1994)

PTMC in Juvenile (Folia Medica Indonesiana, 2006)

PTMC with Giant LA (ASEAN Congress XI, Jakarta, 1997)

PTMC & LA Thrombus (Indian Heart Journal 1996; 48 : 530-31)

PTMC Emergency ( Asia Pacific Congress XI , Denpasar, 1995)

PTMC after previous closed mitral commissurotomy ( KOPERKI VII , Denpasar,
1994)
Tabel 2. Penelitan & karya ilmiah tentang PTMC di Surabaya
Hasil dari tindakan PTMC di RSU Dr Soetomo Surabaya menunjukkan
hasil yang cukup baik, bahkan tidak kalah jika dibandingkan dengan rumah sakit
di luar negeri. Hal ini terlihat dari waktu perawatan yang pendek (kurang lebih 2
hari), biaya yang murah, serta tingkat komplikasi tindakan yang rendah (Tabel 3)
MGH
Loma Linda
Beth Israel
M Heart
Mayo Clinic
RSU Dr. Soetomo
Jumlah
Penderita
570
238
146
74
120
Mortalitas
0.5%
1%
1.7%
2.7%
1%
Emboli/
Stroke
1%
1%
1.7%
4%
1%
MR
Berat
1.4%
1%
1.7%
2%
1.5%
1155
0.5%
0.3%
1.7%
ASD
16%
2%
19%
8%
-
Tamponade
1%
1.2%
3%
6%
2%
Perforasi
LV
0%
1.2%
0.8%
2%
1%
1.4%
0.3%
0%
Tabel 3. Komplikasi PTMC
MGH : Masachucets General Hospital
M Heart : Multiple Hospital East Atlantic Restenosis Trial Group
Pada awalnya intervensi non bedah melalui perkutan atau PTMC ini
hanya dikerjakan pada kasus-kasus yang sederhana. Dengan meningkatnya
jumlah kasus yang dikerjakan maka pengalaman seorang intervensionist pun
menjadi lebih banyak sehingga indikasinya menjadi jauh lebih luas. Saat ini
pelayanan intervensi non bedah pada penyakit jantung katup di RSU Dr
Soetomo sudah berkembang sangat jauh. Hal ini memungkinkan dilakukannya
beberapa tindakan PTMC
pada kasus-kasus
yang semula merupakan
kontraindikasi absolut dengan hasil yang cukup baik(tabel 4).
1.
Penderita dengan nonpliable dan atau kalsifikasi katup mitral
2.
Adanya trombus di atrium kiri
3.
MS dengan Mitral Regurgitasi derajat 2 atau kurang
4.
MS yang disertai Aorta Regurgitasi
5.
Penderita dengan multivalvular stenosis
6.
MS yang disertai dengan penyakit jantung koroner
7.
Pasien dengan usia > 65-70 th
8.
MS dengan kehamilan
9.
MS ringan
10. Pasien dengan kontraindikasi untuk septostomi
11. Restenosis setelah operasi mitral valvulotomy
12. Kondisi yang memerlukan tindakan PTMC darurat
Tabel 4. Beberapa kategori yang sebelumnya merupakan kontra indikasi, saat ini
dipertimbangkan sebagai kandidat untuk PTMC
Dengan pengalaman belasan tahun melakukan PTMC serta ribuan kasus,
maka RSU Dr.Soetomo/FK UNAIR telah berada pada suatu fase dimana
intervensi pada kelainan katup yang mengalami penyempitan atau stenosis
menjadi tindakan yang rutin dilakukan dengan hasil yang cukup baik.
Tetapi sayangnya, sampai saat ini tindakan intervensi non bedah dari
kelainan jantung katup terutama baru ditujukan pada katup-katup yang
mengalami penyempitan atau stenosis seperti mitral stenosis, pulmonal stenosis,
aorta stenosis dan trikuspid stenosis. Sedangkan katup-katup yang mengalami
kebocoran/ insufisiensi tindakan koreksi bedah masih tetap menjadi pilihan
utama. Inilah yang menjadi tantangan kita di masa depan.
Apalagi meskipun kita mengalami kemajuan yang bermakna dalam
penanganan penyakit jantung katup, tetap saja kita akan berhadapan dengan
beberapa kasus yang sulit. Contohnya adalah jika terjadi kebocoran katup
pulmonal pada kasus-kasus pasca koreksi bedah penyakit jantung kongenital.
Intervensi bedah dalam kasus ini cukup sulit. Tindakan bedah koreksi katup pada
usia muda juga memiliki problema tersendiri karena sulit menemukan ukuran
katup yang tepat serta kemungkinan penggantian katup sesuai pertumbuhan
mereka. Oleh karena itu timbullah pertanyaan, adakah cara lain yang lebih baik
bagi pasien?
Gambar 2. Prosedur bedah terbuka penggantian katup aorta
Pertanyaan yang sama dan bahkan lebih sering hadir juga ada proses
penggantian
katup
aorta
kebocoran/regurgitasi(aorta
maupun
regurgitasi/mitral
mitral
yang
regurgitasi).
mengalami
Pilihan
untuk
menggunakan katup bioprotesa pada pasien yang memerlukan penggantian
katup juga memberi masalah baru. Ketahanan katup yang terbatas antara 10- 15
tahun memberi konsekuensi untuk dilakukan operasi bedah jantung berulang.
Padahal penggantian katup dengan bedah jantung pada pasien-pasien tertentu
memiliki resiko yang cukup tinggi, terutama pada pasien dengan usia lanjut.
(tabel 5).

Usia tua(terutama usia>80 th)

Gagal Jantung Lanjut dengan NYHA Class III atau IV

Penurunan Ejection Fraction Ventrikel Kiri(terutama < 30 % dg Infark miokard
sebelumnya

Operasi darurat

Disertai CABG
Tabel 5. Prediksi Mortalitas Operasi Bedah Jantung
Resiko yang sama juga terjadi pada pasien gangguan katup yang
mengalami kondisi terminal. Termasuk mereka dengan gagal ginjal, kanker,
penyakit jantung koroner yang berat dll. Dalam kondisi seperti ini harapan hidup
penderita (life expectancy) sangat terbatas dan mungkin hanya hitungan minggu
ataupun bulan. Penderita seperti ini jelas bukan kandidat yang ideal untuk
dilakukan tindakan operasi bedah jantung. Apa yang bisa kita kerjakan untuk
penderita ini?
Pengalaman dari dokter ahli bedah jantung yang disertai dengan
kemajuan rekayasa teknik biomedik yang sangat inovatif memungkinkan katup
jantung dan alat bantunya dikemas dalam ukuran yang sangat kecil. Hal ini
memungkinkan penggantian katup yang mengalami regurgitasi tanpa melalui
operasi bedah jantung terbuka tetapi dengan pemasangan perkutan.
Selama ini terus dilakukan penelitian-penelitian intervensi perkutan
pemasangan katup pada hewan coba, begitu pula pada manusia. Studi-studi ini
memberikan pandangan bahwa teknik non surgical untuk penggantian dan repair
katup jantung, terutama aorta dan pulmonal mungkin dan layak dilakukan.
Mengapa berbagai studi ini terus gencar dilakukan? Berkaca pada
berbagai studi tentang PTMC, maka tindakan perkutan yang berhasil jelas
memiliki resiko yang lebih rendah, serta penghematan biaya yang cukup
signifikan. Semua itu akhirnya akan memberikan sumbangan yang sangat berarti
bagi kualitas hidup penderita.
Gambar 3. Bovine Pericardial Valve, setelah dan sebelum dilepas dari kateter sebagai
pengganti katup aorta secara perkutan(non surgical case). (Cribier, 2004)
Saat ini penelitian tindakan penggantian katup perkutan tersebut telah
sampai pada tahapan uji coba pada manusia. Penggantian katup pulmonal
dengan metode Bonhofer telah mencapai tahap akhir untuk segera dipasarkan.
Begitu pula penggantian katup aorta dengan intervensi subkutan sudah sampai
tahapan yang hampir sama.
Bagaimana dengan kasus kebocoran katup mitral? Para ahli bedah
jantung
saat ini cenderung memilih perbaikan (repair) daripada penggantian
(replacement) katup mitral karena tingkat morbiditas masa depan yang lebih
baik. Keberhasilan teknik repair dengan tindakan anuloplasty ini kemudian
dikembangkan dengan melalui teknik perkutan dengan memasangnya melewati
sinus koronarius. Sedangkan tindakan surgical teknik repair pada kasus mitral
insufisiensi dengan metode alfieri diadopsi menjadi tindakan perkutan dengan
metode edge to edge.
Gambar 4. Prosedur ‘repair’ katup mitral dengan bedah terbuka
Gambar 5. Prosedur dan ‘device’ yang digunakan untuk ‘repair’ katup mitral secara
perkutan
Keberhasilan teknik-teknik perkutan merupakan sumbangan terbesar
masa kini dari suatu kerja tim yang baik dari intervensionist, ahli bedah jantung,
dan kemajuan teknik biomedical dari industri alat kesehatan.
Semua itu membawa kita pada titik yang sangat menggairahkan dalam
dunia intervensi penyakit jantung katup. Perbaikan dan penggantian katup
secara perkutan sudah terbukti bermanfaat dalam penelitian, dan segera dalam
praktek klinik.
Pertanyaan yang mengganggu adalah, sudah siapkah kita menghadapi
revolusi penanganan penyakit jantung katup ini? Bagaimana dengan sumber
daya manusia di FK Unair? Akankah kita tergerus oleh para dokter asing di
rumah sendiri? Jawaban akan pertanyaan ini perlu menjadi pertimbangan dalam
pengembangan FK Unair di masa yang akan datang.
HARAPAN PADA PROSES PENDIDIKAN DOKTER UMUM DAN SPESIALIS
PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
Pendidikan Dokter Umum
Hadirin yang saya muliakan,
Di bidang ilmu penyakit jantung ada dua kelainan yang sangat dominan
yaitu vaskular dan valvular. Sebelum tahun 1970, penyakit jantung katup
mendominasi. Tetapi dengan berjalannya waktu, pola ini berubah.(Tabel 5).
Jenis Penyakit Jantung
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
Iskemik
26
37.5
31.3
33.8
Rematik
33
30
27.5
23.3
Hipertensi
18.2
12.4
16.5
17.0
Kor Pulmonal
6.9
11.3
11.4
10.5
Kongenital
2.0
4.3
4.9
4.5
Lain-lain
9.9
4.1
8.1
10.6
Tabel 6. Jumlah penderita yang dirawat di R. Kardiologi RSU Dr. Soetomo menurut etiologi (%)
Jelas terlihat pada tabel bahwa terjadi pergeseran pola penyakit jantung,
dimana setelah 1970 penyakit jantung koroner menjadi kelompok terbesar
morbiditas di masyarakat. Hal ini sering dihubungkan dengan adanya perbaikan
situasi ekonomi, penggunaan antibiotik yang lebih luas, serta perubahan gaya
hidup masyarakat.
Tetapi kondisi sosial ekonomi pada sebagian lapisan masyarakat pun saat
ini masih cukup memprihatinkan. Pengguna Askeskin mencapai 76,4 juta jiwa
dengan rakyat yang sungguh-sungguh miskin sebanyak 37,1 jiwa, balita
terancam gizi buruk sebesar 1,7 jiwa, serta tingkat pendidikan pun begitu
rendahnya (40 juta buta aksara). Semua ini memungkinkan kembalinya penyakit
jantung rematik menjadi primadona.
Apalagi perlu diingat kembali tentang adanya pergeseran etiopatologi dari
penyakit jantung katup, dimana proses inflamasi bisa disebabkan bukan hanya
karena demam rematik saja. Selain fakta bahwa penyakit jantung katup pun
bukan hanya disebabkan karena kelainan morfologi, tetapi juga bisa disebabkan
karena fungsinya yang terganggu.
Lepas dari penyebabnya, penyakit jantung katup memiliki morbiditas dan
mortalitas yang cukup tinggi sehingga perlu diatasi sesegera mungkin. Semakin
terlambat ditangani maka pemulihan menjadi lebih lambat dan memiliki gejala
sisa yang banyak walaupun kelainan katupnya sudah teratasi baik secara bedah
ataupun non bedah.
Sudah seharusnya penanganan dini penyakit jantung katup ini diketahui
oleh para calon ujung tombak pelayanan kesehatan. Mahasiswa kedokteran
harus dididik sedemikian rupa sehingga dapat mengenali lebih awal dan
melakukan terapi sedini mungkin. Mereka juga sebaiknya dilibatkan pada
organisasi-organisasi sosial seperti Yayasan Jantung Indonesia sehingga ikut
terlibat dalam usaha pencegahan penyakit jantung.
Bagaimanapun kita harus menciptakan dokter umum yang manusiawi dan
sosial. Bukan hanya seorang klinisi yang berpandangan sempit, berkaca mata
kuda, tinggal di menara gading, dan akhirnya hanya mau keluar dari istananya
dengan imbalan materi belaka.
Pendidikan Spesialis
Bagaimana dengan pendidikan dokter spesialis ?
Hadirin yang saya muliakan..
Perkembangan dunia keilmuan global makin menjurus pada spesialisasi
dan subspesialisasi. Begitu pula dengan pendidikan kardiologi invasif. Bidang
invasif yang merupakan sub spesialisasi dari pendidikan jantung kelak di
kemudian hari pun akan terbagi menjadi beberapa super spesialisasi. Di Eropa
super spesialisasi kardiologi invasif terdiri atas bidang vaskuler (koroner dan
pembuluh darah perifer), penyakit jantung struktural (penyakit jantung katup dan
penyakit jantung kongenital), dan aritmia (elektrofisiologi).
Di Indonesia sendiri sudah mulai dirintis pembagian seperti ini. Hanya saja
perlu diingat bahwa sampai saat ini penyakit jantung katup masih didominasi
oleh masyarakat kurang mampu. Terutama jika disebabkan karena penyakit
jantung rematik. Ironisnya, untuk mengatasinya dibutuhkan biaya yang cukup
tinggi. Apalagi jika dikaitkan dengan prosedur perkutan yang berteknologi tinggi.
Dalam proses materialisasi jiwa yang makin masif maka moralitas menjadi
satu hal yang abu-abu dan sumir. Bahayanya adalah terjebak pada penciptaan
dokter spesialis yang canggih tetapi makin terasing dari masyarakat tidak
mampu, para pemilik utama penyakit jantung katup di Indonesia.
Harapan saya adalah adanya perpaduan yang sinergis antara dua sisi
mata uang seorang manusia. Kita harus terus mengasah sisi pengetahuan,
ketrampilan berteknologi tinggi, dan wawasan luas guna menghadapi tantangan
penyakit jantung katup di masa mendatang. Antara lain dengan mengundang
para pakar, atau mengirim tenaga ahli untuk menimba ilmu dari pusat kardiologi
invasif di bidang penyakit jantung struktural(penyakit jantung katup dan penyakit
jantung kongenital).
Sementara itu, pendidikan dokter spesialis jantung FK Unair juga harus
terus menajamkan sisi lain seorang dokter spesialis. Satu sisi yang sering
dilupakan. Yakni semangat berbagi dan hati nurani.
Semangat berbagi ini menjadi satu hal yang sangat bermakna bagi rakyat
kecil, para pemilik utama penyakit jantung katup di Indonesia. Sekaligus juga
menepis pandangan sinis dan curiga dari para pelaku hukum terhadap profesi
dokter. Dokter spesialis juga manusia, karenanya tak bisa diminta untuk
menghasilkan keajaiban. Tapi sebagai manusia para dokter spesialis pun
seharusnya juga mendengarkan kebenaran, mengikuti hati kecilnya. Karena
hanya dengan mendengarkan nuranilah maka ia menjadi manusia yang
sungguh-sungguh bermartabat.
Dengan tujuan membentuk kedua sisi mata uang seorang dokter spesialis
yang utuh ini, saya berharap semoga FK Unair bisa menjawab tantangan masa
depan, berdiri tegak di antara pusat pendidikan dokter spesialis jantung di
Indonesia dan dunia. Terutama dalam intervensi non bedah penyakit jantung
katup.
Amin.
Download