Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen KOMUNIKASI TOKOH ISLAM DAN KRISTEN DALAM MENJAGA KERUKUNAN DI KELURAHAN PETUNGASRI KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN PASURUAN Eva Aprillia 12040254046 (PPKn,FISH,UNESA) [email protected] M. Turhan Yani 0001037704 (PPKn,FISH,UNESA) [email protected] Abstrak Kerukunan antar umat beragama adalah situasi damai dan aman antar umat beragama. Kerukunan antar umat beragama tidak lepas dari peran tokoh agama. Tokoh agama adalah orang yang diberi predikat dari masyarakat sekitarnya yang didasari dedikasi yang luar biasa menyumbangkan pikiran dan pengabdiannya untuk urusan dakwah agama. Komunikasi yang terjalin antar tokoh agama merupakan salah satu bagian dari kerukunan, karena tokoh agama tersebut berasal dari sosial budaya yang berbeda. Komunikasi antar tokoh agama di kelurahan Petungasri membahas terkait dengan perijinan pendirian Gereja GKJW. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi Tokoh Islam dan Kristen dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di Kelurahan Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah berupa wawancara terstruktur. Analisis data mulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yaitu komunikasi tokoh agama di Kelurahan Petungasri Pandaan terjadi secara terbuka antar tokoh yang membahas terkait proses perijinan pendirian gereja. Kata Kunci: kerukunan, komunikasi, Tokoh Islam dan Kristen. Abstract Inter religious harmony is a situation of peace and security among religions. Inter religious harmony can not be separated from the role of religious leaders. Religious leaders are people who were given the title of the surrounding communities which constituted exceptional dedication contribute ideas and dedication to the affairs of religious outreach. Communication is established between religious leaders is one part of the harmony, because the religious leaders come from different socio cultural. Communication between religious leaders in the village associated with licensing Petungasri discuss the establishment of the Church GKJW. The purpose of this study was to determine the communication People of Islam and Christianity in maintaining inter religious harmony in Kelurahan Petungasri Pandaan Kabupaten Pasuruan. This study used qualitative research methods. Data collection techniques in this study is in the form of a structured interview. Analysis of data from data collection, data reduction, data presentation and conclusion. Namely communication of research results in the Kelurahan Petungasri religious leaders openly Pandaan occur between characters who discuss the establishment of the church. Keywords: Harmony, communication, People of Islam and Christianity. sedangkan bangsa Asia Barat Daya (Timur Tengah) menganut agama Islam. PENDAHULUAN Dalam Hendropuspito, 1984:156, Perbedaan suku, ras dan agama bukan menjadi penghalang untuk menciptakan hidup persaudaraan yang rukun, hal itu sudah terbukti oleh kenyataan. Kenyataan sejarah tidak dapat dibantah bahwa ras kulit putih sejak awal tarikh masehi memeluk agama Kristen yang oleh Max Weber dinyatakan sebagai kekuatan yang mendatangkan kemajuan dalam berbagai sektor peradaban, khususnya kapitalisme dan teknologi. Agama dilihat dari sudut pandang lain (peyoratif) justru memperkuat proses dissosiatif yang sudah ada karena perbedaan ras. Bangsa Asia pada umumnya beragama Hindu dan Buddha, Dalam Hendropuspito, 1984:157 Perbedaan agama dan perbedaan ras akan memperlebar jurang permusuhan yang sudah ada antara bangsa yang bersangkutan, misalnya agama Islam untuk Arab, agama Hindu dan Buddha untuk bangsa India. Contoh lain yang memperkuat pendirian mengenai situasi konflik atas dasar perbedaan agama dan ras dapat dilihat di wilayah negara Indonesia. Suku bangsa Aceh yang beragama Islam dan suku bangsa Batak yang beragama Kristen, kedua suku ini selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik yang merugikan ketentraman dan keamanan. 725 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 04 Tahun 2016, 724 - 739 Secara umum diketahui bahwa agama yang besar di dunia ini tidak mempunyai penganut yang sama besarnya. Misalnya, negara-negara Eropa barat, Amerika Selatan dan Amerika Utara mempunyai penduduk mayoritas beragama Kristen (Protestan dan Katholik) sedangkan di luar negara tersebut penganut agama Kristen hanya merupakan minoritas, kecuali Filipina dan Australia. Mengenai penganut Islam, di Eropa tidak didapati sebuah negara yang bermayoritas Islam kecuali Albania, di mana kaum muslimin terbilang 1,75 juta jiwa atau 80 % dari penduduk seluruhnya. Kaum muslimin di Amerika Utara ada sebanyak 1,5 juta, sedangkan di Australia sebanyak 10.000 orang. (Sumber : Harian Surabaya Post tanggal 30-01-1982 dalam Hendropuspito 1984:164) Dalam Hendropuspito, 1984:164 bahwa dampak hubungan mayoritas-minoritas pada tingkat nasional sudah terasa. Hal ini mudah dipahami karena kepentingan yang berbeda-beda pada tempat dan saat yang sama mudah menimbulkan benturan antara golongan yang berkepentingan. Kejadian yang tidak diinginkan itu terasa benar di Indonesia bukan saja secara fisik tetapi juga secara batin yang dialami golongan minoritas di daerahdaerah di mana mayoritas penduduknya menganut agama tertentu. Misalnya di Aceh, Jawa Barat, Sulawesi minoritas Kristen mengalami kerugian fisik akibat dari perusakan atau pembakaran gedung-gedung ibadah. Kesadaran yang semakin mendalam bahwa manusia dari tradisi keagamaan yang berbeda harus bertemu dalam kerukunan dan persaudaraan daripada dalam permusuhan, hal tersebut merupakan fundamental dari setiap agama. Kerukunan dalam kehidupan saat ini tidak dapat dielakkan lagi, pertama individu tidak dapat hidup dalam masyarakat tertutup yang dihuni satu golongan pemeluk satu agama yang sama, tetapi dalam masyarakat modern, di mana komunikasi dan hidup bersama dengan golongan beragama lain tidak dapat ditolak demi kelestarian dan kemajuan masyarakat. Indonesia adalah salah satu negara yang menjadikan agama sebagai nilai dasar untuk berperilaku dan bersikap baik. Setiap warga negara diberikan kebebasan untuk memeluk agama. Kerukunan tercipta karena ada toleransi dan di dalam toleransi tentu ada interaksi yang melibatkan komunikasi antar setiap warga dalam masyarakat. Komunikasi antar warga yang memiliki agama yang berbeda sangat dibutuhkan agar timbul kerukunan. Kebebasan beragama merupakan suatu hal yang dinamis karena tergantung dari sikap individu terhadap masalah yang dapat memicu konflik antar umat beragama. Dimana peran tokoh agama dalam masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengarahkan masyarakat dapat hidup rukun. Dalam Hendropuspito, 1984:171, Kerukunan dalam kehidupan saat ini tidak dapat dielakkan lagi, pertama individu tidak dapat hidup dalam masyarakat tertutup yang dihuni satu golongan pemeluk satu agama yang sama, tetapi dalam masyarakat modern, di mana komunikasi dan hidup bersama dengan golongan beragama lain tidak dapat ditolak demi kelestarian dan kemajuan masyarakat. Individu hidup dalam masyarakat plural baik kepercayaan maupun kebudayaannya yang menciptakan masyarakat agama yang berjiwa kerukunan atas desakan dari ajaran agama akan dikesampingkan di mana individu dituntut untuk bekerja sama dengan semua pemeluk agama yang berbeda untuk menjawab tantangan baru yang berukuran nasional dan internasional antara lain ketidakadilan, terorisme dan kemiskinan. Semua hal tersebut tidak dapat diselesaikan atau diatasi oleh satu golongan saja melainkan membutuhkan konsolidasi dari segala kekuatan baik moral, spiritual maupun material dari semua umat beragama. Dalam m.okezone.com Indonesia adalah salah satu negara yang menjadikan agama sebagai nilai dasar untuk berperilaku dan bersikap baik. Setiap warga negara diberikan kebebasan untuk memeluk agama. Agama dan masyarakat akan saling berkaitan karena agama menjadi perekat kerukunan di dalam kehidupan masyarakat. Kerukunan tercipta karena ada toleransi dan di dalam toleransi tentu ada interaksi yang melibatkan komunikasi antar setiap warga dalam masyarakat. Komunikasi antar warga yang memiliki agama yang berbeda sangat dibutuhkan agar timbul kerukunan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat yang warganya memiliki perbedaan agama dapat menimbulkan konflik ketegangan sosial. Seperti ketegangan sosial yang timbul karena konflik perebutan pembangunan tempat ibadah dan pemasangan simbol-simbol agama. Salah satu kasus yang terjadi di Indonesia adalah Pembakaran Tempat Ibadah di Tolikora, Papua seperti Sekelompok orang tak dikenal membakar tempat ibadah di Tolikara ketika jamaah di dalamnya bersiap Salat Idul Fitri pada Jumat 17 Juli 2015. Atas kejadian itu, warga yang hendak melakukan salat ied di Lapangan Koramil Tolikara terpaksa membubarkan diri karena takut menjadi sasaran amuk massa.” Kasus di atas memberikan contoh bahwa warga negara tidak hidup sesuai ajaran setiap agama yang Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen kewajiban dari umat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang segambar dengan-Nya, persaudraan universal segenap bangsa merupakan satu masyarakat atau keluarga umat manusia. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk berafiliasi, yaitu menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam menjalin hubungan dengan orang lain manusia melakukan komunikasi. Dalam Suranto, 2011:2, Kata komunikasi berasal dari bahasa latin “comminicare” yang artinya memberitahukan. Kata tersebut kemudian berkembang dalam bahasa Inggris communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide, gagasan, perasaan dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Secara sederhana dapat dikemukakan pengertian komunikasi, ialah proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari seorang sumber atau komunikator kepada seorang penerima atau komunikan dengan tujuan tertentu. Dalam Suranto, 2011:4, pada hakikatnya komunikasi adalah suatu proses , yaitu transaksi mengenai gagasan, ide, pesan, simbol, informasi, atau message. Jadi hakikat yang senantiasa muncul dalam berbagai definisi adalah pesan (message). Pesan tersebut tidak ada dengan sendirinya, melainkan dibuat dan dikirimkan oleh seorang komunikator, atau sumber informasi. Komunikator ini mengirimkan pesan kepada komunikan atau penerima informasi (receiver). Pengiriman pesan itupun dengan maksud atau tujuan tertentu. Dalam Suranto 2011:5, dari pemahaman atas hakikat atau prinsip-prinsip pokok pikiran yang muncul dalam berbagai pengertian tersebut dapatlah dikemukakan pengertian sederhana, bahwa komunikasi ialah suatu proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari seorang komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, komunikasi akan efektif dan tujuan komunikasi akan tercapai, apabila masing-masing pelaku yang terlibat di dalamnya mempunyai persepsi yang sama terhadap simbol. Apabila terdapat perbedaan persepsi, maka tujuan komunikasi dapat gagal. Dalam Suranto, 2011:5, jadi Komunikasi itu sebagai sebuah aktivitas, proses, atau kegiatan terbentuk oleh karena adanya unsure-unsur komunikasi. Dari komponen tersebut akhirnya akan terbentuk proses komunikasi. Komponen komunikasi dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut, Komunikator atau sumber informasi (source), pesan (message), saluran, media (channel), komunikan, penerima informasi (receiver), umpan balik (feedback), gangguan (noise). Dalam Suranto, 2011:14, sifat komunikasi terdiri dari komunikasi tatap muka di mana pada proses ini pihak-pihak yang berkomunikasi saling bertemu dalam suatu tempat tertentu, yang kedua komunikasi bermedia yaitu komunikasi dengan menggunakan media seperti telepon, surat, radio dan sebagainya, ketiga adalah komunikasi verbal yaitu pesan yang dikirimkan berupa pesan verbal atau dalam bentuk ungkapan kalimat, baik secara lisan maupun tulisan, dan yang keempat adalah komunikasi non-verbal yaitu komunikasi di mana pesan menuntut untuk selalu menjaga kerukunan. Kerukunan antar umat beragama mengandung arti kesediaan untuk memberikan kebebasan menerima perbedaan keyakinan individu untuk memeluk agama. Kebebasan beragama merupakan suatu hal yang dinamis karena tergantung dari sikap individu terhadap masalah yang dapat memicu konflik antar umat beragama. Dimana peran tokoh agama dalam masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengarahkan masyarakat dapat hidup rukun. Dalam m.okezone.com menurut Nusron selaku ketua umum GP Ansor, meski peristiwa itu tidak memakan korban jiwa maupun korban luka, sangat nyata tindakan itu melukai kehidupan umat beragama. Untuk itulah, meskipun kondisinya saat ini sudah kondusif, aparat keamanan harus mengusut pelaku untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum. "Jangan sampai ini meluas menjadi konflik agama . Hukum harus ditegakkan, dan negara wajib menjamin warganya dalam menjalankan ibadah," ujarnya. Dalam Ishomuddin, 2002:99, penghindaran ketegangan sosial konflik warga negara berbeda agama yang tinggal dalam suatu wilayah dilakukan melalui komunikasi. Komunikasi ini sangat penting untuk melasungkan hidup, memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari ketegangan antar umat beragama, menurut sudut pandang teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanya karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa, oleh karena itu kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Salah satu langkah strategis dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama adalah perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama. Beberapa faktor yang dipandang potensial bagi upaya perwujudan kerukunan meliputi : kearifan lokal, ajaran agama, dan peran para tokoh agama selaku lambang pemersatu. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui komunikasi Tokoh Islam dan Kristen di Kelurahan Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Dalam sulut.kemenag.go.id, kerukunan dan toleransi antar umat beragama adalah penting yang dapat terwujud praktek hidup beragama secara benar dan efektif, tercapainya tujuan dari agama yakni, terwujudnya keselamatan, kebahagiaan di dunia dan akhirat yang dapat dicapai melalui cinta kasih, terwujudnya kebutuhan yang hakiki dan cita-cita setiap insan manusia yaitu: damai sejahtera lahir dan batin dalam dunia yang harmonis, rukun dan damai. Dasar kerukunan dan toleransi antar umat beragama adalah kesamaan kodrat dan martabat kebebasan hak dan 727 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 04 Tahun 2016, 724 - 739 yang disampaikan berupa pesan non-verbal atau bahasa isyarat, baik isyarat badaniah (gestural) maupun isyarat gambar (pictoral). Dalam Suranto, 2011:14, teknik komunikasi meliputi, komunikasi informative yaitu teknik komunikasi dengan menyampaikan pesan secara berulang-ulang untuk memberikan informasi kepada komunikan. Proses komunikasi ini satu arah, dari pihak komunikator kepada komunikan dalam rangka penyebaran informasi. Kedua adalah komunikasi persuasif yaitu komunikasi yang dilakukan dengan cara halus dan membujuk komunikan. Ketiga adalah komunikasi instruktif/koersif yaitu teknik komunikasi yang dicirikan dengan pemberlakuan pemaksaan dan sanksi dari komunikator kepada komunikan, berikutnya adalah hubungan manusiawi yaitu teknik komunikasi yang memperhatikan nilai-nilai etis untuk menciptakan suasana iklim komunikasi yang manusiawi. Bentuk komunikasi dapat diklasifikasikan menurut jumlah pihak yang terlibat dalam proses komunikasi, meliputi : komunikasi intrapersonal yaitu proses komunikasi yang terjadi dalam diri sendiri, misalnya, proses berpikir untuk memecahkan masalah pribadi. Dalam hal ini ada tanya jawab dalam diri sendiri sehingga dapat diperoleh keputusan tertentu. Kedua adalah komunikasi antarpersonal yaitu komunikasi antara seseorang dengan orang lain, bisa berlangsung secara tatap muka maupun dengan bantuan media. Dalam Suranto, 2011:13, ketiga adalah komunikasi kelompok yaitu komunikasi yang berlangsung dalam suatu kelompok, contohnya diskusi, seminar, siding kelompok dan sebagainya. Berikutnya adalah komunikasi massa yaitu komunikasi yang melibatkan banyak orang. Ada sebagian ahli mengatakan bahwa komunikasi massa komunikasi melalui media massa, tetapi sebagian ahli lain berpendapat bahwa komunikasi massa tidak harus menggunakan media massa. Contohnya, kampanye politik yang disampaikan secara langsung dihadapan massa yang berkumpul di lapangan, adalah komunikasi massa. Sebagai makhluk sosial, dalam upaya pencapaian kebutuhannya, manusia harus berhadapan dengan manusia lain yang juga mempunyai kepentingan untuk memenuhi kebutuhan individualnya, sehingga kerap terjadi suatu konflik kepentingan antar manusia. Sebagai jalan tengah untuk mengurangi risiko terjadi konflik, dimunculkan suatu nilai, norma, atau aturan bersama yang disebut dengan etika bersama. Etika bersama inilah yang kemudian secara berkelanjutan dari generasi ke generasi menjadi suatu norma bersama dan akhirnya berkembang menjadi budaya. Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku, bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Dengan teknologi komunikasi interaksi dan pertukaran informasi menjadi mudah dan cepat. Interaksi dan komunikasi akan melibatkan orang-orang dari berbagai latar belakang sosial budaya. Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman latar belakang sosial budaya, kerap kali menemui masalah atau hambatan-hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya. Dalam Suranto, 2010:32, perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi dalam komunikasi sosial budaya dianggap sebagai perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antar pribadi, organisasi, dan komunikasi massa serta komunikasi kelompok. Komunikasi sosial budaya adalah proses komunikasi yang melibatkan orang-orang yang berasal dari lingkungan sosial budaya yang berbeda. Dalam Suranto, 2011:8, model Komunikasi ialah suatu gambar atau skema sederhana. Model komunikasi dimaksudkan untuk menggambarkan secara sederhana mengenai proses komunikasi supaya lebih mudah dipahami. Dalam Suranto, 2011:40, model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orangorang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial. Blumer mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model ini. Pertama, manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya. Kedua, makna berhubungan langsung dengan interaksi sosial yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan, dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Dalam Suranto, 2011:8, Harold D. Lasswell menyajikan model komunikasi bukan dalam bentuk gambar atau skema, melainkan berupa uraian verbal yang dirumuskan dalam pertanyaan. Model Lasswell adalah sebagai berikut, Gambar 1. Model komunikasi Lasswell Mengikuti model Lasswell, cara paling mudah untuk memperoleh gambaran mengenai proses komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan tersebut terkenal dengan nama Formula Lasswell, dan jika diubah ke dalam sebuah skema menjadi gambar berikut : Berdasarkan uraian mengenai latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan yaitu: Bagaimana komunikasi Tokoh Islam dan Kristen di Kelurahan Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan dalam menjaga kerukunan, dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan komunikasi tokoh Islam dan Kristen di Kelurahan Petungasri, Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen Bapak Satuman selaku Tokoh Islam yang hadir saat kegiatan musyawarah di Petungasri. Data penelitian yang akan diperoleh berupa data kualitatif dari hasil observasi langsung kegiatan komunikasi Tokoh Islam dan Kristen serta data hasil wawancara sesuai informan penelitian. Menurut Sugiono (2011) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrument meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya, yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. Selanjutnya Nasution, 1988 (dalam Sugiono, 2011) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utamah. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat difahami bahwa, dalam penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrument adalah peneliti sendiri. Tetapi tetaplah masalahnya yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrument. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi alamiah) yaitu di Kelurahan Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Teknik pengumpulan data lebih banyak berperan pada wawancara. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang diperoleh yaitu pada penelitian ini adalah mewawancarai secara mendalam pada masing-masing Tokoh Islam dan Kristen. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrument sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data juga menggunakan alat bantu seperti handphone sebagai alat perekam yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. METODE Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena tujuan penelitian ini untuk mengetahui komunikasi tokoh Islam dan Kristen dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Rancangan penelitian ini adalah dengan cara deskripsi dan bentuk kata-kata dan bahasa. Penelitian ini berusaha untuk membuat deskripsi mengenai komunikasi Tokoh Islam dan Kristen di Kelurahan Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Sumber data merupakan asal, tempat, atau lokasi data penelitian diperoleh. Sumber data dapat dikategorikan menjadi sumber primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dalam penelitian ini yaitu informan penelitian Tokoh Islam dan Kristen yang melakukan kegiatan komunikasi di Kelurahan Petungasri, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen., dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh dari dokumen Kelurahan Petungasri tentang data jumlah penduduk dan lingkungan di Kelurahan Petungasri. Lokasi penelitian adalah latar atau daerah yang digunakan dalam melakukan kegiatan. Penelitian ini berlokasikan di Kelurahan Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Waktu penelitian adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari pengambilan data sampai dengan penyusunan laporan penelitian. Teknik pengambilan sampling pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya, peneliti dapat menentukan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap (snowball sampling). Dalam mempertimbangkan subjek penelitian, digunakan pertimbangan informan dalam penelitian ini sebagai berikut : Bapak.Stefanus selaku tokoh Kristen di Petungasri Pandaan, beliau adalah tokoh Kristen yang banyak berperan dalam hubungan sosial di antara warga Petungasri. Kedua, Bapak A. Yasir selaku tokoh Islam di Kelurahan Petungasri Pandaan, beliau merupakan tokoh yang dapat memberikan penjelasan terkait dengan kegiatan yang ada di Petungasri terutama dalam hal masalah kerukunan antar umat beragama yaitu perijinan pendirian rumah ibadat. Ketiga, Bapak Riyanto selaku Tokoh dari Kelurahan, beliau merupakan salah satu orang yang mengikuti kegiatan musyawarah untuk menyelesaikan persoalan pendirian rumah ibadat. Keempat, Bapak Alif selaku tokoh Islam dan Pihak FKUB Kab.Pasuruan, beliau adalah orang yang dapat memberikan penjelasan secara rinci terkait dengan prosedur pendirian rumah ibadat, dan kelima adalah Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif menurut Miles dan Huberman terdiri dari reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Tahap pertama, reduksi data adalah bentuk analisis yang berfungsi untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang informasi 729 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 04 Tahun 2016, 724 - 739 atau data mana yang relevan dengan penelitian. Reduksi atau proses transformasi ini berlanjut sesudah penelitian lapangan hingga laporan akhir penelitian. Tahap kedua, penyajian data yang dimaksud adalah sebagai sekumpulan informasi yang tersusun memberikan kemungkinan adanya penarikan gambaran dan pengambilan makna atau pengertian dalam bentuk teks naratif. Dalam penelitian data yang disajikan berupa teks naratif yang menggambarkan tentang objek yang diteliti, yakni menceritakan komunikasi tokoh Islam dan Kristen di Kelurahan Petungasri, Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Tahap ketiga, penarikan kesimpulan atau verifikasi, yakni kegiatan pemikiran kembali secara berkelanjutan untuk menganalisis dan mencari makna dari informasi yang dikumpulkan dalam bentuk tema, pola hubungan permasalahan yang muncul, sehingga terbentuk proposisi tertentu yang bisa mendukung teori ataupun penyempurnaan teori. Gambar 2. Alur Analisis Model Interaktif Miles dan Huberman Berdasarkan teknik analisis data tersebut maka setelah data terkumpul secara keseluruhan yang akan diperoleh melalui wawancara mendalam, maka selanjutnya data mana yang relevan dan tidak relevan dengan objek yang diteliti kemudian diklasifikasikan berdasarkan sub pokok yang telah ditentukan yaitu tentang komunikasi Tokoh Islam dan Kristen Kelurahan Petungasri, Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu, dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan data melalui triangulasi sumber dan teknik. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sedangkan triangulasi teknik yaitu pengecekan data dengan cara memberikan pertanyaan yang berbeda pada setiap sumber. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Komunikasi adalah suatu proses yaitu transaksi mengenai gagasan, ide, pesan, simbol dan informasi (Suranto,2011). Jadi hakikat komunikasi adalah terdiri dari komunikator (sumber), pesan yang dikirimkan komunikator kepada komunikan dengan maksud tujuan tertentu, dan komunikan sebagai penerima pesan tersebut (Suranto,2011:4). Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen di Petungasri dalam penelitian ini adalah terjadi antar tokoh Islam dan Kristen yang berkumpul dalam satu forum diskusi atau musyawarah dengan warga sekitar, di mana pada komunikasi tersebut membahas terkait dengan perijinan pendirian rumah ibadat di Petungasri yaitu Gereja GKJW. Komunikasi yang terjadi antar Tokoh Islam dan Kristen pada saat musyawarah tersebut termasuk pada teknik komunikasi persuasif karena pesan yang disampaikan oleh tokoh agama kepada warga yang hadir dan pada tokoh agama lain yang hadir adalah untuk mengajak semua orang yang ada di musyawarah tersebut untuk bersama-sama menjaga kerukunan antar umat beragama dengan cara memberikan solusi untuk status perijinan pendirian gereja GKJW. Musyawarah antar tokoh agama dan warga Petungasri tersebut termasuk dalam komunikasi kelompok karena terdiri dari orangorang yang bertempat tinggal di Petungasri, di mana termasuk pada komunikasi kelompok. Komunikasi antar tokoh agama di Petungasri terjadi pada saat ada permasalahan seperti proses perijinan pendirian gereja GKJW di mana bangunan yang di jadikan gereja tersebut dulu adalah rumah pribadi, yang kemudian setiap waktu tertentu digunakan untuk keperluan kebaktian. Musyawarah yang melibatkan tokoh Islam dan Kristen di Petungasri karena permasalahan terkait dengan ijin pendirian gereja GKJW harus segera diselesaikan untuk kebaikan bersama baik jamaah gereja maupun warga Petungasri. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan Babapak Riyanto selaku Humas Petungasri yang ikut hadir pada saat kegiatan musyawarah tersebut, “acara itu sekitar pertengahan November, tempatnya di ruang rapat gereja GKJW sendiri”, “ya memang pada saat itu harus ada rapat biar masalah tentang perijinan gereja itu cepat selesai, karena warga gereja resah ada orang dari Pasuruan sana yang datang protes masalah ijin itu mbak, istilah digruduk orang siapa yang tidak takut, jadi pihak kelurahan juga harus ikut campur karena buat ketentraman warga di sini” Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dengan bapak Riyanto salah satu orang yang ikut dalam kegiatan musyawarah tersebut diketahui bahwa memang musyawarah itu harus dilakukan untuk menyelesaikan kasus untuk perijinan gereja GKJW. Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen “waktu awal acaranya ya susunannya pembukaan dulu, kemudian langsung ke permasalahannya mbak, bapak Bhram dari GKJW dulu yang membahas terkait dengan pendirian gereja kalau dulu itu gerejanya rumah pribadi dan sering dibuat kebaktian mbak, karena sering itu akhirnya rumah itu dijadikan Gereja mbak ya GKJW itu, Pendeta itu mengatakan bahwa beliau ada di situ, bangunan itu sudah ada trus sudah menjadi Gereja” Pernyataan dari bapak Stefanus tersebut dikuatkan dengan pernyataan dari Bapak Riyanto yaitu selaku Humas dari Kelurahan Petungasri menjadi moderator atau ketua musyawarah pada saat kegiatan tersebut dilakukan, di mana beliau menyampaikan pertama kali yaitu tentang aturan pertama dalam musyawarah tersebut, yang pertama beliau menyampaikan tujuan musyawarah tersebut, seperti pernyataan beliau berikut ini, “Pertama ya saya yang bicara, saya salam trus menayampaikan tujuan ada musyawarah dalam gereja ini adalah untuk menemukan solusi bagaimana status gereja ini selanjutnya gitu” Kemudian berikutnya Bapak Riyanto menyampaikan terkait dengan tokoh agama yang hadir pada saat itu selain warga dan tokoh masyarakat yang hadir. Berikut pernyataan Bapak Riyanto, “saya menyampaikan siapa saja yang diundang dan hadir saat itu, pertama ya Babapak Bhram sendiri dari GKJW, kemudian Bapak Stef dari Bethel, berikutnya bapak Yasir terus Bapak Satuman atau aba Man, Bapak RT,RW sekalian gitu” Setelah perkenalan dari Bapak Riyanto tentang tokoh agama dan masyarakat yang hadir tersebut, dilanjutkan dengan pembahasan masalah perijinan gereja, dan yang menjadi komunikator dari tokoh agama tersebut adalah Babapak Bhram dari GKJW sendiri, yang menurut penuturan Bapak Riyanto beliau menyampaikan tentang berdirinya gereja tersebut. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Riyanto, “saya lanjutkan ke inti musyawarah, pertama saya minta Babapak Bhram sendiri yang menyampaikan tentang sejarah gereja itu, beliau menyampaikan bahwa gereja tersebut sebelum menjadi gereja adalah rumah pribadi, karena belum ada gereja GKJW di Petungasri sini akhirnya di dirikan gereja GKJW gitu, tapi untuk ijinnya beliau tidak sampai memperhatikan se detailnya, karena Musyawarah tersebut diadakan oleh Pihak Kelurahan yang bekerjasama dengan pihak gereja GKJW. Pelaksanaan kegiatan musyawarah tersebut di lakukan di gedung rapat gereja GKJW. Pada saat musyawarah tersebut melibatkan tokoh Islam dan Kristen dari Petungasri dan tokoh masyarakat yaitu babapak RT dan RW Petungasri serta warga sekitar gereja GKJW. Berikut pernyataan dari babapak Riyanto, “yang datang itu Bapak Stef itu kemudian bapak Bhram dari GKJW nya sendiri, trus Bapak RT lingkup RW sini kan ada 6, RT nya hanya sebagian dari Pasegan, Petungwulung sama Kluncing yang hadir jadi kirakira ya totalnya 12 orang RT nya ditambah 6 orang RW tadi jadi 18 tokoh masyarakat” “kalau untuk tokoh Islam nya ya Bapak Yasir sama Bapak Satuman kan beliau berdua itu sudah dikenal masyarakat sini kan trus dari gereja itu ada 2 orang total semuanya 25 orang yang hadir” Berdasarkan kutipan wawancara dengan Bapak Riyanto tersebut diketahui bahwa sekitar ada 25 orang yang hadir, berikut satu orang yaitu bapak Riyanto sendiri yang hadir dalam musyawarah tersebut. Pernyataan bapak Riyanto tersebut didukung oleh pernyataan dari babapak Bapak Stef, “waktu itu ya yang ikut sekitar 20an orang, salah satunya memang saya sama bapak yasir, pemuda gereja sama orang HUMAS Kelurahan, lha ada musyawarah itu kan dikarenakan ada permasalahan ijin pendirian gereja GKJW” Pernyataan dari bapak Stef itu juga didukung oleh pernyataan dari Bapak Yasir, yang menyebutkan bahwa orang yang hadir pada saat kegiatan tersebut sekitar sepuluh orang lebih, berikut hasil wawancara dengan bapak Yasir, “waktu itu yang ikut sekitar 10 orang lebih orang kan ada orang Kelurahan juga yang ikut jadi ya mereka sebagai penengah untuk kejelasan ijin gereja itu”. Kegiatan musyawarah tersebut didahului dengan pembukaan dari perangkat Kelurahan tentang permasalahan perijinan pendirian Gereja GKJW, di mana setelah dari pembukaan tersebut dilanjutkan oleh Babapak Bhram dari GKJW yang menyatakan bahwa gereja GKJW sudah berdiri bangunan dan memiliki banyak jamaah yang berasal dari Petungasri ataupun luar Petungasri, di mana dulu Gereja GKJW itu adalah rumah pribadi yang dijadikan rumah ibadat yaitu gereja karena sering dilakukan kegiatan kebaktian. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan Babapak Stefanus berikut, 731 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 04 Tahun 2016, 724 - 739 beliau adalah orang baru di gereja tersebut. Sedangkan untuk penyelesaiannya yang gereja itu belum berijin beliau meminta bantuan pula dari warga untuk turut membantu proses perijinan gereja karena gereja tersebut sudah berdiri lama dan sudah punya banyak jamaah gitu” Berdasarkan kutipan wawancara dengan Bapak Riyanto terkait dengan yang dibicarakan oleh Bhram selaku tokoh dari GKJW, dapat diketahui bahwa beliau menginginkan bantuan dari warga sekitar untuk proses perijinan gereja tersebut, terutama dukungan moril karena gereja tersebut sudah berdiri lama dan memiliki cukup banyak jamaah sekitar 70 orang lebih, maka dari itu gereja tersebut harus diusahakan dapat berdiri, untuk kepentingan orang banyak, baik jamaah sendiri maupun warga sekitar agar tidak resah apabila ada protes yang mempermasalahkan tentang perijinan gereja. Pernyataan Bapak Riyanto terkait dengan yang dibicarakan Bapak Bhram pada saat musyawarah tersebut didukung oleh pernyataan dari Babapak Stefanus berikut, “waktu awal acaranya ya susunannya pembukaan dulu, kemudian langsung ke permasalahannya mbak, bapak Bhram dari GKJW dulu yang membahas terkait dengan pendirian gereja kalau dulu itu gerejanya rumah pribadi dan sering dibuat kebaktian mbak, karena sering itu akhirnya rumah itu dijadikan Gereja mbak ya GKJW itu, Pendeta itu mengatakan bahwa beliau ada di situ, bangunan itu sudah ada trus sudah Gereja” Berdasarkan kutipan wawancara dengan babapak Stefanus tersebut dapat diketahui bahwa Bapak Bhram dari GKJW menceritakan terkait dengan berdirinya gereja yang belum memiliki ijin. Pernyataan Bapak Bhram adalah bangunan tersebut sudah berdiri lama dan sering dijadikan tempat untuk kebaktian maka dari itu bangunan tersebut menjadi sebuah gereja yang berdiri sampai pada saat ini. Berikutnya Bapak Riyanto memberikan kesempatan kepada yang lain untuk menyampaikan pendapat pada saat musyawarah tersebut, dan Bapak Stefanus yang kemudian melanjutkan dari pernyataan dari Bapak Bhram pada saat kegiatan musyawarah tersebut, berikut wawancara dengan Bapak Riyanto, “waktu habis bapak Bhram yang bicara tadi langsung dilanjutkan bapak Stef yang bicara, beliau bilang bahwa apa yang dikatakan oleh Bapak Bhram itu benar kalau gereja itu harus tetap berdiri karena sudah digunakan lama dan punya jamaah banyak, jadi ya harus melihat fakta tersebut, salah satu cara adalah dengan segera mengurus ijinnya beliau bilang begitu trus beliau minta agar dibentuk panitia pengurusan agar lebih mudah proses perijinannya, diharapkan yang ngurus itu anak-anak muda atau dewasa muda gereja, ya itu yang dibicarakan Bapak Stef” Pernyataan Bapak Riyanto terkait dengan yang dibicarakan oleh Bapak Stef pada saat kegiatan musyawarah tersebut, didukung oleh bapak Stefanus sendiri, berikut wawancara dengan beliau, “ya saya bilang bahwa Gereja GKJW tersebut harus mendapatkan ijin dengan cara membentuk panitia pengurusan ijin gereja dari pemuda gereja, nanti setelah terbentuk baru mengurus berkas apa saja yang dibutuhkan untuk ke Kemenag seperti itu” Berdasarkan hasil kutipan wawancara tersebut diketahui bahwa Bapak Stefanus memang membahas terkait bahwa gereja tersebut harus tetap berdiri dan segera untuk diurus ijinnya dengan cara membentuk panitia gereja yang nantinya memudahkan untuk mengurus proses perijinannya. Pernyataan berikutnya dari Bapak Riyanto tentang yang bicara ketiga pada saat kegiatan musyawarah tersebut adalah salah satu pemuda gereja yaitu Mas Dio, salah satu pemuda gereja. Menurut Bapak Riyanto pada saat kegiatan tersebut Mas Dio berbicara mendukung pernyataan dari Babapak Stef dan Babapak Bhram bahwa gereja GKJW tersebut harus tetap berdiri karena sudah memiliki sekitar 70 orang jamaah, berikut wawancara dengan Bapak Riyanto, “Mas dio yang bicara setelah bapak Stef, dia bilang mendukung dari apa yang disampaikan oleh Bapak Stef dan Bapak Bhram bahwa gereja tersebut harus tetap berdiri karena sudah punya banyak jamaah sekitar 70 orang begitu” Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari Babapak Stefanus yang menyatakan bahwa ada salah satu pemuda gereja yang berbicara setelah bapak Stefanus menyampaikan pendapatnya, dan pemuda tersebut menyampaikan seperti pernyataan dari Bapak Riyanto bahwa gereja GKJW tersebut harus tetap berdiri karena sudah memiliki banyak jamaah sekitar 70 orang lebih, berikut hasil wawancara dengan Bapak Stefanus, “Salah satunya bilang mbak tapi saya lupa begini, gereja itu harus tetap berdiri karena sudah dibangun dan ada kemudian jamaah yang ada di situ sudah banyak sekitar 70an orang Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen dewasa dengan anak-anak, meskipun ada sebagian jamaah yang tidak berasal dari Petungasri, namun mereka melakukan ibadah di gereja tersebut” Setelah pemuda gereja tersebut menyampaikan bahwa gereja tersebut harus tetap berdiri karena melihat bahwa gereja tersebut sudah memiliki banyak jamaah, menurut pernyataan dari Bapak Riyanto pembicara berikutnya yang menyampaikan pendapatnya adalah Bapak Satuman, di mana beliau menyampaikan bahwa gereja GKJW harus tetap berdiri dan diurus ijinnya demi kebaikan bersama terutama warga Petungasri dan orang gereja sendiri, berikut pernyataan dari Bapak Riyanto “yang bicara setelah mas dio itu bapak Satuman, beliau menyampaikan kalau gereja tersebut harus tetap berdiri, meskipun kami di sini sebagai umat Islam tapi harus tetap menjunjung tinggi yang namanya kerukunan, kalau segera diurus kan lebih aman bagi warga sekitar gereja terutama warga gereja sendiri, jadi Bapak Satuman bicara itu waktu kegiatan musyawarah itu” Berdasarkan kutipan wawancara tersebut diketahui bahwa bapak Satuman menginginkan agar gereja tersebut tetap berdiri dengan mempertimbangkan kepentingan warga untuk menjaga kerukunan. Pernyataan dari bapak Riyanto tersebut didukung dari hasil wawancara dengan Bapak Satuman sendiri, berikut wawancara dengan beliau, “sebagai umat manusia ya harus tolong menolong, meskipun kita beda keyakinan kan tapi kita ini makhluk Allah yang wajib membantu sesama, jadi ya lebih baik gereja itu tetap berdiri dengan segera diurus proses perijinannya” Berdasarkan pernyataan dari bapak Satuman tersebut dapat diketahui bahwa beliau tetap mendukung untuk berdirinya gereka GKJW dengan ketentuan harus segera diurus perijinannya. Begitupun juga dengan Bapak Yasir yang menyampaikan pendapat pada saat itu yaitu umat Islam dan tokoh Islam yang hadir diam terlebih dahulu dan baru berbicara setelah tokoh Kristen, Bapak Yasir mengatakan bahwa gereja tersebut harus tetap berdiri dengan memperhatikan kejelasan tanah tempat bengunan yang dijadikan gereja itu berdiri. Berikut wawancara dengan Bapak Yasir yang dapat mendukung pernyataan dari Bapak Riyanto tersebut, “waktu itu ya kita sebagai warga muslim ya pertamanya diam dulu mbak ikut alur acaranya, setelah sudah di suruh untuk dimintai pendapat baru bicara, ya waktu itu saya bilang terkait dengan kejelasan tanahnya itu kepemilikannya terus sudah sertifikat belum kan tanah itu harus jelas mbak kalau belum jelas kan ndak mungkin diurus ijinnya, trus ada lagi bapak Satuman yang menyarankan untuk segera diurus ijinnya, gitu mbak” Pernyataan dari Babapak Yasir tersebut didukung oleh pernyataan dari Bapak Stefanus yaitu bahwa kedua tokoh Islam yang hadir pada saat musyawarah tersebut membahas terkait bahwa setiap pendirian rumah ibadat terutama gereja itu harus mendapatkan ijin dan melalui prosedur yang benar karena agar tidak menimbulkan protes dari warga sekitar apalagi sampai warga lain Petungasri yang melakukan protes, berikut hasil wawancara dengan bapak Stefanus, “ya waktu itu dari warga muslim yang diundang membahas bahwa setiap ada gereja atau rumah untuk ibadah itu harus ada ijinnya biar tidak menimbulkan protes belum dapat ijin kenapa sudah digunakan begitu mbak mereka pada saat itu tidak ada yang menunjukkan kalau mereka ingin ditutup gerejanya, tidak seperti itu, jadi mereka memberikan pendapat dan usulan yang baik mbak, kalau harus segera mengurus ijinnya” Berdasarkan wawancara tersebut dapat terlihat bahwa komunikasi antar tokoh agama pada saat kegiatan musyawarah tersebut berjalan lancar tanpa ada konflik, berikut pernyataan dari Bapak Riyanto, “acara itu hanya sebentar kurang lebih satu setengah jam, Alhamdulillah tidak ada kericuhan di situ semua lancar karena yaitu semua kan kembali lagi tujuannya untuk kebaikan bersama” Pernyataan dari Bapak Riyanto tersebut didukung dari hasil wawancara dengan bapak Yasir, berikut kutipan wawancara dengan bapak Yasir, “acaranya tenang ndak ada keributan semua kan ya berusaha ambil jalan tengah kan untuk kemajuan Petungasri sendiri mbak, biar warganya itu rukun begitu” Berdasarkan kutipan wawancara dengan babapak Yasir tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan musyawarah tersebut berjalan lancar, tidak ada kericuhan atau perbedaan pendapat yang di luar konteks untuk mendukung tetap berdirinya gereja GKJW. Hasil musyawarah tersebut ditutup oleh Bapak Riyanto dengan menampung pendapat dari masingmasing orang yang menyampaikan pendapatnya, kemudian diambil keputusan bahwa gereja tersebut harus tetap berdiri dengan syarat harus segera diurus 733 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 04 Tahun 2016, 724 - 739 perijinannya, berikut kutipan wawancara dengan Bapak Riyanto, “sesi terakhir dari musyawarah tersebut dari penyampaian pihak yang hadir lalu saya tampung dan akhirnya diperoleh keputusan bersama bahwa gereja tersebut harus tetap berdiri dengan harus secepatnya mengurus ijinnya gitu” Pernyataan dari Bapak Riyanto tersebut didukung oleh pernyataan dari Bapak Stefanus yang menyatakan tentang pengambilan keputusan terakhir dari musyawarah tersebut, “kemudian pada saat semua pendapat semua orang yang hadir pada saat tersebut ditampung akhirnya mendapat kejelasan bahwa gereja GKJW tersebut dapat tetap berdiri dan jamaahnya tetap dapat beribadat di situ asalkan perijinannya segera diurus dan diproses gitu” Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa gereja tersebut dapat terus berdiri dan tetap dapat melakukan kegiatan ibadat asalkan segera mengurus ijin untuk pendirian rumah ibadat. Musyawarah tersebut dilakukan adalah untuk menjaga keharmonisan warga Petungasri dan memberikan kejelasan bagi jamaah gereja GKJW bahwa tempat yang digunakan untuk beribadah telah memiliki ijin dan dapat melaksanakan ibadah dengan tenang tanpa ada ancaman atau protes dari pihak lain untuk kejelasan perijinan tempat ibadah. Musyawarah terkait dengan pendirian gereja tersebut memberikan dambapak yang baik bagi warga Petungasri khusunya jamaah gereja yang melakukan ibadah, kerukunan warga di Petungasri terutama di sekitar berdirinya Gereja GKJW tersebut akan kondusif dengan kejelasan dari status perijinan gereja tersebut. Peneliti juga menanyakan pendapat dari bapak Stefanus terkait dengan proses perijinan gereja tersebut, berikut hasil wawancara dengan Bapak Stefanus, “ya puji Tuhan sekarang sudah mendapat ijin, jadi jamaah dan warga sekitar bisa tenang, orang gereja bisa ibadah dengan tenang, kalau dibilang waktu itu ya memang salah tentang gereja itu sudah berdiri tapi belum punya ijin, tapi ya dikembalikan lagi ke kepentingan orang banyak, jadi kita sebagai manusia sosial harus punya perhatian terhadap hal seperti itu, salah satunya ada musyawarah itukan secara tidak langsung memberikan dukungan pada gereja GKJW itu, dan lihat hasil dari musyawarah tersebut akhirnya ada titik kejelasan” Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa Bapak Stefanus sebagai salah satu tokoh Kristen tetap mendukung proses perijinan gereja GKJW meskipun beliau mengetahui bahwa prosedur dari gereja tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Babapak Yasir juga memiliki pendapat yang sama dengan Bapak Stefanus, yaitu bahwa gereja tersebut seharusnya memiliki kejelasan tentang bangunannya, tanahnya kemudian baru diproses perijinannya sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berikut hasil wawancara dengan babapak Yasir, “kalau dibilang tidak sesuai prosedur ya tidak memang, seharusnya kan harus jelas dulu tanahnya itu statusnya seperti apa, bangunannya seperti itu. Tapi ya kembali lagi kan untuk kebaikan semua orang gitu” Hasil wawancara dengan babapak Stefanus dan babapak Yasir memperlihatkan bahwa kedua tokoh tersebut memang mengetahui bahwa prosedur pendirian gereja tersebut tidak sesuai aturan, tetapi demi menjaga kerukunan antar warga dan umat beragama, perijinan gereja tersebut harus dilakukan untuk menjaga ketenangan warga sekitar gereja maupun jamaah gereja GKJW itu sendiri. Begitupun juga dengan Bapak Satuman, beliau mendukung atas tetap berdirinya gereja tersebut meskipun menurut Bapak Satuman pendirian gereja tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang sebenarnya. Namun, Bapak Satuman tetap mendukung berdirinya gereja GKJW dengan melihat kepentingan dari jamaah gereja yang memiliki hak untuk dapat beribadah dengan tenang. Berikut wawancara dengan Bapak Satuman, “prosedur pendirian gereja itu memang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, tapi hak dari jamaah gereja itu juga harus diperhatikan, coba saja dibayangkan kalau Masjid kita yang dipermasalahkan pasti kita menjadi resah dan merasa tidak adil karena itu tempat ibadah, ya jadi menurut saya ijinnya harus segera diurus supaya jamaah gereja itu tidak resah dan merasa tenang saat beribadah” Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Satuman dapat diketahui bahwa Bapak Satuman sebenarnya mengetahui dan sadar, kalau pendirian gereja GKJW itu tidak sesuai dengan prosedur, namun untuk kepentingan orang banyak, maka lebih baik gereja tersebut tetap berdiri dan diurus ijinnya. Dengan hal tersebut maka jamaah gereja dapat beribadah dengan tenang tanpa takut ada yang melakukan protes. Hasil penelitian untuk mengetahui tentang komunikasi Tokoh Islam dan Kristen berdasarkan Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen wawancara dengan para informan menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan persepsi antara tokoh agama yang hadir ataupun dengan warga yang hadir pada saat musyawarah tersebut terkait dengan masalah perijinan pendirian gereja GKJW. Peneliti juga menanyakan hal terkait pendirian rumah ibadat kepada babapak Alif selaku sekretaris FKUB Kabupaten Pasuruan, berikut pernyataan dari babapak Alif, “Tugas pertama FKUB adalah menjaga stabilitas kerukunan antar umat beragama salah satunya adalah administrasi terkait dengan pendirian rumah ibadat, harus menghubungi FKUB terkait dengan undang-undang nomor 8 dan 9 tahun 2006 diantara administrasi adalah mempunyai hubungan 60 jamaah tetap minimal 60 pengguna dibuktikan dengan bukti KTP, diketahui oleh pejabat yang berwenang. Kalau di masjid itu kejelasan tanah kepemilikan wakaf atau seperti apa, kemudian proposal yang diajukan ke FKUB. Kemudian FKUB melakukan rapat pleno yang diajukan pada kementerian agama dan disahkan oleh Bakesbangpol”. Berdasarkan pernyataan dari babapak Alif dari pihak FKUB tersebut, dapat diketahui dengan jelas bahwa bangunan yang sudah dijadikan gereja namun belum memiliki ijin dapat diproses untuk ijinnya dengan cara mematuhi dan memenuhi syarat ketentuan peraturan yang berlaku yaitu berdasarkan pada Peraturan Bersama Menteri no.8 dan 9 tahun 2006 tentang peraturan pendirian rumah ibadat. Musyawarah antar tokoh Islam dan Kristen serta warga di Petungasri tersebut dilakukan adalah untuk menjaga kerukunan antar warga di sekitar Gereja GKJW ataupun warga Petungasri lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi antar tokoh agama tersebut dikatakan efektif dan tujuan yang diinginkan untuk perijinan gereja juga akan tercapai. Pembahasan Komunikasi ialah suatu proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari seorang komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, komunikasi akan efektif dan tujuan komunikasi akan tercapai, apabila masing-masing pelaku yang terlibat di dalamnya mempunyai persepsi yang sama terhadap simbol. Apabila terdapat perbedaan persepsi, maka tujuan komunikasi dapat gagal. Dalam penelitian ini komunikasi yang yang terjadi antara tokoh Islam dan Kristen di Petungasri saat musyawarah tersebut adalah untuk membahas dan menemukan solusi untuk proses perijinan pendirian gereja GKJW. Model komunikasi Lasswell sesuai untuk menggambarkan proses komunikasi antara tokoh Islam dan Kristen di Petungasri pada saat musyawarah membahas terkait dengan masalah perijinan gereja GKJW. Berikut gambar skema sesuai dengan model komunikasi Lasswell , Gambar 3. Skema Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen di Petungasri Berdasarkan gambar skema di atas dapat diketahui bahwa komunikasi yang terjadi antara Tokoh Islam dan Kristen pada saat kegiatan musyawarah membahas terkait dengan proses perijinan pendirian rumah ibadat termasuk dalam komunikasi yang bersifat tatap muka karena tokoh Islam dan Kristen yang menjadi komunikator ketika menyampaikan pesan saling bertemu dengan komunikan dalam suatu tempat tertentu yaitu di gedung rapat Gereja GKJW Pandaan. Sedangkan penyampaian pesan dari komunikator yang di sini adalah Tokoh Islam dan Kristen kepada para warga Petungasri yang hadir saat rapat adalah termasuk komunikasi verbal, karena pesan yang disampaikan berbentuk kalimat secara lisan. Keefektifan komunikasi dari para komunikator dalam penelitian ini pada saat kegiatan musyawarah tersebut seperti para komunikator yaitu Bapak Bhram, Bapak Stefanus, Bapak Yasir dan Bapak Satuman adalah kewibawaan mereka dihadapan komunikan yaitu warga Petungasri, terbukti pada efek yang ditimbulkan setelah musyawarah tersebut yaitu para komunikan menerima pesan dan merepon positif terhadap pesan tersebut dengan menyetujui untuk tetap berdirinya gereja GKJW dengan tujuan untuk kebaikan bersama. 735 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 04 Tahun 2016, 724 - 739 Berikutnya adalah daya tarik, di mana komunikator yang hadir yaitu tokoh agama adalah warga Petungasri sendiri yang sering bersosialisasi dengan warga sekitar, sehingga ketika ada musyawarah seperti pembahasan terkait dengan rumah ibadat, maka warga Petungasri dapat menerima dengan mudah apa yang disampaikan oleh komunikator. Kemampuan intelektual komunikator terlihat saat semua tokoh agama yang hadir memiliki pendapat yang sama terkait dengan proses perijinan pendirian gereja GKJW yaitu gereja harus tetap berdiri untuk kepentingan bersama dan mewujudkan kebaikan bersama baik untuk jamaah gereja sendiri maupun warga yang bertenmpat tinggal di sekitar gereja. Integritas atau keterpaduan sikap dan perilaku dalam aktivitas sehari-hari, setelah dari diadakannya musyawarah yang melibatkan tokoh agama, di mana para tokoh agama tersebut saling mendukung untuk tetap bertdirinya gereja demi kepentingan dan kebaikan bersama, terbukti pada saat ini gereja GKJW tersebut sudah memiliki ijin sebagai rumah ibadat. Sedangkan dalam aspek keterpercayaan terbukti pada saat musyawarah tersebut para komunikan setuju dengan yang disampaikan oleh komunikator terkait dengan perijinan gereja yang harus segera diurus agar tetap berdiri. Kepekaan sosial komunikator, dalam penelitian ini adalah tokoh Islam dan Kristen yang memahami lingkungan sosialnya terbukti mereka mendukung tetap berdirinya gereja untuk kebaikan bersama baik jamaah gereja maupun warga sekitar gereja. Kematangan tingkat emosional komunikator yaitu tokoh Islam dan Kristen yang menyampaikan pendapat saat musyawarah tersebut dapat mengambil solusi terbaik untuk proses perijinan pendirian gereja GKJW tersebut sehingga para warga Petungasri yang hadir dapat menerima dan merespon positif tentang apa yang disampaikan oleh Tokoh Islam dan Kristen yang menjadi komunikator pada saat musyawarah tersebut, Berorientasi pada kondisi psikologis komunikan, yaitu pada kegiatan musyawarah tersebut, di mana Tokoh Islam dan Kristen yang hadir menjadi komunikator menyampaikan kepada warga Petungasri yamg menjadi komunikan tentang kebaikan bersama yang akan dicapai ketika proses perijinan Gereja GKJW tersebut dapat diselesaikan. Berdasarkan hasil penelitian tentang komunikasi Tokoh Islam dan Kristen tidak terjadi perbedaan persepsi antara tokoh agama yang hadir ataupun dengan warga yang hadir, karena musyawarah tersebut dilakukan adalah untuk menjaga kerukunan antar warga di sekitar Gereja GKJW ataupun Petungasri lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi antar tokoh agama tersebut dikatakan efektif dan tujuan yang diinginkan untuk perijinan gereja juga akan tercapai. Setiap proses komunikasi pasti terkait dengan adanya tujuan tertentu (Suranto, 2011:12), dan tujuan yang ingin dicapai pada saat kegiatan musyawarah tersebut adalah terkait dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk mendapatkan kejelasan tentang perijinan rumah ibadat (Gereja GKJW). Komunikasi antar tokoh agama dalam musyawarah tersebut yang membahas terkait dengan proses perijinan pendirian gereja GKJW dapat dikatakan membentuk suatu kebudayaan di masyarakat yaitu nilai teladan dari para tokoh agama yang saling menyampaikan gagasan untuk mendapatkan kebaikan bersama bagi masyarakat. Gagasan dari setiap tokoh agama yang hadir pada saat kegiatan musyawarah tersebut adalah secara tidak langsung mewakili dari suatu kelompok agamanya. Dari proses komunikasi dapat diidentifikasi adanya unsur atau komponen yang terlibat di dalamnya, mulai dari komunikator, pesan, sampai komunikan. Dalam penelitian ini kegiatan musyawarah terkait dengan perijinan pendirian rumah ibadat (Gereja GKJW), pesan yang yang dibahas pada saat kegiatan tersebut oleh Tokoh Kristen adalah terkait dengan pendirian GKJW dan harus dibentuknya panitia gereja untuk pengurusan ijin pendirian rumah ibadat sedangkan tokoh Islam membahas terkait dengan kejelasan tanah tempat bangunan itu berdiri dan agar segera mengurus perijinan untuk pendirian gereja tersebut. Pada saat kegiatan tersebut tidak terdapat kericuhan antar tokoh dan warga yang hadir, karena tujuan dari adanya musyawarah tersebut adalah untuk mencari keputusan bersama yang baik untuk status perijinan Gereja GKJW yang nantinya tidak akan menimbulkan keresahan di warga sekitar gereja atau Petungasri terutama pada khususnya jamaah gereja itu sendiri. Komunikasi yang terjadi antar tokoh agama yang membahas terkait dengan perijinan pendirian Gereja GKJW di Petungasri adalah termasuk komunikasi satu tahap karena penyampaian gagasan dari masing-masing tokoh langsung pada komunikan terkait dengan mendapatkan solusi untuk Gereja GKJW ke depannya. Tokoh Kristen di musyawarah tersebut yaitu Bapak Stefanus membahas terkait bahwa Gereja GKJW harus segera membentuk panitia gereja yang bertugas untuk mengurus persyaratan perijinan gereja GKJW ke Kemenag begitupun dengan babapak Brham yang hadir sebagai tokoh Kristen memberikan penjelasan terkait dengan sejarah berdirinya gereja. Sedangkan Tokoh Islam yaitu Babapak Satuman membahas terkait dengan kejelasan tanah tempat berdirinya gereja tersebut dan menyarankan harus segera melakukan proses perijinan ke Kemenag. Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen dalam Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen menjaga kerukunan intensif dilakukan pada saat terdapat permasalahan seperti masalah perijinan berdirinya rumah ibadat. Sikap positif yang ditunjukkan saat musyawarah antar tokoh terkait dengan membahas persoalan perijinan Gereja GKJW di Petungasri, berdasarkan model komunikasi interaksional di mana model ini menganggap manusia jauh lebih aktif. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial. Dalam penelitian ini tokoh Islam dan Kristen yang hadir untuk menyampaiakan gagasan atau pendapat terkait dengan mencapai kebaikan bersama untuk menemukan solusi terkait proses perijinan berdirinya rumah ibadat yaitu gereja GKJW. Terdapat 3 (tiga) asumsi Blumer dalam model interaksional ini, pertama manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya, yaitu komunikasi tokoh agama antara tokoh Islam dan Kristen terjadi karena terdapat masalah perijinan bangunan Gereja GKJW. Pada saat kegiatan tersebut antara tokoh Islam dan Kristen serta warga di Petungasri yang hadir tidak terjadi kericuhan dikarenakan tujuan diadakannya kegiatan musyawarah tersebut adalah untuk mencari keputusan untuk kebaikan bersama terkait dengan proses perijinan pendirian Gereja GKJW. Sehingga setiap individu yang hadir dalam musyawarah tersebut memiliki tujuan yang sama terkait dengan proses perijinan gereja GKJW yaitu untuk tetap mengurus perijinan gereja tersebut agar dapat tetap berdiri. Kedua, makna berhubungan langsung dengan interaksi sosial yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya, Untuk musyawarah yang membahas terkait dengan pendirian Gereja GKJW adalah agar tidak timbul permasalahan di lingkungan sekitar gereja, baik untuk warga sekitar ataupun jamaah gereja sendiri, dengan hasil gereja tetap berdiri asalkan segera diurus proses perijinannya, keputusan tersebut disebapakati oleh semua individu yang hadir saat musyawarah tersebut yang bertujuan untuk bersama-sama menjaga ketentraman kehidupan warga sekitar gereja atau jamaah gereja saat melakukan kegiatan ibadah. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan, dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya, dengan adanya musyawarah yang membahas tentang permasalahan perijinan Gereja GKJW dihasilkan keputusan bersama untuk tetap mempertahankan bangunan tersebut menjadi gereja dan segera mengurus proses perijinannya, warga Petungasri dan Tokoh Islam dan Kristen bersama untuk membuat keputusan tersebut dengan mempertimbangkan kepentingan bersama, mewujudkan kebaikan bersama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerukunan merubapakan nilai yang menjadi sarana yang harus ada sebagai “condition sine qua non” untuk mencapai tujuan lebih jauh yaitu situasi aman dan damai. Di mana pada penelitian ini warga Petungasri dan Tokoh Islam dan Kristen berkumpul menjadi satu dalam sebuah forum diskusi atau musyawarah yang memperlihatkan kerukunan dalam perbedaan agama namun tetap dalam satu tujuan yaitu untuk situasi aman dan damai. Situasi aman dan damai dalam perbedaan dibutuhkan semua pihak dalam masyarakat untuk memungkinkan penciptaan nilai-nilai spiritual dan material yang sama-sama dibutuhkan untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi yaitu kerukunan, dalam penelitian ini nilai yang ingin dicapai oleh semua orang yang hadir dalam kegiatan musyawarah tersebut adalah untuk kebaikan bersama. PENUTUP Simpulan Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen di Kelurahan Petungasri Kecamatan Pandaan intensif ketika terjadi permasalahan yang terkait dengan perijinan rumah ibadat yaitu Gereja GKJW. Komunikasi tersebut adalah untuk membahas menemukan solusi terkait dengan pendirian gereja dilakukan bersama antar tokoh agama tersebut dengan musyawarah bersama warga. Tokoh Islam menyampaikan bahwa harus ada kejelasan tanah di mana bangunan gereja tersebut berdiri dan segera untuk mengurus perijinan pendirian gereja ke Kemenag dan Tokoh Kristen menyampaikan bahwa harus dibentuknya kepanitiaan gereja yang memiliki kewajiban untuk mengurus perijinan berdirinya gereja ke Kemenag. Berdasarkan model interaksional asumsi Blumer, di mana individu bertindak sesuai dengan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya, yaitu komunikasi tokoh agama antara tokoh Islam dan Kristen terjadi karena terdapat masalah perijinan bangunan Gereja GKJW. Pada saat kegiatan tersebut antara tokoh Islam dan Kristen serta warga di Petungasri yang hadir tidak terjadi kericuhan dikarenakan tujuan diadakannya kegiatan musyawarah tersebut adalah untuk mencari keputusan untuk kebaikan bersama terkait dengan proses perijinan pendirian Gereja GKJW. Sehingga setiap individu yang hadir dalam musyawarah tersebut memiliki tujuan yang sama terkait dengan proses perijinan gereja GKJW yaitu untuk tetap mengurus perijinan gereja tersebut agar dapat tetap berdiri. Kedua, makna berhubungan langsung dengan interaksi sosial yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya, Untuk musyawarah yang membahas terkait dengan pendirian Gereja GKJW adalah agar tidak timbul permasalahan di lingkungan sekitar 737 Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 04 Tahun 2016, 724 - 739 gereja, baik untuk warga sekitar ataupun jamaah gereja sendiri, dengan hasil gereja tetap berdiri asalkan segera diurus proses perijinannya, keputusan tersebut disepakati oleh semua individu yang hadir saat musyawarah tersebut yang bertujuan untuk bersama-sama menjaga ketentraman kehidupan warga sekitar gereja atau jamaah gereja saat melakukan kegiatan ibadah. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan, dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya, dengan adanya musyawarah yang membahas tentang permasalahan perijinan Gereja GKJW dihasilkan keputusan bersama untuk tetap mempertahankan bangunan tersebut menjadi gereja dan segera mengurus proses perijinannya, warga Petungasri dan Tokoh Islam dan Kristen bersama untuk membuat keputusan tersebut dengan mempertimbangkan kepentingan bersama, mewujudkan kebaikan bersama. Pada saat musyawarah tersebut terjadi secara terbuka dan terjadi tidak ada kericuhan antar tokoh agama ataupun warga. Sehingga dengan adanya musyawarah tersebut proses perijinan pendirian rumah ibadat yaitu gereja GKJW segera mendapatkan kejelasan dengan adanya pembentukan panitia gereja yang mengurus terkait persyaratan pendirian rumah ibadat ke Kemenag. Komunikasi yang terjadi saat musyawarah tersebut termasuk dalam komunikasi tatap muka antara tokoh Islam dan Kristen dalam satu waktu dan tempat yang secara persuasif mengajak semua yang hadir untuk mendukung proses perijinan Gereja GKJW, dan termasuk dalam komunikasi sosial budaya karena melibatkan tokoh agama yang memiliki perbedaan latar belakang sosial agama yang berbeda. Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Volume 03, Nomor 2 (2006) Haryanto, Joko Tri. Kontribusi Ungkapan Tradisional dalam Membangun Kerukunan Beragama. Jurnal Walisongo (online) Volume 01, Nomor 02 (November 2013) Hendropuspito, 1984. Sosiologi Agama. Yogyakarta : Kanisius Imron, Ali HS, 2011. Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama Di Kota Semarang Jurnal Riptek (online) Vol.05 No.01 Ishomuddin, 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia Juandi, 2013. Kerukunan Umat Beragama Dalam Perspektif Islam. Jurnal (online) Vol.18 No.2 Moleong, Lexy J, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Pradipta, Yudwy dkk. Efektivitas Komunikasi Inter Personal Umat Beragama di Perumahan bekasi Jaya Indah RT.04/14. ISSN : 2339261-4 Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Zuhriah, Laillatuzz, 2013. Teologi Konvergensi dan Kerukunan Antar Umat Beragama Jurnal Religio (online) Vol. 03 No. 01 alkitab.sabda.org/resource.php?topic=956&res=jpz (diakses pada tanggal 3 November 2015 pukul 07.00 WIB) erlanggasetyaalam.blogspot.com/2015/01/konflik-agamadi-indonesia.html (diakses pada tanggal 3 November 2015 pukul 07.10 WIB) m.okezone.com/read/2015/07/18/340/1183032/gp-ansorusut-tunta-spembakaran-tempat-ibadah-ditolikara diakses tanggal 29 Juli 2015 Pukul 15.00 WIB m.okezone.com/read/2015/07/18/340/1183032/gp-ansor- Saran usut-tuntas-pembakaran-tempat-ibadah-ditolikara diakses tanggal 29 Juli 2015 Pukul 15.17 WIB sulut.kemenag.go.id/file/dokumen/pakjohn.pdf (diakses tanggal 13 November 2015 pukul 12.25 WIB) https://indonesiamengajar.org/cerita-pm/surahmansahsaid/hidup-rukun-dalam-keberagaman (diakses tanggal 25 Januari 2016 pukul 19.00) Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur (diakses tanggal 25 Januari 2016 pukul 19.20) Riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=49 9 (diakses tanggal 25 Januari 2016 pukul 19.40) m.okezone.com/read/2015/07/20/337/1183499/pentingny a-peran-tokoh-agama-dalam-mencegah-konflik (diakses tanggal 25 Januari 2016 pukul 20.30) www.pasuruankab.go.id/berita-2465-kukuhkan-gerakanpemuda-lintas-agama.html (diakses tanggal 25 Januari 2016 pukul 20.45) m.republika.co.id/berita/dunia-islam/religi-religinusantara/15/07/24/nrzhct368-potret-kerukunanumat-beragama-di-jawa-timur-part1 (diakses tanggal 25 Januari 2016 pukul 20.35) Untuk warga Petungasri yaitu apabila terdapat permasalahan terkait dengan pendirian rumah ibadat atau permasalahan lain lebih baik selalu diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan musyawarah yang melibatkan tokoh-tokoh agama ataupun tokoh masyarakat Petungasri yang bertujuan untuk menjaga kerukunan. DAFTAR PUSTAKA Aw, Suranto, 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu Aw, Suranto, 2010. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta : Graha Ilmu Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data. Jakarta: Raja Grafindo Persada Gunawati, Rindang dkk, 2006. Hubungan Antara Efektivitas Komunikasi Mahasiswa-Dosen Pembimbing Utama Skripsi Dengan Stres Dalam Komunikasi Tokoh Islam dan Kristen www.bimbingan.org/peran-tokoh-agama-dalammasyarakat.htm . 739