Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1 Teori Transfer
Dalam melaksanakan desentralisasi, pemerintah pusat harus melakukan
transfer dana perimbangan kepada pemerintah daerah dalam rangka melasanakan
otonomi daerah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Transfer Dana Perimbangan
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi”. Transfer dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu
transfer tanpa syarat (unconditional grant) dan transfer dengan syarat (conditional
grant) (BPPK, 2006).
Menurut PAU (2000), unconditional grant merupakan transfer kepada
pemerintah daerah yang tidak disertai ikatan atau syarat tertentu dalam arti daerah
dapat menggunakan atau mengalokasikannya kepada penggunaan penggunaan
yang dikehendaki oleh daerah yang bersangkutan. Transfer tanpa syarat
(unconditional grant), ditujukan untuk menjamin adanya pemerataan dalam
kemampuan fiskal antar daerah, sehingga setiap daerah dapat melaksanakan
urusan rumah tangganya sendiri pada tingkat yang layak. Ciri utama dari transfer
ini adalah daerah memiliki keleluasaan penuh dalam memanfaatkan dana transfer
ini sesuai dengan pertimbangannya sendiri atau sesuai dengan aturan apa yang
menjadi prioritas daerahnya. Contoh dari unconditional grant adalah Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
10
11
Transfer dengan syarat, atau biasa disebut conditional grant digunakan
untuk keperluan yang dianggap penting oleh pemerintah pusat namun kurang
dianggap penting oleh daerah. Transfer ini dapat dikelompokkan ke dalam dua
jenis, yaitu:
1. Transfer pengimbang (matching grants). Transfer pengimbang adalah
transfer yang diberikan oleh pusat kepada daerah untuk menutup sebagian
atau seluruh kekurangan pembiayaan satu jenis urusan tertentu. Di sini
pemerintah daerah telah mengalokasikan sejumlah dana pendapatan
daerahnya untuk penyelenggaraan urusan tersebut, hanya dana tersebut
belum cukup untuk menjamin penyelenggaraan urusan tersebut dengan
baik. Transfer dari pemerintah pusat dalam hal ini berfungsi untuk
membantu mengatasi kekurangan dana tersebut. Transfer pengimbang ini
juga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu transfer pengimbang tidak
terbatas (open-ended matching grants) dan transfer pengimbang terbatas
(closed-ended matching grants).
2. Transfer bukan pengimbang (non-matching grants). Transfer bukan
pengimbang adalah transfer yang diberikan oleh pusat kepada daerah
untuk menambah dana penyelenggaraan suatu jenis urusan tertentu tanpa
mempertimbangkan
bahwa
pemerintah
daerah
sendiri
akan
mengalokasikan dananya dengan jumlah besar atau kecil. Jenis transfer ini
oleh pemerintah pusat untuk menjadi sarana menginternalisasikan
limpahan
manfaat
(eksternalitas)
terutama
kepada
daerah
yang
menghasilkan limpahan manfaat tersebut. Jadi meskipun pemerintah
daerah telah mengalokasikan pendapatan daerahnya untuk pembiayaan
12
penyelenggaraan urusan itu, namun karena pelaksanaannya menghasilkan
limpahan manfaat besar kepada daerah-daerah lain, transfer diberikan oleh
pemerintah pusat untuk mendorong pemerintah daerah agar tetap
bersemangat dan mau mengalokasikan pendapatan daerahnya untuk
pelaksanaan fungsi tersebut.
Open-Ended
Matching
Conditional
Transfer
Close-Ended
Non-Matching
Unconditional
Sumber : Adams dan Maslove, 2009
Gambar 2.1
Klasifikasi Transfer
2.1.2 Flypaper Effect
Flypaper Effect diperkenalkan pertama kali oleh Courant, Gramlich, dan
Rubinfeld (1997). Istilah ini kemudian dikembangkan oleh Dollery and
Worthington (1995) yang menyatakan bahwa pemerintah daerah menggunakan
pendapatan transfer untuk memperluas belanja publik daripada pendapatan
daerah, baik secara langsung melalui rabat atau tidak langsung melalui dikurangi
pajak. Definisi Flypaper Effect menurut Maimunah (2006:37) yaitu:
“Flypaper Effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah
daerah merespon (belanja) lebih banyak dengan menggunakan dana
transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU daripada mengunakan
kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD.”
13
Sementara itu, Gorodnichenko (2011:38) berpendapat bahwa fenomena
flypaper effect adalah :
“Flypaper Effect phenomenon can occur in two versions. Firstly, lead to
the increase in local taxes and excessive of goverment budget spending.
Secondly, lead to higher elasticity of local goverment expenditure to
transfer rather than the elasticity of local goverment expenditure to local
text revenue. Those above studies, support the hypothesis of flypaper
effect.”
Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa flypaper effect dapat terjadi dalam
dua versi, yaitu :
1. Merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah
yang berlebihan.
2. Mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi
daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.
Penelitian tentang flypaper effect dalam bidang ekonomi dapat
dikelompokan dalam dua aliran pemikiran, yaitu model birokratik (bureaucratic
model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik meneliti flypaper
effect dari sudut pandang birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan
kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi
terhadap anggaran pemerintah daerahnya.
Model birokratik menegaskan flypaper effect sebagai akibat dari perilaku
birokrat yang leluasa untuk membelanjakan transfer daripada menaikkan pajak.
Model ilusi fiskal pertama kali dikemukakan oleh ekonom Italis bernama
Amilcare Puviani yang menggambarkan ilusi fiskal terjadi saat pembuatan
keputusan yang memiliki kewenangan dalam suatu institusi menciptakan ilusi
14
dalam penyusuna keuangan (rekayasa) sehingga mampu mengarahkan pihak lain
pada penilaian maupun tindakan tertentu.
Oates (1999) menyatakan fenomena flypaper effect dapat dijelaskan
dengan ilusi fiskal. Bagi Oastes, transfer akan menurunkan biaya rata-rata
penyediaan barang publik (bukan biaya marginalnya). Namun, masyarakat tidak
memahami penurunan biaya yang terjadi adalah pada biaya rata-rata atau biaya
marginalnya. Masyarakat hanya percaya harga barang publik akan menurun. Bila
permintaan barang publik tidak elastis, maka transfer berakibat pada kenaikan
pajak bagi masyarakat. Ini berarti flypaper effect merupakan akibat dari
ketidaktahuan masyarakat akan anggaran pemerintah daerah.
Pendekatan mengenai flypaper effect diresmikan oleh Bradford dan Oates
(1971) yang memprediksikan bahwa hibah kepada pemerintah daerah setara
dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Pendekatan tersebut memberikan
gambaran bahwa setiap kenaikan transfer yang diberikan oleh Pemerintah Pusat
untuk daerah otonom adalah sepadan dengan kenaikan pendapatan masyarakat
dari suatu daerah otonom. Alasannya adalah setiap penerimaan pemerintah yang
berasal dari masyarakat harus dialokasikan kepada masyarakat secara sepadan.
Hal tersebut berlaku juga terhadap Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan
pendapatan asli daerahnya sendiri yang berasal dari masyarakat daerahnya dengan
sepadan. Walaupun dalam praktiknya, dalam memenuhi kebutuhan publik,
Pemerintah Daerah masih sangat mengandalkan transfer yang berasal dari Dana
Perimbangan untuk pengeluaran belanjanya sehingga seolah menciptakan ilusi
fiskal yaitu dimana masyarakat membayar pajak dan mengharapkan mendapatkan
kontraprestasi tidak langsung yang sepadan akan tetapi Pemerintah Daerah
15
tersebut dalam memenuhi kebutuhan publik cenderung merespon lebih besar dari
transfer Pemerintah Pusat bukan dari Pendapatan Asli Daerahnya sendiri sehingga
yang terjadi adalah peningkatan Belanja Daerahnya menjadi tidak sepadan dengan
Pendapatan Asli Daerahnya. Selain itu, Flypaper Effect juga mempengaruhi
kecenderungan belanja Pemerintah Daerah pada periode selanjutnya sehingga
efek tersebut akan berakibat jangka panjang.
Dalam teori lainnya yaitu teori individual choice menyatakan bahwa,
“dollar-to dollar a matching grants will induce a greater expansion in spending
on the public good will than will a lump-sun, unconditional grant”. Teori tersebut
menjelaskan bahwa setiap transfer yang bersifat sepadan dengan peningkatan
penerimaan masyarakat akan mengakibatkan peningkatan yang lebih besar dalam
pemenuhan barang atau kebutuhan publik untuk masyarakat
sehingga
kecenderungan untuk lebih merespon dari dana alokasi umum yang bersifat
transfer tidak bersyarat tidak dapat dihindari. Hal tersebut bertujuan untuk
menutupi pemborosan pengeluaran yang tidak sepadan dengan peningkatan
pendapatan masyarakat yang sebagian peningakatan pendapatan tersebut disetor
ke kas negara dan daerah sebagai pajak atau pendapatan asli daerahnya.
Widarjono (2006) menemukan adanya flypaper effect pada wilayah barat
dan timur di Indonesia. Ia menunjukkan bahwa flypaper effect yang terjadi di
daerah timur (Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Pulau Irian) lebih
besar daripada daerah barat (Sumatera dan Jawa). Temuan ini menunjukkan
pengaruh transfer (grants) terhadap belanja daerah lebih signifikan dibandingkan
pengaruh terhadap belanja daerah.
16
Menurut Tresch (2002:924), flypaper effect dapat terjadi jika f >
(A/N/Ymed) b, dimana f merupakan jumlah pengeluaran, A/N/Ymed adalah
pendapatan berupa pajak dan b ialah jumlah dana yang ditransfer. Karena kedua
variabel dan (A/N/Ymed) kurang dari satu, maka tidak terjadi flypaper effect,
tetapi jika f lebih besar daripada b ( dan A/N/Y), maka akan terjadi flypaper effect.
Pada
kenyataannya, sebagian besar perkiraan persamaan di
penelitian
menunjukkan bahwa f > b, artinya kemungkinan terjadinya fypaper effect tampak
sangat besar.
2.1.3 Dana Perimbangan
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi”. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal
antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.
Menurut Halim (2004:69), Dana Perimbangan merupakan dana yang
bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana
Perimbangan dipisahkan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu :
1. Bagi Hasil Pajak, terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan pasal 21.
17
2. Bagi Hasil Bukan Pajak, terdiri atas Provinsi Sumber Daya Tuhan
(PSDH), pemberian hak atas tanah negara, landrent, dan penerimaan dari
iuran eksplorasi.
3. Dana Alokasi Umum, DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Estimasi perhitungan anggaran DAU dihitung
berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 dan PP No. 104 Tahun 2000.
4. Dana Alokasi Khusus, DAK adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan
tertentu. Berdasarkan pasal 19 ayat 1 PP No. 104 Tahun 2000 tentang
Dana Perimbangan, disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus dapat
dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu
membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana
dalam APBN.
5. Dana Darurat, terdiri atas Dana Kontingensi.
2.1.3.1 Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Pengaturan DBH dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan
18
penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000.
Dalam Undang-Undang tersebut dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil
penerimaan Pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi
sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang
Panas Bumi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
1. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB); dan Pajak Peng hasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:
a. kehutanan;
b. pertambangan umum;
c. perikanan;
d. pertambangan minyak bumi;
e. pertambangan gas bumi;
f. pertambangan panas bumi.
2.1.3.2 Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut UU No. 32 tahun 2004, DAU adalah dana yang bersumber dari
APBN yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang
19
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah
melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
daerah.
Saragih (2003:104) berpendapat bahwa :
“Bagi daerah yang relatif minim Sumber Daya Alam (SDA), DAU
merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional
pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
Tujuan utama DAU disamping untuk mendukung sumber penerimaan
daerah juga sebagai pemerataan (equalization) kemampuan euangan
pemerintah daerah.”
Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah
(Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan
Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan
daerah dengan potensi daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk menutup
celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan
daerah yang ada.
Mengacu PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan bahwa
tujuan DAU terutama adalah untuk: (a) horizontal equity dan (b) sufficiency.
Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka
melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi
kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan
daerah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap.
Sufficiency dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kewenangan, beban, dan
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
20
DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan
kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU
dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.
DAU merupakan dana hibah murni (grants) yang kewenangan
penggunaannya diserahkan penuh kepada pemerintah daerah penerima. DAU
merupakan sarana untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah
melalui penerapan yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerahnya.
Pemberian DAU lebih diproritaskan ada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal
rendah dimana daerah tersebut belum mampu memaksimalkan PADnya
dikarenakan sumber daya yang dimiliki di masing-masing daerah berbeda. Untuk
daerah yang mempuntai kapasitas fiskal tinggi justru akan mendapat jumah DAU
yang lebih kecil, sehingga diharapkan dapat mengurangi ketidakseimbangan fiskal
antar daerah.
Menurut Pemendagri No. 59 tahun 2007, cara menghitung dana alokasi
umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
1. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
2. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi
umum sebagaimana ditetapkan di atas.
21
3. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk seluruh
daerah
kabupaten/kota
yang
ditetapkan
dengan
porsi
daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan.
4. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan terhadap jumlah
bobot semua daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999, besar DAU ditentukan oleh suatu
formula khusus, yaitu:
a. DAU Untuk Propinsi
b. DAU untuk daerah Kabupaten/Kota
Di mana Formula untuk menghitung Bobot DAU daerah adalah
2.1.3.3 Dana Alokasi Khusus
Menurut Pipin dan Dedah (2005:107), dana alokasi khusus adalah dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
22
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang
dimaksud adalah :
1. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus
alokasi umum, misalnya :
a. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik daerah yang berbatasan
langsung dengan negara lain.
b. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik didaerah terpencil yang tidak
mempunyai akses yang memadai ke daerah lain.
c. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik didaerah yang menampung
transmigrasi.
d. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak didaerah
pesisir/kepulauan yang tidak mempunyai prasarana dan sarana
yang memadai.
e. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik didaerah guna mengatasi
dampak kerusakan lingkungan.
2. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Adapun
kebutuhan yang merupaka komitmen nasional meliputi :
a. Kebutuhan yang sesuai dengan kegiatan yang menjadi komitmen
pemerintah dengan lembaga pendonor.
b. Kebutuhan yang sesuai dengan kegiatan yang menjadi prioritas
dalam Rencana Pembangunan Tahunan.
23
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, pendapatan asli daerah
yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan
yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Berdasarkan ketentuan umum dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat
10, “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”
Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, pemerintah
kabupaten/kota dilarang :
1. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan
ekonomi biaya tinggi.
2. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan
kegiatan impor/ekspor.
Menurut Halim (2004, 67), mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) adalah :
“Seluruh penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah. PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah.”
24
Sumber-sumber PAD meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya
yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
1. Pajak Daerah.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut
pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak daerah terdiri atas hal-hal berikut ini :
a. Pajak Hotel.
b. Pajak Restoran.
c. Pajak Rumah Makan
d. Pajak Hiburan
e. Pajak Reklame
f. Pajak penerangan Jalan.
g. Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C.
h. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
2. Retribusi Daerah
Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18
25
Tahun 1997, dalam Undang-Undang tersebut diatur pula mengenai pengertian
retribusi daerah, yaitu Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Menurut Josef Kaho Riwu, (2005:171), retribusi daerah yaitu pungutan
daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan,
usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan
oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung.
Retribusi daerah terdiri atas sebagai berikut.
a. Retribusi Jasa Umum.
b. Retribusi Jasa Usaha.
c. Retribusi Perijinan Tertentu.
3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah lainnya yang dipisahkan.
Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang
dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui
anggaran
belanja
daerah
dan
dimaksudkan
untuk
dikuasai
dan
dipertanggungjawabkan sendiri.
Hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan
daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula
mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan
daerah disamping tujuan utama untuk mempertinggi produksi, yang kesemua
kegiatan usahanya dititkberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan
26
pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan
kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu,
dalam batas-batas tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat professional
dan harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi.
(Penjelasan atas UU No.5 Tahun 1962)
Pendapatan ini terdiri atas hal-hal berikut ini.
a. Bagian laba perusahaan milik daerah.
b. Bagian laba lembaga keuangan bank.
c. Bagian laba lembaga keuangan non bank.
d. Bagian laba atas pernyataan modal/investasi.
4. Lain-lain PAD yang sah.
Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi
pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa
materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang,melapangkan, atau
memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. Pendapatan ini
terdiri atas sebagai berikut.
a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
b. Penerimaan jasa giro.
c. Penerimaan bunga deposito.
d. Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah.
Menurut Kawedar (2008) pihak-pihak yang terkait dengan sub sistem
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah :
27
1. Pejabat Pengelola Keuangan (PPKD). Dalam kegiatan ini, PPKD memiliki
kewenangan untuk menetapkan SKP (Surat Ketetapan Pajak) Daerah.
2. Pengguna Anggaran. Dalam kegiatan ini, pengguna anggaran memiliki
wewenang untuk menetapkan SKR (Surat Ketetapan Retribusi) dan
menerima serta mengesahkan laporan pertanggungjawaban penerimaan
dari bendahara penerimaan melalui PPK-SKPD.
3. Bendahara Penerimaan.
4. Bendahara Penerimaan Pembantu, dibutuhkan jika obyek pendapatan
daerah terbesar ata pertmbangan geografis wajib pajak dan/atau wajib
retribusi daerah tidak mungkin membayar kewajbannya langsung pada
SKPD, lembaga keuangan atau kantor pos yang bertugas melaksanakan
fungsi penerimaan.
5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPKSKPD)
6. PPKD selaku BUD
7. Bank yang ditunjuk, Bank lain, Badan, Lembaga Keuangan, dan/atau
Kantor Pos.
2.1.5 Belanja Daerah
Berdasarkan PP Kepmendagri No. 13/2006 dan revisinya Kepmendagri
No. 59 tahun 2007 disebutkan bahwa belanja daerah adalah kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih, yang dipergunakan
dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan
28
pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang
dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar
pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa belanja
daerah dilaksanakan untuk mendanai urusan pemerintah yang menjadi
kewenangan daerah, sedangkan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan
pusat didanai dari dan atas beban APBN. Belanja daerah adalah semua
pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode Anggaran. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari dua komponen utama yaitu: belanja
langsung dan belanja tidak langsung.
2.1.5.1 Belanja Tidak Langsung.
Belanja tidak langsung adalah merupakan belanja yang dianggarkan terkait
secara tidak langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Jenis belanja
tidak langsung dapat diukur dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari suatu
program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung menurut Permendagri 13
tahun 2006 pasal 50 yaitu :
1. Belanja pegawai yaitu merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji
dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai
negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
2. Belanja bunga yaitu merupakan anggaran pembayaran bunga hutang yang
dihitung atas kewajiban pokok hutang (principal outstanding) berdasarkan
perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang,
29
3. Belanja subsidi yaitu merupakan anggaran bantuan biaya produksi kepada
perusahaan atau lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang
dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak,
4. Belanja hibah yaitu merupakan anggaran pemberian hibah dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah
lainnya, dan kelompok masyarakat dan perorangan yang secara spesifik
telah ditetapkan peruntukkannya,
5. Bantuan sosial yaitu merupakan anggaran pemberian bantuan dalam
bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat,
6. Belanja bagi hasil yaitu merupakan anggaran yang bersumber dari
pendapatan
provinsi
kepada
kabupaten/kota,
atau
pendapatan
kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah
daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan,
7. Bantuan keuangan yaitu merupakan anggaran keuangan yang bersifat
umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa
dan kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemeratan dan atau
peningkatan kemampuan keuangan,
8. Belanja tidak terduga yaitu merupakan belanja untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam danbencana social yang tidak diperkirakan sebelumnya,
termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya yang telah ditutup.
30
2.1.5.2 Belanja langsung.
Belanja langsung adalah merupakan belanja yang dianggarkan terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Jenis belanja
langsung dapat diukur dengan hasil dari suatu program dan kegiatan yang
dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut.
Kelompok belanja langsung menurut Permendagri 13 tahun 2006 pasal 50 yaitu:
1. Belanja pegawai yaitu merupakan pengeluaran honorarium/upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah,
2. Belanja barang dan jasa yaitu merupakan pengeluaran pembelian/
pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan
dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan
pemerintahan daerah,
3. Belanja modal yaitu merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan,seperti dalam bentuk tanah, peralatan,
mesin, gedung, bangunan dan jalan, irigasi, jaringan, dan aset tetap
lainnya.
2.2
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai fenomena flypaper effect yang terdiri dari
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), telah dilakukan
oleh para peneliti terdahulu, yaitu:
31
Indhi Hastuti (2011) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh
Flypaper Effect yang terdapat pada kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). Hasil dari peneltian menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)
berhubungan dalam efisien Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mempunyai hubungan yang
signifikan dalam efisiensi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum
(DAU) berhubungan dalam efisiensi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). Jika dilihat lebih lanjut tingkat ketergantungan kinerja dari Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) lebih dominan terhadap DAU daripada PAD.
Kesit Bambang Prakosa (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Prediksi Belanja Daerah menyatakan bahwa, secara empiris
membuktikan bahwa besarnya belanja daerah di pengaruhi oleh jumlah DAU
yang diterima dari pemerintah pusat. DAU dan PAD sebagian maupun kolektif
memang mempengaruhi realisasi anggaran dan pajak kabupaten. Dalam model
prediksi belanja daerah, daya prediksi DAU terhadap belanja daerah lebih tinggi
dibanding daya prediksi PAD. Penelitian ini dilakukan di DIY dan Jawa Tengah.
Afrizawati (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Flypaper Effect
pada Belanja Derah di Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan, menyatakan bahwa
koefisien DAU dan koefisien PAD saat diuji secara bersamaan (simultan)
berpengaruh terhadap belanja daerah. Namun, ketika diuji secara terpisah (parsial)
hasil menunjukkan bahwa koefisien DAU lebih besar dari koefisien PAD, itu
berarti ada flypaper effect dalam pengeluaran.
32
Mutiara Maimunah (2006) menguji adanya flypaper effect yang berbeda
antara wilayah rendah PAD dan daerah tinggi PAD. Kemudian, diperiksa apakah
flypaper effect masih terjadi di belanja daerah dalam pendidikan, kesehatan dan
bidang infrastruktur. Data berasal dari APBD dan laporan pendapatan. Hasil
analisis menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara terpisah mempengaruhi
pengeluaran lokal. Namun, ketika diuji sekaligus, PAD menunjukkan tidak ada
hasil yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi flypaper effect.
Pada belanja daerah dalam bidang pendidikan tidak terjadi flypaper effect,
sedangkan dalam bidang kesehatan dan bidang infrastruktur telah terjadi flypaper
effect.
Adhitia Yudhistira (2013) melakukan penelitian untuk menganalisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap efisiensi kinerja SKPD. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa secara parsial dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah
menunjukan bahwa adanya pengaruh signifikan terhadap efisiensi kinerja SKPD.
Sedangkan secara simultan atau secara bersama-sama kedua variabel tersebut juga
menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi kinerja SKPD.
Fransisca Roosiana Kurniawati (2010) menyatakan bahwa DAU dan PAD
berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Daerah, baik yang dilakukan
tanpa lag maupun dengan lag. pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih besar
daripada pengaruh PAD terhadap belanja daerah. Hal ini menunjukkan bahwa
banyak daerah masih tergantung dengan dana yang dikucurkan oleh pemerintah
pusat.
33
Chairunnisa Puspitawati (2013), melakukan penelitian flypaper effect pada
daerah yang memiliki PAD rendah dan tinggi dengan menggunakan metode
elastisitas. Hasil penelitian menunjukan DAU dan PAD berpengaruh positif
terhadap belanja daerah. Flypaper effect rata-rata terjadi pada daerah yang
memiliki PAD lebih tinggi.
Irham Iskandar (2012), Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh
unconditional grants, pendapatan asli daerah, dan PDRB terhadap belanja daerah
dan mengetahui kemungkinan terjadinya flypaper effect pada belanja daerah di
provinsi Jawa Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah provinsi Jawa Barat dan
sampelnya terdiri dari 13 kabupaten dan 6 kota. Estimasi dilakukan dengan panel
regresi dengan menggunakan program eviews. Hasil dari penelitian ini, pertama
menunjukkan
bahwa
unconditional
grants
berpengaruh
signifikan
dan
mempunyai hubungan yang positif terhadap belanja daerah, pendapatan asli
daerah berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap
belanja daerah, PDRB berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang
negatif terhadap belanja daerah. Kedua, nilai koefisien pendapatan daerah lebih
besar dari unconditional grants dan keduanya signifikan. Ini menunjukkan tidak
terjadinya flypaper effect di provinsi Jawa Barat.
Berikut ini adalah ringkasan review penelitian terdahulu :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian
Indhi
Hastuti
Analisis
-DAU
Flypaper Effect -PAD
Variabel
Hasil Penelitian
DAU berhubungan dengan efisiensi
kinerja SKPD, PAD tidak memiliki
34
(2011)
Dana Alokasi -Kinerja
Umum (DAU), SKPD
Pendapatan Asli
hubungan dengan efisiensi kinerja
SKPD. Hubungan efisiensi kinerja
SKPD terhadap DAU lebih dominan
Daerah (PAD)
dan
Kinerja
Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah (SKPD)
(Studi
Pada
daripada PAD.
Kota
dan
Kabupaten
Semarang)
2
3
Kesit
Bambang
Prakosa
(2004)
Afriza
wati (2012)
Analisis
Pengaruh Dana
Alokasi Umum
(DAU)
dan
-DAU
-PAD
-Belanja
Daerah
Besarnya
belanja
daerah
di
pengaruhi oleh jumlah DAU yang
diterima dari pemerintah pusat.
DAU dan PAD sebagian maupun
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap
Prediksi
Belanja Daerah
(Studi Empirik
di
Wilayah
Propinsi Jawa
Tengah
dan
DIY)
kolektif memang mempengaruhi
realisasi anggaran dan pajak
kabupaten. Dalam model prediksi
belanja daerah, daya prediksi DAU
terhadap belanja daerah lebih tinggi
dibanding daya prediksi PAD.
Analisis
-DAU
Flypaper Effect -PAD
Koefisien DAU dan koefisien PAD
saat
diuji
secara
bersamaan
pada
Belanja -Belanja
Derah
di Daerah
Kabupaten/Kota
di
Sumatera
Selatan
(simultan) berpengaruh terhadap
belanja daerah. Namun, ketika diuji
secara terpisah (parsial) hasil
menunjukkan bahwa koefisien DAU
lebih besar dari koefisien PAD, itu
berarti ada flypaper effect dalam
pengeluaran.
35
4
5
6
Mutiara
Maimunah
(2006)
Adhitia
Yudhistira
(2013)
Fransisca
Roosiana
Kurniawati
(2010)
Flypaper Effect -DAU
Pada
Dana -PAD
Alokasi Umum -Belanja
DAU dan PAD secara terpisah
mempengaruhi pengeluaran lokal.
Namun, ketika diuji sekaligus, PAD
(DAU)
dan Daerah
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap
Belanja Daerah
Pada Kabupaten
menunjukkan tidak ada hasil yang
signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa ada telah terjadi flypaper
effect. Belanja daerah bidang
pendidikan tidak terjadi flypaper
effect, sedangkan dalam bidang
Kota di Pulau
Sumatera
kesehatan dan bidang infrastruktur
telah terjadi flypaper effect.
Analisis
-DAU
Flypaper Effect -PAD
Pada
Dana -SKPD
Alokasi Umum
(DAU)
dan
Secara parsial dana alokasi umum
dan
pendapatan
asli
daerah
menunjukan
bahwa
adanya
pengaruh
signifikan
terhadap
efisiensi kinerja SKPD. Sedangkan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap
Efisiensi
Kinerja Satuan
Kerja Perangkat
Daerah (SKPD)
secara
simultan
atau
secara
bersama-sama
kedua
variabel
tersebut juga menunjukan pengaruh
yang signifikan terhadap efisiensi
kinerja SKPD.
Pengaruh Dana
Alokasi Umum
(DAU)
dan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap
Belanja
Pemerintah
Daerah
Provinsi, Kota,
Dan Kabupaten
di Indonesia
-DAU
-PAD
-Belanja
Daerah
DAU dan PAD berpengaruh
signifikan positif terhadap Belanja
Daerah, baik dilakukan tanpa lag
maupun dengan lag. pengaruh DAU
terhadap belanja daerah lebih besar
daripada pengaruh PAD terhadap
belanja
daerah.
Hal
ini
menunjukkan bahwa banyak daerah
masih tergantung dengan dana yang
dikucurkan oleh pemerintah pusat.
36
7
Chairunnisa
Puspitawati
(2013)
Analisis
-DAU
Komparasi
-PAD
Flypaper Effect -Belanja
DAU dan PAD berpengaruh positif
terhadap belanja daerah. Flypaper
effect rata-rata terjadi pada daerah
Pada
Daerah Daerah
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Tinggi
dan
Rendah Dengan
Metode
yang memiliki PAD lebih tinggi.
Elastisitas
8
Irham
Iskandar
(2012)
Flypaper Effect
Pada
Unconditional
Grant
-Uncon
ditional
grants
-PAD
-PDRB
-Belanja
Unconditional grants berpengaruh
signifikan
dan
mempunyai
hubungan yang positif terhadap
belanja daerah, pendapatan asli
daerah berpengaruh signifikan dan
mempunyai hubungan yang positif
Daerah
terhadap belanja daerah, PDRB
berpengaruh
signifikan
dan
mempunyai hubungan yang negatif
terhadap belanja daerah. Kedua,
nilai koefisien pendapatan daerah
lebih besar dari unconditional
grants
dan
signifikan.
Ini
menunjukkan
tidak
terjadinya
flypaper effect di provinsi Jawa
Barat.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, yaitu DAU (X1) dan
PAD (X2), dan satu variabel dependent yaitu Belanja Daerah (Y). UndangUndang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan
Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan
yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
37
bagian daerah dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya
Alam (SDA). Untuk memenuhi kepentingan daerah, disamping dana perimbangan
tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa
Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan dan lain-lain pendapatan.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih, yang dipergunakan dalam rangka mendanai
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah
yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. DAU adalah dana yang
bersumber dari APBN yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan
keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan
kebutuhan dan potensi daerah. PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan.
PAD memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan
kemampuan daerah untuk melakukan aktifitas pemerintahan dan programprogram pembangunan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat. Dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat dapat
digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai tujuan dari
desentralisasi
yaitu
untuk
mempercepat
pembangunan
selain
tetap
memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Sehingga
38
setiap kenaikan Dana Perimbangan dan PAD akan menyebabkan kenaikan juga
dalam belanja daerah.
Transfer dan PAD menunjukkan tingkat kemandirian suatu daerah,
semakin banyak transfer yang diterima maka daerah tersebut masih bergantung
kepada pemerintah pusat, hal ini menunjukan daerah tersebut belum siap
melaksanakan otonomi daerah. Begitu pula sebaliknya, semakin banyak PAD
yang dihasilkan oleh suatu daerah menunjukan bahwa daerah tersebut dapat
mandiri dalam urusan belanja daerah dan kepentingan lainnya tanpa bantuan dari
Pemerintah Pusat.
Flypaper effect tidak diilustrasikan dalam kerangka pemikiran karena
flypaper effect merupakan sebuah fenomena yang terjadi saat pemerintah daerah
merespon belanja lebih banyak menggunakan DAU daripada PAD. Fenomena
flypaper effect muncul dengan kecenderungan peningkatan belanja daerah dengan
menggunakan dana transfer yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu
sendiri.
Dari landasan teori yang telah diuraikan diatas, kemudian digambarkan
dalam kerangka teoritis yang merupakan alur pemikiran dari peneliti yang disusun
sebagai berikut :
Dana Alokasi Umum
(DAU)
Belanja Daerah
(BD)
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Gambar 2.2
Skema Kerangka Pemikiran
39
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori hipotesis diatas, maka hipotesis yang terbentuk
baik secara parsial maupun simultan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho1
: Dana Alokasi Umum (DAU) tidak berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat
Ha1
: Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat
Ho2 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat
Ha2 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat
Ho3 : Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi
Jawa Barat
Ha3 : Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat
Untuk menentukan flypaper effect tidak digunakan hipotesis, karena
flypaper effect merupakan sebuah fenomena yang terjadi saat pemerintah daerah
merespon belanja daerah lebih besar menggunakan DAU daripada menggunakan
PAD.
Download