Tinjauan Pustaka Peran Positron Emission Tomography dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru Zulkifli Amin, Dendi Kadarsan, Wulan Ayudyasari, Meccarania DM Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Positron Emission Tomography (PET) merupakan salah satu modalitas diagnostik kedokteran nuklir yang lebih baik dibanding modalitas lain terutama di bidang keganasan. Prinsip kerjanya dengan mendeteksi akumulasi bahan radioaktif pada suatu organ. PET scan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk membedakan lesi jinak dan ganas. PET scan dapat memberikan gambaran fungsional aliran darah dan proses metabolik di tingkat sel. Pada penyakit paru, PET scan sangat berguna untuk staging, restaging, penilaian rekurensi penyakit, dan evaluasi pengobatan kanker paru bukan sel kecil. Manfaat PET scan lebih sedikit pada kanker paru sel kecil. Kombinasi pemeriksaan CT dan PET scan dapat menghasilkan informasi klinis yang lebih lengkap untuk ukuran staging tumor (T) kanker paru bukan sel kecil. PET scan dapat melakukan penilaian kelenjar getah bening (N) lebih baik daripada CT scan. Metastasis kanker paru bukan sel kecil dapat diketahui dengan lebih baik dengan PET scan, kecuali metastasis pada otak. Kata kunci: kedokteran nuklir, PET scan, kanker paru bukan sel kecil, staging. 118 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007 Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru The Role of Positron Emission Tomography in Diagnosis and Evaluation of Lung Cancer Zulkifli Amin, Dendi Kadarsan, Wulan Ayudyasari, Meccarania DM Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/ Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta Abstract: Positron Emission Tomography (PET) is a nuclear-medicine based diagnostic modality that gives many advantages in diagnosing malignancy. PET scanner detects radioactive materials that accumulates in organ after intravenous injection of labelled materials. PET scan illustrates functional blood flow and cellular metabolic processes. PET scan is very useful in staging, restaging, assessment of recurrency, and also evaluation of therapy in non small cell lung cancer. Less benefit could be obtained in assessing small cell lung cancer. PET scans sensitivity and specificity are able to distinguish benign and malignant lesion. Combined CT and PET scan assessment offer more extensive clinical information on tumor staging (T) in non small cell lung cancer. PET scan could assess lymph nodes better than CT scan. Metastasis of non small cell lung cancer could be detected superiorly by PET scan apart from brain metastasis Key words: nuclear medicine, PET scan, non small cell lung cancer, staging. Pendahuluan Positron Emission Tomography (PET) merupakan salah satu modalitas kedokteran nuklir, yang untuk pertama kali dikenalkan oleh Brownell dan Sweet pada tahun 1953.1,2 Prototipenya telah dibuat pada sekitar tahun 1952,2 sedangkan alatnya pertama kali dikembangkan di Massachusetts General Hospital, Boston pada tahun 1970.1 Positron yang merupakan inti kinerja PET pertama kali diperkenalkan oleh PAM Dirac pada akhir tahun 1920-an.3 PET sangat baik untuk mencitrakan gambaran fungsional aliran darah atau proses metabolik dibandingkan pemeriksaan radiologik lainnya seperti foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI) dan single photon emission computerized tomography (SPECT). Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya. 1 Pada makalah ini akan dibahas keunggulan pemeriksaan PET scan dibanding pencitraan konvensional lainnya, terutama dalam staging, restaging, penilaian rekurensi dan evaluasi pengobatan kanker paru bukan sel kecil. Prinsip dan Cara Kerja PET dapat mengukur fungsi fisiologis dengan mencitrakan aliran darah, metabolisme, neurotransmitter dan obat yang dilabel zat radioaktif. Alat ini dapat menampilkan analisis secara kuantitatif, mengikuti perubahan relatif selama pemantauan sesuai dengan perjalanan dan pengaruh penyakit terhadap jaringan tubuh anusia atau respons terhadap Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007 organ tubuh stimulus spesifik.4 Dasar kinerja utama PET adalah positron yaitu partikel yang memiliki massa yang sama dengan elektron tetapi bermuatan positif.1,5 Setelah positron diemisi dari nukleus atom, ia harus menghilangkan energi kinetiknya dan bergabung dengan elektron.1 Kedua partikel tersebut saling menghilangkan muatan (anihilasi), kemudian mengemisikan dua radiasi gamma 511-keV ke arah yang berlawanan. Jika dalam dua detektor yang diletakkan berlawanan satu sama lain, suatu radiasi gamma 511-keV dihasilkan pada waktu yang bersamaan (koinsiden), anihilasi akan terjadi pada garis yang menghubungkan kedua detektor.1,5 Apabila banyak detektor diatur dalam suatu cincin, membentuk suatu silinder, maka kejadian dapat ditampilkan dalam bentuk tiga dimensi. Berdasarkan data tersebut, maka distribusi spasial radioaktif dalam tubuh dapat direkonstruksi oleh algoritme komputer yang sesuai.5 Gambar 1. Prinsip Koinsidensi Annihilasi [ 18F] dan Positron Emission Tomography (PET).5 119 Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru Radiasi yang diserap jaringan tergantung pada massa radioaktif, hingga zat radioaktif yang diserap dapat dihitung. Penyerapan dapat dihitung dengan alat ukur khusus dalam scanner PET atau dengan komputer tomografi. 5 PET bekerja berdasarkan deteksi radioaktif yang dipancarkan sesudah sejumlah kecil zat radioaktif pelacak disuntikkan ke vena perifer.4 Pelacak yang diberikan sebagai suntikan intravena biasanya dilabel dengan 15O, 18F, 11C atau 13 N.4,5 Total zat radioaktif yang diperlukan sama dengan dosis yang digunakan pada CT. PET scan membutuhkan waktu 10 sampai 40 menit untuk pengerjaannya.4 Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah dengan mengukur konsumsi glukosa pada bagian tubuh jaringan yang berbeda. Analog glukosa radioaktif yang biasa digunakan adalah 18F-2-deoxy-2-fluoro-D-glucose (FDG) untuk mendeteksi kanker di berbagai organ.4-7 Akumulasi analog glukosa radioaktif itu mengikuti pengukuran tingkat konsumsi glukosa. Kepentingan kliniknya adalah membedakan tumor ganas dan jinak.4,7,8 Metabolisme glukosa tumor ganas lebih cepat dibandingkan tumor jinak.4,7 Pemeriksaan PET tidak menyakitkan dan seperti pemeriksaan CT, pasien tetap menggunakan pakaian.4,9 Persiapan yang perlu dilakukan untuk PET ialah puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan. Untuk pemeriksaan PET otak, puasa sejak 4 jam sebelum pemeriksaan, sedangkan untuk pemeriksaan seluruh tubuh paling sedikit puasa selama 6 jam. Pasien masih tetap dapat minum obat yang diresepkan.9 Untuk pasien yang menderita diabetes, aktivitas harian tetap dijalankan dengan sedikit makan. Insulin atau obat diabetes oral tetap diminum rutin dan kadar gula darah harus sekitar 100 – 200 mg/dL sebelum pemeriksaan. Ibu hamil tidak diperkenankan menjalani pemeriksaan dengan PET. 9 Setelah persiapan dilakukan dan pasien siap untuk dilakukan pemeriksaan, perawat akan menyuntikkan zat radiofarmaka yang telah dilabel secara intravena. Pasien berbaring di tempat yang telah ditentukan seraya menunggu beberapa waktu sampai tubuh dapat menyerap zat tersebut. Untuk pemeriksaan kepala perlu istirahat selama 30 menit, sedangkan pemeriksaan seluruh tubuh 50 menit. Saat tiba waktunya untuk scan, pasien berbaring dan dimasukkan ke PET scanner. Pemeriksaan ini akan memakan waktu sekitar 30 hingga 90 menit. 9 Indikasi PET pada Penyakit Paru Indikasi PET terutama untuk deteksi keganasan. Bila ditemukan nodul soliter paru (NSP) pada foto toraks perlu dibedakan apakah nodul tersebut bersifat ganas atau jinak. Kadang-kadang nodul itu merupakan proses peradangan. Sekitar 30-50% nodul merupakan proses keganasan. Pemeriksaan radiologi toraks dan CT scan terbatas hanya untuk membedakan keganasan atau bukan,6,10 sedangkan PET sangat berguna untuk menentukan staging kanker paru.11 120 Penggunaan PET untuk kanker paru bukan sel kecil antara lain untuk menentukan staging, restaging, penilaian rekurensi pasca-pengobatan saat modalitas pencitraan lain tidak membantu dan evaluasi respons terapi. Sementara kegunaannya untuk kanker paru sel kecil adalah untuk menentukan staging.12 Pendapat yang berbeda datang dari Centers for Medicare and Medicaid Services (CMS) guidelines yang menyatakan bahwa indikasi pemeriksaan PET hanya untuk kanker paru bukan sel kecil.8 Peran PET dalam Kanker Paru Diagnosis PET merupakan peralatan penunjang mutakhir yang penting dalam upaya penegakkan diagnosis kanker paru. Kerap kali NSP sulit dideteksi dengan computed tomography, maka dalam kondisi tersebut PET berperan penting karena sensitivitasnya yang tinggi.13 Pemeriksaan rutin pencitraan anatomik berdasarkan lokasi, bentuk, dan besar nodul berhasil menentukan keganasan pada sekitar 1/3 kasus. Sensitivitas pemeriksaan dengan biopsi dapat mencapai 90%, namun hasil biopsi yang negatif tidak dapat menyingkirkan keganasan. Pemeriksaan PET dengan 18F-FDG mempunyai akurasi tinggi dalam membedakan lesi ganas dengan sensitivitas 97% dan spesifisitas 78%. Spesifisitas yang kurang ini disebabkan karena 18F-FDG juga akan terakumulasi pada proses peradangan, seperti infeksi bakterial paru, tuberkulosis, dan penyakit granulomatosa lain.6 Penelitian Dewan mendapatkan sensitivitas 95% dan spesifisitas 80%, sementara itu Pat et al14 melaporkan sensitivitasnya mencapai 100% dan spesifisitas 89%. Sensitivitas PET yang tinggi berakibat ada proporsi kecil lesi paru yang menghasilkan positif palsu. Lesi infeksi aktif atau inflamasi mungkin menghasilkan positif palsu, begitu juga granuloma tuberkulosis, koksidiomikosis, aspergillosis dan histoplasmosis.14,15 Hasil negatif palsu dapat terjadi pada tiga kondisi yaitu tumor tersembunyi dengan aktivitas metabolik yang relatif rendah, dan kedua, ukuran nodul yang kecil. PET efektif hanya untuk nodul ³ 6 mm dan tidak banyak membantu untuk nodul yang sangat kecil. Ketiga, negatif palsu dapat terjadi pada pasien hiperglikemia.6,11,14 Kondisi tersebut memang mengurangi kemampuan PET dalam menegakkan diagnosis kanker paru. Secara lebih jelas kelemahan PET disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Penyebab Hasil Positif Palsu atau Negatif Palsu pada Penggunaan PET.14 Positif Palsu Negatif Palsu Infeksi Keganasan derajat rendah Inflamasi akut Fokal keganasan yang kecil atau mikroskopik Luka karena bedah Hiperglikemia Hipermetabolisme otot Fokus metabolik yang sangat berdekatan Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007 Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru Selain sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, kelebihan PET adalah akurasi dibandingkan CT dalam deteksi atau eksklusi metastasis nodul mediastinum.15 Keunggulan PET dibanding radiologi konvensional seperti CT adalah kemampuan untuk membedakan maligna dengan benigna. Lebih jauh, PET mampu mendeteksi perubahan signifikan yang tidak tampak dengan pemeriksaan pencitraan lain.16 Keterbatasan PET adalah pemeriksaan tersebut tetap hanya merupakan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti kanker paru tetap hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan invasif seperti biopsi transtorakal dan mediastinoskopi.6 Staging Ketika diagnosis kanker paru, terutama kanker paru bukan sel kecil telah ditegakkan, maka tujuan selanjutnya adalah melakukan staging dan rencana pengobatan. 8 Penentuan staging menggunakan sistem TNM, T berdasarkan besar tumor, N menunjukkan keterlibatan kelenjar getah bening, dan M menyatakan adanya penjalaran jauh.6,8,14 Ukuran Tumor (T) PET tidak dapat menentukan besar tumor, tidak akurat pada lesi yang sangat kecil, dan tidak dapat mendeteksi tumor yang kecil karena pembatasan anatomi dan resolusi yang kurang.6,8,17 Pengukuran besar tumor dapat ditampilkan oleh pencitraan PET,8,14 namun kesalahan pengukuran dapat terjadi karena ketidaktepatan gambaran pencitraan akibat membesarnya lesi dan overestimasi ukuran lesi.8 Untuk mengukur lesi, CT lebih akurat dibanding PET.6,10,14 PET tidak dapat menentukan besar tumor yang mengenai dinding bronkus, pleura dan vaskular, 6,8,14 namun PET dapat menyatakan derajat keganasan melalui perhitungan semi kuantitatif standard uptake values (SUVs) dan prognosisnya. Pasien kanker paru bukan sel kecil dengan SUVs > 10 mempunyai survival rate setengah dari pasien kanker paru bukan sel kecil dengan SUVs < 10. CT scan merupakan metode yang baik untuk menentukan besar tumor, namun kombinasi dengan PET (PET/CT )memberikan hasil jauh lebih baik.6 PET berperan penting dalam menentukan efusi pleura maligna.8,10,14 Pleura yang tebal atau adanya keterlibatan kelenjar getah bening pada pemeriksaan CT tidak dapat menyimpulkan apakah lesi tersebut jinak atau ganas. Schrevens et al.10 mengatakan bahwa PET sangat bermanfaat dalam mencitrakan efusi pleura maligna dengan sensitivitas 95% dan spesifisitas 67%.10 Kelenjar Getah Bening (N) Keterlibatan kelenjar getah bening dalam proses keganasan sangat menentukan dalam tata laksana dan prognosis.8 Pemeriksaan non-invasif seperti CT sering digunakan untuk melihat keterlibatan kelenjar getah bening.8,10 CT mengevaluasi kelenjar getah bening berdasarkan ukuran dan Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007 jumlah yang terlibat untuk memperkirakan keganasan.8 Pembesaran kelenjar getah bening lebih dari 1 cm pada aksis pendek dan 1,5 cm pada aksis panjang menunjukkan metastasis.6,10 Keterbatasan pemeriksaan CT terletak pada ketidakmampuan CT untuk membedakan pembesaran kelenjar tersebut merupakan proses penjalaran keganasan atau peradangan.6 PET merupakan pemeriksaan tambahan dari CT scan untuk menentukan status keterlibatan kelenjar getah bening, karena pencitraan PET mampu menginformasikan kondisi metabolik.6,8,10 PET sangat berperan dalam menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastinum.18,19 Penggunaan PET untuk memeriksa kelenjar getah bening mediastinum, sensitivitasnya mencapai 80-90% dengan spesifisitas 85100%. Sementara untuk kelenjar hilus, sensitivitas dan spesifisitasnya masing-masing 75%. Hasil yang rendah dibandingkan kelenjar mediastinum, karena kelenjar hilus seringkali terinfeksi sehingga hasilnya sering positif palsu.8 Metastasis (M) Whole body PET dapat mencari metastasis jauh yang sulit dilakukan dengan pencitraan seperti CT scan dan MRI.6,14 PET merupakan alat bantu dalam mencari metastasis jauh. Berbagai tempat dapat terpengaruh oleh metastasis kanker paru bukan sel kecil, di antaranya paru, tulang, otak, hati dan kelenjar adrenal. 8 Evaluasi metastasis dengan teknik pencitraan konvensional membutuhkan serangkaian pemeriksaan, termasuk CT scan toraks, abdomen, dan pelvis; CT scan atau MRI otak serta bone scintigraphy. FDG PET merupakan pemeriksaaan alternatif yang dapat menggantikan semua pemeriksaan tersebut dan menghasilkan pemeriksaan yang superior dibandingkan teknik pencitraan lain. 8 Pada hampir 10% pasien kanker paru bukan sel kecil didapatkan pembesaran kelenjar adrenal sebagaimana yang terlihat pada pencitraan CT, yang sebagian besar (2/3) jinak atau asimptomatik.10, 14 PET dapat mendeteksi dengan baik apakah ada penyebaran di kelenjar adrenal atau tidak, sehingga mampu mengurangi biopsi yang tidak perlu.10,14 Hal yang perlu diperhatikan adalah interpretasi PET untuk lesi yang sangat kecil (< 1 cm).10 Banyak penelitian membuktikan bahwa PET lebih baik dalam menentukan penyebaran di adrenal. Erasmus et al.20 mendapati bahwa pencitraan PET mampu mendeteksi adanya penyebaran kelenjar adrenal dengan benar. Boland et al21 menemukan bahwa terdapat perbedaan metabolisme yang signifikan pada pembesaran kelenjar adrenal yang ada kaitannya dengan keganasan. Saat ini, untuk mencari metastasis ke tulang, pemeriksaan yang digunakan adalah bone scintigraphy dengan 99m Technetium methylane diphosphate (99m Tc MDP). Pemeriksaan itu memiliki sensitivitas yang baik yaitu sekitar 90%, namun spesifitasnya rendah sekitar 60%. Karena sering terjadi hasil positif-palsu akibat peningkatan aktivitas tulang seperti pada kondisi degeneratif atau perubahan pasca-trauma, proses 121 Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru inflamasi, dll, seringkali diperlukan pemeriksaan tambahan seperti x-ray tulang, CT tulang atau MRI. Dalam hal ini terlihat keunggulan PET memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi, masing-masing > 90% dan > 98%, dengan akurasi > 96%.10 Pemeriksaan baku untuk mendeteksi metastasis di hati adalah USG atau CT. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa PET lebih unggul daripada CT atau USG, namun ada penelitian lain yang memperlihatkan bahwa tidak ada bedanya penggunaan PET dengan USG atau CT sehingga USG/CT masih tetap merupakan pemeriksaan baku untuk melihat keterlibatan hati.10 PET tidak disarankan untuk mencari metastasis di otak,8,10 sehingga PET tidak dapat menggantikan MRI untuk mendeteksi metastasis di otak.8 Evaluasi Pengobatan Tujuan penggunaan PET adalah untuk deteksi dini kanker paru dan menilai respons terhadap terapi. Kanker paru bukan sel kecil dan kanker lainnya seperti limfoma serta kanker kolorektal menunjukkan penurunan ambilan F-FDG bila terdapat respons terhadap pengobatan yang biasanya sejalan dengan respons klinik, gambaran radiografi, atau penilaian histopatologis. Sebaliknya, bila tidak ada respons maka tidak terjadi penurunan ambilan 18F-FDG. 16 Dalam penelitian lain didapatkan bahwa pasien dengan kanker gastroesofageal menunjukkan penurunan ambilan F-FDG18 dua minggu sesudah kemoterapi seri pertama. 22 Selain untuk evaluasi pengobatan, PET juga dapat digunakan untuk restaging. PET dapat digunakan untuk restaging kanker payudara, kanker kolorektal, esofagus, leher dan kepala, serta kanker paru bukan sel kecil. Waktu yang tepat untuk restaging kanker paru bukan sel kecil adalah 2-6 bulan sesudah kemoradioterapi lengkap selesai atau satu sampai dua bulan sesudah pembedahan.16 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Penutup PET merupakan salah satu kemajuan teknologi nuklir yang sangat membantu dalam penegakkan diagnosis terutama pada kasus keganasan. Manfaat PET di bidang paru terutama untuk menentukan ganas atau jinaknya lesi paru. Walaupun diagnosis pasti keganasan harus tetap dilakukan melalui tindakan invasif namun secara umum PET bermanfaat untuk staging, restaging, penilaian rekurensi dan evaluasi pengobatan. Kelemahan PET adalah tidak dapat digunakan untuk mencari metastasis ke otak. 20. 21. 22. Brownell GL. A history of positron imaging. Peringatan 50 tahun pelayanan rumah sakit umum Massachusetts, 15 Oktober 1999. Turkington TG. Introduction to PET instrumentation. J Nucl Med Technol 2001;29:4-11. Berger A. Positron emission tomography. Brit Med J 2003; 326(5):1449. Westera G, Schubiger PA. Functional imaging of physiological processes by positron emission tomography. News Physiol Sci 2003;18:175-7. Wijaya KK. The role of PET in lung cancer diagnosis. In: Proceeding symposium chest and critical internal medicine. Jakarta: 2006. Kubota K. From tumor biology to clinical PET: a review of positron emission tomography (PET) in oncology. Annals Nucl Med 2001;15(6):471-86. Rohren EM, Turkington TG, Coleman RE. Clinical application of PET in oncology. Radiol 2004;231(2):305-32. Positron emission tomography (PET) scan-diagnostic. Diunduh dari www.cc.nih.gov tanggal 11 Maret 2006. Schrevens L, Lorent N, Dooms C, Vansteenkiste J. The role of PET scan in diagnosis, staging, and management of non small cell lung cancer. Oncol 2004;9:633-43. Hirsch FR, Franklin WA, Gazdar AF, Bunn PA Jr. Early detection of lunc cancer: clinical perspectives of recent advances in biology and radiology. Clin Cancer Res 2001;7:5-22 The Workgroup for the Chapter of Radiologist, Academy of Medicine, Singapore. Clinical indications for positron emission tomography (PET) scanning. Ann Acad Med 2004;33(2):18694. Shankar LK, Sullivan DC. Functional imaging in lung cancer. J Clin Oncol 2005;23(14):3203-11. Lowe VJ, Naunheim KS. Current role of positron emission tomography in thoracic oncology. Thorax 1998;53:703-12. Hollings N, Shaw P. Diagnostic imaging of lung cancer. Eur Respir J 2002;19:722-42. Juweid ME, Cheson BD. Positron emission tomography and assessment of cancer therapy. N Engl J Med 2006;354(5):496507. Mac Manus MP, Hicks RJ. PET scanning in lung cancer: current status and future directions. Semin Surg Oncol 2003;21:149-55. Salminen E, MacManus M. FDG-PET imaging in the management of non-small-cell lung cancer. Annal Oncol 2002;13:35760. Coleman RE. PET in lung cancer. J Nucl Med 1999;40(5):81420. Erasmus JJ, Patz EJ, McAdams HP, Murray JG, Herndon J, Coleman RE et al. Evaluation of adrenal masses in patients with bronchogenic carcinoma using 18F-fluorodeoxyglucose positron emission tomography. AJR 1997;168:1357-60. Boland GW, Goldberg MA, Lee MJ, Mayo-Smith WW, Dixon J, McNicholas MM et al. Indeterminate adrenal mass in patients with cancer: evaluation at PET with 2-[F-18]-fluoro-2-deoxyD-glucose. Radiology 1995;194:131-4. Weber WA, Ott K, Becker K, Dittler HJ, Helmberger H, Avril NE, et al. Prediction of response to preoperative chemotherapy in adenocarcinomas of the esophagogastric junction by metabolic imaging. J Clin Oncol 2001;19:3058-65. Daftar Pustaka 1. 122 Early PJ. Positron emission tomography (PET). In: Early PJ, Sodee DB, editors. Principles and practice of nuclear medicine. St Louis: Mosby; 1995.p.314-22. SS/RN Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007