Peran Positron Emission Tomography dalam Diagnosis dan

advertisement
Tinjauan Pustaka
Peran Positron Emission Tomography dalam
Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru
Zulkifli Amin, Dendi Kadarsan, Wulan Ayudyasari, Meccarania DM
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Abstrak: Positron Emission Tomography (PET) merupakan salah satu modalitas diagnostik
kedokteran nuklir yang lebih baik dibanding modalitas lain terutama di bidang keganasan.
Prinsip kerjanya dengan mendeteksi akumulasi bahan radioaktif pada suatu organ. PET scan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk membedakan lesi jinak dan ganas. PET
scan dapat memberikan gambaran fungsional aliran darah dan proses metabolik di tingkat sel.
Pada penyakit paru, PET scan sangat berguna untuk staging, restaging, penilaian rekurensi
penyakit, dan evaluasi pengobatan kanker paru bukan sel kecil. Manfaat PET scan lebih
sedikit pada kanker paru sel kecil. Kombinasi pemeriksaan CT dan PET scan dapat menghasilkan
informasi klinis yang lebih lengkap untuk ukuran staging tumor (T) kanker paru bukan sel
kecil. PET scan dapat melakukan penilaian kelenjar getah bening (N) lebih baik daripada CT
scan. Metastasis kanker paru bukan sel kecil dapat diketahui dengan lebih baik dengan PET
scan, kecuali metastasis pada otak.
Kata kunci: kedokteran nuklir, PET scan, kanker paru bukan sel kecil, staging.
118
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007
Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru
The Role of Positron Emission Tomography in
Diagnosis and Evaluation of Lung Cancer
Zulkifli Amin, Dendi Kadarsan, Wulan Ayudyasari, Meccarania DM
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/
Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta
Abstract: Positron Emission Tomography (PET) is a nuclear-medicine based diagnostic modality
that gives many advantages in diagnosing malignancy. PET scanner detects radioactive materials
that accumulates in organ after intravenous injection of labelled materials. PET scan illustrates
functional blood flow and cellular metabolic processes. PET scan is very useful in staging,
restaging, assessment of recurrency, and also evaluation of therapy in non small cell lung cancer.
Less benefit could be obtained in assessing small cell lung cancer. PET scans sensitivity and
specificity are able to distinguish benign and malignant lesion. Combined CT and PET scan
assessment offer more extensive clinical information on tumor staging (T) in non small cell lung
cancer. PET scan could assess lymph nodes better than CT scan. Metastasis of non small cell lung
cancer could be detected superiorly by PET scan apart from brain metastasis
Key words: nuclear medicine, PET scan, non small cell lung cancer, staging.
Pendahuluan
Positron Emission Tomography (PET) merupakan salah
satu modalitas kedokteran nuklir, yang untuk pertama kali
dikenalkan oleh Brownell dan Sweet pada tahun 1953.1,2
Prototipenya telah dibuat pada sekitar tahun 1952,2 sedangkan alatnya pertama kali dikembangkan di Massachusetts
General Hospital, Boston pada tahun 1970.1 Positron yang
merupakan inti kinerja PET pertama kali diperkenalkan oleh
PAM Dirac pada akhir tahun 1920-an.3
PET sangat baik untuk mencitrakan gambaran fungsional aliran darah atau proses metabolik dibandingkan
pemeriksaan radiologik lainnya seperti foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI)
dan single photon emission computerized tomography
(SPECT). Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di
tingkat sel yang tidak didapatkan dengan alat pencitraan
konvensional lainnya. 1
Pada makalah ini akan dibahas keunggulan pemeriksaan
PET scan dibanding pencitraan konvensional lainnya,
terutama dalam staging, restaging, penilaian rekurensi dan
evaluasi pengobatan kanker paru bukan sel kecil.
Prinsip dan Cara Kerja
PET dapat mengukur fungsi fisiologis dengan
mencitrakan aliran darah, metabolisme, neurotransmitter dan
obat yang dilabel zat radioaktif. Alat ini dapat menampilkan
analisis secara kuantitatif, mengikuti perubahan relatif selama
pemantauan sesuai dengan perjalanan dan pengaruh penyakit
terhadap jaringan tubuh anusia atau respons terhadap
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007
organ tubuh stimulus spesifik.4
Dasar kinerja utama PET adalah positron yaitu partikel
yang memiliki massa yang sama dengan elektron tetapi
bermuatan positif.1,5 Setelah positron diemisi dari nukleus
atom, ia harus menghilangkan energi kinetiknya dan
bergabung dengan elektron.1 Kedua partikel tersebut saling
menghilangkan muatan (anihilasi), kemudian mengemisikan
dua radiasi gamma 511-keV ke arah yang berlawanan. Jika
dalam dua detektor yang diletakkan berlawanan satu sama
lain, suatu radiasi gamma 511-keV dihasilkan pada waktu yang
bersamaan (koinsiden), anihilasi akan terjadi pada garis yang
menghubungkan kedua detektor.1,5 Apabila banyak detektor
diatur dalam suatu cincin, membentuk suatu silinder, maka
kejadian dapat ditampilkan dalam bentuk tiga dimensi.
Berdasarkan data tersebut, maka distribusi spasial radioaktif
dalam tubuh dapat direkonstruksi oleh algoritme komputer
yang sesuai.5
Gambar 1. Prinsip Koinsidensi Annihilasi [ 18F] dan Positron
Emission Tomography (PET).5
119
Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru
Radiasi yang diserap jaringan tergantung pada massa
radioaktif, hingga zat radioaktif yang diserap dapat dihitung.
Penyerapan dapat dihitung dengan alat ukur khusus dalam
scanner PET atau dengan komputer tomografi. 5
PET bekerja berdasarkan deteksi radioaktif yang
dipancarkan sesudah sejumlah kecil zat radioaktif pelacak
disuntikkan ke vena perifer.4 Pelacak yang diberikan sebagai
suntikan intravena biasanya dilabel dengan 15O, 18F, 11C atau
13
N.4,5 Total zat radioaktif yang diperlukan sama dengan dosis
yang digunakan pada CT. PET scan membutuhkan waktu 10
sampai 40 menit untuk pengerjaannya.4
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah dengan
mengukur konsumsi glukosa pada bagian tubuh jaringan
yang berbeda. Analog glukosa radioaktif yang biasa
digunakan adalah 18F-2-deoxy-2-fluoro-D-glucose (FDG)
untuk mendeteksi kanker di berbagai organ.4-7 Akumulasi
analog glukosa radioaktif itu mengikuti pengukuran tingkat
konsumsi glukosa. Kepentingan kliniknya adalah membedakan tumor ganas dan jinak.4,7,8 Metabolisme glukosa
tumor ganas lebih cepat dibandingkan tumor jinak.4,7
Pemeriksaan PET tidak menyakitkan dan seperti
pemeriksaan CT, pasien tetap menggunakan pakaian.4,9
Persiapan yang perlu dilakukan untuk PET ialah puasa 4-6
jam sebelum pemeriksaan. Untuk pemeriksaan PET otak,
puasa sejak 4 jam sebelum pemeriksaan, sedangkan untuk
pemeriksaan seluruh tubuh paling sedikit puasa selama 6
jam. Pasien masih tetap dapat minum obat yang diresepkan.9
Untuk pasien yang menderita diabetes, aktivitas harian
tetap dijalankan dengan sedikit makan. Insulin atau obat diabetes oral tetap diminum rutin dan kadar gula darah harus
sekitar 100 – 200 mg/dL sebelum pemeriksaan. Ibu hamil tidak
diperkenankan menjalani pemeriksaan dengan PET. 9
Setelah persiapan dilakukan dan pasien siap untuk
dilakukan pemeriksaan, perawat akan menyuntikkan zat
radiofarmaka yang telah dilabel secara intravena. Pasien
berbaring di tempat yang telah ditentukan seraya menunggu
beberapa waktu sampai tubuh dapat menyerap zat tersebut.
Untuk pemeriksaan kepala perlu istirahat selama 30 menit,
sedangkan pemeriksaan seluruh tubuh 50 menit. Saat tiba
waktunya untuk scan, pasien berbaring dan dimasukkan ke
PET scanner. Pemeriksaan ini akan memakan waktu sekitar
30 hingga 90 menit. 9
Indikasi PET pada Penyakit Paru
Indikasi PET terutama untuk deteksi keganasan. Bila
ditemukan nodul soliter paru (NSP) pada foto toraks perlu
dibedakan apakah nodul tersebut bersifat ganas atau jinak.
Kadang-kadang nodul itu merupakan proses peradangan.
Sekitar 30-50% nodul merupakan proses keganasan.
Pemeriksaan radiologi toraks dan CT scan terbatas hanya
untuk membedakan keganasan atau bukan,6,10 sedangkan
PET sangat berguna untuk menentukan staging kanker
paru.11
120
Penggunaan PET untuk kanker paru bukan sel kecil
antara lain untuk menentukan staging, restaging, penilaian
rekurensi pasca-pengobatan saat modalitas pencitraan lain
tidak membantu dan evaluasi respons terapi. Sementara
kegunaannya untuk kanker paru sel kecil adalah untuk
menentukan staging.12
Pendapat yang berbeda datang
dari Centers for Medicare and Medicaid Services (CMS)
guidelines yang menyatakan bahwa indikasi pemeriksaan
PET hanya untuk kanker paru bukan sel kecil.8
Peran PET dalam Kanker Paru
Diagnosis
PET merupakan peralatan penunjang mutakhir yang
penting dalam upaya penegakkan diagnosis kanker paru.
Kerap kali NSP sulit dideteksi dengan computed tomography, maka dalam kondisi tersebut PET berperan penting
karena sensitivitasnya yang tinggi.13
Pemeriksaan rutin pencitraan anatomik berdasarkan
lokasi, bentuk, dan besar nodul berhasil menentukan keganasan pada sekitar 1/3 kasus. Sensitivitas pemeriksaan
dengan biopsi dapat mencapai 90%, namun hasil biopsi yang
negatif tidak dapat menyingkirkan keganasan. Pemeriksaan
PET dengan 18F-FDG mempunyai akurasi tinggi dalam
membedakan lesi ganas dengan sensitivitas 97% dan
spesifisitas 78%. Spesifisitas yang kurang ini disebabkan
karena 18F-FDG juga akan terakumulasi pada proses
peradangan, seperti infeksi bakterial paru, tuberkulosis, dan
penyakit granulomatosa lain.6 Penelitian Dewan mendapatkan
sensitivitas 95% dan spesifisitas 80%, sementara itu Pat et
al14 melaporkan sensitivitasnya mencapai 100% dan spesifisitas 89%.
Sensitivitas PET yang tinggi berakibat ada proporsi kecil
lesi paru yang menghasilkan positif palsu. Lesi infeksi aktif
atau inflamasi mungkin menghasilkan positif palsu, begitu
juga granuloma tuberkulosis, koksidiomikosis, aspergillosis
dan histoplasmosis.14,15
Hasil negatif palsu dapat terjadi pada tiga kondisi yaitu
tumor tersembunyi dengan aktivitas metabolik yang relatif
rendah, dan kedua, ukuran nodul yang kecil. PET efektif
hanya untuk nodul ³ 6 mm dan tidak banyak membantu untuk
nodul yang sangat kecil. Ketiga, negatif palsu dapat terjadi
pada pasien hiperglikemia.6,11,14 Kondisi tersebut memang
mengurangi kemampuan PET dalam menegakkan diagnosis
kanker paru. Secara lebih jelas kelemahan PET disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Penyebab Hasil Positif Palsu atau Negatif Palsu pada
Penggunaan PET.14
Positif Palsu
Negatif Palsu
Infeksi
Keganasan derajat rendah
Inflamasi akut
Fokal keganasan yang kecil atau mikroskopik
Luka karena bedah
Hiperglikemia
Hipermetabolisme otot Fokus metabolik yang sangat berdekatan
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007
Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru
Selain sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi,
kelebihan PET adalah akurasi dibandingkan CT dalam deteksi
atau eksklusi metastasis nodul mediastinum.15 Keunggulan
PET dibanding radiologi konvensional seperti CT adalah
kemampuan untuk membedakan maligna dengan benigna.
Lebih jauh, PET mampu mendeteksi perubahan signifikan
yang tidak tampak dengan pemeriksaan pencitraan lain.16
Keterbatasan PET adalah pemeriksaan tersebut tetap
hanya merupakan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti
kanker paru tetap hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan invasif seperti biopsi transtorakal dan mediastinoskopi.6
Staging
Ketika diagnosis kanker paru, terutama kanker paru
bukan sel kecil telah ditegakkan, maka tujuan selanjutnya
adalah melakukan staging dan rencana pengobatan. 8
Penentuan staging menggunakan sistem TNM, T berdasarkan besar tumor, N menunjukkan keterlibatan kelenjar
getah bening, dan M menyatakan adanya penjalaran jauh.6,8,14
Ukuran Tumor (T)
PET tidak dapat menentukan besar tumor, tidak akurat
pada lesi yang sangat kecil, dan tidak dapat mendeteksi tumor yang kecil karena pembatasan anatomi dan resolusi yang
kurang.6,8,17 Pengukuran besar tumor dapat ditampilkan oleh
pencitraan PET,8,14 namun kesalahan pengukuran dapat
terjadi karena ketidaktepatan gambaran pencitraan akibat
membesarnya lesi dan overestimasi ukuran lesi.8 Untuk
mengukur lesi, CT lebih akurat dibanding PET.6,10,14 PET tidak
dapat menentukan besar tumor yang mengenai dinding
bronkus, pleura dan vaskular, 6,8,14 namun PET dapat
menyatakan derajat keganasan melalui perhitungan semi
kuantitatif standard uptake values (SUVs) dan prognosisnya. Pasien kanker paru bukan sel kecil dengan SUVs
> 10 mempunyai survival rate setengah dari pasien kanker
paru bukan sel kecil dengan SUVs < 10. CT scan merupakan
metode yang baik untuk menentukan besar tumor, namun
kombinasi dengan PET (PET/CT )memberikan hasil jauh lebih
baik.6
PET berperan penting dalam menentukan efusi pleura
maligna.8,10,14 Pleura yang tebal atau adanya keterlibatan
kelenjar getah bening pada pemeriksaan CT tidak dapat
menyimpulkan apakah lesi tersebut jinak atau ganas.
Schrevens et al.10 mengatakan bahwa PET sangat bermanfaat dalam mencitrakan efusi pleura maligna dengan
sensitivitas 95% dan spesifisitas 67%.10
Kelenjar Getah Bening (N)
Keterlibatan kelenjar getah bening dalam proses
keganasan sangat menentukan dalam tata laksana dan prognosis.8 Pemeriksaan non-invasif seperti CT sering digunakan
untuk melihat keterlibatan kelenjar getah bening.8,10 CT
mengevaluasi kelenjar getah bening berdasarkan ukuran dan
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007
jumlah yang terlibat untuk memperkirakan keganasan.8
Pembesaran kelenjar getah bening lebih dari 1 cm pada aksis
pendek dan 1,5 cm pada aksis panjang menunjukkan metastasis.6,10 Keterbatasan pemeriksaan CT terletak pada
ketidakmampuan CT untuk membedakan pembesaran kelenjar
tersebut merupakan proses penjalaran keganasan atau
peradangan.6 PET merupakan pemeriksaan tambahan dari CT
scan untuk menentukan status keterlibatan kelenjar getah
bening, karena pencitraan PET mampu menginformasikan
kondisi metabolik.6,8,10
PET sangat berperan dalam menentukan keterlibatan
kelenjar getah bening mediastinum.18,19 Penggunaan PET
untuk memeriksa kelenjar getah bening mediastinum,
sensitivitasnya mencapai 80-90% dengan spesifisitas 85100%. Sementara untuk kelenjar hilus, sensitivitas dan
spesifisitasnya masing-masing 75%. Hasil yang rendah
dibandingkan kelenjar mediastinum, karena kelenjar hilus
seringkali terinfeksi sehingga hasilnya sering positif palsu.8
Metastasis (M)
Whole body PET dapat mencari metastasis jauh yang
sulit dilakukan dengan pencitraan seperti CT scan dan
MRI.6,14 PET merupakan alat bantu dalam mencari metastasis
jauh. Berbagai tempat dapat terpengaruh oleh metastasis
kanker paru bukan sel kecil, di antaranya paru, tulang, otak,
hati dan kelenjar adrenal. 8
Evaluasi metastasis dengan teknik pencitraan konvensional membutuhkan serangkaian pemeriksaan, termasuk
CT scan toraks, abdomen, dan pelvis; CT scan atau MRI
otak serta bone scintigraphy. FDG PET merupakan pemeriksaaan alternatif yang dapat menggantikan semua
pemeriksaan tersebut dan menghasilkan pemeriksaan yang
superior dibandingkan teknik pencitraan lain. 8
Pada hampir 10% pasien kanker paru bukan sel kecil
didapatkan pembesaran kelenjar adrenal sebagaimana yang
terlihat pada pencitraan CT, yang sebagian besar (2/3) jinak
atau asimptomatik.10, 14 PET dapat mendeteksi dengan baik
apakah ada penyebaran di kelenjar adrenal atau tidak,
sehingga mampu mengurangi biopsi yang tidak perlu.10,14 Hal
yang perlu diperhatikan adalah interpretasi PET untuk lesi
yang sangat kecil (< 1 cm).10 Banyak penelitian membuktikan
bahwa PET lebih baik dalam menentukan penyebaran di adrenal. Erasmus et al.20 mendapati bahwa pencitraan PET
mampu mendeteksi adanya penyebaran kelenjar adrenal
dengan benar. Boland et al21 menemukan bahwa terdapat
perbedaan metabolisme yang signifikan pada pembesaran
kelenjar adrenal yang ada kaitannya dengan keganasan.
Saat ini, untuk mencari metastasis ke tulang, pemeriksaan
yang digunakan adalah bone scintigraphy dengan 99m Technetium methylane diphosphate (99m Tc MDP). Pemeriksaan
itu memiliki sensitivitas yang baik yaitu sekitar 90%, namun
spesifitasnya rendah sekitar 60%. Karena sering terjadi hasil
positif-palsu akibat peningkatan aktivitas tulang seperti pada
kondisi degeneratif atau perubahan pasca-trauma, proses
121
Peran PET dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru
inflamasi, dll, seringkali diperlukan pemeriksaan tambahan
seperti x-ray tulang, CT tulang atau MRI. Dalam hal ini terlihat
keunggulan PET memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi,
masing-masing > 90% dan > 98%, dengan akurasi > 96%.10
Pemeriksaan baku untuk mendeteksi metastasis di hati
adalah USG atau CT. Beberapa penelitian memperlihatkan
bahwa PET lebih unggul daripada CT atau USG, namun ada
penelitian lain yang memperlihatkan bahwa tidak ada bedanya
penggunaan PET dengan USG atau CT sehingga USG/CT
masih tetap merupakan pemeriksaan baku untuk melihat
keterlibatan hati.10
PET tidak disarankan untuk mencari metastasis di
otak,8,10 sehingga PET tidak dapat menggantikan MRI untuk
mendeteksi metastasis di otak.8
Evaluasi Pengobatan
Tujuan penggunaan PET adalah untuk deteksi dini
kanker paru dan menilai respons terhadap terapi. Kanker paru
bukan sel kecil dan kanker lainnya seperti limfoma serta
kanker kolorektal menunjukkan penurunan ambilan F-FDG
bila terdapat respons terhadap pengobatan yang biasanya
sejalan dengan respons klinik, gambaran radiografi, atau
penilaian histopatologis. Sebaliknya, bila tidak ada respons
maka tidak terjadi penurunan ambilan 18F-FDG. 16 Dalam
penelitian lain didapatkan bahwa pasien dengan kanker
gastroesofageal menunjukkan penurunan ambilan F-FDG18
dua minggu sesudah kemoterapi seri pertama. 22
Selain untuk evaluasi pengobatan, PET juga dapat
digunakan untuk restaging. PET dapat digunakan untuk
restaging kanker payudara, kanker kolorektal, esofagus,
leher dan kepala, serta kanker paru bukan sel kecil. Waktu
yang tepat untuk restaging kanker paru bukan sel kecil adalah
2-6 bulan sesudah kemoradioterapi lengkap selesai atau satu
sampai dua bulan sesudah pembedahan.16
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Penutup
PET merupakan salah satu kemajuan teknologi nuklir
yang sangat membantu dalam penegakkan diagnosis
terutama pada kasus keganasan. Manfaat PET di bidang paru
terutama untuk menentukan ganas atau jinaknya lesi paru.
Walaupun diagnosis pasti keganasan harus tetap dilakukan
melalui tindakan invasif namun secara umum PET bermanfaat
untuk staging, restaging, penilaian rekurensi dan evaluasi
pengobatan. Kelemahan PET adalah tidak dapat digunakan
untuk mencari metastasis ke otak.
20.
21.
22.
Brownell GL. A history of positron imaging. Peringatan 50 tahun
pelayanan rumah sakit umum Massachusetts, 15 Oktober 1999.
Turkington TG. Introduction to PET instrumentation. J Nucl
Med Technol 2001;29:4-11.
Berger A. Positron emission tomography. Brit Med J 2003;
326(5):1449.
Westera G, Schubiger PA. Functional imaging of physiological
processes by positron emission tomography. News Physiol Sci
2003;18:175-7.
Wijaya KK. The role of PET in lung cancer diagnosis. In: Proceeding symposium chest and critical internal medicine. Jakarta:
2006.
Kubota K. From tumor biology to clinical PET: a review of
positron emission tomography (PET) in oncology. Annals Nucl
Med 2001;15(6):471-86.
Rohren EM, Turkington TG, Coleman RE. Clinical application
of PET in oncology. Radiol 2004;231(2):305-32.
Positron emission tomography (PET) scan-diagnostic. Diunduh
dari www.cc.nih.gov tanggal 11 Maret 2006.
Schrevens L, Lorent N, Dooms C, Vansteenkiste J. The role of
PET scan in diagnosis, staging, and management of non small
cell lung cancer. Oncol 2004;9:633-43.
Hirsch FR, Franklin WA, Gazdar AF, Bunn PA Jr. Early detection
of lunc cancer: clinical perspectives of recent advances in biology and radiology. Clin Cancer Res 2001;7:5-22
The Workgroup for the Chapter of Radiologist, Academy of
Medicine, Singapore. Clinical indications for positron emission
tomography (PET) scanning. Ann Acad Med 2004;33(2):18694.
Shankar LK, Sullivan DC. Functional imaging in lung cancer. J
Clin Oncol 2005;23(14):3203-11.
Lowe VJ, Naunheim KS. Current role of positron emission tomography in thoracic oncology. Thorax 1998;53:703-12.
Hollings N, Shaw P. Diagnostic imaging of lung cancer. Eur Respir
J 2002;19:722-42.
Juweid ME, Cheson BD. Positron emission tomography and assessment of cancer therapy. N Engl J Med 2006;354(5):496507.
Mac Manus MP, Hicks RJ. PET scanning in lung cancer: current
status and future directions. Semin Surg Oncol 2003;21:149-55.
Salminen E, MacManus M. FDG-PET imaging in the management of non-small-cell lung cancer. Annal Oncol 2002;13:35760.
Coleman RE. PET in lung cancer. J Nucl Med 1999;40(5):81420.
Erasmus JJ, Patz EJ, McAdams HP, Murray JG, Herndon J,
Coleman RE et al. Evaluation of adrenal masses in patients with
bronchogenic carcinoma using 18F-fluorodeoxyglucose positron
emission tomography. AJR 1997;168:1357-60.
Boland GW, Goldberg MA, Lee MJ, Mayo-Smith WW, Dixon J,
McNicholas MM et al. Indeterminate adrenal mass in patients
with cancer: evaluation at PET with 2-[F-18]-fluoro-2-deoxyD-glucose. Radiology 1995;194:131-4.
Weber WA, Ott K, Becker K, Dittler HJ, Helmberger H, Avril NE,
et al. Prediction of response to preoperative chemotherapy in
adenocarcinomas of the esophagogastric junction by metabolic
imaging. J Clin Oncol 2001;19:3058-65.
Daftar Pustaka
1.
122
Early PJ. Positron emission tomography (PET). In: Early PJ,
Sodee DB, editors. Principles and practice of nuclear medicine.
St Louis: Mosby; 1995.p.314-22.
SS/RN
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007
Download