sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XXXII, Nomor 1, Tahun 2007 : 23-31 ISSN 0216-1877 BEBERAPA SIFAT UMUM DARI KLOROFIL FITOPLANKTON Oleh Sumijo Hadi Riyono1) ABSTRACT GENERAL CHARACTERISTICS OF PHYTOPLANKTON IS CHLOROPHYLLS. In nature, photosynthesis occurs only in plants that have chlorophyll. At the sea, chlorophylls content found in the phytoplankton as the main component of marine plants and take an important role as primary producer. There are many types of chlorophyll phytoplankton : chlorophyl-a,-b,-c1 and-c2 Information about general characteristic of phytoplankton chlorophyll is very important. Chlorophylls has ability to fluorescence and absorbs spectrum. Base on its characteristics, we could easily isolate chlorophylls and define its compositions. Beside those characteristics, chlorophyll has in-vivo characteristics that enable chlorophylls molecules to associate with proteins to form protein-chlorophyll compounds. The synthesis characteristic enable to form chlorophyll if some factors like genetics, light, temperature, water and others are full filed. PENDAHULUAN Pigmen atau zat warna, pada tumbuhtumbuhan tingkat tinggi pada umumnya terdapat dalam sel-sel jaringan meristem yang dalam perkembangannya akan membentuk chloroplast ataupun chromoplast. Chloroplast pada alga mempunyai bentuk dan ukuran yang sangat beragam, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya seragam (BOGORAD, 1962). Chloroplast tersusun dari stroma yang diliputi selaput membran, di dalamnya tersebar granula kecil yang mengandung pigmen klorofil berwarna hijau Bilamana kita melihat tumbuhtumbuhan, warna yang tampak paling menonjol adalah warna hijau, hal ini disebabkan adanya zat hijau daun yang disebut klorofil. Tumbuhtumbuhan dapat pula mempunyai warna-warna lain, yaitu kuning atau merah tergantung pada pigmen (zat warna) yang dikandungnya. Diantara tumbuh-tumbuhan yang hidup di laut, alga memegang peranan utama sebagai produsen primer (NONTJI, 1973). 23 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id dan pigmen-pigmen lainnya, antara lain carotenoid yang berwarna merah-kuning. Chromoplast mengandung pigmen-pigmen merah dan kuning tetapi bentuk dan ukurannya sangat berbeda dengan chloroplast. Pigmen dalam chloroplast, khususnya klorofil mempunyai peranan yang esensial dalam proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan dasar dari produksi zat-zat organik dalam alam (produksi primer). Proses fotosintesis merupakan reaksi berantai yang amat panjang dan kompleks. Proses ini tidak dapat dilakukan secara in-vitro dengan menggunakan larutan klorofil ataupun dengan menggunakan chloroplast yang telah diisolir dari sel. Proses tersebut hanya dapat berlangsung di dalam sel hidup yang mengandung klorofil. Fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah sebagai katalisator dan menyerap energi cahaya (kinetic energy) yang akan digunakan dalam proses tersebut (STRICKLAND, 1960). mudah larut dalam ethyl-alkohol, ethyl ether, aceton, chloroform dan carbon-bisulfide. Sedang-kan klorofil-b dan -c, dapat larut dalam pelarut yang sama meskipun tidak semudah klorofil-a. MEYER & ANDERSON (1952) telah berhasil mengisolir klorofil-a dan -b dalam bentuk yang murni pada lebih dari 200 jenis tumbuhan tingkat tinggi. Klorofil-a dan -b mempunyai komposisi yang hampir sama, komposisi klorofil-a adalah C55H72O5H4Mg sedangkan klorofil-b adalah C55H70O6N4Mg, masing-masing dengan atom Mg sebagai pusat (Gambar 1). Perbedaan keduanya adalah terletak pada gugus CH 3 (pada klorofil-a) yang disubstitusi dengan HC=O pada klorofil-b. Klorofil-a mempunyai berat molekul 893 dan klorofil-b 907. Mengenai struktur klorofil-c sampai saat ini penulis belum mendapatkan informasi, namun yang jelas klorofil-c tidak mempunyai gugus phytol (C20H39OH) (STRICKLAND, 1960). Terkait dengan hal tersebut di atas, maka tulisan ini akan dibahas tentang sifat umum dari klorofil fitoplankton. Selain itu, juga akan dijelaskan tentang jenis-jenis pigmen yang terdapat pada fitoplankton laut. Klorofil-a dan -b apabila terhidrolisa, maka akan didapatkan alkohol yang disebut phytol. Gugus phytol membentuk sepertiga dari molekul klorofil dan mempunyai afinitas yang kuat terhadap oksigen. Bila diabukan, klorofil murni akan meninggalkan residu yang tersusun hanya dari magnesium-oxyde. Meskipun unsur besi (Fe) dan mineral-mineral lainnya adalah esensial bagi pembentukan klorofil dalam sel-sel hidup, namun magnesium (Mg) adalah satu-satunya unsur logam yang merupakan komponen klorofil. SIFAT-SIFAT KLOROFIL FITOPLANKTON 1. Sifat Kimia Klorofil-a, -b dan -c tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat larut dalam berbagai jenis pelarut organik. Klorofil-a 24 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Gambar 1. Struktur klorofil-a, susunan ikatan rangkap Mg (garis putus-putus), struktur klorofil-b mirip klorofil-a kecuali gugus CH3 (dalam lingkaran titik-titik) disubstitusi dengan HC=O (MEYER & ANDERSON, 1952). Klorofil dapatmengalami dekomposisi baik selama masih di dalam sel tumbuhan (bekerjanya enzim chlorophyllase) ataupun ketika telah dilarutkan (setelah penambahan asam HC1). Hal ini terjadi karena lepasnya ikatan senyawaan atom Mg pada pusatnya (NONTJI, 1973). Dilihat dari segi ekologi fitoplankton, maka penentuan kandungan klorofil mempunyai masalah yang sulit untuk membedakan dengan hasil dekomposisinya. Berdasarkan metode spektrofotometri, kedua-duanya mempunyai sifat menyerap pada spektrum yang sama, sehingga pengukuran klorofil akan memberikan hasil lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya karena di dalamnya tercakup pula hasil dekomposisinya. Apabila dekomposisi dari klorofil terdapat dalam jumlah yang besar maka dengan sendirinya kandungan klorofil yang diperoleh dengan cara ini akan menyesatkan. YENTSCH (1965) memberikan gambaran mengenai urutan proses dekomposisi pada klorofil (Gambar 2). 25 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id gelombang 650-675 nm (merah tua) (YENTSCH & MENZEL, 1963). Apabila klorofil dalam pelarut aceton disinari dengan berbagai spektrum cahaya tampak (visible light) dalam suatu spektrofotometer maka panjang gelombang cahaya tertentu dapat lebih diserap daripada yang lainnya. Sifat-sifat spektrum tersebut yang digunakan untuk memberikan ciri-ciri perbedaan klorofil-a, -b dan-c. Penyerapan Pada kedua proses dekomposisi di atas hasil akhirnya ialah senyawaan porphyrin kurang atom Mg pada pusatnya. Klorofil dalam bentuk larutan/ekstrak dapat dengan mudah dibebaskan dari ikatannya dengan Mg dengan cara penambahan asam lemah (HC1 1 N). Perlakuan seperti ini merupakan dasar dari pengukuran total phaeopigment pada fitoplankton laut untuk membedakan dengan klorofil (CARLSON & SIMPSON, 1996). (= absorbance = extinction = optical 1. Sifat Fisika Semua klorofil memiliki sifat dapat berfluorescense, yakni apabila mendapat penyinaran dengan spektrum cahaya tertentu (excitation spectrum), maka cahaya yang diteruskannya (emission spectrum) adalah cahaya pada spektrum yang berlainan. Sebagai contoh, klorofil-a yang dilarutkan dalam aceton 85 % mempunyai maximum excitation antara panjang gelombang 430-450 nm (biru-ungu) dan akan memberikan maximum emission antara panjang density) yang dimaksud adalah log Io - log I, dimana Io adalah intensitas cahaya yang diteruskan (transmitted light) oleh larutan (klorofil). Kurva spektrum penyerapan klorofila, -b dan -c dalam larutan ether ditunjukkan oleh Gambar 3, penyerapan maksimum primer terdapat di daerah spektrum biruungu (panjang gelombang 430-477 nm) dan maksimum sekunder di daerah spektrum merah (628-662 nm). Di samping itu, masih terdapat lagi beberapa maksimum yang lebih kecil. 26 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Posisi dan besarnya penyerapan maksimum pada spektrum biru dan merah tergantung dari jenis pelarut yang digunakan, tebalnya lintasan cahaya (path-length) dan konsentrasi larutan yang diperiksa. Apabila pelarut mempunyai refractive index yang lebih tinggi, maka umumnya penyerapan maksimum biru akan bergeser secara tidak teratur sedangkan penyerapan maksimum merah cenderung untuk bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih tinggi. 1. Sifat in-vivo Meskipun telah banyak dipelajari tentang ekstrak klorofil dengan berbagai jenis pelarut, namun perlu diingat bahwa baik sifat kimia maupun fisikanya tidak atau sedikit memiliki hubungan dengan keadaan chloroplast dalam sel (in-vivo). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan dari bahan berklorofil mempunyai banyak sifat-sifat protein, sedangkan molekulmolekul klorofil mempunyai asosiasi tertentu Untuk menentukan penyerapan spektrum oleh klorofil dalam keadaan in-vivo adalah sangat sulit. Klorofil yang terdapat di dalam chloroplast terikat dengan protein dan mungkin pula dengan zat-zat lemak (lipid). Ikatan ini menghasilkan pergeseran penyerapan ke arah gelombang yang lebih tinggi sebesar 5-10 nm untuk maksimum biru dan sampai 20 nm untuk maksimum merah. Pergeseran posisi penyerapan maksimum ini tidak sama bagi semua alga dan tumbuhan lainnya (STRICKLAND, 1960). 27 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id homozygous recessive untuk faktor dengan protein tersebut (MEYER & ANDERSON, 1952). Hal tersebut diduga terdapat senyawaan klorofil-protein dengan komposisi yang tetap di dalam tumbuhan, analog dengan haemoglobin (hemin + globin) pada darah. genetik tertentu. Pada tumbuhan lain gejala serupa telah dapat dibuktikan pula (MEYER & ANDERSON, 1952). b. Cahaya Cahaya dibutuhkan untuk pembentukan klorofil pada tumbuhan tingkat tinggi contoh pada Angiospermae (tumbuhan berbunga). Pada alga dan beberapa jenis tumbuhan lainnya sintesa klorofil dapat terjadi baik dalam gelap maupun terang. Menurut STRICKLAND (1960) klorofil yang dihasilkan dalam keadaan gelap dan terang adalah identik. Untuk sintesa klorofil yang efektif umumnya diperlukan intensitas cahaya yang relatif rendah. Cahaya yang intensitasnya terlalu kuat akan merusak klorofil dalam reaksi yang disebut photo oxidation. Tumbuhan tingkat tinggi yang ditumbuhkan dalam gelap akan berwarna kuning, hal ini karena mengandung protoklorofil. Senyawaan ini mempunyai susunan yang mirip dengan klorofil lainnya, bahkan dengan klorofil-a hanya berbeda dalam molekulnya yang kekurangan dua atom hidrogen (H). Protoklorofil ini merupakan pendahulu (precursor) dalam pembentukan klorofila. Pembentukan klorofil dari protoklorofil tersebut, merupakan tahap terakhir dari reaksi berantai pembentukan klorofil dan reaksi ini pada tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi hanya dapat terjadi bila ada cahaya matahari. 4. Sifat sintesa Untuk memungkinkan terjadinya sintesa klorofll dibutuhkan beberapa faktor tertentu, yaitu faktor genetik, cahaya, nitrogen, magnesium, besi, suhu, air dan unsur-unsur lainnya (Mn, Cu dan Zn). Tiadanya salah satu faktor tersebut akan mencegah terjadinya sintesa klorofil yang disebut chlorosis (NONTJI, 1973). Berikut akan dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi sintesa klorofll. a. Faktor genetik Faktor-faktor genetik tertentu antara lain sifat-sifat penurunan warna (pigmen), kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan lain-lain diperlukan untuk memungkinkan terjadinya sintesa klorofil. Faktor-faktor genetik tersebut tidak sama untuk semua jenis fitoplankton, artinya setiap jenis fitoplankton mempunyai komposisi pigmen dan kemampuan adaptasi yangberbeda-beda. Fitoplankton yang termasuk klas Myxophyceae hanya mengandung klorofil-a, sedangkan fitoplankton dari klas Bacillariophyceae dan Dinophyceae mengandung klorofil-a dan -c tetapi tidak mengandung klorofil-b, sehingga akan menurunkan sifat-sifat genetik yang sama dengan induknya. Demikian juga fitoplankton yang tumbuh di perairan yang relatif kurang cahaya akan tumbuh lebih cepat daripada di perairan yang lebih terang. Hal ini pada tumbuhan terresterial telah dibuktikan antara lain pada tanaman jagung yang c. Nitrogen Nitrogen merupakan bagian dari molekul klorofil, maka tidak mengherankan bila defisiensi unsur ini akan menghambat pembentukan klorofil. Nitrogen merupakan kebutuhan pokok 28 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id f. Suhu bagi seluruh organisme terutama fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang. Menurut ODUM (dalam SUSANA, 2004), nitrogen yang terdapat dalam organisme yang telah mati diuraikan oleh organisme pengurai (bakteri) menjadi bentuk-bentuk nitrogen anorganik, hasilnya berupa zat hara siap pakai (nitrat). Senyawa ini merupakan salah satu senyawa sel nutrisi yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan biomassa laut, sehingga secara langsung dapat mengontrol produksi primer. Batas-batas suhu yang dapat memungkinkan pembentukan klorofil bergantung pada jenis tumbuhannya. Suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh suhu secara langsung yakni untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (TOMASCIK et al., 1997). Suhu yang tinggi dapat menaikkan laju maksimum fotosintesis (Pmax). Secara umum, laju fotosintesis fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu. d. Magnesium Magnesium (Mg) adalah satusatunya unsur logam yang merupakan komponen utama, karena merupakan atom pusat dari klorofil dan defisiensinya akan menghambat. Magnesium dengan karbonat akan membentuk senyawaan magnesium-carbonate (MgCO3) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pengasaman, sehingga dapat memecahkan klorofil dengan pembentukan phaeophytin. g. Air e. Best Berkurangnya kadar air dalam tumbuhan tingkat tinggi tidak saja menghambat pembentukan klorofil, tetapi juga dapat mempercepat perombakan (dekomposisi) klorofil yang telah ada, misalnya daun-daun menjadi kuning (NONTJI, 1973). Dalam proses fotosintesis yang dilakukan fitoplankton, unsur air (H2O) merupakan unsur utama selain karbon dioksida (CO2) maupun cahaya. Ketiadaan unsur air, fitoplankton tidak dapat hidup, karena untuk melakukan proses fotosintesis diperlukan adanya unsur air. Unsur besi (Fe) merupakan unsur yang esensial untuk pembentukan klorofil meskipun besi sendiri tidak merupakan bagian dari molekul klorofil (sebagai katalisator). Menurut PARSONS et al. (1984), semua organisme di perairan membutuhkan nutrien dalam jumlah yang berbeda-beda untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Fitoplankton membutuhkan nutrien untuk melangsungkan aktivitas fotosintesis, terutama nitrat, fosfat dan silikat sebagai makro nutrien dan nutrien-nutrien lain dalam jumlah yang relatif kecil (mikro nutrien) seperti Fe, Mn, Cu, Zn, Ba, Na, Mo, Cl dan Co. 29 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id tumbuh-tumbuhan teresterial memegang peranan yang cukup penting, tetapi bagi fitoplankton laut tidaklah demikian (STRICKLAND, 1960) (Tabel 1). Pada fitoplankton laut, klorofil-c banyak terdapat pada diatom (Bacillariophyceae) dan dinoflagellata (Dinophyceae) yang merupakan komponen terbesar fitoplankton di laut. Pada purple bacteria terdapat jenis klorofil yang PIGMEN PADA FITOPLANKTON LAUT Klorofil terdapat pada semua organisme yang dapat melakukan proses fotosintesis, kecuali purple and green bacteria. Bermacam-macam jenis klorofil terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, yaitu klorofil-a, -b, -c1 dan -c2, namun dari beberapa jenis tersebut yang terpenting adalah klorofil-a. Klorofil-b bagi disebut bacteriochlorophyl sedang pada green bacteria terdapat bacterioviridin. 30 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Klorofil-a berwarna hijau-biru dalam larutan ethyl-alkohol, ethyl ether, aceton, chloroform dan carbon-bisulfide dan biru-hitam dalam keadaan padat. Sedangkan klorofil-b berwarna hijau dalam larutan ethyl-alkohol, ethyl ether, aceton, chloroform dan carbonbisulfide dan hitam kehijau-hijauan dalam keadaan padat. Isolasi terhadap klorofil-c merupakan hal yang tersulit dan baru berhasil dikerjakan oleh JEFFREY (1963) pada jenis alga Sargassum flavixcans MERT. Perkembangan yang mutakir menunjukkan bahwa klorofil-c masih terdiri dari dua komponen, masing-masing klorofil-C1 dan -c2 (HUMPHREY & JEFREY, 1972). HUMPHREY, G.F and S.W. JEFFREY 1972. Scientific investigations. Spectrophotometric determination of chlorophylls. CSIRO Austr. Mar. Biochem. 72 : 3-4. JEFFREY, S.W. 1963. Purification and properties of chlorophyll-c from Sargassum flavicans. Biochemistry Journal 86: 313-318. MEYER, B.S. and D.B. ANDERSON 1952. Plant Physiology. Second Edition, Maruzen Asian Edition, Japan: 784 pp. NONTJI, A. 1973. Kandungan klorofil pada fitoplankton laut. Skripsi Fakultas Biologi- Universitas Nasional, Jakarta : 50 hal. KESIMPULAN PARSONS, T. R.; M. TAKASHI; and B. HARGRAVE 1984. Biological Oceanography Process. Third Edition. Pergamon Press, New York : 61-117. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa klorofil fitoplankton memiliki sifat berfluorescense dan mengabsorbsi. Sifat berfluorescense merupakan dasar untuk mengisolasi klorofil-a, -b, c1 dan c2, sedangkan sifat absorbsi dijadikan dasar menentukan ciri-ciri dari klorofil-a, -b, c1 dan c 2 . Selain sifat-sifat tersebut, klorofil mempunyai fungsi menyerap energi cahaya (kinetic energy) yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis dan sebagai katalisator dalam proses fotosintesis. STRICKLAND, J.D.H 1960. Measuring the production of marine phytoplankton. Fish. Res. Bull. 122: 1-171. SUSANA, T. 2004. Sumber polutan nitrogen dalam air laut. Oseana XXIX (3): 2533. TOMASCIK, T., A.J. MAH, A. NONTJI; and M.K. MOOSA 1997. The Ecology of the Indonesian Seas. Part Two. The Ecology of Indonesian Series. Vol. VII. Periplus Editions (HK) Ltd: 421486. DAFTARPUSTAKA BOGORAD, D.L. 1962. Chlorophyll. In Physiology and Biochemistry of Algae. (R. LEWIN ed.). Academic Press, New York: 3-23. YENTSCH, C.S. and D.W. MENZEL 1963. A method for determinations of phytoplankton chlorophyll and phaeophytin by fluorescence. Deep. Sea. Res. 10:221-231. CARLSON, R.E. and J. SIMPSON 1996. Chlorophyll Analysis. North American Lake Management Society (http:// www.nalms.orgf): 8 pp. YENTSCH, C.S. 1965. Distribution of chlorophyll and phaeophytin in the open ocean. Deep Sea. Res. 12 : 653666. 31 Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007