ENTEROBACTER SAKAZAKII - Universitas Wijaya Kusuma

advertisement
ENTEROBACTER SAKAZAKII (CRONOBACTER SAKAZAKII) :
SEBAGAI BAKTERI PENCEMAR SUSU BUBUK FORMULA BAYI
Asih Rahayu
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Abstrak :
Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazaki) adalah bakteri batang gram negatif , fakultatif anaerob
dari famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini tidak mempunyai kemampuan membentuk endospora.
Enterobacter sakazakii bukan merupakan flora normal pada saluran pencernaan hewan atau manusia,
sehingga diduga bahwa lingkungan , tanah, air, sayuran, tikus dan lalat merupakan sumber infeksi.
Pencemaran susu bubuk formula bayi oleh Enterobacter sakazakii terjadi karena kontaminasi eksternal
yaitu penanganan yang buruk saat merekonstitusi susu formula dengan air atau karena kontaminasi
internal selama produksinya. Codex Alimentarius Commission, FAO/WHO bekerjasama dengan
lembaga-lembaga pakar dan negara anggota Codex telah menerbitkan panduan Codex tentang proses
dan pengujian susu formula untuk produsen susu formula, serta panduan bagi rumah sakit maupun
rumah
tangga
dalam
menyiapkan
susu
formula
untuk
diberikan
pada
bayi.
Kata Kunci : Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazakii), susu bubuk formula bayi, codex
ENTEROBACTER SAKAZAKII (CRONOBACTER SAKAZAKII) :
AS CONTAMINANT BACTERIA IN POWDERED INFANT FORMULA
Asih Rahayu
Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya
Abstract :
Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazaki) is a rodshape , Negative Gram, facultative anaerob
bacteria included in Enterobacteriaceae family that does not endosporeformers. Enterobacter sakazakii
is not Normal Flora of Tractus Digestivus of animal or human , thus it is assumed that the infection
source may come from the environments, soil, water, vegetables, mouse and flies. The contamination
of Enterobacter sakazakii in infant’s formula is caused by the external effluences, which are the
inadequate handling on the reconstruction of the product or the internal contamination during the
production process. Codex Alimentarius Commission, FAO/WHO in cooperation with some expertise
institutions and countries of Codex’s member has published Codex guide about the process and
examination of infant formula for the producer of infant formula, and also guide for hospital and
household in preparing the infant formula.
Keywords : Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazakii), Powdered Infant Formula, Codex
Pendahuluan :
Akhir – akhir ini masyarakat di
Indonesia terutama para orang tua yang
mempunyai
anak
bayi
yang
mengkonsumsi susu formula bayi
diresahkan
oleh
adanya
berita
pencemaran
bakteri
Enterobacter
sakazakii pada produk susu formula
bayi. Hal ini bermula dari hasil
penelitian sebuah institusi pendidikan
yang menemukan adanya pencemaran
bakteri Enterobacter sakazakii pada
beberapa sampel susu formula bayi
yang diteliti. Temuan pada hasil
penelitian tersebut akhirnya menjadi
polemik yang berkepanjangan dan
melibatkan Kementrian Kesehatan,
Balai Pengawas Obat dan Makanan,
masyarakat konsumen dan DPR.
Terlepas benar-tidaknya akurasi temuan
tersebut, sebaiknya pemerintah dalam hal
ini
Kementerian
Kesehatan
harus
bertindak cepat dan tepat sebelum terjadi
kegelisahan dan korban yang memakan
jiwa.
Enterobacter sakazakii
adalah
bakteri opportunistic pathogen yang
sampai saat ini belum diketahui secara
lengkap tentang ekologi, taksonomi,
virulensi maupun karakteristik lainnya.
Enterobacter sakazakii pertama kali
ditemukan pada 1958 pada 78 kasus bayi
dengan infeksi meningitis. Urmenyi and
Franklin melaporkan adanya kasus
meningitis, septicemia dan enterocolitis
necrotic yang disebabkan oleh infeksi
Enterobacter sakazakii. ( Urmenyi AMC
and Franklin AW, 1961)
Selama rentang tahun 1958 sampai tahun
2002 di seluruh dunia telah tercatat sekitar
duapuluhlima peristiwa infeksi oleh
bakteri Enterobacter sakazakii yang
melibatkan enampuluhan bayi (Iversen &
Forsythe, 2003). Dari duapululima
peristiwa yang terjadi, delapan di
antaranya
dapat
dikaitkan
dengan
konsumsi susu formula. Jumlah peristiwa
infeksi ini tergolong rendah jika
dibandingkan dengan patogen lain seperti
Salmonella.
Oleh
karenanya,
the
International
Commission
for
Microbiological Specification for Foods
pada tahun 2002 memeringkatkan bakteri
ini sebagai cemaran dengan tingkat bahaya
yang parah untuk populasi yang terbatas.
(ICMSF,2002)
dilakukan berdasarkan studi DNA
hibridisasi yang menunjukkan kemiripan
41% dengan Citrobacter freundii dan 51%
dengan Enterobacter cloacae . . ( Farmer
JJ et al,1980)
Pada
tahun 2007, beberapa
peneliti mengklarifikasi kriteria taxonomi
dari Enterobacter sakazakii dengan
menggunakan cara lebih canggih, yaitu
dengan f-AFLP, automated ribotyping,
full-length 16S rRNA gene sequencing and
DNA hybridization. Hasil yang didapatkan
adalah klasifikasi alternatif dengan temuan
genus baru, yaitu Cronobacter yang terdiri
dari 5 spesies. (Iversen C et al,2007)
Taxonomi Enterobacter sakazakii :
Enterobacter
sakazakii
(Cronobacter spp.) adalah bakteri
berbentuk batang yang tidak membentuk
spora, bersifat Gram negative, fakultatif
anaerob. Pada awalnya, bakteri ini hanya
dikenal sebagai Enterobacter cloacae
yang memiliki pigmen kuning (Yellow
pigmented Enterobacter cloacae), yang
pertama kali dilaporkan oleh Pangalos
pada tahun 1929. Bakteri ini tergolong
dalam famili Enterobacteriaceae, genus
Enterobacter, species - species dalam
genus ini antara lain adalah Enterobacter
agglomerans,
Enterobacter
cloacae,
Enterobacter aerogenes dan Enterobacter
gergoviae. Pembedaan antar spesies
tersebut berdasarkan reaksi biokimiawi,
serologis dan tehnik molekuler (Lai KK,
2001; Van Acker J et al. 2001; Taylor CJ.
2002; Hoffman H and Roggenkamp A,
2003 ; Iversen C and Forsythe SJ. 2003;
Iversen C and Forsythe SJ, 2004 )
Enterobacter
sakazakii
merupakan salah satu bakteri patogen
yang pada tahun 1980 dipisahkan dari
spesies Enterobacter cloacae berdasarkan
unsur genetik penyusunnya, perbedaan
analisis hibridasi DNA, reaksi biokimia
dan uji kepekaannya terhadap antibiotika ,
dan selanjutnya bakteri ini dikukuhkan
dalam genus Enterobacter sebagai suatu
spesies
baru
yang
diberi
nama
Enterobacter sakazakii untuk menghargai
seorang bakteriolog Jepang bernama
Riichi Sakazakii. Reklasifikasi ini
Sumber / Habitat dan Proses
Kontaminasi Enterobacter sakazakii :
Enterobacter sakazakii bukan
merupakan fora normal pada saluran
pencernaan hewan maupun manusia,
sehingga diduga bahwa tanah, air, sayuran,
tikus dan lalat merupakan sumber infeksi.
Enterobacter sakazakii dapat ditemukan
pula di beberapa lingkungan industri
makanan misalnya di pabrik susu, pabrik
coklat, pabrik kentang, pabrik sereal,
pabrik pasta, lingkungan berair dan
sedimen tanah yang lembab. Selain itu
bakteri ini dapat pula ditemukan dalam
beberapa bahan makanan yang berpotensi
terkontaminasi Enterobacter sakazakii
antara lain pada keju, roti, tahu, teh asam,
sosis, daging cincang awetan, susu bubuk,
dan ragi roti karena bakteri ini banyak
ditemukan pada permukaan biji sorghum
dan biji padi. Meskipun demikian selain
susu formula, semua bahan
pangan
tersebut di atas tidak pernah dilaporkan
menyebabkan infeksi oleh Enterobacter
sakazakii. Hal ini mungkin disebabkan
karena bahan makanan tersebut tidak
dikonsumsi langsung oleh kelompok bayi
yang rentan. ( Iversen C and Forsythe SJ.
2003 ; Hassel S. 2004)
Terjadinya
pencemaran
susu
formula oleh Enterobacter sakazkakii
diduga dapat terjadi karena kontaminasi
eksternal yaitu melalui penanganan yang
buruk saat merekonstitusi susu formula
dengan air atau kontaminasi internal
selama produksinya. Pencemaran selama
penyiapan dapat terjadi dari orang, alat alat, debu atau lingkungan sekitar serta air
yang digunakan untuk merkonstitusi.
Sedangkan pencemaran selama produksi
kemungkinan terjadi setelah proses
pasteurisasi
susu
yaitu
selama
pengeringan, selama pencampuran kering
dan atau selama pengemasan.
Karena akumulasi laporan terkait
Enterobacter sakazakii dan susu formula
bayi ini, maka sejak tahun 2004 lembaga
pangan dunia Codex Alimentarius
Commission, FAO/WHO bekerjasama
dengan lembaga-lembaga pakar dan
negara anggota Codex mendiskusikan
data-data
ilmiah
terkait
temuan
Enterobacter sakazakii dari berbagai
negara dan melakukan analisis risiko
berdasarkan data- data yang terkumpul
tersebut.
Hasil kajian risiko selama beberapa tahun
tersebut
akhirnya
bermuara
pada
diterbitkannya panduan Codex tentang
proses dan pengujian susu formula bayi
yang ditujukan untuk produsen susu
formula, serta panduan bagi rumah sakit
maupun rumah tangga dalam menyiapkan
(merekonstitusi) susu formula bayi.
Panduan bagi produsen yang dikeluarkan
oleh Codex pada tahun 2008 segera
diadopsi oleh banyak negara termasuk
oleh Indonesia melalui suatu Ketetapan
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Panduan tersebut mensyaratkan pengujian
bakteri Enterobacter sakazakii yang
sebelumnya tidak dipersyaratkan di
manapun di seluruh dunia. Persyaratan
produksi dan pengujiannya relatif ketat,
meski tidak seketat untuk Salmonella yang
dianggap lebih tinggi frekuensi kasus
infeksinya. Panduan Codex tersebut
mensyaratkan untuk tiap lot produksi
dilakukan pengujian sebanyak 30 sampel
masing-masing 10 g dan tidak boleh ada
satu sampel pun yang terdeteksi
mengandung Enterobacter sakazakii. Jika
ditransformasikan
secara
statistika
berdasarkan ICMSF (2002) maka suatu lot
susu
formula
akan
tidak
boleh
diperdagangkan jika rata-rata jumlah
bakteri ini lebih dari 1 dalam 278 g susu.
(CAC,2008)
Pencemaran
susu
oleh
mikroorganisme
dapat terjadi selama
pemerahan
(milking),
penanganan
(handling), penyimpanan (storage), dan
aktivitas pra-pengolahan (pre-processing)
lainnya. Mata rantai produksi susu
memerlukan proses yang steril dari hulu
hingga hilir sehingga mikroorganisme
tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh
dan berkembang dalam susu. Peralatan
pemerahan yang tidak steril dan tempat
penyimpanan yang tidak bersih dapat
menyebabkan tercemarnya susu oleh
mikroorganieme.
Susu
memerlukan
penyimpanan dalam temperatur rendah
agar tidak mudah terjadi kontaminasi
mikroorganisme. Udara yang terdapat
dalam lingkungan di sekitar tempat
pengolahan merupakan media yang dapat
membawa bakteri untuk mencemari susu.
Pengolahan susu sangat dianjurkan untuk
dilakukan di dalam ruangan tertutup.
Manusia yang berada dalam proses
memerah dan mengolah susu dapat
menjadi
penyebab
timbulnya
mikroorganisme dalam susu. Tangan dan
anggota tubuh lainnya harus steril ketika
memerah dan mengolah susu. Bahkan,
hembusan napas manusia ketika proses
memerah dan mengolah susu dapat
menjadi
sumber
timbulnya
mikroorganisme. Sapi perah dan peternak
yang berada dalam sebuah peternakan
harus dalam kondisi sehat dan bersih agar
tidak mencemari susu. Proses produksi
susu di tingkat peternakan memerlukan
penerapan good farming practice seperti
yang telah diterapkan di negara-negara
maju.
Enterobacter sakazakii tumbuh
optimal pada kisaran suhu antara 30°C
hingga 40°C. Waktu generasi bakteri ini
terjadi setiap 40 menit jika diinkubasikan
pada suhu 23°C, yang tentunya akan
sedikit lebih cepat pada suhu optimum
pertumbuhannya. Kontaminasi satu koloni
Enterobacter sakazakii memiliki peluang
hidup maksimum sebesar 6,5% untuk
dapat berkembang hingga mencapai
jumlah yang signifikan (1 juta sel/g
produk) dalam waktu maksimal 100 jam
pada suhu antara 18°C hingga 37°C.
Artinya, apabila 1 sel hidup Enterobacter
sakazakii mengkontaminasi produk susu
formula pada proses produksi, hanya
dalam 5 hari, produk tersebut telah
menjadi sangat berbahaya bagi bayi.
(Iversen C and Forsythe SJ, 2003)
Keberadaan
Enterobacter
sakazakii pada produk susu formula
meningkat
dan
menjadi
medium
kontaminasi yang dominan karena produk
ini pada umumnya dikenal sebagai produk
yang aman untuk langsung dikonsumsi
bayi tanpa memerlukan pemrosesan lebih
lanjut.
Asumsi-asumsi inilah yang
sebenarnya harus ditinjau kembali. Dalam
hal
proses
produksi,
bagaimana
Enterobacter sakazakii dapat sampai pada
produk susu formula yang disiapkan
secara aseptik masih terus diteliti. Ada
kecurigaan bahwa bakteri ini bersifat
airborne (mengkontaminasi lewat udara)
pada industri susu dan rumah tangga,
sehingga
diperlukan
penanganan
tambahan terhadap bakteri ini dalam
mekanisme Hazard Analysis Critical
Control Point (analisis titik penanganan
kritis pada bahaya) di tingkat produksi
susu formula. (Kandhai et al, 2004).
Fisiologi Enterobacter sakazakii :
Enterobacter sakazakii tumbuh
pada rentang suhu yang luas yakni antara
6°C hingga 47°C. Beberapa galur yang
diisolasi dari susu formula di Kanada bisa
tumbuh pada kisaran suhu 5,5°C hingga
8,0°C dan terhambat pada suhu 4°C.
Menurut penelitian Farmer dkk.
sebanyak 57 strain dari Enterobacter
sakazakii tumbuh dengan baik pada suhu
25°C, 36°C dan 45°C. Limapuluh strain
diantaranya dapat tumbuh dengan baik
pada suhu 47°C tetapi tidak pada suhu 4°C
ataupun pada suhu 50°C. ( Farmer JJ et al,
1980)
Suhu
minimum
untuk
pertumbuhan Enterobacter sakazakii pada
media Brain Heart Infusion (BHI)
bervariasi dari 5,5°C hingga 8°C dan
bakteri akan mati secara perlahan pada
suhu 4°C. Sedangkan temperature
maksimal untuk pertumbuhan bakteri ini
adalah 41°C hingga 45°C. (NazarowecWhite, M., & Farber, J.M. 1997)
Waktu generasi Enterobacer
sakazakii di dalam susu bubuk formula
bayi yang direkonstituen bervariasi antara
4,15 jam hingga 5, 5 jam pada suhu 10°C
dan 37 menit hingga 44 menit pada suhu
22°C. Fase lag pada suhu 10°C antara 19
samapai 47 jam dan pada 23°C antara 2
sampai 3 jam. (Nazarowec-White and
Farber,1997)
Menurut Iversen dkk waktu
generasi Enterobacter sakazakii
pada
susu bubuk formula bayi adalah 13,7 jam
pada suhu 6°C, 1,7 jam pada 21°C dan 19
– 21 menit pada suhu 37°C. (Iversen C
and Forsythe SJ, 2004)
Rata-rata waktu
pembelahan
bakteri ini di dalam susu formula adalah
40 menit pada 23°C dan 4.98 jam pada
10°C. Artinya, jika ada 1.000 bakteri ini
dalam susu formula yang sudah
direkonstitusi (dibuat siap minum) maka
setelah disimpan pada suhu 23°C selama
40 menit jumlahnya menjadi 2.000. Pada
suhu lemari es (10°C), kenaikan jumlah
tersebut baru dicapai setelah 5 jam.
Enterobacter sakazakii merupakan
bakteri yang tidak dapat membentuk
endospora maka bakteri ini mudah mati
oleh panas. Untuk menurunkan jumlah
Enterobacter sakazakii menjadi 1/10-nya,
diperlukan pemanasan pada suhu 60 °C
selama 2,5 menit. Ini berarti bahwa jika
jumlah awal bakteri ini adalah 1.000 per
mililiter, maka pemanasan pada suhu 60°C
selama 2,5 menit, 5 menit, 7,5 menit dan
10 menit akan menurunkan jumlah bakteri
ini menjadi berturut-turut 100, 10, 1 dan
0.1 per mililiter. Karena terdiri dari
berbagai jenis, maka ketahanan panas
bakteri ini cukup beragam dan beberapa
bersifat toleran terhadap panas. Peneliti
lain di Korea melaporkan bahwa
rekonstitusi susu formula dengan air
bersuhu 50°C akan menyebabkan bakteri
berkurang menjadi 1/100-nya, sementara
dengan suhu 65-70°C terjadi penurunan
Enterobacter sakazakii menjadi 1/10.000
sampai 1/1000.000-nya. (Kim SH and
Park JH, 2007)
strain menghasilkan toxin yang mampu
mengakibatkan kematian anak mencit
secara per oral. (Kline MW, 1988).
Aspek Kesehatan Masyarakat :
Bayi yang lahir premature dan
bayi yang sakit / lemah mempunyai resiko
yang tinggi terhadap infeksi Enterobacter
sakazakii (Van Acker J et al. 2001)
Enterobacter sakazakii tergolong
sebagai patogen pangan 'emerging' yang
perlu diwaspadai karena dalam 20 tahun
terakhir ditengarai dapat mengakibatkan
penyakit melalui makanan. Bakteri ini
juga dikategorikan sebagai 'patogen
oportunistik',
yakni
patogen
yang
menyebabkan penyakit pada kelompok
rentan yang memiliki kekebalan rendah.
Infeksi
oleh
Enterobacter
sakazakii menjadi perhatian karena tingkat
mortalitas yang tinggi (40-80%) pada bayi
yang baru lahir (0-6 bulan), terutama
sekali bayi prematur atau bayi lahir
prematur atau bayi dengan berat badan
lahir rendah atau bayi dari ibu yang
menderita AIDS (Acquired Immuno
Deficiency Syndrome) yaitu bayi – bayi
yang memiliki imunitas lebih rendah dari
rata-rata bayi-bayi lainnya . Meskipun
tidak ada bukti secara epidemiologis
tentang dosis infeksinya, Iversen &
Forsythe (2003) memperkirakan bahwa
diperlukan 1.000 sel untuk terjadinya
infeksi
oleh
E.
sakazakii.
(Iversen C and Forsythe SJ, 2003).
Faktor virulensi dan patogenitas
Enterobacter sakazakii belum banyak
diketahui.
Sampai saat ini, ada beberapa faktor yang
dimiliki oleh Enterobacter sakazakii yang
diduga berperan dalam terjadinya penyakit
di antaranya protein invasin dan
enterotoksin. Penelitian tentang faktor
virulensi bakteri ini terus berlangsung di
berbagai negara termasuk upaya untuk
menemukan struktur enterotoksin yang
dihasilkan. Beberapa strain dari bakteri ini
menghasilkan Enterotoxin-like compound
diantaranya toxin yang mempunyai efek
cytotoxic, 18 isolat yang terdiri dari 2
Enterobacter sakazakii
secara
sporadis juga dapat menyebabkan small
outbreak sepsis, meningitis, cerebritis dan
enterocolitis necrotic. Walaupun bakteri
ini dapat menyebabkan penyakit pada
semua golongan usia tetapi yang paling
rentan adalah bayi dibawah usia 28 hari.
Data menunjukkan bahwa separuh dari
bayi penderita tersebut mempunyai berat
badan lahir kurang dari 2000 gram dan
duapertiga diantara bayi penderita adalah
premature yang lahir kurang dari 37
minggu kehamilan. Pola penyakit pada
bayi penderita tersebut terlihat nyata
diantaranya dapat terjadi neural tube
defect dan Trisomy 21 / down syndrome.
Lambung bayi yang baru lahir terutama
bayi premature lebih asam daripada
lambung dewasa, hal ini merupakan faktor
penting yang menunjang suksesnya infeksi
Enterobacter sakazakii. Sebanyak 50%
pasien yang dilaporkan menderita infeksi
Enterobacter sakazakii meninggal dalam
waktu satu minggu setelah diagnosa, tetapi
gambaran tersebut cenderung menurun
dalam kurum 20 tahun terakhir ini.
Walaupun Enterobacter sakazakii pada
umumnya peka terhadap antibiotika yang
biasa dipakai tetapi beberapa peneliti
menengarai adanya strain yang resisten
terhadap antibiotika beta laktam dan
cephalosporine (Pitout et al., 1997 ; Clark
et al., 1990;Lai KK, 2001)
Bakteriemia akibat infeksi oleh
Enterobacter sakazakii
juga pernah
teridentifikasi pada bayi yang lebih tua
usianya atau bayi yang ada di rumah.
(CDC, 2002)
Pada
bayi
terinfeksi
yang
asymptomatis , ternyata Enterobacter
sakazakii dapat diisolasi dari feces atau
urinnya dan terus positif selama 18
minggu .(Biering et al., 1989; CDC, 2002;
Block et al., 2002)
Enterobacter sakazakii dapat
menyebabkan radang selaput otak dan
radang usus pada bayi . Kelompok bayi
yang memiliki risiko tertinggi terinfeksi E.
sakazakii yaitu neonatus (baru lahir hingga
umur 28 hari), bayi dengan gangguan
sistem tubuh, bayi dengan berat badan
lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan
bayi yang lahir dari ibu yang mengidap
Human Immunodeficiency Virus (HIV) (
Taylor CJ,2002 ; Kane V, 2004)
Meskipun sangat jarang, infeksi
karena bakteri ini dapat mengakibatkan
penyakit yang sangat berbahaya sampai
dapat mengancam jiwa, di antaranya
adalah neonatal meningitis, hidrocephalus
, sepsis , dan enterocolitis necrotic .Pada
beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi
saluran kencing dan secara umum, tingkat
kefatalan kasus atau risiko untuk dapat
mengancam jiwa berkisar antara 40-80
persen pada bayi baru lahir yang mendapat
diagnosis infeksi berat karena penyakit ini.
Infeksi otak yang disebabkan karena
Enterobacter
sakazakii
dapat
mengakibatkan infark atau abses otak
dengan
bentukan
kista,
gangguan
persarafan yang berat dan gejala sisa
gangguan perkembangan. Gejala yang
dapat terjadi pada bayi atau anak di
antaranya adalah diare, kembung, muntah,
demam tinggi, bayi tampak kuning,
kesadaran menurun (malas minum, tidak
menangis), mendadak biru, sesak hingga
kejang. Bayi prematur, berat badan lahir
rendah (kurang dari 2.500 gram) dan
penderita dengan gangguan kekebalan
tubuh adalah individu yang paling berisiko
untuk mengalami infeksi ini. Meskipun
juga jarang bakteri patogen ini dapat
mengakibatkan
bakterimeia
dan
osteomielitis (infeksi tulang)
pada
penderita dewasa. (Muytens et al , 1983;
Muytens HL dan Kolle LA. 1990)
Enterobacter
sp.
merupakan
patogen nosokomial yang menjadi
penyebab berbagai macam infeksi
termasuk bakteremia, infeksi saluran
pernapasan bagian bawah, infeksi kulit
dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih,
infeksi dalam perut, radang jantung,
radang sendi, osteomyelitis, dan infeksi
mata. Angka kematian akibat infeksi E.
sakazakii mencapai 40-80%. (Pagotto et
al,2003)
Pemeriksaan Laboratoris / Identifikasi Enterobacter sakazakii :
Quantitative E. sakazakii isolation
procedure.
a
USFDA (2002); b Muytjens, RoelofsWillemse, and Jasper (1988); c NazarowecWhite and Farber (1997b) from Iversen and
Forsythe (2003).
BPW, Buffered peptone water; EE Broth,
Enterobacteriaceae enrichment broth;
VRBG, Violet red bile glucose agar.
Diambil dari : WHO.2004. Enterobacter sakazakii and other microorganisms in powdered infant
formula. WHO Food and Agriculture Organization of The United Nations.Microbial Risk assessment
series 6. Meeting Report.
Metode lain dari identifikasi Enterobacter
sakazakii juga dapat dilakukan yaitu
dengan
menggunakan
new
Oxoid
chromogenic Enterobacter sakazakii Agar
(DFI formulation) . Dengan metode ini
hasil pemeriksaan dapat dilihat 2 hari lebih
cepat daripada metode konvensional
sebelumnya.Mula – mula sampel ditanam
pada Pre-enrichment and selective
enrichment dan selanjutnya dilakukan
penanaman pada Oxoid Chromogenic
Enterobacter sakazakii Agar ( DFI
formulation ) yaitu suatu media
chromogenic yang mengandung substrate
5-bromo-4-chloro-3-indolyl-α,
D-
glucopyranoside yang dapat dipecah oleh
enzyme α-glucosidase yang dihasilkan
Enterobacter sakazakii dan menghasilkan
koloni khas berwarna biru- hijau ( Bluegreen colonies). (Kane V, 2004)
Penutup :
Enterobacter sakazakii merupakan
bakteri yang bukan anggota flora normal
saluran pencernaan hewan maupun
manusia dan habitatnya sampai saat ini
belum diketahui secara pasti serta
ditengarai berpotensi mencemari produk
susu formula bayi. Untuk mencegah
terjadinya infeksi oleh bakteri ini maka
semua pihak yang terkait hendaknya
mematuhi panduan Codex tentang proses
dan pengujian susu formula untuk
produsen susu formula, serta panduan bagi
rumah sakit maupun rumah tangga dalam
menyiapkan (merekonstitusi) susu formula
untuk diberikan pada bayi. Panduan bagi
konsumen maupun rumah sakit lebih
dititikberatkan pada praktik sanitasi yang
baik bagi orang (pekerja), air, botol yang
digunakan untuk merekonstitusi susu
formula serta pembatasan waktu untuk
tidak menyimpan susu formula yang telah
direkonstitusi pada suhu kamar lebih dari
2 jam. Sebagai tambahan, beberapa negara
juga mengadopsi panduan dari WHO
yang merekomendasikan rekonstitusi
dengan menggunakan air bersuhu 70 °C
untuk meminimalkan risiko patogen ini. (
WHO,2007)
KEPUSTAKAAN
BIERING G, KARLSSON S, CLARK
NC, JONSDOTTIR KE, LUDVIGSSON P
and STEINGRIMSSON O. 1989. Three
Cases of Neonatal Meningitis Caused by
Enterobacter sakazakii in Powdered Milk.
Journal of Clinical Microbiology, 27(9):
2054-2056.
BLOCK C, PELEG O, MINSTER N,
BAR-OZ B, SIMHON A, ARAD I and
SHAPIRO M. 2002. Cluster of Neonatal
Infections in Jerusalem due to Unusual
Biochemical Variant of Enterobacter
sakazakii. European Journal of Clinical
Microbiology and Infectious Diseases,
21(8): 613-616.
CAC (Codex Alimentarius Commission).
2008. Code of Hygienic Practice fpr
Powdered
Formulae for Infants and Young Children.
http://www.codexalimentarius.net/downlo
ad/standards/11026/cxp_066e.pdf
CDC (Centers for Disease Control and
Prevention). 2002. Enterobacter sakazakii
Infections Associated with the Use of
Powdered Infant Formula in Tennessee
2001. Morbidity and Mortality Weekly
Report, 51: 297-300.
CLARK NC, HILL BC, O’HARA CM,
STEINGRIMSSON O and COOKSEY
RC. 1990. Epidemiologic Typing of
Enterobacter sakazakii in Two Neonatal
Nosocomial Outbreaks. Diagnostic and
Microbiological Infectious Diseases, 13:
467-472.
FARMER JJ , ASBURY MA, HICKMAN
FW,
BRENNER
DJ
and
The
Enterobacteriaceae Study group. 1980. A
new species of Enterobacteriaceae Isolated
From Clinical Specimens. International
Journal of Systematic Bacteriology. 30 (3):
569-584.
HASSEL S. 2004. Enterobacter sakazakii
in Powdered Infant Formula. FAO/WHO
Regional Conference on Food Safety for
Asia and the Pacific. May 26, Seremban,
Malaysia.
HOFFMAN H and ROGGENKAMP
A.2003. Population Genetics of the
Nomenspecies Enterobacter cloacae.
Applied
and
Environmental
Microbiology.69.5306-5318.
ICMSF (International Commission on
Microbiological Specification for Foods).
2002.
Microorganisms
in
Foods
7.
Microbiological Testing in Food Safety
Management.
Kluwer Academic, NY.
IVERSEN C and FORSYTHE SJ. 2003.
Risk Profile of Enterobacter sakazakii, an
Emergent Pathogen Associated With
Infant Milk Formula. Trends in Food
Science
and
Technology 14: 443-454.
IVERSEN C and FORSYTHE SJ. 2004.
Isolation for Enterobacter sakazakii and
Other Enterobacteriaceae from Powdered
Infant Milk and Related Procuct. Journal
of Food Microbiology.21.771-777.
IVERSEN C, LEHNER A, MULLANE
N, BIDLAS E, CLEENWERCK I,
MARUGG J, FANNING S, STEPHAN
R,and JOOSTEN . 2007. The taxonomy of
Enterobacter sakazakii: Proposal of New
Genus
Cronobacter
gen.nov.
and
Descriptions of Cronobacter sakazakii
comb.nov. Cronobacter sakazakii subsp.
sakazakii, Cronobacter sakazakii subsp.
malonaticus
sbsp.nov.,
Cronobacter
turicensis sp.nov., Cronobacter muytjensii
sp.nov., Cronobacter dublinensis sp.nov.
and Cronobacter genomospecies I. BMC
Evolutionary Biology 7 (64).
NAZAROWEC-WHITE and FARBER
JM. 1997. Incidence, Survival and Growth
of Enterobacter sakazakii in Infant
Formula. Journal of Food Protection, 60:
226-230.
KANE V. 2004. Faster Detection of
Enterobacter sakazakii in Infant Formula.
Oxoid Ltd.
PITOUT JD, MOLAND ES, SANDERS
CC,
THOMSON
KS
and
FITZSIMMONS SR.
1997. Betalactamases and Detection of Beta-lactam
Resistance
in
Enterobacter
spp.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy,
41(1): 35-39.
KANDHAI MC, REIJ MW and GORRIS
LGM. 2004. Occurrence of Enterobacter
sakazakii
in
Food
Production
Environments and Households. The
Lancet, 363: 39-40.
KIM SH and PARK JH. 2007. Thermal
Resistance
and
Inactivation
of
Enterobacter
sakazakii Isolates During Rehydration of
Powdered Infant Formula. J Microbiol
Biotechnol.
17
(2):
364-368.
KLINE MW. 1988. Pathogenesis of Brain
Abscesses Caused by Citrobacter diversus
or Enterobacter sakazakii. The Pediatric
Infectious Disease Journal, 7: 891-892.
LAI, K.K. 2001. Enterobacter sakazakii
Infections Among Neonates, Infants,
Children, and Adults. Journal Medicine,
80: 113-122.
MUYTENS
HL,
ZANEN
HC,
SONERKAMP
HJ,
KOLLEE A.,
WACHSMUTH IK, FARMER JJ. 1983.
Analysis of Eight Cases of Neonatal
Meningitis
and
Sepsis
due
to
Enterobacter sakazakii. J. Clin. Microbiol.
18
(1):115-120.
MUYTEN HL and KOLLEE LA. 1990.
Enterobacter sakazakii
Meningitis in
Neonates
:
Causative Role of Formula? . Pediatric
Infectious Disease 9: 372-373.
PAGOTTO FJ, NAZAROWEC-WHITE
M, BIDAWID S and FARBER JM. 2003.
Enterobacter sakazakii: Infectivity and
Enterotoxin Production in vitro and in
vivo. Journal of Food Protection, 66: 370375.
TAYLOR, CJ. 2002. Health Professionals
Letter on Enterobacter sakazakii Infections
Associated with Use of Powdered Dry
Infant Formulas in Neonatal Intensive
Care Unit. US: US Department of Health
and Human Services.
URMENYI AMC and FRANKLIN
AW.1961.
Neonatal
Death
from
Pigmented Coliform Infection. Lancet.
313-315.
VAN ACKER J, DE SMET F,
MUYLDERMANS G, ANNE NA and
LAUWERS.2001.
Outbreak
of
Necrotizing Enterocolitis Associated with
Enterobacter sakazakii in Powdered Milk
Formula.
Journal
of
Clinical
Microbiology, 39(1): 293-297.
WHO.2004. Enterobacter sakazakii and
Other Microorganisms in Powdered Infant
Formula. WHO Food and Agriculture
Organization
of
The
United
Nations.Microbial Risk assessment series
6. Meeting Report.
WHO/FAO . 2007. Safe Preparation,
Storage and Handling of Powdered Infant
Formula Guidelines.
Download