KAJIAN MAKNA DAN NILAI-NILAI AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGEMBAK GENI NYAKAN DIWANG DI DESA BANYUATIS, MUNDUK, GOBLEG, GESING, DAN KAYUPUTIH KECAMATAN BANJAR KABUPATEN BULELENG Made Awanita Dosen STAH Negeri Gde Pudja Mataram DPK STAH Dharma Nusantara Jakarta Keguruan dan Ilmu Pendidikan e-mail : [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui makna dan nilai-nilai agama yang terkandung dalam tradisi Nyakan Diwang di Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng; (2) untuk mengetahui pelaksanaan tradisi Nyakan Diwang yang dilaksanakan di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini mempergunakan purposive sampling dan snowball sampling. Objek penelitian adalah pemertahanan tradisi Nyakan Diwang oleh masyarakat Desa Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng hingga saat ini. Berdasarkan objek penelitian tersebut, yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat, kepala desa (Perbekel) dan juga para prajuru adat Desa Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, penentuan informan, observasi, pengolahan data, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) latar belakang masyarakat Desa Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng hingga saat ini masih melaksanakan tradisi nyakan diwang. Mereka meyakini bahwa nyakan diwang selain merupakan tradisi turun-temurun yang diwariskan oleh para leluhurnya, juga sebagai bentuk pembersihan rumah terutama penyepian dapur setiap keluarga di Desa tersebut.. Tradisi ini diyakini bahwa dengan nyakan diwang maka masyarakat desa akan terbebas dari leteh (kotor), (2) pelaksanaan dari tradisi nyakan diwang dilaksanakan serangkaian dengan Hari Raya Nyepi yakni sehari setelah Sipeng (Nyepi) berlangsung yaitu pada saat Ngembak Geni, (3) usaha-usaha masyarakat untuk tetap mempertahankan tradisi ini, salah satunya adalah melalui peningkatan pemahaman masyarakat melalui pendidikan, baik informal, formal maupun nonformal. Pendidikan ini dapat berlangsung di sekolah, di lingkungan keluarga, maupun di masyarakat dalam pergaulan sehari-hari. Melalui pendidikan ini diharapkan seluruh masyarakat Desa Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dari usia muda hingga tua tetap mempertahankan tradisi nyakan diwang ini sebagai salah satu tradisi warisan leluhur yang perlu dilestarikan. Di samping itu, perlu adanya awig-awig atau aturan tentang pelaksanaan nyakan diwang ini sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan tradisi yang telah diterima sejak dahulu kala, serta perlu adanya sanksi-sanksi bagi yang melanggarnya. Kata Kunci : Latar Sejarah Tradisi Nyakan Diwang, Pelaksanaan Tradisi Nyakan Diwang, Usaha mempertahankan dan melestarikan nyakan diwang. Abstract The aim of this study were: (1) to determine the meaning and religious values contained in the Nyakan Diwang tradition in Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, and Gesing in Banjar District, Buleleng regency; (2) to assess the implementation of Nyakan Diwang tradition held in the village area like Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, and Gesing villages in Banjar District, Buleleng regency. This study classified as qualitative research. Data collection techniques in this study using purposive sampling and snowball sampling. The object of research is the preservation of Nyakan Diwang tradition in Pakraman Villages in Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, and Gesing villages in Banjar District, Buleleng regency until today. Based on the research object, which becomes a subject in this study is the community, headman or chief of the village and also the customary prajuru Pakraman Banjar. Data collection methods used were interviews, informants determination, observation, data processing, and documentation. The results showed that (1) the background of the people of Pakraman Villages in Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, and Gesing villages in Banjar District, Buleleng regency is still carrying out this Nyakan Diwang tradition that they believe other than a hereditary tradition passed down by ancestors as well as form housecleaning especially ‘penyepian dapur’ by every family in Pakraman Villages in Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, and Gesing villages in Banjar District, Buleleng regency. This tradition is believed by the public so that every member of the family free from leteh (dirty), (2) the implementation of Nyakan Diwang tradition held a series with the Nyepi day after Nyepi take place, namely when Ngembak Geni, (3) efforts villagers to keep this tradition one of them is through informal education. Informal education is education obtained by a person of everyday experience. This education can take place in the family, work, community, and other organizations in daily life. Through this informal education are expected throughout society in Pakraman Villages in Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, and Gesing villages in Banjar District, Buleleng regency, from young to old age while maintaining Nyakan Diwang tradition as one of the traditional heritage that should be preserved. In addition, the need for ‘awig awig’ or rules concerning the implementation of this Nyakan Diwang tradition so that it can be implemented in accordance with the traditions that have been received since time immemorial, and to provide for sanctions for noncompliance ‘awig awig’ or these rules. Keywords: Historical Background of Nyakan Diwang tradition, Implementation of Nyakan Diwang Implementation, Business maintain and preserve of Nyakan Diwang Tradition. PENDAHULUAN Nyepi adalah peringatan tahun baru saka yang jatuh pada penanggal apisan sasih kedasa, yakni sehari setelah Tilem Kesanga (pancadasi krsna paksa sasih kesanga). Hakekat Nyepi adalah penyucian bhuwana agung (makrokosmos) dan bhuwana alit (mikrokosmos) untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan bathin, terbinanya kehidupan yang berlandaskan atas satyam (kebenaran), siwam (kesucian), dan sundaram (keharmonisan/keindahan). Ngembak Geni, adalah rangkaian terkahir dari hari Nyepi jatuh pada penanggal ping kalih sasih kedasa. Pada hari ini umat Hindu melakukan simakrama (silaturahmi) dengan sanak keluarga (keluarga besar) dan dengan para tetangga. Tujuannya adalah mengucapkan syukur dan saling maaf memaafkan satu sama lain, dengan harapan memulai lembaran tahun baru yang bersih. Simakrama ini mengandung filosofi bahwa manusia yang diciptakan oleh Tuhan hendaknya hidup rukun dan damai dengan saling menyayangi satu dengan yang lain, saling memaafkan atas segala kesalahan dan kekeliruan yang pernah diperbuat pada waktu-waktu yang lalu. Saat hari Ngembak Geni, masyarakat desa di Wilayah Kecamatan Banjar, terutama Desa Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing melaksanakan tradisi memasak di pinggir jalan raya yang disebut dengan nyakan diwang. Tradisi ini mencerminkan kebersamaan masyarakat desa masing-masing dalam merayakan tahun baru saka yang datangnya setiap setahun sekali dengan penuh antusias. Tradisi ini telah dijalankan warga sejak ratusan tahun silam, sebagai warisan dari nenek moyang (leluhurnya), dan dilaksanakan secara eksklusif oleh masyarakat desa setempat. Warga membuat tungku yang sederhana hanya dengan tumpukan batu dan bata. Mereka memulai kegiatan memasak umumnya sejak pukul 00.00 WITA saat Ngembak Geni. Seluruh warga diwajibkan melaksanakan aktifitas memasaknya di luar rumah. Aktifitas ini terjadi selama satu hari saja, yakni selama Ngembak Geni. Warga meyakini bahwa tradisi ini sudah dijalankan secara turun-temurun sejak ratusan tahun yang lalu sebagai warisan nenek moyangnya yang memiliki nilai-nilai yang luhur. Aktifitas nyakan diwang (memasak di pinggir jalan) ini biasanya berlangsung hingga pukul 07.00 WITA. Derasnya arus informasi dan pengaruh era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dengan adanya desakan-desakan dari budaya global dan keyakinan lain, dikhawatirkan pelaksanaan tradisi nyakan diwang akan semakin luntur. Karena demikian, maka diperlukan adanya usaha-usaha yang harus ditempuh untuk mempertahankan dan melestarikan tradisi nyakan diwang yang mengandung nilai-nilai luhur ini sebagai benteng bagi warga desa dalam menghadapi pengaruh-pengaruh luar. Agar tradisi ini dapat terus lestari, maka pemahaman masyarakat desa terhadap makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya perlu ditingkatkan. Melalui pemahaman yang semakin meningkat akan makna dan nilai-nilai agama dalam tradisi nyakan diwang tersebut, maka kepedulian masyarakat dalam mempertahankan dan melestarikannya akan meningkat pula. Dengan demikian, diharapkan tradisi nyakan diwang terus dapat bertahan di lingkungan masyarakat desa. Hal ini sangat menarik untuk dikaji, sejauh mana tradisi nyakan diwang ini memiliki makna dan nilai-nilai agama, sehingga eksistensinya perlu dipertahankan dan dilestarikan. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pelaksanaan tradisi Nyakan Diwang yang dilaksanakan di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng? 2. Bagaimana makna dan nilai-nilai agama yang terkandung dalam tradisi Nyakan Diwang di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng? TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui pelaksanaan tradisi Nyakan Diwang yang dilaksanakan di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. 2. Untuk mengetahui makna dan nilai-nilai agama yang terkandung dalam tradisi Nyakan Diwang di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai bentuk sumbangsih terhadap penelitian bidang agama Hindu dan menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai makna dan nilai-nilai agama yang terkandung dalam tradisi nyakan diwang di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing. Sedangkan manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman masyarakat Hindu akan tradisi Nyakan Diwang yang dilaksanakan di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. 2. Melestarikan tradisi Nyakan Diwang di wilayah desa Banyuatis, Kayuputih, Munduk, Gobleg, dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Dengan peningkatan pemahaman masyarakat desa tersebut akan tradisi Nyakan Diwang, maka rasa kepedulian terhadap tradisi juga akan meningkat. 3. Upaya mempertahankan eksistensi tradisi Hindu, terutama dari serangan-serangan budaya global dan keyakinan lain yang terus gencar ingin menambah jumlah umatnya. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara , catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain. Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. (Patton dalam Poerwandari, 1998). Sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, suatu penelitian disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006: 11). Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah penelitian secara langsung ke lapangan, yaitu dengan melihat fakta-fakta tentang pelaksanaan tradisi nyakan diwang dan bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat setempat, bagaimana sejarah pelaksanaannya, apa keunikannya, bagaimana perkembangan pelaksanaannya dari sebelumnya, serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam mempertahankan tradisi warisan leluhur tersebut. Tujuannya adalah untuk memperoleh data-data yang murni, yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yang selanjutnya dimungkinkan untuk mengadakan suatu anlisis. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah desa yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diadakan di 5 (lima) desa pakraman pada wilayah Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng, yaitu Desa Banyuatis, Desa Kayuputih, Desa Gobleg, Desa Munduk dan Desa Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. 3. Pengumpulan dan Analisis Data a. Teknik Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian dapat dipastikan menggunakan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan oleh seseorang peneliti untuk mengumpulkan data – data baik berupa keterangan, nilai–nilai ataupun angka – angka yang diperlukan dalam suatu penelitian (Elysabeth, 2001 : 48). Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan teknik-teknik pengumpulan data, yaitu: a) Teknik Penentuan Informan Dalam penelitian ini, teknik penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik penentuan secara acak dengan prosedur pengambilan sampel purposive yang dikembangkan dengan dengan teknik snow ball, yaitu dengan menentukan informan kunci secara sengaja yang dianggap lebih mengetahui tentang masalah yang dikaji (Hadi, 1983: 80). Selanjutnya, informan ini diharapkan dapat memberikan keteranganketerangan atau petujuk lebih lanjut tentang seseorang atau individu lain yang dianggap mengetahui permasalahan yang dikaji, yang ada pada masyarakat desa setempat. Mengenai jumlah informan yang diwawancarai atau dimintai informasi sebelumnya tidak ditentukan secara pasti, namun informan kunci ini kemudian diharapkan dapat memberikan petunjuk lebih lanjut tentang individu-individu yang dianggap mengetahui permasalahan berkaitan dengan keterangan-keterangan yang diperlukan. Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala desa, bendesa adat, pengurus desa pakraman, para pemangku, dan para tokoh agama dari desa-desa setempat (Desa Banyuatis, Desa Kayuputih, Desa Gobleg, Desa Munduk dan Desa Gesing wilayah Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng). b) Teknik Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2003:70), Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terusmenerus. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait. Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk mendeskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja. Dalam proses analisis data ini, digunakan prosedur deskriptif yang menekankan pada analisis kualitatif dengan teknik induktif (kesimpulan dari khusus ke umum). Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, setiap selesai melakukan pengumpulan data, data tersebut akan dianalisis. Analisis data dilakukan secara simultan (bersamaan) dan secara terus-menerus sampai data tersebut jenuh. Setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi. PEMBAHASAN A. Nilai-nilai Tradisi Nyakan Diwang 1. Nilai Kebersamaan/Kegotongroyongan Nyakan diwang yang dilaksanakan secara serentak oleh krama desa (anggota masyarakat desa), memerlukan kerjasama di antara anggota keluarga. Semangat kerjasama ini nampak sejak mulai melakukan persiapan pelaksanaannya, sehingga banyak warga yang terlibat melakukan kegiatan nyakan diwang di pinggir jalan dengan bergotongroyong. Apabila dikaji, gotong royong ini berarti bersama-sama mengerjakan sesuatu atau membuat sesuatu untuk mencapai suatu hasil dengan jalan saling tolong menolong. Untuk melaksanakan tradisi nyakan diwang tersebut, para orang tua dalam keluarga mengajak anak-anaknya (para pemuda), untuk ikut bergotong royong bekerja sama mempersiapkan dan mensukseskan acara nyakan diwang dimaksud. Untuk lebih jelasnya, sikap kegotong royongan ini dapat dilihat pada hasil penelitian di lima Desa Pakraman yaitu, Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing, yang menyatakan bahwa “keterlibatan anak-anak remaja sangat diharapkan oleh para orang tua, terutama dalam keikutsertaannya berusaha mencari bahan-bahan, seperti batu bata, kayu api dan lain-lainnya untuk sarana memasak. Termasuk juga saat Ngembak Geni melaksanakan nyakan diwang sangat diharapkan ikut membantu bekerjasama dengan bergotong royong, sehingga acara memasak di luar rumah (di pinggir jalan raya) dapat dilaksanakan dengan baik, tepat waktu dan berhasil guna. Disadari bahwa ketika mulai acara nyakan diwang para krama desa, semuanya pada serentak nyakan diwang (memasak di luar rumah), maka sudah barang tentu mereka akan berlomba memasak, di samping ingin enak juga cepat. Karenanya, keterlibatan semua anggota keluarga masing-masing sangat diharapkan ikut bekerjasama gotong royong untuk mensukseskan kegiatan nyakan diwang dimaksud”. Motivasi dan semangat gotong royong dan kerja sama dari masing-masing anggota keluarga untuk kepentingan bersama cukup menonjol. Ini berarti betapa penting nilai-nilai yang ditanamkan di dalam tradisi nyakan diwang pada masyarakat sebagai cermin bagi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa ikut mempertahankan dan kelestarian budaya luhur bangsa. 2. Nilai Tri Hita Karana Ajaran Tri Hita Karana merupakan tiga penyebab kebahagiaan. Tri Hita Karana, yang dimaksud adalah parhyangan, pawongan dan palemahan. Menurut Wiana (2007: 8), menyatakan bahwa : “tri hita karana lebih dipahami sebagai filosofi hidup untuk mewujudkan sikap hidup seimbang dan konsisten untuk percaya dan bhakti kepada Tuhan, mengabdi kepada sesama dan memelihara kesejahteraan alam lingkungan”. Penerapan tri hita karana secara mantap, kreatif dan dinamis dapat mewujudkan kehidupan manusia yang harmonis, meliputi pembangunan manusia berkualitas yang sraddha dan bhakti kepada Tuhan, cinta kepada kelestarian lingkungan serta rukun dan damai dengan sesamanya. Nilai-nilai tradisi nyakan diwang yang berkaitan dengan penerapan ajaran Tri Hita Karana dapat dilihat dari praktek melaksanaan nyakan diwang, yaitu selesai kegiatan memasak nyakan diwang, maka warga banyak melakukan silaturahmi, saling mendatangi dengan para tetangga dan saling maaf memaafkan dengan maksud saling merekatkan hubungan kekerabatan, kekeluargaan (saling tawarin makan dan lain sebagainya), juga kepada sanak keluarga, handai tolan; yang dilanjutkan dengan melakukan puji syukur kepada Hyang Widhi (Tuhan) yang dilakukan di Merajan/Sanggah. Tradisi saling maaf memaafkan secara formal pada saat Ngembak Geni di lima Desa Pakraman ini memang belum ada (belum terbiasa), namun dengan saling mencicipi makanan pada saat nyakan diwang mencerminkan nilai-nilai kesadaran untuk saling memaafkan sesama warga desa. Nyakan diwang ini menguatkan atau mempertebal rasa penyamabrayaan (persaudaraan) antar krama (anggota masyarakat), baik antar anggota keluarga maupun antar warga desa”. Nyakan diwang dapat mempertebal rasa toleransi, saling mengunjungi, saling memaafkan, saling menghargai, saling menghormati, saling meengasihi, dan saling memberi antar sesama krama desa (sesama anggota masyarakat desa dalam membangun keharmonisan. Warga Desa wajib memasak di pinggir jalan raya di depan rumah masing-masing, dan saat memasak ayam yang dipotong darahnya dicipratkan di depan rumah sebagai tanda pemberian suguhan (korban) kepada Bhuta Kala sebelum melakukan memasak. Tradisi nyakan diwang ini dapat merupakan momentum sebagai penerapan ajaran Tri Hita Karana, yang telah dilakukan secara turun-temurun oleh krama Desa Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing Sejak dahulu kala, sebagai warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur yang patut dilestarikan keberadaannya. 3. Nilai Kearifan Lokal (Lokal Genius) Tradisi nyakan diwang merupakan tradisi keagamaan yang telah membudaya di masyarakat sebagai rangkaian dari perayaan hari Nyepi, dilaksanakan sehari setelah pelaksanaan catur brata penyepian. Tradisi yang sudah berusia ratusan tahun itu masih bertahan sampai kini dan terdapat di wilayah Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng, seperti di Desa Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing. Tradisi ini sangat unik yang diwarisi secara turun temurun oleh masyarakat di masing-masing desa tersebut. Menurut penuturan para prajuru dan para sesepuh tersebut, menyatakan bahwa nyakan diwang yang merupakan rangkaian perayaan hari raya Nyepi dilakukan pada saat Ngembak Geni. Pelaksanaannya merupakan bentuk pembersihan rumah, terutama penyepian dapur setiap keluarga. Di sela-sela pelaksanaan nyakan diwang, banyak warga yang saling mengunjungi tetangga untuk bersilahturami. Nilai-nilai kearifan lokal dari pelaksanaan nyakan diwang ini, menunjukkan bahwa betapa pentingnya tradisi nyakan diwang ini harus dapat dipertahankan keberadaannya. Tradisi nyakan diwang yang telah membudaya ini eksistensinya perlu mendapat perlindungan. Akan merasa rugi, jika tradisi nyakan diwang ini menghilang dari muka bumi. Nyakan diwang merupakan salah satu khasanah budaya di Bali yang memiliki nilai-nilai penyamabrayaan (pengikatan tali persaudaraan). Dan juga akan merasa kehilangan, karena antar warga hubungannya akan semakin renggang, serta rasa individual akan semakin meningkat. Rasa kegotong-royongan dan kekeluargaan serta kebersamaan akan semakin berkurang. Sebagai bagian dari budaya bangsa, tradisi nyakan diwang ini perlu dikembangkan, terutama sistem pelaksanaannya. Apabila budaya ini luntur atau punah, maka masyarakat akan kehilangan tradisi yang dianggapnya memiliki nilai-nilai luhur. Gaya tarik untuk meningkatkan pariwisata semakin berkurang. Sebagai local genius, maka tradisi nyakan diwang ini harus ajeg, karena jika tradisi punah maka akan berkurangnya budaya bangsa serta menurunnya sarana atau media pemersatu warga dan melemahnya semangat Nyepi. Jadi, tradisi nyakan diwang yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal harus dapat dilestarikan keberadaannya. Usaha pelestarian ini didasarkan pada adanya usaha-usaha dari masing-masing krama desa, untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang telah diwarisinya tersebut. Tindakan pelestarian yang dimaksudkan ini sebagai peningkatan pemahaman akan pentingnya kehadiran tradisi nyakan diwang sebagai kearifan lokal yang harus dipertahankan, karena merupakan bagian dari khasanah budaya bangsa. Nyakan diwang yang diyakini memiliki nilai-nilai luhur harus dapat dikembangkan eksistensinya sebagai sebuah peradaban yang tidak hanya dapat ditelusuri lewat historiografi ataupun catatan aktivitas masyarakatnya, tetapi secara langsung dapat dirasakan manfaatnya. Pelestarian secara umum dapat diaplikasikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk merawat, melindungi atau mengamankan dan mengembangkan tradisi nyakan diwang sebagai kearifan lokal. 4. Nilai Dharma Santi Tradisi nyakan diwang yang dilaksanakan pada saat Ngembak Geni terkaitan dengan rangkaian perayaan hari Nyepi. Tradisi ini merupakan salah satu cara umat Hindu yang ada di lima Desa (Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing) melaksanakan Ngembak Geni dengan nyakan diwang, yang dilakukan sehari setelah Sipeng. Nyakan diwang ini adalah salah satu aspek yang dilakukan oleh masyarakat desa dalam melaksanakan Dharma Santhi. Ngembak Geni yang dilaksanakan dengan cara nyakan diwang (memasak di pinggir jalan raya) oleh krama desa, mencerminkan adanya penerapan nilai-nilai Dharma Santhi tersebut. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa saat berakhirnya hari Sipeng, yaitu jam 00.00, maka saat itu jugalah mulainya pelaksanaan Ngembak Api dengan nyakan diwang. Acaranya dilakukan dengan melaksanakan kegiatan masak memasak. Selesai kegiatan memasak, maka warga banyak melakukan silaturahmi, saling mendatangi, saling berkunjung, beranjangsana dengan para tetangga sanak keluarga, handai tolan, untuk saling maaf memaafkan dengan maksud untuk lebih merekatkan hubungan kekerabatan, kekeluargaan. Nyakan diwang itu dilakukan krama desa, di samping nglebar (buka) puasa, juga sebagai media melaksanakan dharma santhi, yaitu membangun rasa kebersamaan, dan kekeluargaan, serta kedamaian dalam hidup bermasyarakat. Nyakan diwang ini adalah media silaturahmi yang dapat menumbuhkembangkan dan menguatkan ikatan persaudaraan, baik intern keluarga, antar keluarga maupun sesama warga desa setempat. Dengan nyakan diwang warga masyarakat bisa saling ketemu di jalan dan saling silaturahmi, saling saling maaf memaafkan setelah melakukan catur brata penyepian. Tradisi nyakan diwang ini adalah sebagai media membangun keakraban, saling maaf memaafkan, serta mempertebal rasa toleransi, saling mengunjungi, saling menghargai, saling menghormati, saling meengasihi, dan saling memberi. Saat pelaksanaan nyakan diwang masyarakat menunjukkan kebahagiaan yang besar. karena dapat berinteraksi dengan warga masyarakat yang lain. Jadi nyakan diwang merupakan salah satu penerapan dari nilai-nilai dharma santhi, karena dapat sebagai wahana untuk saling bertemu, saling mengunjungi satu sama lain dan saling maaf memaafkan (upaksama). Setiap orang harus hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain. Hidup dalam suasana yang saling harga menghargai dan saling hormat menghormati, serta menjauhkan diri dari rasa benci, akan mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan. Hidup dalam suasana damai adalah dambaan dan tujuan hidup manusia di dunia dan menjadi cita-cita setiap manusia. Tradisi nyakan diwang ini masih relevan dengan upaya kita bersama untuk memantapkan kerukunan antar sesama krama desa (warga masyarakat desa) terutama desa yang melaksanakan tradisi tersebut. Dengan nyakan diwang warga masyarakat mampu menciptakan kedamaian antar sesama warga, serta menumbuhkan sikap moral dan etika yang baik menuju kehidupan masyarakat yang berbudi luhur. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Tradisi Nyakan Diwang adalah salah satu tradisi yang ada di Desa Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing, yang merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakatnya dengan melakukan memasak di luar dapur (di pinggir jalan raya) di depan rumah masing-masing. Munculnya tradisi nyakan diwang ini, dilaksanakan secara turun-temurun yang diwariskan oleh para leluhurnya terdahulu. Tradisi nyakan diwang ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1640, yang dilaksanakan sebagai rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi, yang dilakukan saat Ngembak Gni (sehari setelah Hari Raya Nyepi berlangsung). Tradisi ini dilaksanakan sebagai bentuk pembersihan rumah terutama penyepian dapur di setiap keluarga, dan diyakini bagi yang melaksanakannya akan terbebas dari leteh (kotor). Selain itu, nyakan diwang, momentumnya dapat dimanfaatkan untuk lebih mempererat rasa tali persaudaraan antara sesama krama desa. 2. Pelaksanaan tradisi Nyakan Diwang ini dimulai pada pukul 00.00 dinihari sampai berakhir pada pukul 07.00, dan toleransi waktu sampai jam 12.00 siang (sampai selesai memasak). Sejak pukul 00.00 (sehari setelah Sipeng), semua masyarakat desa langsung keluar rumah untuk melaksanakan nyakan diwang. Masyarakat telah terbiasa, begitu Ngembak Geni yang ditandai dengan pemukulan kulkul (kentongan) oleh prajuru desa, mereka mulai bergerak umtuk melaksanakan nyakan diwang bersama. Dalam pelaksanaannya, semua anggota keluarga ikut keluar rumah dengan bersama-sama melaksanakan tradisi nyakan diwang tersebut. 3. Tradisi nyakan diwang dalam pelaksanannya sarat dengan nilai. Ada pun nilai-nilai tradisi nyakan diwang terlihat dari penerapan ajaran agama yang dicerminkan ke dalam bentuk : a. Sikap Kegotongroyongan b. Tri Hita Karana c. Kearifan Lokal d. Dharma Santhi SARAN Berdasarkan uraian simpulan sebagaimana tersebut di atas, maka saran-saran yang dapat penulis kemukakan ditujukan kepada : 1. Pemerintah Pusat dan Daerah, terutama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama dan jajarannya, dari Tingkat Pusat sampai ke Daerah hendaknya tanggap dan selalu berperan aktif dalam rangka menyebarluaskan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi nyakan diwang sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dapat dilestarikan. 2. Lembaga Keagamaan Hindu, terutama Parisada Hindu Dharma Indonesia, baik Pusat maupun Daerah, hendaknya juga dapat berperan aktif dalam pembinaan dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, terutama yang terkandung dalam tradisi nyakan diwang, yang perlu disosialisasikan dan disebarluaskan kepada masyarakat luas, terutama kepada umat Hindu yang ada di Bali untuk kelestariannya, karena dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, harmonis, dan damai. 3. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan jajarannya dari Pusat sampai ke Daerah, terutama yang membidanginya dan yang memiliki tugas serta kewenangan untuk itu, agar nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi nyakan diwang ini dapat dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat, baik local maupun nasional. 4. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, terutama Direktorat Promosi Pariwisata Luar Negeri; dan Direktorat Promosi Pariwisata Dalam Negeri, hendaknya tanggap dan selalu berperan aktif dalam rangka menyebarluaskan tradisi nyakan diwang ini sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan, karena dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan daya tarik wisatawan, baik dalam negeri maupun luar negeri. 5. Para Prajuru Masyarakat Desa Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing, hendaknya kreatif untuk menciptakan dan mencari inovasi-inovasi baru dalam rangka pelestarian tradisi nyakan diwang yang memiliki nilai-nilai luhur sebagai usaha pelestarian budaya bangsa. Dan terus memantau dan memberikan arahan-arahan kepada masyarakat agar tradisi ini dapat terus dipertahankan dan dilestarikan. 6. Aparat Desa (Kepada Desa/Perbekel) di desa msing-masing, agar memberikan bantuan berupa fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat dalam pelaksanaan tradisi nyakan diwang ini, dan melakukan pembinaan kepada generasi muda yang ada di wilayahnya masing-masing, terkait dengan pelaksanaan dan pelestarian tradisi nyakan diwang agar tidak punah dan tetap terjaga kelestariannya. 7. Para generasi muda Desa Pakraman Banyuatis, Kayuputih, Gobleg, Munduk dan Gesing Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng, agar mampu menjaga dan melestarikan tradisi ini sekaligus dapat berperan aktif dalam pelaksanaannya. DAFTAR PUSTAKA Adiputra. I Gede Rudia. 2003. Pengetahuan Dasar Agama Hindu. Jakarta. STAH Dharma Nusantara. --------------------------, dkk., 2004, Dasar-Dasar Agama Hindu, Jakarta, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha Departemen Agama RI. Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta, Rajagrafindo Persada. Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 1996, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Djajasudarma, T. Fatimah. 2006. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung. Reflika Aditama. Hadari Nawawi dan Martini Nawawi. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Jana. 2012. Nyakan di Luar, Tradisi Ngembak Geni di Buleleng, Setelah Sehari Penuh Laksanakan Catur Brata Penyepian, http://beritadewata.com/Daerah/Singaraja/ Nyakan_di_Luar,_Tradisi_Ngembak_Geni_di_Buleleng.html (diambil 20 Februari 2014, pukul 08.37 WIB). Kadjeng, I Nyoman dkk., 1997, Sarasamuscaya dengan teks Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuna, Paramita, Surabaya. Moleong, Lexy, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya. Mustafa, Hasan, 2000, Teknik Sampling, Bandung, Alfabeta. Parisada Hindu Dharma Indonesia, 1978, Upadesa, Jakarta. --------------------------------------, Aktualisasikan Catur Brata Penyepian, http://www. parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=57&Itemid=61. (diambil 20 Februari 2014, pukul 09.36 WIB). -------------------------------------, 2005, Pelaksanaan Hari Raya Nyepi di Indonesia, Jakarta. -----------------------------------, 1983, Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu, Denpasar. Pendit, Nyoman S., 1984, Nyepi Hari Kebangkitan dan Toleransi, Yayasan Merta Sari Jakarta. Poerwandari, K., 1998, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, Jakarta. LPSP3 Universitas Indonesia. Prabowo. 1996. Memahami Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta. Andi Offset. Pudja, I Gde, 2003, Bhagavadgita, Paramita, Surabaya. Sedarmayanti dan Syaifudin Hidayat, 2011, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung. Sugiyono. 2002. Metodologi Penelitian Administrasi. Yogyakarta. CV Alfabeta. Suhardana, 2007, Introspeksi Diri, Maramita, Surabaya. Titib, I Made, 2003, Pedoman Pelaksanaan Hari Raya Nyepi, Pustaka Mitra Jaya. --------------, 2003, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak Perspektif Agama Hindu, Ganeca Ekxact, Bandung. ----------. 2013. Nyepi. Wikipedia bahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Nyepi (diambil tanggal 20 Februari 2014 jam 13.44 WIB) Wiana, I Ketut, 2007, Tri Hita Karana, Paramita, Surabaya. Yanti, Komang Heri, Tradisi Nyakan Di Rurung Dalam Perayaan Hari Raya Nyepi di Desa Pakraman Bengkel Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng (Kajian Teologi Hindu). Bali. e-Journal Teologi Hindu IHDN. http://tvribali.com/index. php?option=com_content&view=article&id=76:ngembak-geni-tradisi-nyakan-diluarrumah-&catid=48:budaya&Itemid=62 (diambil 20 Februari 2014 jam 12.53 WIB). Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus Desain dan metode. Jakarta. Raja Grafindo Persada.