BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam setiap perumusan kebijakan publik. Bentuk dari adanya keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan cara rakyat menentukan sendiri wakil-wakilnya yang dipercaya untuk menyalurkan aspirasi rakyat dalam pemerintahan melalui pemilihan umum (pemilu). Keterlibatan Rakyat dalam perumusan kebijakan dapat direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk di tingkat Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Oleh karena itulah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai hak-hak yaitu hak interpelasi, hak menyatakan pendapat, hak bertanya, hak budget, dan hak angket. Dimana hak interpelasi adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sedangkan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal 2 penting strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas tindak lanjut pelaksanaan interpelasi dan hak angket, kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air dan dunia internasional. Salah satu dalam melaksanakan fungsinya, baik DPR maupun DPRD yang mempunyai hak-hak diantaranya hak anggaran. Melihat pada beratnya tugas dalam melaksanakan fungsi legislatif, DPR dan DPRD harus benar-benar mampu berperan dalam menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas secara proporsional. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan baik apabila setiap anggota legislatif ini bukan saja piawai dalam berpolitik, melainkan juga menguasai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi dan teknis penyelenggaraan pemerintahan, mekanisme kerja kelegislatifan, kebijakan publik, teknis pengawasan, penyusunan anggaran dan sebagainya. Karakteristik anggota DPRD Sulsel dapat dilihat dari peran dan tugasnya dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan budgeting, karena hal tersebut akan menjadi tolok ukur kemampuan mereka dalam mewakili rakyat Sulawesi Selatan. Kemampuan itu terkait sangat penting dimiliki untuk membawa aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya. 3 Kemudian hak DPRD ditingkat daerah, khususnya pada daerah, di Kabupaten Pinrang yang salah satunya adalah yang berkaitan dengan fungsi anggaran DPRD. Ruang lingkup kewenangan DPRD dalam pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan fungsi kebijakan fiskal yang terdiri dari alokasi, distribusi dan stabilisasi serta fungsi manajemen dimana APBD menjadi pedoman kerja, alat kontrol masyarakat dan sekaligus sebagai alat ukur kinerja pemerintah daerah. Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi DPRD di Kabupaten Pinrang menunjukkan bahwa fungsi atau peran DPRD tidak seperti yang diharapkan. Banyak faktor yang melemahkan kedudukan DPRD sehingga lembaga legislatif ini tidak sepenuhnya dapat menjalankan fungsinya. Hal ini disebabkan karena kedudukan, fungsi dan hak-hak yang melekat pada DPRD secara formal telah menempatkan lembaga legislatif tersebut sebagai institusi penting dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan, yaitu menjalankan tugas-tugas di bidang legislatif. Sebagai badan perwakilan, DPRD berkewajiban menampung aspirasi rakyat dan memajukan kesejahteraan rakyat. Kedudukan ini memberi beban kepada DPRD untuk memelihara keseimbangan dan keserasian hubungan antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Fungsi DPRD yang salah satunya adalah fungsi anggaran yang dilaksanakan oleh legislator daerah secara efisien dan efektif, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi defisit antara penerimaan daerah dengan 4 pengeluaran daerah dalam penyusunan RAPBD yang dapat ditetapkan menjadi APBD. Hal yang demikian dapat dihindarkan dengan mengefektifkan fungsi alokasi anggaran sesuai dengan skala prioritas. Dengan demikian maka dapatlah dikatakan bahwa fungsi dan paran DPRD sangat berperan terhadap efektivitas dalam penyusunan APBD khususnya pada Daerah Tingkat II di Kabupaten Pinrang. Namun fenomena yang terjadi adalah karena sebagian legislator daerah yang terpilih dalam Pemilu 2009 belum menguasai pentingnya fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi dalam penyusunan dan penetapan APBD, sehingga kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya defisit anggaran yang hampir menimpa semua daerah dewasa ini belum akurat. Sehingga anggota DPRD harus diberikan pembekalan yang cukup dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya khususnya dalam penyusunan APBD. Selain itu diperlukan transparansi antara pihak eksekutif di daerah yang mengusulkan RAPBD dengan pihak legislative atau DPRD, sehingga implementasi fungsi alokasi, anggaran dapat mempertemukan ranah kewenangan antara DPRD dengan pemerintah daerah, agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap akuntabilitas penganggaran daerah. Pemerintah daerah setiap tahun anggaran mengajukan RAPBD kepada DPRD yang berisi semua usulan program dan kegiatan berdasarkan usulan masing-masing satuan kerja. Usulan itu disertai dengan alokasi anggaran yang dibutuhkan. DPRD pada dasarnya 5 mempunyai cukup waktu untuk mengkaji dan mempertimbangkan secara matang terhadap usulan tersebut. Beberapa persoalan yang sering muncul dan berakibat moral hozards (yang terjadi karena memang sudah ada maksud-maksud tertentu yang kurang baik). Kondisi yang demikian itu tidak boleh terjadi sehingga diperlukan sikap jujur dan transparansi yang dilandasi prinsip niat baik dari kedua belah pihak, yakni DPRD dan pemda untuk melaksanakan amanat rakyat. RAPBD yang diusulkan perlu dibahas dan disahkan menjadi APBD harus benar-benar selaras dengan aspirasi masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar semua usulan kegiatan tidak melebihi kemampuan penerimaan yang dapat dicapai, agar tidak terjadi defisit anggaran, sambil memperhatikan fungsi alokasi anggaran, distribusi anggaran, dan stabilisasi anggaran. Dari pihak pengusul APBD yaitu eksekutif atau pemda terkadang RAPBD yang disampaikan sangat terlambat diterima DPRD, sehingga legislator daerah mengalami kesulitan untuk menilai dan mengkritisi semua usulan pemda. Banyaknya usulan sangat tidak mungkin dicermati satu persatu dalam waktu yang terbatas. Diperparah dengan RAPBD yang diusulkan menggunakan acuan “minimal dalam penerimaan dan maksimal dalam pengeluaran”. Akibatnya potensi penerimaan tidak tergali dengan baik, sebab jumlah penerimaan dibuat under target, sementara alokasi belanja disusun penuh dengan nilai mark up. Persoalan yang muncul dari DPRD selaku lembaga yang harus menyetujui RAPBD menjadi APBD, banyak pengguna anggaran dari 6 satuan kerja pengusul anggaran dari pemda yang mencoba langsung melakukan pendekatan kepada DPRD agar usulannya diloloskan. Akibatnya system dan mekanisme kerja rusak. Sementara pihak DPRD banyak muncul kepetingan pribadi dan golongan yang dijadikan dasar mengambil keputusan, sehingga sistem dan mekanisme terjadi pengrusakan dan pembusukan. Banyak usulan kegiatan yang muncul dadakan berasal dari belakang meja DPRD, tidak melalui satuan kerja sesuai peraturan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin membahas penelitian ini lebih jauh dengan memilih judul : “Pelaksanaan Fungsi Anggaran di DPRD Kabupaten Pinrang Tahun 2011.” B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disajikan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan fungsi anggaran anggota DPRD dalam penyusunan APBD tahun 2011 di Kabupaten Pinrang. 2. Bagaimana pertarungan kepentingan dalam penyusunan APBD tahun 2011 di Kabupaten Pinrang. C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk menganalisis pelaksanaan fungsi anggaran anggota DPRD dalam menyusun APBD tahun 2011 di Kabupaten Pinrang. 7 2) Untuk menganalisis pertarungan kepentingan dalam penyusunan APBD di Kabupaten Pinrang. D. KEGUNAAN PENELITIAN Kegunaan penelitian yang dikemukakan dalam pembahasan skripsi dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Manfaat Akademis a. Sebagai bahan referensi bagi yang berminat untuk memperdalam fungsi DPRD dalam penyusunan anggaran. b. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan, Universitas Hasanuddin Makassar. 2) Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi legislatif DPRD di Kabupaten Pinrang. b. Sebagai dasar pengambilan keputusan bagi stakeholder anggota DPRD dalam memperbaiki kinerja DPRD dalam penyusunan anggaran. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini yang akan dibahas 4 aspek, sebagai berikut : Teori Kepentingan, Fungsi DPRD, Fungsi Anggaran DPRD, Tahap-tahap Penyusunan Anggaran. Keempat aspek tersebut akan diuraikan lebih lanjut kedalam kerangka teori dan skema kerangka pikir. A. Teori Kepentingan Dalam teori ini menjelaskan bahwa untuk kelangsungan hidup suatu Negara maka negara harus memenuhi kebutuhan negaranya dengan kata lain yaitu mencapai kepentingan. Dengan tercapainya kepentingan maka negara akan berjalan dengan stabil, baik dari segi politik, sekonomi, sosial maupun pertahanan keamanan dengan kata lain jika kepentingan terpenuhi maka negara akan tetap survive. Kepentingan merupakan tujuan mendasar dan faktor paling menentukan yang memadu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri. Kepentingan terdapat beberapa aspek, seperti ekonomi, ideologi, kekuatan dan keamanan militer, moralitas dan legalitas. Dalam hal ini, yang mana faktor ekonomi pada setiap kebijakan yang diambil oleh suatu negara selalu berusaha untuk meningkatkan perekonomian negara yang dinilai sebagai suatu kepentingan nasional. Suatu kepentingan dalam aspek ekonomi diantaranya adalah untuk meningkatkan keseimbangan 9 kerjasama perdagangan suatu negara dalam memperkuat sektor industri dan sebagainya. Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan suatu negara untuk mengatur hubungan luar negeri. Ia merupakan bagian dari kebijaksanaan nasional negara tersebut dan semata-mata dimaksudkan untuk mengabdi kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu yang sedang dihadapi, dan hal tersebut lazimnya disebut kepentingan. Tujuan politik luar negeri adalah mewujudkan kepentingan negaranya. Tujuan tersebut memuat gambaran atas keadaan negara di masa mendatang dan kondisi dimasa depan yang diinginkan. Kepentingan dipahami sebagai konsep kunci dalam politik luar negeri. Konsep tersebut dapat diorientasikan pada ideologi suatu negara ataupun pada sistem nilai sebagai pedoman perilaku negara tersebut. Artinya bahwa keputusan dan tindakan politik luar negeri bisa didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ideologis ataupun dapat terjadi antar ideologi dengan kepentingan sehingga terjalin hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara pertimbangan-pertimbangan ideologis dengan pertimbangan-pertimbangan kepentingan yang tidak menutup kemungkinan terciptanya formulasi kebijaksanaan politik luar negeri yang lain atau baru. 10 Kepentingan merupakan bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan politik luar negeri suatu negara. Setiap negara yang menjalankan politik luar negerinya senantiasa menempatkan kepentingan nasional pada prioritas utama. Oleh sebab itu kepentingan dikatakan sebagai inti dari pelaksanaan politik luar negeri, dan juga dipandang sebagai konsep kunci yang digunakan pada pembuat kebijakan dalam mempertimbangkan nilai pada realitas tindakan politik luar negerinya. B. Fungsi DPRD Menurut UU No. 32 Tahun 2004 DPRD merupakan lembaga yang mempunyai wewenang yang tinggi untuk mengawasi pelaksaan anggaran, untuk itu fungsi, tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPRD harus jelas agar kinerja DPRD semakin meningkat terutama dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).1 Menurut UU No. 32 tahun 2004 fungsi DPRD adalah : 1. Fungsi Legislasi, untuk membentuk peraturan daerah bersama gubernur/bupati/ walikota. 2. Fungsi Anggaran, untuk menyusun dan menetapkan APBD didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD. 3. Fungsi Pengawasan, untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, perda dan keputusan gubernur/bupati/ walikota serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 11 Berdasarkan teori mengenai fungsi DPRD, yang ditekankan dalam penelitian ini adalah fungsi anggaran. Alasannya karena fungsi anggaran yang merupakan bagian yang terpenting dalam pelaksanaan perencanaan daerah C. Fungsi Anggaran DPRD Menurut Wasistiono dan Yonatan (2007 : 107) bahwa fungsi penganggaran mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan daya saing. Anggaran pada tingkat daerah (APBD) mempunyai hubungan yang signifikan dengan anggaran pada tingkat nasional (APBN), yaitu sebagai alat untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal secara vertikal (proporsionalitas pendapatan lukratif), selain itu juga mengatasi persoalan ketimpangan fiskal horisontal (membandingkan antara kebutuhan fiskal (fiscal needs)) dengan kemampuan fiskal (fiscal capacity) untuk menentukan / menghitung celah fiskal (fiscal gap). Selain itu juga mengatasi persoalanpersoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya efek pelayanan publik dan pelayanan sipil (inter jurisdicational spill over effect), yaitu efek menyebar atau eksternalitas ke daerah-daerah lainnya.2 Fungsi penganggaran merupakan salah satu fungsi terpenting dari DPRD, sehingga para anggota DPRD perlu memahami perbedaan fungsional dalam hal penganggaran dibandingkan dengan fungsi 2 Wasistiono dan Yonatan, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Fokusmedia. 12 pemerintah daerah dalam hal penganggaran, dalam rangka penyusunan dan penetapan RAPBD menjadi APBD pada setiap kabupaten/kota. Karena itu perbedaan mendasar yang menentukan tingkat kerja penganggaran DPRD ketidaksamaan persepsi perlu dijabarkan, fungsional antara guna fungsi meminimalisasi penganggaran pemerintah daerah dengan fungsi penganggaran DPRD. Perbedaan fungsional dari kedua institusi tersebut dalam hal penganggaran terletak pada tujuan masing-masing yang hendak dicapai. Hal ini dijelaskan oleh Djojosoekarto dan Djayasinga (2004) sebagai berikut : Tujuan fungsi penganggaran bagi pemda, APBD merupakan instrumen pemenuhan tanggungjawab pemerintahan sebagai kontrak sosial antara pemerintah dengan rakyat. Kondisi ini akan semakin relevan ketika Bupati dipilih secara langsung. Tujuan fungsi penganggaran bagi DPRD, APBD lebih bersifat politis di mana setiap pilihan program yang disetujui dalam APBD harus memperhatikan preferensi para pemilihnya.3 Melihat tujuan yang hendak dicapai oleh masing-maisng institusi tersebut di atas telah menunjukkan bahwa, peran DPRD dalam fungsi anggaran berorientasi politis yang harus memperhatikan janji ketika kampanye pemilu legislatif, dimana semua caleg yang telah terpilih menjadi legislator daerah harus mengakumulasi kepentingan pemilih dalam wilayah pemilihannya dengan program/usulan bidang kegiatan yang tercantum dalam usulan RAPBD. Sebagai tindak lanjut dapat dilihat dalam pelaksanaan fungsi anggaran segi belanja dan pembiayaan. 3 Djojosoejarto, Agung dan Djayasinga, Marselina, 2004, Membangun Kapasitas Fungsi Penganggaran DPRD. Konrad Adenauer Sitiftung (KAS), Jakarta. 13 1. Fungsi Anggaran Segi Belanja Pelaksanaan fungsi anggaran bagi DPRD kabupaten/kota perlu merumuskan kebijakan dasar untuk setiap mata anggaran dalam RAPBD yang diusulkan oleh pemerintah daerah kebupaten/kota yang menurut Djojosoekarto dan Djayasinga (2004) mengatakan bahwa : Berdasarkan pada analisis kondisi dan potensi daerah secara menyeluruh, DPRD perlu merumuskan berbagai kebijakan dasar sektoral. Perumusan kebijakan sektoral ini mengacu pada kebijakan pembangunan nasional dan prioritas yang ditentukan daerah. Komponen-komponen dan indikator-indikator dasar perlu dirumuskan dan disepakati oleh DPRD dan pemerintah daerah.4 Sehubungan dengan itu DPRD kabupaten/kota perlu merumuskan fungsi anggaran menurut struktur belanja dalam RAPBD sebagaimana yang telah diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang menetapkan pembelanjaan sebagai berikut : Belanja daerah terdiri atas belanja tidak langsung dan belanja langsung serta pengeluaran pembiayaan daerah dan sisa lebih anggaran tahun berkenaan dengan struktur sebagai berikut : a. Belanja tidak langsung 1) Belanja pegawai 2) Belanja bunga 3) Belanja subsidi 4) Belanja hibah 5) Belanja bantuan sosial 6) Belanja bagi hasil kabupaten/kota dan pemerintahan desa 7) Belanja bantuan keuangan kepada pemda dan pemerintahan desa 8) Belanja tidak terduga b. Belanja langsung 1) Belanja pegawai 2) Belanja barang dan jasa 3) Belanja modal 4 Djojosoejarto, Agung dan Djayasinga, Marselina, 2004, Membangun Kapasitas Fungsi Penganggaran DPRD. Konrad Adenauer Sitiftung (KAS), Jakarta. 14 Peran DPRD dalam fungsi anggaran menurut struktur belanja tidak langsung, belanja langsung, pengeluaran pembiayaan daerah, dan sisa lebih anggaran tahun lalu. Semuanya dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Belanja tidak langsung Belanja tidak langsung dalam struktur APBD kabupaten/kota sebagai mana disebutkan di atas terdiri atas delapan komponen, setiap komponen akan dijelaskan satu persatu. 1) Belanja pegawai Belanja pegawai telah diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang menegaskan bahwa belanja pegawai yang termasuk salah satu komponen belanja daerah terdiri atas empat jenis yaitu : a) Gaji dan tunjangan PNS. b) Tambahan penghasilan PNS c) Belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta BKDH dan WBKH. d) Biaya pemungutan pajak daerah 2) Belanja bunga Komponen belanja bunga dalam usulan RAPBD kepada DPRD kabupaten/kota telah diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang menegaskan bahwa belanja bunga atau pembayaran bunga atas pinjaman daerah termasuk salah satu komponen belanja daerah terdiri atas dua jenis yaitu : a) Bunga atau pinjaman 15 b) Bunga atau obligasi 3) Belanja subsidi Komponen belanja subsidi dalam usulan RAPBD telah diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang menetapkan bahwa belanja darah untuk keperluan subsidi pemerintah daerah kepada perusahaan atau lembaga tertentu di daerah yaitu : a) Belanja subsidi kepada perusahaan daerah. b) Belanja subsidi kepada lembaga tertentu yang potensial dikembangkan. Belanja subsidi tersebut perlu dianalisis secermat mungkin oleh DPRD agar tidak salah sasatan mengucurkan dana subsidi yang sebenarnya kurang urgen, sehingga dapat membebani anggaran belanja daerah itu. Oleh karena itu DPRD harus tanggap dalam menyetujui setiap usulan belanja subsidi. 4) Belanja hibah Belanja daerah untuk keperluan hibah pemerintah daerah kepada berbagai institusi terdiri atas : a) Belanja hibah kepada pemerintah pusat b) Belanja hibah kepada pemerintah daerah lainnya. c) Belanja hibah kepada pemerintah desa. d) Belanja hibah kepada perusahaan daerah/BUMD. e) Belanja hibah kepada badan/lembaga/organisasi swasta. 16 f) Belanja hibah kepada kelompok masyarakat/perorangan. Semua jenis belanja hibah tersebut di atas perlu dianalisa oleh DPRD agar tidak salah mengucurkan dana hibah kepada badan/lembaga tertentu yang sebenarnya tidak begitu penting, sehingga dapat membebani anggaran belanja daerah. Karena itu DPRD harus tanggap dalam memberi persetujuan untuk setiap usulan belanja hibah. 5) Belanja bantuan sosial Belanja daerah untuk bantuan sosial pemerintah daerah kepada berbagai institusi terdiri atas : a) Belanja bantuan sosial organisasi kemasyarakatan. b) Belanja bantuan partai politik. Belanja daerah untuk bantuan sosial cukup rawan menjadi sumber pengeluaran yang fiktif, karena itu para legislator daerah harus lebih cermat dalam menelusuri pos pengeluaran tersebut agar tidak menjadi ajang perebutan dana yang didominasi oleh organisasi sosial politik tertentu. Kondisi yang demikian itu memang sering terjadi terutama menjelang pemilu di daerah kabupaten/kota, bahkan terkadang ada keberpihakan dari pemda terhadap ormas da parpol tertentu, sehingga merugikan bagi yang lainnya. Karena itu para legislatifr daerah harus tanggap dalam menetapkan porsi bantuan yang 17 dapat diberikan sesuai kriteria batas minimal dan maksimal bantuan sosial yang dapat diberikan oleh pemda. 6) Belanja bagi hasil kabupaten/kota dan pemerintahan desa Belanja daerah untuk bagi hasil kepada kabupaten/kota dan pemerintahan desa terdiri atas : a) Belanja bagi hasil pajak daerah kepada pemerintah kabupaten/kota. b) Belanja bagi hasil pajak daerah kepada pemerintah desa. c) Belanja bagi hasil retribusi daerah kepada kabupaten/kota. d) Belanja bagi hasil retribusi daerah kepda pemerintah desa. 7) Belanja bantuan keuangan kepada pemda dan pemerintahan desa Belanja daerah untuk bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan pemerintahan desa terdiri atas : a) Belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota. b) Belanja bantuan keuangan kepada pemerintahan desa. Belanja tersebut diatas dimaksudkan untuk membantu pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah desa dalam memenuhi kebutuhan keuangan membiayai kontinuitas kelangsungan penyelenggaraan pemerintah daerah dan pemerintahan desa. 8) Belanja tidak terduga 18 Belanja tidak terduga adalah belanja daerah yang belum diketahui kapan pengeluarannya, karena itu pemda perlu menyiapkan dana untuk suatu kegiatan yang tidak terduga, sehingga dananya perlu disediakan, sebagai antisipasi atas suatu aktivitas tidak terduga dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. b. Belanja langsung Selain belanja tidak langsung yang telah diuraikan diatas, juga terdapat belanja langsung dalam struktur penyusunan dan penetapan RAPBD menjadi APBD. Adapun usulan belanja langsung pemda kabupaten/kota kepada DPRD setiap tahun anggaran terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut : 1) Belanja pegawai Belanja pegawai pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas : a) Honorarium PNS. b) Honorarium non PNS. c) Uang lembur. d) Belanja beasiswa pendidikan PNS. e) Belanja kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS. Komponen belanja pegawai dalam lingkup pemda kabupaten/kota hanya terdiri atas lima pos pengeluaran yakni honorarium PNS dan non PNS, uang lembur dan berbagai tingkat beasiswa untuk diklat pegawai. Sedangkan gaji pokok, tunjangan isteri dan anggota keluarga, tunjangan kesehatan, tunjangan jabatan struktural dan 19 fungsional dan lain-lain, masuk dalam komponen-komponen belanja tidak langsung. 2) Belanja barang dan jasa Belanja barang dan jasa pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas : a) Belanja bahan pakai habis. b) Belanja bahan/material. c) Belanja jasa kantor. d) Belanja premi asuransi. e) Belanja perawatan kendaraan bermotor. f) Belanja cetak dan penggandaan. g) Belanja sewa rumah, gedung, gudang, dan parkir. h) Belanja sewa sarana mobilitas. i) Belanja sewa alat berat. j) Belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor. k) Belanja makanan dan minuman. l) Belanja pakaian dinas dan atributnya. m) Belanja pakaian kerja. n) Belanja pakaian khusus dan hari-hari tertentu. o) Belanja perjalanan dinas. p) Belanja perjalanan pindah tugas. q) Belanja pemulangan pegawai. 20 Semua pos pengeluaran belanja barang dan jasa yang diusulkan dalam RAPBD kabupaten/kota setiap tahun anggaran kepada DPRD sebagaimana yang disebutkan diatas, memerlukan pembahasan yang secermat mungkin oleh para anggota DPRD agar tidak menimbulkan penyimpangan seperti belanja perjalanan dinas yang sering dipertanyakan masyarakat dewasa ini. 3) Belanja modal Komponen belanja modal bagi pemerintah daerah kabupaten/kota yaitu : a) Belanja modal pengadaan tanah b) Belanja modal pengadaan alat-alat berat c) Belanja modal pengadaan alat-alat angkutan darat bermotor. d) Belanja modal pengadaan alat-alat angkutan darat tidak bermotor. e) Belanja modal pengadaan alat-alat angkutan di air bermotor. f) Belanja modal pengadaan alat-alat angkutan di aras tidak bermotor. g) Belanja modal pengadaan alat-alat angkutan udara. h) Belanja modal pengadaan alat-alat bengkel. i) Belanja modal pengadaan alat-alat pertanian/peternakan. j) Belanja modal pengadaan peralatan kantor. pengolahan 21 k) Belanja modal pengadaan perlengkapan kantor. l) Belanja modal pengadaan komputer. m) Belanja modal pengadaan mobeuler. n) Belanja modal pengadaan dapur. o) Belanja modal pengadaan penghias ruangan rumah tangga. p) Belanja modal pengadaan alat-alat studio. q) Belanja modal pengadaan alat-alat komunikasi. r) Belanja modal pengadaan alat-alat ukur. s) Belanja modal pengadaan alat-alat kedokteran. t) Belanja modal pengadaan alat-alat laboratorium. u) Belanja modal pengadaan konstruksi jalan. v) Belanja modal pengadaan konstruksi jembatan. w) Belanja modal pengadaan konstruksi jaringan air. x) Belanja modal pengadaan penerangan jalan, taman, dan hutan kota. y) Belanja modal pengadaan instalasi listrik dan telepon. z) Belanja modal pengadaan konstruksi bangunan. aa) Belanja modal pengadaan buku.kepustakaan. bb) Belanja modal pengadaan barang bercorak kesenian. cc) Belanja modal pengadaan hewan ternak dan tanaman. dd) Belanja modal pengadaan alat-alat keamanan. 22 2. Fungsi Anggaran Segi Pembiayaan Pengeluaran pembiayaan daerah dalam struktur usulan RAPBD kabupaten/kota kepada DPRD pada setiap tahun anggaran terdiri dari 4 (empat) komponen (Permendagri No. 13 Tahun 2006) sebagai berikut :5 a. Pembentukan dana cadangan Pembentukan dana cadangan untuk pembiayaan daerah, dilakukan dengan memanfaatkan sisa anggaran yang belum terpakai sebagai berikut : 1) Penerimaan pembiayaan daerah dan sisa penghematan belanja 2) Sisa belanja pegawai dari belanja tidak langsung 3) Sisa belanja pegawai dari belanja langsung 4) Sisa-sisa belanja barang dan jasa, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tidak terduga. Dana cadangan berfungsi untuk memenuhi keperluan tertentu yang bersifat mendesak dalam memenuhi pengeluaran pembiayaan daerah. Dengan demikian pemda tidak kekurangan dana dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. b. Penyertaan modal (investasi) pemda Penyertaan modal atau investasi dari pemerintah daerah kabupaten / kota setiap tahun anggaran sebagai berikut : 5 Permendagri No. 13 Tahun 2006 23 1) Badan usaha milik pemerintah (BUMN) 2) Badan usaha milik pemerintah daerah (BUMD) 3) Badan usaha milik swasta c. Pembayaran pokok utang Pembayaran pokok utang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam usulan RAPBD kepada DPRD, tercantum dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagai berikut : 1) Pembayaran pokok utang yang jatuh tempo kepada pemerintah. 2) Pembayaran pokok utang yang jatuh tempo kepada pemerintah daerah lainnya. 3) Pembayaran pokok utang yang jatuh tempo kepada lembaga keuangan bank. 4) Pembayaran pokok utang yang jatuh tempo kepada lembaga keuangan bukan bank. 5) Pembayaran pokok utang sebelum jatuh tempo kepada pemerintah. 6) Pembayaran pokok utang sebelum jatuh tempo kepada pemerintah daerah lainnya. 7) Pembayaran pokok utang sebelum jatuh tempo kepada lembaga keuangan bank. 8) Pembayaran pokok utang sebelum jatuh tempo kepada lembaga keuangan bukan bank. 24 9) Pelunasan obligasi daerah pada saat jatuh tempo. 10) Pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo. Semua pembayaran uang pokok dan pelunasan obligasi pemda sebagai mana yang disebutkan di atas, menjadi beban dalam APBD setiap tahun anggaran, sehingga mendapat sorotan tajam dari DPRD dalam pembahasan APBD. Dengan demikian pinjaman daerah dapat diperkecil bahkan kalau memungkinkan dilunasi. d. Pemberian pinjaman daerah Komponen pemberian pinjaman daerah kabupaten/kota dalam usulan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan menjadi APBD pada setiap tahun anggaran, tercantum dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah : pemberian pinjaman daerah kepada pemerintah dan pemberian pinjaman daerah kepada daerah lain. Khusus untuk komponen pemberian pinjaman daerah kepada pihak ketiga tidak semua daerah kabupaten/kota menerapkannya, hanya daerah-daerah yang memiliki potensi PAD yang cukup dan APBD selalu surplus setiap tahun anggaran yang dapat menerapkannya. Peran DPRD dari fungsi anggaran, memiliki urgensi yang perlu segera dibenahi dalam hal proses pembahasan dan penetapan sebagai salah satu produk peraturan daerah yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah yang menurut Heriyanto (2002) bahwa : 25 Untuk dapat mengefektifkan fungsi anggaran di DPRD, sebaiknya dilakukan berbagai pelatihan atas inisiatif anggota DPRD sendiri, yang pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi ataukah pemerintah daerah setempat. Terutama untuk lebih meningkatkan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan dalam penyusunan peraturan daerah tentang penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Melakukan studi banding dengan daerah lain tentang pembahasan APBD untuk meningkatkan pengetahuan tentang proses pembahasan dan pengesahan RAPBD menjadi APBD yang dapat meningkatkan pembangunan daerah.6 Para anggota DPRD juga perlu menyadari bahwa jabatan legislatif merupakan jabatan kehormatan yang membawa amanat rakyat, sehingga perlu memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, diantaranya menyusun anggaran pembelanjaan yang seimbang dengan potensi penerimaan/ pendapatan yang akan diperoleh yang langsung manfaatnya dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat. Karena itu penyusunan APBD harus memperhatikan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilitas anggaran, dengan struktur pendapatan, belanja dan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip atau asas sistem defisit/surplus anggaran. D. Tahap-tahap Penyusunan Anggaran Penyusunan APBD merupakan proses penganggaran daerah dimana secara konseptual terdiri atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan perencanaan operasional anggaran (budget operational planning). 6 Heriyanto, 2002, Memahami Tugas dan Wewenang DPR, DPD, dan DPRD, Bina Aksara, Jakarta. 26 Sebagai bagian dari kebijakan anggaran, Pemerintah Daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya dengan sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) kepada DPRD. RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah. Kebijakan umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. Kebijakan umum APBD disusun berdasarkan RKPD yang telah ditetapkan dan dijadikan pedoman dalam rangka penyusuan rancangan APBD. Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintah daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerag, alokasi belanja daerah, sumber, dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan harus diseleraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana asumsi-asumsi yang mendasarinya setidaknya mempertimbangkan perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah. 27 Dalam menyusun rancangan KUA, Kepala Daerah oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tim Anggaran Pemerintah Daerah dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat badan perencana daerah, pejabat badan pengelola keuangan daerah, dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Hasil rancangan KUA yang telah disusun disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni. Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD (KUA) tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Pembahasan rancangan KUA dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan kebijakan Umum APBD yang telah dibahas bersama DPRD selanjutnya disepakati menjadi kebijakan umum APBD yang dituangkan dalam nota kesepakatan antara pemerintah dan DPRD paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan. Berdasarkan KUA yang telah disepakati maka disusunlah plafon dan prioritas anggaran sementara (PPAS). Prioritas dan plafon anggaran sementara yang selanjutnya disingkat PPAS merupakan program prioritas 28 dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Plafon anggaran sementara adalah jumlah rupiah batas tertinggi yang dapat dianggarkan oleh tiap-tiap satuan kerja perangkat daerah, termasuk di dalamnya belanja pegawai sehingga penentuan batas maksimal dapat dilakukan setelah memperhitungkan belanja pegawai. Prioritas adaah suatu upaya mengutamakan sesuatu daripada yang lain. Prioritas merupakan proses dinamin dalam pembuatan keputusan yang saat ini dinilai paling penting dengan dukungan komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut . Penetapan prioritas tidak hanya mencakup keputusan apa yang panting untuk dilakukan, tetapi juga menentukan skala atau peringkat wewenang/urusan/fungsi atau program adn kegiatan yang harus dilakukan lebih dahulu dibanding program atau kegiatan yang lain. Tujuan prioritas terpenuhinya skala dan lingkup kebutuhan masyarakat yang dianggap paling penting dan paling luas jangkauannya, agar alokasi sumber daya dapat digunakan dimanfaatkan secara ekonomi, efisien dan efektif, mengurangi tingkat risiko, dan ketidakpastian serta tersusunnya program atau kegiatan yang lebih realistis. Rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara disusun dengan tahapan sebagai berikut : 1. Menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan. 2. Menentukan urutan program dalam masing-masing urusan. 29 3. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program. Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan PPAS dilakukan oleh TAPD, bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan disepakati menjadi Perioritas dan Plafon Anggaran (PPA) dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. E. Kerangka Pikir Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memberi gambaran seluruh aktivitas pemerintahan dan pembangunan daerah kabupaten/kota, yang dibiayai berdasarkan sumber-sumber penerimaan dan kebijakan pembelanjaan dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan dan pembangunan daerah. Karena itu APBD sering diartikan sebagai pernyataan tentang perkiraan dan pengeluaran daerah yang diharapkan terjadi dalam satu tahun ke depan berdasarkan kinerja masa lalu. Penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi salah satu kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari segi fungsi anggaran. Penyusunan APBD dapat dianalisis dengan menggunakan presfectif proces atau siklus, yaitu suatu 30 metode yang menerapkan siklus atau putaran/tahapan pembuatan kebijakan. Studi yang menyangkut proses kebijakan dapat ditelusuri dalam empat tahapan yakni: masalah kebijakan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Dalam konteks ini kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan pembahasan dan penetapan APBD yang berbasis kinerja, sebagai metode baru dalam penyusunan dan penetapan anggaran. Masyarakat semakin menyadari akan keterlibatannya dalam pengelolaan daerah sangat diperlukan. Paradigma baru dalam pengelolaan pembiayaan daerah menuntut adanya transparansi atau keterbukaan, partisipasi dan akuntabilitas anggaran. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem anggaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, yaitu sistem anggaran yang berbasis kinerja (performance budgeting) Anggaran kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan pencapaian hasil kerja (output) berdasarkan perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan. Azas anggaran yang berbasis kinerja adalah sistem defisit / surplus anggaran dalam hal ini APBD, yang memiliki struktur yakni aggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan. Berbeda dengan struktur lama yaitu anggaran pendapatan, anggaran belanja rutin, dan anggaran belanja pembangunan. 31 Ditelusuri dari aspek kebijakan sumber pendapatan dalam anggaran berbasis kinerja terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dari aspek kebijakan belanja yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, bagi hasil/bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Kebijakan pendapatan daerah yang dimanfaatkan untuk membiayai seluruh kegiatan dan pembangunan daerah dalam struktur APBD berbasis kinerja, memanfaatkan tiga sumber. Pertama; sumber PAD yang mencakup pajak-pajak daerah, retribusi-retribusi daerah, bagian laba dari usaha daerah, dan lain-lain usaha PAD. Kedua; sumber dana perimbangan yang mencakup DAU, DAK, dan bagian hasil pajak dan bukan pajak. Ketiga, sumber dari lain-lain pendapatan yang sah. Selanjutnya secara umum ada dua kebijakan dasar dalam fungsi anggaran yang harus dilaksanakan oleh DPRD. Pertama, fungsi kebijakan fiskal dilakukan dengan instrumen pajak dan pengeluaran pemerintah yang terdiri atas, alokasi anggaran, distribusi anggaran, dan stabilisasi anggaran. Kedua, fungsi manajemen, dimana APBD menjadi pedoman kerja, menjadi alat kontrol masyarakat, dan menjadi alat ukur kinerja pemerintah. Analisis kebijakan penyusunan dan penetapan APBD Kabupaten Pinrang tahun 2010 mengalami defisit, dan tahun 2011 mengalami surplus. Hal ini menarik ditelusuri, apakah kebijakan APBD Kabupaten 32 Pinrang mampu mencapai sasaran sesuai kebijakan anggaran, atau mengapa pencapaian sasaran kurang maksimal. F. Skema Kerangka Pikir Skema 1. Kerangka Pikir Pelaksanaan Fungsi Anggaran di DPRD Kabupaten Pinrang DPRD APBD Tanggapan Anggota DPRD Pertarungan Kepentingan sesama Anggota DPRD dan Anggota DPRD dengan PEMDA Periode Tahun 2010 - 2011 Pelaksanaan fungsi anggaran