i KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA NOCTURNAL PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KECAMATAN BESULUTU KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S1) Oleh: ANDI ILHAM F1D1 10 055 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI OKTOBER 2015 ii ii iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Andi Ilham Tempat/Tanggal Lahir : Kendari, 09 juli 1992 Alamat : Jln. Lumba-lumba, Kel lalolara, Kendari No Telpn/Hp : 0852 3063 1755 Email : [email protected] Nama Ayah : Andi Irwan Nama Ibu : Rosdianti Alamat : Kel. Loea, Kec. Loea, kab. Kolaka Timur Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 1 Loea, masuk tahun 1998 dan lulus tahun 2004. 2. SMP Negeri 1 Tirawuta, masuk tahun 2004 dan lulus tahun 2007. 3. SMA Nenegri 1 Tirawuta, masuk tahun 2007 dan lulus tahun 2010. 4. Perguruan Tinggi/Akademi Universitas Halu Oleo, lulus tahun 2015 iii iv iv v KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit Kecamatan Besulutu kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara” dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana Stata Satu (S-1) pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. Berbagai kesulitan dan hambatan dalam penulisan hasil penelitian ini penulis dapatkan, namun atas rahmat Allah SWT serta dorongan, tekad dan kemauan yang keras terutama adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj. Sitti Wirdhana A, S.Si, M. Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Suriana, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih serta penghargaan yang tak terhingga kepada orang tuaku yang tercinta ayahanda Andi Irwan, S.Pd dan ibunda Rosdianti, S.Pd yang penuh kasih sayang memelihara, menuntun, v vi mendidik, dan membesarkan penulis. Semoga seluruh budi baik dan jasa mereka diberikan pahala dan keselamatan di akhirat kelak. Ucapan terimakasih kepada saudara-saudaraku Sartina, S.Pdi, Andi Irma Sari, S.Kep serta kakak iparku Muh. Ikbal dan Lulu Herwanto, S.H yang selalu memberikan masukan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi. Dalam penyusunan hasil penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang merupakan sumber acuan dalam keberhasilan penyusunan hasil penelitian ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan pendapat, saran, serta solusi penyelesaian penyusunan hasil penelitian, yaitu kepada yang terhormat: 1. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari 3. Ketua Jurusan Biologi yang telah mendorong dan memotivasi penulisan selama ini. 4. Dr. Nur Arfa Yanti, S.Si, M.Si selaku penasehat akademik yang telah memberikan pengarahan bimbingan dalam memprogramkan mata kuliah. 5. Muhsin, S.Pd, M.Si, Wa Ode Harlis, S.Si, M.Si dan Dr. Amirullah, M.Si selaku dewan penguji yang telah banyak memberikan ide dan masukan saransaran yang membangun. 6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Biologi serta segenap Staf Administrasi di Lingkungan FMIPA UHO. vi vii 7. Terima kasih kepada Dita Sintia Arisandi yang telah banyak memberikan support, ide, tenaga, fikirannya serta motivasi yang positif dalam menyelesaikan studi ini. 8. Sahabat seperti keluarga penulis, Perkumpulan Bioz; Edi Azis, M. Rasyid Ridho, M Sugiarto, Rasno JS, Agung Baskoro, Bribda Sofyan Hadi. Terimah kasih banyak telah memberikan suport kepada penulis. 9. Terima kasih kepada bapak Amin Murukiyanto dan ibu Aliati S. Porongoti beserta Efis Amalia, Niska Amalia, Nur Apni Amalia, Nur Rahmadani Amalia. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini. 10. Sahabat-sahabat penulis ; Sella Resha, Ayu Safitri, Diajeng Puspita, Hasryanti, Ranti Melkaresi, Kadriah terima kasih atas bantuannya selama ini. 11. Saudara seperjuangan angkatan 2010, Edi Azis, Pardin, LD. Adi Parman, S.Si, La Riadi, S.Si, Jendri Mamangkey, S.Si, La Ode M. Daud, Muhlis, S.Si, Arsita Adam, S.Si, Yustina Rante Kali S.Si, Yurnal, S.Si, Dian Cristiani, S.Si, Titin Pratiwi R, S.Si, Eka Riskawati, S.Si, Yuli Suryawati, S.Si, Nurtin, Novita Sari, S.Si, Israh, S.Si, Rina, S.Si, Eti Ritnawati, Fildamayanti, Marwati, Nelpiani, Nurmini, Wa Ode Desi, S.Si, Leni Ratnasari, Yusmiana S.Si, Istika Noviani, S.Si, Sinta Sawitri, S.Si, Hisna, Farni, S.Si, Novita sari S.Si, Hardianty Faisal S.Si.,Serta semua angkatan 2010 Jurusan Biologi yang tidak sempat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuannya selama ini baik secara moril maupun materil. 12. Untuk senior-seniorku, Hendra, Catra Anugrawan, Andi Wiradiharja, Abd. Hafids, S.Si, Sofyan, S.Si, Sudiaman, S.Si, Rahman, S.Si, Mawardi Janitra, vii viii S.Si, Baharuddin, Lin Marselina, S.Si, Fitriani, S.Si, Taslim, Izal, S.Si, Agung, S.Si, Jeane Kristy Kantohe, S.Si dan yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas arahan dan motivasinya. 13. Adik-adik di jurusan Biologi mulai dari angkatan 2011 hingga 2014; Mustang Abd. Fajar Rasidu S.Si, Jefriadi, Malin, Indayani, Ritnawati, Niar satriani, La Samsul, Komang Murdana, Ridwan, Fatma Cahya Putri, Ika Riskawati, Wahyuni, Rafiu Drajat, Hasran, Siti surahmi, Irmayanti Arif, Muh. Gusmiranda, Muh. Sulfickar, Aditia, Ari, Pebrianto Meyer, Hermawan, Baharudin, Arun, Hardianto, Dafid Pratama, Hironimus, Devan, Hariani, Risna, Putra Prabowo, Diaz Eka Anjani serta adik-adik yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya. Akhirnya penulis berharap semoga partisipasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis bernilai ibadah serta mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Walaupun masih banyak kekurangan dalam skripsi ini penulis berharap ini dapat menjadikan sumber informasi ilmiah bagi peneliti yang relevan dengan penelitian ini. Amin Yaa Rabbal ‘alamin. Kendari, Penulis viii 29 Oktober 2015 ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK ABSTRACT Halaman i ii iii iv v ix xi xii xiii xiv xv BAB I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian 1 1 3 3 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Serangga (Insecta) B. Morfologi Serangga C. Serangga Nocturnal D. Keanekaragaman Jenis Serangga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya E. Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit 5 5 5 9 11 14 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Jenis Penelitian C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian 2. Bahan Penelitian D. Variabel Penelitian E. Definisi Operasional F. Indikator Penelitian G. Prosedur Kerja 1. Penentuan Lokasi Penelitian 2. Pengukuran Faktor Lingkungan 3. Pengambilan Sampel 4. Identifikasi Sampel 16 16 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 21 24 H. Analisis Data I. Penyajian Data 24 25 ix x BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor Lingkungan 1. Suhu 2. Kelembapan 3. pH B. Jenis – Jenis Serangga Nocturnal yang ditemukan Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu,Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. C. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. D. Deskripsi Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara 26 26 26 27 27 BAB V. PENUTUP A. Simpulan B. Saran 43 43 43 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 44 46 x 28 31 35 xi DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Alat yang digunakan beserta fungsinya 17 2. Bahan yang digunakan beserta fungsinya 18 3. Rata-rata hasil pengukuran parameter lingkungan pada setiap stasiun pada perkebunan kelapa sawit. 4. Jenis dan Jumlah Individu Serangga Nocturnal yang ditemukan Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit 5. 26 28 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E’) Jenis Serangga Nocturnal Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit. 31 xi xii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Gambaran Umum Serangga 6 2. Peta perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani, Kecamatan Besulutu, SulawesiTenggara. 16 3. Perangkap modifikasi Light trap dan yellow trap 22 4. Skema penempatan stasiun dan perangkap 23 5. Histogram Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit. 32 6. Genus Gryllus 35 7. Genus Dystipsidera 36 8. Genus Drypta 36 9. Genus Apogonia 37 10. Genus Dinoderus 37 11. Genus Bitoma 38 12. Genus Encymon 38 13. Genus Colophotia 39 14. Genus Paederus 39 15. Genus Oryctes 40 16. Genus Spodoptera 40 17. Genus Nymphula 41 18. Genus Nymphula 41 19. Genus Ostrinia 42 20. Genus Nyctemera 42 xii xiii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Dokumentasi Penelitian 46 2. Peta Penelitian 49 xiii xiv KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA NOCTURNAL PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KECAMATAN BESULUTU KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA Oleh: Andi Ilham F1D1 10 055 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serangga nocturnal dan keanekaragaman serta kemerataan jenis serangga nocturnal yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Plot Square dengan perangkap modifikasi light trap dan yellow trap dan di identifikasi di laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. Keanekaragaman jenis serangga nocturnal ditentukan dari indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan. Hasil penelitian diperoleh 444 individu yang terdiri dari 3 ordo, 12 famili dan 14 genus. Indeks keanekaragaman (H’) serangga pada stasiun I (2,40), stasiun II (2,50) dan stasiun III (2,46) yang tergolong dalam kategori sedang. Indeks kemerataan (E’) serangga pada stasiun I (0,97), stasiun II (0,95) dan pada stasiun III (0,93) yang tergolong dalam kemerataan yang stabil. Kata Kunci: Serangga nocturnal, Perkebunan kelapa sawit, Keanekaragaman, Kemerataan. xiv xv DIVERSITY OF NOCTURNAL INSECTS TYPE IN OIL PALM PLANTATIONS OF BESULUTU DISTRICT KONAWE REGENCY SOUTH EAST SULAWESI Written by : Andi Ilham F1D1 10 055 ABSTRACT The aims of this research was to know nocturnal insects and diversity and also evenness nocturnal insects that found in oil palm plantations Besulutu district Konawe regency South East Sulawesi. This research was exploratif research, conducted on June 2015. Sampling was done by plot square methode with modification light trap and yellow trap and was identification in Biology Laboratory, Faculty Of Mathematic and Natural Science, Halu Oleo University. Diversity of nocturnal insects was determined by diversity and evenness index. The result of this research obtained 444 individuals consisting of 3 orders, 12 families and 14 genera. Diversity index (H’) of nocturnal insects at station I (2.40), station II (2.49), and the station III (2.45) which appertain of medium category. Evenness index (E’) of nocturnal insects at station I (0.97), station II (0.95), and the station III (0.93) which appertain of stabil evenness. Keywords : Nocturnal Insects, Oil Palm Plantations, Diversity, Evenness xv 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan fauna avertebrata yang sangat penting dalam berbagai ekosistem. Serangga memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi dengan daya adaptasi yang tinggi pada berbagai habitat. Keanekaragaman yang tinggi dalam sifat-sifat morfologi, fisiologi dan perilaku adaptasi dalam lingkungannya, dan demikian banyaknya jenis serangga yang terdapat di muka bumi, menyebabkan banyak kajian ilmu pengetahuan, baik yang murni maupun terapan, menggunakan serangga sebagai model/bahan pengamatan (Tarumingkeng, 2001). Kurang lebih dari 1 juta spesies serangga telah dideskripsi, hal ini merupakan petunjuk bahwa serangga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi. Diperkirakan masih ada sekitar 10 juta spesies serangga yang belum dideskripsi. Untuk dapat mengenal makhluk hidup khususnya pada hewan berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya dapat dilakukan melalui pengamatan ciriciri morfologi, habitat, cara berkembang biak, jenis makanan, tingkah laku, dan beberapa ciri lain yang dapat diamati. Keanekaragaman jenis hewan pada suatu tempat dapat ditentukan dari indeks keanekaragaman suatu komunitas (Dakir, 2009). Penggolongan jenis serangga berdasarkan aktivitasnya, dikenal serangga yang aktif di siang hari (diurnal) dan serangga yang aktif di malam hari 1 2 (nocturnal). Serangga malam hari (nocturnal) adalah hewan yang tidur pada siang hari, dan aktif pada malam hari. Serangga nokturnal umumnya memiliki kemampuan penglihatan yang tajam. Serangga nocturnal dapat melihat gelombang cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan dapat memilah panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya dari 300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga bahwa serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya yang diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Borror et al., 1996). Perkebunan kelapa sawit milik PT. Mega Utama Tani di Kabupaten Konawe seluas 346.92 hektar dengan luas tanaman 346.49 hektar. Perkebunan Kelapa Sawit tidak luput dari gangguan hama dan penyakit. Salah satu hama yang menjadi perhatian serius dalam budidaya kelapa sawit adalah hama dari golongan serangga. Sejauh ini telah banyak dilakukan kajian mengenai keanekaragaman serangga, misalnya, Pelawi (2009) menunjukkan bahwa terdapat 10 ordo serangga di wilayah PT. Umbulmas Wisesa Kabupaten Labuhan Batu yang terdiri dari 33 famili, dengan jumlah populasi serangga sebanyak 299 individu. Saputri (2006) menemukan jenis insekta yang terperangkap pada lahan pasca 10 tahun penambangan batubara di Desa Gunung Batu Kecamatan Binuang kabupaten tapin berjumlah 8 ordo, 17 famili dan 17 genus. Sampai saat ini belum ada informasi tentang jenis- jenis serangga nocturnal yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian ini yang berjudul 3 Keanekaragaman Jenis Serangga Nocturnal pada Perkebunan Kelapa Sawit Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah : 1. Jenis serangga nocturnal apa saja yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara ? 2. Bagaimana keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara ? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui jenis serangga nocturnal apa pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. 2. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui jenis-jenis serangga nocturnal apa saja yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. 4 2. Dapat mengetahui keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal apa saja yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. 3. Menambah wawasan peneliti mengenai keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal apa saja yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara 4. Sebagai bahan informasi dan acuan bagi peneliti selanjutnya khususnya yang meneliti masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Serangga (Insecta) Serangga sebagai salah satu organisme dengan keanekaragaman yang tinggi merupakan kekayaan hayati Indonesia yang diperhatikan keberadaannya. Jumlah serangga mencapai sekitar 250.000 jenis atau 15% dari biota yang ada di Indonesia (Borror et al., 1996). Serangga adalah anggota dari filum atropoda (binatang dengan kaki beruas-ruas) yang terbagi menjadi tiga sub filum yaitu filum Trilobita (telah punah dan tinggal sisa-sisanya/fosil) Chelicerata (terdiri atas beberapa kelas termasuk Arachnida) dan Mandibulata (terdiri atas beberapa kelas yang salah satunya adalah kelas insect/Hexapoda). B. Morfologi Serangga Serangga merupakan kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang), karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari bahasa Yunani, berarti “berkaki enam”). Serangga ditemukan hampir di semua lingkungan. Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi. Lebih dari 800.000 spesies insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung (Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya (Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 5 6 spesies bangsa kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah (Hymenoptera) (Suheriyanto , 2008). Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya, hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa adalah kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Caput merupakan sebuah konstruksi yang padat dan keras dan terdapat beberapa suture yang menurut teori evolusi caput tersebut terdiri dari empat ruas yang mengalami penyatuan. Thorax terdiri dari tiga ruas yang jelas terlihat, sedangkan abdomen terdiri dari + 9 ruas (Pelawi, 2009). Gambar 1 menunjukan morfologi dan anatomi secara umum. Gambar 1. Morfologi Serangga (https://www.google.com/search?q=serangga&source=lnms&tbm= 3 Februari 2015). 7 Caput merupakan kepala serangga yang berfungsi sebagai tempat melekatnya antena, mata majemuk, mata oseli, dan alat mulut. Berdasarkan posisinya kepala serangga dibagi menjadi tiga, yaitu hypognathous, prognathous, dan ephistognathous. Hypognathous apabila alat mulutnya menghadap ke bawah, contoh serangganya adalah belalang Acrididae; prognathous apabila alat mulutnya menghadap ke depan, contoh serangganya adalah kumbang Carabidae; dan ephistognathous apabila alat mulutnya menghadap ke belakang, contoh serangga adalah semua serangga ordo Hemiptera (Pelawi, 2009). Antena serangga berjumlah dua atau sepasang, berupa alat tambahan yang beruas-ruas dan berpori yang berfungsi sebagai alat sensor. Bagian-bagian antena adalah antenifer, soket, scape, pedicel, meriston, dan flagelum. Bentuk antena serangga sangat bervariasi berdasarkan jenis dan stadiumnya. Mata serangga terdiri dari dua macam yaitu mata majemuk dan mata oseli. Mata majemuk berfungsi sebagai pendeteksi warna dan bentuk, sedangkan mata oseli atau biasa disebut mata tunggal berfungsi sebagai pendeteksi intensitas cahaya. Mata majemuk terdiri dari beberapa ommatidia dan mata tunggal terdiri dari satu. Sebagai contoh, mata majemuk capung terdiri dari 28.000 ommatidia dan satu ommatidiumnya berukuran + 10 µm. Serangga makan dengan menggunakan mulutnya. Ada beberapa tipe alat mulut serangga, yaitu: penggigit-pengunyah, penggigit-pengisap, penusuk-pengisap, pemarut-pengisap, pencecap-pengisap, dan pengisap (Borror et al., 1996). pengait-pengisap, 8 Leher serangga merupakan daerah bermembran yang disebut cervix. Pada bagian cervix terdapat sepasang cervical sklerit. Sepasang cervical sklerit ini berfungsi sebagai engsel yang menghubungkan antara caput dengan thorax. Pada beberapa serangga cervix sklerit ini menyatu dengan pleura pada protoraks. Thorax adalah bagian yang menghubungkan antara caput dan abdomen. Thorax serangga terdiri dari tiga ruas yaitu protorak, mesotorak, dan metatorak. Thorax juga merupakan daerah lokomotor pada serangga dewasa karena pada Thorax terdapat tiga pasang kaki dan dua atau satu pasang sayap (kecuali ordo Thysanura tidak bersayap). Thorax bagian dorsal disebut notum (Cambell et al., 2004). Kaki serangga dewasa berjumlah tiga pasang, sedangkan pada fase pradewasa jumlah kakinya sangat bervariasi tergantung spesiesnya. Secara umum kaki serangga terdiri dari beberapa ruas yaitu trochantin, coxa, trochanter, femur, tibia, tarsus, pretarsus, dan claw. Bentuk kaki serangga dewasa juga sangat bervariasi berdasarkan pada fungsinya. Kaki yang digunakan untuk meloncat disebut saltatorial, menggali disebut fosorial, berlari disebut kursorial, berjalan disebut gresorial, menangkap mangsa disebut raptorial, dan berenang disebut natatorial (Cambell et al., 2004). Sayap serangga terdiri dari dua atau satu pasang. Serangga bersayap pada fase dewasa dan pradewasa khusus pada Ephemeroptera yang biasa disebut fase subimago/preimago. Sayap serangga secara umum berupa lembaran yang bervena berfungsi untuk terbang. Venasi sayap ini penting untuk diketahui sebagai dasar untuk menentukan spesies serangga tertentu, khususnya bangsa lalat dan tawon. 9 Sayap serangga bentuknya sangat bervariasi, oleh karena itu entomologist memilahkan bentuk-bentuk sayap ini sebagai dasar untuk menentukan ordo. Sayap depan kumbang sangat tebal dan kuat yang digunakan sebagai pelindung tubuhnya disebut elytra; sayap depan kepik yang separuh bagian basal tebal disebut corium dan selebihnya membran, sayap depan kepik ini disebut hemelytra; sayap depan kecoa disebut tegmina; dan sayap belakang lalat yang disebut halter berukuran sangat kecil berujung membulat berfungsi sebagai alat penyeimbang ketika terbang (Jumar, 2000). Abdomen serangga merupakan bagian tubuh yang memuat alat pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Abdomen serangga terdiri dari beberapa ruas, rata-rata 9-10 ruas. Bagian dorsal dan ventral mengalami sklerotisasi sedangkan bagian yang menghubungkannya berupa membran. Bagian dorsal yang mengalami sklerotisasi disebut tergit, bagian ventral disebut sternit, dan bagian ventral berupa membran disebut pleura (Odum, 1971). C. Serangga Nocturnal Serangga malam selalu tertarik pada cahaya matahari, sebab cahaya membantu mereka sebagai penunjuk jalan. Serangga dapat melihat gelombang cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan dapat memilah panjang gelombang cahaya yang berbeda beda. Serangga dapat melihat panjang gelombang cahaya dari 300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga bahwa serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu 10 merupakan cahaya yang diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Borror et al., 1996). Letak lampu badai yang dekat dengan tanaman yang berdaun lebat memberi kesempatan warna daun terpantulkan sehingga terlihat oleh serangga di sekitarnya. Seranga-serangga akan lebih tertarik pada warna ultraviolet dan cahaya hijau atau biru. Pada 3 warna colour trap yaitu merah, biru dan kuning, nampak bahwa Drosophila tertarik pada ke-3 trap tersebut, terutama pada cahaya kuning. Kelompok serangga yang menyukai warna biru adalah Drosophila dan Hymenoptera, kelompok serangga yang menyukai warna merah hanya Drosophila, sedangkan kelompok serangga yang menyukai warna kuning adalah Drosophila, Formicidae, Hemiptera, dan Mucidae (Borror et al., 1996). Dengan Yellow trap serangga yang tertangkap diduga jenis serangga pada pertanaman wortel tertarik pada warna kuning. Warna kuning menarik perhatian serangga karena warna tersebut memberikan stimulus makanan yang disukai serangga. Serangga akan mengira bahwa warna tersebut adalah suatu daun atau buah yang sehat. Hal inilah yang menyebabkan serangga tertarik untuk mendekatinya sebagai makanannya. Fauna yang tertarik pada warna kuning umumnya adalah herbivora. Serangga merupakan hewan poikiloterm, dimana hewan ini suhu tubuhnya menyesuaikan dengan suhu lingkungan. Serangga memiliki sistem pertahanan diri terhadap suhu yang rendah, beberapa serangga tahan untuk hidup pada suhu yang 11 rendah ini menyimpan glikogel di dalam jaringan mereka untuk melindungi diri dari pembekuan (Borror et al., 1996). Beberapa faktor yang mempengaruhi hidup serangga, diantaranya adalah faktor fisis yang dibedakan menjadi dua yaitu iklim dan topografi. Faktor fisis lain yang mempengaruhi aktifitas serangga adalah cahaya, ada beberapa serangga yang peka terhadap cahaya matahari sehingga hidup di tempat-tempat yang gelap, dan juga terbang di malam hari, mereka tertarik pada cahaya lampu (Abadi, 2009). D. Karagaman Jenis Serangga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978). Untuk memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan kemanpuan mengenal dan membedakan jenis serta dapat mengidentifikasi jenis serangga (Odum, 1971). Untuk mengetahui keanekaragaman serangga dalam satu kawasan digunakan indeks keanekaragaman jenis yang dikemukakan Shannon-Wiener Wilkinson and Baker (1994) dengan rumus: i =0 H’ = − ∑ ( Pi )Ln (Pi) i =1 dimana : H´ = Indeks keanekaragaman Pi = Jumlah jenis (ni/N) ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis 12 Kriteria penilaian berdasarkan keanakaragaman jenis (Michael, 1984); H´ ≤ 1, : keanekaragaman rendah 1 < H´ ≤ 3, : keanekaragaman sedang H´ > 3, : Keanekaragaman tinggi Indeks kemerataan menggambarkan perataan penyebaran individu dari spesies organisme yang menyusun komunitas. Rumus dari indeks kemerataan Evennens (E) menurut Pielou (1966), (Brower et. al., 1997) yaitu : E= π»π»′ π»π» ππππππ ′ = π»π»′ πΏπΏπΏπΏ (ππ) Keterangan : H’ = keanekaragaman jenis S = jumlah jenis Dengan kisaran sebagai berikut : E < 0,4 = Kemerataan populasi kecil 0,4 ≤ E < 0,6 = Kemerataan populasi sedang E ≥ 0,6 = Kemerataan populasi tinggi. Dalam ekosistem alami, semua mahluk hidup berada dalam keadaan seimbang dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama. Di ekosistem alamiah keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang terdapat flora dan fauna yang beragam. Tingkat keanekaragaman pertanaman mempegaruhi timbulnya masalah hama serangga. Sistem pertanaman yang beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Oka, 1995). Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme selalu dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme pengendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat 13 anatar spesies (persaingan, predasi) dan tingkat inter spesies (persaingan, territorial) (Krebs, 1978 dalam Untung 1996) Menurut Krebs (1978), ada enam factor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya keragaman jenis, yaitu : 1. Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari pada komunitas muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi. 2. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik, maka semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. 3. Kompetisi, apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun ketersediaannya cukup, namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lainnya atau sebaliknya. 4. Pemangsaan dalam mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemangsaan selalu tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman jenis. 14 5. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis dalam lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi. 6. Produktivitas, dalam skala ini dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi. Keenam faktor ini saling berinteraksi untuk menetapkan keanekaragaman jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam akibat turut campur tangan manusia (Michael, 1995). Faktor-faktor yang mengatur kepadatan suatu populasi dapat dibagi dua golongan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain persaingan antara individu dalam satu populasi atau dengan spesies lain perubahan lingkungan kimia akibat adanya sekresi dan metabolisme, kekurangan makanan, serangan predator/parasit/penyakit, emigrasi, faktor iklim misalnya cuaca, suhu, dan kelembaban sedangkan faktor internal perubahan genetic dari populasi (Oka, 1995). E. Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit Meningkatnya pemanfaatan lahan secara besar-besaran untuk penanaman kelapa sawit di Indonesia menambah jumlah lahan monokultur yang menguntungkan bagi perkembangan serangga. Hal tersebut terjadi karena pakan terus-menerus tersedia sehingga menunjang keberlangsungan hidup 15 serangga dengan baik. Permasalahan serangga pada perkebunan semakin serius dengan pemanfaatan tandan kosong pada areal tanaman kelapa sawit sebagai mulsa dan pengganti pupuk non organik. Pemanfaatan tandan kosong banyak diaplikasikan pada areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pada tanaman menghasilkan (TM). Serangga utama atau hama kunci merupakan spesies hama pada kurun waktu yang lama dan selalu menyerang pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang berat, sehingga memerlukan usaha pengendalian yang sering kali dalam daerah yang luas. Tanpa usaha pengendalian, maka hama ini akan mendatangkan kerugian ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agro-ekosistem hanya satu atau dua hama utama. Sisanya adalah hama kategori hama yang lain (Untung, 2001). 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Pengambilan sampel dilakukan di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Gambar 2) dan selanjutnya sampel tersebut dianalisis di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari. Gambar 2. Peta perekebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani, Kecamatan Besulutu, Sulawesi Tenggara (https://www.google.com/maps/place/Mega+Utama+Tani.+PT Diakses pada 20 Februari 2015). 16 17 B. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk melihat keanekaragaman jenis serangga nocturnal yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit. C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian No Alat Fungsi 1 GPS Untuk menentukan titik koordinat lokasi pengambilan sampel 2 Thermohigrometer Mengukur suhu udara dan mengukur kelembaban udara 3 Kamera Dokumentasi 4 Alat tulis Mencatat sampel-sampel yang di dapat 5 6 7 Roll meter modifikasi Light trap dan Yellow trap. Botol Serangga 8 Loupe 9 Jangka Sorong 10 11 12 Spoit Pinset Styroform 13 Plastik Ciplok 14 Amplop 15 Pipet Tetes Untuk mengukur luas transek Sebagai wadah untuk menjebak serangga Untuk tempat menyimpan serangga agar tetap utuh Untuk pengamatan serangga di laboratorium Untuk pengukuran organ tubuh serangga Alat suntik Untuk menjepit serangga Untuk media papan spesimen serangga sementara. Untuk menyimpan sampel yang di dapatkan Untuk menyimpan sampel yang tidak biasa basah Untuk memipet larutan 18 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Bahan yang digunakan pada penelitian No Bahan Fungsi 1 Alkohol 70 % Untuk mengawetkan serangga 2 Buku Identifikasi pelajaran Untuk mengidentifikasi sampel pengenalan Serangga serangga yang di dapatkan (Borror at al., 1976) 3 Buku identifikasi Australian Beetles (Lawrence dan Britton, 1994) Untuk mengidentifikasi serangga yang di dapatkan sampel D. Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini adalah keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. E. Definisi Operasional Untuk menghindari adanya kekeliruan makan dijelaskan definisi operasional seperti berikut: a. Keanekaragaman serangga yang ada pada perkebunan kelapa sawit adalah jenis serangga yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit dan dihitung dengan rumus indeks Shannon dan Wiener yaitu H' = – Σ pi ln pi. 19 b. Kemerataan serangga yang ada pada perkebunan kelapa sawit adalah jenis serangga yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit dan dihitung dengan rumus indeks Evennens (E) yaitu E = π»π» ′ π»π» ππππππ ′ = π»π» ′ πΏπΏπΏπΏ (ππ) c. Serangga nocturnal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu serangga yang ditemukan di malam hari pada perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. d. Perkebunan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkebunan PT. Mega Utama Tani dengan luas areal 348,92 Ha dan luas tanaman 346,49 Ha, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. F. Indikator Penelitian Indikator yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jumlah jenis serangga yang terperangkap pada perkebunan kelapa sawit Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. G. Prosedur Kerja 1. Penentuan Lokasi Pengamatan Sebelum melakukan pengamatan terlebih dahulu dilakukan survei lapangan untuk mengamati secara langsung kondisi lapangan sesuai kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menetapkan tempat dari lokasi pengamatan. Survei dilakukan pada beberapa perkebunan kelapa sawit yang ada di daerah Sulawesi Tenggara. Berdasarkan 20 hasil survei pada beberapa perkebunan, dengan menimbang waktu, jarak dan biaya serta perijinan penelitian maka lokasi penelitian yang dijadikan tempat pengambilan sampel adalah perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Konawe, Sulawesi Tenggara. Perkebunan Kelapa Sawit milik PT. Mega Utama Tani di Kabupaten Konawe seluas kurang lebih 348,92 ha dan luas areal tanaman 346,49 Ha yang terdiri dari 23 pete blok yang ukuran tiap pete bloknya berbeda-beda. Penentuan lokasi pengamatan pada perkebunan kelapa sawit didasarkan pada letak geografis ketinggian pada pete blok, dari 23 pete blok yang ada pada perkebunan dipilih 3 pete blok yaitu pete blok F8 dengan kisaran luas 36,15 Ha dan ketinggian 140 m, pete blok F9 dengan kisaran luas 25,90 Ha dan ketinggian 100 m dan pete blok D11 dengan kisaran luas 20,49 Ha dan ketinggian 60 m. Pada setiap pete blok dibuat stasiun 100x100 m, hal ini dimaksudkan agar dapat menyimpulkan bahwa lokasi terwakili dengan menentukan luas areal pengamatan yang konsisten dengan ukuran luas yang sama pada setiap pete blok yang dijadikan tempat pengamatan/pengambilan sampel, karena pada setiap pete blok mempunyai ukuran luas yang berbeda-beda. 2. Pengukuran Faktor Lingkungan Pengambilan data faktor lingkungan dilakukan pada tiap lokasi pengamatan. Data yang diambil meliputi suhu udara, pH tanah dan kelembaban udara. 21 a. Suhu Suhu udara di ukur pada tempat pemasangan perangkap dengan menggunakan Thermohigrometer yaitu dengan cara menekan tombol restart kemudian membiarkan selama ± 5 menit dan membaca skalanya. Pengukuran dilakukan pada jam 22:00. b. Derajat Keasaman (pH) Pengukuran derajat keasaman (pH) di tempat pemasangan perangkap dilakukan dengan menggunakan Soil tester yaitu dengan cara menancapkan alat tersebut di permukaan tanah selama ± 5 menit kemudian dibaca skalanya. Pengukuran dilakukan pada jam 22:00. c. Kelembaban Pengukuran kelembaban di tempat pemasangan perangkap dilakukan dengan menggunakan Thermohigrometer yaitu dengan cara menekan tombol restart kemudian membiarkan selama ± 5 menit dan membaca skalanya. Pengukuran dilakukan pada jam 22:00. 3. Pengambilan sampel Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan mengambil sampel serangga pada daerah perkebunan kelapa sawit sebanyak mungkin yang terperangkap. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunaan metode perangkap yaitu sebagai berikut : 22 a. Serangga malam hari (Nocurnal) Untuk penangkapan serangga yang aktif pada malam hari dilakukan dengan metode, modifikasi antara Light trap dan Yellow trap. Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang ada pada permukaan tanah dan yang respon terhadap cahaya pada malam hari (nocturnal). Perangkap ini menggunakan lampu sebagai sumber cahaya. Lampu diletakkan di dalam baskom yang telah berisi air sabun dengan baskom yang rata dengan permukaan tanah (Gambar 3). Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 18.00 atau menjelang magrib dan pengambilannya dilakukan saat fajar/pagi hari, tetapi dilakukan pengecekkan dalam selang waktu 4 jam. Gambar 3. Perangkap modifikasi Light trap dan yellow trap 23 Skema penentuan dan penenpatan stasiun dan perangkap dapat dilihat pada Gambar 4. Stasiun Penelitian 100 m Perangkap 2 Perangkap 1 Perangkap 5 100 m Perangkap 3 Keterangan : Perangkap 4 : Penempatan stasiun pengamatan : Penempatan perangkap : Stasiun pengamatan Gambar 4. Skema penempatan stasiun dan perangkap 24 Berdasarkan gambar 4 Lokasi pemasangan perangkap dilakukan pada ketiga stasiun yang dimana masing-masing stasiun ditempatkan 5 perangkap di tiap-tiap sisi stasiun dan satu di tengah. Pemasangan perangkap dilakukan selama proses penelitian berlangsung atau selama 9 hari. 4. Identifikasi Serangga Serangga yang terdapat di lapangan kemudian dikelompokkan sesuai dengan lokasi pengambilan sampel dan di awetkan dengan alkohol 70%, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dideterminasi dan diidentifikasi dengan memerhatikan bentuk luar (morfologi) dengan bantuan loupe serta buku acuan Pengenalan Pelajaran Serangga edisi keenam (Borror et. al, 1992 Buku identifikasi Australian Beetles (Lawrence dan Britton, 1994) H. Analisis Data Data jenis-jenis serangga yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan foto dilengkapi dengan skala. Sedangkan data jumlah jenis serangga malam yang terdapat di perkebunan kelapa sawit dianalisis berdasarkan parameter keanekaragaman jenis yaitu : Indeks keanekaragaman (Diversity index) menurut shanon dan wienner H’ = - ∑ Pi Ln Pi Pi = ππππ ππ 25 Dimana : H’ : Indeks keanekaragaman spesies menurut Shanon ni : Jumlah individu suatu jenis N : Total individu seluruh jenis Pi : Jumlah individu suatu jenis dibagi total seluruh jenis Kategori penilaian indeks keanekaragaman (H’) adalah : 1. H’ < 1 Keanekaragaman Rendah 2. H’ 1-3 Keanekaragaman Sedang 3. H’ > 3 Keanekaragaman Tinggi Indeks kemerataan dihitung menurut rumus Pielou (1966). Indeks ini menggambarkan perataan penyebaran individu dari spesies organisme yang menyusun komunitas. H' E = ln S Dimana : E H' S = = = Indeks Kemerataan (Eveness) Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener Jumlah genus Kategori komunitas lingkungan berdasarkan nilai kemerataan E’ adalah : 1. E’ < 0,50 Komunitas Kondisi Tertekan 2. 0,50 < E’ ≤ 0,75 Komunitas Kondisi Labil 3. 0,75 < E' ≤ 1,00 Komunitas Kondisi Stabil 26 I. Penyajian Data Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram serta hasil identifikasi serangga akan disajikan dalam bentuk gambar (dilampirkan). 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor Lingkungan Hasil pengukuran faktor lingkungan pada setiap stasiun di perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 . Tabel 3. Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Setiap Stasiun Pada lokasi penelitian No Stasiun 1. 2. 3. Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Suhu Udara (°C) 26 25,5 27 Parameter Kelembaban Udara (‰) 74% 80% 70 % pH 6,0 6,1 6,1 Berdasarkan hasil pengukuran faktor-faktor lingkungan pada Tabel 3 diketahui bahwa pada masing-masing stasiun, suhu udara, kelembaban dan pH relatif hampir sama. 1. Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang menentukan aktivitas hidup serangga. Pada suhu tertentu, aktivitas hidup serangga tinggi (sangat aktif), sedangkan pada suhu yang lain aktivitas serangga rendah (kurang aktif). Ratarata pengukuran suhu di lokasi pengamatan pada setiap stasiun pengamatan suhu udara relatif sama, yaitu suhu udara stasiun I 26 0C, stasiun II yaitu 25,50C, stasiun III yaitu 270C. Suhu ini masih berada dalam kisaran suhu untuk serangga berkembang dengan baik. Kisaran suhu serangga yang efektif untuk 27 28 hidup dan berkembang dengan baik adalah suhu minimum 15°C, suhu optimum 25°C dan suhu maksimum 45°C (Jumar, 2000). 2. Kelembaban Temperatur memberikan efek membatasi pertumbuhan organisme apabila keadaan kelembaban ekstrim tinggi atau rendah, akan tetapi kelembaban memberikan efek lebih kritis terhadap organisme pada kelembaban yang tinggi atau rendah. Banyak jenis serangga mempunyai batas toleransi sempit terhadap kelembaban. Jika kondisi kelembaban lingkungan sangat tinggi serangga dapat mati atau bermigran ke tempat lain. Kondisi yang kering kadang-kadang juga mengurangi adanya jenis tertentu karena berkurangnya populasi (Odum, 1998). Rata-rata pengukuran kelembaban udara pada setiap stasiun pada perkebunan kelapa sawit cenderung sama, berkisar 70% - 80%. Ukuran kelembaban masih dalam ukuran normal yaitu berkisar 50% - 90% yang masih dapat ditolerir oleh serangga untuk hidup dan berkembang biak pada tempat tersebut. 3. pH Keberadaan serangga juga dipengaruhi oleh pH tanah, khususnya serangga yang ada pada permukaan tanah. Nilai pH tanah berpengaruh terhadap indeks keanekaragaman, karena pH yang terlalu asam atau terlalu basa dapat mengakibatkan kematian pada serangga tanah. Rata-rata pengukuran pH pada lokasi penelitian di setiap stasiun hampir sama, yaitu berkisar 6,0 - 6,1, ukuran pH ini masih dalam batas toleransi yang dapat memungkinkan serangga hidup 29 dan berkembang biak. karena pH optimum yang ditolerir oleh serangga berkisar 5 – 7 (Desi, 2015). Heddy dan Kurniati (1994) menyatakan bahwa nilai pH tanah berpengaruh terhadap jumlah spesies serangga, karena pH yang terlalu asam atau terlalu basa dapat mengakibatkan kematian pada serangga tanah karena ada beberapa serangga tanah tidak dapat bertahan hidup pada pH tertentu. Keasaman (pH) tanah merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik flora maupun fauna tanah. Kondisi pH yang terlalu asam atau basa akan menjadikan organisme mengalami kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan mengalami kematian. B. Jenis-Jenis Serangga Nocturnal yang ditemukan Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara Hasil identifikasi jenis serangga Nocturnal pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Jumlah Individu Serangga Nocturnal yang Ditemukan Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ordo (2) Orthoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Coleoptera Jenis Serangga Family (3) Grylacrididae Carabidae Carabidae Scarabaeidae Bostrichidae Zopheridae Endomychidae Lampyrinae Staphylinidae Scarabaeidae Genus (4) Gryllus Dystipsidera Drypta Apogonia Dinoderus Bitoma Encymon Cholophotia Paederus Oryctes I (5) 23 9 12 15 9 8 11 6 - Stasiun II (6) 25 13 9 14 17 11 13 5 12 2 III (7) 28 14 9 4 17 9 13 9 12 8 Jumlah Individu (8) 76 36 30 33 43 28 37 14 30 10 30 (1) 11 12 13 14 15 (2) Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera (3) Noctuidae Crambidae Crambidae Crambidae Erebidae Jumlah Total (4) Spodoptera Nymphula Nymphula Ostrinia Nyctemera (5) 6 12 7 16 134 (6) 8 3 10 17 159 (7) 1 4 16 7 151 (8) 6 21 7 33 40 444 Ket : Stasiun I Stasiun II Stasiun III : Tidak ada individu : Pete Blok F8 dengan ketinggian 60 m : Pete Blok E9 dengan ketinggian 100 m : Pete Blok D11 dengan ketinggian 140 m Tabel 4 menunjukkan jumlah total individu serangga nocturnal berdasarkan taksonomi yang ditemukan pada ketiga stasiun pengamatan di perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara adalah 444 individu, 3 ordo dari 12 famili dan 14 genus serangga nocturnal. Stasiun I terletak pada pete blok F8 dengan luas areal 36,15 Ha pada titik S:03°59’25,0” E:122°20’00,9” dengan ketinggian 60 m. Selain kelapa sawit, stasiun ini juga terdapat tanaman Colopogonium mucunoides, Pueraria javanica, ubi kayu (Manihot utilisima), pohon pisang (Musa sp.), rumput teki (Chyperus rotundus) dan komba-komba. Pada stasiun 1 perkebunan kelapa sawit ditemukan jenis serangga nocturnal sebanyak 134 individu, 3 ordo yaitu ordo, Orthoptera, Lepidoptera, Coleoptera, 10 famili yaitu family Grylacrididae, Carabidae, Scarabaeidae, Bostrichidae, Zopheridae, Endomychidae, Staphylinidae, Noctuidae, Crambidae, Erebidae. 12 31 genus yaitu genus Gryllus, Dystipsidera, Drypta, Apogonia, Dinoderus, Bitoma, Encymon, Paederus, Spodoptera, Nymphula, Ostrinia, Nyctemera. Stasiun II terletak pada pete blok E9 dengan luas areal 25,90 Ha pada titik S:03°59’45,2” T:122°19’29,9” dengan ketinggian 100 m. Tanaman yang terdapat pada stasiun ini berupa tanaman Centrocema pubescens, Mucuna sp, Colopogonium mucunoides, rumput teki (Chyperus rotundus), ubi kayu (Manihot utilisima), papaya (Carica papaya L.) dan pohon pisang (Musa sp.). Pada stasiun II perkebunan kelapa sawit ditemukan jenis serangga nocturnal sebanyak 159 individu. 3 ordo yaitu ordo, Orthoptera, Lepidoptera, Coleoptera, 11 famili yaitu family Grylacrididae, Carabidae, Scarabaeidae, Bostrichidae, Zopheridae, Endomychidae, Lampyrinae, Staphylinidae, Crambidae, Erebidae. 13 genus yaitu genus Gryllus, Dystipsidera, Drypta, Apogonia, Dinoderus, Bitoma, Encymon, Cholophotia, Paederus, Spodoptera, Nymphula, Ostrinia, Nyctemera. Stasiun III terletak pada pete blok D11 dengan luas areal 20,49 Ha pada titik S:03°59’15,5” T:122°20’05,6” dengan ketinggian 140 m. Tanaman yang terdapat pada stasiun ini berupa tanaman Micania micrantha, Colopogonium mucunoides , Mucuna sp, rumput teki (Chyperus rotundus), ubi kayu (Manihot utilisima) dan alang-alang (Imperatar cylindrica L.). Pada stasiun III perkebunan kelapa sawit ditemukan jenis serangga nocturnal sebanyak 151 individu. Ditemukan 3 ordo yaitu ordo, Orthoptera, Lepidoptera, Coleoptera, 11 famili yaitu family Grylacrididae, Carabidae, 32 Scarabaeidae, Bostrichidae, Zopheridae, Endomychidae, Lampyrinae, Staphylinidae, Crambidae, Erebidae. 13 genus yaitu genus Gryllus, Dystipsidera, Drypta, Apogonia, Dinoderus, Bitoma, Encymon, Cholophotia, Paederus, Spodoptera, Nymphula, Ostrinia, Nyctemera. C. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara Hasil perhitungan indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal yang ditemukan pada setiap stasiun di perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’) Dan Kemerataan (E’) Jenis Serangga Nocturnal Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit Jenis Serangga Stasiun Ordo (1) Stasiun 1 Stasiun 2 Family Genus Jumlah Individu Pi lnPi PiLn Pi H’ E’ (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Orthoptera Grylacrididae Gryllus 23 0,17 -1,76 -0,30 2,40 0,97 Coleoptera Carabidae Dystipsidera 9 0,07 -2,70 -0,18 Coleoptera Carabidae Drypta 12 0,09 -2,41 -0,22 Coleoptera Scarabaeidae Apogonia 15 0,11 -2,19 -0,25 Coleoptera Bostrichidae Dinoderus 9 0,07 -2,70 -0,18 Coleoptera Zopheridae Bitoma 8 0,06 -2,82 -0,17 Coleoptera Endomychidae Encymon 11 0,08 -2,50 -0,21 Coleoptera Staphylinidae Paederus 6 0,04 -3,11 -0,14 Lepidoptera Noctuidae Spodoptera 6 0,04 -3,11 -0,14 Lepidoptera Crambidae Nymphula 12 0,09 -2,41 -0,22 Lepidoptera Crambidae Ostrinia 7 0,05 -2,95 -0,15 Lepidoptera Erebidae Nyctemera 16 0,12 -2,13 -0,25 134 1 25 0,16 2,50 0,95 Orthoptera Grylacrididae Gryllus -2,40 -1,85 -0,29 33 (1) Stasiun 3 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Coleoptera Carabidae Dystipsidera 13 0,08 -2,50 -0,20 Coleoptera Carabidae Drypta 9 0,06 -2,87 -0,16 Coleoptera Scarabaeidae Apogonia 14 0,09 -2,43 -0,21 Coleoptera Bostrichidae Dinoderus 17 0,11 -2,24 -0,24 Coleoptera Zopheridae Bitoma 11 0,07 -2,67 -0,18 Coleoptera Endomychidae Encymon 13 0,08 -2,50 -0,20 Coleoptera Lampyrinae Cholophotia 5 0,03 -3,46 -0,11 Coleoptera Staphylinidae Paederus 12 0,08 -2,58 -0,20 Coleoptera Scarabaeidae Oryctes 2 0,01 -4,38 -0,06 Lepidoptera Crambidae Nymphula 8 0,05 -2,99 -0,15 Lepidoptera Crambidae nymphula 3 0,02 -3,97 -0,07 Lepidoptera Crambidae Ostrinia 10 0,06 -2,77 -0,17 Lepidoptera Erebidae nyctemera 17 0,11 -2,24 -0,24 159 1 (9) (10) 2,46 0,93 -2,50 Orthoptera Grylacrididae Gryllus 28 0,19 -1,69 -0,31 Coleoptera Carabidae Dystipsidera 14 0,09 -2,38 -0,22 Coleoptera Carabidae Drypta 9 0,06 -2,82 -0,17 Coleoptera Scarabaeidae Apogonia 4 0,03 -3,63 -0,10 Coleoptera Bostrichidae Dinoderus 17 0,11 -2,18 -0,25 Coleoptera Zopheridae Bitoma 9 0,06 -2,82 -0,17 Coleoptera Endomychidae Encymon 13 0,09 -2,45 -0,21 Coleoptera Lampyrinae Cholophotia 9 0,06 -2,82 -0,17 Coleoptera Staphylinidae paederus 12 0,08 -2,53 -0,20 Coleoptera Scarabaeidae Oryctes 8 0,05 -2,94 -0,16 Lepidoptera Crambidae nymphula 1 0,01 -5,02 -0,03 Lepidoptera Crambidae nymphula 4 0,03 -3,63 -0,10 Lepidoptera Crambidae Ostrinia 16 0,11 -2,24 -0,24 Lepidoptera Erebidae nyctemera 7 0,05 -3,07 -0,14 151 1 -2,46 Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman dan kemerataan diperoleh histogram indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit disajikan pada (gambar 5). 34 3 2.40 2.50 2.46 2 0.97 0.95 0.93 H' E' 1 0 Stasiun 1 Gambar 5. Stasiun 2 Stasiun 3 Histogram Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit. Hasil perhitungan indeks Keanekaragaman (H’) jenis serangga nocturnal yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan pada lokasi penelitian perkebunan kelapa sawit bervariasi, yaitu keanekaragaman jenis serangga tertinggi berada pada stasiun II sebesar 2,49, diikuti stasiun III sebesar 2,45 dan paling rendah berada pada stasiun I yaitu sebesar 2,40. Tiga kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis yaitu, bila H' < 1 berarti keanekaragaman tergolong rendah, bila H' = 1-3 berarti keanekaragaman tergolong sedang, bila H` > 3 berarti keanekaragaman tergolong tinggi. Berdasarkan kriteria tersebut maka indeks keanekaragaman jenis serangga pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan pada setiap stasiun tergolong kategori sedang (1-3). Indeks keanekaragaman ini ditentukan oleh jumlah jenis dan distribusi kelimpahan tiap jenis serangga sehingga meskipun jumlah jenis individu serangga pada setiap stasiun berbeda namun indeks keanekaragaman 35 pada setiap stasiun tidak di bawah 1 dan di atas 3 sehingga dikategorikan sedang (Michael, 1995). Indeks keanekaragaman matematik untuk mempermudah merupakan dalam suatu menganalisis penggambaran informasi secara mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area. Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati, seringkali keanekaragaman jenis menjadi pusat perhatian untuk diamati dibandingkan dengan keanekaragaman genetik (Odum, 1971). Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2013). Tiga kriteria komunitas lingkungan berdasarkan nilai kemerataan, yaitu bila E' < 0,50 maka komunitas berada pada kondisi tertekan. Bila 0,50 < E' ≤ 0,75 maka komunitas berada dalam kondisi labil sedangkan 0,75 < E' ≤ 1,00 maka komunitas berada dalam kondisi yang stabil. Nilai indeks kemerataan (E') dapat menggambarkan kestabilan suatu komunitas. Semakin kecil nilai E' atau 36 mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran organisme dalam komunitas tersebut yang didominansi oleh jenis tertentu dan sebaliknya semakin besar nilai E' atau mendekati satu, maka organisme dalam komunitas akan menyebar secara merata (Krebs , 1978). Hasil perhitungan indeks kemerataan (E') jenis serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan bervariasi. Untuk indeks kemerataan serangga tertinggi berada pada stasiun I sebesar 0,97, dan diikuti stasiun II sebesar 0,95 dan yang terendah berada pada stasiun III sebesar 0,93, hal ini menunjukan bahwa pada stasiun kemerataan pada setiap stasiun berbeda tetapi secara keseluruhan kemerataan serangga pada perkebunan kelapa sawit tergolong kemerataan dalam kondisi stabil. D. Deskripsi Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Deskripsi dan identifikasi jenis serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan buku identifikasi Borror et al. (1996), Bugguide (2009), Sarnat dan Economo (2012), adalah sebagai berikut: 1. Spesies 1 Klasifikasi : Gambar 5. Genus Gryllus Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Orthoptera : Grylacrididae : Gryllus 37 Deskripsi : Spesies ini mempunyai tubuh berwarna hitam kecokelatan, kepala pendek dan tegak lurus, terdapat mata tunggal. Mata tersusun dalam 1 segitiga tumpul. Mempunyai sungut yang panjang. Tibia belakang hampir selalu dengan duri-duri yang panjang, duri-duri tibia belakang gemuk dan tidak dapat bergerak. Ruas tarsus yang kedua kecil, gepeng sebelah lateral, femur belakang cukup membesar. Tubuh tidak tertutup dengan sisik. Panjang tubuh 18 mm. 2. Spesies 2 Klasifikasi : Kindom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Carabidae : Dystipsidera Gambar 6. Genus Dystipsidera Deskripsi : Spesies ini memiliki antena dan kaki yang panjang. Panjang tubuhnya dapat mencapai 1 cm. Mereka mempunyai kepala lebih kecil dari pada dadanya. Dan pada umumnya berwarna coklat keabu-abuan atau hitam dengan bintik-bintik putih. Namun pada beberapa spesies, warna tubuhnya ada yang berwarna biru, hijau, dan warna perunggu logam atau warna-warni. Yang menjadi ciri khas dari kumbang ini adalah adanya bulu- bulu halus pada daerah kepala dan pola atau tekstur dari sayap spesies tersebut. 38 3. Spesies 3 Klasifikasi : Gambar 7. Genus Drypta Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Carabidae : Drypta Deskripsi : Spesies ini memiliki antena, panjang tubuhnya mencapai 1 cm. spesies ini memiliki ciri sama dengan ciri serangga pada umumnya. di bagi menjadi tiga bagian : kepala, torak, abdomen. Bercangkang keras dan memiliki kaki yang panjang berwarna coklat. 4. Spesies 4 Klasifikasi : Gambar 8. Genus Apogonia Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Scarabaeidae : Apogonia Deskripsi : Spesies tergolong ordo coleopteran. Spesies ini berwarna hitam dengan cangkang keras dan halus, tidak memiliki antenna, kepala relative 39 kecil dengan panjang sekitar 1 cm. spesies betina meletakkan telur 60 butir di dalam tanah sedalam 6-8 cm. 5. Spesies 5 Klasifikasi : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Bostrichidae : Dinoderus Gambar 9. Genus Dinoderus Deskripsi : Spesies ini memiliki panjang sekitar 8 mm, dengan tubuh berwarna coklat ketuaan dengan cangkang berwarna hitam. Memiliki antena seperti tanduk rusa dan permukaan tubuh berbuku-buku dan memiliki bulu halus. 6. Spesies 6 Klasifikasi : Gambar 10. Genus Bitoma Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Zopheridae : Bitoma Deskripsi : Spesies ini berwarna coklat muda dengan cangkang berwarna coklat ketuaan, tidak memiliki antena, kaki panjang, permukaan tubuh kasar, tipe 40 mulut menggigit dan mengunyah. Panjang ukuran berkisar 1 cm. spesies ini termaksud ordo coleoptera. 7. Spesies 7 Klasifikasi : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Endomychidae : Encymon Gambar 11. Genus Encymon Deskripsi : Spesies ini memiliki warna coklat mengkilap, cangkang berwarna hitam kecoklatan dan bagian thorak berwarna orange bagian kepala berwarna hitam. Spesies ini tidak memiliki antena. Spesies ini berukuran kecil panjang berkisar 5 mm. 8. Spesies 8 Klasifikasi : Gambar 12. Genus Colophotia Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Lampyrinae : Colophotia Deskripsi : Serangga ini dapat mengeluarkan cahaya yang tidak mengandung ultraviolet atau inframerah dan memiliki panjang gelombang 510 sampai 670 41 nanometer. Seperti ciri serangga pada umumnya. Badan Colophotia di bagi menjadi tiga bagian : kepala, torak, abdomen. Bercangkang keras (exoskeleton ) untuk menutupi tubuhnya. Dengan bagian tubuh hampir seluruhnya berwarna gelap dan berwarna bintik merah pada bagian kepala. Kuning pada bagian penutup sayap, berkaki enam, dan bermata majemuk. Ukuran badan 7 mm. 9. Spesies 9 Klasifikasi : Gambar 13. Genus Paederus Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Staphylinidae : Paederus Deskripsi : Spesies ini berbentuk memanjang, badan berwarna kuning gelap di bagian atas, bawah abdomen dan kepala berwarna gelap, abdomen memiliki enam ruas. Tipe mulut menggigit dan mengunyah. Panjang spesies ini berkisar 1 cm. 42 10. Spesies 10 Klasifikasi : Gambar 14. Genus Oryctes Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Scarabaeidae : Oryctes Deskripsi : Spesies ini berwarna hitam atau coklat tua dengan panjang berkisar 4 cm. Memiliki cirri morfologi yaitu kepala, antenna, mata, mulut, sayap, tungkai depan, tungkai tengah, tungkai belakang. Dengan kepala bertanduk, tanduk jantan lebih panjang dan melengkung kebelakang sedangkan tanduk betina berupa tonjolan. Spesies ini mengalami metamorphosis sempurna 11. Spesies 11 Klasifikasi : Gambar 15. Genus Spodoptera Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae : Spodoptera Deskripsi : Spesies ini berukuran panjang 3 cm. memiliki antena panjang, tubuh berwarna abu-abu. Memiliki bulu-bulu halus. Sayap berlapis dua sayap pertama berwarna coklat tua seperti daun kering dan sayap kedua berwarna putih. Spesies ini tergolong ordo lepodoptera. 43 12. Spesies 12 Klasifikasi : Gambar 16. Genus Nymphula Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Crambidae : Nymphula Deskripsi : Spesies ini berwarna putih dan bagian torak berwarna hitam, kepala relative kecil, memiliki antenna dan bulu halus, kepala berwarna hitam. Sayap berwarna putih. Dengan panjang berukuran sekitar 1cm. 13. Spesies 13 Klasifikasi : Gambar 17. Genus Nymphula Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Crambidae : Nymphula Deskripsi : Spesies ini tegolong dalam ordo Lepidoptera. Spesies ini berwarna putih dan sayap berwarna putih kekuningan, memiliki bulu halus, kepala dan torak seperti bersambung. Memiliki kaki yang panjang. Spesies ini berukuran panjang berkisar 1 cm. 44 14. Spesies 14 Klasifikasi : Gambar 18. Genus Ostrinia Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Crambidae : Ostrinia Deskripsi : Spesies ini berwarna putih kecoklatan dengan sayap berwarna coklat dan memiliki 2 bintik hitam dibagian sayap 1 dibagian kiri dan lainnya dibagian kanan.kepala berwarna hitam. Ukuran panjang tubuh berkisar 1 cm. 15. Spesies 15 Klasifikasi : Gambar 19. Genus Nyctemera Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Erebidae : Nyctemera Deskripsi : Spesies ini berwarna putih dan sayap berwarna coklat memiliki bintik bola berwarna putih dibagian sayap, berwarna kuning dibagian torak. Memiliki antenna yang panjang, dibagian abdomen memiliki warna kuning. Ukuran spesies ini sekitar 2,5 cm. 45 V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ditemukan 444 individu serangga nocturnal yang tergolong dalam 14 genus, 12 Famili dan 3 Ordo yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit . 2. Indeks keanekaragaman (H’) serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit yang tertinggi ditemukan pada stasiun II sebesar 2.50, kemudian diikuti stasiun III sebesar 2.46 dan yang terendah berada pada stasiun I yaitu sebesar 2.40, tergolong dalam keanekaragaman sedang. Indeks kemerataan (E’) serangga tertinggi berada pada stasiun I sebesar 0,97, dan diikuti stasiun II sebesar 0,95 dan yang terendah berada pada stasiun III sebesar 0,93, dan tergolong dalam kemerataan yang stabil. B. Saran Saran yang dapat diajukan penulis melalui penelitian ini yaitu: 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai serangga keseluruhan baik nocturnal maupun diurnal pada perkebunan kelapa sawit. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan apakah ada perubahan komposisi spesies serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit bila dilakukan pada lokasi yang berbeda. 45 46 DAFTAR PUSTAKA Borror, D.J., Triplehorn, C.A. dan N.F. Johson, 1996, Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-enam, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Campbell, N. A., Jane. B. R., and Lawrance. G. M., 2004, Biologi, Edisi Kelima Jilid Tiga, Erlangga, Jakarta. Dakir, 2009. Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Semut (Hymenoptera :Formicidae) di Kabupaten Kolaka Sulawesi tenggara dan Muara Angke Jakarta, ITB, Bogor. Desi, 2015, Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Komunitas Mangrove di Pulau Hoga Kawasan Taman Nasional Wakatobi, Skripsi Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. Google, 2014, Gambaran Umum Serangga, (https://www.google.\com/search?q =serangga&source=lnms&tbm=) di akses pada 3 Februari 2015. Google,Earth., 2014, Peta perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani, Kecamatan Besulutu, Sulawesi Tenggara, (https://www.google earth.com/maps/place/Mega+Utama+Tani.+PT Diakses pada 20 Februari 2015). Heddy, S., dan Kurniati, M., 1994, Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi : Suatu Bahasan Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Jumar, 2000, Entomologi Pertanian, PT Rineka Cipta, Jakarta. Krebs, 1978, Ecology, The Experimental Analysis of Distribution and Abudance, Third Edition, Harper and Row Publisher, New York. Michael, 1995, Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium, Terjemahan Yanti, R.K, UI-Press, Jakarta. Odum E.P., 1971, Fundamental of Ecology, W.B. Saunders, Philadelphia. …….., 1988, Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga Gadjah Mada University, Press, Yogyakarta. 46 47 Oka, I.N., 1995, Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia, UGM-Press, Yogyakarta. Pelawi, A,P,. 2009, Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa Ekosistem di Areal Perkebunan PT. Umbulmas Wisesa Kabupaten Labuhan Batu, USU Repository. Pielou, C.E., 1966, The Measurement Of Diversity In Different Type Of Biological Collections. J. Theoret. Biol. 13: 131-144. Rosalyn, I., 2007, Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq,) Di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT Perkebunan Nusantara III, USU Repository. Suheriyanto D, 2008, Ekologi Serangga, UIN Malang Press. Umar, R., 2013, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin, Makassar. Untung K, 1996, Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. ........... 2001, Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, UGM –Press, Yogyakarta. Tarumingkeng ,2001,Serangga Pada Hutan Mangrove.Gramedia pustaka, Jakarta. 48 Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Gambar 1. Pembuatan Stasiun Pengamatan Gambar 2. Perangkap modifikasi Light trap dan yellow trap Gambar 3. Pengukuran Faktor Lingkungan 49 Lampiran 2. Peta Penelitian