i KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA

advertisement
i
KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA NOCTURNAL PADA
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KECAMATAN BESULUTU
KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S1)
Oleh:
ANDI ILHAM
F1D1 10 055
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
OKTOBER 2015
ii
ii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Andi Ilham
Tempat/Tanggal Lahir : Kendari, 09 juli 1992
Alamat
: Jln. Lumba-lumba, Kel lalolara, Kendari
No Telpn/Hp
: 0852 3063 1755
Email
: [email protected]
Nama Ayah
: Andi Irwan
Nama Ibu
: Rosdianti
Alamat
: Kel. Loea, Kec. Loea, kab. Kolaka Timur
Riwayat Pendidikan
:
1. SD Negeri 1 Loea, masuk tahun 1998 dan lulus tahun
2004.
2. SMP Negeri 1 Tirawuta, masuk tahun 2004 dan lulus
tahun 2007.
3. SMA Nenegri 1 Tirawuta, masuk tahun 2007 dan lulus
tahun 2010.
4. Perguruan Tinggi/Akademi Universitas Halu Oleo,
lulus tahun 2015
iii
iv
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan
skripsi
yang
berjudul
“Keanekaragaman
Jenis
Serangga
Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit Kecamatan Besulutu kabupaten
Konawe Sulawesi Tenggara” dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan
untuk mencapai derajat Sarjana Stata Satu (S-1) pada Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.
Berbagai kesulitan dan hambatan dalam penulisan hasil penelitian ini
penulis dapatkan, namun atas rahmat Allah SWT serta dorongan, tekad dan
kemauan yang keras terutama adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
menghaturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj.
Sitti Wirdhana A, S.Si, M. Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Suriana, M.Si
selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan hasil penelitian ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih serta penghargaan yang tak
terhingga kepada orang tuaku yang tercinta ayahanda Andi Irwan, S.Pd dan
ibunda Rosdianti, S.Pd yang penuh kasih sayang memelihara, menuntun,
v
vi
mendidik, dan membesarkan penulis. Semoga seluruh budi baik dan jasa mereka
diberikan pahala dan keselamatan di akhirat kelak. Ucapan terimakasih kepada
saudara-saudaraku Sartina, S.Pdi, Andi Irma Sari, S.Kep serta kakak iparku
Muh. Ikbal dan Lulu Herwanto, S.H yang selalu memberikan masukan dan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
Dalam penyusunan hasil penelitian ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak yang merupakan sumber acuan dalam keberhasilan
penyusunan hasil penelitian ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis sangat
berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan pendapat, saran, serta
solusi penyelesaian penyusunan hasil penelitian, yaitu kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu
Oleo Kendari
3. Ketua Jurusan Biologi yang telah mendorong dan memotivasi penulisan selama
ini.
4. Dr. Nur Arfa Yanti, S.Si, M.Si selaku penasehat akademik yang telah
memberikan pengarahan bimbingan dalam memprogramkan mata kuliah.
5. Muhsin, S.Pd, M.Si, Wa Ode Harlis, S.Si, M.Si dan Dr. Amirullah, M.Si
selaku dewan penguji yang telah banyak memberikan ide dan masukan saransaran yang membangun.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Biologi serta segenap Staf Administrasi
di Lingkungan FMIPA UHO.
vi
vii
7. Terima kasih kepada Dita Sintia Arisandi yang telah banyak memberikan
support, ide, tenaga, fikirannya serta motivasi yang positif dalam
menyelesaikan studi ini.
8. Sahabat seperti keluarga penulis, Perkumpulan Bioz; Edi Azis, M. Rasyid
Ridho, M Sugiarto, Rasno JS, Agung Baskoro, Bribda Sofyan Hadi. Terimah
kasih banyak telah memberikan suport kepada penulis.
9. Terima kasih kepada bapak Amin Murukiyanto dan ibu Aliati S. Porongoti
beserta Efis Amalia, Niska Amalia, Nur Apni Amalia, Nur Rahmadani
Amalia. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini.
10. Sahabat-sahabat penulis ; Sella Resha, Ayu Safitri, Diajeng Puspita,
Hasryanti, Ranti Melkaresi, Kadriah terima kasih atas bantuannya selama ini.
11. Saudara seperjuangan angkatan 2010, Edi Azis, Pardin, LD. Adi Parman, S.Si,
La Riadi, S.Si, Jendri Mamangkey, S.Si, La Ode M. Daud, Muhlis, S.Si,
Arsita Adam, S.Si, Yustina Rante Kali S.Si, Yurnal, S.Si, Dian Cristiani, S.Si,
Titin Pratiwi R, S.Si, Eka Riskawati, S.Si, Yuli Suryawati, S.Si, Nurtin,
Novita Sari, S.Si, Israh, S.Si, Rina, S.Si, Eti Ritnawati, Fildamayanti,
Marwati, Nelpiani, Nurmini, Wa Ode Desi, S.Si, Leni Ratnasari, Yusmiana
S.Si, Istika Noviani, S.Si, Sinta Sawitri, S.Si, Hisna, Farni, S.Si, Novita sari
S.Si, Hardianty Faisal S.Si.,Serta semua angkatan 2010 Jurusan Biologi yang
tidak sempat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuannya selama ini
baik secara moril maupun materil.
12. Untuk senior-seniorku, Hendra, Catra Anugrawan, Andi Wiradiharja, Abd.
Hafids, S.Si, Sofyan, S.Si, Sudiaman, S.Si, Rahman, S.Si, Mawardi Janitra,
vii
viii
S.Si, Baharuddin, Lin Marselina, S.Si, Fitriani, S.Si, Taslim, Izal, S.Si, Agung,
S.Si, Jeane Kristy Kantohe, S.Si dan yang tidak sempat saya sebutkan satu
persatu. Terima kasih atas arahan dan motivasinya.
13. Adik-adik di jurusan Biologi mulai dari angkatan 2011 hingga 2014; Mustang
Abd. Fajar Rasidu S.Si, Jefriadi, Malin, Indayani, Ritnawati, Niar satriani, La
Samsul, Komang Murdana, Ridwan, Fatma Cahya Putri, Ika Riskawati,
Wahyuni, Rafiu Drajat, Hasran, Siti surahmi, Irmayanti Arif, Muh.
Gusmiranda, Muh. Sulfickar, Aditia, Ari, Pebrianto Meyer, Hermawan,
Baharudin, Arun, Hardianto, Dafid Pratama, Hironimus, Devan, Hariani, Risna,
Putra Prabowo, Diaz Eka Anjani serta adik-adik yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu terima kasih atas bantuannya.
Akhirnya penulis berharap semoga partisipasi dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis bernilai ibadah serta mendapat imbalan yang setimpal
dari Allah SWT. Walaupun masih banyak kekurangan dalam skripsi ini penulis
berharap ini dapat menjadikan sumber informasi ilmiah bagi peneliti yang relevan
dengan penelitian ini. Amin Yaa Rabbal ‘alamin.
Kendari,
Penulis
viii
29 Oktober 2015
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
ABSTRACT
Halaman
i
ii
iii
iv
v
ix
xi
xii
xiii
xiv
xv
BAB I. PENDAHULUAAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1
1
3
3
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Serangga (Insecta)
B. Morfologi Serangga
C. Serangga Nocturnal
D. Keanekaragaman Jenis Serangga dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya
E. Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit
5
5
5
9
11
14
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
B. Jenis Penelitian
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
2. Bahan Penelitian
D. Variabel Penelitian
E. Definisi Operasional
F. Indikator Penelitian
G. Prosedur Kerja
1. Penentuan Lokasi Penelitian
2. Pengukuran Faktor Lingkungan
3. Pengambilan Sampel
4. Identifikasi Sampel
16
16
17
17
17
18
18
18
19
19
19
20
21
24
H. Analisis Data
I. Penyajian Data
24
25
ix
x
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Lingkungan
1. Suhu
2. Kelembapan
3. pH
B. Jenis – Jenis Serangga Nocturnal yang ditemukan Pada
Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega
Utama Tani Besulutu,Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara.
C. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) Jenis
Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit PT.
Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara.
D. Deskripsi Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan
Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara
26
26
26
27
27
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
43
43
43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
44
46
x
28
31
35
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
Alat yang digunakan beserta fungsinya
17
2.
Bahan yang digunakan beserta fungsinya
18
3.
Rata-rata hasil pengukuran parameter lingkungan pada setiap
stasiun pada perkebunan kelapa sawit.
4.
Jenis dan Jumlah Individu Serangga Nocturnal yang
ditemukan Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit
5.
26
28
Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E’) Jenis
Serangga Nocturnal Pada Setiap Stasiun di Perkebunan
Kelapa Sawit.
31
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1.
Gambaran Umum Serangga
6
2.
Peta perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani,
Kecamatan Besulutu, SulawesiTenggara.
16
3.
Perangkap modifikasi Light trap dan yellow trap
22
4.
Skema penempatan stasiun dan perangkap
23
5.
Histogram Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit.
32
6.
Genus Gryllus
35
7.
Genus Dystipsidera
36
8.
Genus Drypta
36
9.
Genus Apogonia
37
10. Genus Dinoderus
37
11. Genus Bitoma
38
12. Genus Encymon
38
13. Genus Colophotia
39
14. Genus Paederus
39
15. Genus Oryctes
40
16. Genus Spodoptera
40
17. Genus Nymphula
41
18. Genus Nymphula
41
19. Genus Ostrinia
42
20. Genus Nyctemera
42
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1. Dokumentasi Penelitian
46
2. Peta Penelitian
49
xiii
xiv
KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA NOCTURNAL PADA
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KECAMATAN BESULUTU
KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA
Oleh:
Andi Ilham
F1D1 10 055
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serangga nocturnal dan
keanekaragaman serta kemerataan jenis serangga nocturnal yang ditemukan pada
perkebunan kelapa sawit Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe Sulawesi
Tenggara. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dilaksanakan pada
bulan Juni 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
Plot Square dengan perangkap modifikasi light trap dan yellow trap dan di
identifikasi di laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Halu Oleo. Keanekaragaman jenis serangga nocturnal
ditentukan dari indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan. Hasil penelitian
diperoleh 444 individu yang terdiri dari 3 ordo, 12 famili dan 14 genus. Indeks
keanekaragaman (H’) serangga pada stasiun I (2,40), stasiun II (2,50) dan stasiun
III (2,46) yang tergolong dalam kategori sedang. Indeks kemerataan (E’) serangga
pada stasiun I (0,97), stasiun II (0,95) dan pada stasiun III (0,93) yang tergolong
dalam kemerataan yang stabil.
Kata Kunci: Serangga nocturnal, Perkebunan kelapa sawit, Keanekaragaman,
Kemerataan.
xiv
xv
DIVERSITY OF NOCTURNAL INSECTS TYPE IN OIL PALM
PLANTATIONS OF BESULUTU DISTRICT KONAWE REGENCY
SOUTH EAST SULAWESI
Written by :
Andi Ilham
F1D1 10 055
ABSTRACT
The aims of this research was to know nocturnal insects and diversity and
also evenness nocturnal insects that found in oil palm plantations Besulutu
district Konawe regency South East Sulawesi. This research was exploratif
research, conducted on June 2015. Sampling was done by plot square methode
with modification light trap and yellow trap and was identification in Biology
Laboratory, Faculty Of Mathematic and Natural Science, Halu Oleo University.
Diversity of nocturnal insects was determined by diversity and evenness index.
The result of this research obtained 444 individuals consisting of 3 orders, 12
families and 14 genera. Diversity index (H’) of nocturnal insects at station I
(2.40), station II (2.49), and the station III (2.45) which appertain of medium
category. Evenness index (E’) of nocturnal insects at station I (0.97), station II
(0.95), and the station III (0.93) which appertain of stabil evenness.
Keywords : Nocturnal Insects, Oil Palm Plantations, Diversity, Evenness
xv
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Serangga merupakan fauna avertebrata yang sangat penting dalam
berbagai ekosistem. Serangga memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi
dengan daya adaptasi yang tinggi pada berbagai habitat. Keanekaragaman yang
tinggi dalam sifat-sifat morfologi, fisiologi dan perilaku adaptasi dalam
lingkungannya, dan demikian banyaknya jenis serangga yang terdapat di muka
bumi, menyebabkan banyak kajian ilmu pengetahuan, baik yang murni maupun
terapan,
menggunakan
serangga
sebagai
model/bahan
pengamatan
(Tarumingkeng, 2001).
Kurang lebih dari 1 juta spesies serangga telah dideskripsi,
hal ini
merupakan petunjuk bahwa serangga merupakan makhluk hidup yang
mendominasi bumi. Diperkirakan masih ada sekitar 10 juta spesies serangga yang
belum dideskripsi. Untuk dapat mengenal makhluk hidup khususnya pada hewan
berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya dapat dilakukan melalui pengamatan ciriciri morfologi, habitat, cara berkembang biak, jenis makanan, tingkah laku, dan
beberapa ciri lain yang dapat diamati. Keanekaragaman jenis hewan pada suatu
tempat dapat ditentukan dari indeks keanekaragaman suatu komunitas (Dakir,
2009).
Penggolongan jenis serangga berdasarkan aktivitasnya, dikenal serangga
yang aktif di siang hari (diurnal) dan serangga yang aktif di malam hari
1
2
(nocturnal). Serangga malam hari (nocturnal) adalah hewan yang tidur pada siang
hari, dan aktif pada malam hari. Serangga nokturnal umumnya memiliki
kemampuan penglihatan yang tajam. Serangga nocturnal dapat melihat
gelombang cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan dapat memilah
panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya dari
300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga bahwa
serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya yang
diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Borror et al., 1996).
Perkebunan kelapa sawit milik PT. Mega Utama Tani di Kabupaten
Konawe seluas 346.92 hektar dengan luas tanaman 346.49 hektar. Perkebunan
Kelapa Sawit tidak luput dari gangguan hama dan penyakit. Salah satu hama yang
menjadi perhatian serius dalam budidaya kelapa sawit adalah hama dari golongan
serangga. Sejauh ini telah banyak dilakukan kajian mengenai keanekaragaman
serangga, misalnya, Pelawi (2009) menunjukkan bahwa terdapat 10 ordo serangga
di wilayah PT. Umbulmas Wisesa Kabupaten Labuhan Batu yang terdiri dari 33
famili, dengan jumlah populasi serangga sebanyak 299 individu. Saputri (2006)
menemukan jenis insekta yang terperangkap pada lahan pasca 10 tahun
penambangan batubara di Desa Gunung Batu Kecamatan Binuang kabupaten
tapin berjumlah 8 ordo, 17 famili dan 17 genus.
Sampai saat ini belum ada informasi tentang jenis- jenis
serangga
nocturnal yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian ini yang berjudul
3
Keanekaragaman Jenis Serangga Nocturnal pada Perkebunan Kelapa Sawit
Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah :
1. Jenis serangga nocturnal apa saja yang ditemukan pada perkebunan kelapa
sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara ?
2. Bagaimana keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal yang
ditemukan pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui jenis serangga nocturnal apa pada perkebunan kelapa
sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
2. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal
pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe,
Sulawesi Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui jenis-jenis serangga nocturnal apa saja yang ditemukan
pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe,
Sulawesi Tenggara.
4
2. Dapat mengetahui keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga nocturnal
apa saja yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Besulutu,
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
3. Menambah wawasan peneliti mengenai keanekaragaman dan kemerataan jenis
serangga nocturnal apa saja yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit,
Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara
4. Sebagai bahan informasi dan acuan bagi peneliti selanjutnya khususnya yang
meneliti masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Serangga (Insecta)
Serangga sebagai salah satu organisme dengan keanekaragaman yang
tinggi merupakan kekayaan hayati Indonesia yang diperhatikan keberadaannya.
Jumlah serangga mencapai sekitar 250.000 jenis atau 15% dari biota yang ada di
Indonesia (Borror et al., 1996).
Serangga adalah anggota dari filum atropoda (binatang dengan kaki
beruas-ruas) yang terbagi menjadi tiga sub filum yaitu filum Trilobita (telah
punah dan tinggal sisa-sisanya/fosil) Chelicerata (terdiri atas beberapa kelas
termasuk Arachnida) dan Mandibulata (terdiri atas beberapa kelas yang salah
satunya adalah kelas insect/Hexapoda).
B. Morfologi Serangga
Serangga merupakan kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda)
yang bertungkai enam (tiga pasang), karena itulah mereka disebut pula Hexapoda
(dari bahasa Yunani, berarti “berkaki enam”). Serangga ditemukan hampir di
semua lingkungan. Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi.
Lebih
dari
800.000 spesies
insekta
sudah
ditemukan.
Terdapat
5.000
spesies bangsa capung (Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera),
170.000 spesies bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa
lalat dan kerabatnya (Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000
5
6
spesies bangsa kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut
dan lebah (Hymenoptera) (Suheriyanto , 2008).
Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga
bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya,
hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa
adalah kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Caput merupakan
sebuah konstruksi yang padat dan keras dan terdapat beberapa suture yang
menurut teori evolusi caput tersebut terdiri dari empat ruas yang mengalami
penyatuan. Thorax terdiri dari tiga ruas yang jelas terlihat, sedangkan abdomen
terdiri dari + 9 ruas (Pelawi, 2009). Gambar 1 menunjukan morfologi dan anatomi
secara umum.
Gambar 1. Morfologi Serangga
(https://www.google.com/search?q=serangga&source=lnms&tbm= 3
Februari 2015).
7
Caput merupakan kepala serangga yang berfungsi sebagai tempat
melekatnya antena, mata majemuk, mata oseli, dan alat mulut. Berdasarkan
posisinya kepala serangga dibagi menjadi tiga, yaitu hypognathous, prognathous,
dan ephistognathous. Hypognathous apabila alat mulutnya menghadap ke bawah,
contoh serangganya adalah belalang Acrididae; prognathous apabila alat
mulutnya menghadap ke depan, contoh serangganya adalah kumbang Carabidae;
dan ephistognathous apabila alat mulutnya menghadap ke belakang, contoh
serangga adalah semua serangga ordo Hemiptera (Pelawi, 2009).
Antena serangga berjumlah dua atau sepasang, berupa alat tambahan yang
beruas-ruas dan berpori yang berfungsi sebagai alat sensor. Bagian-bagian antena
adalah antenifer, soket, scape, pedicel, meriston, dan flagelum. Bentuk antena
serangga sangat bervariasi berdasarkan jenis dan stadiumnya. Mata serangga
terdiri dari dua macam yaitu mata majemuk dan mata oseli. Mata majemuk
berfungsi sebagai pendeteksi warna dan bentuk, sedangkan mata oseli atau biasa
disebut mata tunggal berfungsi sebagai pendeteksi intensitas cahaya. Mata
majemuk terdiri dari beberapa ommatidia dan mata tunggal terdiri dari satu.
Sebagai contoh, mata majemuk capung terdiri dari 28.000 ommatidia dan satu
ommatidiumnya berukuran + 10 µm. Serangga makan dengan menggunakan
mulutnya. Ada beberapa tipe alat mulut serangga, yaitu: penggigit-pengunyah,
penggigit-pengisap,
penusuk-pengisap,
pemarut-pengisap,
pencecap-pengisap, dan pengisap (Borror et al., 1996).
pengait-pengisap,
8
Leher serangga merupakan daerah bermembran yang disebut cervix. Pada
bagian cervix terdapat sepasang cervical sklerit. Sepasang cervical sklerit ini
berfungsi sebagai engsel yang menghubungkan antara caput dengan thorax. Pada
beberapa serangga cervix sklerit ini menyatu dengan pleura pada protoraks.
Thorax adalah bagian yang menghubungkan antara caput dan abdomen. Thorax
serangga terdiri dari tiga ruas yaitu protorak, mesotorak, dan metatorak. Thorax
juga merupakan daerah lokomotor pada serangga dewasa karena pada Thorax
terdapat tiga pasang kaki dan dua atau satu pasang sayap (kecuali ordo Thysanura
tidak bersayap). Thorax bagian dorsal disebut notum (Cambell et al., 2004).
Kaki serangga dewasa berjumlah tiga pasang, sedangkan pada fase
pradewasa jumlah kakinya sangat bervariasi tergantung spesiesnya. Secara umum
kaki serangga terdiri dari beberapa ruas yaitu trochantin, coxa, trochanter, femur,
tibia, tarsus, pretarsus, dan claw. Bentuk kaki serangga dewasa juga sangat
bervariasi berdasarkan pada fungsinya. Kaki yang digunakan untuk meloncat
disebut saltatorial, menggali disebut fosorial, berlari disebut kursorial, berjalan
disebut gresorial, menangkap mangsa disebut raptorial, dan berenang disebut
natatorial (Cambell et al., 2004).
Sayap serangga terdiri dari dua atau satu pasang. Serangga bersayap pada
fase dewasa dan pradewasa khusus pada Ephemeroptera yang biasa disebut fase
subimago/preimago. Sayap serangga secara umum berupa lembaran yang bervena
berfungsi untuk terbang. Venasi sayap ini penting untuk diketahui sebagai dasar
untuk menentukan spesies serangga tertentu, khususnya bangsa lalat dan tawon.
9
Sayap serangga bentuknya sangat bervariasi, oleh karena itu entomologist
memilahkan bentuk-bentuk sayap ini sebagai dasar untuk menentukan ordo.
Sayap depan kumbang sangat tebal dan kuat yang digunakan sebagai pelindung
tubuhnya disebut elytra; sayap depan kepik yang separuh bagian basal tebal
disebut corium dan selebihnya membran, sayap depan kepik ini disebut
hemelytra; sayap depan kecoa disebut tegmina; dan sayap belakang lalat yang
disebut halter berukuran sangat kecil berujung membulat berfungsi sebagai alat
penyeimbang ketika terbang (Jumar, 2000).
Abdomen serangga merupakan bagian tubuh yang memuat alat
pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Abdomen serangga terdiri dari beberapa
ruas, rata-rata 9-10 ruas. Bagian dorsal dan ventral mengalami sklerotisasi
sedangkan bagian yang menghubungkannya berupa membran. Bagian dorsal yang
mengalami sklerotisasi disebut tergit, bagian ventral disebut sternit, dan bagian
ventral berupa membran disebut pleura (Odum, 1971).
C. Serangga Nocturnal
Serangga malam selalu tertarik pada cahaya matahari, sebab cahaya
membantu mereka sebagai penunjuk jalan. Serangga dapat melihat gelombang
cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan dapat memilah panjang
gelombang cahaya yang berbeda beda. Serangga dapat melihat panjang
gelombang cahaya dari 300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm
(orange). Diduga bahwa serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu
10
merupakan cahaya yang diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Borror et al.,
1996).
Letak lampu badai yang dekat dengan tanaman yang berdaun lebat
memberi kesempatan warna daun terpantulkan sehingga terlihat oleh serangga di
sekitarnya. Seranga-serangga akan lebih tertarik pada warna ultraviolet dan
cahaya hijau atau biru. Pada 3 warna colour trap yaitu merah, biru dan kuning,
nampak bahwa Drosophila tertarik pada ke-3 trap tersebut, terutama pada cahaya
kuning. Kelompok serangga yang menyukai warna biru adalah Drosophila dan
Hymenoptera, kelompok serangga yang menyukai warna merah hanya
Drosophila, sedangkan kelompok serangga yang menyukai warna kuning adalah
Drosophila, Formicidae, Hemiptera, dan Mucidae (Borror et al., 1996).
Dengan Yellow trap serangga yang tertangkap diduga jenis serangga pada
pertanaman wortel tertarik pada warna kuning. Warna kuning menarik perhatian
serangga karena warna tersebut memberikan stimulus makanan yang disukai
serangga. Serangga akan mengira bahwa warna tersebut adalah suatu daun atau
buah yang sehat. Hal inilah yang menyebabkan serangga tertarik untuk
mendekatinya sebagai makanannya. Fauna yang tertarik pada warna kuning
umumnya adalah herbivora.
Serangga merupakan hewan poikiloterm, dimana hewan ini suhu tubuhnya
menyesuaikan dengan suhu lingkungan. Serangga memiliki sistem pertahanan diri
terhadap suhu yang rendah, beberapa serangga tahan untuk hidup pada suhu yang
11
rendah ini menyimpan glikogel di dalam jaringan mereka untuk melindungi diri
dari pembekuan (Borror et al., 1996).
Beberapa faktor yang mempengaruhi hidup serangga, diantaranya adalah
faktor fisis yang dibedakan menjadi dua yaitu iklim dan topografi. Faktor fisis
lain yang mempengaruhi aktifitas serangga adalah cahaya, ada beberapa serangga
yang peka terhadap cahaya matahari sehingga hidup di tempat-tempat yang gelap,
dan juga terbang di malam hari, mereka tertarik pada cahaya lampu (Abadi,
2009).
D. Karagaman Jenis Serangga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978). Untuk
memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan kemanpuan mengenal dan
membedakan jenis serta dapat mengidentifikasi jenis serangga (Odum, 1971).
Untuk mengetahui keanekaragaman serangga dalam satu kawasan
digunakan indeks keanekaragaman jenis yang dikemukakan Shannon-Wiener
Wilkinson and Baker (1994) dengan rumus:
i =0
H’ = − ∑ ( Pi )Ln (Pi)
i =1
dimana :
H´ = Indeks keanekaragaman
Pi = Jumlah jenis (ni/N)
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
12
Kriteria penilaian berdasarkan keanakaragaman jenis (Michael, 1984);
H´ ≤ 1,
: keanekaragaman rendah
1 < H´ ≤ 3, : keanekaragaman sedang
H´ > 3,
: Keanekaragaman tinggi
Indeks kemerataan menggambarkan perataan penyebaran individu dari
spesies organisme yang menyusun komunitas. Rumus dari indeks kemerataan
Evennens (E) menurut Pielou (1966), (Brower et. al., 1997) yaitu :
E=
𝐻𝐻′
𝐻𝐻 π‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘š ′
=
𝐻𝐻′
𝐿𝐿𝐿𝐿 (𝑆𝑆)
Keterangan : H’ = keanekaragaman jenis
S = jumlah jenis
Dengan kisaran sebagai berikut :
E < 0,4
= Kemerataan populasi kecil
0,4 ≤ E < 0,6 = Kemerataan populasi sedang
E ≥ 0,6
= Kemerataan populasi tinggi.
Dalam ekosistem alami, semua mahluk hidup berada dalam keadaan
seimbang dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama. Di ekosistem
alamiah keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang
terdapat flora dan fauna yang beragam. Tingkat keanekaragaman pertanaman
mempegaruhi timbulnya masalah hama serangga. Sistem pertanaman yang
beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Oka, 1995).
Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme
selalu dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme
pengendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat
13
anatar spesies (persaingan, predasi) dan tingkat inter spesies (persaingan,
territorial) (Krebs, 1978 dalam Untung 1996)
Menurut Krebs (1978), ada enam factor yang saling berkaitan menentukan
derajat naik turunnya keragaman jenis, yaitu :
1. Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua
yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari pada
komunitas muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan dalam
ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
2. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik, maka
semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan
semakin tinggi keragaman jenisnya.
3. Kompetisi, apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang sama
yang ketersediaannya kurang atau walaupun ketersediaannya cukup, namun
persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan
sumber tersebut, yang satu menyerang yang lainnya atau sebaliknya.
4. Pemangsaan dalam mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing
yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar
kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,
apabila intensitas dari pemangsaan selalu tinggi atau rendah dapat
menurunkan keragaman jenis.
14
5. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam
suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis dalam lingkungan tersebut.
Lingkungan yang stabil lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.
6. Produktivitas, dalam skala ini dapat menjadi syarat mutlak untuk
keanekaragaman yang tinggi.
Keenam
faktor
ini
saling
berinteraksi
untuk
menetapkan
keanekaragaman jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies
sangatlah penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap
sistem alam akibat turut campur tangan manusia (Michael, 1995).
Faktor-faktor yang mengatur kepadatan suatu populasi dapat dibagi dua
golongan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain
persaingan antara individu dalam satu populasi atau dengan spesies lain
perubahan lingkungan kimia akibat adanya sekresi dan metabolisme, kekurangan
makanan, serangan predator/parasit/penyakit, emigrasi, faktor iklim misalnya
cuaca, suhu, dan kelembaban sedangkan faktor internal perubahan genetic dari
populasi (Oka, 1995).
E. Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit
Meningkatnya
pemanfaatan
lahan
secara
besar-besaran
untuk
penanaman kelapa sawit di Indonesia menambah jumlah lahan monokultur yang
menguntungkan bagi perkembangan serangga. Hal tersebut terjadi karena
pakan
terus-menerus
tersedia sehingga menunjang keberlangsungan hidup
15
serangga dengan baik. Permasalahan serangga pada perkebunan semakin serius
dengan pemanfaatan tandan kosong pada areal tanaman kelapa sawit sebagai
mulsa dan pengganti pupuk non organik. Pemanfaatan tandan kosong
banyak diaplikasikan pada areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dan
pada tanaman menghasilkan (TM). Serangga utama atau hama kunci merupakan
spesies hama pada kurun waktu yang lama dan selalu menyerang pada suatu
daerah dengan intensitas serangan yang berat, sehingga memerlukan usaha
pengendalian yang sering kali dalam daerah yang luas. Tanpa usaha
pengendalian, maka hama ini akan mendatangkan kerugian ekonomi bagi petani.
Biasanya pada suatu agro-ekosistem hanya satu atau dua hama utama. Sisanya
adalah hama kategori hama yang lain (Untung, 2001).
16
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Pengambilan sampel
dilakukan di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Kecamatan
Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Gambar 2) dan selanjutnya
sampel tersebut dianalisis di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari.
Gambar 2. Peta perekebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani, Kecamatan
Besulutu,
Sulawesi
Tenggara
(https://www.google.com/maps/place/Mega+Utama+Tani.+PT
Diakses pada 20 Februari 2015).
16
17
B. Jenis Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksploratif
untuk
melihat
keanekaragaman jenis serangga nocturnal yang ditemukan pada perkebunan
kelapa sawit.
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian
No
Alat
Fungsi
1
GPS
Untuk menentukan titik koordinat
lokasi pengambilan sampel
2
Thermohigrometer
Mengukur suhu udara dan mengukur
kelembaban udara
3
Kamera
Dokumentasi
4
Alat tulis
Mencatat sampel-sampel yang di dapat
5
6
7
Roll meter
modifikasi Light trap
dan Yellow trap.
Botol Serangga
8
Loupe
9
Jangka Sorong
10
11
12
Spoit
Pinset
Styroform
13
Plastik Ciplok
14
Amplop
15
Pipet Tetes
Untuk mengukur luas transek
Sebagai wadah untuk menjebak
serangga
Untuk tempat menyimpan serangga
agar tetap utuh
Untuk pengamatan serangga di
laboratorium
Untuk pengukuran organ tubuh
serangga
Alat suntik
Untuk menjepit serangga
Untuk media papan spesimen serangga
sementara.
Untuk menyimpan sampel yang di
dapatkan
Untuk menyimpan sampel yang tidak
biasa basah
Untuk memipet larutan
18
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan pada penelitian
No
Bahan
Fungsi
1
Alkohol 70 %
Untuk mengawetkan serangga
2
Buku Identifikasi pelajaran Untuk mengidentifikasi sampel
pengenalan Serangga
serangga yang di dapatkan
(Borror at al., 1976)
3
Buku identifikasi
Australian Beetles
(Lawrence dan Britton,
1994)
Untuk mengidentifikasi
serangga yang di dapatkan
sampel
D. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah keanekaragaman dan kemerataan jenis
serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit Kecamatan Besulutu,
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kekeliruan makan dijelaskan definisi
operasional seperti berikut:
a. Keanekaragaman serangga yang ada pada perkebunan kelapa sawit adalah
jenis serangga yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit dan dihitung
dengan rumus indeks Shannon dan Wiener yaitu H' = – Σ pi ln pi.
19
b. Kemerataan serangga yang ada pada perkebunan kelapa sawit adalah jenis
serangga yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit dan dihitung dengan
rumus indeks Evennens (E) yaitu E =
𝐻𝐻 ′
𝐻𝐻 π‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘š ′
=
𝐻𝐻 ′
𝐿𝐿𝐿𝐿 (𝑆𝑆)
c. Serangga nocturnal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu serangga yang
ditemukan di malam hari pada perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani
Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
d. Perkebunan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkebunan PT. Mega
Utama Tani dengan luas areal 348,92 Ha dan luas tanaman 346,49 Ha,
Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
F. Indikator Penelitian
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jumlah jenis
serangga yang terperangkap pada perkebunan kelapa sawit Kecamatan Besulutu,
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
G. Prosedur Kerja
1. Penentuan Lokasi Pengamatan
Sebelum melakukan pengamatan terlebih dahulu dilakukan survei
lapangan untuk mengamati secara langsung kondisi lapangan sesuai
kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam
menetapkan tempat dari lokasi pengamatan. Survei dilakukan pada beberapa
perkebunan kelapa sawit yang ada di daerah Sulawesi Tenggara. Berdasarkan
20
hasil survei pada beberapa perkebunan, dengan menimbang waktu, jarak dan
biaya serta perijinan penelitian maka lokasi penelitian yang dijadikan tempat
pengambilan sampel adalah perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani
Besulutu, Konawe, Sulawesi Tenggara.
Perkebunan Kelapa Sawit milik PT. Mega Utama Tani di Kabupaten
Konawe seluas kurang lebih 348,92 ha dan luas areal tanaman 346,49 Ha
yang terdiri dari 23 pete blok yang ukuran tiap pete bloknya berbeda-beda.
Penentuan lokasi pengamatan pada perkebunan kelapa sawit didasarkan pada
letak geografis ketinggian pada pete blok, dari 23 pete blok yang ada pada
perkebunan dipilih 3 pete blok yaitu pete blok F8 dengan kisaran luas 36,15
Ha dan ketinggian 140 m, pete blok F9 dengan kisaran luas 25,90 Ha dan
ketinggian 100 m dan pete blok D11 dengan kisaran luas 20,49 Ha dan
ketinggian 60 m.
Pada setiap pete blok dibuat stasiun 100x100 m, hal ini dimaksudkan
agar dapat menyimpulkan bahwa lokasi terwakili dengan menentukan luas
areal pengamatan yang konsisten dengan ukuran luas yang sama pada setiap
pete blok yang dijadikan tempat pengamatan/pengambilan sampel, karena
pada setiap pete blok mempunyai ukuran luas yang berbeda-beda.
2. Pengukuran Faktor Lingkungan
Pengambilan data faktor lingkungan
dilakukan pada tiap lokasi
pengamatan. Data yang diambil meliputi suhu udara, pH tanah dan
kelembaban udara.
21
a. Suhu
Suhu udara di ukur pada tempat pemasangan perangkap dengan
menggunakan Thermohigrometer yaitu dengan cara menekan tombol
restart kemudian membiarkan selama ± 5 menit dan membaca skalanya.
Pengukuran dilakukan pada jam 22:00.
b. Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran derajat keasaman (pH) di tempat pemasangan perangkap
dilakukan
dengan
menggunakan
Soil
tester
yaitu
dengan
cara
menancapkan alat tersebut di permukaan tanah selama ± 5 menit
kemudian dibaca skalanya. Pengukuran dilakukan pada jam 22:00.
c. Kelembaban
Pengukuran kelembaban di tempat pemasangan perangkap dilakukan
dengan menggunakan Thermohigrometer yaitu dengan cara menekan
tombol restart kemudian membiarkan selama ± 5 menit dan membaca
skalanya. Pengukuran dilakukan pada jam 22:00.
3. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan mengambil sampel
serangga pada daerah perkebunan kelapa sawit sebanyak mungkin yang
terperangkap. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunaan metode
perangkap yaitu sebagai berikut :
22
a. Serangga malam hari (Nocurnal)
Untuk penangkapan serangga yang aktif pada malam
hari
dilakukan dengan metode, modifikasi antara Light trap dan Yellow trap.
Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang ada pada
permukaan tanah dan yang respon terhadap cahaya pada malam hari
(nocturnal). Perangkap ini menggunakan lampu sebagai sumber cahaya.
Lampu diletakkan di dalam baskom yang telah berisi air sabun dengan
baskom yang rata dengan permukaan tanah (Gambar 3). Pemasangan
perangkap dilakukan pada pukul 18.00 atau menjelang magrib dan
pengambilannya
dilakukan
saat
fajar/pagi
hari,
tetapi
dilakukan
pengecekkan dalam selang waktu 4 jam.
Gambar 3. Perangkap modifikasi Light trap dan yellow trap
23
Skema penentuan dan penenpatan stasiun dan perangkap dapat dilihat
pada Gambar 4.
Stasiun Penelitian
100 m
Perangkap 2
Perangkap 1
Perangkap 5
100 m
Perangkap 3
Keterangan :
Perangkap 4
: Penempatan stasiun pengamatan
: Penempatan perangkap
: Stasiun pengamatan
Gambar 4. Skema penempatan stasiun dan perangkap
24
Berdasarkan gambar 4 Lokasi pemasangan perangkap dilakukan pada
ketiga stasiun yang dimana masing-masing stasiun ditempatkan 5 perangkap
di tiap-tiap sisi stasiun dan satu di tengah. Pemasangan perangkap dilakukan
selama proses penelitian berlangsung atau selama 9 hari.
4. Identifikasi Serangga
Serangga yang terdapat di lapangan kemudian dikelompokkan sesuai
dengan lokasi pengambilan sampel dan di awetkan dengan alkohol 70%,
selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dideterminasi dan diidentifikasi
dengan memerhatikan bentuk luar (morfologi) dengan bantuan loupe serta
buku acuan Pengenalan Pelajaran Serangga edisi keenam (Borror et. al, 1992
Buku identifikasi Australian Beetles (Lawrence dan Britton, 1994)
H. Analisis Data
Data jenis-jenis serangga yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif
deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan foto dilengkapi dengan
skala. Sedangkan data jumlah jenis serangga malam yang terdapat di perkebunan
kelapa sawit dianalisis berdasarkan parameter keanekaragaman jenis yaitu :
Indeks keanekaragaman (Diversity index) menurut shanon dan wienner
H’ = - ∑ Pi Ln Pi
Pi =
𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑁𝑁
25
Dimana : H’ : Indeks keanekaragaman spesies menurut Shanon
ni : Jumlah individu suatu jenis
N : Total individu seluruh jenis
Pi : Jumlah individu suatu jenis dibagi total seluruh jenis
Kategori penilaian indeks keanekaragaman (H’) adalah :
1.
H’ < 1
Keanekaragaman Rendah
2.
H’ 1-3
Keanekaragaman Sedang
3.
H’ > 3
Keanekaragaman Tinggi
Indeks kemerataan dihitung menurut rumus Pielou (1966). Indeks ini
menggambarkan perataan penyebaran individu dari spesies organisme yang
menyusun komunitas.
H'
E
=
ln S
Dimana :
E
H'
S
=
=
=
Indeks Kemerataan (Eveness)
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Jumlah genus
Kategori komunitas lingkungan berdasarkan nilai kemerataan E’ adalah :
1. E’ < 0,50 Komunitas Kondisi Tertekan
2. 0,50 < E’ ≤ 0,75 Komunitas Kondisi Labil
3. 0,75 < E' ≤ 1,00 Komunitas Kondisi Stabil
26
I. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram serta hasil identifikasi
serangga akan disajikan dalam bentuk gambar (dilampirkan).
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Lingkungan
Hasil pengukuran faktor lingkungan pada setiap stasiun di perkebunan
kelapa sawit pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 .
Tabel 3. Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Setiap Stasiun
Pada lokasi penelitian
No
Stasiun
1.
2.
3.
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Suhu Udara
(°C)
26
25,5
27
Parameter
Kelembaban
Udara (‰)
74%
80%
70 %
pH
6,0
6,1
6,1
Berdasarkan hasil pengukuran faktor-faktor lingkungan pada Tabel 3
diketahui bahwa pada masing-masing stasiun, suhu udara, kelembaban dan pH
relatif hampir sama.
1. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang menentukan aktivitas hidup
serangga. Pada suhu tertentu, aktivitas hidup serangga tinggi (sangat aktif),
sedangkan pada suhu yang lain aktivitas serangga rendah (kurang aktif). Ratarata pengukuran suhu di lokasi pengamatan pada setiap stasiun pengamatan
suhu udara relatif sama, yaitu suhu udara stasiun I 26 0C, stasiun II yaitu 25,50C,
stasiun III yaitu 270C. Suhu ini masih berada dalam kisaran suhu untuk
serangga berkembang dengan baik. Kisaran suhu serangga yang efektif untuk
27
28
hidup dan berkembang dengan baik adalah suhu minimum 15°C, suhu optimum
25°C dan suhu maksimum 45°C (Jumar, 2000).
2. Kelembaban
Temperatur memberikan efek membatasi pertumbuhan organisme
apabila keadaan kelembaban ekstrim tinggi atau rendah, akan tetapi kelembaban
memberikan efek lebih kritis terhadap organisme pada kelembaban yang tinggi
atau rendah. Banyak jenis serangga mempunyai batas toleransi sempit terhadap
kelembaban. Jika kondisi kelembaban lingkungan sangat tinggi serangga dapat
mati atau bermigran ke tempat lain. Kondisi yang kering kadang-kadang juga
mengurangi adanya jenis tertentu karena berkurangnya populasi (Odum, 1998).
Rata-rata pengukuran kelembaban udara pada setiap stasiun pada
perkebunan kelapa sawit cenderung sama, berkisar 70% - 80%. Ukuran
kelembaban masih dalam ukuran normal yaitu berkisar 50% - 90% yang masih
dapat ditolerir oleh serangga untuk hidup dan berkembang biak pada tempat
tersebut.
3. pH
Keberadaan serangga juga dipengaruhi oleh pH tanah, khususnya
serangga yang ada pada permukaan tanah. Nilai pH tanah berpengaruh terhadap
indeks keanekaragaman, karena pH yang terlalu asam atau terlalu basa dapat
mengakibatkan kematian pada serangga tanah. Rata-rata pengukuran pH pada
lokasi penelitian di setiap stasiun hampir sama, yaitu berkisar 6,0 - 6,1, ukuran
pH ini masih dalam batas toleransi yang dapat memungkinkan serangga hidup
29
dan berkembang biak. karena pH optimum yang ditolerir oleh serangga berkisar
5 – 7 (Desi, 2015).
Heddy dan Kurniati (1994) menyatakan bahwa nilai pH tanah
berpengaruh terhadap jumlah spesies serangga, karena pH yang terlalu asam
atau terlalu basa dapat mengakibatkan kematian pada serangga tanah karena ada
beberapa serangga tanah tidak dapat bertahan hidup pada pH tertentu.
Keasaman (pH) tanah merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme
baik flora maupun fauna tanah. Kondisi pH yang terlalu asam atau basa akan
menjadikan organisme mengalami kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan
mengalami kematian.
B. Jenis-Jenis Serangga Nocturnal yang ditemukan Pada Setiap Stasiun di
Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara
Hasil identifikasi jenis serangga Nocturnal pada perkebunan kelapa sawit
yang ditemukan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis dan Jumlah Individu Serangga Nocturnal yang Ditemukan Pada
Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit
No
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ordo
(2)
Orthoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Jenis Serangga
Family
(3)
Grylacrididae
Carabidae
Carabidae
Scarabaeidae
Bostrichidae
Zopheridae
Endomychidae
Lampyrinae
Staphylinidae
Scarabaeidae
Genus
(4)
Gryllus
Dystipsidera
Drypta
Apogonia
Dinoderus
Bitoma
Encymon
Cholophotia
Paederus
Oryctes
I
(5)
23
9
12
15
9
8
11
6
-
Stasiun
II
(6)
25
13
9
14
17
11
13
5
12
2
III
(7)
28
14
9
4
17
9
13
9
12
8
Jumlah
Individu
(8)
76
36
30
33
43
28
37
14
30
10
30
(1)
11
12
13
14
15
(2)
Lepidoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
(3)
Noctuidae
Crambidae
Crambidae
Crambidae
Erebidae
Jumlah Total
(4)
Spodoptera
Nymphula
Nymphula
Ostrinia
Nyctemera
(5)
6
12
7
16
134
(6)
8
3
10
17
159
(7)
1
4
16
7
151
(8)
6
21
7
33
40
444
Ket :
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
: Tidak ada individu
: Pete Blok F8 dengan ketinggian 60 m
: Pete Blok E9 dengan ketinggian 100 m
: Pete Blok D11 dengan ketinggian 140 m
Tabel 4 menunjukkan jumlah total individu serangga nocturnal
berdasarkan taksonomi yang ditemukan pada ketiga stasiun pengamatan di
perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani Kecamatan Besulutu, Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara adalah 444 individu, 3 ordo dari 12 famili dan 14
genus serangga nocturnal.
Stasiun I terletak pada pete blok F8 dengan luas areal 36,15 Ha pada titik
S:03°59’25,0” E:122°20’00,9” dengan ketinggian 60 m. Selain kelapa sawit,
stasiun ini juga terdapat tanaman Colopogonium mucunoides, Pueraria javanica,
ubi kayu (Manihot utilisima), pohon pisang (Musa sp.), rumput teki (Chyperus
rotundus) dan komba-komba.
Pada stasiun 1 perkebunan kelapa sawit ditemukan jenis serangga nocturnal
sebanyak 134 individu, 3 ordo yaitu ordo, Orthoptera, Lepidoptera, Coleoptera, 10
famili yaitu family Grylacrididae, Carabidae, Scarabaeidae, Bostrichidae,
Zopheridae, Endomychidae, Staphylinidae, Noctuidae, Crambidae, Erebidae. 12
31
genus yaitu genus Gryllus, Dystipsidera, Drypta, Apogonia, Dinoderus, Bitoma,
Encymon, Paederus, Spodoptera, Nymphula, Ostrinia, Nyctemera.
Stasiun II terletak pada pete blok E9 dengan luas areal 25,90 Ha pada titik
S:03°59’45,2” T:122°19’29,9” dengan ketinggian 100 m. Tanaman yang terdapat
pada stasiun ini berupa tanaman Centrocema pubescens, Mucuna sp,
Colopogonium mucunoides, rumput teki (Chyperus rotundus), ubi kayu (Manihot
utilisima), papaya (Carica papaya L.) dan pohon pisang (Musa sp.).
Pada stasiun II perkebunan kelapa sawit ditemukan jenis serangga
nocturnal sebanyak 159 individu. 3 ordo yaitu ordo, Orthoptera, Lepidoptera,
Coleoptera, 11 famili yaitu family Grylacrididae, Carabidae, Scarabaeidae,
Bostrichidae, Zopheridae, Endomychidae, Lampyrinae, Staphylinidae, Crambidae,
Erebidae. 13 genus yaitu genus Gryllus, Dystipsidera, Drypta, Apogonia,
Dinoderus, Bitoma, Encymon, Cholophotia, Paederus, Spodoptera, Nymphula,
Ostrinia, Nyctemera.
Stasiun III terletak pada pete blok D11 dengan luas areal 20,49 Ha pada
titik S:03°59’15,5” T:122°20’05,6” dengan ketinggian 140 m. Tanaman yang
terdapat pada stasiun ini berupa tanaman Micania micrantha, Colopogonium
mucunoides , Mucuna sp, rumput teki (Chyperus rotundus), ubi kayu (Manihot
utilisima) dan alang-alang (Imperatar cylindrica L.).
Pada stasiun III perkebunan kelapa sawit ditemukan jenis serangga
nocturnal sebanyak 151 individu. Ditemukan 3 ordo yaitu ordo, Orthoptera,
Lepidoptera, Coleoptera, 11 famili yaitu family Grylacrididae, Carabidae,
32
Scarabaeidae,
Bostrichidae,
Zopheridae,
Endomychidae,
Lampyrinae,
Staphylinidae, Crambidae, Erebidae. 13 genus yaitu genus Gryllus, Dystipsidera,
Drypta, Apogonia, Dinoderus, Bitoma, Encymon, Cholophotia, Paederus,
Spodoptera, Nymphula, Ostrinia, Nyctemera.
C. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) Jenis Serangga Nocturnal
Pada Perkebunan Kelapa Sawit PT. Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga
nocturnal yang ditemukan pada setiap stasiun di perkebunan kelapa sawit dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’) Dan Kemerataan (E’) Jenis Serangga
Nocturnal Pada Setiap Stasiun di Perkebunan Kelapa Sawit
Jenis Serangga
Stasiun
Ordo
(1)
Stasiun 1
Stasiun 2
Family
Genus
Jumlah
Individu
Pi
lnPi
PiLn
Pi
H’
E’
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Orthoptera
Grylacrididae
Gryllus
23
0,17
-1,76
-0,30
2,40
0,97
Coleoptera
Carabidae
Dystipsidera
9
0,07
-2,70
-0,18
Coleoptera
Carabidae
Drypta
12
0,09
-2,41
-0,22
Coleoptera
Scarabaeidae
Apogonia
15
0,11
-2,19
-0,25
Coleoptera
Bostrichidae
Dinoderus
9
0,07
-2,70
-0,18
Coleoptera
Zopheridae
Bitoma
8
0,06
-2,82
-0,17
Coleoptera
Endomychidae
Encymon
11
0,08
-2,50
-0,21
Coleoptera
Staphylinidae
Paederus
6
0,04
-3,11
-0,14
Lepidoptera
Noctuidae
Spodoptera
6
0,04
-3,11
-0,14
Lepidoptera
Crambidae
Nymphula
12
0,09
-2,41
-0,22
Lepidoptera
Crambidae
Ostrinia
7
0,05
-2,95
-0,15
Lepidoptera
Erebidae
Nyctemera
16
0,12
-2,13
-0,25
134
1
25
0,16
2,50
0,95
Orthoptera
Grylacrididae
Gryllus
-2,40
-1,85
-0,29
33
(1)
Stasiun 3
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Coleoptera
Carabidae
Dystipsidera
13
0,08
-2,50
-0,20
Coleoptera
Carabidae
Drypta
9
0,06
-2,87
-0,16
Coleoptera
Scarabaeidae
Apogonia
14
0,09
-2,43
-0,21
Coleoptera
Bostrichidae
Dinoderus
17
0,11
-2,24
-0,24
Coleoptera
Zopheridae
Bitoma
11
0,07
-2,67
-0,18
Coleoptera
Endomychidae
Encymon
13
0,08
-2,50
-0,20
Coleoptera
Lampyrinae
Cholophotia
5
0,03
-3,46
-0,11
Coleoptera
Staphylinidae
Paederus
12
0,08
-2,58
-0,20
Coleoptera
Scarabaeidae
Oryctes
2
0,01
-4,38
-0,06
Lepidoptera
Crambidae
Nymphula
8
0,05
-2,99
-0,15
Lepidoptera
Crambidae
nymphula
3
0,02
-3,97
-0,07
Lepidoptera
Crambidae
Ostrinia
10
0,06
-2,77
-0,17
Lepidoptera
Erebidae
nyctemera
17
0,11
-2,24
-0,24
159
1
(9)
(10)
2,46
0,93
-2,50
Orthoptera
Grylacrididae
Gryllus
28
0,19
-1,69
-0,31
Coleoptera
Carabidae
Dystipsidera
14
0,09
-2,38
-0,22
Coleoptera
Carabidae
Drypta
9
0,06
-2,82
-0,17
Coleoptera
Scarabaeidae
Apogonia
4
0,03
-3,63
-0,10
Coleoptera
Bostrichidae
Dinoderus
17
0,11
-2,18
-0,25
Coleoptera
Zopheridae
Bitoma
9
0,06
-2,82
-0,17
Coleoptera
Endomychidae
Encymon
13
0,09
-2,45
-0,21
Coleoptera
Lampyrinae
Cholophotia
9
0,06
-2,82
-0,17
Coleoptera
Staphylinidae
paederus
12
0,08
-2,53
-0,20
Coleoptera
Scarabaeidae
Oryctes
8
0,05
-2,94
-0,16
Lepidoptera
Crambidae
nymphula
1
0,01
-5,02
-0,03
Lepidoptera
Crambidae
nymphula
4
0,03
-3,63
-0,10
Lepidoptera
Crambidae
Ostrinia
16
0,11
-2,24
-0,24
Lepidoptera
Erebidae
nyctemera
7
0,05
-3,07
-0,14
151
1
-2,46
Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman dan kemerataan
diperoleh histogram indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga
nocturnal pada perkebunan kelapa sawit disajikan pada (gambar 5).
34
3
2.40
2.50
2.46
2
0.97
0.95
0.93
H'
E'
1
0
Stasiun 1
Gambar 5.
Stasiun 2
Stasiun 3
Histogram Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit.
Hasil perhitungan indeks Keanekaragaman (H’) jenis serangga nocturnal
yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan pada lokasi penelitian
perkebunan kelapa sawit bervariasi, yaitu keanekaragaman jenis serangga
tertinggi berada pada stasiun II sebesar 2,49, diikuti stasiun III sebesar 2,45 dan
paling rendah berada pada stasiun I yaitu sebesar 2,40.
Tiga kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis yaitu, bila H' < 1 berarti
keanekaragaman tergolong rendah, bila H' = 1-3 berarti keanekaragaman
tergolong sedang, bila H` > 3 berarti keanekaragaman tergolong tinggi.
Berdasarkan kriteria tersebut maka indeks keanekaragaman jenis serangga pada
perkebunan kelapa sawit yang ditemukan pada setiap stasiun tergolong kategori
sedang (1-3). Indeks keanekaragaman ini ditentukan oleh jumlah jenis dan
distribusi kelimpahan tiap jenis serangga sehingga meskipun jumlah jenis
individu serangga pada setiap stasiun berbeda namun indeks keanekaragaman
35
pada setiap stasiun tidak di bawah 1 dan di atas 3 sehingga dikategorikan sedang
(Michael, 1995).
Indeks
keanekaragaman
matematik untuk mempermudah
merupakan
dalam
suatu
menganalisis
penggambaran
informasi
secara
mengenai
jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam
suatu
area.
Dalam
menilai
potensi
keanekaragaman
hayati,
seringkali
keanekaragaman jenis menjadi pusat perhatian untuk diamati dibandingkan
dengan keanekaragaman genetik (Odum, 1971).
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas
memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan
mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang
sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah
daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh
lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan
terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan
niche yang lebih kompleks (Umar, 2013).
Tiga kriteria komunitas lingkungan berdasarkan nilai kemerataan, yaitu
bila E' < 0,50 maka komunitas berada pada kondisi tertekan. Bila 0,50 < E' ≤ 0,75
maka komunitas berada dalam kondisi labil sedangkan 0,75 < E' ≤ 1,00 maka
komunitas berada dalam kondisi yang stabil. Nilai indeks kemerataan (E') dapat
menggambarkan kestabilan suatu komunitas. Semakin kecil nilai E' atau
36
mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran organisme dalam
komunitas tersebut yang didominansi oleh jenis tertentu dan sebaliknya
semakin besar nilai E' atau mendekati satu, maka organisme dalam
komunitas akan menyebar secara merata (Krebs , 1978).
Hasil perhitungan indeks kemerataan (E') jenis serangga nocturnal pada
perkebunan kelapa sawit yang ditemukan bervariasi. Untuk indeks kemerataan
serangga tertinggi berada pada stasiun I sebesar 0,97, dan diikuti stasiun II
sebesar 0,95 dan yang terendah berada pada stasiun III sebesar 0,93, hal ini
menunjukan bahwa pada stasiun kemerataan pada setiap stasiun berbeda tetapi
secara keseluruhan kemerataan serangga pada perkebunan kelapa sawit tergolong
kemerataan dalam kondisi stabil.
D. Deskripsi Jenis Serangga Nocturnal Pada Perkebunan Kelapa Sawit PT.
Mega Utama Tani Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Deskripsi dan identifikasi jenis serangga nocturnal pada perkebunan kelapa
sawit dengan menggunakan buku identifikasi Borror et al. (1996), Bugguide
(2009), Sarnat dan Economo (2012), adalah sebagai berikut:
1. Spesies 1
Klasifikasi :
Gambar 5. Genus Gryllus
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Orthoptera
: Grylacrididae
: Gryllus
37
Deskripsi :
Spesies ini mempunyai tubuh berwarna hitam kecokelatan, kepala
pendek dan tegak lurus, terdapat mata tunggal. Mata tersusun dalam 1 segitiga
tumpul. Mempunyai sungut yang panjang. Tibia belakang hampir selalu
dengan duri-duri yang panjang, duri-duri tibia belakang gemuk dan tidak
dapat bergerak. Ruas tarsus yang kedua kecil, gepeng sebelah lateral, femur
belakang cukup membesar. Tubuh tidak tertutup dengan sisik. Panjang tubuh
18 mm.
2. Spesies 2
Klasifikasi :
Kindom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Carabidae
: Dystipsidera
Gambar 6. Genus Dystipsidera
Deskripsi :
Spesies ini memiliki antena dan kaki yang panjang. Panjang tubuhnya
dapat mencapai 1 cm. Mereka mempunyai kepala lebih kecil dari pada
dadanya. Dan pada umumnya berwarna coklat keabu-abuan atau hitam
dengan bintik-bintik putih. Namun pada beberapa spesies, warna tubuhnya
ada yang berwarna biru, hijau, dan warna perunggu logam atau warna-warni.
Yang menjadi ciri khas dari kumbang ini adalah adanya bulu- bulu halus pada
daerah kepala dan pola atau tekstur dari sayap spesies tersebut.
38
3. Spesies 3
Klasifikasi :
Gambar 7. Genus Drypta
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Carabidae
: Drypta
Deskripsi :
Spesies ini memiliki antena, panjang tubuhnya mencapai 1 cm. spesies
ini memiliki ciri sama dengan ciri serangga pada umumnya. di bagi menjadi
tiga bagian : kepala, torak, abdomen. Bercangkang keras dan memiliki kaki
yang panjang berwarna coklat.
4. Spesies 4
Klasifikasi :
Gambar 8. Genus Apogonia
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Scarabaeidae
: Apogonia
Deskripsi :
Spesies tergolong ordo coleopteran. Spesies ini berwarna hitam
dengan cangkang keras dan halus, tidak memiliki antenna, kepala relative
39
kecil dengan panjang sekitar 1 cm. spesies betina meletakkan telur 60 butir di
dalam tanah sedalam 6-8 cm.
5. Spesies 5
Klasifikasi :
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Bostrichidae
: Dinoderus
Gambar 9. Genus Dinoderus
Deskripsi :
Spesies ini memiliki panjang sekitar 8 mm, dengan tubuh berwarna
coklat ketuaan dengan cangkang berwarna hitam. Memiliki antena seperti
tanduk rusa dan permukaan tubuh berbuku-buku dan memiliki bulu halus.
6. Spesies 6
Klasifikasi :
Gambar 10. Genus Bitoma
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Zopheridae
: Bitoma
Deskripsi :
Spesies ini berwarna coklat muda dengan cangkang berwarna coklat
ketuaan, tidak memiliki antena, kaki panjang, permukaan tubuh kasar, tipe
40
mulut menggigit dan mengunyah. Panjang ukuran berkisar 1 cm. spesies ini
termaksud ordo coleoptera.
7. Spesies 7
Klasifikasi :
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Endomychidae
: Encymon
Gambar 11. Genus Encymon
Deskripsi :
Spesies ini memiliki warna coklat mengkilap, cangkang berwarna hitam
kecoklatan dan bagian thorak berwarna orange bagian kepala berwarna hitam.
Spesies ini tidak memiliki antena. Spesies ini berukuran kecil
panjang
berkisar 5 mm.
8. Spesies 8
Klasifikasi :
Gambar 12. Genus Colophotia
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Lampyrinae
: Colophotia
Deskripsi :
Serangga ini dapat mengeluarkan cahaya yang tidak mengandung
ultraviolet atau inframerah dan memiliki panjang gelombang 510 sampai 670
41
nanometer. Seperti ciri serangga pada umumnya. Badan Colophotia di bagi
menjadi tiga bagian : kepala, torak, abdomen. Bercangkang keras
(exoskeleton ) untuk menutupi tubuhnya. Dengan bagian tubuh hampir
seluruhnya berwarna gelap dan berwarna bintik merah pada bagian kepala.
Kuning pada bagian penutup sayap, berkaki enam, dan bermata majemuk.
Ukuran badan 7 mm.
9. Spesies 9
Klasifikasi :
Gambar 13. Genus Paederus
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Staphylinidae
: Paederus
Deskripsi :
Spesies ini berbentuk memanjang, badan berwarna kuning gelap di
bagian atas, bawah abdomen dan kepala berwarna gelap, abdomen memiliki
enam ruas. Tipe mulut menggigit dan mengunyah. Panjang spesies ini
berkisar 1 cm.
42
10. Spesies 10
Klasifikasi :
Gambar 14. Genus Oryctes
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleoptera
: Scarabaeidae
: Oryctes
Deskripsi :
Spesies ini berwarna hitam atau coklat tua dengan panjang berkisar 4
cm. Memiliki cirri morfologi yaitu kepala, antenna, mata, mulut, sayap,
tungkai depan, tungkai tengah, tungkai belakang. Dengan kepala bertanduk,
tanduk jantan lebih panjang dan melengkung kebelakang sedangkan tanduk
betina berupa tonjolan. Spesies ini mengalami metamorphosis sempurna
11. Spesies 11
Klasifikasi :
Gambar 15. Genus Spodoptera
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Noctuidae
: Spodoptera
Deskripsi :
Spesies ini berukuran panjang 3 cm. memiliki antena panjang, tubuh
berwarna abu-abu. Memiliki bulu-bulu halus. Sayap berlapis dua sayap
pertama berwarna coklat tua seperti daun kering dan sayap kedua berwarna
putih. Spesies ini tergolong ordo lepodoptera.
43
12. Spesies 12
Klasifikasi :
Gambar 16. Genus Nymphula
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Crambidae
: Nymphula
Deskripsi :
Spesies ini berwarna putih dan bagian torak berwarna hitam, kepala
relative kecil, memiliki antenna dan bulu halus, kepala berwarna hitam. Sayap
berwarna putih. Dengan panjang berukuran sekitar 1cm.
13. Spesies 13
Klasifikasi :
Gambar 17. Genus Nymphula
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Crambidae
: Nymphula
Deskripsi :
Spesies ini tegolong dalam ordo Lepidoptera. Spesies ini berwarna
putih dan sayap berwarna putih kekuningan, memiliki bulu halus, kepala dan
torak seperti bersambung. Memiliki kaki yang panjang. Spesies ini berukuran
panjang berkisar 1 cm.
44
14. Spesies 14
Klasifikasi :
Gambar 18. Genus Ostrinia
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Crambidae
: Ostrinia
Deskripsi :
Spesies ini berwarna putih kecoklatan dengan sayap berwarna coklat
dan memiliki 2 bintik hitam dibagian sayap 1 dibagian kiri dan lainnya
dibagian kanan.kepala berwarna hitam. Ukuran panjang tubuh berkisar 1 cm.
15. Spesies 15
Klasifikasi :
Gambar 19. Genus Nyctemera
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Erebidae
: Nyctemera
Deskripsi :
Spesies ini berwarna putih dan sayap berwarna coklat memiliki bintik
bola berwarna putih dibagian sayap, berwarna kuning dibagian torak.
Memiliki antenna yang panjang, dibagian abdomen memiliki warna kuning.
Ukuran spesies ini sekitar 2,5 cm.
45
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ditemukan 444 individu serangga nocturnal yang tergolong dalam 14 genus,
12 Famili dan 3 Ordo yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit .
2. Indeks keanekaragaman (H’) serangga nocturnal pada perkebunan kelapa
sawit yang tertinggi ditemukan pada stasiun II sebesar 2.50, kemudian diikuti
stasiun III sebesar 2.46 dan yang terendah berada pada stasiun I yaitu sebesar
2.40, tergolong dalam keanekaragaman sedang. Indeks kemerataan (E’)
serangga tertinggi berada pada stasiun I sebesar 0,97, dan diikuti stasiun II
sebesar 0,95 dan yang terendah berada pada stasiun III sebesar 0,93, dan
tergolong dalam kemerataan yang stabil.
B. Saran
Saran yang dapat diajukan penulis melalui penelitian ini yaitu:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai serangga keseluruhan baik
nocturnal maupun diurnal pada perkebunan kelapa sawit.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan apakah ada perubahan komposisi spesies
serangga nocturnal pada perkebunan kelapa sawit bila dilakukan pada lokasi
yang berbeda.
45
46
DAFTAR PUSTAKA
Borror, D.J., Triplehorn, C.A. dan N.F. Johson, 1996, Pengenalan Pelajaran Serangga
Edisi ke-enam, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Campbell, N. A., Jane. B. R., and Lawrance. G. M., 2004, Biologi, Edisi Kelima Jilid
Tiga, Erlangga, Jakarta.
Dakir, 2009. Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Semut (Hymenoptera
:Formicidae) di Kabupaten Kolaka Sulawesi tenggara dan Muara Angke
Jakarta, ITB, Bogor.
Desi, 2015, Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Komunitas Mangrove
di Pulau Hoga Kawasan Taman Nasional Wakatobi, Skripsi Jurusan Biologi
FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Google, 2014, Gambaran Umum Serangga, (https://www.google.\com/search?q
=serangga&source=lnms&tbm=) di akses pada 3 Februari 2015.
Google,Earth., 2014, Peta perkebunan kelapa sawit PT. Mega Utama Tani,
Kecamatan
Besulutu,
Sulawesi
Tenggara,
(https://www.google
earth.com/maps/place/Mega+Utama+Tani.+PT Diakses pada 20 Februari
2015).
Heddy, S., dan Kurniati, M., 1994, Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi : Suatu Bahasan
Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Jumar, 2000, Entomologi Pertanian, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Krebs, 1978, Ecology, The Experimental Analysis of Distribution and Abudance,
Third Edition, Harper and Row Publisher, New York.
Michael, 1995, Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium,
Terjemahan Yanti, R.K, UI-Press, Jakarta.
Odum E.P., 1971, Fundamental of Ecology, W.B. Saunders, Philadelphia.
…….., 1988, Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga Gadjah Mada University, Press,
Yogyakarta.
46
47
Oka, I.N., 1995, Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia,
UGM-Press, Yogyakarta.
Pelawi, A,P,. 2009, Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Beberapa
Ekosistem di Areal Perkebunan PT. Umbulmas Wisesa Kabupaten Labuhan
Batu, USU Repository.
Pielou, C.E., 1966, The Measurement Of Diversity In Different Type Of Biological
Collections. J. Theoret. Biol. 13: 131-144.
Rosalyn, I., 2007, Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman
Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq,) Di Kebun Tanah Raja Perbaungan
PT Perkebunan Nusantara III, USU Repository.
Suheriyanto D, 2008, Ekologi Serangga, UIN Malang Press.
Umar, R., 2013, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Untung K, 1996, Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, Universitas Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.
........... 2001, Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, UGM –Press, Yogyakarta.
Tarumingkeng ,2001,Serangga Pada Hutan Mangrove.Gramedia pustaka, Jakarta.
48
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Pembuatan Stasiun Pengamatan
Gambar 2. Perangkap modifikasi Light trap dan yellow trap
Gambar 3. Pengukuran Faktor Lingkungan
49
Lampiran 2. Peta Penelitian
Download