SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Pemerintah RI Menyakinkan AS Memperpanjang GSP bagi Produk Aluminium Alloy Indonesia Washington D.C., 30 Maret 2012 – Pemerintah Indonesia dan tiga impotir dari negara Amerika Serikat mengajukan permohonan penghapusan Competitive Need Limitation (CNL) pada batasan kompetitif dalam daftar Generalized System of Preferences (GSP) terhadap produk plat, lembaran dan strip aluminum alloy asal Indonesia. Selama ini Indonesia diberikan bebas bea masuk ke pasar AS, namun saat ini Indonesia telah melampaui batas jumlah yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan program GSP. Impor AS dari Indonesia untuk produk ini pada tahun 2011 mencapai nilai USD 196,8 juta. Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, dan Atase Perdagangan di Washington D.C., Ni Made Ayu Marthini, mewakili RI dalam public hearing untuk membahas tinjauan tahunan penghapusan Competitive Need Limitation dalam U.S. GSP 2011 Annual Review of Products and Competitive Need Limitation Waivers yang diselenggarakan kemarin (29/3) oleh Executive Office dari Presiden Amerika Serikat di Washington D.C., Amerika Serikat. Hadir pula pada kesempatan itu untuk memberikan testimoni adalah perusahaan Indonesia, PT. Alumindo, dan dua importir AS yang mengimpor produk Indonesia, yakni Empire Resources Inc. dan Galex Inc. Dalam testimoninya, Dubes Djalal mengawali dengan mengangkat hubungan bilateral Indonesia dan Amerika yang sangat baik selama beberapa tahun ke belakang, terutama karena Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden AS, Barack Obama, meluncurkan suatu Kemitraan Komprehensif yang sangat penting pada 20 November 2010. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan hubungan dagang antara kedua negara. Kemitraan tersebut sudah memberikan manfaat pada industri AS karena besarnya nilai pembelian dari pihak Indonesia, yakni dengan pembelian pesawat terbang Boeing dan ratusan juta nilai peralatan transportasi dari GE dan Caterpillar. Duta Besar RI selanjutnya menggarisbawahi bahwa GSP adalah bagian penting dari ekspor Indonesia ke AS. “Nilai ekspor Indonesia ke AS tahun lalu hampir mencapai USD 2 miliar dalam program GSP, atau merupakan 10,3% dari nilai ekspor Indonesia sebesar USD 19 miliar ke AS pada tahun 2011. Namun, Indonesia belum memperoleh manfaat yang sepenuhnya dari program ini. Keberagaman produk Indonesia yang diimpor oleh AS dalam program GSP masih jauh di bawah produk‐produk yang diimpor dari negara penerima GSP lainnya seperti India dan Thailand,” demikian kata Dubes. Atase Perdagangan Indonesia dalam argumentasinya mengenai produk plat aluminium alloy, lembaran dan strip aluminum agar dipertahankan dalam daftar GSP, akan menjadi penting dan bermanfaat bagi kedua negara. “Bagi Indonesia, plat alloy, lembar dan strip aluminum merupakan produk dengan nilai tambah yang cukup bermakna bagi industri Indonesia, karena banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. Pada saat yang sama, produk ini memberi manfaat bagi ekonomi AS dan pekerja AS, termasuk distributor, produsen dan pengolah, yang banyak terdiri dari pengusaha kecil. Mereka perlu membeli produk kami untuk jenis dan kualitas tertentu dengan harga yang kompetitif. Selain itu, industri AS tidak membuat jenis produk itu karena harga dan tingkat persaingannya,” kata Atdag. Atase Perdagangan selanjutnya menambahkan bahwa impor dari Kanada dan Afrika Selatan dapat masuk tanpa pembatasan bea masuk yang diatur masing‐masing dalam perjanjian North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan African Growth and Opportunity Act (AGOA). Oleh karena itu, jika produk Indonesia tidak diberikan pembebasan bea masuk dalam program GSP, maka produk Indonesia yang akan dikenakan bea‐masuk 3%, menjadi tidak kompetitif di pasar AS yang sangat sensitif terhadap harga. Impor AS untuk produk yang serupa dari Kanada mencapai nilai USD 795,5 juta dan USD 213,6 juta dari Jerman, sementara impor dari Afrika Selatan hampir sama senilai USD 190,2 juta. Tidak ada satupun dari pihak industri AS yang menolak hal ini dalam mempertahankan produk aluminium dalam daftar GSP dalam public hearing tersebut. Ini menunjukkan bahwa perusahaan AS mendukung produk aluminum alloy Indonesia dipertahankan dalam daftar GSP. Tiga perusahaan importir AS yang mengajukan permohonan ini adalah Empire Resources dan Galex, Inc. (New Jersey), dan juga Ta Chen International, Inc. (yang mengolah bahan impornya di Texas dan Maryland). Direktur Kerja Sama Bilateral, Kementerian Perdagangan RI, Sri Nastiti, menyatakan di Jakarta bahwa Pemerintah Indonesia tetap menjaga komitmennya untuk melindungi kepentingan ekonomi Indonesia di luar negeri. “GSP merupakan program yang baik bagi eksportir Indonesia. Kita selalu mendorong para pengusaha Indonesia untuk memanfaatkan sepenuhnya program seperti ini, dan kami sangat gembira mendengar bahwa banyak perusahaan Indonesia sudah memanfaatkannya tapi Indonesia perlu lebih pro aktif. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan siap untuk memfasilitasi program GSP bagi perusahaan/industri di Indonesia, tidak hanya untuk tujuan AS tetapi juga negara‐negara lain seperti negara‐negara Uni Eropa dan Jepang,” tambahnya. Hari ini, (30/3) terdapat public hearing lain yang diadakan di United States International Trade Commission (US ITC). Berbeda dengan public hearing pada hari sebelumnya di USTR, public hearing di US ITC lebih teknis dengan banyak pertanyaan yang diajukan oleh importir AS dan eksportir Indonesia mengenai kisah dibalik produk dan bagaimana persetujuan atas GSP dapat mempengaruhi industri dan ekonomi AS. PT. Alumindo, Empire Resources Inc. and Galex Inc. semua memberikan testimoni yang mendukung Indonesia untuk mendapatkan penghapusan CNL. US Generalized System of Preferences (GSP) GSP merupakan fasilitas yang diberikan pemerintah AS untuk membantu negara‐negara sedang berkembang dan negara‐negara yang paling kurang berkembang (LDC) dalam meningkatkan ekonomi di negara tersebut. Program GSP dari AS dilembagakan pada 1 Januari1976, berdasarkan Undang‐Undang Perdagangan tahun 1974 (Trade Act of 1974). Secara harfiah, artinya memberikan tarif impor sebesar 0 persen dari negara‐negara tersebut yang mengekspor ke AS. Produk yang tercakup dalam GSP terdiri dari lebih dari 3.400 jenis produk impor dari 129 negara termasuk Indonesia. Indonesia berada pada peringkat empat sebagai negara yang paling banyak mengambil manfaat dari program GSP dengan mengekspor 652 jenis produk melalui skema GSP. Pembatasan Competitive Need Limitations (CNLs) merupakan batasan manfaat kuantitatif yang diatur dalam GSP bagi suatu produk dan bagi suatu negara berkembang yang menerima manfaat dari GSP tersebut (beneficiary developing countries atau BDC). Ketentuan GSP menyatakan bahwa 2 negara BDC akan kehilangan hak GSP nya untnuk suatu produk jika produk tersebut telah melampaui batasan CNL dan tidak ada penghapusan atas batasan tersebut. Terdapat dua cara menentukan pelampauan batas CNL: Jika nilai impor AS untuk suatu produk tertentu dari negara BDC dalam satu tahun kalender telah mencapai 50 % atau lebih dari total impor AS untuk produk tersebut; atau jika nilai impornya telah mencapai suatu jumlah nilai dollar tertentu atau lebih. Sesuai ketentuan GSP, batasan jumlah nilai dollar ditingkatkan sebesar USD 5 juta setiap tahun; batasan sebelumnya adalah USD 145 juta pada 2010 dan menjadi USD 150 juta pada 2011. Produk yang berasal dari negara penerima manfaat (beneficiary) dianggap “cukup kompetitif” jika impornya melampaui salah satu batasan tersebut di atas. Berdasarkan ketentuan GSP, perlakuan utnuk pasal CNL yang telah melampaui batas sebagaimana tersebut di atas akan berakhir pada tanggal Juli 1 tahun berikutnya. Secara prosedural, US ITC akan mengajukan rekomendasi kepada USTR atas hasil hearing ini dan kemudian USTR akan menggunakan rekomendasi tersebut dalam tinjauan tahunan GSP (GSP Annual review), termasuk mempertimbangkan permohonan untuk penghapusan batasan tersebut. Sesuai peraturan, tinjauan ini harus selesai dan diumumkan oleh Presiden AS pada 30 Juni 2012. Untuk keterangan lebih lanjut http://www.ustr.gov/webfm_send/2880 mengenai program GSP, silakan unduh: --selesai-Informasi lebih lanjut hubungi: Frank Kandou Kepala Pusat Humas Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711 Email: [email protected] Sri Nastiti Budianti Direktur Kerja Sama Bilateral Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3442576/021-3858206 Email: [email protected] 3