Budaya Tallit dan Kippah NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Oleh, Uskup Mar Nicholas H Toruan, CKC Gereja Nasrani Indonesia (GNI) Keuskupan Nasrani Katolik Ortodoks Rasuli Kudus dan Satu NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Etimologi kata dan asal usul Tallit berasal dari bahasa Aramaik dari akar kata T-L-L טללartinya MENUTUPI. Tallit secara literal artinya mantel atau jubah luar atau selembar kain panjang segi empat (Indonesia: “selendang”, Jawa: “jarik” dan suku Batak: “Tali-tali” yang berasal dari kata “Tallit” yang dalam bahasa Batak modern disebut “ULOS” karena dipakai untuk menghangatkan tubuh). Pada zaman Talmudik (tahun 100 sd.200 Masehi) diacu sebagai syal doa Yahudi. Tallit itu sama dengan PALLIUM orang Romawi yang kini biasa dipakai oleh Uskup dan IMAM Gereja Roma Katolik, dan juga seperti kain pita TOGA yang disematkan jika seseorang diwisuda menjadi sarjana di universitas. Pada Gereja Protestan Klasik ada kain pita warna putih disematkan melingkari leher dipakaian jubah hitam kesarjanaan zaman Skolastik Eropah Abad Pertengahan. Pada Gereja-gereja Ortodoks Timur disebut OMOPHOR pada bagian jubah Uskup atau Imam. Omophor ini merupakan kain lebar membentuk selendang lebih besar dari pada Pallium. Orang Arab menyebutnya “KEFFIYEH.” Orang-orang di Timur Tengah memakai kain ini untuk menutup kepala sampai leher dan bahu, kain ini adalah bentuk selendang lebar segi empat yang biasa dipakai orang Arab, Yahudi, Kurdi, India, dan Turki. Wanita Muslim memakainya dalam kehidupan sehari-hari dengan menutupi kepala, leher dan bahu sebagaimana kita lihat di Indonesia juga. Standar Ukuran yang dipakai umumnya kain segi empat ini bisa menutupi seluruh tubuh anak usia 7 tahun. Di wilayah Timur Tengah dan Eretz Israel, awalnya sebelum abad ke-2 M., kain ini tidak berfungsi sebagai Selendang Doa, tetapi dipakai untuk SELIMUT TIDUR, Penutup Tubuh di tempat yang panas terik, pengikat kayu bakar, kain yang diletakkan sebagai alas tidur atau duduk, kain pembersih perabotan rumah tangga, handuk, penutup mayat dan berbagai fungsi lainnya. Terlebih lagi, para budak selalu memakai Tallit yang dililitkan dipinggang atau digantungkan dileher. Pada zaman modern di Indonesia, biasanya kain jenis empat segi ini disebut handuk kecil biasanya dipakai tukang becak, sopir angkot, dan pekerja kasar lainnya. Dalam Alkitab tidak ada perintah memakai TALLIT, melainkan hanya memakai “Tzizit” (benang biru) pada jumbai jubah pria Yahudi. Dalam sejarah Israel Kuno, Tzitzit Page 2- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 tidak dipakai umum oleh semua pria Israel, kecuali hanya Para Imam Harun dan Lewi. Penggunaan Tallit dipakai setelah paskah Konsili Yavneh tahun 90-100 M., oleh Av-Nasi Jonathan Gamaliel II saat memutuskan bahwa semua Ibadat Israel Kuno direformasi mengikuti Tradisi Ajaran-ajaran Rabbinik Farisi – Talmudik Babilonia sebab tidak ada lagi Beit ha-Mikdash (Bait Suci) dan Keimamatan Aaron dan Lewi tidak lagi difungsikan. Semua pria orang Israel yang sudah menjalani inisiasi Bar Mitzvah menjadi Imam-imam meskipun bukan keturunan Aaron dan Lewi (mirip sekte-sekte Kristen Protestantisme modern) dan tidak ada lagi Keimamatan yang ada hanya fungsi “Rabbinik” (Rabbi-rabbi yang berfungsi ganda guru dan imam). Perkembangan signifikan penggunaan Tallit pada kaum Yahudi baru mulai tersebarluas sejak tahun 1000 M., sampai zaman modern ini. Alkitab tidak memerintahkan penggunaan Tallit baik dalam Tanakh ataupun Brith Khadasha. Mengapa menggunakan Tallit? Tallit (תכלת, tekhelet, atau benang (Ibrani: " פתילpəthiyl") termasuk tzitzit) digunakan untuk memudahkan pemakaian Tzitzit pada ke-4 ujung Selendang Kain tersebut dan mempermudah menggunakan “jumbai-jumbai benang” pada ujung kain. Sehingga Tallit modifikasi ini bisa diabdikan untuk keperluan keagamaan yang praktis dari pada Tzitzit diikatkan pada baju atau jubah atau mantel. Dengan demikian kaum Yahudi bisa menjalankan perintah Torah yang terdapat pada Bilangan 15:38; Ulangan 22:12. Pada akhirnya semakin berkembang modifikasi menyematkan benang biru ini pada ujungujung selendang; Alaha tidak ada memerintahkan Musa berapa simpul benang dan berapa jumlah benang yang harus digunakan. Juga tidak pernah ada perintah apakah Tzitzit dipakai pria saja atau wanita secara khusus. Tidak ada perintah juga, apakah orang-orang non-Yahudi yang sudah masuk menjadi diyahudikan (Gerim ha-Brith) wajib pakai Tzitzit atau tidak. Semua aneka macam tradisi penggunaan Tallit dan Tzitzit, garis dan simbol-simbol, warna kain, jenis kain, ukuran, tidak ada perintah Alaha sama sekali. Semua variasi dan modifikasi Tallit murni adalah adat istiadat manusia! Manusia yang berbudaya Ibrani yang menjadikan simbol kebudayaan agama Rabbinik Yahudi sebagai ciri pembeda dengan simbol-simbol keagamaan lain. Jadi tidak ada standar umum modifikasi, ukuran, warna, dan simbol yang wajib, semua tergantung sekte komunitas Yahudi itu sendiri. Namun, secara umum Tallit dibuat dari bahan campuran wool dan linen yang disebut “shatnez” yang sebenarnya dilarang dalam Torah. Page 3- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Agar tidak melanggar Torah bahan kain harus satu bahan entahkah LINEN atau WOOL, SUTERA, atau KATUN. (Catatan: Tapi zaman modern orang sudah tak perduli dengan bahan campuran atu tidak, orang hanya melihat segi “fashion keagamaan” saja). Kemudian Tallit hanya digunakan pada siang hari saja dan pada waktu malam Dalam buku The Ancient Jewish Shroud At Turin by John N. Lupia penggunaan Tallit Lebar yang berbentuk segi empat tersebut semakin menyusut ukurannya – mengecil dan dimodifikasi sesuai perkembangan zaman ke zaman disebut kitel, tallit katan, tallit gadol, dan umum disebut Tallit Doa sampai masa kini. Jadi sebenarnya, Gereja-gereja Rasuli dan non-Rasuli juga menggunakan TALLIT (SELENDANG DOA) dalam modifikasi yang berbeda sebab tergantung dari simbolsimbol keagamaan yang disematkan pada Tallit itu sendiri. STOLA Apakah “Stola” identik dengan Tallit? Stola dalam bahasa Latin dan Tallit dalam bahasa Ibrani, keduanya sama persis dalam fungsi dan perlengkapan simbolis dalam keagamaan yang diperkembangkan sesuai perkembangan zaman. Kata STOLA berasal dari bahasa Latin, dari bahasa Yunani στολή (stolē), "kain", "kain lebar panjang" atau "perlengkapan." Stola (Tallit) merupakan bagian dari jubah Imam atau Uskup dalam Agama Nasrani Yahudi dan Kristen. Stola ini dalam Gereja-gereja Ortodoks Timur lebih variatif dan dimodifikasi indah dengan motif seni keagamaan. Stola juga didasarkan pada kutipan Alkitab, Bilangan 15:38-39, yang pada umumnya pada Gereja-gereja Latin (Roma Katolik dan Katolik Ortodoks dan Anglikan) pada ujung Stola ada rumbai-rumbai benang yang melambangkan perintah-perintah Alaha, hanya tidak memiliki Tzitzit (benang biru) pada empat sudut Stola karena sudah digantikan dengan “Tanda Salib” berdasarkan Injil Mattai 10:38; Yokhanan 14:15; 15:14; 1 Korintus 1:18-23. Sementara Gereja Nasrani (Idtha d’Nasraya) tetap menggunakan Tzitzit dengan adanya “benang biru” yang dijalin dengan benang putih: 6 benang putih sebagai simbol: 6 Hari Alaha bekerja, dan 1 benang biru sebagai simbol: 1 hari, hari ke-7 Alaha beristirahat. Dua simpul putih utama di atas dan dibawah sebagai simbol Alef dan Taw (Awal-Akhir = Alaha), dan 12 simpul benang biru sebagai Pengakuan Iman Rasuli. Juga pada Stola disematkan simbol TANDA SALIB dan di tengah Stola ada tulisan Aramaik: Yokhanan 14:15; 15:14 yang merupakan perkataan Maran Yeshua sendiri. Ini disebut “ATARAH” ( )עטרהmerupakan Mahkota Perintah-perintah sebagai “KUK Torah Mshikha” (Mattai 11:28-30; Galatia 6:2). Page 4- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Stola merupakan simbol Kuk Torah Mshikha dan kewajiban untuk menyebarkan Kabar Baik (Aramaik: Beshora/Injil) atau Sabda-sabda Alaha ke seluruh dunia (Mattai 28:10-20) yang mana perintah ini hanya ditujukan kepada Para Rasul, dan para pengganti rasul yakni; Uskup, Imam, dan Diakon (Mebaqqer, Qashisha, dan Shamshana) secara khusus, tidak kepada semua orang atau pembaca Kitab Suci. Stola juga beraneka warna, tergantung pada Perayaan yang dirayakan, tetapi semua Stola selalu berornamen Salib. Adakah kemutlakan “Warna dan Simbol” pada Tallit atau Stola? Kemutlakan warna dan simbol pada Tallit atau Stola tidak ada perintah langsung dari Alaha, semua tergantung kreasi budaya masing-masing pengikut Mshikha. Mengapa Nasrani tetap menggunakan “Tzitzit” pada Stola? Penggunaan Tzitzit pada Stola bagi komunitas Nasrani lebih menekankan kelanjutan Alkitabiah Perjanjian Lama dan Baru adalah dalam satu kesatuan progresif penggenapan. Ini juga merujuk kepada tali benang merah prinsip ajaran dan moralitas Agama Israel Kuno Tribalisme menjadi Agama Semestawi (Katolik = Seutuhnya yang tidak membedakan lagi Yehudim dan Goyim dalam Mshikha seperti dijelaskan Mar Saul dalam Roma 10:12). Agama Nasrani adalah Agama Israel Perjanjian Baru dalam Yeshua Mshikha yang tak memisahkan dirinya dari Israel (Roma 11:17-24; Yokhanan 15:1-6; Yesaya 11:1). Inilah disebut kaum Pengikut Jalan Tuhan yang dalam bahasa Aramaik disebut “Margam Mshikha.” Tallit Katan Tallit Gadol Tallit Katan” yang dipakai rohaniawan Gereja Rasuliah Barat (Katolik Ortodoks) yang dipakai dipunggung sebelum memakai jubah dan Kasub atau Jubah Mantel, dan diikatkan ke seluruh punggung yang artinya “kesediaan memikul KUK Torah Mshikha” lalu Doa Brakot khusus didaraskan. Tallit Gadol adalah Tallit Besar yang dipakai membentuk “Jubah Luar” itu sama saja dengan Uskup atau Imam dalam Page 5- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Gereja Nasrani, Ortodok Timur atau Roma Katolik memakai Jubah Besar (Cope). Kohen Ha-Gadol Dalam Israel Kuno, Kohen Gadol (Imam Besar) mengenakan penutup kepala disebut Mitznefet (Ibrani: מצנפת, diterjemahkan sebagai "mitre"), yang melingkar menutupi kepala menonjol ke atas disebut turban. Disematkan pada turban ada Tzitz (Ibrani: )ציץ, benang flat emas dengan inskripsi "Kemuliaan bagi Mar-YAH" (Keluaran 39:14, 39:30). Imam-imam lebih rendah memakai turban lebih kecil, turban kerucut. Mitre Kekeristenan Barat Mitre dalam bentuk Kekristenan Barat adalah topi berlipat membentuk kerucut ke atas, terdiri dari dua bagian yang sama (depan dan belakang) naik ke atas mengerucut dan dijahit kedua sisi menyatu. Ada dua pita di bagian belakang sampai di punggung dulunya merupakan dua sirip ikan. Secara latar belakang sejarah aslinya berasal dari Dagon aslinya Semitik Timur Mesopotamian (Akkadian, Assyria, Babilonia) dewa kesuburan yang meliputi ilah Semitik barat laut, membawa biji-bijian simbol kesuburan dan ikan sebagai lambang kesuburan berlipat kali ganda. Disembah oleh orang Amorit awal dan penduduk kota-kota Ebla (wilayah Tell Mardikh, Syria modern) dan Ugarit (Ras Shamra, Syria sekarang). Ia juga menjadi anggota umum, atau kepala dewa dari banyak ilah bangsa Filistin. Penutup kepala ini diadopsi di Barat tanpa merujuk kepada legenda dibalik Mitra itu adalah kepala ikan yang menganga, mitos dibuang dalam proses demitologisasi selama berabad abad. Makna kerucut adalah mengangkat pikiran ke tempat maha tinggi di mana Alaha bersemayam dan begitu juga dua sirip itu suatu gerakan aliyah naik kepada ketinggian baik Imam dan umat. Jadi latar belakang budaya harus dipahami masa lalu dan masa kini. Kita jharus sadar betul bahwa sebelum kita semua mengenal Injil segala budaya kita adalah non-Injiliah dan Pewartaan Injil tidak membawa budaya tetapi masuk kedalam budaya-budaya lokal dan menjernihkan budaya-budaya lokal dari pemahaman berhala sebelumnya. Bukan produk budayanya yang dihilangkan tetapi “pikiran kita harus dicuci dengan Injil.” Dengan demikian kita tidak mudah jatuh menghakimi nilai-nilai budaya adalah berhala seperti yang dilakukan sekte-sekte Kristen radikal, pada hal mereka sendiri tenggelam dalam budaya yang dahulunya juga adalah produk berhala. Page 6- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Dalam gereja Katolik, hak menggunakan mitre ditetapkan melalui hukum Kanon bagi para uskup dan kepala biara, sebagaimana hal itu digunakan saat upacara konsekrasi seorang Uskup dan pemberkatan dari seorang kepala biara. Turban Penutup kepala, sebagai tanda jabatan keagamaan dan sekuler, ada memiliki sejarah panjang perihal ini. Pada Israel kuno imam besar Yahudi (Kohen Gadol) mengenakan penutup kepala yang disebut Mitznefetthat yang bulat di kepala, di atasnya datar. Turban ini juga dipakai pada Kekaisaran Romawi Timur yang disebut camelaucum (Yunani: καμιλαύκιον kamilaukion) yang dikembangkan dalam hamkota kekaisaran sejak abad ke-9 M. Bentuk Mitre kekaisaran tidak digunakan oleh Para Uskup Ortodoks hingga setelah kejatuhan Konstantinople tahun 1453. Masa kini, mitre khusus dalam Gereja-gereja Ortodoks Yunani didasarkan pada mahkota kekaisaran Kekaisaran Romawi Timur. Ada banyak kodel dan corak yang dijahit dengan benang emas dan bahan – bahan batuan yang serba mewah dan mahal dan juga disematkan ikon-ikon tertentu. Memakai Turban ini adalah hak prerogatif uskup-uskup, tapi bisa juga dihadiahkan kepada Imam kepala, protopresbiter dan arkimandrite. Penutup kepala ini juga diperkembangkan sesuai budaya lokal Gereja Ortodoks Byzantium. Tentunya, tidak ada larangan bentuk topi uskup di Indonesia disesuaikan dengan budaya lokal masing-masing! Tetapi karena arogansi jiwa Hellenisme sulit hal itu terjadi, namun, bagi Gereja Nasrani Indonesia tidak tunduk kepada arogansi Hellenisme, Latinisme, ataupun lainnya bisa dimungkinkan untuk modifikasi penutup kepala berdasarkan budaya lokal. Zucchetto Banyak orang yang non-Katolik ingin tahu mengapa Paus dan kebanyakan rohaniawan Katolik memakai yang mirip dengan Yarmulke, penutup kepala yang biasa dipakai pria Yahudi. Jelasnya Paus atau Uskup tidak memakai Yarmulke atau Kippah, tapi Zucchetto, nama yang berasal dari ekspresi budaya orang Italia labu kecil, untuk sayuran zucchini, labu itu dipotong menjadi dua menjadi separoh. Namun, nama Italia resminya bagi Paus atau Uskup topi ini adalah pileolus (penutup kepala untuk kepala Biara (abbotts), Uskup, Kardinal dan Paus). Ini juga disebut Soli Deo, Latin untuk Alaha sendiri, merujuk kepada mereka yang memakai penutup kepala yang seperti itu adalah mereka yang telah mengkonsekrasi hidup mereka sendiri bagi Maran. Menurut hierarki Katolik, perbedaan warna pileolus menunjuk status berbeda dalam rohaniawan Katolik, Paus mengenakan zucchetto putih, Kardinal memakai penutup kepala merah, Uskup-uskup memakai warna ungu dan para imam memakai warna zucchettos hitam. Tradisi ini sendiri merujuk kepada Perjanjian Lama, Imam-imam Yahudi wajib memakai menutup kepala mereka saat dalam kehadiran Alaha sebagai tanda “kerendahan hati.” Page 7- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Phiro d’Kohnutho Dalam Gereja Syria penutup kepala ini disebut Elbishto d’Kurobo, topi untuk mempersembahkan korban, dan ini juga disebut Phiro d’Kohnutho, Hasil Keimamatan. Rohaniawan dari gereja-gereja lain juga memakai topi yang sama atau mirip topi selama melaksanakan liturgis mereka. Tapi semua praktek ini berbagi tradisi yang sama. Praktek Yahudi Praktek Yahudi kuno para pria harus menutupi kepala mereka selama berdoa dan peristiwa seremonial. Ini memang sudah kebiasaan bagi para wanita menutupi kepala mereka. Tapi para pria diwajibkan memakai penutup kepala selama berdoa. Kebiasaan ini masih dijalankan oleh para pria Yahudi pada hari Sabat dan pada perayaanperayaan. Namun, para imam dan para rabbi selama periode Perjanjian Lama menutupi kepala mereka tidak hanya selama doa-doa berlangsung dan ibadat-ibadat keagamaan, tapi jga pada lain waktu saat mereka tampil di depan umum. Ada alasan baik untuk perbuatan ini. Sebagaimana kita tahu kaum Yahudi bahkan ada rasa takut mengucapkan nama Alaha. Bahkan sekarang Yahudi Ortodoks menuliskan kata Alaha, tanpa huruf hidup didalamnya (h-l). Mereka takut akan kehadiran Alaha. Lagi pula, mereka juga ingin meminimalkan pentingnya kehadiran mereka di hadapan Alaha. Jadi mereka menutupi kepala mereka selama ibadat-ibadat keagamaan. Praktek mengindikasikan orang tidak berharga dan ketiadaan yang patut dibanggakan di hadirat Penguasa alam semesta. Selama masa Yeshua, adat istiadat ini sudah menjadi kebiasaan umum, dan dalam ikon-ikon dan gambar menghadirkan Mshikha dan Para Rasul-Nya, kita lihat memakai penutup kepala mereka. Pria dan wanita biasanya menutupi kepala mereka sepanjang waktu sebab cuaca gurun hampir merata di Timur Tengah. Kita juga bisa memperhatikan praktek ini diantara umat dari agama lain. Dari bentuk penutup kepala yang lebar dan besar semakin diperkecil sesuai keadaan yang cocok. Dalam masyarakat Ibrani topi ini disebut Kippah. Sebelum dan selama waktu Mshikha topi ini disebut Yerai Malka, yakni frasa kata Aramaik kuno, artinya Takut akan atau Kehormatan bagi sang Raja. Sebagaimana setiap orang tahu, selama beberapa abad sebelum Mshikha, dan selama periode-Nya, budaya dan bahasa umat Yahudi adalah Aramaik. Ketika kaum Yahudi tercerai-berai setelah pengepungan Yerusalem oleh prajurit Romawi sekitar tahun 70 M, mereka membawa praktek ini pada wilayah Diaspora mereka, termasuk budaya Aramaik. Para pria mereka melanjutkan untuk mengenakan Kippah. Diantara umat Yahudi di wilayah Diaspora, ada juga pengembangan bahasa ekletik yang disebut Yiddish, yang memakai isinya dan bentuknya dari Ibrani, Aramaik, dan bahasa-bahasa Eropa, utamanya Jerman. Orang-orang Yahudi berbicara Yiddish menciptakan istilah baru dari Yerai Malka, dan kita punya kata Yarmulke, diucapkan Yah-mi-kuh. Page 8- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Orang-orang Yahudi tinggal dalam berbagai tempat dari Kekaisaran Romawi lama sebelum zaman Mshikha untuk alasan perdagangan dan mereka adalah para pedagang terbaik seperti mereka masa kini. Pada saat orang-orang Yahudi diboyong ke Pembuangan setelah pengepungan Yerusalem, kehadiran mereka lebih siginifikan lagi tercatat.Tapi tragedi adalah sewaktu, setelah runtuhnya Yerusalem Yahudi dan diperbudaknya orang-orang Yahudi oleh Romawi sepanjang wilayah Kekaisaran, mereka dipandang budak-budak dalam masyarakat. Mereka kehilangan status sipil sebagai orang bebas setelah mereka kehilangan Yerusalem. Dalam Kekaisaran Romawi para budak diwajibkan untuk menutupi kepala mereka, tapi orang bebas tidak menutupi kepala mereka. Situasi ini dipaksakan bagi kaum pria Yahudi tetap tinggal menjadi kebiasaan menutupi kepala mereka meskipun setelah mereka berada di perantauan negeri lain. Orang-orang Kristen Awal Yahudi asli tetap mempertahankan tradisi dan adat istiadat yang sama. Asal Usul Penutup Kristen Kami sudah menjelaskanbahwa imam-imam dan para rabi Yahudi menutupi kepala mereka selama berdoa dan ibadat-ibadat keagamaan. Para Imam dan Para Uskup Kristen juga mengikuti adat istiadat yang sama, sebab mereka memandang diri mereka sendiri menjadi para pelayan Yudaisme yang sempurna, bukan sebagai agama yang terpisah. Ini adalah tradisi para imam Yahudi yang sama yang para imam dan para uskup Kristen awal terima ketika mereka merayakan Qurbana, yakni korban Paskah Perjanjian Baru. Demikianlah topi bundar warna hitam penutup kepala menjadi umum dipakai di kepala bagi rohaniawan Kristen sebagai kelanjutan dari praktek keimamatan Yahudi. Rohaniawan Kristen melanjutkan praktek ini bahkan setelah perpisahan Gereja dari Yudaisme. Praktek ini tidak dibatasi pada Gereja Syria saja. Para imam Gereja Roma juga biasa menggunakan topi bundar kecil. Dalam toko pengadaan perlengkapan Gereja Roma Katolik, topi bundar kecil warna HITAM bagi imam-imam dijual hingga saat ini. Dalam Gereja Roma para uskup memakai topi bundar kecil warna MERAH untuk menunjukkan otoritas, dan rohaniawan biasa paroki memakai topi bundar kecil warna h itam. Di atas topi bundar kecil tipis para uskup memakai sebuah topi Mitra atau Biretta merah, dan para imam memakai Biretta hitam. Sekarang orang hanya bisa melihat para uskup Roma yang memakai topi bundar tipis kecil di kepala. Samalah halnya, paraktek ini sama diterus sampaikan dari paus kepada paus berikutnya. Paus (adalah “seorang uskup”) Roma yang memakai topi bundar kecil tipis warna PUTIH, sebab semua perbuatan kebiasaannya adalah putih untuk menunjukkan status ranking Page 9- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 jabatannya yang tinggi di atas para uskup yang biasa memakai topi warna meraha, baik jubah dan ikat pinggang dan topi warna merah semua. Orang Yunani yang secara budaya lebih dari Eropa terus melanjutkan kebiasaan ini bagi para uskup mereka dan para imam dengan berbagai variasi berdasarkan latar belakang budaya mereka. Kaum Koptik-Mesir di bagian timur Laut Mediterranean juga melanjutkan praktek ini. Ketika saya mengunjungi Mesir beberapa tahun lalu, saya melihat para imam mereka selalu memakai topi kecil. Bangsa Armenia punya bentuk penutup kepala mereka sendiri. Lagi pula, mereka menggunakan tudung dalam kebiaraan seperti dari Barat dan bagan kebiaraan Yunani, Syria, Koptik, dan Armenia yang juga kelanjutan dari kebiasaan Yahudi ini. Para rahib menghabiskan kebanyakan waktu mereka dalam doa dan meditasi dan mereka melakukan hal itu dengan kepala mereka ditutupi dengan semacam topi, praktek ini berlanjut dari warisan keagamaan Yahudi kita secara umum. Pekerjaan dari seorang rahib berkulminasi dengan memberi kuasa kepada rahib baru dengan suatu tudung atau bagan. Ini tidak merupakan praktek m asa kini. Para pembaca kami bisa melihat ikon / lukisan Mar Efraim orang Syria, seorang asketis dan diakon, dengan suatu bagan di kepalanya. Dalam tradisi Byzantium, para rahib memakai tudung dengan tudung panjang tergantung di pundak belakang mereka. Anda bisa melihat tudung ini dan kerudung pada semua para uskup timur, sebab mereka umumnya adalah para rahib. Tapi penutup kepala kecil tipis dari Gereja Syria dipakai oleh para uskup dan para imam selama melaksanakan fungsi liturgis. Jika ada seorang rahib (Rabban) atau seorang uskup, ia masih harus memakai topi tipis kecil ini dibawah bagan kebiaraan; sebab topi kecil tipis ini lebih signifikan dari pada bagan; sebelumnya adalah simbol dari Keimamatan Kudus, yang adalah suatu sakramen, dan lainnya kehidupan kebiaraan adalah hanya satu dari berbagai jalan hidup Kristen. Menurut Gereja Syria, lainnya merupakan simbol yang sangat signifikan dikaitkan kepada topi kecil ini. Topi ini melambangkan mahkota duri yang Maran kita kenakan saat Dia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban akhir di Salib bagi dosadosa dunia. Para imam secara sakramental adalah Mshikha sendiri, dan ia harus memakai lambang ini MAHKOTA DURI ini pada saat ia mengaktualisasikan korban Mshikha yang sama di tengah-tengah kita dan dalam zaman kita. Namun ini adalah kewajiban para pejabat gerejawi dan para rahib (Rabban), yang juga adalah para imam, memakai topi penutp kepala yang tipis dan kecil dibawah bagan mereka selama ibadat – ibadat liturgis berlangsung, khususnya selama perayaan liturgi Qurbana dan penatalayanan sakramen-sakramen dan tugas-tugas lainnya. Meskipun orang bebas di Kekaisran Romawi tidak menutupi kepala mereka seperti para budak, mereka punya topi yang menunjuk kepada jabatan sosial atau pemerintahan Page 10- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 mereka, yang mana mereka pakai selama menjalan fungsi jabatan di masyarakat. Saat para budak menutupi kepala mereka menunjukkan penghormatan mereka terhadap tuan mereka, orang bebas bangsawan melepaskan topi penutup kepala mereka di hadapan Kaisar selama menjalankan fungsi kemasyarakatan. Ini adalah praktek umum dalam Kekaisaran Romawi. Ini adalah alasan mengapa para pria melepaskan topi mereka saat memasuki ruangan dalam suatu gereja. Praktek pengaruh yang sama bagi rohaniawan dalam Kekaisaran Romawi. Ini dipandang berpengaruh penggunaan mereka akan topi kecil tipis selama ibadat-ibadat liturgis. Para uskup Roma dan para imam oleh karena itu mulai melepaskan penutup kepala mereka tepat sebelum konsekrasi unsur-unsur selama perayaan Ekaristi, dan memakainya kembali di kepala mereka setelah usi konsekrasi. Gereja Yunani adalah gereja yang ada dalam Kekaisaran Romawi, dan rohaniawan mereka juga punya praktek yang sama. Tepat sebelum konsekrasi, para uskup Yunani dan para imam melepaskan penutup kepala mereka.Gereja-gereja lain di Timur juga menerapkan praktek ini. Namun, orang harus menyadari bahwa fakta, bagi Gereja Syria, topi kecil adalah tempat peletakan mahkota duri yang dikenakan oleh Yeshua saat Dia mengorbankan diri-Nya sendiri sebagai korban bagi sejagat raya. Namun, ini adalah kewajiban rohaniawan Syria, dibawah Katulika Timur atau dibawah Kepatriakan Antiokia, memakai topi kecil selama menjalankan fungsi keimamatan mereka. Pada Gereja Syria para uskup dan pembantu uskup melepaskan mahkota linen bludru mereka (bathrashil) atau biretta hitam (miter) saat mereka mengidungkan doa-doa konsekrasi Qurbana Kadisha, saat mereka membaca Injil, dan saat unsur-unsur Qurbana dibagikan. Penutup kepala bagi kaum Syria adalah lambang dan buah keimamatan dan hal itu melambangkan mahkota Yeshua ketika Dia mempersembahkan korban abadi; dank arena itu penutup kepala tetap di kepala imam bahkan selama momen sangat penting dari ibadat liturgis. Sebaliknya, mahkota dan birettas adalah benda-benda merujuk kepada otoritas, dan oleh karena itu dipakai saat sang Maha Kuasa alam semesta hadir secara sakramental atau melalui Sabda Alaha dalam Injil. Lagi pula, ini adalah logis berpikir bahwa para imam adalah para budak di hadapan Raja di atas segala raja, dan harus menutupi kepala mereka di depan Tuan mereka seperti budakbudak orang Romawi lakukan. (Sumber: Kuriakos Tharakan Thottupuram, Ph.D., D.D. The Skull Cap of the Syrian Priesthood) Paulus melarang memakai Penutup Kepala di Korintus? 1 Korintus 11:2-16 11:2 Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaranyang kuteruskan kepadamu. Page 11- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Komentar: Kendaklah kita juga meneladani berpegang teguh pada “Ajaran-ajaran Rasuli” pada Abad Pertama hingga abad ke-3 M. Setelah abad ke-4, telah terjeadi Teologi Pengganti sampai sekarang. Kita wajib semua kembali kepada pengajaran rasuli dan bukan hasil tafsir Individu seperti tafsiran-tafsiran Reformator sejak abad ke-16 dan juga tidak berdasarkan Tafsir Kolektif melalui Konsili-konsili, melainkan semua Warisan Gereja Abad Pertama hingga Ketiga saja. 11:3 Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap lakilaki ialah Mshikha, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Mshikha ialah Alaha. Komentar: Latar belakang ayat ini muncul akibat dominasi akhlak wanita di wilayah Korintus yang serba mesum, pusat kota pelacuran bakti sehingga merusak mentalitas wanita di kota ini. Wanita menjadi liar, pesolek, suka kemewahan, berdandan untuk tampil menarik hati pria dan ciri mereka adalah bersolek berlebihan, rambut dipotong pendek ataupun dikepang-kepang dan selalu berbau harum menyengat dengan aneka farfum, bejat moral. Perilaku wanita ini dalam rumah tangga sudah terbiasa mendominasi pria dan sulit diatur oleh pria. Sehingga rasul Paulus membuat ilustrasi bertingkat bahwa “kepala laki-laki adalah Mshikha dan kepala Mshikha adalah Alaha sang bapa, dan akhirnya wanita yang berkerudung menggambarkan KETUNDUKAN wanita sebagai istri terhadap suami.” 11:4 Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. Komentar: Kebiasaan di wilayah Asia Kecil dan Kekaisaran Romawi orang rendahan harus tunduk di depan pejabat tinggi dengan cara melepaskan topi/penutup kepala sebagai tanda penghormatan. Konteks geografis yang digunakan rasul Paulus sesuai budaya lokal non-Yahudi, sebaliknya budaya Yahudi saat berdoa tetap menggunakan tudung atau kippah sebagai penghormatan kepada Alaha karena kemuliaan-Nya. Dalam pengembangan liturgis orang percaya Mshikha abad pertama saat melaksanakan Kadisha Qurbana (Ekaristi Kudus) imam diajarkan untuk menghormati Kehadiran Ruakh ha-Kodesh dengan cara melepaskan penutup kepala saat dalam BERNUBUAT, MMENDARASKAN DOA-DOA dan KONSEKRASI ROTI DAN ANGGUR. Kebiasaan ini terus dilestarikan dalam Gereja-gereja Rasuli hingga zaman modern ini. Pelarangan mengenakan penutup kepala di sini adalah dalam konteks suasana Ibadat Liturgis, tetapi di luar Ibadat Liturgis umat boleh memakai penutup kepala. Perihal lainnya, dalam konteks ini adanya Pria Tapi Wanita (Waria) yang menyamar menjadi wanita dan berkerudung pada hal ia adalah pria. Pada saat itu bukan wanita saja menjadi wanita pelacur tetapi pria pelacur juga banyak. Mereka ini dilarang menggunakan kerudung. 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Page 12- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 Komentar: Pada ayat ini inti pesan yang mau disampaikan rasul Paulus saat ibadat hendaklah wanita menutupi kepalanya dan mendaraskan doa-doa agar tidak disamakan dengan wanita pelacur di luar kumpulan Jemaat. Kemudian juga mengajarkan bahwa ia yang berkerudung menjunjung dan menghormati kemuliaan suaminya dengan demikian wanita diajar untuk rendah hati dan tidak mendominasi pria. 11:6 Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Komentar: Ayat tersebut di atas jelas menegaskan agar wanita menghormati suami dan merendahkan hati serta menjaga dirinya agar tidak dipandang sama dengan para wanita amoral yang ada di luar kumpulan Jemaat. Sehingga ia melindungi kehormatannya dan juga suaminya. Tidak pantas wanita jalang berdoa dan bernubuat di depan Jemaat sehingga tidak ada perbedaan mana pengikut Mshikha dan mana yang bukan. Paulus menyuruh mencukur rambutnya jika tidak mau berkerudung adalah kata yang kasar mempersamakan wanita itu dengan pelacur. 11:7 Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Alaha. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Komentar: Pria dengan tidak menudungi kepala saat ibadah dan apa lagi saat Qurbana di mana Kehadiran Alaha hadir maka mereka harus hormat dengan melepaskan penutup kepala mereka. Ini dalam konteks ibadah bukan di luar ibadah! 11:8 Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari lakilaki. 11:9 Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki. 11:10 Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaika11:11 Namun demikian, dalam Maran tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. 11:12 Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Alaha. Komentar: Ini teguran terhadap wanita yang selalu mendominasi pria. Rasul Paulus di sini memasukkan tradisi pengajaran Patriarkal (garis ayah) dari budaya Yahudi yang melihat dari Adam pertama sebagai laki-laki. Ini ingin menyampaikan pesan tunduklah kepada suami. Page 13- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Alaha dengan kepala yang tidak bertudung? Komentar: Ini adalah sindiran keras bagi wanita, bahwa jika mereka berdoa juga harus diaplikasikan denga ketundukan kepada suami. 11:14 Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi lakilaki, jika ia berambut panjang, 11:15 tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung. Komentar: Kembali lagi, ini berdasarkan konteks budaya Korintus pada saat itu bahwa pria selalu berambut pendek, tetapi dalam etnis suku bangsa lain pria tidaklah selalu berambut pendek dan tidak ada masalah berambut panjang bagi pria. Ini adalah bersifat kontekstual budaya lokal. Bagi etnis lain rambut panjang atau pendek tak menjadi persoalan, hanya jika dalam konteks budaya di Korintus ini menjadi perilaku buruk yang berkonotasi negatif. Sebenarnya dalam konteks teologis budaya apa yang dibicarakan rasul Paulus terhadap orang-orang percaya Korintus tidak berkarakter Semestawi atau tidak mengikat bagi etnis suku bangsa lain; berkerudung atau tidak saat dalam bernubuat dan berdoa atau dalam kumpulan jemaat. Titik persoalannya adalah untuk membedakan mana wanita bermoral dan amoral itu saja. Jikalaupun kita mengadopsi budaya ini tidaklah salah pula dan bagus adanya. 11:16 Tetapi jika ada orang yang mau membantah, kami maupun Jemaat-jemaat Alaha tidak mempunyai kebiasaan yang demikian. Komentar: Di sini rasul Paulus mau menyeberangkan budaya keagamaan sistem patriarkal Yahudi kepada kaum Goyim percaya. Kaum umat Yahudi menjadi acuan bagaimana kebiasaan dalam keagamaan yang harus diikuti karena memang terbukti menjadi tertib dan teratur selama berabad-abad dalam masyarakat Yahudi, itulah sebabnya rasul Paulus tegaskan dalam 1 Korintus 14: 34 - 40: “Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh perintah Torah. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat… Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur.” ____________________ Page 14- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015 NO:02/GNI/A/Pel.Umum/V/2015 UNTUK KALANGAN SENDIRI!!! Untuk memperbanyak MATERI PENGAJARAN GNI ini dipersilahkan untuk meminta izin tertulis: [email protected] 0813.19190730 021.70403378 www.nasraniindonesia.org Page 15- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015