Peranan Sel Punca dalam Penanganan Luka Kronis

advertisement
OPINI
Peranan Sel Punca
dalam Penanganan Luka Kronis
Isabella Rosellini
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
ABSTRAK
Luka kronis terus menjadi tantangan besar yang sering membutuhkan tindakan bedah plastik. Selain morbiditas yang besar, luka ini dapat
menjadi masalah besar yang membutuhkan banyak sumber daya kesehatan, terkadang membutuhkan lebih banyak biaya daripada penyakit
yang mendasarinya. Di antara banyak metode baru, peranan sel punca dalam manajemen luka kronis perlu diteliti lebih lanjut. Artikel ini
membahas penelitian-penelitian mengenai peranan sel punca dalam manajemen luka kronis, dan akan dijelaskan peranan sel punca dalam
penyembuhan yang optimal.
Kata kunci: Luka kronis, sel punca, sel punca dari orang dewasa
ABSTRACT
Chronic wounds is a major challenge in wound management that frequently need plastic reconstructive surgery. Besides the obvious
morbidity, these problem can be a major drain on the already scarce hospital resources, more than the underlying disease itself. Many newer
therapeutic methods are available, and the role of stem cells is an exciting area to be explored. A review of literature on the role of stem cells
in the management of chronic wounds was done. The pathology of wounds and the possible role of stem cells for optimal healing would also
be discussed. Isabella Rosellini. The Role of Stem Cell in Chronic Wound Management.
Keywords: Chronic wound, stem cells, adult stem cells
Penyembuhan Luka Normal
Penyembuhan luka adalah usaha remodelling
berbagai komponen jaringan ikat dengan
bantuan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang tepat. Penyembuhan luka
adalah suatu proses kompleks, yang terdiri
dari beberapa tahapan, yang diatur oleh
interaksi berbagai tipe sel, faktor terlarut, dan
komponen matriks. Berbagai tahapan, seperti
kontrol mikroba, pengurangan inflamasi,
regenerasi jaringan ikat, angiogenesis, dan
epitelisasi harus terjadi dalam rentang waktu
yang tepat.1
Semua luka akut akan melalui fase
hemostasis dan inflamasi. Segera setelah
cedera, membran sel melepaskan vasokonstriktor kuat, seperti prostaglandin 2α
dan thromboxane A2. Kolagen pada luka akan
mengawali proses pembekuan melalui jalur
Alamat korespondensi
538
intrinsik dan ekstrinsik. Gumpalan fibrin yang
terbentuk mengandung kolagen, trombin,
dan fibronektin. Proses ini dilanjutkan
dengan pelepasan sitokin inflamatori dan
faktor pertumbuhan. Neutrofil mengalami
kemotaksis ke dalam luka, dengan adanya
interleukin-1, tumor necrosis factor (TNF)-α,
transforming growth factor (TGF)-ß, platelet
factor-4, dan produk bakterial. Sel-sel ini
membuang bakteri dan jaringan mati yang
ada di luka.2
Selanjutnya, luka akan masuk dalam
fase proliferasi dengan adanya makrofag
aktif. Kolagenase yang disekresikan oleh
makrofag aktif akan membersihkan luka.
Interleukin dan TNF merangsang fibroblas
dan TGF merangsang keratinosit. Epitelisasi,
angiogenesis, serta deposisi jaringan granulasi dan kolagen adalah tiga hal utama yang
terjadi pada fase ini. Pada fase proliferasi,
gumpalan fibrin digantikan oleh fibrosit
yang menempatkan kolagen. Proliferasi sel
endotel berujung pada neovaskulerisasi
dan formasi kapiler pada dasar luka. Hal ini
didukung oleh TNF-α dan sangat penting
dalam penyembuhan luka.2
Fase proliferasi diakhiri dengan pembentukan jaringan granulasi. Platelet-derived
growth factor (PDGF) dan epidermal growth
factor (EGF) masing-masing disekresikan oleh
platelet dan makrofag, dan menyebabkan
aktivasi fibroblas. Sebagai respons terhadap
TGF-ß 1 yang disekresikan oleh makrofag,
fibroblas dalam luka akan bertransformasi
menjadi miofibroblas. Miofibroblas ini
memiliki kemampuan proliferasi yang lebih
rendah, namun bertanggung jawab atas
kontraksi luka. Fibroblas yang dirangsang
email: [email protected]
CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015
OPINI
oleh PDGF akan menghasilkan matriks yang
terdiri dari kolagen tipe III, glikosaminoglikan,
dan fibronektin. Jaringan granulasi yang sehat
membutuhkan suplai nutrisi yang adekuat
melalui kapiler.2
Deposisi matriks kolagen yang terorganisasi
adalah tanda utama fase remodelling atau
maturasi. Fase ini biasanya dimulai 1 minggu
setelah cedera, dan berlangsung hingga 1
tahun. Pada awal fase ketiga ini (minggu ke-4
hingga ke-5), banyak terjadi deposisi kolagen
dan indurasi jaringan. Jaringan akan menjadi
lunak saat kolagen diresorpsi dan disusun.3
Regresi pembuluh darah menyebabkan
jaringan parut menjadi lebih pucat. Jika
deposisi matriks bermasalah, kekuatan
jaringan akan terganggu; terlalu banyak
kolagen akan menimbulkan jaringan parut
hipertrofik atau keloid. Kolagen jaringan
granulasi memiliki karakter yang berbeda dari
kolagen dermis normal, kolagen ini memiliki
serabut yang lebih tipis, mungkin akibat
hidroksilasi dan glikosilasi yang lebih besar
pada residu lysine. Kekuatan luka mencapai
maksimum sebesar 80% asal sekitar 3 bulan
setelah cedera.3,4
Kelainan pada Luka Kronis
Luka kronis timbul bila salah satu fase
penyembuhan luka memanjang. Gangguan
penyembuhan luka terjadi jika tidak terjadi
proses penyembuhan normal dan cedera
lokal serta inflamasi kronis terjadi persisten.1,2
Semua luka yang tidak mengalami penurunan area sebesar 20-40% setelah 2-4
minggu menjalani terapi optimal disebut
sebagai luka kronis.4
Penyembuhan luka adalah suatu proses
kompleks yang rentan mengalami gangguan
di berbagai tingkatan. Faktor-faktor ini
dapat lokal atau sistemik. Faktor-faktor lokal
meliputi tekanan oksigen dalam jaringan
dan edema. Tekanan oksigen jaringan
yang rendah di daerah luka menyebabkan
apoptosis sel endotel dan penurunan
aktivitas neutrofil dan fibroblas. Selain itu,
edema pada luka memperbesar jarak antar
kapiler, sehingga perfusi oksigen lokal
akan makin berkurang. Faktor sistemik yang
mempengaruhi penyembuhan luka adalah
jumlah bakteri dan sel-sel inflamasi. Adanya
bakteri dalam luka akan meningkatkan
mediator pro-inflamasi dan menurunkan
kadar faktor pertumbuhan; oleh karena
CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015
itu, pada luka kronis sering kali ditemukan
jumlah bakteri yang tinggi. Jaringan akan
berespons terhadap bakteri yang ada melalui
proses inflamasi. Neutrofil dan makrofag
akan melepaskan protease dan oksidan, yang
mendegradasi sitokin dan matriks ekstraseluler, sehingga pada akhirnya memperlama
proses penyembuhan luka. Hipoksia jaringan
dan proliferasi bakteri adalah dua masalah
utama dalam penyembuhan luka.5
Sel Punca
Sel punca adalah sel yang dapat mereplikasi diri sendiri dan menghasilkan lebih dari
tipe sel matur. Sel punca mencakup sejumlah
besar sel dengan kapasitas proliferasi dan
diferensiasi yang berbeda-beda. Sel punca
memiliki ciri-ciri: (1) kapasitas pembaharuan
diri sendiri yang tidak terbatas, (2) viabilitas
jangka panjang, (3) potensi multi-galur, (4)
partisipasi dalam perbaikan jaringan, dan
(5) pertahanan homeostasis somatik. Sel
punca didapat dari jaringan embrionik atau
jaringan dewasa.2,5
Sel punca embrionik terbentuk dari massa sel
bagian dalam dari blastocyst pre-implantasi.
Sel ini dapat berdiferensiasi menjadi
berbagai tipe sel (multipoten). Dengan
media yang tepat dan adanya faktor-faktor
pertumbuhan, sel ini dapat menghasilkan
keratinosit. Sumsum tulang adalah sumber
sel punca dewasa yang paling banyak. Sel ini
juga bisa didapat dari darah perifer, darah tali
pusat, membran amnion, jaringan adiposa,
dan lain-lain.5
kadar sitokin pro-inflamasi, seperti interferon
gamma, IL-1, IL-6, dan protein inflamasi
makrofag-1 α.1,6 Pada tikus, MSC terbukti
memiliki efek anti-apoptosis, meningkatkan
kadar Bcl-2, dan menekan kerja enzim
caspase.3 Yang kedua, MSC berperan
dalam penyembuhan luka. Cedera akan
menyebabkan multiplikasi sel-sel ini dalam
sumsum tulang. Selanjutnya MSC akan
bergerak ke arah luka dan berdiam di dalam
luka. Di dalam pembuluh darah kecil jaringan
granulasi yang sedang berkembang, sel ini
akan berdiferensiasi menjadi fibroblas dermal,
miofibroblas, jaringan limfoid, dan APC (antigen
precenting cell). Sel progenitor endotelial dari
sumsum tulang akan membentuk pembuluh darah baru (vaskulogenesis).6
MSC yang dicangkok bekerja secara lokal
melalui 5 jalur utama, yaitu: (1) meningkatkan angiogenesis, (2) menurunkan inflamasi
lokal, (3) sinyal kemotaktik dan anti-apoptotik,
(4) normalisasi matriks ekstraseluler, dan (5)
stimulasi sel punca yang ada di dekatnya.
Sel ini juga mensekresikan VEGF (vascular
endothelial growth factor), FGF (fibroblast
growth factor), TGF (transforming growth
factor)-ß, faktor pertumbuhan hepatosit,
IL-10 dan 13, serta sitokin dan faktor pertumbuhan yang lain (sinyal parakrin), yang
membantu remodelling matriks ekstraseluler
dan neovaskulerisasi.5
Mesenchymal stem cell (MSC), yang ada dalam
stroma sumsum tulang, adalah sel mirip
fibroblas yang mengoptimalkan lingkungan
mikro dari sel hematopoietik. Sekitar 0,0001%
dari semua sel bernukleus dalam sumsum
tulang adalah MSC. MSC dapat berdiferensiasi
menjadi berbagai jaringan, seperti tulang,
kartilago, jaringan adiposa, dan endotel;
tergantung dari lingkungan mikronya (niche).
MSC telah terbukti dapat digandakan karena
karakternya yang dapat menempel pada
permukaan kultur jaringan.6
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai
potensi sel punca sebagai terapi luka yang
abnormal. Ko, et al, menemukan bahwa
hanya 5% sel punca yang diinjeksikan ke
dalam luka yang dapat bertahan hidup
setelah fase awal. Kadar sel punca yang
dicangkok sel punca secara lokal ini
terlalu rendah untuk dapat meregenerasi
jaringan fungsional secara signifikan. MSC
yang diinjeksikan belum terbukti dapat
bertransformasi menjadi keratinosit dan
sel-sel aksesoris dalam dermis.3 Selain
penelitian ini, Hanson, et al, juga mengkultur
berbagai klon keratinosit secara in vitro,
dan mengenalkan konsep sel punca dalam
perawatan luka.1
Mekanisme Kerja Sel Punca
Penelitian menunjukkan bahwa sel punca
memiliki 2 kerja utama. Yang pertama,
memperlambat respons inflamasi sistemik.
Infus MSC meningkatkan sitokin inflamasi,
seperti IL-10 dan IL-12, serta menurunkan
Velazquez, et al, menemukan bahwa luka
bakar adalah media bagi kolonisasi bakteri.
Mereka mengajukan hipotesis bahwa penyembuhan akan semakin cepat bila sel
inflamasi dari sumsum tulang dihantarkan
ke dalam luka. Mereka menemukan
539
OPINI
epitelisasi luka setelah pemberian sumsum
tulang autolog secara topikal pada dua
pasien dengan ulkus kronis yang tidak
sembuh.3 Penelitian menggunakan matriks
kolagen yang diberi aspirat sumsum tulang
pada ulkus kronis di kaki yang tidak sembuh
hingga lebih dari 1 tahun. Luka ini selanjutnya mengalami full-grafting dan sembuh.
Peneliti tersebut menyatakan bahwa
angiogenesis menjadi lebih cepat setelah
pemberian aspirat sumsum tulang.6 Peneliti
menyimpulkan bahwa metode ini pada
akhirnya akan mempercepat penyembuhan
luka kronis.
Hedrick, et al, meneliti penyembuhan
luka pada pasien diabetes tipe 2 setelah
pemberian sel punca mononuklear dari
sumsum tulang secara topikal. Mereka
menemukan bahwa angiogenesis kembali
normal dengan adanya sel punca ini.
Sebuah penelitian in vitro menemukan
bahwa kadar bFGF, VEGF, dan sintesis
kolagen lebih tinggi dalam sel stromal
sumsum tulang daripada dalam fibroblas
dermal. Hal ini akan mendukung proses
penyembuhan luka, sehingga luka akan
sembuh pada waktu yang seharusnya.
Mereka mengembangkan BM-MSC (bone
marrow mesenchymal stem cell) autolog secara
ex vivo dan mengkombinasikannya dengan
spray fibrin untuk aplikasi topikal. Mereka
meneliti efektivitas dari sistem ini terhadap
penyembuhan 4 luka akut dan 6 luka kronis.
Luka akut ini merupakan defek yang dibiarkan
sembuh per sekundam setelah eksisi kanker.
Peneliti melaporkan penyembuhan luka ini
dalam 8 minggu setelah pemberian topikal.
Luka kronis mengalami penyembuhan 1620 minggu, dengan tiga kali pemberian
fibrin-MSC.2 Hal ini semakin membuktikan
peranan sel punca dalam penyembuhan
luka kronis.
Ko, et al, melaporkan penggunaan sumsum
tulang autolog pada ulkus kronis di kaki
yang tidak dapat sembuh. Vaskulerisasi pada
ulkus ini meningkat, sehingga dapat ditutup
dengan cangkok kulit.3
Yoshikawa dan koleganya pada tahun 2008
merawat 20 pasien luka kronis dengan MSC.
Luka ini memiliki penyebab yang berbedabeda, termasuk luka bakar, ulkus diabetik, dan
dekubitus. MSC dikultur, dikembangkan, dan
diinjeksikan ke dalam spons kolagen yang
berperan sebagai pengganti dermis. Peneliti
melaporkan bahwa 18 dari 20 luka sembuh
dengan memuaskan.7
Di samping penggunaan MSC, sel punca
yang berasal dari adiposa [Adipose-derived
stem cell (ASC)] juga telah sering digunakan.
ASC memiliki morfologi, diferensiasi, dan
sekresi parakrin yang sama dengan MSC
pada kondisi hipoksik. ASC telah sering
digunakan untuk meregenerasi tulang
kalvaria manusia dan defek maxillectomy.1,2,5
Penyembuhan ulkus radiasi dan fistula
gastrointestinal dengan pemberian ASC
juga telah dilaporkan.5
Terdapat beberapa permasalahan sebelum
sel punca dapat digunakan secara optimal.
Yang pertama, jumlah sel punca yang
dibutuhkan untuk penyembuhan luka
yang optimal belum terstandar. Pemberian
lebih dari 1x106 menyebabkan sel-sel dapat
bermigrasi ke organ jauh, seperti limpa. Yang
kedua, kultur yang adekuat, ekspansi dan
karakterisasi sel punca membutuhkan waktu
3 minggu hingga 1 bulan dalam laboratorium.
Masa ini dapat menunda penutupan luka
yang besar.2
Penelitian di masa depan untuk penggunaan
sel punca untuk luka kronis sebaiknya
berfokus pada ekspansi sel yang cepat secara
in vitro. Selain itu, juga dibutuhkan penelitian
untuk memaksimalkan jumlah sel prekursor
di dalam luka. Penghantaran sel yang efektif
dan pencangkokan yang optimal juga perlu
mendapatkan perhatian khusus. Komposit
dermal-biodermal yang diperkaya dengan
sel punca autolog yang dapat memodulasi
imun di lokasi luka masih menjadi tantangan di
bidang bedah plastik-rekonstruktif.
SIMPULAN
Luka kronis merupakan tantangan besar
yang sering dijumpai di praktik klinis
sehari-hari. Selain menimbulkan morbiditas
yang besar, luka ini juga membutuhkan
banyak sumber daya, bahkan terkadang
membutuhkan lebih banyak biaya daripada penyakit yang mendasarinya. Sel
punca memiliki potensi untuk mengatasi
permasalahan dalam proses penyembuhan
luka. Namun demikian, diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai peranan sel punca
dalam manajemen luka kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hanson SE, Bentz ML, Hematti P. Mesenchymal stem cell therapy for nonhealing cutaneous wounds. Plast Reconstr Surg. 2010; 125: 510-6.
2.
Hedrick MH, Daniels EJ. The use of adult stem cells in regenerative medicine. Clin Plastic Surg. 2004; 30: 99-505.
3.
Ko SH, Nauta A, Wong V, Glotzbach J, Gurtner GC, Longaker MT. The role of stem cells in cutaneous wound healing: What do we really know? Plast Reconstr Surg. 2011; 127: 10-20.
4.
Leaper DJ, Durani P. Topical antimicrobial therapy of chronic wounds healing by secondary intention using iodine products. Int Wound J. 2008; 5(2): 361-8. doi: 10.1111/j.1742481X.2007.00406.x.
5.
Schreml S, Szeimies RM, Prantl L, Landthaler M, Babilas P. Wound healing in the 21st century. J Am AcadDermatol. 2010; 63: 866-81.
6.
Velazquez OC. Angiogenesis and vasculogenesis: Inducing the growth of new blood vessels and wound healing by stimulation of bone marrow-derived progenitor cell mobilization and
7.
Yoshikawa T, Mitsuno H, Nonaka I, Sen Y, Kawanishi K, Inada Y. Wound therapy by marrow mesenchymal cell transplantation. Plast Reconstr Surg. 2008; 121: 860-77.
homing. J VascSurg. 2007; 45: 39-47.
540
CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015
Download