BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam suatu

advertisement
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kemampuan Berpikir Kreatif
Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif
sangat diperlukan. Karena kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan
yang sangat mendasar bagi seseorang dalam memecahkan masalah secara
kreatif. Sebelum membahas arti berpikir kreatif, berikut adalah makna dari
berpikir. Proses berpikir merupakan peristiwa mencampur, mencocokkan,
menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep, persepsipersepsi, dan pengalaman sebelumnya (Kuswana, 2011).
Kreatif berasal dari bahasa Inggris ‘create’ yang artinya menciptakan,
sedangkan kreatif mengandung pengertian memiliki daya cipta. Munandar
(2009) mengemukakan bahwa, kreatif berarti mengembangkan talenta yang
dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri secara optimal,
menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru,
mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain,
masalah kemanusiaan.
Menurut Munandar (2009) bahwa berpikir kreatif divergen (juga disebut
berfikir kreatif) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban
berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman
jumlah dan kesesuaian.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
9
Selain itu, menurut Satiadarma (2003), Kreativitas merupakan
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa
gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berpikir kreatif
maupun berpikir afektif, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan
hal-hal yang sudah ada.
Proses berpikir kreatif menurut Wallas (Satiadarma,2003) meliputi
empat tahapan yakni:
1) Persiapan (preparation)
Adalah
tahap
peletakan
dasar.
Dalam
tahap
ini
dilakukan
pengumpulan informasi, data-data, dan bahan-bahan untuk memecahkan
masalah.
2) Inkubasi (incubation)
Adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu tak menentu. Dalam tahap ini
pula terdapat kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya,
dan akan teringat lagi pada saat berakhirnya tahap pengeraman dan muncul
masa berikutnya.
3) Iluminasi (illumination)
Adalah tahap dimana munculnya aspirasi atau gagasan-gagasan untuk
memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk cetusan spontan,
ide/gagasan, pemecahan masalah, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban
baru.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
10
4) Verifikasi (verivication)
Adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara
kritis yang mulai dicocokan dengan keadaan nyata atau kondisi kenyataan.
Karakteristik pemikiran kreatif menurut Guilford (Satiadarma: 2003)
berkaitan dengan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif
yakni:
1) Kelancaran (fluency) adalah kemampuan memproduksi banyak gagasan
2) Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengajukan berbagai
pendekatan atau jalan penyelesaian masalah.
3) Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan atau
ide sebagai hasil pemikiran sendiri.
4) Penguraian (elaboration) adalah kemampuan menguraikan sesuatu secara
terperinci
5) Perumusan kembali (fenition) adalah kemampuan untuk menkaji suatu
persoalan melalui cara atau perspektif yang berbeda dengan yang sudah
lazim
Selain itu, ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh
Satiadarma (2003) meliputi :
1) Keterampilan berpikir lancar (fluency) : kemampuan ini menyebabkan
seseorang
mampu
mencetuskan
banyak
ide,
gagasan,
jawaban,
penyelesaian, suatu masalah atau pertanyaan
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
11
2) Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) : kemampuan ini menyebabkan
seseorang dapat menghasilkan jawaban atau pertanyaan bervariasi karena
dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
3) Keterampilan berpikir orisinil (Originality) : kemampuan ini mendorong
seseorang untuk menghasilkan ungkapan yang baru dan unik sebagai
ungkapan dari pemikiran mereka.
4) Keterampilan memperinci (mengelaborasi) : kemampuan ini meliputi
kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau
produk
5) Ketrampilan menilai (mengevaluasi) : kemampuan ini membuat
seseorang menentukan patokan sendiri dalam menilai apakah suatu
pernyataan benar atau salah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kesanggupan atau kecakapan
siswa untuk mencetuskan cara, strategi, ide-ide atau konsep dengan
menghubungkan dan mengembangkan hal-hal yang telah diketahui
sebelumnya dalam menyelesaikan permasalahan atau persoalan matematika.
Berpikir kreatif matematis adalah aktivitas mental yang disadari secara logis
dan divergen untuk menemukan jawaban atau solusi yang bersifat baru
dalam permasalahan matematika. Indikator kemampuan berpikir kreatif
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
12
1) Keterampilan Berpikir lancar (Fluency):
a) Mencetuskan banyak jawaban atau penyelesaian masalah atau gagasan
yang berhubungan dengan matematika.
b) Memberikan banyak cara atau solusi dalam menyelesaikan masalah
matematika
c) Selalu memikirkan lebih dari 1 jawaban
2) Keterampilan Berpikir Luwes (Fleksibelity):
a) Menghasilkan jawaban atau solusi yang bervariasi dalam menyelesaikan
permasalahan matematika.
b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
c) Mencari berbagai alternatif jawaban atau solusi yang berbeda dalam
menyelesaikan permasalahan matematika.
3) Keterampilan Berpikir Orisinil (Originality):
a) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan suatu ide
yang berkaitan dengan matematika.
b) Mampu membuat kombinasi-kombinasi dari berbagai bagian atau unsur
yang ada.
c) Mampu mengungkapkan masalah matematika dengan menggunakan
bahasa, dan idenya sendiri.
4) Ketrampilan Memperinci (Elaboration):
a) Mampu mengembangkan atau memperkaya suatu gagasan.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
13
b) Menambahkan atau memperinci suatu gagasan sehingga meningkatkan
kualitas gagasan tersebut.
B. Kecerdasan Interpersonal
Menurut Mork (Yaumi ,2013) bahwa, kecerdasan interpersonal adalah
kemampuan untuk membaca tanda dan isyarat sosial, komunikasi verbal dan
non-verbal, dan mampu menyesuaikan gaya komunikasi secara tepat. Dan
menurut (Lwin, et al., 2008), kecerdasan interpersonal adalah kemapuan
untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kecerdasan ini adalah
kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, tempramen,
suasana hati, maksud, dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya
secara layak. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi
melakukan negosiasi hubungan dengan keterampilan dan kemahiran karena
orang tersebut mengerti kebutuhan tentang empati, kasih sayang, pemahaman,
ketegasan, dan ekspresi dari kebutuhan dan keinginan. Orang seperti ini
mengetahui bagaimana pentingnya berkolaborasi dengan orang lain,
memimpin ketika diperlukan, mengikuti jika memang keikutsertaan sangat
diperlukan, bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki ketrampilan
komunikasi yang berbeda-beda.
Yaumi (2013) mengatakan bahwa, pemahaman terhadap watak orang
lain yang menjadi ciri utama kecerdasan interpersonal merupakan faktor
penting bagi komunikasi yang efektif. Beberapa istilah yang sering dikaitkan
dengan kecerdasan interpersonal adalah komunikasi dan ketrampilan
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
14
interpersonal. Menurut Oak (Yaumi, 2013), komunikasi interpersonal adalah
bentuk komunikasi yang terjadi antara dua orang yang saling tergantung satu
sama lain untuk membagi (sharing) pengalaman, sedangkan ketrampilan
interpersonal adalah ketrampilan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dalam
situasi sosial.
Mork (Yaumi, 2013) juga menekankan bahwa, pada empat elemen
penting dari kecerdasan interpersonal yang perlu digunakan dalam
membangun komunikasi. Keempat elemen penting tersebut, mencakup: (1)
membaca isyarat sosial,(2) memberikan empati (3) mengontrol emosi, dan (4)
mengekspresikan
emosi
pada
tempatnya.
Untuk
memahami
secara
komprehensif keempat elemen ini, perlu dijelaskan lebih perinci seperti
berikut ini.
1) Membaca isyarat sosial
Memerhatikan
penuh
bagaimana
orang
lain
berkomunikasi,
memahami komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan dalam
berinteraksi .
2) Memberikan empati
Mencoba memposisikan diri berada pada perspektif orang lain ketika
berdiskusi tentang sesuatu khususnya jika ingin berkolaboratif dengan
orang tersebut, membuat keputusan atau menyelesaikan konflik,
mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apa sebenarnya yang
diinginkan oleh orang tersebut dalam suatu situasi.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
15
3) Mengontrol emosi
Jika merasa sedikit panas atau tegang tentang topik yang sedang
dibicarakan,
sebaiknya
melangkah
sedikit
ke
belakang
untuk
mendinginkan suasana, kemudian melanjutkan pembicaraan.
4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya
Mengetahui kapan saatnya mengungkapnkan rasa iba dan kasih saying,
hubungan emosional, atau mengungkapkan emosi yang positif.
Yaumi (2013) mengemukakan secara khusus, karakteristik orang yang
memiliki kecerdasan interpersonal adalah:
1) Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun
interaksi antara satu dengan yang lainnya.
2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia.
3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara
kooperatif dan kolaboratif.
4) Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan
melalui chatting atau teleconference.
5) Merasa senang berpartisipasi dalam organisasi-organisasi sosial keagamaan,
dan politik.
6) Sangat senang mengikuti acara talkshow di tv dan radio.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
16
7) Ketika bermain atau berolahraga, sangat pandai bermain secara tim daripada
main sendirian.
8) Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri.
9) Selalu
melibatkan
diri
dalam
club-club
dan
berbagai
aktivitas
ekstrakurikuler.
10) Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial.
Sedangkan Lwin, et al. (2008) mengemukakan tanda-tanda kecerdasan
interpersonal yang rendah jika dia:
1) Tidak suka berbaur atau bermain dengan anak-anak lain
2) Lebih suka menyendiri
3) Menarik diri dari orang lain, khususnya selama pesta anak-anak
4) Merebut dan mengambil mainan anak-anak lain
5) Memukul dan menendang anak-anak lain dan secara teratur terlibat dalam
perkelahian
6) Tidak suka bergiliran
7) Tidak suka berbagi dan sangat posesif (menonjolkan kepemilikan) akan
mainannya
8) Menjadi agresif dan berteriak-teriak ketika dia tidak mendapatkan yang dia
inginkan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan interpersonal siswa adalah kecakapan atau keterampilan
yang dimiliki oleh seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, kecakapan
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
17
atau ketrampilan untuk berkomunikasi baik verbal maupun non verbal.
Indikator kecerdasan interpersonal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Membaca Isyarat Sosial :
a) Memulai hubungan baru dengan orang lain
b) Menunjukkan keterbukaan dalam hubungan dengan orang lain
c) Menunjukkan kepercayaan kepada orang lain untuk berbagi perasaan
2) Memberikan Empati :
a) Menunjukkan perhatian kepada orang lain
b) Menjaga perasaan orang lain
c) Mengerti keinginan orang lain
3) Mengontrol Emosi :
a) Menghargai perbedaan pada orang lain
b) Berpikiran positif terhadap orang lain
c) Tidak menaruh curiga secara berlebihan
4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya :
a) Memberi dukungan kepada teman
b) Memberikan penghargaan terhadap orang lain
c) Spontanitas
d) Menempatkan diri setara dengan orang lain
e) Mengakui pentingnya kehadiran orang lain
f) Komunikasi dua arah
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
18
C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek
dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak, banyak ditemukannya berbagai
pendekatan pembelajaran yang inovatif. Guru dituntut dapat memilih model
pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif
ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model
pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya ketrampilan berpikir
siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah
adalah Pembelajaran Berbasis Masalah atau disingkat PBM (Rusman, 2010).
Dalam bukunya Trianto (2009) istilah pembelajaran berbasis masalah
(PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Learning (PBI). Trianto
(2009) juga menambahkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah
merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya
permasalahan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang
nyata. Menurut Duch, et.al. (Rusman, 2010) menyatakan bahwa, prinsip dasar
yang mendukung konsep dari PBM ada sudah lebih dulu dari pendidikan
formal itu sendiri, yaitu bahwa pembelajaran dimulai (diprakasai) dengan
mengajukan masalah, pertanyaan, atau teka-teki, yang menjadikan pembelajar
(siswa yang belajar) ingin menyelesaikannya.
Tan (Rusman, 2010) juga menyebutkan bahwa, PBM telah diakui
sebagai suatu pengembangan pembelajaran aktif dan pendekatan yang berpusat
pada siswa, dimana masalah-masalah yang tidak terstruktur (masalah-masalah
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
19
dunia nyata atau masalah-masalah simulasi yang kompleks) digunakan sebagai
titik awal dan jangkar atau sauh untuk proses pembelajaran. Sedangkan Roh
(Rusman, 2010) mengatakan bahwa, pembelajaran berbasis masalah adalah
model pembelajaran dikelas yang mengatur atau mengelola pembelajaran
matematika disekitar kegiatan pemecahan masalah dan memberikan kepada
para siswa kesempatan untuk berfikir secara kritis, mengajukan ide kreatif
mereka sendiri, dan mengkomunikasikan dengan temannya secara matematis.
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur.
3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (Multiple Perspective).
4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar
dan bidang baru dalam belajar.
5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM.
7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif .
8) Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
20
9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar, dan
10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Rusman (2010) mengemukakan bahwa, langkah-langkah Pembelajaran
Berbasis masalah adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase
1
Indikator
Orientasi
masalah
2
Mengorganisasi
untuk belajar
3
Membimbing pengalaman
individual/kelompok
4
Mengembangkan
dan
menyajikan hasil karya
5
Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
pemecahan masalah
siswa
pada
siswa
Tingkah Laku Guru
Menjelaskan
tujuan
pembelajaran,
menjelaskan
logistic yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah
Membantu
siswa
mendefinisikan
dan
mengorganisasikan
tugas
belajar
yang
berhubungan
dengan masalah tersebut
Mendorong
siswa
untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai,
melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan
masalah.
Membantu
siswa
dalam
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti
laporan, dan membantu mereka
untuk berbagai tugas dengan
temannya
Membantu
siswa
untuk
melakukan
refleksi
atau
evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses yang mereka
gunakan
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
21
D. Strategi Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition
Strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan
pengembangan dari strategi pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visual
Intellectually) dan VAK (Visual Auditory Kinesthetic).Yang membedakan
strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition dengan strategi
pembelajaran SAVI dan VAK adalah adanya Repetition yaitu pengulangan.
Menurut Ainia (2012), strategi pembelajaran Auditory Intellectually
Repetition (AIR) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan
pada tiga aspek yaitu Auditory (mendengar), Intellectualy (berpikir), Repetition
(pengulangan). Unsur-unsur pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually
Repetition adalah sebagai berikut:
1) Auditory
Belajar Auditory sangat diajarkan terutama oleh bangsa Yunani kuno,
karena filosof mereka adalah jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja,
maka bicarakanlah tanpa henti (Meier,2002). Auditory adalah learning by
talking, belajar dengan berbicara, mendengarkan menyimak, presentasi,
argumentasi, mengungkapkan pendapat, dan menanggapi. Menurut Meier
(2002) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaaan Auditory
dalam belajar, antara lain:
a) Mintalah siswa untuk berpasangan, membincangkan secara terperinci apa
yang baru mereka pelajari dan bagaimana menerapkannya.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
22
b) Mintalah
siswa
untuk
mempraktekkan
sesuai
ketrampilan
atau
memperagakan suatu konsep sambil mengucapkan secara terperinci apa
yang sedang mereka kerjakan.
c) Mintalah siswa untuk berkelompok dan berbicara saat penyusunan
pemecahan masalah.
Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi Auditory dapat
dilakukan dengan cara membentuk pembelajaran berkelompok dan diskusi
sehingga siswa dapat saling menukar informasi yang didapatnya, mengajak
siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, mengajak mereka
berbicara saat memecahkan masalah, mempresentasikan jawabannya di depan
kelas.
2) Intellectually
Menurut Meier (2002) bahwa “Intellectualy menunjukkan apa yang
dilakukan pembelajaran dalam pemikiran suatu pengalaman dan menciptakan
hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut”. Meier (2002)
juga mengatakan “Intellectually” menunjukkan apa yang dilakukan siswa
dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan
mereka untuk merenungkan suatu pengalaman tersebut. Lebih lanjut Meier
mendefinisikan Intellectually adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana
yang digunakan untuk berpikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan
pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna
baru lagi bagi dirinya sendiri.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
23
Meier (2002) mengemukakan bahwa aspek dalam Intellectually dalam
belajar akan terlatih jika siswa dilibatkan dalam aktifitas memecahkan
masalah. Dengan demikian guru harus mampu merangsang, mengarahkan,
memelihara, dan meningkatkan intesitas proses berpikir siswa demi
tercapainya kemampuan pemecahan masalah yang maksimal pada siswa.
3) Repetition
Belajar bukanlah berproses dalam kekosongan, tetapi berproses dengan
penuh makna. Masuknya materi ke dalam otak yang diterima melalui proses
penginderaan akan masuk ke dalam memori jangka pendek, penyimpanan
informasi dalam memori jangka pendek memiliki jumlah dan waktu yang
terbatas. Agar kesan-kesan itu mudah diangkat ke alam sadar diperlukan
Repetition dengan memanfaatkan kesan-kesan berupa ilmu pengetahuan itu
sesering mungkin (Djamarah, 2010).
Menurut Ngalimun (2013) Repetition merupakan pengulangan, dengan
tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih
melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis. Pengulangan disini
dimaksudkan agar siswa lebih mendalami materi ataupembelajaran yang telah
disampaikan.Sedangkan
menurut
Suherman
(2008)
Repetition
berarti
pengulangan diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam
dan luas, siswa perlu dilatih melalui pengajaran soal, pemberian tugas dan kuis.
Menurut Sihalolo (2012) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan
penggunaan Repetition dalam belajar, diantaranya:
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
24
a) Guru memberikan tugas kepada siswa dalam bentuk soal-soal.
b) Guru mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas tersebut secara
individu.
c) Siswa diarahkan untuk menyelesaiakan tugas tersebut dengan mengingat
informasi-informasi yang sudah diterimanya.
Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
strategi
pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah salah satu strategi
pembelajaran yang menekankan aspek Auditory yang berarti indra telinga
digunakan dalam belajar dengan cara menyimak, berbicara, presentasi,
argumentasi, dan menanggapi, Intellectually yang berarti kemampuan berpikir
perlu dilatih dengan melalui latihan menalar, mencipta, memecahkan masalah,
berpikir kreatif dan menerapkan, dan Repetition berarti pengulangan yang
diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam dan luas,
siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis.
Menurut Meier (2002), langkah-langkah dalam strategi pembelajaran
Auditory Intellectually Repetition (AIR) yaitu:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Strategi Pembelajaran AIR (Auditory
Intellectually Repetition)
Indikator
Preparation
(Tahap persiapan)
Presentatiom
Tingkah Laku Guru
Pada tahap ini guru meningkatkan minat
belajar siswa, menyampaikan tujuan
pembelajaran dan membagi kelompok dari
awal pembelajaran dengan tujuan agar
mencapai situasi belajar yang optimal.
Tujuan pada tahap penyampaian adalah
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
25
(Tahap penyampaian)
Practice
(Tahap pelatihan)
Performance
(Tahap penampilan hasil)
membantu siswa menemukan materi belajar
yang baru dengan cara yang menarik,
menyenangkan, relevan, melibatkan panca
indra.
Pada tahap pelatihan, guru membantu siswa
untuk menyampaikan dan menyerap
pengetahuan dan ketrampilan baru dengan
berbagai cara.
Tujuan penampilan hasil adalah membantu
siswa untuk menerapkan dan memperluas
pengetahuan atau ketrampilan baru yang
mereka peroleh, sehingga hasil belajar akan
melekat dan terus meningkat.
E. Hubungan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi
Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition
Menurut Sanjaya (Rusman, 2010), model pembelajaran berbasis masalah
dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Model
pembelajaran berbasis masalah dapat di terapkan:
1) Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat
mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya
secara penuh.
2) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir
rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan
pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya
perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan
dalam membuat judgement secara objektif.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
26
3) Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
4) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih tanggung jawab dalam
belajarnya.
5) Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang
dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori
dengan kenyataan).
Menurut Trianto (2014), di dalam kelas PBM, peran guru berbeda dengan
kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBM antara lain:
1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah
autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.
2) Memfasilitasi/membimbing
penyelidikan,
misalnya
melakukan
pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.
3) Memfasilitasi dialog siswa, dan
4) Mendukung belajar siswa.
Sedangkan pengertian strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually
Repetition adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan aspek
Auditoryyang berarti mendengar, Intellectually yang berarti kemampuan
berpikir dan Repetition berarti pengulangan.
Jika model pembelajaran berbasis masalah kita hubungkan dengan
strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition ada beberapa
persamaan, yaitu setiap tahap atau proses pembelajaran sama-sama
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
27
mempunyai 3 tahap penyampaian yang sama yaitu: yang pertama, guru
membantu siswa menemukan materi yang baru atau masalah dalam
pembelajaran, yang kedua siswa di ajak berfikir untuk memecahkan masalah
yang ada dan tahap yang ketiga adalah guru mengajak siswa untuk
mengevaluasi yang sudah di pecahkan secara berasama.
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah dengan
Strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR)
Fase
1
2
3
4
5
Indikator
Orientasi siswa
masalah
(Preparation)
Tingkah Laku Guru
pada Menjelaskan tujuan pembelajaran,
meningkatkan minat belajar siswa,
membagi kelompok dari awal
pembelajaran,
menjelaskan
logistik/alat yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah.
Mengorganisasi
siswa Membantu siswa mendefinisikan,
untuk belajar
menemukan materi belajar, dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan
dengan
masalah
tersebut.
Membimbing
Mendorong
siswa
untuk
pengalaman
mengumpulkan informasi yang sesuai,
individual/kelompok
melaksanakan eksperimen untuk
(Presentation)
mendapatkan
penjelasan
dan
pemecahan masalah yang baru dengan
cara yang menarik, menyenangkan,
relevan, melibatkan panca indra.
Mengembangkan
dan Membantu
siswa
dalam
menyajikan hasil karya
merencanakan dan menyiapkan karya
(Practice)
yang sesuai seperti laporan, dan
membantu mereka untuk berbagai
tugas dengan temannya.
Menganalisis
dan Membantu siswa untuk melakukan
mengevaluasi
proses refleksi/pengulangan serta evaluasi
pemecahan masalah
terhadap pengetahuan dan ketrampilan
(Performance)
baru yang mereka peroleh, sehingga
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
28
hasil belajar akan melekat dan terus
meningkat.
F. Materi
Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
disesuaikan dengan silabus Kurikulum 2013 dalam BNSP (2006).
G. Kerangka Berpikir
Tujuan pembelajaran
tercapai sesuai dengan yang diharapkan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mendukung. Salah satu faktor
yang memiliki peran dalam rangka mencapai tujuan adalah ketepatan
mengorganisir peserta didik. Guru sebagai pemegang kendali dikelas,
mempunyai tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, guru di tuntut untuk
mencari model dan strategi pembelajaran yang dapat membawa pengaruh
besar pada pola pikir siswa dalam peningkatan berpikir kreatif matematis dan
kecerdasan interpersonal siswa, yaitu dengan menggunakan variasi model dan
strategi pembelajaran, diantaranya dengan model Pembelajaran Berbasis
Masalah
dengan
strategi
Auditory
Intellectually
Repetition
(AIR).
Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas VIIIA SMP Bhakti Praja
Pangkah bahwa kemampuan berpikir kreatif dan kecerdasan interpersonal
siswa masih rendah.
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
29
Penggunaan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi
Auditory Intellectually Repetition (AIR) menarik untuk digunakan jika materi
yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Dengan pembelajaran ini
diharapkan dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan
interpersonal siswa.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berpendapat bahwa keterkaitan
pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually
Repetition (AIR) dengan kemampuan berpikir kreatif dan kecerdasan
interpersonal siswa merupakan modal awal untuk mencapai keberhasilan
siswa. Keterkaitan tersebut menjadikan sebuah pemicu munculnya hasil yang
baik, yaitu dengan mengarahkan siswa pada sesuatu yang baru, praktis, sesuai
pada pengalaman yang nyata. Apabila dalam diri siswa sudah tertanam
motivasi yang besar, maka dengan sendirinya siswa tersebut mudah dan
penuh sadar melakukan sesuatu guna mencapai hasil yang diharapkan.
Untuk mendapatkan hasil memuaskan, guru dituntut menyajikan
materi dan mengelola siswa dalam KBM senantiasa menyenangkan dan tidak
membosankan dengan model pembelajaran yang variatif. Penggunaan model
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually
Repetition (AIR) menjadi solusi terbaik bagi guru agar tercipta KBM yang
diinginkan dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
30
kecerdasan interpersonal siswa. Secara skematis, kerangka berpikir dapat
ditunjukkan di bawah ini:
Kondisi Awal Siswa
Berpikir Kreatif Matematis dan
Interpersonal skill rendah
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi (AIR) Auditory
Intellectually Repetition
1.
2.
3.
4.
5.
Orientasi siswa pada masalah (Preparation)
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membimbing pengalaman individual/kelompok (Presentation)
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (Practice)
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
(Performance)
Berpikir Kreatif Matematis dan
Interpersonal skill siswa meningkat
H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir, maka dalam
penelitian tindakan kelas ini diajukan hipotesis tindakan, yaitu melalui
pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
31
Repetition (AIR) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis
dan kecerdasan Interpersonal siswa kelas VIIIA SMP Bhakti Praja Pangkah,
Kab. Tegal tahun pelajaran 2016/2017 pada pokok bahasan sistem persamaan
linear dua variabel (SPLDV).
Upaya Meningkatkan Berpikir..., Indah Dwi Hadiyanti, FKIP, UMP, 2017
Download