PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) A. Pendahuluan 1. Latar belakang Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Berdasarkan pengalaman, masih adanya permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional. Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan pestisida sintetis terutama untuk hama dan penyakit yang sulit dikendalikan, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus dan patogen tular tanah (soil borne pathogens). Untuk mengendalikan penyakit ini petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini dilakukan petani karena modal yang telah dikeluarkan cukup besar sehingga petani tidak berani menanggung resiko kegagalan usaha taninya. Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah disatu sisi cara mengatasi masalah OPT dengan pestisida sintetis dapat menekan kehilangan hasil akibat OPT, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di sisi lain, tanpa pestisida kimia sintetis akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi. Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis (resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami) serta mengakibatkan peningkatan residu pada hasil. Terdapat kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan peningkatan takaran pestisida. Oleh karena itu perhatian pada alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis. Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan pembangunan pertanian secara hayati karena pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali hayati dan proses-proses alami. Aplikasi pengendalian hayati harus kompatibel dengan peraturan (karantina), pengendalian dengan jenis tahan, pemakaian pestisida dan lain-lain. Berbagai kendala yang menyangkut komponen hayati antara lain adalah adanya kesan bahwa cara pengendalian hayati lambat kurang diminati. Oleh karena itu terasa pentingnya suatu komitmen untuk menentukan suatu gerak terpadu melalui konsep pengendalian hayati yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam pemanfaatannya. 2. Rumusan masalah a. Apa yang dimaksud dengan OPT? b. Organisme apa saja yang termasuk dalam pengganggu tnaman? c. Bagaimana cara untuk mengendalikan OPT? d. Apa saja keuntungan dan kerugian dari adanya OPT? 3. Tujuan a. Mengetahui pengertian OPT secara mendalam. b. Mengetahui organisme-organisme yang termasuk OPT. c. Mengetahui cara-cara untuk mengendalika OPT. d. Mengetahui keuntungan dan kerugian dari adanya OPT tersebut. B. Pembahasan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, menggangu kehidupan atau menyebabkan kematian pada tumbuhan. Organisme penganggu tanaman merupakan faktor pembatas produksi tanaman baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Masih banyak permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional. Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Dalam uraian berikut akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar anggota filum tersebut. 1. Filum Nematoda Sastrosuwignyo (1990) menyatakan bahwa tidak semua anggota Nematoda berperan sebagai hama tanaman atau bersifat parasitik, namun ada juga yang bersifat saprofag yang tidak merugikan tanaman. Nematoda sering ditemukan pada tempattempat atau habitat yang basah, misalnya dalam air, tanah, tanaman, binatang, dan manusia. Nematoda berukuran sangat kecil, berbentuk silindris, tidak berwarna (transparan), bilateral simetris, tidak beruas, mempunyai rongga tubuh semu (pseudocoelomates), bagian kepala agak tumpul, sedangkan bagian ekornya agak runcing. Selama hidupnya nematoda dapat mengalami pegantian kulit sebanyak empat kali. Cara nematoda menyerang tanaman bervariasi, yaitu : a. Ektoparasit, yaitu menyerang dari luar jaringan tanaman, misalnya Criconemoides sp dan Xiphinema sp. b. Endoparasit, yaitu menyerang dari dalam jaringan tanaman. Ada yang bersifat sedentary (menetap), misalnya nematoda puru akar (Meloidogyne spp.), dan ada yang bersifat migratory (berpindah), misalnya Pratylenchus sp. c. Ektoendoparasit, yaitu setelah dewasa nematoda meletakkan sebagian tubuhnya ke dalam tanaman, misalnya Rotylenchus sp. d. Endoektoparasit, yaitu telur dan larva berkembang dalam tubuh tanaman, kemudian sebagian tubuhnya keluar dari jaringan tanaman, misalnya Heterodera sp. Akibat serangan nematoda, maka tanaman akan mengalami gejala kerusakan yang beragam, tergantung jenis nematodanya. Berdasarkan gejala kerusakannya, nematoda dibedakan menjadi : a. Nematoda puru/bengkak (gall nematodes), misalnya Anguina tritici penyebab puru pada daun dan biji gandum. b. Nematoda batang (stem nematodes), misalnya Ditylenchus dipsaci yang menyebabkan pembengkakan batang dan pembusukan umbi lapis (bawang). c. Nematoda daun (leaf nematodes), misalnya Aphelenchoides besseyi yang menyebabkan pucuk daun memutih pada tanaman padi. d. Nematoda puru akar (root-knot nematodes), misalnya Meloidogyne sp yang menyebabkan perakaran membengkak pada famili Solanaceae, sehingga pertumbuhan tidak normal. Nematoda dapat berperan sebagai vektor penyakit, misalnya dari ordo Dorylaimida yaitu nematoda jarum (Longidorus sp.) dan nematoda keris (Xiphinema sp.). Keduanya bersifat ektoparasit dan dapat menularkan penyakit virus. Nematoda ini menyerang tanaman dengan cara mencucuk dan mengisap cairan sel akar. Luka tusukan tersebut sering diikuti oleh serangan mikroorganisme sekunder (bakteri dan cendawan) sehingga menimbulkan pembusukan. Akibatnya pertumbuhan tanaman merana dan perkembangannya terhambat. 2. Filum Mollusca Kelas Gastropoda merupakan salah satu kelas anggota filum Mollusca yang banyak berperan sebagai hama tanaman. Tubuh anggota kelas Gastropoda ada yang dilindungi oleh cangkang (shell), adapula yang tidak. Sebagai contoh yaitu bekicot (Achatina fullica Bowd.), Semperula maculata, siput bugil (Parmarion pupillaris Humb.), dan Sumpil (Lamellaxis gracilis Hutt.). Bekicot berasal dari Afrika Timur atau Afrika Selatan ini memiliki panjang tubuh 10 cm-13 cm. Cangkang bekicot berbentuk kerucut berulir, berwarna coklatkekuningan dengan bercak coklat kehitaman yang memanjang. Tubuh berwarna coklat, berlendir dan perutnya berfungsi sebagai kaki. Mempunyai dua pasang sungut (antena), yaitu sungut depan yang berfungsi sebagai peraba dan sungut di belakang yang berfungsi sebagai mata. Bekicot dan anggota Gastropoda yang lain menggunakan gigi parut (radula) untuk menggigit dan mengunyah bagian tanaman yang berdaging tebal dan berair. Biasanya menyerang tanaman pada malam hari, dan banyak ditemukan di tempat-tempat yang berair dan mempunyai kelembaban tinggi (Rukmana dan Saputra, 1997). 3. Filum Chordata Filum Chordata mempunyai banyak anggota, namun tidak semuanya berperan sebagai hama tanaman. Anggota filum ini yang banyak berperan sebagai hama adalah Kelas Mamalia (hewan menyusui) dan kelas Aves (burung). Dari kelas mamalia, ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo yang paling merugikan, misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar seperti gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan sebagai hama yang merugikan. Sedangkan dari kelas aves yang berperan sebagai hama misalnya burung pipit (Lonchura leucogastroides (Horsf. dan Moore)). Mamalia yang dianggap menjadi hama menyerang tanaman sebagai berikut: a. Tikus (Rattus-rattus spp.) Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama dari golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan tanaman yang disukainya cukup banyak. Tikus dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi pada areal yang luas sejak di persemaian sampai menjelang panen. Disamping itu tikus juga menyerang tanaman lainnya yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Kalshoven,1981). Pada umumnya tikus menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di persemaian, pertanaman sampai di tempat penyimpanan. Tikus aktif menyerang tanaman pada malam hari. Tikus yang lapar akan memakan hampir semua benda yang dijumpainya. Jika makanan cukup tersedia, tikus akan memilih jenis makanan yang paling disukai, seperti padi yang sedang bunting, dan jagung muda. Pada saat makanan banyak tersedia, perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat (Rukmana dan Saputra, 1997). Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman pertanian menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : 1) Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer), tikus sawah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 270 mm – 370 mm, berat badan rata-rata ± 130 gram, panjang ekor ± 95 persen panjang badan (dari kepala sampai pangkal ekor), tikus betina mempunyai 12 puting susu, yaitu terdiri atas tiga pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut, warna badan kelabu gelap, sedang bagian dada dan perutnya berwarna keputih-putihan. 2) Tikus rumah (Rattus rattus diardi), tikus rumah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 220 mm – 370 mm, panjang ekor sama atau lebih panjang 105 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor), tikus betina mempunyai puting susu 10 buah, yaitu terdiri dari dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut, warna bulu badan bagian atas dan bagian bawah cokelat tua kelabu, makanan tikus rumah diperoleh dari sisa makanan manusia, atau makanan yang disimpan tidak rapi, dan hasil pertanaman yang disimpan di gudang atau tanaman-tanaman yang berada di kebun dekat rumah. 3) Tikus pohon (Rattus tiomanicus), ciri-ciri tikus pohon adalah sebagai berikut: ekor lebih panjang 110 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor), jumlah puting susu betina 10 buah yaitu terdiri atas dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut, warna bulu badan pada bagian punggung kemerah-merahan, sedangkan pada bagian perut hampir seluruhnya putih dan tikus ini sering menyerang buah kelapa, kakao, dan kopi. b. Musang (Paradoxurus hermaphroditus) Populasi musang di habitat alam tergolong relatif rendah, namun dapat menimbulkan kerugian bagi para petani. Binatang ini menyukai buah-buahan yang sudah tua atau masak. Disamping itu, musang bersifat rakus, pemakan segala jenis tanaman atau hewan, antara lain pemangsa anak ayam. c. Landak (Acantyon brachyurum (L.) = Hystrix javanicus) Landak biasanya membuat sarang pada tebing-tebing berupa lubang-lubang atau gua kecil seperti tikus. Aktif pada malam hari dan menyerang akar tanaman umbi-umbian, dapat pula menyerang jagung, ketela pohon, nenas, dan tebu (Kalshoven, 1981). Satwa liar yang dapat berperan sebagai hama antara lain : gajah (Elephas maximus L.), babi hutan (Sus vitatus), banteng (Bos sondaicus), rusa (Rusa timorensis), beruang (Helarctos malayanus) (Triharso, 1994). Binatang yang termasuk ke dalam golongan aves (burung) pada umumnya tubuhnya ditutupi kulit dan berbulu, mempunyai paruh, serta kakinya bersisik. Anggota bagian depan pada burung yang berupa sayap digunakan untuk terbang. Meskipun demikian, ada golongan burung yang tidak bisa terbang, misalnya kasuari, kiwi, dan unta (Rukmana dan Saputra, 1997). Menurut Harahap dan Tjahjono (1994) beberapa jenis burung/aves yang berpotensi sebagai hama adalah sebagai berikut : a. Burung pipit haji (Lonchura maja leucocephala Raffles) Nama lainnya adalah bondol uban. Kepalanya berwarna putih keabu-abuan seperti sorban haji. Bulu tubuhnya berwarna hitam kecoklatan. Warna leher putih dan secara bertahap berubah warna menjadi coklat merah ke arah bagian dadanya. Matanya berwarna coklat hitam. Ukurannya sebesar burung gelatik. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa. Burung pipit haji ini hidup berkelompok. Membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rumput-rumputan lainnya. Dalam satu sarang terdapat lima ekor burung. Kerusakan ditimbulkan oleh gerombolan burung pada saat padi sedang menguning. Pada umumnya gerombolan burung ini terdiri atas kurang dari 50 ekor dan datang berkali-kali. b. Pipit jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield dan Moore) Burung pipit ini berbentuk hampir sama dengan pipit haji, tetapi tanpa warna pada kepala. Tubuh bagian atas dan sayapnya berwarna merah coklat, lehernya hitam, perut putih, mata coklat, paruh hitam dan ekor kehitam-hitaman. Panjang tubuh sampai ke ujung ekornya kurang lebih 9 – 10 cm. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa. Burung menyukai lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan, atau pekarangan terutama yang berdekatan dengan pertanaman padi. Pada saat padi menguning burung pipit ini datang bergerombol berkali-kali untuk makan padi yang sudah masak. Di Jawa burung ini pernah menjadi hama padi yang sangat potensial. Demikian pula di Nusa Tenggara Timur, burung pipit ini termasuk hama potensial pada pertanaman padi. c. Burung peking (Lonchura punctata punctata (Horsf dan Moore)) Panjang tubuh burung peking 10 – 11 cm. Warna punggung, dagu dan leher merah coklat. Bulu dada dan perut berwarna putih dengan pinggir coklat hitam. Mata berwarna coklat merah. Burung peking hidup bergerombol, bersarang pada pohon-pohon tinggi, misalnya pada pohon-pohon aren. Pada satu pohon terdapat lebih dari satu sarang. Sarang terbuat dari rumput-rumputan, kadang-kadang bersarang diantara buah pisang. Di daerah Nusa Tenggara Timur, burung ini juga berpotensi sebagai hama pada pertanaman padi. 4. Filum Arthropoda Sebagian besar hama tanaman yang kita kenal merupakan anggota filum Arthropoda. Filum ini mempunyai ciri yang sangat khas yaitu tubuh terbagi menjadi 2 atau 3 bagian, tubuh dan kaki beruas-ruas, alat tambahan beruas-ruas dan berpasangan dan dinding tubuh bagian luar berupa skeleton yang secara periodik dilepas dan diperbaiki/diganti. Anggota filum Arthropoda yang berperan sebagai hama berasal dari Kelas Acharina dan Insecta (serangga) (Ananda, 1983). a. Kelas Arachnida Menurut Ananda (1983), anggota kelas Arachnida ada yang berperan sebagai hama tanaman, dan adapula yang berperan sebagai predator hama tanaman. Salah satu contoh jenis yang berperan sebagai hama tanaman adalah tungau merah Tetranichus bimaculatus yang menyerang tanaman ketela pohon terutama pada musim kemarau. Gejala yang ditimbulkannya berupa bercak-bercak kekuningan, karena cairan sel daun diisapnya. Daun ini akhirnya kering dan rontok. Contoh yang berperan sebagai predator adalah laba-laba. Ciri khas Arachnida adalah: kaki empat pasang yang terdiri atas tujuh ruas, yaitu coxa, trochanter, patela, femur, tibia, metatarsus dan tarsus, tubuh terbagi menjadi dua bagian, yaitu gabungan kepala dan dada (cephalothorax) serta abdomen, tidak bersayap dan memiliki alat tambahan berupa sepasang pedipalpus. b. Kelas Insecta atau Hexapoda Anggota kelas insecta disebut juga hexapoda karena memiliki 6 kaki. Anggota kelas ini menempati peringkat paling atas dalam hal peranannya sebagai hama tanaman. Ciri khas kelas insecta menurut Ananda (1983). Adalah: tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen), mempunyai 3 pasang kaki yang terdiri atas 6 ruas, yaitu coxa, trochanter, femur, tibia, metatarsus dan tarsus, sayap satu pasang atau dua pasang dan adapula yang tidak bersayap dan mempunyai satu pasang antena. Beberapa jenis ordo dari kelas insecta atau hexapoda yang menjadi hama penting adalah sebagai berikut : 1) Ordo Orthoptera Orthoptera berasal dari kata orthos yang berarti lurus dan pteron artinya sayap. Golongan serangga ini pada waktu istirahat berperilaku khas, yaitu sayap belakangnya dilipat lurus di bawah sayap depan. Alat mulut nimfa dan imagonya penggigit-pengunyah. Perkembangan hidup hama ini termasuk tipe paurometabola (telur-nimfa-imago). Nimfa dan imago hidup pada habitat yang sama. Stadium nimfa dan imago bersifat merusak tanaman. Beberapa jenis serangga hama yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera adalah: Belalang kayu (Valanga nigricornis Burn.), Belalang kembara (Locusta migratoria manilensis Mayen), Belalang pedang (Sexava spp.), Belalang china atau belalang berantena pendek (Oxya chinensis), Gangsir (Brachytrypus portentosus Linch), Jengkerik (Gryllus mitratus Burn.) dan (Gryllus bimaculatus De G.) dan Anjing tanah (Gryllotalpa africana Pal.). 2) Ordo Hemiptera Hemi berarti setengah dan pteron artinya sayap. Golongan serangga yang termasuk ordo Hemiptera ini mempunyai sayap depan yang mengalami modifikasi sebagai hemelitron, yaitu setengah bagian di daerah pangkal menebal, sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput, dan sayap belakangnya mirip selaput tipis (membran). Tipe perkembangan hidup ordo Hemiptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut, baik nimfa maupun imago pencucuk-pengisap, dan keduanya hidup dalam habitat yang sama. Stadium serangga yang merusak tanaman adalah nimfa dan imago. Jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, antara lain: Hama pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii), Kepik buah lada (Dasynus piperis), Kepik hijau (Nezara viridula), Walang sangit (Leptocorixa acuta) (= Leptocorisa oratorius) dan Kepik hijau Rhynchocoris poseidon Kirk. 3) Ordo Homoptera Homo artinya sama dan pteron berarti sayap. Serangga golongan ini mempunyai sayap depan berstruktur sama, yaitu seperti selaput (membran). Sebagian dari serangga ordo Homoptera ini mempunyai dua bentuk, yaitu serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya, kutu daun Aphis sp. sejak menetas sampai dewasa tidak bersayap. Tetapi bila populasinya tinggi sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk memudahkan pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tipe perkembangan hidup ordo Homoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Kutu daun bersifat partenogenetik, yaitu embrio berkembang di dalam imago betina tanpa pembuahan terlebih dahulu. Jenis serangga dari ordo Homoptera ini antara lain: Wereng hijau (Nephotettix apicalis), Wereng cokelat (Nilaparvata lugens), Kutu loncat (Heteropsylla sp.) dan Kutu dompolan (Pseudococcus citri Risso) 4) Ordo Lepidoptera Lepidos berarti sisik dan pteron artinya sayap. Kedua pasang sayap ordo Lepidoptera mirip membran yang penuh denagn sisik. Sisik-sisik ini sebenarnya merupakan modifikasi dari rambut biasa. Bila sisik tersebut dipegang akan mudah menempel pada tangan. Serangga dewasa dibedakan atas dua macam, yaitu kupukupu dan ngengat. Kupu-kupu aktif pada siang hari, sedangkan ngengat aktif pada malam hari. Perkembangbiakan serangga ordo Lepidoptera adalah holometabola (telur-larva/ulat-pupa/kepompong-imago). Alat mulut larva tipe penggigit-pengunyah, sedangkan alat mulut imagonya bertipe pengisap. Srtadium serangga yang sering merusak tanaman adalah larva, sedangkan imagonya hanya mengisap nektar (madu) dari bunga-bungaan. Jenis serangga hama yang termasuk ordo Lepidoptera, antara lain: Ulat daun kubis (Plutella xylostella), Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee), Ulat penggulung daun melintang pada teh (Catoptilia theivora Wls), Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker) dan lain-lain. 5) Ordo Coleoptera Coleoptera berasal dari kata coleos atau seludang dan pteron atau sayap. Serangga dari ordo Coleoptera ini memiliki sayap depan yang mengalami modifikasi, yaitu mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau seludang ini berfungsi untuk menutupi sayap belakang dan bagian tubuhnya. Sayap depan yang bersifat demikian disebut elitron, sedangkan sayap belakang strukturnya tipis seperti selaput. Pada saat terbang kedua sayap depan tidak berfungsi, namun pada waktu istirahat sayap belakang dilipat di bawah sayap depan. Perkembangbiakan hidup serangga ordo Coleoptera adalah holometabola (telurlarva-pupa-iamgo). Tipe alat mulut larva dan imago memiliki struktur yang sama, yaitu penggigit-pengunyah. Coleoptera adalah ordo serangga yang paling besar di antara ordo-ordo serangga hama. Oleh karena itu, ordo serangga ini banyak bentuknya. Sifat hidup serangga ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak tanaman, namun adapula yang bersifat predator. Serangga ordo Coleoptera yang berperan sebagai hama/perusak tanaman, antara lain: Kumbang kelapa atau kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L.), Penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei), Penggerek batang cengkeh (Nothopeus fasciatipennis Wat.) 6) Ordo Diptera Di artinya dua dan pteron berarti sayap. Diptera artinya serangga yang hanya mempunyai sepasang sayap depan sebab sepasang sayap belakangnya telah berubah bentuk menjadi bulatan (halter). Sayap ini berfungsi sebagi alat keseimbangan pada saat terbang, alat untuk mengetahui arah angin, dan juga alat pendengaran. Stadium larva Diptera disebut tempayak atau belatung atau set. Larva tidak mempunyai kaki, dan hidupnya menyukai tempat-tempat yang lembab dan basah. Perkembangan hidup ordo Diptera adalah holometabola (telurlarva-pupa-imago). Tipe alat mulut larva penggigit-pengunyah, sedang imagonya memiliki tipe alat mulut penjilat-pengisap. Jenis serangga ordo Diptera yang sering merusak tanaman antara lain adalah: Lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon), Lalat buah (Bactrocera spp.), Lalat penggerek batang padi (Atherigona exigua). 7) Ordo Thysanoptera Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga Thysanoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut nimfa dan imago pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat merusak daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang menjadi keriting atau salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah bentuk atau gugur, sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-bercak atau gugur. Jenis serangga dari ordo Thysanoptera yang sering merusak tanaman antara lain: Thrips hitam pada tanaman jagung (Heliothrips striatoptera Kob), Thrips pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will) dan Thrips bawang (Thrips tabaci Lind). Kerusakan (kerugian) yang ditimbulkan oleh hama tanaman menurut Rukmana dan Saputra (1997), antara lain sebagai berikut : 1. Kerugian secara kuantitas (berkurangnya hasil atau produksi) antara lain sebagai berikut : a. Serangan kumbang daun Aulacophora similis Oliver dengan cara memakan daun dan bunga pada famili Cucurbitaceae (semangka, melon, mentimun, dan pare) menyebabkan produksi tanaman tersebut menurun (rendah). b. Serangan kumbang penggerek buah kapas Amorphoidea sp. dapat menyebabkan buah tersebut gugur sebelum masak. c. Serangan serangga Amrasca flavescens F. atau Empoasca flavescens F. pada tanaman kapas yang masih muda dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut tidak normal sehingga produksi menurun. d. Serangan ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn. yang memakan berbagai jenis tanaman (polifag), terutama tanaman muda, dapat menyebabkan tanaman terkulai (layu) atau mati. 2. Kerugian secara kualitas (menurunnya mutu hasil), antara lain sebagai berikut : a. Perubahan warna pada beberapa macam produk tanaman (ubi, daun, bunga, maupun buah), misalnya: Ubi jalar Ipomoea batatas L. yang terserang hama lanas Cylas formicarius Fabr. akan berwarna cokelat kehitam-hitaman. Biji kedelai yang terserang kepik hijau Nezara viridula L. dan kepik polong atau kepik cokelat Riptortus linearis F. akan berwarna kehitam-hitaman. b. Perubahan rasa, misalnya Ubi jalar yang terserang hama lanas Cylas formicarius Fabr. rasanya menjadi pahit. Buah durian yang terserang hama penggerek Tirathaba ruptilinea Wlk. rasanya menjadi kemasam-masaman. c. Bercak atau bintik-bintik hitam, misalnya daun kangkung yang terserang walang sangit Leptocorisa oratorius Thumb. akan menunjukkan gejala berbintik-bintik hitam atau kecokelat-cokelatan. Kulit biji kedelai ataupun kacang hiaju yang terserang kepik hijau Nezara viridula L. akan berbercak-bercak cokelat. d. Rusak atau abnormal, misalnya daun kedelai yang terserang ulat jengkal Chrysodeixis chalcites Esp. akan menjadi berlubang-lubang. Umbi kentang yang terserang nematoda Meloidogyne sp. akan berbintil-bintil (abnormal), atau berlubang dan membusuk akibat serangan hama uret. Organisme yang berperan sebagai hama tanaman menurut Rasdiman (1994), meliputi filum Nemathelminthes/Aschelminthes termasuk nematoda, Mollusca, Arthropoda, dan Chordata. Filum Nemathelminthes, Mollusca , dan Arthropoda, karena tidak bertulang belakang dimasukkan ke dalam kelompok Invertebrata, sedangkan filum Chordata yang bertulang belakang dimasukkan ke dalam kelompok Vertebrata. Dari fila tersebut, maka filum Arthropodalah yang paling berperan sebagai hama, terutama dari kelas insekta (serangga). Serangga dan tanaman inang mempunyai hubungan yang erat sekali, karena serangga membutuhkan tempat berlindung, kawin, meletakkan telur dan nutrisi yang dapat diperolehnya dari tanaman. Kecenderungan serangga hama dalam memilih tanaman sebagai inang sangat ditentukan oleh sifat-sifat yang terkandung dalam tanaman tersebut. Apabila tanaman memiliki sifat-sifat yang disukai oleh serangga hama, maka ada kecenderungan bahwa tanaman mengalami kerusakan yang lebih berat. Hama merusak tanaman secara langsung, yaitu menyerang bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah atau tanaman seluruhnya. Pengertiannya adalah bahwa ada jenis hama yang menyerang satu bagian tanaman, atau menyerang bagian tanaman tertentu, namun mengakibatkan tanaman tidak dapat dipanen. Sebagai contoh adalah hama penggerek batang padi kuning Tryporyza incertulas yang menyerang titik tumbuh tanaman padi. Akibatnya akan timbul gejala mati pucuk (dead heart) atau sundep pada tanaman padi pada fase pertumbuhan vegetatif. Pada fase generatif, hama ini menimbulkan gejala beluk, yaitu bulir-bulir tanaman padi yang terserang akan tegak, kosong dan berwarna keabu-abuan. Tanaman padi yang terserang hama tersebut tidak akan pernah diharapkan hasilnya. Tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hama dalam cara menyerangnya. Beberapa jenis hama hanya menyerang sasaran utama bagian daun atau batang, dahan, akar, ubi, bunga, buah, dan biji, namun ada pula hama yang menyerang lebih dari satu bagian tanaman. Macam pengendalian organisme pengganggu tanaman berapa teknik pengendaliannya antara lain: 1. Pengendalian Secara Kultur Teknik Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak kerusakan tanaman. Beberapa contoh dari pengendalian OPT secara kultur teknis: a. Menggunakan varietas domestik yang tahan: karakteristik dari varietas domestik adalah memiliki ketahanan yang lebih baik karena cocok terhadap lingkungannya. b. Rotasi Tanaman: pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis tanaman tersebut bukan merupakan inang hama yang menyerang tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim berikutnya populasi hama yang sudah meningkat pada musim sebelumnya dapat ditekan pada musim berikutnya. Rotasi tanaman paling efektif untuk mengendalikan hama yang memiliki kisaran makanan sempit dan kemampuan migrasi terbatas terutama pada fase yang aktif makan. c. Menghilangkan tanaman yang rusak. Tanamn yang terkena serangan hama maupun patogen sebaiknya dibersihkan dari kawasan budidaya. d. Pengolahan Tanah: pengerjaan tanah dapat dimanfaatkan untuk pengendalian instar hama yang berada dalam tanah. Misal: - Pengolahan tanah sangat efektif untuk membunuh telur belalang kembara (Locusta migratoria) yang selalu diletakan di dalam tanah. - Hama akar seperti lundi (Holotricia helleri) mempunyai fase larva dan pupa di dalam tanah, sehingga pengolahan tanah dapat mengangkat pupa dan memutus siklus perkembangannya. e. Tumpang Sari dan variasi penanamn serta pemanenan: tumpang sari dapat mengendalikan suatu opt akibat keberadaan tanaman yang bukan inangnya. Sedangkan variasi waktu panen akan memutuskan siklus hidup hama. Misalnya: - Panen dilakukan secara bertahap dari satu lajur atau setrip ke lajur yang lain pada hari berikutnya. Diharapkan populasi hama tidak keluar dari petak hamparan tetapi pindah dari bagian yang telah dipanen ke bagian pertanaman yang lebih muda dan belum dipanen. - Tumpang sari antara kentang dan bawang daun, tagetes ataupun lobak relatif dapat menekan populasi hama penting tanaman kentang (Setiawati, 2005). f. Pemangkasan dan Penjarangan: kegiatan pemangkasan terkait dengan kebersihan tanaman. Sedangkan penjarangan terkait dengan jarak tanam optimum suatu tanaman. - Pemangkasan pada beberapa tanaman terutama bagian yang terkena infeksi sehingga tidak menyebar ke bagian tanaman yang lain. - Penjarangan tanaman dapat meningkatkan produktifitas. Jarak tanam dapat pula mempengaruhi populasi hama. Pada tanaman padi, jarak yang terlalu dekat menguntungkan perkembangan dan kehidupan wereng coklat. g. Pemupukan: tindakan pemupukan juga dapat mempengaruhi keberadaan OPT. beberapa pengeruh pemupukan terhadap serangan OPT antara lain: - Optimalisasi pemupukan N dapat mengurangi serangan OPT karena pemupukan N yang berlebihan akan menjadikan tanaman sukulen dan mudah terserang OPT. - Pemberian pupuk mikro dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT. 2. Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods) Merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang berupa parasitoid, predator dan patogen dikenal sebagai fator pengatur dan pengendali populasi serangga yang efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi inang atau mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara numerik (respon numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan secara fungsional (respon fungsional) dengan meningkatkan daya makan per musuh alami. Beberapa tindakan antara lain: a. pengendalian hayati dengan parasitoid dan predator. b. Introduksi, perbanyakan dan penyebaran musuh alami. c. perlindungan dan dorongan musuh alami. 3. Pengendalian Secara Mekanis dan Fisik. Mengendalikan menggunakan tindakan-tindakan antara lain Mematikan hama, Mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal dengan cara non-pestisida, mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan OPT. Beberapa tindakan tersebut yaitu: a. penghancuran dengan tangan. Cara ini dailkukan dengan mencari adanya hama dan selanjutnya dilakukan pemusnahan. Fase hidup hama yang dikumpulkan dan dibunuh adalah yang mudah dtemukan seperti telur dan larva. Atau dapat pula mengumpulkan bagian tanaman yang terserang hama. b. Menutup dengan jaring atau paranet. Dapat dilakukan untuk mencegah masuknya atau mengganggunya ngengat yang akan berkembang biak pada tanaman. c. Perangkap. Menggunakan alat perangkap yang disesuaikan berdasarkan jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap. d. perlakuan panas. Faktor suhu dapat mempengaruhi penyebaran, frekuenditas, kecepatan perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama. Setiap perubahan faktor fisik mempengaruhi berbagai parameter kehidupan tersebut. e. penggunaan lampu perangkap. Dipengaruhi oleh adanya daya tarik serangga terhadap cahaya lampu fungsi utama lampu ini hanya menarik perhatrian serangga yang selanjutnya ketika sudah terkumpul dapat dikendalikan dengan ditangkap. f. Suara. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik ada tiga metode pengendalian menggunakan suara. Penggunaan intensitas suara yangs angat tinggi sehingga dapat merusak serangga, Penggunaan suara lemah guna mengusir serangga, dan Merekam dan memperdengarkan suara yang diproduksikan serangga guna mengganggu parilaku serangga sasaran. 4. Pengendalian Secara Kimiawi Pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang biasanya dilakukan sebagai alternatif terakhir. Karena kebanyakan masing menggunakan bahan kimia sintetik yang membahayakan. Akan tetapi pada dasarnya penggunaan bahan kimia untuk pengendalian OPT tidak serta merta membasmi keseluruhan opt dengan membunuhnya. Bahan kimia yang banyak dikenal untuk melakukan pemberantasan hama adalah pestisida. Di bidang pertanian penggunhaan pestisida mampu menekan kehilangan hasil tanaman akibat serangan hama dan penyakit yang memungkinkan peningkatan produksi pertanian dapat dicapai. 5. Pengendalian Secara Genetik Pengendalian ini lebih ditujukan terhadap usaha-usaha rekayasa genetik untuk menciptakan tanaman yang tahan terhadap serangan OPT tertentu ataupun dengan memanipulasi genetik OPT sehingga opt tersebut tidak dapat berkembang biak. Beberapa tindakan yang termasuk kedalam pembahasan bab ini adalah: a. Penggunaan varietas tahan. Merupakan pengendalian paling efektif, murah dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Varietas tahan diperoleh melalui serangkaian penelitian dengan memecahkan kelemahan dari hama tertentu. Teknik pengembangan tanaman tahan hama sengaja memanfaatkan proses pembentukan sifat ketahanan dan perlawanan tanaman terhadap serangan serangga herbivora yang terjadi secara koevolusioner di alam. Beberapa contoh pengendalian ini adalah: - penggunaan Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW) terbukti mampu mengendalikan haam wereng coklat padi di Indonesia. - Salah satu varietas jagung yang mengandung 2,4-hydroxy-7-methoxy-2H-1,4benxoaxazin-3(4H)-one (DIMBOA) pada jagung untuk memperoleh ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia (Untung, 2006). b. Pengendalian Dengan Serangga Mandul. Disebut juga teknik otosidal merupakan teknik pengendalian hama dengan pemab\ndulan serangga jantan, serangga betina atau keduanya. Serangga mandul sudah mulai banyak diupayakan katrena efektifitasnya mengurangi populasi serangga tersebut. Misalnya dengan melepas jantan atau betina mandul, maka ketika terjadi perkawinan, tidak lah terbentuk keturunan dan dalam jangka waktu tertentu akan sangat mengurangi populasi hama tersebut. Beberapa contoh pengendalian dengan pemandulan hama: - Teknik pelepasan jantan mandul secara besar-besaran pernah dilakukan di Florida, Puerto Rico dan Amerika Selatan untuk pengendalian “screwworm” Cochliomyia hominivorax yaitu lalat ayang menyerang ternak. - Dapat pula dipadukan dengan teknik pengendalian hayati, yaitu pelepasan telur Habrobracon hebetor lebih efektif mengendalikan hama Ephestia cautella bila jenis jantan dimandulkan terlebih dahulu. 6. Pengendalian Menggunakan Regulasi Atau Tata Peraturan. Salah satu alternatif pengendalian OPT adalah dengan menggunakan peraturan yang telah diterapkan pemerintah setempat. Peraturan-peraturan yang telah dibuat pada dasarnya ditujukan untuk mempersempit penyebaran OPT ke daeerah lain maupun mengatur tindakan-tindakan yang sekiranya dapat menimbulkan adanya serangan OPT. Beberapa tindkan pengendalian menggubnakan regulasi diantaranya: a. Karantina Tanaman Dan Binatang. Dengan adanya tata aturan mengenai karantina yaitu suatu tindakan isolasi terhadap suatu barang dalam hal ini adalah tanaman dan binatang sebelum di manfaatkan secara luas di suatu wilayah, maka penyebaran OPT yang adpat disebabkan dari luar adaerah dapat dihindari. Dasar hukum pelaksanaan karantina adalah UU No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Beberapa contoh pengaruh karantina terhadap pencegahan penyebaran adalah: - Pemberian kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) seprti OPTK golongan 1 kategori A1 yaitu Corynebacterium flaccumfaciens, bakteri yang menyerang benih kedelai yang masih beredar di USA. - Klasifikasi OPTP (Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting) misalnya pada kasus OPTP penting adalah penyakit rebah kecambah (Phytium sp.),penyakit Tilletia caries pada gandung yang sering terbawa oleh benih. b. Program Pemberantasan dan Penekanan. Bebrapa tindakan pemberantasan dan penekanan terhadap perkembangan OPT telah dilakukan antara lain: - Mengganti tanaman Kopi Arabika yang notabene lebih enak akan tetapi mudah terserang Hemilia vastatrix dengan Kopi robusta. - Pemusnahan dengan membakar, menghancurkan maupun mengubur OPT maupun bagian yang terserang untuk menghindari penyebaran. C. Penutup Dari uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengendalian secara hayati berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan sumberdaya alam serta memanfaatkan proses-proses alami. 2. Penelitian tentang pengendalian OPT secara hayati tidak bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi stabil dan memadai dalam jangka panjang 3. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap OPT dengan penyakit yang ditimbulkannya terutama kalau dikaitan dengan tanaman inang, pola tanam, system pertanian, daya dukung lahan dan system pengendalian pada waktu tertentu perlu diantisipasi dengan cermat dan baik. 4. Dalam menerapkan pengendalian hayati di lapangan, keperdulian unsur-unsur terkait (peneliti/pakar, penyuluh/petugas proteksi tanaman, petani, tokoh masyarakat, pengambil keputusan perlu terpadu dengan aktif. 5. Proses pengendalian hayati harus berkelanjutan dan kesempatan sebagai komponen yang kuat dalam PHT akan terwujud dengan menggiatkan koordinasi untuk melakukan eksplorasi, pengadaan agensia, penggunaan di lapangan dan evaluasi terus menerus. 6. Peluang dan prospek pengendalian hayati penyakit tanaman cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Guntur, Nova Dwi. Dkk. 2010. Pengaruh Atraktan Nabati Ekstrak Selasih (Ocimum sanctum l.) Dan Daun Wangi (Melaleuca bracteata l.) Terhadap Lalat Buah Jantan (Diptera: trypetidae) pada Tanaman Mentimun. Universitas Lampung. Lampung Setiawati, A. Dkk. 2005. Pengendalian Kutu Kebul dan Nematoda Parasitik Secara Kultur Teknik pada Tanaman Kentang. J. Hort. 15(4):288-296. Suhaendah, Endah. Dkk. 2008. Uji Ekstrak Daun Suren Dan Beauveria Bassiana Terhadap Mortalitas Ulat Kantong Pada Tanaman Sengon. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Jawa Barat Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (edisi kedua). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Zulfitriany, D.M. dkk. 2004. Pemanfaatan Minyak Sereh (Andropogon nardus l.) Sebagai Atraktan Berperekat Terhadap Lalat Buah (Bactrocera spp.) Pada Pertanaman Mangga. J. Sains & Teknologi, Desember 2004, Vol. 4 No.3: 123-129