JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 ISSN: 2303-2820 TATA URUTAN KATA BAHASA ILIUNG DIALEK TUGUNG: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni Program Pascasarjana Universitas Nusa Cendana ABSTRAK Kajian ini menyoroti masalah tata urut kata BIDT. Teori yang digunakan dalam penelaahan ini ialah teori tipologi bahasa dengan tujuan untuk melihat seperti apa tipe BIDT berdasarkan tata urutan kata. Tata urutan kata dalam kajian ini merujuk pada predikat yang berkategori verba. Secara morfologis, verba BIDT tidak dibentuk melalui proses afiksasi. Oleh karena itu, verba dalam BIDT hanyalah verba dasar (juga akar) dan verba yang mengalami proses morfosintaksis (yang lekat dengan klitik/ berdasarkan persesuaian subjek dan predikat/verba). Tipologi tata urut kata yang diuji berdasarkan kalimat imperatif bertipe SV, pada kalimat deklaratif bertipe SV(O), dan pada kalimat interogatif bertipe SV. Secara umum, tipologi tata urutan kata pada BIDT adalah SVO. Kata kunci: tata urutan kata, imperatif, deklaratif, interogatif, dialek Tugung. PENDAHULUAN Bahasa Iliung adalah sebuah bahasa daerah yang menjadi peranti komunikasi serta pilar budaya masyarakat Wetar yang berada di wilayah administratif Maluku Barat Daya dengan jumlah penutur 4000an orang. Wilayah pakai bahasa Iliung terbentang dari Wetar Barat melalui Wetar Utara sampai ke Wetar Timur. Bahasa tersebut secara genetis memiliki tiga dialek, yakni dialek Tugung (di Wetar Timur), dialek Perai dan dialek Aputai (di Wetar Utara) (Maunareng, 2011; bdk. Taber, 1993). Dalam berinteraksi, bahasa menjadi primadona dalam menjalin relasi antarsosial. Kridalaksana (2008:24) memandang bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Pandangan tersebut mengindikasikan bahwa segala sarana yang bersifat bunyi yang bersistem dan dipakai oleh suatu guyuban dalam berinteraksi dapat disebut sebagai bahasa, termasuk di dalamnya adalah dialek yang merupakan variasi dari suatu bahasa. Setiap bahasa (termasuk dialek) memiliki fitur-fitur tertentu. Namun secara universal, setiap bahasa memiliki kelas kata atau property tertentu (bdk. Keraf, 1990:3; Jufrizal, 2007), termasuk Bahasa Iliung, Dialek Tugung (selanjutnya disingkat BIDT) yang berada di Pulau Wetar. Setiap bahasa di dunia ini memiliki keunikannya masing-masing. Hal itu tercermin melalui bentuk-bentuk yang dapat diperlihatkan oleh para penutur (speech community) dalam peristiwa tutur (speech event) yang alamiah. Keunikankeunikan itu baiknya dibicarakan secara mendetail agar perian suatu bahasa lebih komprehensif. Kendati demikian, dalam kajian ini penulis mengangkat suatu elemen sintaksis, yaitu berkaitan dengan tata urutan kata (word order) pada BIDT. Pengambilan topik ini juga memiliki kaitannya dengan pengajaran bahasa, terutama bagi pemelajar bahasa kedua (B2) yang bahasa pertamanya (B1) adalah bahasa daerah. Kesulitan yang dihadapi oleh pemelajar B2 terutama dalam pembuatan kalimat, oleh karena tata urut kata pada suatu bahasa berbeda dengan bahasa lainnya. Kajian ini tidak dimaksudkan untuk membuat sebuah analisis konstrastif, melainkan diperlihatkan tipologi tata 121 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) urutan kata, terutama tata urutan kata pada BIDT. Kajian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan masukan bagi pengajar dan pemerhati bahasa berkaitan dengan kesemestaan bahasa. Berkaitan dengan uraian di atas, maka masalah yang dibahas dalam kajian ini merupakan implementasi dari tujuan linguistik tipologi, yaitu menjelaskan tipe suatu bahasa, dalam hal ini BIDT. Untuk menjawab persoalan umum tersebut dirumuskan kalimat pertanyaan, yaitu “Bagaimanakah tipologi tata urut kata BIDT pada kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif?” Dengan demikian, tujuan kajian ini ialah menjawab tipologi tata urutan kata BIDT pada kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif. Rumusan masalah dan tujuan itu sekaligus menjawab tipologi tata urutan kata berdasarkan pola kanonik. KAJIAN PUSTAKA, KONSEP ACUAN DAN LANDASAN TEORI Kajian Pustaka Kajian tipologi bahasa, terutama pada tataran sintaksis sudah banyak dilakukan oleh para pakar terdahulu. Berkaitan dengan penelaahan tipologi tata urutan kata BIDT, maka tersedia beberapa pustaka yang dapat dirujuk (setidaknya berdasarkan jangkauan peneliti), di antaranya adalah Maunareng (2011), Taber (1993), dan Budiarta (2013). Penelitian yang dilakukan Maunareng (2011) merupakan penelitian pada bidang genealogis. Meskipun demikian, kajian tersebut memanfaatkan data leksikal dari sejumlah isolek di Wetar, termasuk BIDT. Hasil kajian itu menggambarkan bahwa secara genetis, BIDT merupakan subkelompok bahasa dari kelompok bahasa Ambon-Timor sebagaimana pengelompokan Esser yang berbeda dengan pengelompokan yang dilakukan oleh Greenberg (1971). Kendati kajian itu berbeda dengan kajian ini, namun informasi mengenai kekerabatan antarbahasa dan sejumlah leksikon (terutama berkaitan dengan kelas verba) dapatlah dirujuk sebagai data awal. 122 Taber (1993) juga berdasarkan hubungan genetis, mengelompokkan bahasa-bahasa di Maluku Tenggara ke dalam sebuah kelompok bahasa yang diberi label kelompok bahasa Maluku Tenggara. Meskipun kajian itu bersifat genetis, namun Taber telah menggambarkan bahwa bahasa-bahasa di Wetar termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Pandangan itu pula sekaligus secara tersirat menolak pengelompokan yang dilakukan oleh Greenberg (1971) yang memasukan bahasa-bahasa di Wetar ke dalam kelompok bahasa Alor-Timor yang tergolong sebagai keanggotaan dari rumpun bahasa Non-Austronesia. Budiarta (2013) dalam disertasinya menguak tentang Tipologi Sintaksis Bahasa Kemak. Berkaitan dengan kajian ini, maka hal-hal yang diamati dari hasil penelaahan tipologi Bahasa Kemak (BKm) adalah tipologi tata urutan kata. Dalam penelitian Budiarta (2013), diperlihatkan bahwa verba Bahasa Kemak (BKm) hanya terdiri atas verba asal. Di samping itu, sistem morfologi verba BKm menunjukkan pula bahwa tidak ada persesuaian (agreement) antara verba dan subjek atau verba dan objek. Tipologi tata urutan kata BKm adalah SVO (AVP) yang juga mengenal konstruksi pemfokusan dan pasif. Meskipun penelitian itu dilakukan terhadap BKm yang merupakan salah satu anggota Kelompok Bahasa Ambon-Timor, namun ada hubungannya dengan BIDT dalam penelitian ini terkait dengan pelacakan terhadap tipologi tata urutan kata pada bahasa-bahasa yang tergolong sebagai anggota dari rumpun bahasa Austronesia. Oleh karena itu, hasil kajian ini dapat dirujuk silang dengan penelitian Budarta. Konsep Acuan Ada empat konsep yang dipakai dalam kajian ini, di antaranya adalah (1) tata urutan kata, (2) kalimat imperatif, (3) kalimat deklaratif, dan (4) kalimat interogatif. Keempat konsep acuan itu dijelaskan, sebagai berikut. (1) Tata Urutan Kata JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 Tata urutan kata dikemukakan oleh Greenberg dengan mengikuti para linguis tipologi sebelumnya (Andersen, 1983:7— 8; Keraf, 1990:105; Sudaryanto, 1993b:27) yang disebutnya dengan istilah basic order (urutan dasar). Tata urut kata berdasarkan penalaran Greenberg pada awalnya terdiri atas tiga tipe berdasarkan tata urutan kata, yaitu SOV, VSO, dan SVO. Pandangan itu kemudian direduksi oleh Song (2001:49) menjadi dua tipologi dasar, yaitu OV dari SOV, dan VO dari SVO dan VSO. Berdasarkan penalaran itu, maka Keraf (1990:106) menyatakan bahwa secara potensial dapat diperoleh enam pola kalimat, yaitu SVO, SOV, OSV, OVS, VSO, dan VOS (bdk. Budiarta, 2013:109). Berdasarkan kemungkinan-kemungiknan itu, maka diamati seperti apa urutan kata pada BIDT. (2) Kalimat Imperatif Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung intonasi imperatif dan pada umumnya mengandung makna perintah atau larangan (Kridalaksana, 2008:104). Dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif yang bermakna perintah dibedakan atas kalimat perintah yang tegas, kalimat perintah yang biasa, dan kalimat perintah yang halus. Sementara kalimat larangan mengharapkan jawaban berupa tidak melakukan sesuatu yang disebutkan dalam kalimat itu (Chaer, 2009:197—199). (3) Kalimat Deklaratif Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang ditujukan kepada orang lain. Kalimat deklaratif ini tidak memerlukan jawaban, baik secara lisan maupun dengan tindakan. Namun, bisa saja diberikan komentar oleh pendengar bila dianggap perlu (Kridalaksana, 2008:104; Chaer, 2007: 187). (4) Kalimat Interogatif Chaer (2009:189) menyatakan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Kridalaksana (ibid.) menyatakan bawha kalimat interogatif adalah kalimat yang mengandung intonasi interogatif dan ISSN: 2303-2820 pada umumnya pertanyaan. mengandung makna Landasan Teori Teori yang digunakan dalam kajian ini ialah teori tipologi bahasa. Tujuan pendekatan tipologis adalah untuk mengklasifikasikan bahasa berdasarkan ciri-ciri struktural, yaitu untuk menjawab pertanyaan seperti apakah bahasa X bila dilihat dari segi strukturnya (Dixon, 2010). Pendekatan tipologis sintaksis mempunyai dua asumsi, yaitu (a) bahasa yang satu bisa dibandingkan dengan yang lainnya, dan (b) ada perbedaan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Acuan teori tipologi bahasa inilah yang menjadi dasar pijak untuk menjelaskan tipologi tata urutan kata pada BIDT. METODE Metode yang dipakai dalam kajian ini ialah metode deskriptif kualitatif menurut Sedarmayanti dan Hidayat (2002) dan metode refleksi-interpretatif menurut Sudaryanto (dalam Muhammad, 2011:257—258). Dengan metode deskriptif kualitatif, penulis melihat data sebagaimana adanya; dengan kata lain data yang diambil adalah data alamiah yang selanjutnya dideskripsikan. Dengan metode reflektif, penulis sebagai informan kunci yang taklain karena tidak terlepas sebagai penutur asli BIDT; merefleksi unsur kebahasaan pada BIDT, terutama yang berkaitan dengan masalah kajian ini. Selain itu, data juga diambil dari cerita rakyat “Simun Rein” yang berasal dari desa Arwala (berdialek Tugung). Selanjutnya, analisis data menggunakan metode agih dengan menggunakan teknik ganti dan ubah-ujud; dalam kalimat yang dipertukarkan strukturnya (Sudaryanto, 1993a:15; Mahsun, 2005), juga verba untuk pengujian tata urutan berasarkan ketransitifan. Hasil analisis kemudian ditampilkan berdasarkan teknik formal dan informal. PEMBAHASAN Sebelum membahas tata urutan kata BIDT, perlu dikemukakan bentuk-bentuk verba dalam BIDT. Uraian-uraian berikut 123 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) akan diarahkan pada morfologi verba BIDT, yang selanjutnya diikuti dengan pembahasan tipologi tata urutan kata. Morfologi Verba BIDT Verba dalam BIDT tidak memperlihatkan pembentukannya secara morfologis. Namun, di sisi lain, verba selalu melekat dengan jenis nomina (FN) Perilaku Sintaksis Intransitif Transitif ceka la oeng ruru repor pano kua sani pole cehu jung gisang ceka coco kira ne caga sebagai subjek yang terletak pada posisi preverbal. Oleh karena itu, verba BIDT dibedakan atas verba dasar dan verba turunan yang merupakan persesuaian dengan subjek (S/A). Beberapa contoh berikut memperlihatkan jenis verba dimaksud pada BIDT. Perilaku Morfologis Verba Dasar ‘menanam’ wipur ‘pergi’ mipur ‘pergi’ nipur ‘memetik’ ripur ‘mengiris’ tipur ‘bangun (dari tidur)’ naru ‘menangis’ ‘menyanyi’ ‘jatuh’ ‘tiba’ ‘menemukan’ ‘membuat’ ‘menanam’ ‘lihat’ ‘melihat’ ‘memberi’ ‘menjaga’ wua mua na ra Verba Turunan* ‘saya-tidur’ ‘kamu-tidur’ ‘dia-tidur’ ‘mereka-tidur’ ‘kita-tidur’ ‘dia-makan’ ‘dia-berkata’ ‘dia-makan’ ‘kamu-makan’ ‘dia-makan’ ‘mereka-makan’ *) bentuk turunan secara morfosintaksis Dari data-data yang diperlihatkan di atas, terlihat bahwa secara morfologis verba pada BIDT merupakan verba dasar. Perilaku persesuaian pada verba turunan itu sudah merupakan jenis verba secara sintaksis (tidak dimaksudkan pada distribusinya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara morfologis verba dalam BIDT hanyalah verba dasar (termasuk verba akar). Tipologi Tata Urutan Kata BIDT Salah satu ciri utama bahwa bahasa itu berbeda satu dengan yang lainnya adalah dari sisi tataurutan katanya (Jufrizal, 2012:87). Berkaitan dengan itu, kajian mengenai tipologi berusaha untuk menjelaskan tipe-tipe bahasa secara universal (lintas bahasa), meski berangkat 124 dari tipologi bahasa secara khusus. Kendatipun demikian, dalam kajian ini tidak dipadankan dengan bahasa-bahasa lain. Tipologi tata urutan kata dimaksud dalam kajian ini merujuk “tata-urutan dasar”, yakni urutan yang ada pada klausa netral dengan pelibat FN penuh. Berkenaan dengan itu, telaah tata urutan kata dalam kajian ini mencoba untuk mencermati tata urutan S(ubjek), V(erba/predikat), dan O(bjek) yang memiliki sifat perilaku gramatikal. Tipologi tata urutan kata BIDT ini ditelaah berdasarkan kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif. (1) Tipologi Tata Urutan Kata pada Kalimat Imperatif JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 Kalimat imperatif yang dibedakan atas kalimat perintah dan kalimat larangan dalam BIDT dapat diungkapkan dengan (i) predikat saja, seperti tur! ‘duduklah’, (ii) ujaran lengkap berpredikat verbal, seperti O su la ‘kamu jangan pergi’, dan (iii) kata tugas perintah, seperti palet anang ‘ayo cepat!’. Secara sintaksis, kalimat imperatif BIDT dibentuk oleh predikat verbal dengan/ atau tanpa nomina atau frase nomina. Penelaahan tata urutan kata pada kalimat imperatif dalam kajian ini difokuskan pada bagian (i) dan (ii) saja. Bentuk imperatif yang berupa pemakaian verba dasar adalah bentuk inti kalimat imperatif dalam BIDT. Beberapa kalimat imperatif BIDT diperlihatkan pada contoh-contoh berikut. ISSN: 2303-2820 Kalimat imperatif pada kalimat (01a) hanya terdiri atas predikat (verba), dan pada kalimat (02a) terdiri atas predikat serial. Konstruksi kalimat imperatif seperti yang dicontohkan pada kalimat (01a) dan (02a) itu terdapat pelesapan FN pada posisi preverbal. Hal itu dapat berterima secara pragmatis. Bentuk lengkap kalimat imperatif dapat dilihat pada kalimat (01b) dan (02b) yang menggunakan predikat verba serial. Penggunaan verba serial itu hanya menjelaskan satu arti sehingga FN tidak dapat berada pada posisi tengah kedua verba seperti kalimat (01d) dan (02d). Jika FN diposisikan pada posverbal, maka konstruksi itu tidak berterima seperti pada kalimat (01c) dan (02c). Redaksi lain agar FN itu berada pada posverbal, maka FN pada kalimat imperatif harus diganti dengan bentuk sapaan, seperti diperlihatkan pada kalimat (01e), (01f), (02e), dan (02f) berikut ini. (01a) Tur! duduk ‘duduk!’ (01b) O ma tur 2TG datang duduk ‘Kamu datang duduk’ (01e) ma tur lalaik Datang duduk SP.LL.DW ‘Silakan duduk, Bapak’ *ma tur o datang duduk 2TG ‘Datang duduk kamu.’ (01f) ma tur mea Datang duduk SP.LL.MD ‘Silakan duduk, nak (laki-laki)’ *ma o tur datang 2TG duduk ‘Datang kamu duduk’ (02e) falik tomo fafaeik Pulang sudah SP.PR.DW ‘Kembalilah Ibu’ Falik tomo Pulang dapat ‘Kembalilah’ (02f) falik tomo eak Pulang sudah SP.PR.MD ‘Kembalilah, nak (perempuan)’ (01c) (01d) (02a) (02b) O falik tomo 2TG pulang dapat ‘Kembalilah kamu’ (02c) *falik tomo o Pulang dapat 2TG ‘Kembalilah kamu’ (02d) *falik o tomo Pulang 2TG dapat ‘Pulanglah kamu sudah’ Kendati pada kalimat (01e, f) dan (02e, f) dapat berterima, sesungguhnya konstruk kalimat-kalimat itu bukanlah relasi gramatikal (FN tidak bertindak sebagai SUBjek juga OBJek) melainkan sebagai OBLik. Dari uraian-uraian pada tata urutan kata dalam kalimat imperatif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tipologi tata urutan kata pada kalimat imperatif adalah S-V. 125 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) (2) Tipologi Tata Urutan Kata pada Kalimat Deklaratif Kalimat deklaratif atau kalimat pernyataan dalam BIDT diungkapkan berdasarkan sesuatu yang dipentingkan, terutama pada verba transitif (bervalensi dua). Berkenaan dengan itu, pembicaraan secara tipologi akan memperlihatkan kesubjekan dan pentopikalan. Namun dalam kajian ini tidak dibahas tentang kesubjekan dan pentopikalan dimaksud. Beberapa contoh kalimat deklaratif BIDT diperlihatkan di bawah ini. (03a) Ami tur 1JMeks duduk ‘Kami duduk’ (03b) *tur ami duduk 1JMeks ‘Duduk kami’ (04a) Aitopu ter fafi ko Orang tikam babi DET ‘Orang menikam babi itu’ (04b) fafi ko aitopu ter babi DET orang tikam ‘Babi itu ditikam orang’ (04c) *ter fafi ko aitopu tikam babi DET orang ‘Tikam babi itu orang’ pada posverbal. Kalimat deklaratif dalam BIDT juga dapat digambarkan dengan verba transitif sebagaimana diperlihatkan pada kalimat (04a, b, c) dan (05a, b, c). Pada kalimat (04b) dan (05b) memperlihatkan kaidah pentopikalan, atau dapat juga disebut sebagai subjek ganda menurut istilah Gundel (dalam Jufrizal, 2007:152). Dalam kalimat deklaratif, verba transitif mengikuti salah satu FN, baik yang bertindak sebagai agen maupun sebagai pasien. Oleh karena itu, urutan yang terdapat pada kalimat (04c) dan (05c) tidak dapat berterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tata urutan kata pada kalimat deklaratif adalah S-V pada kalimat intransitif dan S-V-O pada kalimat transitif yang dapat beralternasi juga dengan O-S-V. (3) Tipologi Tata Urutan Kata pada Kalimat Interogatif Tata urutan kata pada kalimat interogatif dalam kajian ini adalah tata urutan kata yang menanyakan argumen inti (subjek/ agen atau objek/ pasien). Perhatikan contoh kalimat-kalimat berikut. (06a) (05a) Hira r- a kacai ga- goreng 3JM Prok.3JM- makan jagung RED-goreng ‘Mereka makan jagung goreng’ hala ha-huk? Apa RED-lari ‘Apa yang lari?’ (06b) (05b) Kacai ga- goreng hira ra JagungRED-goreng3JMProk.3JM-makn ‘Jagung goreng mereka makan’ hari ha- huk? Siapa RED-lari ‘Siapa yang lari? (06c) *ha- huk hari/ hala RED-lari siapa/ apa ‘yang lari siapa?’ (05c) *hira kacai ga- goreng ra 3JmjagungRED-gorengProk.3JM-makn ‘Mereka jagung goreng makan’ Kalimat (03a) merupakan kalimat yang menggunakan verba intransitif, sementara pada kalimat (03b) dengan menggunakan verba yang sama, namun tidak dapat berterima karena tata urutannya nomina (yang bertindak sebagai Agen) terletak 126 Kata tanya pada BIDT dapat menggunakan bentuk hala ‘apa’ untuk menanyakan nomina yang bukan manusia (-animate), dan hari ‘siapa’ untuk menanyakan manusia (+animate). Verba pada kalimat (06a, b, c) adalah verba intransitif. Tata urutan kata pada kalimat interogatif dengan verba intransitif adalah JIPB, Vol. 01, No. 02, Mei 2014 S–V jika menanyakan SUBJ, dan V-O jika menanyakan OBJ, seperti terlihat pada kalimat (06d). Ada perubahan pada verba dasar dari bentuk reduplikasi fonologis menjadi bentuk dasar seperti bentuk hahuk menjadi huk pada kalimat berikut. ISSN: 2303-2820 Pada kalimat (07a) dan (07b), jawaban informatif untuk kedua kalimat itu berkaitan dengan SUBJ, sementara pada kalimat (07c) tidak dapat berterima. Tata urutan kata pada kalimat (07a) adalah –VO, sementara pada kalimat (07b) adalah O-S-V. Dengan tata urutan kata seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa tipologi tata urutan kata pada kalimat interogatif dengan predikat transitif adalah S-V-O. deklaratif, dibahas deklaratif yang menggunakan verba intransitif dan transitif. Pada kalimat interogatif, jenis pertanyaan hanya merujuk kepada subjek dan objek sebuah kalimat. Kendati telah digunakan jenis verba intransitif dan transitif, kajian ini baru mendapatkan verba berargumen dua atau verba ekatransitif. Kajian ini belum mengemukakan verba bitransitif pada BIDT. Berdasarkan bahasan masalah dalam kajian ini, maka disimpulkan beberapa hal terkait, antara lain: a. Morfologi verba pada BIDT tidak mengenal proses afiksasi. Eksistensi verba BIDT adalah verba dasar dan verba akar. Ada perilaku kesesuaian (agreement) antara verba dengan subjek atau objek. b. Tipologi tata urutan kata BIDT pada kalimat deklaratif S-V, pada kalimat deklaratif S-V, juga pada kalimat interogatif adalah V-O, O-S-V. c. Umumnya tipologi tata urutan kata BIDT pada kalimat imperatif, deklaratif dan interogatif adalah SV. Dengan demikian tipologi BIDT adalah SVO. d. Bahasa-bahasa yang tergolong sebagai anggota dari kelompok bahasa Ambon-Timor mengenal perilaku tata urutan kata sebagai SVO. PENUTUP Sebelum mengakhiri kajian ini, perlu dikemukakan bahwa tipologi tata urutan kata BIDT berdasarkan bahasannya baru sebatas tipologi tata urutan kata pada kalimat imperatif, deklaratif, dan interogatif. Meskipun demikian, pada kalimat imperatif yang dibahas hanyalah kalimat yang menyatakan perintah, dan sama sekali belum menyentuh imperatif yang menyatakan larangan. Pada kalimat Berdasarkan temuan yang ada maka disarankan bagi para peneliti, pemerhati untuk menelaah lebih lanjut perihal tipologi bahasa pada BIDT. Selain itu, bagi pengajar bahasa bahwa keuniversalan bahasa memperlihatkan tipe-tipe tertentu dalam suatu bahasa. Oleh karena itu perlu bandingan tipologi terhadap bahasa pertama siswa (atau bahasa pengantar) dengan bahasa yang sedang dipelajari (atau bahasa sasaran). (06d) huk hala/ hari lari apa/ siapa ‘Lari (dari) apa/ siapa? Kalimat interogatif dalam BIDT yang menggunakan verba transitif dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut. (07a) hala/ hari na- na nalung Apa/siapaRED-Prok3TG-makan nasi ‘Apa/ siapa yang makan nasi?’ (07b) nalung hari/ hala na- na Nasi siapa/ apa RED-makan ‘Nasi siapa yang dimakan?’ (07c) *na- na nalung hala/ hari RED-Prok.3TG-makan-nasiapa/siapa ‘yang makan nasi apa/ siapa?’ 127 Tata Urutan Kata Bahasa Iliung Dialek Tugung: Sebuah Kajian Awal Berdasarkan Tipologi Sintaksis (Fredy Frits Maunareng & Nirmalasari M. Malaimakuni) REFERENSI Andersen, Paul Kent. 1983. Word Order Typology and Comparative Constructions. Amsterdam: John Benjamins Company. Budiarta, I Wayan. 2013. “Tipologi Sintaksis Bahasa Kemak”. Disertasi (belum diterbitkan) Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta. Dixon, R.W.M. 2010. Basic Linguistic Theory. Volume 2. Grammatical Topics. Oxford: Oxford University Press. Greenberg, Joseph. 1971. “Timor-Alor Subgrouping” In Thomas Sebeok (ed.) Current Trends in Linguistics. Jufrizal. 2007. Tipologi Gramatikal Bahasa Minangkabau, Tataran Morfosintaksis. Padang: UNP Press. Jufrizal. 2012. Tatabahasa Bahasa Minangkabau. Deskripsi dan Telaah Tipologi Linguistik. Padang: UNP Press. Keraf, Gorys. 1990. Linguistik Bandingan Tipologis. Jakarta: PT Gramedia. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik, Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 128 Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa; Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Maunareng, Fredy Frits. 2011. “Studi Perbandingan Tujuh Bahasa di Kabupaten Maluku Barat Daya”. Skripsi (tidak diterbitkan). Kupang: FKIP Universitas PGRI NTT. Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-ruz Media. Sedarmayanti, H. J. & Hidayat, S. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju. Song, Jae Jung. 2001. Linguistic Typology: Morphology and Syntax. London: Longman. Sudaryanto. 1993a. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia. Keselarasan Polaurutan. Seri ILDEP: Djambatan. Sudaryanto. 1993b. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Taber, Mark. 1993. “Toward A Better Understanding of The Indigenous Languages of Southwestern Maluku”. Dalam Oceanic Linguistics, Vol. 32, No. 2. Hal. 389—441. University of Hawai Press.