POLA PEPAKAIAN OBAT MANUSIB OALAM PRAKTEK DOKTER HEWAN 01 WllAYAH DKI JAYA DAN SEKITARNYA oleh RETNO WlDYASTUTl DWl ART! F A K U L T A S KEDOKTERA'LV H E W A N INSTITUT PERTANIAN B O G O R I983 Olell Hetno Fidyas tuti Dt?iart?: S k r i p s i sebagai s ~ l &satu syzrzt untuk menperoleh g e l a r Dokter Hewrn pade F&ultas Kedokterm Helien, f n s t i t u t Fertenian Bogor Judul skripsi : POLA PEl+'AKAIAN OBAT lfd-lfUSIP. DkLM F:GKTZ DOKTER BEv!khr D I WILAYAR DKX JAYA DAN SE1~ITAaZTA \ > ? m amzhasiswa : =TNO Korrror pokok : 3. WDYASTUTI DWIARTI 13.184 Dosen pada Bagian FarnzkoLogi, FK3 - IPB RIWAYAT H I D U P Penulis dilahirkan d i Bandung, padz t a n g g a l 33 Agustus 1956, merupakan p u t r i kedua d a r i empzt b e r s a u dara. Orang t u a n y a a d a l a h Abdul Wzhab lstadi da.n Veronica Tinangon . P e n u l i s l u l u s d a r i SFU Negeri XX J a k a r t a pad2 tahun 1975. Pada tahun 1976 diterina sebagai rn~haeiswaI n s t i tut P e r t a n i a n B o g o r , dan mzsuk F a k u l t a s K e d o k t e r a n Hewan pada tahun 1978. L u l u s Sarjana Kedokteran V e t e r i n e r pad2 tanggal 6 Mei 1 9 8 2 . Dengzn memuljztkm puji d m s y u k u r k e h a d i r a t A l l a h Swt. karena dengan raIvnat- d m perlindunganNya d z l m me- nunjman j alan h i n g g a t e r s u s u ~ m y aslcripsi ini, Penyuswzn s k r i p s l ini dirn&suGkm- mtult memenuhi s y a r a t untuk memperol~hg e l = K ~ d o k t e r a nHew=, Dokter Rewax psdz FaLltas I n s t i t u t Pertm-Ian Bogor, Pada kese~pztani n i p e n u l i s i n g i n z!enymz;ai%~nrasa terimakasih yzng sebesar-besernya Bepzde Bapak Drh. Soedinan P o e r m d h i r ~ doj atas per,gzrd%in d m b i ~ b i n g a nyag d i b e r i k a n sejak zrml persiapan hingga t e r s u s u m y a t u l i s a Ucapan terircz k a s i h jug2 p e n u l l s sampaikzn kepada : 1. Para dokter hewm p r & t e k di wi3ejrah DK1 Jeya dms e k i t a r n y a -yzng t e l z h memberilim keterangzn-lreterangan Para pegai+rZi Perpustakeen F a ! , ; u l ' i ~ sKedo7-" a ~ e r a nHevzn 2. Ins ti tut y m g telah ~ e i u r as t a r yang t e l & n i e ~ l b ~ k a ilmu li peagetzhuzn, 3, mendidik d m r;iembirr:.bLng. 4. A y z h , i b u d m seluruh k e l u s r g a yzng t e l & bersuskh pay* mengasuh, mendidik dan nembin!bing. 5. Ternan- temm ' dm sah~bat-sahabatkuyang tel* menbantu dan mealberiken s zran, ilmt Penults m c ~ j r a d a r j .b&ea trilisar! in1 lcasih 'uanjrzk kck u r ~ n ~ z ~ l t rdan y a r!~asi.l:jaah d a r i ?=-5 dilrehends2ci. U n t ~ k i tu 9enull.s mcnghz-rap!ren s a r m Can Icri tili 6 a r i perr:bc-!ca d m ~'fiohol-~ r-msaf tulisar: i n i , nerlukznrlyz bilz te r d z p a t kesalahm-kes zlahan daLam Seri~ogat u l i s m ini berrr,anr"aat beg? y - 2 ~me~ . J d c ~ 1ta - : Oktober 1983 Pei-iull'.~ iii A. Penga ~ u r ~ Obat-obatan n Untuk 3eirqan Se belum k d a n y a Undang-und~ng Xo 6 Tahun 19G7, Tentan5 Pokok P e t e r n e k z n Dan K e s e h a t x n . E. . .. . 5 F e n g z t u r a n Obet-obatan Untuk Hewzn I:iulzi kdanya Undangundzng l f o . 6 Tahun 1967 6 Hew an , , , , ... . iT Vi. I. PENDAHULUAN Pemakaian obat hewan pada dewasa ini semakin meningkat, terutama sejak Pemerintah menggalakkan bidang peternakan. Perkembangan pemakaian obat hewan di Indone- sia terutama dipengaruhi dengan meningkatnya populasi ternak, baik unggas, te "'nak be sar, ternak ke cil maupun hewan piara. 11eningkatnya populasi ini antara lain di- sebabkan oleh meningkatnya intensitas pemeliharaan, penggunaan bibi t unggul pad". ternak kecil dan unggas; sema- kin populernya Inseminasi Buatan, semakin meningkat pula impor sapi perah dan sapi potong pad a hewan besar; se- makin meningkatnya taraf ekonomi rakyat Indonesia sehingga memungkinkan lebih banyak orang memelihara hewan piara. Di sam ping faktor populasi, pemakaian ob .. t hewan juga mencerminkan tingkat intensitas pelayanan kesehatan he".'an. Pelayanan kesehat&n hewan baH: sebagai usaha Pemerintah maupun dalam bentuk praktek dokter hewan swastao Selain daripada itu juga kesad2ran dari pemilik/pe- melihar& hewan akan kesehc. tan hevian dan perl unya penggunaan obat-obatan. Keadaan demikian juga tidak lepas daripada kondisi sistim distribusi, tingkat pengetahuan pare peternak, dan juga mutu dan harga daripada obat hewan itu sendiri. PeninGkatan pemakaian obat hewan terjadi baik dalam jenis maupun jumlahnya, rata-rata laju pertumbuhan dari 2 jenis obat hewan yans beredar lebih 10% setiap t2.hunnya (Tjiptardjo, 1982). Oleh karena pentingnya peranan obat hewan bagi perkembangan peternakan dan peningl(atan penggunaan obatobat untuk hewan ini, maka kiranya perlu didukung oleh berbagai kegiatan yang menyangkut obat hewan. Kegiatan terse but antara lain adalah d"lam hal penyediaan obat hewan, pengaturan obat hewan dan pembinaannya. Penye- diaan obat hewan antara lain rnenyangkut pernbuatan obat, impor obat dan distribusi dari obat hewan. Dalam hal ini Pemerintah telah berusaha untuk memberikan kernudahan bagi penanganan obat hewan, antara lain rnelalui keringanan-keringanan bagi pelaksanaan impor obat hewan bahkan pernbebasan bea rnasuk bagi bahan baku dn produk biologik (Tjiptardjo, 1982). Diantara obat hewan terdapat obat ycng penanganannya langsung dike lola oleh Pernerintah, yai tu vaksin untuk hevlan d<'n b:,;han-bahan biologik diagnostika untuk hewan (l.G.N. Teken Ternadja, 1982) . Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan perund:ongan yi:.ug ada, bahw2. dalarn penanganan obat hewan harus rnemimuhi persyar'atan dan mengikuti ketetapan dari peraturan tersebut. Ketentuan y:..ng tertera dalam peraturan dimaksud tidak saja rnengatur mengenai usaha dibidang ob';t hewan saja, namun rnengatur pula aspek lain yang rnengkait dengan penanGanannya (Sudardjat.S, 1982). 3 Polo. peredaran dan pemakaian obat hewan ini erat hubungannya dengan kesehatan umU!TI. 'Karena dampaknyrJ. selain pada hewan i tu sendiri, juga pad·. manusip;. se bagai konsumen daripada produk-produknya, baik berupa daging, telur maupun air susu . . Dengan dijualnya ob,,,t-ooatan untuk hewan secara bebas, terutama ob".t-ooat antibiotika untuk hewan yang berasal dari obat-obat manusia oleh toko-toko penjual makanan ternak dan penjual ooat-obat hewan, maka besar kemungkinan terjadi penyalahgunaan obat-obat ini. Namun tidak berarti bahwa 0 ba t yang diperuntukkan bagi pengobatan manusia tidak dapat dan tidak ooleh dipakai pada pengobatan hewan. Dalam.kenyataannya cukup .banyalc obat bagi manusia yang dipakai dalam bidang veteriner. Pengaturan mengenai hal ini menyatakan bahwa obatobat khusus untuk hewc:.n pengaturannya oleh Departemen Pertanian. Sedangkan obat bagi manusia, meskipun di- pakai juga untuk hewan pengaturannya oleh Departemen Kesehatan (Undang-undang No.6 tahun 1967, Pasal 23). Oleh karena pengaturan yang dilakukan oleh duo. Departemen ini, yaitu Departemen Kesehatan dan Departemen pertani2.n maka masih terdap;c;. t ke suli tan dalam penanganan obat yang dipakai untuk pengobatan hewan. berhubung obat yang dipakai oleh dokter hewan dalam melayani kesehatan ternak dan hewan piara tidak saja 4 meliputi abat-ab t khusus untuk hewan, melainkan juga abat-abat yang sebenarnya diperuntukkan bagi manusia, sedangkan kedua macam abat terse but ditangani aleh dua Instansi Pemerintah YGng berbeda maka perlu kiranya dilakukan suatu survey penggunaan abat dalam bidang veteriner. Survey yang dilaksanakan ini bermaksud untuk menjajagi berapa luas jangkauan praktek dakter hewan, banyaknya penggunaan abat dalam praktek, terutama yang menyangkut abat manusia dan alasan-alasan penggunaan abat manusia pada praktek dakter hewan. Dengan hasil survey tersebut diharapkan dapat terlrumpul infarmasi/data yang mungkin bermanfaat untuk menetapkan kebijakkan Pemerintah dalam penanganan abat baik aleh Departemen Kesehatan maupun Departemen Pernian. Berhubung terbatasnya biaya dan waktu, maka survey_ ini hanya dilakukan di di_ierah Jakarta dan seki tarnya. Semaga dat~ donesia. yang diperaleh dap~t mewakili seluruh In- II. A. TINJAUAN P!.-RATURAN PERUNDANGAN Pengaturan Obat-obatan Untuk Hewan Sebelum Adanya Undang-undang No.6 Tahun 1967, Tentang Ketentuanketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Sebelum adanya dan berlakunya Undang-undang No.6 tahun 1967 tentan,; Ketentuan-ketentuan Pokok PeternaJ,an Dan Kesehatan Hewan oleh Pejabat Presiden Republik Indonesia, pengaturan obat-obatan khusus untuk hewan menjadi sctu dengan pengaturan obat-obatan manusia yakni dit:ngani oleh Direktorat Jenderal Peng2wasan Obat Dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sehint;ga dalam pe- ngadaan abat untuk memenuhi kebutuhan obat yang dipakai untuk pengobatan manusia dan pengobatan he- wan sering tid,.k mencukupi kebutuhan y~'-ng diper- lukan. Pengadaan obat y,mg tideJc sesuai dengan kebutuhan ini disebabkan anta"a lain karena : 1. Hampir semua obat-obatan untuk hew'-'n harus selalu diimpor, sedangk:]n jumla.h permintean obat untui, hewan jauh lebih sediki t daripeda jumlah permintaen obat untuk manusie. 2. Bieya yang harus dikeluarkan untuk impor obat-obatan khusU8 unt~k manusia adalah sama. hewan dan obat-obat Sedangkan juml3.h permin- taan obet khusus untuk hewen terbet:s. 6 3. Obat-obatan yang dipakai untuk manusia, juga .dipakai untuk pengobatan he\'lan. Karena pe- makaian g,mda ini, maka jumla.h permintaan sering tidak sesuai dengan kebutuhan. Dan juga ku- c rangnya kerja sarna yang 1ebih baik dan 1ebih erat antara Departemen Kesehatan yang menangani kesehat&n n;anusia dan Departemen Pertanian yang mene.ngani kesehatan heVian. B. Pengaturan O)Jat-obatan Untuk Rev/an IV;u1ai Adanya Undang-undang No.6 Tahun 1967. Dengan disyahkannya Undo.ng-undang No. 6 Tahun 1967 tent'.'ng Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehctan Re\'l,.n pade: tanggal 8 Juli 1967, maka pengadaan obLlt-obato.n untuk he\'lo.n menjadi 1ebih terjamin. Pada Undo.ng-undang No.6 Tahun1967 ini juga disebutk n tent2.ng penyediaan obat-obatan untuk hevnln, antara. lain pada : Pasal 20. (4). Pengobatan penyakit hew2.n mcliputi uSohausaha : a. pengav/asan dan pemeriksaan hewo.n; b. penyediaan obat-obc;tan dan immun-sera oleh Pemerintah atau swasta, baik dari dal".m maupun 1 uar negeri; c. urusan-urusan pemakaian obat-obatan dan immun-sera. 7 Pasal 23. Pemerintah sejauh mungkin akan menyediakan obat-obat yang cukup untuk k2butuhan hew2.n (ad usum veterinarium) diatur oleh Departemen Pertanian, sedangk2n mengenai obat-obatan y,mg dip2.kai baik oleh keschatan umum maupun kehewanan, diusahakan koordinasi d2.n synkronisasi ants.ra Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian. Obat-obat asli Indonesia diselidiki lebih lanjut berdasarakan ilrnu pengetahuon dan diusahakan agar dapat dipakai untuk ternak serta mendorong industri obat-obatan Indonesia., baik dengan produksi obat-obat asli Indonesia maupun obat-obat yang dipakai di lain-lain Negara. Selain Undang-undang No. 6 Tahu;.1967, untuk lebih memperlancar d'.lam pengadaan obat-obatan untuk hewan make. dikeluarkan pula, antara lain 1. Surat Keputusan jCJenteri Keuang".n Republik Indonesia Nomor : Kep-349/HK/III/3/1974, tentang Pemberian Pembebasan Sebag ian Bea Pajak l~asuk Dan Penjualan Impor Atas Impor .Vaksin Dan Sera, Obat-obatan Dan Bahan Baku Obat-obatan Khusus lintuk Hewan. 2. Keputusan Menteri Perdagangan No. 397/Kp/XI/74, tentang Perederan, Impor Dan Ekspor Obat-obatan 8 Khusus Untuk Hewe.n Dan Oo .. t/]2eralatan Yang }jengandung Zat Radioaktif dan Radiasi. 3. Surat Keputusan I"ienteri Keuangan Repuolik Indonesia Nomor : KBP-1301/I"iK/III/ii/1975, tentang Pemberian Pembebasan Seluruhnya./sebagian Bea Iljasuk Dan Pajak Penjualan Impor Atas Impor Vaksin Dan Sera, Ooat-obatan Dan Bahan Baku Obat-obatan Khusus Untuk Hewan. 4. Surat Keputusan Jl'Jenteri Keuangan Republik Indonesia No. 139/KMK.05/1979, tentang Pemberian Pembebasan Seluruh/s~bagian Bea jljasuk Dan Ppn Impor Atas Pemasukkan Vaksin Dan Sera, Obatobatan Dan Bahan Baku Ooat-ooatan Khusus Untuk Hewan Selain daripada itu untuk menghindari adanya kesalahan-kasalahan d~ilam pem2.kaian ooat dan untuk meng- hindari terjadinya penyalahguna.an obat yang dipakai untuk obat hewan serta untuk melengkopi h',l-hal yang terseout pad a pasal-pasal dari Undang-undang, maka sebagai pelaksanaannya dikeluarkan Peraturan Pemerintah yang memberikan kejelasan secara terperinci dan juga seo2,gai dasar baSi peraturan pelaksanaan yang akan di keluarkan kemudian. Peraturan Pemerintah terse but antara lain adalah Peraturan Pernel'intah Republik Indonesia No. 17 Tahun 9 1973,. te.ntang Pembuatan, Persediaan, Peredaran dan Pemakaian Vaksin, Sera dan Bahan-bahan Diagnostika Biologis untuk Hewan. Yang terdapat pada : Pasal 2 (3) . Pada bungkus a tau wade:h langsung dari vaksjm vera dan bahan-bahan diagnostika biologis untuk hewan harus terdapat etiket yang didituliskan dengan terang "Hanya untuk hewan". Pasal.3. Vaksin, sera dan bahan-bahan diagnostika biologis untuk hewan hanya boleh beredar melalui Dinas-dinas Peternakan, Apotek dan Badan-badan ;Lain yailg telah mendapat izin l'lenteri atau pejabat yo.ng ditunjuk olehnya. Pasal 4. Vaksin, sera dan bahan~bahan diagnostika biologi s untuk hewan dalarn pemakaianny8. harus ada di b&.wah pengawasan SeOrill1g dokter. Selain dari l'era turan Peme ~ointah, maka un tuk lebih mempel'jelas diiJUat pula: 1. Surat Keputusan Menteri Pel'tanian, yaitu sebagai Peraturan Pel.aksana dal'i Peraturan Pemerintah. Surat Keputusan Meneteri Pertanian menge- nai hewan adalah Surat Keputusan 11enteri Perta- 10 nian No. 487/Kpts/Urn/6/1981, Pasal 18, Tentang Penggunaan dan pengobatan hewan oleh dokter hewan. 2. Surat Keputusah Direktur Jenderal Peternakan di keluarkan sebagai pelaksana tehnis daripad,_ SUl:at Keputusan l'Jenteri Pertanian, sehingga pengarahannya menjadi lebih terperinci (Tjiptardjo, 1982). Surat Keputusan Direktur Jender2.1 Peternakan yang menyangkut pe~ilakaian obat hewan antar2_ lain adalah : a. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. 108/Kpts/DJP/Deptan/1979, tentang Pengawasan atas pernbuatan, penyediaan, peredaran dan pemakaian obat hewan. b. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. 107/Kpts/DJP/Deptan/1980, tentang Pedoman pemakaian obat keras untuk hewan. c. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan l~o. 109/Kpts/DJP/Deptan:, tentang Syarat- syarat pembungkusan dan penandaan obat hewan d. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pet~rnakan No. 107/Kpts/DJP/Deptan/1979, tentang syaratsyarat dan tata cara permohonan izin usaha pernbuatan, penyediaan, pe:edaran dan pemakai_ an obat hewan. e. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan 11 No. 508/Kpts/DJP/Deptan/81, tentang Perbaikan Surat Reputusan Direktur Jenderal Peternakan No. l07/Kpts/DJP/Deptan/1979 pada . pasal 2 ayat (2). f. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. l08/Kpts/DJP/Deptan/1980, tentang Pedoman peredaran obat heY/an bagi pedagang pengecer. Dengan adanya berbagai peraturan perundangan maka diharapkan pengadaan obat hewan dapat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dan pemakaian o ba t hew2.n dapa t se suai dengan tu juan yang diharapkan. III. POKOK PERl·i1,SALAHAN Dalam penggunaan setiap obat hewan, kita harus selalu berhati-hati karena selain mendapatkan mani'aat dari khasiat zat ang terkandung dala:" sediaan juga terdapat efek samping yang tidak diinginkan. Terutama pada obat hewan dampaknya selain pada hewan itu sendiri, juga pada manusia sebagai konsumen dari- pad a produ1c-produknya, baik oerupa telur, daging, maupun air susu. Jelaslah bahwa setiap pemakaian obat mempu. , nyai implikasi terhadap kesehatan masyarako:.t. Untuk dapat mencegah terjadinya kesalahan dalam pemakaian maka dilakukan penggolongan obat heVian dalam 3 macam, yaitu obat keras, obat bebas terbat .. s dan obat betas, Pem- bagian terse but didasarakan antara lain atas khasiat ot·,;t, keamanan, dan efek yang di timbulkanya. Obat hewan yang tergolong obat keras termasuk yang paling besar efeknya apabila pemakaiannya tidak tepat, sehingga penanganannya hanya oleh ahlinya yei tu dokter hewan (Tjiptardjo, 1982) . . J1lenurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Petern:,kan No. 179/Kpts/DJ'P/Deptan/1980, tentang Klasifileasi ooat hewan adalah : a. 0 ba t keres un tuk hewan adalah 0 bc:. t heVlc.n yang bil a pemaleaiannya tidak sesuai dengan ketentuan, alean berbahaya bagi hewan di,.n atau manusia yang mengleonsumsi 13 hasil hewan tersebut; b. obat bebas terbatas untuk hewan adalah Ob2.t keras untuk hewan yang diperlukan sebagai obat bebas untuk he"1an dengan lcetentuan disediakan dc-lam jumlah, aturan dosis dan cara pemalcaian tertentu serta tanda peringatan lchusus; c. Obat bebas untuk hewan adalah obat hewan yang tidalc termasuk dalam obat keras untuk hewan dan obat bebas terbatas untuk heYic.n. Oleh karena dampak daripada obat hewan selain pad hew:·n juga pada manusia sebagai konsumen daripada produk-produknya, dimana residu obat dapat berada dalam air susu hewan atau di dalam telur unggas maka harus diperhc,tikan bate'S penggunaan dan keten tuan waktu henti pemberian obat tong. ("\'Ii th drawal time"). nya r8sidu d;~12m sebelu~ hewan dipo- Untuk menghindari ada- pro .. uk tern"k malea perlu diperhsti- kan adanya pembatasan-pemhatasan dalalo penggunaannya. pembat.san utama adalah konsentrasi obt yanG boleh diberikan dan wan dipoton,i. w~letu henti p~mberian obat sebelum he- V/aletu henti abat adalah batas Ylaktu ohat harus dihentikan oemLeriannva sebelum hewan " dipoton. ~ . Timbulnya residu ohat umumnya h~nya terdapat dalam konsentrasi rend2.I1, 8€hingga ker;: cun2n akut jaranc atau hampir tidak pernah terjadi leecuali 14 pada kasus-;-k2.sus hypersensitif. yan~~ Namun pad a orang kemasuklcan re sidu dalam waktu yang lama bu- kannya ti dak mungkin akan :'ienda pa tk2.n ke ra.cunan kronis (Dirdjosudjono.S., 1982. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka kiranya pengavlasan terhadap re sidu a ba t perl u segera dirintis, dan perlu kiranya dibuat daftar petunjuk tentang waktu henti pemberian abat yang dianjurkan oleh Departemen Pertanian. Dengan banyaknya obat manusia y,ng dipakai dalam pengob tan hewan, sedangkan pengadaan dan pengawasan ob2.t ini dilalmkan ·oleh Departemen Keseh',tan maka perlu kiranya dijalin kerj~. sama yang lebih baik dan lebih erat antara Departemen Kesehatc.n dan Dep2rtemen Pertanian. Sehingga pengadaan abat baik untuk manu- sia maupun untuk hewan dapat sesu<:i dengan kebutuhan yang diperluka.n. Juga kiranya perlu diadakan suatu survey untuk ,::engetahui jenis dan jumlah Ob2,t manusia jang dipakai. untuk abat hewan. Eengingat obat khususnya ooat keras pad a prinsipnya adalah racun, maka dc.le,m penggunaanny« diperlukan tenaga ahliny«. Sehiniga untuk lebih ~erhati­ hati dalam pengsunaannya, Pemerintah teluh mengeluarkan berbagai surat keputusan, anteJl'a la.in : a. Sura:t Keputusan Direktur Jenderi.:l Feternakc.n No. l07/Kpts/DJP/Deptan/1980, tentang Pedoman pema- 15 kaian obat keras untuk hewan. b. Surat Keputusan Direktlitr Jenderal Peternakan No. 179 tahun 1980, tentang klasifikasi obat hewan. 11as,~lah pemakaian obat hewan sampai saat ini me- mang belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan ketentuan, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain 1. Tid,'k tercantumnya waktu henti obat yang dipakai, sehinJga dokter.hewan perlu memberikan informasi langsu:r;.g kep'·da pemelih ra/promilik hevlan. 2. Bentuk sediaan dan besarnya kemasan obat manusia yang dipakai ini terutama berdasarakan kebutuhan untuk manusia sehingga pad a pemakaiannya untuk hewan perlu penyesuaian. Penyesuaian ini untuk dosis pad a hewan kecil tidak !r.enimbulkan kerepotan. Tetapi pada hew-n besar sering menimoulk!'n kerepotan, mis:...lnya sediaan yang di berikan adalah d2.1am bentuk tablet ukuran kecil, sehingga pemberiannya ciperlukan daliCm jumlah yang banyak. 3. Dal!.~ mendapatkan obat dari apotik sering terjadi hambatan, karena ada beberapa apotik yang salch atau kurallg memahami peraturan yallg berlaku. Apotik ini hanya r.au melayani resep d2ri dokter unum dan dokter gigi saja. Dan mereka ragu atau menolak jika menerima resep dari dokter hewan. 4. Jika penggunaan obat-obat manusia dalam bidang veteriner meningkat mak~ tentu ini akan dapat mempengar~i 16 perhi tung an kebutuhan dCJn persediaan obat. tama jika ob e sensial. sehat~n t-obc~t Teru- ini termasuk dalam daftar obat Dimana dillerlukan d:'.lam pela.y::nan ke- masyarakat secara luas. Walaupun demikian dapcit diri.sakan bahwa secara bertahap melalui berba;:;ai ketentuan, pendekatan dan informasi maka masala.h ini dpat diatasai. IV. ~'ietoda }JETODA DAN HASIL SU1~VEY survey yang dipakai adalah daftar isian dan '<lawancara lc:ngsung. Daftar isian di[.erikan untuk hal- h;l yang umum, sedangkan untuk yang lebih khusus dipakai wawancara lang sung. Menurut hasil-hasil survey penulis pad,: para dokter hewan :cang praktel( di wilaY8.h Daerah KhuSllS Ibukota Jakarta dan seki tarnya adal"'.h Jumh,h dokter he\;2.n yang praktek di lJaerah Khusus ibukota Jakarta menurut Dinas Peternakan Daerah Khusus lbukota Jakarta pada tahun 1983 ada67 orang dari jumlah terse but .,2n; masih tet8p akitif menjalankan praktek dan yang berhasil ditemui penulis enam) orapg. ad~ 26 (dua puluh Dari hasil surve J' penulis dengan 26 (dua puluh enam) orang dokter hew,~n tersebut didapat data. sebagai be£ikut : 1. Dalam menjalankan pr2ktek dokter hewan, para dokter dokter hewan 1ebih banyak menerim'c. pasien dari jenis hewan_kecil. Dan tiduk semua tek menerirna pasien hewan 2. dokt~r hew2n yang prak- bes~-.r. Para dokter hewan da12m melalmkan praktek dokter hewan sebaGian besar menerima pasien di tempat praktek dan jug2. menerim;; pan&,;.;ilan. Te tapi ada pula yang hanya melayani p2sien di tempat praktek saja. 3. Para dokter hewan yang pra~tek tersebut sebagian 18 be sar dale!;] melaJani pasiennya menggunakan obat-o ba t manusia. Terut:ama untuk jenis-jenis antibiotika, vi tarnin, du.n mineral. Hal ini dilalmkan karena obat rnanusia lebih rnudah didapat dan selalu tersedia disetiap apotik. Sehingga da1am pemberian resep-pun selalu disesuaikan dengan obat manusia. lValaupun sudah ada beberapa dokter hewan yang rnenggunakan obat yans khusus untuk hewan, tetapi dalarn memberikan resep masih selalu disesuaikan dengan obat m.inusii'.. 4. Dokter he\'lan memperoleh 0 b~.lt khusus untuk hewan ini dari importir resmi obat-obat hewan. Sedangkan mernperoleh obat manusia yang dipakai untuk hewan ini dari apotik atau dari importir obat. 5. Jenis-jenis obat rnanusia y ng dipakai untuk obat hewan adalah anti biotik, vi tamin, mineral dan golongan farrnakodin~'.mikc. t'crut'"rna untui: 0 ba t-o b t suntiknya. sedangkan untuk vaksin dan sera adalah vaksin dc;n sera khusus untuk hewan. 6. Para dokter hel,an oraktek dalam melayani pasiennya, se b:"gian be sar dari pasienny di beri resep. ini dilakukan karena. lebih praktis. Hal Dan juga pa- ra. dokter hewan tidak terla1u direpotkan dalarn rnelaya.l1i pemberian ob',t. ~etapi untuk obat-obat ter- tentu yang sulit didapat, biasanya disediakan oleh dokter hel<".n. dari par'~ Hal ini dilakukan karena permintaan pemilik hewan. Tetapi adapul;l diantara 19 dokter hewan praktek ini yang menyediakan obat bagi pasiennya. Jadi merek a tidak memberikan resep. V. P.8j'iBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh, ternyata para dokter hewan dalam melayani ke seh," tan ternak dan hew3.n piara tidak saja menggunakan obat-ob;,·t khusus untuk hewan, melainkan juga menggunakan obat-obat yang sebenarnya diperuntukkan untuk kiranya obat manusia. Sehin:~ga perlu lebih diperhatikan dalam hal pengadaan obat ini, agar banyak dan jumlah yang disediakan dapat memenuhi kebutuhan obat yang dipakai. Berhubung pada obat manusia tidak terdapat/tercan tum waktu henti pemberian obat sedangkan obat manusia ini dipakai juga untuk obat hewan, make dalam penggunaannya harus lebih terhati-hati. Terutam<, penggunaan pada ternak, baik ternak ke cil maupun ternak besar yang hasil produknya dikonsumsi oleh manusia. Dan juga kiranya perlu diadakan percobaan-percobaan untuk dapa t menetukan waktu henti. Jika waktu henti dari obat menusia yang dipakai untuk obat hewan ~udah diketahui, maka sebaiknya wuktu henti ini dicantumkan pada masing-masing obatty"" Sehingga akan memberi ke- !Dudahan bagi para petern<'k/pemilik hewan. Untuk menghindari penyalahgunaan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan untuk menjamin ter.laksanya Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. 109 tahun 1980, maka penandaan d~l:'m obat, teruta- 21 rna obat keras ini juga khusus, antara lain pada etiket dicanturnkan bahwa oDat tersebut hanya dapat diperoleh dengan re sep dolder hewan, sedangkan indikasi penggunaan, cara_pernakaian dan ta]caran (dosis) yang dipergunakall di cantumkCln pad", brosur, buk"..cn pad a etike t. Sedangkan untuk obat bebas terbatas, penandaan untuk pemakaian secara lengkap harus dicantumkan pada etiket dalam bahasa Indonesia, untuk rnenjamin bahwa para peternakjpemilik hewan d&pat menggunakan sendiri obat terse but secra tepat. Dengan disyahkanya Und,~ng-undang No. 6 tahun 1967 dan dengan dikeluarkannya berbagai Peraturan Pemerintah dan Sur at Keputus,,-n rnengenai ob,~t-ob;·;.t hewan, maka - pengadaan obat untuk hewan dap8t semakin baik. Se- hingga pemakaian obat heVian untuk melayani kesehatan hevlan d8.pat semakin baik. Juga dengan terjalinnya hubungan yang lebih baik dan lebih erat antara Departemen Kesehatan dan Departe:men Pert8.nian dalam hal penanganan obat heVian. VI • KESH1PULP.J~ DAN SARAN Penggunaan obat hewan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta pad a khususnya dan di Indonesia pada umumnya menunjukkan kecenderungan yang terus meningka.t baik jenis maupun jumlahnya sesuai dengan perkembangan usaha peternakan. Berbagai Undang-undang, Surat Keputusan JlIenteri, Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan telah dilceluarkan demi pengaturan peredaran dan pemakaian obatobat hewan di Indonesia. Diharapkan dengan penanganan yang baik, maka tujuan untuk mendekatkan obat pada hewan atau ternak khususnya dapat tercapai. Sehingga peranan obat hew;)n sebagai sarana penunjang pokok dalam bidang kesehatan hewan benar- benar se suai dengan fungsinya, Hanfaat penggunaan obat selain lang sung pada ternak nya juga mempunyai efek bagi kesehatan manusia sebagai konsumen hasil ternak . . Dengan menggunakan obatyang bermutu den tepat, maka populasi hewan 'dan produksi ternak dapat lebih di kembangkan. Juga harusdiperha- tikan waktu henti pemberian obat, Karena faktor-faktor di atas tadi baik secar', langsung atau tidak langsung kesehatan dan kesejahteraan manusia juga_ lebih terpelihara dan lebih ditingkatkan. Untuk kota-kota besar 'perlu kiranya ada .apotik yang khusus menjual obat-obat hewan. DAFTAR PUSTAKA Dirdjosudjono, Susapto. 1982. "Obat hewan sebagai feed addi ti ve dan premix". Prasaran dal:.m tomu karya pemakaian obat hewan. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, di Jakarta, Oktober 1982. hal 8-11. Fatah, Achmad .111. 1971. "Undang-undang dan peraturan di bidang farmasi". Da1am Duo.. puluh lima tahun pendidikan farmasi di ~ndonesia. Panitya reuni/ lustrum ke V Fakultas Farmasi. Universitas Gajah lYJada. Sudarp.jat, -Sofyan. ',1.982. "Perizinan dan pengawasan obat hewo.n". Prasaran dalarn temu karya pernakaian obat hewan. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, di Jakarta, Oktober 1982. Tjiptardjo. 1982. "Pemakaian.obat hewan dan peranan tenaga ahli sebagai penanggung jawab". Prasaran dalarn temu karya pernakaian obat hewan. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternalwn, di Jakarta, Oktober 1982. hal 1,3,17. Teken Temadja, I .G.N. 1982. "Evaluasi dan kebijakan penanganan obat hewan".. Prasaran de.larn ternu karya pernakaian obat hewan. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jender81 Peternc.kan, di Jakarta, Oktober 1982. hal 1,2,4,7. "Peraturan perundangan kesehatan hewan". .t:disi I. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktor:;t Jenderal Peternakan, Departernen Pertanian. LAlI.PlRAN 1 --.---.-.. ---- ..- ... 1 .2 3 Qut'ztioXler ).0. .....---.----.-----~. Jcnls-je:.!'!i obat yang diptika1 : lj 5 (, 7 8 9,10 II 1.2 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25.26 ~ 1 • _ xrxx r _ r -X-7:XX 1 __ 1 X Anti bflk':.eri : o z _ _ _ '11:4 X x _ X 1. r 1; XX-XXX:rXI 10 XXX Ant.i ;r:~ J: tnri X "'" l 1 I X XX X X _ X X x 2 x I __ :I:X_X_X _ r _ X ::;011 r X X r X r x X - r X X X :r. I rdr:t lIU!('K_ -X-XXIXX% 2 X r r X x X X X x X - X X - X x r - X X I _ X B 26 9 r X X x r xxxxxxx.,..xxx X X x X I 18 '" 21 tir:1clI rxxxxIXXX '1"rru:cc;,:!.liz,"!" Allti hit;t.=.ill X r X X X t < X X X X X 7. X X 1. X X Y. X X X - X X _ X X J. X X X X X X X X X X X X X X X X X rX __ I Yo r X r X X X X X X 2: X X r. r. J X _ X X y 1 ." 3 , Ai X t 22 X X 1. X X 20 X X X 1. J,. 1. J. 26 1. :T. " .x. _ X X X X X I l:. .1. 1 X XX x X-%.. 1. I r I X X - 1 X X T Yl~~ : sulf .. 2. 5.rsenik&l 3. lain-lain .Anti hcltint 1. lI.."1tinemlit.od~1 2. Nlt.icestodci 3. lDin-lnin XX_B ;t. , X X X;t. 1 1 :I. r.. X I Y X XXXXX::c X X' X X I 1 X I X 2~ Kon syst.ct:ik l;!;tvsia .. 3. lldn-lro.n _ X 17 Ie 1. X y X X 1': 26 2. ~l~ohol 3. hclogcn rTxx?5 btiscptik : Detcrsen Ii. pen,;okt.>1dw:;i dw, peruduk£i 11. 16in-lun ? ~ X 10 _ 2 J.n6cst.ctik : 1. par-inhwa.d 1 2. intr8\"enll 11:1:r.22 Y x t Y?5 3• lokal/top1l:.cl - X BystClllik u:.t.nsili" 25 x X I 1. X r X1:1Xrr7.XX): ./.!lta.s1dc X _ _ 1 X 1 X - X X X 1. X lcin-ld.n r. I X 3. X X - desinfekt. ..n X 1 1 1 r I antiBept.ik 2, X X Yo 1. 1. .l'"-_"~-c1X~x~-.!XcX!.!"_"!.-=_cc__~_!X__L.1X~X"_JXL.~_1x~~-__r'_JX'-·cc-1X~~-~X,-l~§L.. 2 ~r~l lioraoll ..: 1 X _ ... - " r X 2 - X _ 1: x_ A! X X -XXXX X - X ,I X X X X X X :J. :1.. X X X' X inti !!ittrhc!1 ,I ), - X X -X 1:XXX1:<1.1.X , X rXXxxx23 .2c.__~X~X~--=~~~~-~X'-~_=_"-~X~-O_EX_"c_0_~_=_"C_~~~c_=_~_=__~5~ 1;1=",,""1'11,co,-__Xl[.:'( I - - X Yo X '/.. 0 uti E:Nlll:l!C X}. %. r X Yo _ X ,. xxxxx 1. - -XI:X: ,l..nt1 e:,;tH: J> xx X X X X - h- taciM XXXXXXX-XXXXXxy.23 X X r. X X X X X Y. StiJ:.1l11l.:::;in .1 protC'~oz Kemoter~peutika ~hin J.L:UllJ"C.'C!.Jo: . J ::.r.i.n-hin 17 -X---1 - .&o:ltibiotik 3. 1. X r X X X X X rXlrrxxxxx x - r x 1: X X X X X X X x x x_ XXX X r x- - - XX_ _ X ati h<i- S xxxx - X -XIIX1: r _ X x _ }1roto- I X xx:r:x 1 x XXX- X X X X r - r r sulfa 2. xxrxxrxrrz':x 1X1:1Xr.X1.X1X1. 11:26 ,''--=-_-~x~x~-c1xClxClXClx-=-__=_-c=_l"'-=_cc_'"~r'_cc_"o_~_1X~=__=~x"_~=_',1<-- 2 rX-XXXX7.X11 XIXXy.xxrlXIXXr_?L 1 2 X--X-XX_Z11: XX;"'1l1_ x - X X X _ X x: 1: 1 X 'I _ X X X X I Z 1: 1. X X X X ; Iii pti.knl./!!.ilakuk.un. dll~. Jo~n pr~ktek : 1. be.an bC&nI X 1 X X _ X X X 19 1. 6in~le 2. culti vit;.. 1:: vit.~ir; __ 12 Kincrt.l 1,,~cr~ .. 1'l - : tilU>.k X:1:-1X116 Vitamin 1. single l:l.inerbl 2. cul t1 mincrw. 6!1j~. 2. be.an klltl1 GajP Eorcon ; 3. hesan bo&ar dan he.an ket11. 1. horeon untur. "' l(iin-l~n 't<ll:p"t cclIAY.:l.r.i ~1l1en : 1. dl tllmpnt prakhk fI~;". 2. ~n(lrll:1t1 3. 1 dan 2 ptUll£!.b.n O&J .... t.e~ll!". J..:;ttr. 25 JoTequcDui Quiz -, -- - ,- Carn Jcnio-j(lnis obat annuei4 yang se- Alas/Ui pangguIlZl.f;.Il. ob.at rag digunnkan ohat pellS:bU~ ,~) 1 - -2--·3 - a.n.tiblotlk, TitaciD, Illillerl.ll , ---- 75 25 antiblot1k, '1:1 tw:..1n X vlt=in, antlbiotik X - - - - Bering 2 75 3 sering - - - 4 Gerins - - 70 60 - 5 sering sllring 15 100 70 7 90 40 50 15 - 50 100 100 ---- - - --X-X I:OX, - cOl:l.ban_ ---- - X X _ t::-Ilin 9 cering 33 53 35 10 95 10 75 10 - - - 75 60 15 25 60 90 10 - '" 80 - - 80 15 85 - 50 - 16 75 75 100 75 11 6(llnlu 12 13 , ba.x:plr 6(1I&Uti II.ll.tiblotik, boraon, Titacin, analsesik - ---X - - - - I - X X - - --. . ti flJ;ctll:;. anti X - - - dlnrc dlurctk ant1. b lotlk, vit- X - - - lOinerul X X - --- ,- X X X X - - - X -- fUltlplrctik, -rltlUll.1n, <11 X - - - - XX - _ antlblot1.k, X - - _ - -' X - antlbloUk. JrlIII:!ral _ anal.&esik dll - - - ---- --- 17 75 18 75 19 90 35 15 50 a.nt1biotik, "1ta.ain, <11 X - - - - - 20 80 30 40 30 v1ta.:1.n, onti d1aro, J:1neTal d11 Y. - - - - - X- - 21 90 20 80 100 hru::plr 75 25 22 .eCZ:;Uti. 100 &Ilt1blotlk, 100 ant1b1ot:l..it., dll - dl1 - X - - X - X - X - X antihiotiy., a..,tipirctik, X -, - - - -- X - - - X -- - -X - anal&etJ.ik dll 2; - - 50 15 - (laDUe, kecuilli 75 50 ant1blot1k, - 100 100 X - - - _ X- - - alU.lc6tctlk UCUI:\ dD.n Yalu>1n 24 25 26 b ,; 30-40 - - X - 1__ - Y. - - llr:tlb1otlk. aD-lll- X - - - t: cQik , ,.1 taa.in - X - - X- - _ - - X - - vi tD,c1c. 90 .,- .. oa1&(l01)o'., '11:1 tnc1n. llcr",: Pengguoaa:l 2. peIlEgunaan dengen resep. 3. pengguna8n langsung den deogan - l~sung. penggunal\..'l obat re5~ , 1. lebih MUdah did&pot (di apotik) • 2. lebih .I::BJljur. 3. lebih mureh. 4. lebib menarik. 5. alas.,. lainnYi>. earn - X X - I - 1. 1.1"""" -X - - - X =" I KETERANGJJi -X - - - X- - X 'terrotycin, ver_ lj X, ---X - - - antihiotik, X -- - ",itacin, cinopal IUlt.1biotlk, cine- X X - - ral, Tltru:=.in, nctib~otik, lilda, horJ:l.o):l. sc:rlng ~·12-3 vitnein b 8 disukai 1231t 5 100 1 carD. )"ans: PCD&&Utlaan ylJ!lg disolk.:.i dru.BIll pemberin.'l ohlit 1. disedioka'. oleb dokter hewan prakt"Gk 2. diberi rose? 3. diberi langsung.