Redefinisi Pengaturan Larangan Kepemilikan Tanah Pertanian

advertisement
BAB IV
ANALISIS
A. ANALISIS
TERHADAP
PENGATURAN
MENGENAI
LARANGAN
KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE
Pengaturan mengenai larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee
merupakan produk pada era 60-an. Pada saat pembuatan peraturan tersebut, keadaan
sarana dan prasana saat itu jauh berbeda dengan keadaan sarana dan prasarana saat
ini.
Pasal 10 UUPA merupakan dasar dari larangan pemilikan tanah pertanian
secara absentee di Indonesia dan diatur lewat aturan pelaksanaannya PP No. 224
Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (
telah diubah dan ditambah dengan PP No. 41 Tahun 1964).1
Pasal 10 UUPA mengatur sebagai berikut:
“setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah
pertanian pada asasnya di wajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri
secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.”
Sedangkan dalam Pasal 3 ayat (1) PP No 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian yang mengatur sebagai berikut :
“Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak
tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya
kepada orang lain di kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan
letak tanah tersebut”.
Selanjutnya Pasal 3d PP No. 224 Tahun 1961 jo. PP No. 41 Tahun 1964 berbunyi
sebagai berikut :
“Dilarang untuk melakukan semua bentuk memindahkan hak baru atas tanah
pertanian yang mengakibatkan pemilik tanah yang bersangkutan memiliki bidang
tanah di luar Kecamatan di mana ia bertempat tinggal”
1
http://ojs.unud.ac.id di unduh pada tanggal 24 Juli 2013
Dari ketentuan diatas terdapat beberapa esensi yang merupakan ketentuan dari
larangan kepemilikan tanaah pertanian secara absentee, antara lain:2
1. Pemilik tanah pertanian wajib mengerjakan tananhnya secara aktif.
2. Pemilik tanah pertanian wajib bertempat tinggal di Kecamatan tempat letak
tanahnya.
3. Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat
letak tanahnya, wajib mengalihkan hak atas tanahnya atau pindah ke
Kecamatan letak tanah tersebut.
4. Dilarang memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah pertanian kepada
orang atau badan hukum yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar
Kecamatan tempat letak tanahnya.
5. Larangan pemilikan tanah secara absentee hanya mengenai tanah pertanian.
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bapak Kustadi, SH., M.Hum.,
mengatakan bahwa filosofi dasar diadakannya larangan kepemilikan tanah pertanian
secara absentee pada kala itu adalah agar tanah pertanian dapat digunakan secara
produktif oleh pemiliknya. Untuk itu, bila di miliki oleh orang yang tempat tinggalnya
di luar kecamatan tempat letak tanah tersebut maka akibatnya pengolahan tanah tidak
akan produktif. Selain itu untuk mensejahterakan warga sekitar dimana letak tanah
tersebut. Filosofi larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee ini merupakan
perwujudan dari satu salah tujuan UUPA itu sendiri yaitu alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani
dalamrangka masyarakat yang adil dan makmur.
2
http://denbagusrasjid.wordpress.com/2010/09/04/kepemilikan-tanah-absentee-dan-landreform-diindonesia/ di unduh pada tanggal 21 Mei 2013
Pada kenyataan saat ini filosofi mengenai larangan kepemilikan tanah pertania
secara absentee sudah berubah. Sekarang pemilik tanah absentee kebanyakan
berprofesi sebagai pegawai swasta bukan petani. Dan tempat tinggal pemiliknya
berada diluar kecamatan dimana letak tanah tersebut. Namun demikian, hal ini tidak
mempengaruhi tingkat produktifitas untuk pengolahan tanah tersebut. Tanah tetap
dapat dikerjakan secara produktif oleh penduduk di sekitar letak tanah. Pemilik tanah
juga dapat mengolah tanah tersebut walaupun letak tanah diluar kecamatan tempat
tinggalnya karena adanya kemudahan alat transportasi.
Pada era dibuatnya peraturan mengenai larangan kepemilikan tanah pertanian
secara absentee, sarana dan prasana pada saat itu belum semaju dan secanggih pada
era sekarang, sehingga kepemilikan tanah pertanian secara absentee dilarang, karena
pemilik tanah tidak dapat mengerjakan tanah pertaniannya secara aktif dan efisien
sehingga hasil pertaniannya tidak akan optimal. Melihat perkembangan teknologi dan
trasportasi saat ini, jarak tidak menjadi masalah untuk mengerjakan tanah pertanian
yang letaknya diluar kecamatan pemilik tanah tersebut. Sehingga jarak yang jauh
sekalipun para pemilik tanah dapat mengerjakan tanahnya secara aktif.
Sedangkan dilihat dari teori yang di kemukakan oleh Hans Kelsen yaitu Teori
Hukum Murni dimana hukum adalah hukum. Peraturan mengenai larangan
kepemilikan tanah pertanian secara absentee diciptakan pemerintah dengan tujuan
yang pastinya untuk mensejahterakan msyarakatnya, tetapi untuk saat ini peraturan
tersebut sudah tidak sesuai lagi diterapkan dimasyarakat pada waktu saat ini.
Sedangkan jika peraturan ini akan dirubah agar sesuai dengan kondisi pada saat ini,
akan mengakibatkan perubahan yang besar sehingga hal ini sulit untuk dilakukan.
Karena dalam teori yang di kemukakan oleh Hans Kelsen pada intinya adalah apa itu
hukum bukan bagaimana hukum itu semestinya ada.
Namun pada saat ini masyarakat secara tidak langsung sudah melakukan
intepretasi terhadap peraturan ini. Misalnya dengan rasa sungkan yang dimiliki aparat
desa kepada pemilik tanah absentee, pemilik tanah enggan mengalihkan tanah
absentee kepada orang di daerah tempat letak tanahnya, belum diprosesnya sertifikasi
tanah absentee ke BPN. Melihat dari sini peraturan mengenai larangan absentee ini
telah dilanggar oleh masyarakat Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Banyumas
walaupun pelanggaran ini terjadi secara tidak penuh.
Dilihat dari segi hak perseorangn atas tanah, peraturan mengenai larangan
kepemilikan tanah pertanian secara absentee ini sejatinya melanggar hak tersebut.
Hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang
haknya untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil
manfaat dari bidang tanah tertentu.3 Peraturan mengenai larangan kepemilikan tanah
pertanian secara absentee ini merampas hak seseorang atas apa yang menjadi
miliknya, perampasan hak ini tidak diperbolehkan karena termasuk dalam
pelanggaran HAM.
Dari uraian diatas terlihat bahwa filosofi dibuatnya larangan kepemilikan
tanah pertanian secara absentee pada saat itu telah mengalami perubahan serta melihat
teori hukum murni dari Hans Kelsen, saat ini pemerintah seharus melakukan
Penafsiran teleologis (sosiologis). Penafsiran sosiologis merupakan penafsiran yang
dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan dari undang-undang tersebut.
Penafsiran sosiologis dilakukan karena terdapat perubahan di masyarakat, sedangkan
bunyi undang-undang tidak berubah.4 Supaya dapat menciptkan kesejahteraan serta
kepastian hukum bagi masyarakatnya.
3
4
http://hasyimsoska.blogspot.com di unduh pada tanggal 18 September 2013.
http://www.jurnalhukum.com di unduh pada tanggal 18 September 2013.
B." ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA
PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE.
Dari paparan penelitian tersebut maka di peroleh pemahaman bahwa terdapat
sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan tanah pertanian secara
absentee. Faktor-faktor tersebut adalah:
1." Pindah Tempat Tinggal.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan tanah
tertanian secara absentee adalah pindah tempat tinggal. Pindah tinggal di sini
menjadi masalah apabila pemilik tanah pertanian pindah keluar kecamatan dimana
letak tanahnya berada. Dari hasil penelitan yang sudah dilakukan pemilik tanah
pindah tempat tinggal disebabkan karena:
a. Untuk memperlancar usahanya.
b. Mengikuti suami/istrinya.
c. Karena pindah tempat kerja (swasta).
Pemilik tanah sebenarnya tidak menghendakinya terjadinya kepemilikan tanah
pertanian secara absentee. Dia menjadi pemilik tanah pertanian secara absentee
karena terpaksa harus pindah tempat tinggal untuk memperlancar usahanya.
Dengan kepindahan mereka tidak lantas tanahnya ikut di alihkan, mereka tetap
memiliki tanah tersebut. Hal ini di temukan di Desa Balesari Kecamatan Bansari
dan juga di Desa Karanggintung Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas.5
2." Pewarisan
Pewarisan sebenarnya menjadi peristiwa hukum yang lumrah terjadi
dimana-mana di setiap keluarga. Dengan diterimanya warisan dari orang tua
kepada ahli waris, maka ahli waris yang mendapatkan warisan ingin melestarikan
5
Mintarsih Sri Kuntarti, Op. Cit. Hal: 67-68.
peninggalan orang tuanya, tanah warisan tersebut tetap dimiliki ahli waris. Banyak
orang beranggapan bahwa menjual warisan itu tidak baik, maka dari anggapan itu
banyak ahli waris yang enggan untuk menjual atau pengalihkan tanahnya kepada
orang lain.
Pewarisan biasanya jarang sekali yang segera diikuti dengan pembagian
warisan dalam tenggang waktu satu tahun sejak kematian pewarisnya hal itu
disebabkan karena adat kebiasaan di masyarakat, dan adanya perasaan tidak etis
bila ada kehendak untuk segera membagi-bagikan harta warisan sebelum
selamatan 1000 hari kematian pewaris.6 Para ahli waris umumnya menyatakan
ingin tetap memiliki tanah warisan itu sebagai penompang kehidupan di hari tua.
Kehendak merantau bagi mereka adalah untuk memperbaiki kehidupannya, dan
setelah tua mereka ingin menghabiskan sisa hidupnya di daerah asalnya.
Akan tetapi peristiwa hukum ini menjadi penting diperhatikan sehubungan
dengan adanya larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee, apalagi jika
ahli warisnya berada jauh di luar kecamatan letak tanah pertanian tersebut berada.
Kepemilikan tanah pertanian secara absentee itu sebenarnya bisa dihindari dengan
ahli waris itu pindah ke kecamatan di mana tanah warisan itu berada, atau tanah
warisan itu dialihkan kepada penduduk yang berdomisili di kecamatan itu.
Tanah pertanaian yang dimiliki oleh ahli waris yang tinggal diluar
kecamatan letak tanahnya biasanya pengerjaan tanah warisannya akan diserahkan
kepada penduduk setempat atau saudaranya yang berada di tempat letak warisan
tersebut. Dengan begitu maka tanah tersebut tidak terlantar dan hasilnya pun akan
6
Ariska Dewi, Op. Cit, hal: 96
di nikmati oleh penduduk setempat. Hal ini di temukan di desa Balesari
Kecamatan Bansari juga di Desa Tumiyang Kabupaten Banyumas.7
3." Jual Beli
Jual beli merupakan salah satu cara yang di gunakan sebagian orang untuk
memperoleh tanah pertanian secara absentee. Fakta yang di temukan di desa
Balesari dan desa Tumiyang, modus yang di gunakan dalam jual-beli tanah
pertanian yang menyebabkan tanah menjadi absentee adalah dengan cara
meminjam nama orang lain yang berdomisili di mana letak tanah tersebut berada.
Pembeli biasanya menunjuk seseorang yang dipercaya yang merupakan penduduk
dimana letak tanah tersebut berada. Kemudian setelah transaksi jual-beli serta
sertifikat tanah tersebut keluar maka sertifikat akan di pegang oleh pembeli dan
warga yang dipinjam namanya akan diberikan imbalan yang sebelumnya telah
mereka perjanjikan.8
Sedangkan di Desa Rempoah Kecamatan Baturaden jual-beli tanah
pertanian dilakukan dengan cara jual-beli tanah di bawah tangan. Jual-beli
dibawah tangan ini dilakukan hanya antara pembeli dan penjual (pemilik tanah) di
depan Kepala Desa dengan di hadiri oleh para saksi, kerabat, tetangga dan mereka
yang tanahnya berbatasan dengan tanah yang akan di jual.9 Peralihan hak atas
tanah dibawah tangan ini dilakukan dengan suatu perjanjian yang di buat di atas
kwitansi yang diberi materai atau kertas segel yang di dalamnya dituangkan
perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang harus ditandatangani oleh para
pihak dan saksi-saksi. Alasan melakukan jual-beli dibawah tangan itu adalah:
a. Karena mudah pelaksanaanya.
7
Mintarsih Sri Kuntarti, Op. Cit., hal: 73.
Hasil wawancara dengan Sekdes Balesari Bapak Khanafi tanggal 5 Maret 2013.
9
Ariska Dewi, Op. Cit, hal: 74
8
b. Biaya lebih murah dibandingkan dengan jual-beli yang dilakukan di
depan PPAT.
c. Pelaksanaanya cepat dan tidak berbelit-belit.
4." Kemampuan Ekonomi
Sebagian besar penduduk desa Balesari berprofesi sebagai petani. Hasil
pertanian merupakan sumber utama pendapatan mereka. Dari hasi pertanian
mereka dapat menopang hidup mereka. Namun saat ini, hasil yang didapatkan dari
hasil pertanian tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Harga hasil
pertanian yang naik turun tidak menentu menyebabkan penghasilan mereka sering
minus dari biaya pengeluaran untuk pengelolaannya. Faktor cuaca juga
mempengaruhi hasil panen para petani, cuaca ektrim sering kali membuat gagal
panen.
Ada sebagian petani yang tidak mempunyai biaya untuk mengolah
tanahnya sehingga ada sebagian pemilik tanah lebih memilih untuk yang menjual
tanah miliknya kepada orang lain beralih menjadi buruh tani. Setelah mereka
beralih menjadi buruh tani maka pemilik tanah yang baru akan membiayai segala
keperluan dari pengolaan tanahnya tersebut. Hasil pertaniannya akan dibagi sesuai
dengan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya. Menurut mereka hasil
pertanian yang dihasilkan semakin meningkat daripada sebelum tanah tersebut di
jual.
5." Investasi
Pada jaman sekarang ini banyak orang yang beranggapan kalau tanah
merupakan investasi yang paling menguntungkan. Tanah saat ini menjadi incaranincaran para pengusaha untuk memperluas usaha mereka. Apalagi tanah
merupakan benda yang sejatinya tidak memerlukan suatu perawatan yang khusus.
Maka dari itu ada banyak orang terutama orang-orang kaya ingin memiliki
tanah sebanyak-banyaknya dijadikan sebagai investasi. Untuk memperoleh tanahtanah tersebut mereka tidak menghirauakn adanya larangan kepemilikan tanah
pertanian secara absentee. Asal mereka suka dengan letak tanah serta harganya
maka dengan segera mereka akan membelinya. Dengan begitu ini akan
menyebabkan kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Hal ini di temukan di
Desa Balesari juga di Desa Ledug Kecamatan Kembaran.
6." Kemudahan yang diberikan oleh Aparat desa
Mengenai persoalan dan permasalahan tanah absentee, sebenarnya
keberadaan Camat/Kepala Desa sangat berperan dalam membantu terlaksananya
ketentuan masalah tanah absentee. Misalnya aparat desa dan kecamatan dianggap
sebagai penyebab terjadinya pemilikan KTP ganda sehingga menyebabkan adanya
peralihan tanah pertanian pada pihak lain yang secara fisik tidak bertempat tinggal
di kecamatan yang sama tetapi secara materiil telah sah adanya jual beli tanah
tersebut.
Ternyata pemilikan KTP ganda ini sulit untuk dipantau karena dari Kantor
Pertanahan sendiri tidak dapat mengetahui secara pasti apakah KTP itu asli atau
palsu. Pada prinsipnya Kantor Pertanahan hanya memproses berkas yang sudah
memenuhi syarat formal yaitu salah satunya dengan adanya bukti identitas dari
pemilik tanah yang bersangkutan. Sehingga hal tersebut berakibat banyaknya
tanah-tanah absentee yang terselubung. Hal ini di temukan di Desa Rempoah
Kecamatan Baturaden Kabupaten Banyumas.10
10
Ariskha Dewi, Op. Cit., hal: 83.
Selain itu karena adanya hubungan baik antara aparat desa dengan pemilik
tanah absentee. Biasanya pemilik tanah absentee adalah orang yang berada
sehinga sungkan untuk menolaknya, menyebabkan lancarnya proses pemilikan
tanah absentee. Pertolongan kepala desa terhadap pihak luar ataupun bekas
warganya misalnya dengan mengakui bekas warganya adalah penduduk desanya,
sangat mendukung terjadinya pemilikan tanah absentee. Hal ini ditemukan di
Desa Balesari Kecamatan Bansari dan juga di Desa Karanggintung Kecamatan
Sumbang Kabupaten Banyumas.
7." Adanya kepedulian kepada saudara di desa.
Pada jaman dulu mempunyai anak banyak adalah hal yang biasa. Biasanya
dari sekian banyak anak tersebut ada sebagian yang enggan jadi petani dan
memilih untuk menjadi pekerja di kota. Orang-orang yang kerja di kota inilah
yang kemudian mempunyai tanah-tanah pertanian secara absentee didesanya.
Pemilik tanah yang mempunyai tanah diluar kecamatan dimana dia berada,
apabila dia mempunyai tanah absentee mereka cenderung untuk menyerahkan
penggarapannya kepada saudara mereka. Karena menurut pemikiran pemilik
tanah absentee ini selain agar tanahnya tidak terlantar mereka juga ingin
meningkatkan perekonomian saudara-saudara mereka yang ada didesa tersebut
agar mereka mempunyai pekerjaan. Hal ini ditemukan di Desa Balesari
Kecamatan Bansari.
8." Pertambahan penduduk.
Manusia hidup di bumi ini salah satu tujuannya adalah untuk
menghasilakn keturunannya. Dengan begitu semakin lama pertambahan penduduk
akan semakin bertambah. Kebutuhan akan tempat tinggal pun otomatis juga akan
semakin meningkat. Untuk itu diperlukan daerah-daerah yang akan digunakan
untuk perumahan dan hal yang demikian itu menyebabkan terjadinya perubahan
penggunaan tanah dari tanah pertanian menjadi tempat/kawasan permukiman (non
pertanian).
Ada salah satu pemilik tanah pertanian secara absentee yang
mengungkapkan bahwa alasan kepemilikan tanah tersebut untuk pembangunan
rumah buat anak cucunya. Karena didesa letak dimana dia tinggal tanah sudah
jarang ada tanah kalaupun ada itu pun harga tanahnya lumayan tinggi
dibandingkan dengan tanah yang ia beli didesa lainnya. Dari keterangan tersebut
nampak bahwa pertambahan penduduk juga mendorong adanya kepemilikan tanah
pertanian secara absentee. Hal ini di temukan di Desa Balesari Kecamatan
Bansari.
9." Kemudahan Alat Transportasi.
Saat ini perkembangan sarana transprotasi sudah sedemikian pesat. Para
pemilik tanah yang letaknya jauh dari daerah tempat tinggalnya, mereka dapat
mengerjakan tanahnya dengan aktif tanpa ada waktu yang terbuang lama untuk
menempuh perjalanan dari tempat tinggalnya ke tempat tanah miliknya.
Pemilik tanah dapat menempuh jarak yang lumayan jauh hanya dengan
waktu beberapa jam saja. Pemilik tanah absentee enggan mengalihkan tanahnya
kepada orang lain yang bertempat tinggal di mana letak tanahnya karena mereka
yakin bahwa dengan adanya alat transportasi, jarak dari tempat tinggal menuju
letak tanah mereka tidak menjadi masalah. Hal ini di temukan di Desa Balesari
Kecamatan Bansari dan juga Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten
Banyumas.11
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kepemilikan tanah pertanian secara
absentee di atas jika dikaitkan dengan faktor-faktor bekerjanya hukum di dalam
masyarakat, yaitu:
1. Faktor hukum
Telah diketahui sebelumnya bahwa ketentuan larangan pemilikan tanah
absentee termasuk ketentuan hukum yang bersifat memaksa, dengan kata lain
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 10 UUPA termasuk peraturan-peraturan
pelaksananya yang tidak boleh dikesampinngkan. Keseluruhan peraturan yang
mengatur tentang larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee adalah
produk sekitar tahun 60-an. Menurut penulis adanya pemikiran-pemikiran pada
tahun 60-an saat itu, dalam kenyataannya sudah tidak sesuai lagi dengan
kondisi dan kebutuhan masyarakat saat ini sehingga diperlukan adanya
pembaharuan mengenai mengaturan larangan kepemilikan tanah pertanian
secara absentee untuk disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat pada saat ini.
2. Faktor penegak hukum.
Masalah yang menyebabkan kepemilikan tanah pertanian secara
absentee salah satunya adalah kemudahan yang di berikan oleh kepala desa
dan aparatnya. Kepala desa memberi kemudahan didalam usaha pemilikan
tanah pertanian secara absentee bentuk kemudahan yang diberikan biasanya
menjadi saksi dalam jual-beli tanah tersebut, karena adanya hubungan baik
antara aparat desa dengan pemilik tanah absentee, biasanya pemilik tanah
11
Ariskha Dewi, Op. Cit., hal: 83.
absentee adalah orang yang berada sehinga sungkan untuk menolaknya.
Seharusnya kepala desa melarang jika ada penduduknya yang memiliki tanah
pertanian secara absentee guna mewujudkan peraturan mengenai larangan
kepemilikan tanah pertanian secara absentee tersebut.
3. Faktor sarana atau fasilitas.
Faktor sarana atau fasilitas dalam terjadinya kepemilikan tanah
pertania secara absentee adalah adanya alat transportasi dan sarana
infrastuktur yang memadai. Sehingga pemilik tanah pertanian secara absentee
dapat mengolah tanahnya secara produktif, walaupun letak tanahnya berada
diluar tempat tinggalnya.
4. Faktor masyarakat.
Walaupun pemerintah telah berusaha untuk mencegah terjadinya
pemilikan tanah pertanian secara absentee, namun hal ini tidak lepas pula dari
peran serta masyarakat untuk mematuhi peraturan-peraturan yang telah ada.
Masyarakat lebih mementingkan akan keuntungan ekonomi mereka sendiri.
Selain itu belum ada sanksi secara tegas yang dijatuhkan kepada pemilik tanah
pertanian secara absentee, sehingga pemilik tanah absentee tidak takut untuk
memiliki tanah tersebut.
Dari uraian yang dikemukakan di atas maka mengenai larangan
kepemilikan tanah pertanian pada saat ini perlu di adakanya pembaharuan
mengenai pengaturan tersebut supaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat
pada saat ini.
C." ANALISIS
LARANGAN
PERLUNYA
REDEFINISI
KEPEMILIKAN
TANAH
UNTUK
PENGATURAN
PERTANIAN
SECARA
ABSENTEE PADA SAAT INI.
Bisa terjadi suatu hukum tidak berjalan karena masyarakat berubah. Dalam
kehidupan bermasyarakat selalu terdapat proses atau interaksi sosial, dan dalam
interaksi sosial tersebut pasti terjadi perubahan-perubahan baik dalam hubungan
itu sendiri maupun dalam nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola
perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan/ wewenang, dan sebagainya.12
Pengaturan mengenai larangan kepemilikan tanah pertanian secara
absentee adalah produk hukum tahun 60-an. Kondisi atau struktur masyarakat
pada tahun 1960 sudah tentu mengalami perubahan dibandingkan dengan struktur
masyarakat dewasa ini. Pada saat pembuatan larangan kepemilikan tanah
pertanian secara absentee, sarana transportasi dan teknologi belum secanggih
seperti saat ini, sehingga larangan ini dibuat agar pemilik tanah dapat mengerjakan
tanahnya secara aktif agar mendapatkan hasil yang optimal dan mencegah caracara pemerasan.
Pemilikan tanah absentee adalah pemilikan tanah pertanian yang dimiliki
oleh orang perseorangan dan keluarga, dimana letak tanah pertanian itu di luar
wilayah kecamatan tempat kedudukan pemilik tanah.13 Tujuan diadakannya
larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee ini agar hasil yang
diperoleh dari pengusahaan tanah itu sebagian besar dapat dinikmati oleh
12
Rianto Adi, Op. Cit. Hal: 106
Pasal 3 PP Nomor 224 Tahun 1961 dan Pasal 1 PP Nomor 41 Tahun 1964 (tambahan Pasal 3a
sampai dengan Pasal 3e )
13
masyarakat pedesaan tempat letak tanah yang bersangkutan, karena pemilik tanah
akan bertempat tinggal di daerah penghasil.14
Namun pada saat ini keadaan sudah jauh berbeda dengan waktu dibuatnya
larangan mengenai tanah absentee ini. Sekarang alat transportasi sudah
berkembang sedemikian pesat begitu pula dengan tekonologi komunikasi serta
kecanggihan mekanisme alat pertanian sehingga jarak yang jauhpun tidak menjadi
hambatan bagi pemilik tanah pertanian secara absentee. Pada saat ini diperlukan
adanya pengaturan kembali mengenai larangan kepemilika tanah pertanian secara
absentee, yaitu dengan cara melakukan redifinisi mengenai larangan kepemilikan
tanah pertanian secara absentee.
Redefinisi adalah memikirkan, mendefinisikan, mengartikan, memaknai,
atau menafsirkan kembali pemahaman-pemahaman suatu hal yang telah ada,
hingga memiliki arti yang lebih sesuai dengan kaidah waktu.15 Seharusnya saat ini
pengaturan mengenai larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee di
sesuaikan dengan keadaan dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat saat
ini.
Bentuk redifinisi untuk larangan kepemilikan tanah pertanian secra
absentee ini berkaitan dengan tolak ukur dalam penentuan batas wilayah
keberadaan dari tanah absentee pada saat ini. Dimana ukuran yang digunakan saat
ini adalah wilayah kecamatan atau setidaknya wilayah kecamatan yang
berbatasan, tetapi melihat kembali adanya perkembangan alat transportasi serta
kemajuan teknologi komunikasi saat ini batas untuk menentukan wilayah
keberadaan tanah pertanian secara absentee sudah tidak sesuai lagi karena dari
14
Boedi Harsono, Op. Cit. Hal: 385
http://mustaqiim.wordpress.com/2011/04/10/redefinisi-dari-makna-ke-praktek/ di unduh pada tanggal 31Mei
2013
15
jarak dari kecamatan dimana pemilik tanah absentee ke tempat tanah di luar
kecamatan tempat tinggal pemilik tanah tersebut pada saat ini dapat ditempuh
dalam waktu yang singkat. Sehingga tanah tetap dapat di kerjakan secara efekfif.
Menurut penulis saat ini yang perlu dilakukan adalah adanya pemikiran
yang baru mengenai pemaknaan kembali batas keberadaan tanah absentee. Saat
ini seharusnya batas keberadaan tanah absentee bukan lagi antar kecamatan tetapi
antar kabupaten karena mengingat adanya perkembangan teknologi komunikasi,
transportasi dan semakin canggihnya metode pertanian.
Sehingga demikian peraturan mengenai larangan kepemilikan tanah pertanian secara
absentee yang dicantumkan dalam Pasal 3 (1) PP No. 224 Tahun 1961 disebutkan
bahwa:
Ayat (1)
Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan
letak tempat tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib
mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di kecamatan
tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan tempat letak tanah
tersebut.
Jika diredefinisikan pasalnya maka bunyinya adalah sebagai berikut:
1. Bagi pegawai swasta : “pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal diluar
kecamatan letak tanahnya berada, boleh memiliki tanah tersebut sepanjang
bermanfaat bagi orang disekitar letak tanah yang dimilik, dan menghindarkan
pemerasan.”
Penjelasan : jadi pemilikan tanah pertanian secara absentee tidak dilarang
sepanjang pengolahan tanah diserahkan kepada orang/penduduk disekitar letak
tanah tersebut.
2. Petani : “pemilik tanah yang bertempat tinggal diluar kecamatan letak tanahnya
berada boleh memiliki tanah sepanjang pekerjaan pokoknya adalah petani.”
Penjelasan : karena adanya alat transportasi dan saran infrastrukrur pada saat ini
pemilik tanah absentee tetap bisa mengerjakan tanahnya secara produktif
walaupun letak tanahnya di luar kecamatan dimana ia tinggal.
Pemaknaan kembali untuk larangan kepemilikan tanah pertanian secara
absentee pada saat ini didorong oleh adanya perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat saat ini. Pemaknaan kembali termasuk didalam pembaharuan hukum,
dimana perubahan hukum dan perubahan sosial merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain.16 Perubahan sosial merupakan langkah
utama yang menentukan terjadinya perubahan hukum, dimana hukum itu
difungsikan sebagai gejala sosial, yang apabila terjadi perubahan sosial maka akan
terjadi pula perubahan hukum menyertainya untuk memenuhi kebutuhan manusia
(masyarakat).17
Selain redifinisi untuk pengaturan tersebut, pemerintah juga harus
memikirkan mengenai pengaturan sanksi bagi para aparat yang membantu proses
kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Melihat fakta pada saat ini,
berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa di Desa Balesari Kecamatan
Bansari Kabupaten Temanggung aparat desa berani membantu proses kepemilikan
tanah pertanian tersebut karena belum ada sanksi yang nyata dan tegas bagi aparat
desa yang melakukan hal tersebut, padahal sudah jelas bahwa kepemilikan tanah
pertanian secara absentee itu dilarang.
Sedangkan untuk upaya penanggulangan kepemilikan tanah pertanian
secara absentee penulis setuju dengan pendapat yang dipaparkan oleh Prof. Dr.
16
17
Saifullah, Refleksi Sosilogi Hukum, (T. Tp: PT. Refika Aditama, 2007), hal: 31-34.
Ibid,.
Maria S.W. Sumardjono, SH., MCL., MPA. yang mengatakan bahwa untuk
menganggulangi kepemilikan tanah pertanian secara absentee adalah dengan
penanganan secara operasional. Dalam hal ini perlu dibedakan antara masalah
teknis administratif dan masalah yuridis. Apabila penyebab pemilikan tanah
absentee karena penggunaan KTP ganda, maka harus dicari upaya mengatasi hal
ini yang lebih bersifat teknis administratif. Namun untuk saat ini dengan adanya
E-KTP masalah KTP ganda menurut penulis sudah dapat teratasi.
Penanganan dari segi yuridis berkaitan dengan status tranah absentee
tersebut, yakni sudah bersertifikat atau belum. Apabila tanah tersebut sudah
bersertifikat(atas pemilik asli), maka pemindahan hak secara terselubung hanya
dapat diatasi dengan jalan mewujudkan peraturan perundang-undangan berkenaan
dengan Pemberian dan Penggunaan Kuasa di Bidang Pertanahan. Dengan adanya
peraturan tersebut, maka kepada setiap orang atau badan hukum yang memiliki
tanah absentee yang diperoleh melalui kuasa mutlak18 diharuskan melakukan
pemindahan dan pendaftaran haknya dalam jangka waktu tertentu, dengan
ketentuan apabila ketentuan ini dilanggar akan berakibat dibatalkannya surat
kuasa tersebut dan tanahnya ditetapkan menjadi tanah negara.19
18
Melalui kuasa mutlak, maka pemberi kuasa(sebenarnya penjual) memberikan kuasa yang tidak dapat
ditarik kembali kepada penerima kuasa(sebenarnya pembeli) yang diberi kewenangan untuk menguasai,
menggunakan, dan melakukan segala perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek
pemberian kuasa.
19
Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hal: 23
Download