PENGGUNAAN LEMBAR AMNION PADA ULKUS

advertisement
MDVI
Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 2-7
Artikel Asli
PENGGUNAAN LEMBAR AMNION PADA ULKUS PASIEN KUSTA
Prima Kartika Esti*, Sudarto Ronoatmodjo**
*) Peserta Program Magister Epidemiologi,
Departemen Epidemiologi FKM UI dan Staf Medis RS Kusta Dr. Sitanala.
**) Guru Besar, Staf Pengajar Departemen Epidemiologi FKM Universitas Indonesia
ABSTRAK
Kusta merupakan infeksi kronis yang disebabkan M. leprae. Sekitar 30% pasien kusta mengalami kerusakan
saraf berupa gangguan sensibilitas dan dapat memicu terbentuknya ulkus. Amnion memiliki efek biologis penting
untuk penyembuhan ulkus, misalnya: anti-inflamasi, anti-mikrobial, anti-fibrosis, anti-scarring, imunogenisitas
rendah, serta dipakai secara luas untuk penyembuhan ulkus. Penulis ingin melihat efek penggunaan amnion pada
penyembuhan ulkus pasien kusta/orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).
Dilakukan perawatan ulkus menggunakan lembar amnion, pada 10 pasien kusta aktif dan release from
treatment (RFT). Subyek adalah pasien Poliklinik Ulkus RS Sitanala yang diambil secara konsekutif.
Dilakukan pemeriksaan kondisi ulkus, dan dipilih ulkus sederhana. Evaluasi luas ulkus dilakukan setiap
minggu selama 4 minggu. Dihitung persentase penutupan ulkus dibandingkan dengan baseline. Sebagian
besar pasien berusia di atas 40 tahun, dengan lama ulkus 4 – 56 minggu.
Sebagian besar ulkus membaik dalam 1 minggu pertama. Perbaikan penutupan ulkus pada 9 ulkus,
setelah 1 minggu, antara 0 – 100% (rerata 18,3%, median 11,7%). Pada minggu IV tersisa 4 ulkus dengan
rerata keberhasilan penutupan ulkus 42.75%, median 33.9%. Pada minggu V tersisa 2 ulkus dengan
keberhasilan penutupan 47.7% dan 81.2%. Keberhasilan penutupan ulkus yang melewati 50% dapat dicapai
pada minggu II - V pada 4 dari 9 ulkus, atau sekitar 44,5%. (MDVI 2013; 40/1:2-7)
Kata kunci: kusta, OYPMK, ulkus, amnion, penyembuhan luka.
ABSTRACT
Leprosy is a chronic infection caused by M. leprae. About 30% of leprosy patients will experience
nerve damage causing loss of sensation leading to ulcer formation. Amniotic membrane has an important
biological effect in wound healing through anti-inflammation, anti-microbial, anti-fibrosis, anti-scarring, low
immunogenicity properties, and is widely used in wound healing. The objective of the study is to observe
amniotic membrane use in leprosy (or people affected by leprosy/PAL) ulcers. In May 2012, the author
promoted leprosy ulcer care using amniotic membrane in 10 patients. Subjects were consecutively recruited
from The Ulcer Clinic of RS Sitanala. Physical examinations of the ulcers were done, and simple ulcers were
chosen. Weekly evaluation of ulcer area was performed during 4 weeks observation. Percentages of
improvement were calculated compare to baseline condition. Most patients were aged above 40 years old
with ulcer duration 4 – 56 weeks.
Most ulcers showed improvement in the first week. Improvement of wound closure in 9 ulcers were 0 –
100% (mean 18,3%, median 11,7%) in week I. In week IV there were 4 ulcers left with the mean percentage
of improvement 42.75%, and median 33.9%. In week V, there were 2 ulcers left with percentage of
improvement 47.7% and 81.2%. The percentage of wound closure of more than 50% was achieved at week II V in 4 out of 9 ulcers, or approximately 44.5%. (MDVI 2013; 40/1:2-7)
Keyword: leprosy, PAL, ulcer, amnion, wound healing
Korespondensi:
Jl. Dr. Sitanala, Tangerang – Banten
Telp. 021-5523059
Email: [email protected].
2
P K Esti dan S Ronoatmodjo
PENDAHULUAN
Ulkus neuropati merupakan sequele terbanyak akibat
kusta, namun masih sedikit diketahui tentang aspek klinis
dan epidemiologinya.1,2 Kondisi ini dapat menyebabkan
disabilitas akibat deformitas dan/atau amputasi yang terpaksa
harus dilakukan pada tungkai atau lengan yang terkena.
Penyembuhan ulkus pada kusta merupakan hal yang
seringkali membuat frustasi pasien maupun dokter yang
merawat. Masalah tekanan mekanik merupakan penyebab
utama ulkus plantar pada pasien kusta sulit sembuh dan
sering kambuh. Meskipun stres mekanik merupakan
penyebab tersering penyembuhan Terhambat, banyak faktor
lain yang juga memperlambat penyembuhan ulkus. Ulkus
kusta sebagian besar berjalan kronis, dengan jaringan kalus
yang cukup tebal sehingga seringkali mengganggu proses
epitelialisasi saat penyembuhan ulkus.3,4 Dalam beberapa
tahun belakangan ini perkembangan pengetahuan tentang
ulkus meningkat cukup tajam, dan menghasilkan pilihan
terapi yang sangat beragam. Harus disadari bahwa pemilihan
terapi yang paling tepat untuk suatu jenis ulkus bukan hal
yang mudah. Diperlukan pengetahuan dan kerjasama
berbagai disiplin ilmu untuk menangani suatu jenis ulkus
secara komprehensif.
Ulkus didefinisikan sebagai hilangnya jaringan
yang lebih dalam dari stratum papilare dermis. Menurut
waktu kejadiannya ulkus dikategorikan sebagai ulkus akut
dan kronik. Ulkus kronik adalah ulkus yang diinduksi
oleh berbagai sebab dan gagal menyembuh dalam waktu
yg seharusnya. Batasan yang banyak disepakati para ahli
adalah 3 – 4 bulan.3,5,6
Saat ini di RS Kusta Sitanala, perawatan ulkus kusta
masih dilakukan dengan cara konvensional, yaitu ulkus
dibersihkan setiap hari, direndam selama 20 menit untuk
membantu melunakkan kalus, kemudian bagian kulit yang
menebal digosok dengan batu apung. Ulkus kemudian
dibersihkan dengan savlon® dan dibilas dengan NaCl 0,9%.
Dilakukan debridement bila perlu, kemudian dibersihkan
kembali dengan savlon dan NaCl. Selanjutnya ulkus ditutup
kain kasa yang dibasahi cairan antiseptik dan ditutup dengan
kasa gulung. Pada ulkus yang eksudatif dilakukan kompres
terbuka untuk mengurangi eksudat.7 Perawatan ulkus
tersebut dilakukan setiap hari. Konsekuensi dari cara
perawatan ini, antara lain lama perawatan makin panjang
dan biaya perawatan ulkus juga makin tinggi.
Lembar amnion sudah dipakai sebagai membran biologis untuk mengobati ulkus bakar dan ulkus kulit. Saat ini,
hasil terapi yang baik sudah dilaporkan dalam penggunaannya
pada penyakit konjungtival serius, misalnya ulkus karena
bahan kimia, pemfigoid okular dan sindrom Stevens Johnson.
Amnion manusia diduga kaya akan berbagai zat yang dapat
membantu penyembuhan ulkus. Pada awalnya selaput amnion
manusia digunakan untuk kasus bedah dan ulkus, dengan
tujuan untuk mempercepat penyembuhan, namun pada saat ini
Lembar amnion untuk ulkus kusta
sedang diupayakan dapat digunakan juga untuk ulkus
kronis dengan dasar penyakit dermatologis.3,8
Sejak tahun 1990, Bank Jaringan RSU Dr. Sutomo,
Surabaya sudah mengembangkan produk selaput amnion
kering sebagai biomaterial. Penulis mencoba penggunaan
lembar amnion yang diproduksi bank Jaringan RSU Dr.
Sutomo untuk mempercepat penyembuhan ulkus kronis
pada pasien dan orang yang pernah mengalami kusta yang
sedang dirawat di RS Kusta Dr. Sitanala. Rumah Sakit
Kusta Sitanala memiliki Polikinik Luka yang merupakan
tempat melakukan perawatan ulkus pada kusta. Kunjungan
Poliklinik Luka tahun 2011 mencapai 6402 pasien yang
sebagian besar merupakan kunjungan lama. Dalam sehari
Poliklinik Luka melayani sekitar 10 pasien yang berasal
dari ruang rawat inap maupun rawat jalan. Sebagian besar
pasien akan menjalani perawatan setiap hari dengan
kisaran lama perawatan 1- 3 bulan. 9
Laporan kasus ini bertujuan untuk menggambarkan
hasil penutupan ulkus pada pasien kusta yang dirawat
menggunakan lembar amnion produksi bank jaringan RSU
Dr. Sutomo, Surabaya.
BAHAN DAN CARA
Di RS Kusta Dr. Sitanala pada bulan Mei 2012 telah
dilakukan perawatan ulkus pasien kusta menggunakan
lembar amnion pada sepuluh pasien kusta aktif maupun
sudah menyelesaikan pengobatan (Release From Treatment/
RFT). Terdapat 3 pasien dengan jumlah ulkus lebih dari 1,
sehingga total jumlah ulkus yang dirawat menggunakan
lembar amnion adalah 13. Pasien dipilih berdasarkan jenis
ulkusnya, yaitu ulkus sederhana – tanpa penyulit, misalnya
osteomielitis atau gangren yang harus ditangani secara
khusus. Dilakukan pengukuran luas ulkus dengan menggunakan rumus: (diameter terpanjang+diameter terpendek)
x 0,785. 10
Pertama ulkus dibersihkan dengan larutan savlon® dan
dibilas dengan NaCl fisiologis, lalu dilakukan debridement
mekanik. Kemudian ulkus dibersihkan kembali dengan
savlon® dan NaCl fisiologis.7 Setelah ulkus dikeringkan,
lembar amnion steril ditempelkan pada permukaan ulkus
hingga menutupi seluruh permukaan ulkus sampai tepi
ulkus. Ulkus kemudian ditutup dengan kasa yang dibasahi
cairan antiseptik dan dibebat dengan kasa gulung. Pasien
dipesan untuk menjaga balutan agar tetap bersih dan
kering. Pasien datang setiap hari ke poli ulkus untuk
dilihat kondisi balutan. Balutan yang lepas, kotor, atau
basah segera diganti. Lembar amnion tetap menempel
pada ulkus selama 1 minggu. Setelah satu minggu, ulkus
kembali dibuka dan dibersihkan dengan cara yang sama,
dan lembar amnion diganti yang baru. Dilakukan penilaian
klinis dan pengukuran ulkus.
3
MDVI
Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 2-7
HASIL
menyelesaikan pengamatan selama 5 minggu karena lembar
amnion habis. Karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel 1.
Karakteristik pasien
Penutupan ulkus
Usia pasien berkisar antara 29 – 67 tahun dengan
sebagian besar pasien berusia di atas 40 tahun. Dua dari 10
pasien adalah perempuan dengan umur 29 dan 30 tahun.
Delapan pasien sudah RFT, sedangkan 2 lainnya adalah
pasien morbus Hansen (MH) jenis multibasiler yang masih
dalam terapi Multi Drug Treatment (MDT). Satu orang
mengalami ulkus karena reaksi ENL yang dialami, sedangkan pada pasien lainnya ulkus terjadi karena neuropati dan
anestesi yang dialami. Satu orang pasien tidak meneruskan
terapi setelah pengukuran baseline, karena lokasi yang
menyulitkan pembalutan (gluteus) dan satu orang lagi karena
pulang paksa. Dua orang pasien drop out pada minggu
ketiga juga karena pulang paksa. Subyek lain tidak
Sebagian besar ulkus memberi respons perbaikan
dalam 1 minggu pertama dengan persentase penutupan
ulkus (dibandingkan dengan ukuran ulkus pada baseline)
bervariasi. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 2.
Dari 9 lokasi ulkus, setelah 1 minggu pemakaian terdapat
perbaikan penutupan ulkus antara 0 – 100% (rerata 18,3%
dan median 11,7%). Pada minggu IV tersisa 4 ulkus
dengan rerata keberhasilan penutupan ulkus 42.75% dan
median 33.9%. Pada minggu V tersisa 2 ulkus dengan
keberhasilan penutupan 47.7% dan 81.2%. Keberhasilan
penutupan ulkus yang melewati 50% dapat dicapai pada
minggu II - V setelah pemakaian amnion pada 4 ulkus
dari 9 ulkus yang diamati, atau sekitar 44,5%.
Tabel 1. Karakteristik pasien
No.
subyek
Sex, umur (th)
jenis kusta
lama ulkus
(minggu)
Lokasi ulkus
Keterangan
1
laki-laki, 56
RFT
6
1/3 distal kruris dekstra
2
laki-laki, 54
RFT
5
Plantar medial pedis dekstra
3
laki-laki, 60
RFT
6
Stump below knee kruris dx dan pedis sinistra
4
laki-laki, 65
MB
8
Gluteus
5
Perempuan, 29
RFT
4
Plantar pedis dekstra
6
laki-laki, 42
RFT
20
Lateral plantar pedis sinistra
7
laki-laki, 48
RFT
56
Pedis
8
laki-laki, 67
RFT
28
Kalkaneus
9
Perempuan, 30
MB
4
Dagu dan pipi
10
laki-laki, 54
RFT
16
Tungkai bawah
MDT MB
Reaksi ENL
Tabel 2. Hasil pengukuran ulkus setelah mendapat selaput amnion, dibandingkan terhadap baseline.
No.
subyek
1
2
3
3
4
4
5
6
7
8
9
9
10
4
lokasi
1/3 distal kruris
dekstra
plantar medial
pedis dekstra
stump below knee
kruris dekstra
pedis sinistra
gluteus
gluteus
plantar pedis
dekstra
lateral plantar
pedis sinistra
pedis
Kalkaneus
Pipi
Dagu
tungkai bawah
luas base
line
5.5
minggu II
5.89
5.49
6.79
5.89
6.67
2.75
7.46
6.28
15.82
5.25
29.62
4.9
34.32
3.9
47.72
7.07
7.065
0.07
4.87
31.12
1.73
75.53
1.33
81.19
2.36
3.14
5.1
2.36
76
1.96
3.14
4.5
0
9.02
16.95
0.00
11.76
100.00
11.66
1.02
2.5
56.78
20.38
1.57
2.27
33.47
27.71
9.81
3.92
5.4
% (penutupan
thd baseline)
1.82
minggu
III
%
minggu
IV
%
minggu
V
%
1.96
P K Esti dan S Ronoatmodjo
DISKUSI
Salah satu keunggulan penggunaan amnion, adalah
jarang menimbulkan reaksi penolakan jaringan.3,8,11 Membran amnion manusia merupakan lapisan terdalam plasenta
dan bagian dari kavum amnion. Amnion terdiri atas selapis
sel epitel, membran basal, dan matriks jaringan penunjang.
Donor amnion yang eligible adalah ibu hidup yang baru
melahirkan bayi hidup dengan operasi caesar elektif.11
Membran plasenta dan cairan amnion merupakan sumber
sel punca. Sel punca dari membran plasenta dan cairan
amnion yang mendukung perkembangan fetus merupakan
subyek penelitian intensif belakangan ini karena kemampuan plastisitasnya, serta kemampuan untuk berdiferensiasi
menjadi berbagai jenis jaringan sehingga memungkinkan
penggunaan klinis yang luas. Dari berbagai jurnal yang
dipublikasi, secara umum keberhasilan penggunaan amnion
oleh klinisi pada berbagai jenis ulkus cukup memuaskan.
Lembar amnion cukup aman dan efektif untuk dipakai
pada berbagai jenis ulkus dengan risiko penolakan
jaringan yang rendah.11
Lo Venetia menggunakan selaput amnion manusia
secara graft pada pasien epidermolisis bulosa dengan hasil
yang baik.1 Selaput amnion manusia diduga mengandung
materi biologis yang dapat mencegah terbentuknya keloid,
mengurangi peradangan, dan dapat menghambat infeksi,
sehingga mempercepat penyembuhan ulkus. Amnion
memiliki efek biologis yang penting untuk penyembuhan
ulkus, antara lain: anti-inflamasi, anti-mikrobial, antifibrosis, anti-scarring, serta imunogenisitas rendah. Keuntungan lain adalah harga yang relatif murah, ketersediaan
bahan baku melimpah, efektivitas, stabilitas, serta mudah
digunakan untuk perawatan ulkus.11 Penggunaan klinis
allograf membran amnion manusia cukup luas, mulai dari
prosedur oftalmologi sampai rekonstruksi jaringan lunak
seperti pada ulkus bakar, tata laksana ulkus, serta ulkus
kronik diabetes. Bentuk yang lebih modern dari amnion ini
adalah penggunaan ekstrak plasenta yang diketahui dapat
mempercepat fibrogenesis dan angiogenesis, sehingga efektif
jika digunakan sebagai terapi topikal dalam tata laksana
ulkus kronis, termasuk ulkus bakar yang luas.8,11,12 Hidayat
(1999) meneliti perbandingan hasil pengobatan ulkus plantar
sederhana pada pasien kusta dengan kasa amnion di RS
Kusta Sitanala dengan hasil baik. Tingkat kesembuhan pada
usia 15 – 40 tahun sebesar 85,7% dan pada usia 41 – 60
tahun sebesar 83,3%. 13
Keberhasilan penutupan ulkus pada pasien kusta
dengan menggunakan amnion pada laporan ini bervariasi
antara 47,7% - 81,2% dalam 4 minggu. Hasil yang serupa
disampaikan oleh Shah AP, pada penelitian menggunakan
amnion pada 10 ulkus diabetes mendapatkan keberhasilan
kesembuhan sebesar 80%.14 Mermet, dkk. (2007) yang
meneliti penggunaan amnion pada ulkus venosum tungkai
mendapatkan respons klinis yang bermakna pada 12
(80%) dari 15 pasien. Luas permukaan ulkus secara ber-
Lembar amnion untuk ulkus kusta
makna berkurang dari 4.59 ± 2.49 cm2 pada baseline,
menjadi 2.91 ± 2.01cm2 pada hari ke-30.12 Sedangkan
Hidayat (1999) mendapatkan keberhasilan penutupan
ulkus plantar sederhana pasien kusta pada usia 15 – 40
tahun sebesar 85,7% dan pada usia 41 – 60 tahun sebesar
83,3%. 13
Keberhasilan penutupan ulkus pada pasien kusta
dengan cara standar menurut penelitian Barreto (2010),
dalam 12 minggu adalah sebesar 16,98% dibandingkan
baseline. Pada penelitiannya, Barreto menggunakan perawatan rutin dengan cairan NaCl 0,9% untuk membersihkan
ulkus dan aplikasi topikal krim hidrofilik silver sulfadiazine
1%.15 Jika dibandingkan dengan cara standar, yaitu ulkus
dirawat dengan cairan antiseptik atau sediaan topikal
misalnya salap asam salisilat atau zink oksida tampaknya
penggunaan amnion dapat mempercepat penutupan ulkus.
Pada laporan ini lokasi ulkus terbanyak adalah di
daerah ekstremitas bawah dengan lama ulkus berkisar antara
4 – 56 minggu. Penyebab ulkus tidak ditelusuri lebih lanjut.
Galahaut (2005) mendapatkan bahwa pada 90% kasus
penyebab pasti ulkus tidak dapat ditentukan karena pasien
tidak menyadari kapan timbulnya. Hal tersebut mungkin
terjadi karena trauma minor atau tekanan berulang yang
tidak disadari pada telapak kaki atau tangan yang anestesi.1,3,6
Penyebab ulkus pada pasien kusta, antara lain: ulkus
dekubitus atau pressure ulcer, ulkus karena trauma berulang,
pecahnya nodus pada ENL, serta keganasan. Secara umum
terbentuknya ulkus pada pasien kusta adalah akibat neuropati
yang menyebabkan kerusakan fungsi saraf sensoris, motoris,
maupun otonom. Ulkus neuropati juga merupakan salah satu
penyebab ulkus pada pasien diabetes, yang patogenesisnya
lebih kompleks karena disertai kelainan vaskular.5,16 Keterlambatan diagnosis, keterbatasan terapi yang sesuai dan
kegagalan manajemen reaksi kusta berperan serta pada
kerusakan saraf dan terbentuknya ulkus neuropati pada
pasien kusta.10
Pada laporan ini, hanya 1 ulkus yang berada pada
plantar pedis dengan hasil pengobatan yang tidak terlalu
baik, karena tekanan berulang tetap terjadi pada lokasi ulkus,
sehingga menghambat penyembuhan. Ulkus plantar merupakan kecacatan yang paling sering ditemukan pada kusta
dengan angka kejadian sekitar 10 – 20%.1 Anestesi pada
plantar, berjalan tanpa proteksi, kualitas skar pada penyembuhan ulkus yang buruk, serta infeksi fokal merupakan
penyebab kekambuhan ulkus plantar paling banyak.1, 10
Ulkus pada 1 pasien berasal dari pecahnya nodul ENL
yang diderita sejak 1 bulan sebelum terapi. Penutupan
ulkus yang cukup dramatis terlihat setelah pemakaian
amnion selama 1 minggu (subyek nomor 9). Banyak faktor
yang mendukung cepatnya kesembuhan ulkus pada pasien
ini, antara lain usia yang relatif muda, lokasi di daerah dagu
dengan vaskularisasi cukup baik dan bukan merupakan
weight-bearing area, serta lama ulkus yang “baru” 4
minggu. Penyembuhan ulkus pada pasien ENL yang
mendapat terapi steroid secara teori akan lebih lambat.
5
MDVI
Penggunaan obat-obat tertentu, misalnya steroid, anti
inflamasi non-steroid (AINS), obat antineoplastik dan
imunosupresif juga mempengaruhi keberhasilan penyembuhan ulkus.3,6 Namun pada pasien ini, walaupun mendapat
steroid untuk mengatasi ENL, penyembuhan ulkusnya
tampak cukup cepat.
Penelitian kohort terhadap ulkus neuropati pada kaki
pasien diabetes oleh Margolis DJ, dkk (2002) mendapatkan
bahwa ulkus yang lebih sukar sembuh didapatkan pada ulkus
yang lebih lama, ulkus yang luas, ulkus multipel, dan ulkus
dengan grading lebih tinggi (menggunakan skala grading
Curative Health Services/CHS). 16
Masa penyembuhan ulkus pada kusta cukup lama.
Masalah tekanan mekanik merupakan penyebab utama ulkus
plantar pada pasien kusta sehingga sulit sembuh dan sering
kambuh. Meskipun tekanan mekanik merupakan penyebab
tersering terhambatnya penyembuhan ulkus, banyak faktor
lain yang juga memperlambat penyembuhan ulkus. Kekurangan suplai oksigen dan kekurangan vitamin C menyebabkan keterlambatan perbaikan jaringan. Diketahui pula
bahwa kekurangan vitamin A menghambat re-epitelialisasi.
Kekurangan protein yang menyebabkan kurangnya asam
amino sebagai materi pembentuk jaringan granulasi yang
diperulkasn pada penyembuhan ulkus juga merupakan faktor
penghambat yang lain. Kekurangan protein juga dapat
menurunkan resistensi terhadap infeksi. Kekurangan trace
element, terutama seng dan tembaga juga terbukti menghambat penyembuhan ulkus.6,10 Pada laporan ini, penulis
tidak mengumpulkan data kekurangan zat gizi pada pasien.
Ulkus kusta sebagian besar berjalan kronis, dengan
jaringan kalus yang cukup tebal sehingga seringkali mengganggu proses epitelialisasi saat penyembuhan ulkus. Faktor
lain yang harus diperhatikan, antara lain adanya anemia,
hipoksia, edema, merokok, serta penggunaan obat-obat
tertentu, misalnya steroid, AINS, obat antineoplastik dan
imunosupresif.3,6
Pendekatan yang dilakukan pada tata laksana ulkus
harus multidisipliner mengingat banyaknya faktor dan
kondisi yang mempengaruhi. Pendekatan dasar yang dilakukan meliputi berbagai hal, antara lain: anamnesis dan
pemeriksaan fisis untuk menilai kemungkinan etiologi,
mengatasi infeksi, debridement, pemilihan dressing yang
tepat serta pertahankan kondisi lembab, dan penggunaan
ajuvan (misalnya penggunaan faktor pertumbuhan, penggunaan amnion, laser diode, terapi okgisen hiperbarik, dan
sebagainya).3,5,6
KESIMPULAN
Penggunaan lembar amnion pada 10 pasien dan/ atau
Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dengan
ulkus cukup baik. Selama masa pengamatan tidak ditemukan
efek samping maupun infeksi. Nampaknya penutupan ulkus
terjadi lebih cepat pada penggunaan amnion, jika diban-
6
Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 2-7
dingkan dengan hasil penelitian Barreto yang menggunakan
perawatan standar.15 Lokasi ulkus dan luas ulkus mungkin
saja berpengaruh terhadap keberhasilan penutupan ulkus.
Namun demikian, untuk dapat menyimpulkan dibutuhkan
penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak dan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gahalaut P, Pinto J, Pai GS, Kamath J, Joshua TV. A novel
treatment for plantar ulcers in leprosy: local superficial
flaps. Lepr Rev. 2005; 76: 220–31.
2. Data Kusta Nasional tahun 2011,Subdit Kusta dan
Frambusia, Ditjen P2PL, Kementerian Kesehatan RI.
3. Listiawan MY. Basic Principle for the Treatment of Skin
Ulcer in Dermatovenereology. Dalam: Gunawan H, Dwiyana
RF, penyunting. Multidisciplinary Approrch to Skin Ulcer
2012. Bandung: Departemen IKKK FK Universitas
Padjajaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan Perdoski
Cabang Bandung; 2012. h.115-31.
4. Reinar LM, Forsetlund L, Bjorndal A, Lockwood D. Interventions for skin changes caused by nerve damage in leprosy.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2008, Issue 3. Art.
No.: CD004833. DOI: 10.1002/ 14651858. CD004833.pub3.
The Cochrane Collaboration. Published by JohnWiley &
Sons, Ltd. 2008.
5. Perdanakusuma DS. Comprehensive Management of Skin Ulcer.
Dalam Gunawan H, Dwiyana RF, penyunting. Multidisciplinary
Approrch to Skin Ulcer 2012. Bandung: Departemen IKKK FK
Universitas Padjajaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan
Perdoski Cabang Bandung; 2012. h.140-7.
6. Shai A, Maibach HI. Wound Healing and Ulcers of the Skin.
Diagnosis and therapy – the practical approach. Berlin:
Springer; 2006. Hal:1-48.
7. Standar Operasional Prosedur perawatan ulkus di RS Kusta
Dr. Sitanala, tahun 2012.
8. Kubo M, Sonoda Y, Muramatsu R, Usui M. Immunogenicity
of Human Amniotic Membrane in Experimental Xenotransplantation. Department of Ophthalmology, Tokyo Medical
University, Tokyo, Japan. Presented at the annual meeting of
the Association for Research in Vision and Ophthalmology,
Fort Lauderdale, Florida, May 1999.
9. Data Poli Kusta, tahun 2011. RS Kusta dr. Sitanala, Tangerang.
10. Cross H. Wound Care for People Affected by Leprosy A
Guide For Low Resource Situations. American Leprosy
Missions. Regional Consultant for Prevention of Impairments
and Disabilities (Asia). Greenville, SC 29601, South Carolina
11. Monograph. The science of amniotic tissue for wound
covering. Vicksburg, Pike: AFcell, 2009. Available at
www.AFcellMedical.com.
12. Mermet I, Pottier N, Sainthillier JM, Malugani C, CaireyRemonnay S, Maddens S, et al. Use of amniotic membrane
transplantation in the treatment of venous leg ulcers. Wound
Rep Reg. 2007; 15: 459-64.
13. Hidayat S. Perbandingan hasi pengobatan topikal ulkus
plantar sederhana pada pasien kusta dengan kassa amnion
dan salap seng oksida di RSK Sitanala, Tangerang. Tesis.
Program Pendidikan Dokter Spesialis, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1999.
P K Esti dan S Ronoatmodjo
14. Shah AP. Human amniotic membrane allograft for treatment
in diabetic wound care management – Epifix. Foot & Ankle
of West Georgia, Columbus, GA; St Francis Wound Care
and Hiperbaric center, Columbus GA. Availablle from:
www.mimedx.com
15. Bareto JG, Salgado CG. Clinic-epidemiological evaluation
of ulcers in patients with leprosy sequelae and the effect of
Lembar amnion untuk ulkus kusta
low level laser therapy on wound healing: a randomized
clinical trial. BMC Infect Diseases. 2010; 10: 237.
16. Margolis DJ, Hoffstad O, Allen-Taylor L, Berlin JA.
Diabetic neuropathic foot ulcers, the association of wound
size, wound duration, and wound grade on healing. Diabetes
Care. 2002; 25: 1835-9.
7
Download