Penerapan Model Numbered Heads Together pada Pembelajaran

advertisement
PENERAPAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI H. WUKIRSARI TAHUN
PELAJARAN 2015/2016
Oleh
Ari Novarina 1, Dr. Fadli, M. Pd. 2, Dona Ningrum, M. Pd.3
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa
kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari setelah penerapan model Numbered Heads Together
Tahun Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain Pretest and Post-test group. Populasinya seluruh siswa kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari
Tahun Pelajaran 2015/2016 berjumlah 141 siswa dan sebagai sampel kelas VII.D yang
diambil secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Data yang terkumpul
dianalisis dengan menggunakan uji t. Berdasarkan hasil analisis data dengan taraf signifikan α
= 0,05 diperoleh thitung (5,54) > ttabel (1,699), sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika siswa kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari setelah diterapkan metode Numbered
Heads Together secara signifikan sudah tuntas. Rata-rata hasil belajar siswa sebesar 81,37 dan
persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 90%.
Kata Kunci:
Pembelajaran Matematika, Numbered Heads Together, Hasil Belajar
Matematika.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan semua usaha ataupun perbuatan yang dilakukan setiap
manusia agar dapat memenuhi fungsi hidupnya dan selalu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi. Menurut Samani (2011:67) “pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu
dibutuhkan tenaga-tenaga pendidik yang handal dan profesional sehingga peserta didik
akan mampu bersaing di dunia pendidikan.
Menurut Daryanto dan Mulyo (2012:240) “matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan
1
Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau
Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
2,3
berpikir logis, analitis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Menurut Trianto (2010:
89) “tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun
bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami
oleh subjek didik”.
Berdasarkan pengamatan di SMP Negeri H. Wukirsari dalam proses kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan di kelas, bidang studi eksak mendapat respon yang kurang baik
dari siswa terutama bidang studi matematika.Matematika merupakan bidang studi yang
kurang diminati diantara bidang studi yang lain. Hal tersebut yang membuat prestasi belajar
siswa dibidang studi matematika masih rendah, karena dibenak siswa sudah tertanam
perasaan ketidak mampuan yang tentunya membuat motivasi belajar mereka menjadi
menurun. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:43) “motivasi mempunyai kaitan yang
erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu
cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk
mempelajari bidang studi tersebut”.
Dalam upaya meningkatkan motivasi siswa untuk belajar matematika guru memiliki
peran yang penting. Guru mempunyai tanggung jawab dalam menyusun sistem
pembelajaran yang cocok dengan tahap-tahap belajar bidang studi dan keadaan kelas yang
sebenarnya. Oleh karena itu guru matematika perlu mengembangkan dan memahami
berbagai keterampilan dalam mengajar serta guru juga memiliki peranan yang sangat
penting untuk menciptakan suasana yang menarik dan nyaman, agar siswa tidak mengalami
kebosanan dalam belajar matematika.
Berdasarkan hasil observasi awal menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan harian
siswa kelas VII SMP Negeri H.Wukirsari tahun ajaran 2015/2016, pada mata pelajaran
matematika masih rendah.Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan adalah
sebesar 73. Dari 141 siswa, sebanyak 48 siswa atau 34,04% sudah memenuhi nilai KKM,
tetapi sebanyak 93 siswa atau 65,96% siswa belum mendapat nilai di atas KKM yang telah
ditetapkan di SMP Negeri H. Wukirsari.
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi faktor permasalahan adalah ketidak aktifan
siswa dalam belajar karena kurangnya variasi strategi pembelajaran yang digunakan oleh
guru. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:62) “peranan guru mengorganisasikan
kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat
didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan didalam kondisi yang ada”. Pemberian strategi
pembelajaran yang bervariasi membuat siswa lebih antusias dalam meningkatkan perhatian
dan membangkitkan kemauan untuk belajar matematika. Salah satu cara dalam
mengatasinya adalah menggunakan metode pembelajaran kooperatif Numbered Heads
Together. Menurut Taniredja (2011:56) pembelajaran kooperatif merupakan metode
pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Menurut Hamdayama (2014:175) Numbered Head Together (NHT) atau penomoran
berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap sumber struktur kelas
tradisional. Menurut Trianto (2010:82) Numbered Heads Together terdiri dari tahap
penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama dan menjawab.
Mengadakan penelitian eksperimen dengan judul “Penerapan Model Numbered
Heads Together pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari
Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Landasan Teori
Menurut Trianto (2010:82), Numbered Heads Together adalah jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif
terhadap struktur kelas tradisional. Sedangkan menurut
Hamdayama (2014:175)
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang memengaruhi pola interaksi siswa dan
sebagai alternatif terhadap sumber struktur kelas tradisional. Selain itu, teknik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
Menurut Mulyatiningsih (2011:227) model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar yang akan diberikan untuk mencapai tujuan tertentu
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Numbered
Heads Together adalah pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan mendorong siswa untuk meningkatkan kerja sama dalam
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Langkah-langkah yang akan digunakan untuk pembelajaran dengan Numbered
Heads Together adalah:
1) Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai dengan kompetensi
yang akan dicapai.
2) Guru membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil memiliki kemampuan yang
berbeda, terdiri dari tiga sampai lima orang.setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor.
3) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
4) Siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan jawaban yang dianggap paling
benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui
jawaban dari tugas yang diberikan oleh guru.
5) Guru memanggil salah satu nomor secara acak dan siswa dengan nomor yang sama
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
6) Kemudian guru memanggil nomor lain.
7) Guru memfasilitasi siswa untuk membuat rangkuman dan memberikan penegasan
pada akhir pembelajaran.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu.
Metode eksperimen semu yaitu eksperimen yang sering dipandang sebagai eksperimen
tidak sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut juga dengan istilah “Quasy Exsperiment”
(Arikunto, 2010:123). Menurut Arikunto (2010:90), desain penelitian adalah rencana atau
rancangan yang dibuat peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan dilaksanakan.
Design ekperimen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk Pre-test
and Post-test Group. Dalam design ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum
eksperimen dan sesudah eksperimen. Pola design Pre-test and Post-test Group menurut
Arikunto (2010:124) adalah sebagai berikut :
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa saja yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian” (Arikunto, 2010:161). Selain itu, Sugiyono (2010:2), mengemukakan
bahwa variabel merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya. Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah
model kooperatif tipe NHT, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar matematika
siswa kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan yaitu tanggal 07 April 2016 sampai 30 Mei 2016 di
SMP Negeri H.Wukirsari tahun pelajaran 2015/2016. Sebelum pelaksanaan penelitian
dimulai, terlebih dahulu peneliti melakukan uji coba instrumen di VIII.C pada tanggal
11 April 2016 yang berguna untuk mengetahui kualitas soal yang akan digunakan
sebagai alat pengumpul data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data
yang berasal dari hasil pre-test dan post-test siswa kelas VII semester genap tahun
pelajaran 2015/2016, yaitu kelas VII D.
sebagai kelas eksperimen dengan model
Numbered Heads Together .
Hasil penelitian diperoleh jumlah semua siswa kelas VII adalah 141 yang terdiri
dari lima kelas. Setelah diadakan pemilihan sampel secara acak melalui pengundian,
terpilih kelas VII.D dengan jumlah 30 orang terpilih sebagai kelas sampel dimana kelas
tersebut akan diberi perlakuan dengan model kooperatif tipe Numbered Heads Together
.
Pelaksanaan penelitian diawali dengan pemberian tes awal (pre-test) dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dengan
menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Kemudian setelah
kemampuan awal diketahui, dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan
sebanyak tiga kali pertemuan. Pada akhir penelitian dilakukan test akhir
(post-test)
untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pemberian perlakuan dengan menggunakan
model kooperatif tipe Numbered Heads Together.
1.
Kemampuan Awal Siswa
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pemberian tes awal (pre-test) yang
berguna untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi segi empat. Kemampuan
awal siswa merupakan kemampuan kognitif siswa sebelum mengikuti pembelajaran.
Pada awal penelitian ini dilakukan tes awal (pre-test) pada tanggal 11 Mei 2016 yang
diikuti oleh siswa kelas VII.D dengan jumlah 30 orang. Berdasarkan hasil perhitungan
nilai pre-test (Lampiran C), rekapitulasi data hasil pre-test dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut.
Tabel 4.1
̅) dan Simpangan Baku (s) Hasil Pre-Test
Nilai Rata-rata (𝒙
Data
Pre-test
Nilai Rata-
Simpangan
Nilai
Nilai
̅)
rata (𝒙
Baku (s)
Tertinggi
Terendah
18,63
8,62
34
3
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai (𝑥̅ ) sebesar
18,63 dan simpangan bakunya sebesar 8,62. Dengan nilai tertinggi 34 dan nilai
terendah 3.Tidak ada siswa yang mendapat nilai ≥ 73 (KKM), sedangkan siswa yang
mendapat nilai < 73 adalah 30 orang. Jadi secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa
hasil pre-test siswa sebelum diterapkan model kooperatif tipe Numbered Heads
Together termasuk kategori belum tuntas, karena rata-rata nilainya kurang dari KKM
yang ditetapkan yaitu sebesar 73 (𝑥̅ < 73).
2.
Kemampuan Akhir Siswa
Kemampuan akhir siswa adalah kemampuan kognitif siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran materi segi empat. Pada akhir penelitian ini dilakukan tes akhir
(post-test) pada tanggal 20 Mei 2016 yang diikuti oleh siswa kelas VII.D dengan
jumlah 30 orang. Pemberian post-test berfungsi untuk mengetahui kemampuan akhir
siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe
Numbered Heads Together.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai post-test (Lampiran C), rekapitulasi data
hasil post-test dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
Data Hasil Post-test
Nilai
Rata-rata
Simpangan
baku
81,24
8,62
Siswa yang
tuntas
27 orang
(90%)
Siswa yang
tidak tuntas
3 orang
(10%)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai (𝑥̅ ) sebesar
81,24 dan simpangan bakunya sebesar 8,62. Siswa yang mendapat nilai < 73 (tidak
tuntas) sebanyak 3 siswa (10%) dan yang mendapat nilai ≥ 73 (tuntas) sebanyak 27
siswa (90%). Jadi secara deskriptif dapat dikatakan bahwa hasil post-test siswa
setelah pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe Numbered Heads
Together termasuk dalam kategori tuntas.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan, satu kali pertemuan untuk test
awal (pre-test), tiga kali pertemuan proses pembelajaran menggunakan model kooperatif
tipe Numbered Heads Together dan satu kali pertemuan untuk tes akhir (post-test).
Pemberian pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi segi
empat sebelum diberikan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe
Numbered Heads Together yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tidak ada siswa yang mendapat nilai
lebih dari 73 (tuntas) dalam tes awal. Rata-rata (𝑥̅ ) nilai secara keseluruhan sebesar 18,63.
Jadi dapat dikatakan bahwa hasil tes awal siswa sebelum diterapkan pembelajaran dengan
menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together termasuk kategori belum
tuntas, karena nilai rata-ratanya kurang dari 73 (𝑥̅ <73). Hal ini disebabkan karena siswa
belum pernah diberikan materi segi empat serta siswa belum memahami konsep sehingga
belum mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Setelah pemberian tes awal (pre-test)
kelas VII.D diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif
tipe Numbered Heads Together sebanyak tiga kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama, peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara belajar dengan
menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Setelah materi
dijelaskan, kemudian siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil sebanyak sembilan
kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. Setiap kelompok terdiri dari
empat orang siswa yang heterogen berdasarkan kemampuan siswa dan jenis kelamin.
Dalam satu kelompok, tidak ada yang laki-laki semua atau perempuan semua. Untuk
kemampuan siswa di ambil dari data hasil ulangan-ulangan sebelumnya yang didapat dari
guru mata pelajaran matematika kelas VII.D yang telah diurutkan. Setiap kelompok terdiri
dari satu orang berkemampuan tinggi, dua orang berkemampuan sedang dan satu orang
berkemampuan rendah.
Pada pertemuan pertama materi yang dibahas adalah persegi dan persegi panjang.
Pada pertemuan pertama ini masih ada sebagian siswa yang mengalami kesulitan dalam
proses pembelajaran. Pada saat diskusi masih ada siswa yang malu-malu untuk
mengemukakan pendapatnya pada anggota yang lain pada kelompoknya. Apalagi pada
saat nomornya dipanggil sebagian siswa masih ada yang malu-malu dan kurang percaya
diri untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Padahal satu dari beberapa
kelebihan model kooperatif tipe Numbered Heads Together menurut Hamdayama
(2014:177) adalah melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat
orang lain.Hal ini dikarenakan metode pembelajaran ini dirasakan siswa sebagai hal yang
baru dan memerlukan penyesuaian terlebih dahulu.
Pada pertemuan kedua materi yang dibahas adalah jajargenjang dan belah ketupat.
Pada pertemuan ini siswa mulai terbiasa belajar dalam kelompok. Siswa yang malu-malu
untuk belajar dalam kelompok sudah mulai berkurang. Siswa lebih aktif didalam proses
pembelajaran, setiap siswa berusaha untuk mencari jawaban yang paling tepat dari tugas
yang diberikan. Begitu juga pada saat nomornya dipanggil, siswa lebih percaya diri dan
tidak merasa malu-malu lagi untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan
kelas. Pada pertemuan ini, peneliti tidak lagi membagi siswa dalam kelompok-kelompok
kecil. Padahal, satu dari beberapa langkah-langkah model kooperatif tipe Numbered
Heads Together menurut Mulyatiningsih (2011:284), peserta didik dibagi menjadi
beberapa kelompok, setiap anggota kelompok mendapat nomor. Hal ini dikarenakan
pembagian kelompoknya memanfaatkan pembagian kelompok pada pertemuan pertama
sehingga peneliti tidak lagi membagi kelompok.
Pada pertemuan ketiga, siswa semakin tertarik dan berminat dalam pembelajaran
dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Pada pertemuan
ini membahas materi tentang layang-layang dan trapesium Pembagian kelompok pada
pertemuan ketiga ini juga memanfaatkan pembagian kelompok pada pertemuan pertama
dan kedua sehingga peneliti tidak membagi kelompok lagi. Begitu juga pada saat diskusi,
setiap siswa berusaha untuk menemukan jawaban yang paling tepat dari tugas yang
diberikan. pada saat nomor dipanggil untuk presentasi didepan kelas, setiap siswa dalam
kelompok sudah siap
dan merasa lebih percaya diri. Siswa yang pandai akan
mendominasi jalannya diskusi tidak terlihat di sini, karena tidak semua soal siswa yang
pandai yang dapat menemukan jawabannya. Siswa yang kurangpun mampu menemukan
jawabanya, tak lepas dari peran siswa yang pandai dalam kelompoknya yang dapat
memberikan motivasi dan pemahaman kepada anggota sekelompok. Hal ini bertentangan
dengan satu dari beberapa kelemahan model kooperatif tipe Numbered Heads Together
menurut Hamdayama (2014:177) melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai
pendapat orang lain.Kendala dalam menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads
Together adalah membutuhkan waktu yang lama, terutama pada saat pembentukan
kelompok. Akan tetapi kendala ini dapat peneliti atasi dengan cara pembentukan
kelompok telah peneliti siapkan dari rumah. Sehingga pada saat pembagian kelompok di
dalam kelas, peneliti hanya menyebutkan nama-nama siswa yang satu kelompok. Dengan
demikian tidak akan memakan waktu yang lama dibanding harus membagi kelompok
didepan kelas.
Kendala yang lainnya dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah sebagian siswa tidak
memperhatikan penjelasan peneliti. Siswa terkadang ribut di dalam kelas sehingga alokasi
waktu yang digunakan untuk membahas hasil diskusi berkurang karena harus
menenangkan kelas. Untuk mengatasi hal ini, peneliti memberikan waktu dalam setiap
kegiatan yang dilakukan siswa. Peneliti bersikap tegas dalam proses pembelajaran agar
semua tahapan kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model kooperatif tipe
Numbered Heads Together selama tiga kali pertemuan, selanjutnya kelas tersebut
diberikan tes akhir (post-test) untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads
Together. Berdasarkan hasil perhitungan nilai Pre-Test didapatkan rata-rata nilai (𝑥̅ )
sebesar 18,63 dengan nilai tertinggi adalah 34 dan nilai terendah adalah 3. Tidak ada
siswa yang mendapat nilai ≥ 73 (KKM), sedangkan siswa yang mendapat nilai < 73
adalah 30 orang. Jadi secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa hasil pre-test siswa
sebelum diterapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together termasuk kategori
belum tuntas, karena rata-rata nilainya kurang dari KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 73
(𝑥̅ < 73).
Begitu juga dengan hasil tes akhir (post-test), berdasarkan hasil perhitungan nilai
post-test didapatkan rata-rata nilai (𝑥̅ ) sebesar 81,24 dengan nilai tertinggi 97 dan nilai
terendah 43. Siswa yang mendapat nilai < 73 (tidak tuntas) sebanyak 3 siswa (10%) dan
yang mendapat nilai ≥ 73 (tuntas) sebanyak 27 siswa (90%). Jadi secara deskriptif dapat
dikatakan bahwa hasil post-test siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model
kooperatif tipe NHT termasuk dalam kategori tuntas.
Jika dibandingkan dengan nilai pada tes awal, maka terdapat peningkatan.
Peningkatan yang terjadi dapat dilihat dari rata-rata nilai (𝑥̅ ). Rata-rata nilai tes awal
18,63 dan rata-rata tes akhir 81,24. Maka terjadi peningkatan rata-rata nilai dari tes awal
ke tes akhir sebesar 62,43. Sedangkan persentase jumlah siswa yang tuntas pada tes awal
sebesar 0% dan pada tes akhir sebesar sebesar 90%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP
Negeri H.Wukirsari tahun pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model kooperatif tipe
Numbered Heads Together secara signifikan tuntas.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri H.Wukirsari tahun pelajaran 2015/2016
secara signifikan sudah tuntas. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji hipotesis yang
diperoleh bahwa thitung ≥ ttabel (5,25 ≥ 1,699) dengan rata-rata (𝑥̅ ) hasil belajar siswa
sebesar 81,24 dan persentase jumlah siswa yang tuntas sebanyak 90%.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajawali Press.
Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum
2013. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. 2013a. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R & D. Bandung: Alfapbeta.
. 2013b. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfapbeta.
Download