PENERAPAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI H. WUKIRSARI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh Ari Novarina 1, Dr. Fadli, M. Pd. 2, Dona Ningrum, M. Pd.3 Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari setelah penerapan model Numbered Heads Together Tahun Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain Pretest and Post-test group. Populasinya seluruh siswa kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari Tahun Pelajaran 2015/2016 berjumlah 141 siswa dan sebagai sampel kelas VII.D yang diambil secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji t. Berdasarkan hasil analisis data dengan taraf signifikan α = 0,05 diperoleh thitung (5,54) > ttabel (1,699), sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari setelah diterapkan metode Numbered Heads Together secara signifikan sudah tuntas. Rata-rata hasil belajar siswa sebesar 81,37 dan persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 90%. Kata Kunci: Pembelajaran Matematika, Numbered Heads Together, Hasil Belajar Matematika. Pendahuluan Pendidikan merupakan semua usaha ataupun perbuatan yang dilakukan setiap manusia agar dapat memenuhi fungsi hidupnya dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Menurut Samani (2011:67) “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga-tenaga pendidik yang handal dan profesional sehingga peserta didik akan mampu bersaing di dunia pendidikan. Menurut Daryanto dan Mulyo (2012:240) “matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau 2,3 berpikir logis, analitis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Menurut Trianto (2010: 89) “tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik”. Berdasarkan pengamatan di SMP Negeri H. Wukirsari dalam proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di kelas, bidang studi eksak mendapat respon yang kurang baik dari siswa terutama bidang studi matematika.Matematika merupakan bidang studi yang kurang diminati diantara bidang studi yang lain. Hal tersebut yang membuat prestasi belajar siswa dibidang studi matematika masih rendah, karena dibenak siswa sudah tertanam perasaan ketidak mampuan yang tentunya membuat motivasi belajar mereka menjadi menurun. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:43) “motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut”. Dalam upaya meningkatkan motivasi siswa untuk belajar matematika guru memiliki peran yang penting. Guru mempunyai tanggung jawab dalam menyusun sistem pembelajaran yang cocok dengan tahap-tahap belajar bidang studi dan keadaan kelas yang sebenarnya. Oleh karena itu guru matematika perlu mengembangkan dan memahami berbagai keterampilan dalam mengajar serta guru juga memiliki peranan yang sangat penting untuk menciptakan suasana yang menarik dan nyaman, agar siswa tidak mengalami kebosanan dalam belajar matematika. Berdasarkan hasil observasi awal menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa kelas VII SMP Negeri H.Wukirsari tahun ajaran 2015/2016, pada mata pelajaran matematika masih rendah.Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan adalah sebesar 73. Dari 141 siswa, sebanyak 48 siswa atau 34,04% sudah memenuhi nilai KKM, tetapi sebanyak 93 siswa atau 65,96% siswa belum mendapat nilai di atas KKM yang telah ditetapkan di SMP Negeri H. Wukirsari. Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi faktor permasalahan adalah ketidak aktifan siswa dalam belajar karena kurangnya variasi strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:62) “peranan guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan didalam kondisi yang ada”. Pemberian strategi pembelajaran yang bervariasi membuat siswa lebih antusias dalam meningkatkan perhatian dan membangkitkan kemauan untuk belajar matematika. Salah satu cara dalam mengatasinya adalah menggunakan metode pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together. Menurut Taniredja (2011:56) pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Hamdayama (2014:175) Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap sumber struktur kelas tradisional. Menurut Trianto (2010:82) Numbered Heads Together terdiri dari tahap penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama dan menjawab. Mengadakan penelitian eksperimen dengan judul “Penerapan Model Numbered Heads Together pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari Tahun Pelajaran 2015/2016”. Landasan Teori Menurut Trianto (2010:82), Numbered Heads Together adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Sedangkan menurut Hamdayama (2014:175) Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap sumber struktur kelas tradisional. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Menurut Mulyatiningsih (2011:227) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang akan diberikan untuk mencapai tujuan tertentu Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Numbered Heads Together adalah pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan mendorong siswa untuk meningkatkan kerja sama dalam membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Langkah-langkah yang akan digunakan untuk pembelajaran dengan Numbered Heads Together adalah: 1) Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. 2) Guru membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil memiliki kemampuan yang berbeda, terdiri dari tiga sampai lima orang.setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. 3) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 4) Siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawaban dari tugas yang diberikan oleh guru. 5) Guru memanggil salah satu nomor secara acak dan siswa dengan nomor yang sama menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. 6) Kemudian guru memanggil nomor lain. 7) Guru memfasilitasi siswa untuk membuat rangkuman dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Metode eksperimen semu yaitu eksperimen yang sering dipandang sebagai eksperimen tidak sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut juga dengan istilah “Quasy Exsperiment” (Arikunto, 2010:123). Menurut Arikunto (2010:90), desain penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan dilaksanakan. Design ekperimen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk Pre-test and Post-test Group. Dalam design ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Pola design Pre-test and Post-test Group menurut Arikunto (2010:124) adalah sebagai berikut : Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa saja yang menjadi titik perhatian suatu penelitian” (Arikunto, 2010:161). Selain itu, Sugiyono (2010:2), mengemukakan bahwa variabel merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah model kooperatif tipe NHT, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri H. Wukirsari. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan yaitu tanggal 07 April 2016 sampai 30 Mei 2016 di SMP Negeri H.Wukirsari tahun pelajaran 2015/2016. Sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, terlebih dahulu peneliti melakukan uji coba instrumen di VIII.C pada tanggal 11 April 2016 yang berguna untuk mengetahui kualitas soal yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data yang berasal dari hasil pre-test dan post-test siswa kelas VII semester genap tahun pelajaran 2015/2016, yaitu kelas VII D. sebagai kelas eksperimen dengan model Numbered Heads Together . Hasil penelitian diperoleh jumlah semua siswa kelas VII adalah 141 yang terdiri dari lima kelas. Setelah diadakan pemilihan sampel secara acak melalui pengundian, terpilih kelas VII.D dengan jumlah 30 orang terpilih sebagai kelas sampel dimana kelas tersebut akan diberi perlakuan dengan model kooperatif tipe Numbered Heads Together . Pelaksanaan penelitian diawali dengan pemberian tes awal (pre-test) dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Kemudian setelah kemampuan awal diketahui, dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan. Pada akhir penelitian dilakukan test akhir (post-test) untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pemberian perlakuan dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. 1. Kemampuan Awal Siswa Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pemberian tes awal (pre-test) yang berguna untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi segi empat. Kemampuan awal siswa merupakan kemampuan kognitif siswa sebelum mengikuti pembelajaran. Pada awal penelitian ini dilakukan tes awal (pre-test) pada tanggal 11 Mei 2016 yang diikuti oleh siswa kelas VII.D dengan jumlah 30 orang. Berdasarkan hasil perhitungan nilai pre-test (Lampiran C), rekapitulasi data hasil pre-test dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 ̅) dan Simpangan Baku (s) Hasil Pre-Test Nilai Rata-rata (𝒙 Data Pre-test Nilai Rata- Simpangan Nilai Nilai ̅) rata (𝒙 Baku (s) Tertinggi Terendah 18,63 8,62 34 3 Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai (𝑥̅ ) sebesar 18,63 dan simpangan bakunya sebesar 8,62. Dengan nilai tertinggi 34 dan nilai terendah 3.Tidak ada siswa yang mendapat nilai ≥ 73 (KKM), sedangkan siswa yang mendapat nilai < 73 adalah 30 orang. Jadi secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa hasil pre-test siswa sebelum diterapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together termasuk kategori belum tuntas, karena rata-rata nilainya kurang dari KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 73 (𝑥̅ < 73). 2. Kemampuan Akhir Siswa Kemampuan akhir siswa adalah kemampuan kognitif siswa setelah mengikuti proses pembelajaran materi segi empat. Pada akhir penelitian ini dilakukan tes akhir (post-test) pada tanggal 20 Mei 2016 yang diikuti oleh siswa kelas VII.D dengan jumlah 30 orang. Pemberian post-test berfungsi untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Berdasarkan hasil perhitungan nilai post-test (Lampiran C), rekapitulasi data hasil post-test dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Data Hasil Post-test Nilai Rata-rata Simpangan baku 81,24 8,62 Siswa yang tuntas 27 orang (90%) Siswa yang tidak tuntas 3 orang (10%) Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai (𝑥̅ ) sebesar 81,24 dan simpangan bakunya sebesar 8,62. Siswa yang mendapat nilai < 73 (tidak tuntas) sebanyak 3 siswa (10%) dan yang mendapat nilai ≥ 73 (tuntas) sebanyak 27 siswa (90%). Jadi secara deskriptif dapat dikatakan bahwa hasil post-test siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe Numbered Heads Together termasuk dalam kategori tuntas. Pembahasan Penelitian ini dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan, satu kali pertemuan untuk test awal (pre-test), tiga kali pertemuan proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together dan satu kali pertemuan untuk tes akhir (post-test). Pemberian pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi segi empat sebelum diberikan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tidak ada siswa yang mendapat nilai lebih dari 73 (tuntas) dalam tes awal. Rata-rata (𝑥̅ ) nilai secara keseluruhan sebesar 18,63. Jadi dapat dikatakan bahwa hasil tes awal siswa sebelum diterapkan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together termasuk kategori belum tuntas, karena nilai rata-ratanya kurang dari 73 (𝑥̅ <73). Hal ini disebabkan karena siswa belum pernah diberikan materi segi empat serta siswa belum memahami konsep sehingga belum mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Setelah pemberian tes awal (pre-test) kelas VII.D diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together sebanyak tiga kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara belajar dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Setelah materi dijelaskan, kemudian siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil sebanyak sembilan kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. Setiap kelompok terdiri dari empat orang siswa yang heterogen berdasarkan kemampuan siswa dan jenis kelamin. Dalam satu kelompok, tidak ada yang laki-laki semua atau perempuan semua. Untuk kemampuan siswa di ambil dari data hasil ulangan-ulangan sebelumnya yang didapat dari guru mata pelajaran matematika kelas VII.D yang telah diurutkan. Setiap kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua orang berkemampuan sedang dan satu orang berkemampuan rendah. Pada pertemuan pertama materi yang dibahas adalah persegi dan persegi panjang. Pada pertemuan pertama ini masih ada sebagian siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Pada saat diskusi masih ada siswa yang malu-malu untuk mengemukakan pendapatnya pada anggota yang lain pada kelompoknya. Apalagi pada saat nomornya dipanggil sebagian siswa masih ada yang malu-malu dan kurang percaya diri untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Padahal satu dari beberapa kelebihan model kooperatif tipe Numbered Heads Together menurut Hamdayama (2014:177) adalah melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.Hal ini dikarenakan metode pembelajaran ini dirasakan siswa sebagai hal yang baru dan memerlukan penyesuaian terlebih dahulu. Pada pertemuan kedua materi yang dibahas adalah jajargenjang dan belah ketupat. Pada pertemuan ini siswa mulai terbiasa belajar dalam kelompok. Siswa yang malu-malu untuk belajar dalam kelompok sudah mulai berkurang. Siswa lebih aktif didalam proses pembelajaran, setiap siswa berusaha untuk mencari jawaban yang paling tepat dari tugas yang diberikan. Begitu juga pada saat nomornya dipanggil, siswa lebih percaya diri dan tidak merasa malu-malu lagi untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Pada pertemuan ini, peneliti tidak lagi membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Padahal, satu dari beberapa langkah-langkah model kooperatif tipe Numbered Heads Together menurut Mulyatiningsih (2011:284), peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap anggota kelompok mendapat nomor. Hal ini dikarenakan pembagian kelompoknya memanfaatkan pembagian kelompok pada pertemuan pertama sehingga peneliti tidak lagi membagi kelompok. Pada pertemuan ketiga, siswa semakin tertarik dan berminat dalam pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Pada pertemuan ini membahas materi tentang layang-layang dan trapesium Pembagian kelompok pada pertemuan ketiga ini juga memanfaatkan pembagian kelompok pada pertemuan pertama dan kedua sehingga peneliti tidak membagi kelompok lagi. Begitu juga pada saat diskusi, setiap siswa berusaha untuk menemukan jawaban yang paling tepat dari tugas yang diberikan. pada saat nomor dipanggil untuk presentasi didepan kelas, setiap siswa dalam kelompok sudah siap dan merasa lebih percaya diri. Siswa yang pandai akan mendominasi jalannya diskusi tidak terlihat di sini, karena tidak semua soal siswa yang pandai yang dapat menemukan jawabannya. Siswa yang kurangpun mampu menemukan jawabanya, tak lepas dari peran siswa yang pandai dalam kelompoknya yang dapat memberikan motivasi dan pemahaman kepada anggota sekelompok. Hal ini bertentangan dengan satu dari beberapa kelemahan model kooperatif tipe Numbered Heads Together menurut Hamdayama (2014:177) melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.Kendala dalam menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah membutuhkan waktu yang lama, terutama pada saat pembentukan kelompok. Akan tetapi kendala ini dapat peneliti atasi dengan cara pembentukan kelompok telah peneliti siapkan dari rumah. Sehingga pada saat pembagian kelompok di dalam kelas, peneliti hanya menyebutkan nama-nama siswa yang satu kelompok. Dengan demikian tidak akan memakan waktu yang lama dibanding harus membagi kelompok didepan kelas. Kendala yang lainnya dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan peneliti. Siswa terkadang ribut di dalam kelas sehingga alokasi waktu yang digunakan untuk membahas hasil diskusi berkurang karena harus menenangkan kelas. Untuk mengatasi hal ini, peneliti memberikan waktu dalam setiap kegiatan yang dilakukan siswa. Peneliti bersikap tegas dalam proses pembelajaran agar semua tahapan kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together selama tiga kali pertemuan, selanjutnya kelas tersebut diberikan tes akhir (post-test) untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. Berdasarkan hasil perhitungan nilai Pre-Test didapatkan rata-rata nilai (𝑥̅ ) sebesar 18,63 dengan nilai tertinggi adalah 34 dan nilai terendah adalah 3. Tidak ada siswa yang mendapat nilai ≥ 73 (KKM), sedangkan siswa yang mendapat nilai < 73 adalah 30 orang. Jadi secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa hasil pre-test siswa sebelum diterapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together termasuk kategori belum tuntas, karena rata-rata nilainya kurang dari KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 73 (𝑥̅ < 73). Begitu juga dengan hasil tes akhir (post-test), berdasarkan hasil perhitungan nilai post-test didapatkan rata-rata nilai (𝑥̅ ) sebesar 81,24 dengan nilai tertinggi 97 dan nilai terendah 43. Siswa yang mendapat nilai < 73 (tidak tuntas) sebanyak 3 siswa (10%) dan yang mendapat nilai ≥ 73 (tuntas) sebanyak 27 siswa (90%). Jadi secara deskriptif dapat dikatakan bahwa hasil post-test siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT termasuk dalam kategori tuntas. Jika dibandingkan dengan nilai pada tes awal, maka terdapat peningkatan. Peningkatan yang terjadi dapat dilihat dari rata-rata nilai (𝑥̅ ). Rata-rata nilai tes awal 18,63 dan rata-rata tes akhir 81,24. Maka terjadi peningkatan rata-rata nilai dari tes awal ke tes akhir sebesar 62,43. Sedangkan persentase jumlah siswa yang tuntas pada tes awal sebesar 0% dan pada tes akhir sebesar sebesar 90%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri H.Wukirsari tahun pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together secara signifikan tuntas. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri H.Wukirsari tahun pelajaran 2015/2016 secara signifikan sudah tuntas. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji hipotesis yang diperoleh bahwa thitung ≥ ttabel (5,25 ≥ 1,699) dengan rata-rata (𝑥̅ ) hasil belajar siswa sebesar 81,24 dan persentase jumlah siswa yang tuntas sebanyak 90%. Daftar Pustaka Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press. Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono. 2013a. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfapbeta. . 2013b. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfapbeta.